Kelentangan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
xx |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(17 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Instrument
'''Kelentangan''' adalah seperangkat pertunjukan musk [[tradisional]] masyarakat [[Dayak Benuaq]] yang banyak digunakan untuk berbagai macam kepentingan seperti iringan tarian [[hiburan]] maupun untuk keperluan ritual. Masyarakat [[Dayak Benuaq]] juga banyak yang menyebut Kelentangan sebagai musik ''Domeq''. Namun demikian, terminologi tersebut tidak populer di kalangan masyarakat [[Dayak Benuaq]], mereka lebih senang menyebutnya sebagai Kelentangan. Perlu digarisbawahi bahwa pertunjukan musik Kelentangan tidak pernah menjadi pertunjukan musik tunggal, melainkan digabungkan dengan berbagai pertunjukan lain seperti kesenian gabungan dan pengiring upacara maupun tarian untuk [[hiburan]]. Dalam praktiknya, musik Kelentangan sangat identik dengan ritual [[Belian Sentiu]] yang merupakan ritual masyarakat [[Dayak Benuaq]] untuk berkomunikasi dengan roh halus dalam rangka menyembuhkan [[penyakit]] masyarakat yang tidak bisa diselesaikan secara medis.<ref name=":1">Adnan, Sugeng. 1995. Ilmu Pengetahuan Sosial Lokal Kalimantan Timur. Samarinda: Taman Budaya Samarinda</ref>▼
| name = Kelentangan
| names =
| image = Benuaq Woman Playing Kelentangan.JPG
| image_capt =
| background =
| classification = Alat musik [[perkusi]] dan tiup (aerofon)
| hornbostel_sachs =
| hornbostel_sachs_desc =
| inventors =
| developed = [[Indonesia]]
| range =
| related = [[Kulintang]], [[Totobuang]], [[Gamelan]]
| musicians =
| builders =
| articles =
}}
▲'''Kelentangan''' adalah seperangkat pertunjukan
== Asal Usul ==
{{lihat pula|Kulintang}}
Penamaan “Kelentangan” belum diketahui awal mula penyebutannya. Dalam artian, [[masyarakat]] tidak memiliki data otentik mengenai waktu pasti kesenian tersebut muncul. Sesuatu yang mereka yakini adalah, Kelentangan hadir sejak zaman dahulu dan merupakan warisan dari leluhur mereka. Namun demikian, penamaan Kelentangan tersebut mereka yakini berasal dari suara alat musik yang dihasilkan berbunyi ''“tang tang tang tang''”.
Dalam sejarahnya, musik Kelentangan diyakini memiliki keterkaitan panjang dengan sejarah masuknya musik di [[Kalimantan]]. Pada waktu itu, terdapat banyak sekali gong-gong di pedalaman [[Kalimantan]] yang sebagian besar dari [[Tiongkok Selatan]]. Hal itu dibuktikan sejak tahun 1930-an yang telah ditemukan banyak sekali alat perunggu di Annam atau tepatnya di desa Dong-son yang instrumennya mirip dengan instrumen gong yang ada pada suku [[Dayak]] di pedalaman [[Kalimantan]]. Pengaruh kebudayaan masyarakat [[Tiongkok]] dalam kehidupan masyarakat [[Dayak]] di [[Kalimantan]] itu terlihat dari bbeberapa hal, seperti guci-guci, tempayan, dan perhiasan dengan berbagai ornamen bergaya [[
== Gambaran Umum Kelentangan ==
Sebagaimana penjelasan di muka, [[musik]] Kelentangan tidak ditampilkan sebagai pertunjukan tunggal, melainkan membaur dengan pertunjukan lain serta dijadikan sebagai pengiring sebuah kegiatan atau [[ritual]] adat. Sebagai misal, pertunjukan Kelentangan dilakukan untuk keperluan upacara pengibatan [[Belian Sentiu]] dari keluarga yang sedang mengalami sakit. Keberadaan Kelentangan menjadi sangat penting, sebab proses pengobatan melalui upacara [[Belian Sentiu]] tidak akan terlaksana apabila musik [[Belian Sentiu]]<nowiki/>tidak ada. Dalam Bahasa sederhana, keberadaan musik Kelentangan dengan [[Belian Sentiu]] seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, keduanya memiliki ikatan dan hubungan emosional yang besar. Hubungan antara ''Pemeliatn'' sebagai pemimpin upacara [[Belian Sentiu]] dengan pemain musik Kelentangan adalah hubungan yang sangat harmonis karena keduanya saling mendkung dan menciptakan kondisi ritual yang dapat menstabilkan kekuatan supranatural para ''Pemeliatn'' selama memimpin upacara.<ref>Kayam, Umar. 1981. Seni Tradisi dan Masyarakat. Seri Esni No. 3. Jakarta: Sinar Harapan</ref>
