Sejarah Paser: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Menambahkan tag <references /> yang hilang |
|||
(33 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{rapikan|date=27 April 2011}}
{{wikify|date=Oktober 2012}}
[[File:Lokasi Kalimantan Timur Kabupaten Paser.svg|thumb|Wilayah (warna merah) dan sejarah Paser]]
'''Sejarah kesultanan Paser''' diperkirakan mulai berdiri pada abad ke-16 atau ke-17. Awalnya, wilayah ini dihuni oleh [[suku Dayak Paser]] yang hidup dalam komunitas adat. Pada masa awal berdirinya, pengaruh [[Islam]] mulai masuk ke daerah [[Paser]] melalui jalur perdagangan di sepanjang pesisir Kalimantan yang membawa agama dan budaya Islam dari pedagang-pedagang luar, terutama dari [[Jawa]] dan [[Sumatra]].<ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/masa-pemerintahan-kerajaan-atau-kesultanan-paser/|title=Keberadaan Kesultanan Paser|date=2020|website=kemdikbud.go.id|access-date=17 Okt 2024}}</ref> Sejarah pertama dari [[Kesultanan Paser]] dimulai dari seorang putri yang disebut sebagai Putri didalam Petung (Ratu I), yang memimpin pada tahun 1516 dan dipercaya memulai era kesultanan dengan pengaruh Islam yang kuat.<ref>{{Cite web|url=https://humas.paserkab.go.id/assets/upload_download/Sejarah-Paser-Pimpinan-Daerah.pdf|title=SEJARAH PEMERINTAHAN KABUPATEN PASER |date=2020|website=paserkab.go.id|access-date=17 Okt 2024}}</ref>
Di sekitar abad ke-5, bermula dari Kalimantan bagian Selatan yang merupakan daerah [[Paser]], dengan [[Tanah Grogot]] sebagai salah satu pusatnya. Daerah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian timur yang merupakan dataran rendah, landai hingga bergelombang memanjang dari utara ke selatan, dan lebih melebar di bagian selatan yang berawa-rawa dan daerah aliran sungai. Bagian barat merupakan bagian kedua yang merupakan daerah bergelombang, berbukit-bukit dan bergunung-gunung sampai ke perbatasan provinsi [[Kalimantan Selatan]] dan [[Kalimantan Tengah]], di daerah ini terdapat sungai yang cukup besar dan panjang.
Ditepi-tepi sungai inilah penduduk asli (pribumi) bermukim, mereka dikatakan ; masyarakat Bansu Tatau Datai Danum dengan artian Masyarakat hidup di tepi-tepi air / pantai. Mereka hidup berkelompok-kelompok, di tepi-tepi sungai yang dapat memberikan nutrisi, seperti ikan, kerang, air tawar dan lingkungan hutan yang memberikan umbi-umbian, buah-buahan juga binatang buruan hutan, cukup memberikan untuk kelangsungan hidup manusia.
Baris 9 ⟶ 11:
Setiap kelompok dipimpin oleh seorang yang kuat dan pemberani baik fisik maupun mental. Digambarkan pada masa itu belum ada tataan aturan yang dapat untuk mengatur tata cara kehidupan dan penghidupan masyarakat. Di saat itu yang berlaku dalam hukum rimba, siapa kuat dialah yang berkuasa dan dapat berbuat sekehendak hatinya, jadi kekuasaan tertinggi terletak di tangan orang-orang kuat dan berani, sehingga segala sesuatunya tergantung di tangannya, hal ini dikenal dengan hukum rimba, sistem ini mirip dengan apa yang disebut diktator sekarang ini. Sedangkan hukum adat sebagai penangkal mencegah kesewenang-wenangan, kelaliman masa itu belum dikenal.