Kelentangan sebagai musik pengiring yang mengawal kegiatan [[Belian Sentiu]] dari awal sampai akhir ritual tidak terlepas dari peran para pemain [[musik]] yang ada. Para pemain musik itu akan memainkan ansambel Kelentangan untuk mengiringi ''Pemeliatn'' berproses selama upacara [[Belian Sentiu]] berlangsung. Bunyi-bunyian melodi yang mereka lakukan juga menjadi sangat penting karena apabila ada kesalahan di dalamnya, akan berdampak sangat fatal terhadap seluruh pelaku upacara maupun kegagalan dalam proses [[pengobatan]] yang dilakukan. Dalam ritual [[Belian Sentiu]], pemain musik Kelentangan harus peka dengan instruksi dan gerakan yang diperintahkan oleh ''guruq belian.'' Namun demikian, meskipun ritme dan irama permainan [[musik]] telah ditentukan oleh ''guruq belian'', para pemain musik Kelentengan masih memiliki kebebasan terkait teknik permainan agar tidak terkesan monoton.<ref name=":2">Barthel H. dan Alqadrie, Syarif Ibrahim. 1984. Upacara Tradisional (Upacara Kematian) Daerah Kalimantan Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaa.
Kendati para pemain musik Kelentangan memiliki posisi dan fungsi yang sama pentingnya dengan ''Pemeliatn'' sebagai kepala ritual [[Belian Sentiu]], mereka pada dasarnya memiliki status sosial yang berbeda dalam masyarakat. Hal itu dikarenakan, untuk menjadi seorang pemain Kelentangan, tidak sesulit ketika ingin menjadi ''Pemeliatn''. Mereka tidak harus melakukan laku-laku ritual atau fase-fase tertentu ketika menjadi pemain Kelentangan sebagaimana ketika ingin menjadi ''Pemeliatn''. Mereka belajar melalui tradisi lisan kepada para senior dan menirukannya sesuai dengan rasa musikal mereka masing-masing. Dengan demikian, Pemeliatn memiliki interpretasi yang berbeda-beda dalam memainkan Kelentangan, asalkan mirip dan tidak lepas dari nada-nada atau melodi yang dikehendaki oleh ''Pemeliatn''. Mereka hanya perlu sering menyaksikan upacara [[Belian Sentiu]] dan berlatih terus menerus sebelum akhirnya akan menjadi siap dan mampu menjadi pemain Kelentangan.<ref name=":2" />
Baris 16 ⟶ 34:
== Penyajian Kelentengan ==
Pada umumnya, masyarakat [[Dayak
Lebih jauh lagi, para pemain Kelentengan juga tidak memiliki aturan baku mengenai jangkauan [[nada]] yang harus di raih oleh masing-masing tangan. Hal terpenting yang bisa mereka lakukan adalah semua [[nada]] yang dimainkan sesuai dengan melodi yang diinstruksikan oleh ''Pemeliatn''. Cara memainkannya pun hampir sama dengan cara memainkan alat musik berpencon pada umumnya, yaitu dengan menggunakan ''stick'' yang dipukulkan. Namun demikian, bagi pemain Kelentengan yang mahir, mereka tidak hanya akan memukulkan ''stick'' secara polos atau asal-asalan, melainkan mereka memainkannya dengan setiap nada yang telah dipukul dengan ''stick'' harus menghasilkan efek bunyi atau suara yang tidak terputus antara satu nada dengan nada yang lain, yakni dengan memberikan getaran pada ''stick'' tersebut. Perlu digarisbawahi, pada Kelentengan, tangan kanan dan tangan kiri memiliki fungsi dan pembagian yang sama, yaitu tangan kiri dengan ritme tetap sedangkan tangan kiri mengembangkan pola ritme dan membentuk pola melodi.<ref name=":4">Irawati, Eli. 2016.