Kekuasaan seperti ini, semakin hari bertambah kurang karena mereka mulai menyadari, di luar dirinya masih ada kekuasaan yang lebih besar dari mereka, yaitu kekuasaan Dewa. Kepercayaan ini semakin meresap dalam kehidupan mereka, karena
Jauh sebelum mengenal agama, di daerah Paser ini, masyarakat Paser mengenal kepercayaan [[animisme]] supernatural,
Di daerah Paser, dikenal dengan ilmu gaib, sebagai bentuk kepercayaan “Kuno” yang mempercayai adanya kekuatan maha dasyat terdapat di [[alam semesta]]. Desa yang diartikan sebagai penguasa tertinggi dalam kekuasaannya menguasai seluruh alam semesta, dalam sistem ini terlihat dalam tata cara pelaksanaan untuk maksud-maksud tertentu, misalkan pada saat pembukaan hutan untuk lahan perladangan atau persawahan, menanam padi dan sebagainya yang dilaksanakan oleh seorang [[dukun]] / mulung, yang mengetahui [[jampi-jampi]] atau [[soyong]] dalam bahasa Paser, diucapkan kata-kata permohonan sesuai dengan yang diharapkan.
Dunia ini dihuni oleh beberapa [[makhluk halus]], ada yang bersifat mengganggu [[manusia]], ada yang membantu dan ada pula yang tidak menggangu, juga tidak berfaedah bagi manusia. Makhluk halus dikenal mendiami tempat-tempat tertentu, seperti di [[hutan]], di pepohonan kayu besar di [[rawa-rawa]], di [[Tempat pemakaman|kuburan]] dan sebagainya. Menurut [[cerita rakyat]], bahwa salah satu pusat kediaman makhluk-makhluk halus di daerah Paser adalah daerah “Raya” yang terletak di antara Pondong dan Air Mati. Jika diklasifikasikan, makhluk halus itu ada bermacam-macam, di antaranya:
* Makhluk halus asal kejadiannya sudah gaib, seperti [[hantu]] atau uwok dalam bahasa Pasernya, jin dan setan.▼
▲* Makhluk halus asal kejadiannya sudah gaib, seperti hantu atau uwok dalam bahasa Pasernya, jin dan setan.
* Makhluk halus dari manusia yang lenyap tanpa melalui proses kematian seperti mahal imunan dan orang gaib.
* Makhluk halus dari roh manusia yang meninggal tidak secara wajar, misalnya meninggal karena [[kecelakaan]], meninggal karena dibunuh.
Dalam kepercayaan masyarakat Paser, makhluk halus kadang-kadang menjelma dalam bentuk [[manusia]], [[binatang]] atau menjelma dalam bentuk [[benda]]-benda dan lain sebagainya.
Masyarakat ini menempati rumah panggung segi empat panjang, atap miring empat puluh lima derajat kesamping kiri dan kanan, muka dan belakang, memakai dinding. Rumah ini tanpa ruang pemisah dan berdaun pintu, tinggi rumah dari permukaan tanah kurang lebih dua meter. Atap rumah terbuat dari daun nipah, bisa juga dari kulit kayu sungkai, lantai dari pohon niung atau bambu yang dipecah-pecah dan dijalin denga rotan, bahan bangunan dari anak-anak kayu bundar. Sebelum mengenal paku untuk bahan penikat masyarakat ini menggunakan rotan.
Masyarakat Paser, termasuk masyarakat homogen, jadi sudah terbiasa tinggal dalam satu rumah dua atau tiga kepal keluarga yang terdiri dari anak menantu, saudara dari Ibu atau Bapak tinggal dalam satu rumah, hidup rukun dan damai. Bergotong royong atau nyempolo dalam bahasa Paser, bekerja bergotong royong tanpa mengharapkan upah dan balas jasa. Kegotongroyongan atau nyempolo dalam bahasa Paser adalah ciri khas masyarakat Paser yang sudah membudaya sejak nenek moyang mereka.
Adanya kelompok kerjasama atau gotong royong bukanlah satu kelompok organisasi formal akan tetapi para pekerja dengan gotong royong itu secara spontan datang membantu petani lainnya yang membutuhkan bantuan. Pembagian kerja serta struktur organisasi tidak ada, informasi yang disampaikan hanya melalui mulut ke mulut, kerjasama ini oleh masyarakat Paser disebut '''''nyempolo''''', gotong-royong setengah hari tanpa makan siang, gotong-royong satu hari penuh disediakan makan siang.