Sebagaimana yang telah disinggung di awal bahwa musik Kelentangan digunakan untuk mengawal upacara ''Beliaun sentiu''. Secara garis besar, ada empat tahap penyajian Kelentangan, yaitu pembacaan ''Bememang'' yang merupakan
== Klasifikasi Instrumen ==
Dalam konteks kehidupan masyarakat [[Dayak]], terutama apabila dikaitkan dengan
Dalam ansambel Kelentangan, ''sulikng dewa'' terbuat secara ''handmade'' oleh para pemain musik itu sendiri. Instrumen tersebut juga digolongkan sebagai [[idiophone]] karena cara memainkannya dibunyikan dengan ditiup atau dipompa. Namun demikian, instrumen ''sulikng dewa'' yang dimainkan antara pemain yang satu dengan pemain yang lain mengalami perbedaan [[nada]]. Hal itu disebabkan karena belum ditemukannya ''tuning system'' atau sistem penalaan. Hal terpenting bagi mereka adalah suara tersebut dapat dihasilkan dengan interval yang berbeda tinggi dan rendahnya interval. Sekali pun belum ditemukan ''tuning system'' –nya, hal itu bukann menjadi masalah bagi mereka. Lebih jauh lagi, ''Sulikng dewa'' juga terbuat dari [[Bambu kuning]] yang telah dipotong sesuai dengan kebutuhan bunyi, kemudian dikeringkan. Setelah itu, mereka akan membuat lubang tiup yang dapat menghasilkan nada-nada suling. Secara umum, instrumen tersebut memiliki tiga bagian, yaitu bagian atas yang berfungsi sebagai lubang tiup, bagian tengah yang berfungsi sebagai lubang nada, dan bagian bawah yang merupakan hiasan. Pada bagian atas, mereka membubuhkan ''reed'' yang berbentuk seperti [[cincin]] yang terbuat dari [[rotan]] untuk memfilter keluar masuknya udara yang ditiupkan oleh [[mulut]]. Bagian tengah merupakan lubang-lubang nada yang berfungsi untuk mengatur tinggi rendahnya nada, sedangkan bagian bawah memiliki fungsi sebagai hiasan.<ref name=":4" />
Sementara itu, terkait ukuran, ''Sulikng Dewa'' juga memiliki ukuran yang variatif, mulai dari yang berukuran kecil sampai yang berukuran besar. Ukuran kecil biasanya berkisar antara 25 cm dengan diameter 3 cm, sedangkan ukuran besar berkisar antara 40-5- cm dengan diameter 305 cm; sementara ukuran besar berkisar antara 60-60 cm dengan diameter 6-7 cm. Dalam kaitannya dengan instrumen Kelentangan, ''Sulikng Dewa'' memiliki fungsi sebagai pemberi tanda bahwa ''pemeliatn'' akan melakukan prosesi terbang ke [[langit]] untuk memenuhi para makhluk halus dan juga untuk membangun suasana yang sakral dan magis.<ref name=":3" />
Selain ''Sulikng Dewa,'' instrumen utama yang ada pada Kelentengan adalah instrumen yang juga bernama ''kelentangan.'' Instrumen tersebut digolongkan sebagai [[idiophone]] yang merupakan instrumen melodi yang dominan dalam musik kelentangan. Instrumen itu terbuat dari logam [[perunggu]] yang merupakan warisan dari nenek moyang masyarakat [[Dayak Benuaq]] dan sampai saat ini belum diketahui siapakah pembuat alat musik tersebut. Tidak ditemukannya pembuat alat musik itu berkaitan dengan kondisi lapangan bahwa di [[Kalimantan]] tidak ada tempat pembuatan alat musik berbentuk [[gamelan]]. Kelentangan disebut sebagai instrumen berupa gong kecil berpencon sejumlah enam buah yang berdiameter sekitar 5-3 cm dan diletakkan di sebuah rancaakan dari kayu ulin. Instrumen tersebut menjadi bagian dari perangkat Kelentangan yang dipergunakan oleh masyarakat Dayak Benuaq untuk berbagai kegaiatn, seperti iringan upacara ritual maupun iringan tari yang bersifat hiburan.