Jauh sebelum agama dikenal di daerah Paser ini upacara penguburan ada tiga pelaksanaan, hal ini tergantung dengan kelompok masing-masing
* Orang yang sudah mati / meninggal dibuatkan sebuah tebela atau yang mereka sebut Lungun, lungun dibuat dari sepotong batang kayu yang dibelah menjadi dua bagian, dan masing-masing belahan diberi lubang seukuran orang yang mati, setelah mayat dimasukkan kedalam lungun lalu ditutup dengan belahan tadi dan selanjutnya diikat dengan rotan, selanjutnya lungun yang sudah berisi orang mati dibawa ke dalam hutan jauh dari perkampungan penduduk, dan diletakkan kebawah pohon atau digantung di atas pohon, ada juga yang dimasukkan kedalam gua seperti dua kilometer dari Desa Kesunge Kecamatan Batu Kajang, ada terdapat sebuah gunung yang bernama Liang Lungun.
* Ada juga orang yang sudah mati dibawa ke dalam hutan yang jauh dari perkampungan penduduk, disanalah si mayat didudukkan dan dilengkapi dengan sebilah parang atau otak dalam bahasa Pasernya diikatkan di pinggang si orang mati dan di tangan kanannya sebilah tombak.
Baris 43 ⟶ 44:
Beberapa bulan kemudian setelah tulang belulang tengkorak menjadi kering, tulang tengkorak tersebut dikumpulkan menjadi satu, selanjutnya dikeramasi, dalam mengeramasi diiringi dengan upacara yang dipimpin oleh seorang dukun atau mulung, dan selanjutnya dibuat dalam sebuah rumah-rumah yang sengaja dibuat. Rumah-rumah ini diletakkan di ujung sebatang tihang.
Penguburan seperti ini, sebelum mereka mengenal agama, akan tetapi ada juga cara penguburan sampai hari ini mereka melakukan seperti berikut
* Orang mati dikuburkan dengan cara biasa saja akan tetapi di senja hari kerabat si mati berkumpul di halaman rumah, dengan dipimpin seorang mulung kematian membuat api unggun di halaman rumah, dengan membaca mantra atau bersoyong dalam bahasa Paser, jika asap api yang berasal dari api unggun tersebut lurus menuju kelangit, kerabat si mati bergembira sambil berkata naik ke langit atau dombo jaun, akan tetapi jika asap api tersebut tidak lurus karena ditiup angin para kerabat bersedih, karena anggapan mereka, jika tidak lurus berarti roh si mati tidak diterima oleh para dewa, sedangkan yang lurus roh si mati diterima oleh para dewa.
Baris 59 ⟶ 60:
Di saat Sumping menjadi raja, ketiga anaknya mengadakan perjalanan hibah, perjalanan hibah ini terbagi dua kelompok, satu kelompok dipimpin oleh Andir Palai, anak Sumping dari istrinya yang pertama, satu kelompok lagi dipimpin oleh Nurang dan Anjang, anak Sumping dari istri yang kedua. Setelah melakukan perjalanan beberapa lamanya mereka akhirnya sampai di tepi sungai Lembok, disinilah Andir Palai bersama dengan pengikutnya bermukim.
Kelompok yang dipimpin oleh Nurang dan Ajang bertemu dengan [[sungai Kendilo]]. Di tepi sungai Kendilo inilah Nurang bersama kelompoknya bermukim. Sedangkan Anjang melanjutkan perjalanan bersama pengikutnya menuju ke arah Barat Laut, setelah beberapa lama dalam perjalanan akhirnya mereka sampai di sungai Komam. Di tepi sungai Komam ini Anjang meninggalkan pengikutnya sepertiga, dan yang lainnya melanjutkan perjalanan bersama Anjang ke arah Barat Daya dan akhirnya mereka bertemu dengan sungai Biu, Anjang bersama pengikutnya bermukim di tepi sungai Biu ini, akan tetapi Anjang memilih untuk tinggal di Samurangau.
Anjang mempunyai dua orang anak yang bernama Dengut dan Uma Dana. Anjang memberikan kekuasaan kepada Dengut untuk memimpin masyarakat di daerah sungai Komam, sedangkan Uma Dana memimpin di daerah sungai Biu. Anjang sendiri tetap di daerah Samurangau.
Baris 252 ⟶ 253:
Pembagian ini menurut Haji Aji Padang Sarjan, Haji Sardani Usman, et al, menjadi 6 wilayah. Penulisan 6 wilayah ini mengingat silsilah yang dibuat Aji Norman UK, justru ada 8, yang disebutnya, dengan raja raja kecil, yang berkembang dan hanya tercatat sejak tahun 1805. Dan menyebutkan tahun 1890 sudah ada raja Selan (Samuntai). Kemungkinan sejak awal wilayah ini sudah ada mengingat letak selang cukup strategis menghubungkan pusat wilayah dengan pendalaman.<ref>Haji Aji Padang Arjan, Haji Sardani Usman, et al, Op cit hlm 17</ref>
Segenap kepala wilayah diperintah oleh Sultan Aji Muhammad Alamsyah, untuk membangun masjid di ibu negeri. Fungsi Masjid antara lain:
* Sebagai tempat salat
* Sebagai wadah untuk mendekatkan rakyat dengan raja (pemerintahan).
* Sebagal tempat bagi raja untuk menerima dan mengetahui keadaan kehidupan dan penghidupan rakyat.<ref>A.S. Assegaff Ibid hlm.87</ref>
Baris 290 ⟶ 291:
==== Sultan Aji Dipati Anom Alamsyah ====
Setelah wafatnya Sultan Aji Sepuh Alamsyah,
Sultan Aji Dipati memerintah dalam usia tua, kehidupan sebagai Sultan dijalankan dengan sederhana kegiatan rutin menghadiri salat di masjid sambil memberikan berbagai petuah keagamaan. Aktivitas pemerintahan banyak dijalankan oleh wajirnya Aji Panji bin Ratu Agung mantan kepala wilayah Lempesu.
Baris 317 ⟶ 318:
Peranan para Sayyid dari juriyat Rasullullah SAW dalam syiar Islam di Nusantara tidak diragukan lagi, pada umumnya mereka memasuki dalam istana sebagai penasehat para Sultan dan juga melangsungkan perkawinan dengan kerabat Kesultanan. Para Sayyid ini memiliki ilmu agama yang mendalam, mampu menjaga akhlak dan mudah diterima berbagai kalangan. Mereka bukan sekadar penasehat atau guru, bahkan menduduki jabatan sebagai Sultan.
Mobilitas mereka sangat dinamis sepanjang kurun waktu, sejak lslamisasi nusantara sampai saat ini. Umpamanya Kesultanan Cirebon sendiri memakai gelar Syarif. Para Sayyid memelihara dan melanggengkan kekuasaan para Sultan, sepanjang para Sultan taat dalam formal syariah, yang menjadikan landasan dakwah mereka, kebanyakan mereka menghindari konflik fisik, pandai berdiploma cakap dalam berdagang sehingga mudah bergaul
==== Sultan Ibrahim
Pemerintahan kesultanan Paser selanjutnya dipimpin Aji Sembilan bin Aji Muhammad Alamsyah memerintah tahun 1225-1230 Hijriyah. Dengan gelar Sultan Ibrahim Alamsyah.
| lang= nl
| pages= 94
| url= https://www.google.co.id/books/edition/Almanak_van_Nederlandsch_Indi%C3%AB_voor_het/T1ZVAAAAcAAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Pangeran-Mangkoe-Sampanahan&pg=RA1-PA94&printsec=frontcover
| title= Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1851
| first= Landsdrukkerij
| last= Landsdrukkerij
| location= Batavia
| publisher= Ter Lands-Drukkerij
| year= 1851
| volume= 24
}}</ref>
Sultan ini menunjuk keponakannya Pangeran Syarif Thaha menjadi wajir (menteri 1) Kesultanan Paser. Panglima pertahanan keamanan dijabat Aji Karang bin Sultan Aji Panji. Dalam masa pemerintahan Sultan Ibrahim Alamsyah kehidupan petani penggarap sawah tadah hujan dan ladang, selama 2 tahun mengalami problem. Tanaman padi terkena wabah hama tikus dan burung pipit, akhimya Kesultanan Paser kekurangan persediaan beras. Sultan mendatangkan beras dari daerah lain, khususnya dari Kutai dan Banjar.