<ref name=":4" /> Berbeda dengan Kelentangan, ''Genikng'' juga digolongkan menjadi instrumen ''idiophone'' namun memiliki diameter lebih besar, yaitu sekitar 50 cm. Meskipun keduanya sama-sama terbuat dari [[logam]], perbedaan ukuran tersebut tentu juga memengaruhi kualitas suara yang dihasilkan. Dalam kaitannya dengan upacara magis ''belian sentiu,'' keberadaan ''Genikng'' juga menjadi sangat penting karena menjadi instrumen yang memiliki nilai magis dan memiliki kekuatan [[spiritual]] untuk mengusir roh-roh jahat yang mengganggu saat upacara berlangsung. Keberadaan ''Genik'' juga dinilai sangkat langka, karena tidak seluruh masyarakat [[Dayak]] dapat memilikinya. Hanya orang kaya dan turunan ''Dangut'' saja yang dapat memilikinya.<ref name=":0">Irawati, Eli. 2012. Makna Simbolik Pertunjukan Kelentanan dalam Upacara Belian Sentiu Suku Dayak Benuaq Desa Tanjung Isuy, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Tesis. Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas Gadjah Mada: Tidak Dipublikasikan
Selain itu, dalam ansambel Kelentangan, instrumen ''gimar'' juga menjadi sangat penting. ''Gimar'' adalah instrumen yang tergolong dalam [[Membranofon]]. ''Gimar'' berbentuk kendang silindris dengan dua membran yang hampir terdapat di seluruh daerah di [[Indonesia]] dan berdiameter 55 cm. Dalam melaksanakan upacara [[Belian Sentiu]]'', Gimar'' yang digunakan adalah sebanyak 2 buah dengan ukuran yang sama. Fungsinya sendiri adalah untuk membawa irama dan juga menambah warna suara yang berbeda dengan instrumen lainnya. Sedangkan bahan yang digunaan untuk membuatnya adalah kayu ulin yang dilubangi bagian tengahnya. Sementara itu, bagian atas dan bawahnya ditutup dengan menggunakan kulit binatang yang telah dikeringkan lalu diberi pantek dari [[kayu]] dan diikat dengan menggunakan tali yang terbuat dari [[rotan]]. Hal itu dilakukan untuk mengikat pantek dan menyetem agar dapat menghasilkan karakter suara seperti yang diinginkan.
== Lokasi Keberadaan Kelentangan ==
<ref name=":5">{{Cite news|url=https://travel.tempo.co/read/419567/tanjung-isuy-kampung-rawa-oase-mahakam|title=Tanjung Isuy, Kampung Rawa Oase Mahakam|newspaper=Tempo|language=id-ID|access-date=2017-12-15}}</ref> Sebagaimana yang telah disinggung di awal, instrumen Kelentangan salah satunya dimiliki oleh masyarakat [[Dayak Benuaq]] yang bermukim di desa [[Tanjung Isuy, Jempang, Kutai Barat|Tanjung Isuy]]. Wilayah tersebut memiliki kontur permukiman yang dikelilingi oleh semak belukar dan hutan [[mangrove]]. Di sana, juga terdapat [[danau Jempang]] serta dikelilingi oleh ladang penduduk serta perkebunan [[kelapa sawit]]. Di dalam hutan tersebut banyak tumbuh tumbuhan-tumbuhan khas tropis seperti [[rotan]], kayu, langsat, durian hutan, cempedak, dan lain sebagainya. Berbagai macam jenis [[fauna]] juga terdapat di sana, seperti ular, biawak, monyet, rusa, buaya, dan berbagai jenis burung. [[Hutan]] yang berada di wilayah itu merupakan milik bersama atau milik adat, karena belum ada yang memilikinya secara personal atau belum ada lembaga bersertifikat yang memilikinya. Hal itu menyebabkan berbagai pihak memiliki kebebasan untuk ikut andil menikmati hasil [[hutan]] yang ada.