Dalam bidang, telah selesai dibuat 40 buah kapal. Pembuatan kapal sejak Sultan Aji Panji. Kesultanan Paser menjadikan 30 buah kapal sebagai kapal perang, 30 buah kapal dibagi di 3 pangkalan; 10 buah di pangkalan Tanjung Batu, 10 buah di pangkalan Tanjung Aru, 10 buah lagi di pangkalan Tanjung Jemelai. sisanya 8 buah dijadikan kapal dagang untuk mengangkut hasil hutan seperti; Rotan, Madu, Getah, Tengkawang, Damar dan lain-lain.
Baris 355 ⟶ 369:
Aji Karang membuka hutan dengan berladang, kemudian ditanami rotan dan buah-buahan. Aji Karang juga membuat nama-nama wilayah sesuai dengan yang dialaminya dalam pertempuran dalam melawan bajak laut. Seperti Semuntae "Samun" adalah tempat penyamun. "tae" adalah artinya kampung, jadi "kampung penyamun" Modang tempat "Menyanggul" atau menghadang bajak laut Muru artinya disana "mo'ro' Dialek Paser Modang "Mo'aru" Dialek Paser Peteban. Selang artinya Mempertahankan Nasib.<ref>A.S Assegaff, Ibid hIrn 156-157</ref>
==== محمود خان سلطان فاسیر Sultan Mahmud
Majunya bandara Benuo dan mulai intensifnya hegemoni Belanda menyebabkan Kesultanan Paser lambat laun juga terpengaruh oleh Belanda. Mereka kemudian memiliki kantor dagang di pelabuhan Benuo, peristiwa ini di mulal sejak pemerintahan Aji Karang bin Sultan Sulaiman Alamsyah tahun 1230-1259 Hijrah atau 1815-1843 Masehi, dia menggantikan Sultan Ibrahim dengan gelar Sultan Mahmud Han Alamsyah ([[4 November]] [[1857]]). Sejak mulai dibukanya kantor dagang oleh Belanda Kesultanan Paser mulai mengalami proses penetrasi Barat. Satu era munculnya upaya monopoli dagang yang lambat laun menghancurkan struktur kekuasaan Kesultanan Paser.<ref name="Almanak 1861">{{cite book
| lang= nl
| pages= 147
| url= https://books.google.co.id/books?id=elRVAAAAcAAJ&pg=RA1-PA147&dq=Machmoed-Han-Pasir&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwj2y_S3qOSDAxXkcmwGHRqNDT0Q6AF6BAgIEAI#v=onepage&q=Machmoed-Han-Pasir&f=false
| title= Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1861
| first= Landsdrukkerij
| last= Landsdrukkerij
| location= Batavia
| publisher= Ter Lands-Drukkerij
| year= 1861
| volume= 34
}}</ref><ref name="Almanak 39">{{cite book
| lang= nl
| pages= 280
| url= https://books.google.co.id/books?id=aVVVAAAAcAAJ&pg=RA5-PA280&dq=sulthan-van-Sumbawa&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiVwLHk0snqAhWR8XMBHd5xBy4Q6AEwAXoECAIQAg#v=onepage&q=sulthan-van-Sumbawa&f=false
| title= Regeerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië 1865
| contribution= Landsdrukkerij
| location= Batavia
| publisher= Ter Lands-Drukkerij
| year= 1865
| volume= 39
}} [[4 November]] [[1857]]</ref>
==== Sultan Adam Alamsyah ====
Sultan Adam Alamsyah telah menandatangani surat perjanjian dengan Residen Kalimantan Tenggara pada tanggal 25 Oktober 1843. Kedua persetujuan atau perjanjian yang ditandatangani Sultan Adam Alamsyah itu pada dasarnya leblh bersifat mendekatkan pertalian persahabatan antara Kesultanan Paser dan pemerintah Belanda. Oleh sebab itu, sampai disini sesungguhnya Sultan Paser masih memiliki kedaulatan untuk mengatur sendiri kerajaan.<ref name="Almanak 1848">{{cite book
| lang= nl
| pages= 95
| url= https://books.google.co.id/books?id=yVVVAAAAcAAJ&pg=RA1-PA95&dq=sulthan-adam-van-passir&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiA7vy3ruSDAxUeUGcHHZUTACsQ6AF6BAgFEAI#v=onepage&q=sulthan-adam-van-passir&f=false
| title= Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1848
| first= Landsdrukkerij
| last= Landsdrukkerij
| location= Batavia
| publisher= Ter Lands-Drukkerij
| year= 1848
| volume= 21
}}</ref>
==== Sultan Sepuh II Alamsyah (Sultan Muhammad Sapuh Adil Khalifat al-Mu'minim) سلطان محمد سفوه عديل خليفة الموءمنين ====
Pada bulan Januari 1847 Sultan Adam Alamsyah wafat, akan tetapi tidak meninggalkan ahli waris lelaki, maka para pembesar Paser melalui perdebatan yang menegangkan, akhirnya sepakat menunjuk Aji Tenggara bin Aji Kimas bergelar Pangeran Nata Kesuma (Pangeran Mangku Bumi), patih Sultan sebagai pengganti. Sultan baru ini memakai gelar Sultan Sepuh II Alamsyah memerintah diperkirakan sampai tahun 1873 (Vr, Ikhtisar keadaan Politik, Op cit hlm XCII, 176. Bandingkan juga dengan Haji Aji Padang Arjan Sejarah singkat Kerajaan Sadurengas atau Kesultanan Paser, tanpa tahun, hlm 14-35*). Sampai pada masa pernerintahan Sultan Sepuh II berakhir, masih belum ada keinginan Belanda untuk menguasai Kesultanan Paser secara langsung. Setelah menderita sakit berkepanjangan Sultan Sepuh II Alamsyah akhirnya wafat.
Baris 373 ⟶ 419:
Pada masa Sultan Abdurrahman Alamsyah menjadi penandatangan perjanjian dengan pihak Belanda. Isinya sangat menentukan perkembangan sejarah kesultanan Paser berikutnya. Di antaraisi perjanjian penting yang berkaitan dengan hal ini adalah bahwa Kesultanan Paser diputuskan menjadi bagian langsung di bawah lingkungan pemerintahan kerajaan Belanda. Ditekankan dalam isi perjanjian hal ini Sultan tidak lagi diperkenankan melakukan hubungan atau membuat perjanjian dengan pihak luar. Segi keamanan ditangani oleh tentara Belanda, dengan biaya dibebankan kepada penyerahan bagian-bagian hasil Kesultanan Paser yang diserahkan kepada pemerintahan Hindia Belanda, dalam hal ini melalui penguasaan yaitu Residen Kalimantan Tenggara yang berkedudukan di Banjarmasin.<ref>Ibid hlm 40</ref>
==== Sultan Muhammad Ali Adil Khalifatul Mukminin====
Pemerintahan Sultan Abdurrahman Alamsyah kedaulatan Paser benar benar telah hilang dan kerajaan telah berada langsung di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Sultan Muhammad Ali tidak memiliki kekuasaan apa-apa lagi terkecuali mengabdi saja kepada pemerintah Hindia Belanda, bahkan ketika julius Broers berkuasa sebagai Residen dari tahun 1894 sampai 1899 Sultan Muhammad Ali diberhentikan sebagai Sultan langsung di bawah lingkungan pemerintahan Hindia Belanda.
Baris 390 ⟶ 436:
Memories van Overgave/penyerahan (MVO) dengan Paser oleh Asisten Residen (Kontroleur) W.Van Slooten (1936) dan BJ Themas (193 8).<ref>Ibid hlm 157</ref>
Antara tahun 1936 dan 1938 telah dikeluarkan beberapa ordonansi dengan besluit GG mengenai pembentukan Gouvernementen
Khusus wilayah Residen BZO sejak 1 Juli 1938 terbagi atas lima daerah, yakni affdeeling Banjarmasin, Hulu Sungai, Kapuas, Barito, Samarinda dan Bolong.
== Referensi ==
{{reflist}}
== Lihat pula ==
* [[Adji Tenggal]]
== Pranala luar ==
|