Sementara itu, di lokasi keberadaan musik Kelentangan tersebut juga terdapat [[Danau Jempang]] yang menjadi penopang kehidupan masyarakat di Desa [[Tanjung Isuy, Jempang, Kutai Barat]]. Danau tersebut dilengkapi dengan tanaman [[mangrove]] berikut hutan bakaunya. Perlu diketahui, danau tersebut dikenal sebagai danau terbesar di wilayah Kutai Barat yang menghubungkan wilayah desa [[Tanjung Isuy, Jempang, Kutai Barat|Tanjung Isuy]] dengan anak [[Sungai Mahakam]]. Di wilayah tersebut juga terdapat pelabuhan untuk persinggahan kapal-kapal barang yang membawa aneka kebutuhan pokok dan juga hasil hutan untuk dibawa ke [[Kota Samarinda]] maupun untuk dibawa ke wilayah pedalaman di sekitar Kecamatan Jempang.<ref name=":4" />
Baris 40 ⟶ 58:
Di dalam [[danau]] itu juga terdapat kekayaan [[flora]] dan [[fauna]], seperti ikan air tawar, udang, kepiting, dan juga berbagai macam tanaman palem dan tanaman [[anggrek]] hidup yang menempel di pohon [[mangrove]] di sekitar [[danau]] itu. Selain itu, daerah itu juga dikenal sebagai daerah [[dataran rendah]] sebab menjadi kelanjutan dari lereng bukit-bukit kecil di sekitarnya. Dalam hal kondisi morfologi, wilayah keberadaan Kelentangan itu memiliki suhu udara sekitar 25-30 derajat celcius yang membuat wilayah tersebut berpotensi untuk ditanami berbagai tanaman [[industri]], seperti [[karet]], [[akasia]], dan juga perkebunan [[kelapa sawit]].<ref>Data Kependudukan Desa Tanjung Isuy Tahun 2011.</ref>
Masyarakat [[Dayak Benuaq]] yang mendiami wilayah itu memanfaatkan [[ladang]] dan [[kebun]] untuk ditanami palawija dan buah-buahan di pinggir [[danau Jempang]] yang membentuk lahan gambut. Hal itu terjadi ketika [[musim panas]] tiba. Para nelayan di Jempang juga memanfaatkannya untuk menangkap ikan sebanyak-banyaknya menggunakan berbagai macam alat penangkap, seperti lukah, pancing, suar, jala, dan lain sebagainya. Hal itu dikarenakan, [[musim kemarau]] membuat volume air menyusut sehingga proses menangkap [[ikan]] akan menjadi lebih mudah. Selain menangkap [[ikan]] di [[danau Jempang]], musim panas yang mereka nikmati juga dimanfaatkan untuk memanen ikan yang mereka pelihara dalam keramba. Ikan-ikan yang mereka tangkap tersebut kemudian mereka jual ke luar daerah dalam bentuk ikan hidup maupun dalam bentuk ikan yang sudah asin atau pija. Sementara itu, selama musim penghujan, masyarakat [[Dayak Benuaq]] biasanya memanfaatkannya untuk berada di rumah guna menikmati hasil-hasil bumi yang telah mereka dapatkan. Dalam momentum itu, biasanya mereka akan mengadakan upcara adat, baik upacara yang skala besar maupun kecil.<ref name=":5" />
== Persepsi Masyarakat ==
Menurut penelitian Irawati (2012), saat ini eksistensi Kelentangan mengalami kontestasi dalam diri masyarakat [[Dayak Benuaq]]. Hal itu dikarenakan roda kehidupan mereka yang telah dilimpahi [[modernitas]]. Seiring dengan tingkat pendidikan mereka yang maju, kepercayaan-kepercayaan lokal juga
== Referensi ==
[[Kategori:Budaya Indonesia]]▼
{{reflist}}
[[Kategori:Kaharingan]]
[[Kategori:Dayak]]
|