Rahmah El Yunusiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan Hermanto Kusnendar (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Rahmatdenas
Tag: Pengembalian
 
(190 revisi perantara oleh 27 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox person
|name = Rahmah El Yunusiyah
|image = Rahmah El YunusiyyahYunusiyah Pedoman Isteri Jan 1932.jpgpng
|imagesize = 175px
|alt =
|caption = Rahmah El Yunusiyah pada {{br}}majalah ''[[Pedoman Isteri]]'', 1932
|caption =
|birth_name =
|birth_date = {{Birth date|1900|1210|2926}}
|birth_place = {{negara|Belanda}} [[Bukit Surungan, PadangpanjangPadang Panjang Barat, PadangpanjangPadang Panjang|Nagari Bukit Surungan]], [[PadangpanjangPadang Panjang]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{Death date and age|1969|2|26|1900|1210|2926}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[PadangpanjangPadang Panjang]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]]
|nationality = [[Indonesia]]
|other_names =
|known_for = Pendiri [[Diniyah Putri]]
|parents = Muhammad Yunus al-Khalidiyah (ayah) {{br}} Rafia (ibu)
|relatives = [[Zainuddin Labay El Yunusy]] (abang) {{br}} [[Isnaniah Saleh]] (sepupu)
|party = [[Masyumi]]
}}
 
'''Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyah''' ({{lahirmati|[[Bukit Surungan, PadangpanjangPadang Panjang Barat, PadangpanjangPadang Panjang|Nagari Bukit Surungan]], [[Kota Padang Panjang|Padang Panjang]], [[Hindia Belanda]] |2926|1210|1900|[[Kota Padang Panjang|Padang Panjang]], [[Sumatera Barat]] |26|2|1969}}) adalah seorang reformator pendidikan Islam dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan pendiri [[Diniyah Putri]], perguruan yang saat ini meliputi taman kanak-kanak hingga sekolahperguruan tinggi. IaSewaktu [[Revolusi Nasional Indonesia]], ia memelopori pembentukan unit perbekalan [[Tentara Keamanan Rakyat]] (TKR) di PadangpanjangPadang danPanjang serta menjamin seluruh perbekalan dan membantu pengadaan alat senjata mereka sewaktu [[Revolusi Nasional Indonesia]].
 
Rahmah sempat belajar di [[Diniyah School]] yang dipimpin abangnya, [[Zainuddin Labay El Yunusy]]. Tidak puas dengan sistem koedukasi yang mencampurkan pelajar putra dan putri dalam satu kelas, Rahmah secara inisiatif menemui beberapa [[ulama Minangkabau]] untuk mendalami agama, hal tidak lazim bagi seorang perempuan pada awal abad ke-20 di Minangkabau. IaSelain itu, ia mempelajari berbagai ilmu praktis secara privat yang kelak ia ajarkan kepada murid-muridnya. Dengan dukungan abangnya, ia merintis Diniyah Putri pada 1 November 1923 yang tercatat sebagai sekolah agama Islam khusus perempuan pertama di Indonesia.
 
Sewaktu [[Sumatera Barat pada masa pendudukan Jepang|pendudukan Jepang di Sumatera Barat]], Rahmah memimpin ''HahanokaiHaha No Kai'' di PadangpanjangPadang Panjang untuk membantu perwira ''[[Giyugun]]''. Pada masa [[Sejarah Indonesia (1945–1949)|perang kemerdekaan]], ia memelopori berdirinya TKR di PadangpanjangPadang Panjang dan mengerahkan muridnya ikut serta melawan penjajah walaupun dengansesuai kesanggupan mereka dalamwalaupun hanya menyediakan makanan dan obat-obatan. IaPada 7 Januari 1949, ia [[Agresi Militer Belanda II|ditangkap oleh Belanda]] pada 7 Januari 1949 dan ditahan. Dalam pemilu 1955, Rahmah [[Daftar anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1956–1959|terpilih sebagai anggota DPR]] mewakili [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]], tetapi tidak pernah lagi menghadiri sidang setelah ikut bergerilya mendukung [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI).
 
Keberadaan Diniyah Putri kelak menginspirasi [[Universitas Al-Azhar]] membuka ''Kulliyatul Lil Banat'', fakultas yang dikhususkan untuk perempuan. DariPada Universitas1955, [[Imam Besar Al-Azhar,]] RahmahAbdurrahman mendapatTaj gelarmengunjungi kehormatanDiniyah "Syekhah"—yangPutri. belumPada pernah1957, diberikansaat sebelumnya—sewaktumelakukan iakunjungan berkunjungbalasan ke Mesiruniversitas pada 1957tersebut, setelahia duadianugerahi tahungelar sebelumnyakehormatan [[Imam"Syekhah"—yang Besarbelum Al-Azhar]]pernah Abdurrahmandiberikan Taj berkunjung ke Diniyah Putrisebelumnya. Di Indonesia, pemerintah menganugerahkannya tanda kehormatan [[Bintang Mahaputra Adipradana]] secara anumerta pada 13 Agustus 2013.
 
== Kehidupan awal dan keluarga ==
[[Berkas:Museum_Rahmah_El_Yunusiyah_oleh_Denas.jpg|jmpl|260x260px|[[Museum Rahmah El Yunusiyah]]]]
Rahmah El Yunusiyah lahir pada 29 Desember 1900 [<small>[[Kalender Hijriyah]]: 1 Rajab 1319</small>] di [[Bukit Surungan, Padangpanjang Barat, Padangpanjang|Nagari Bukit Surungan]], [[Padangpanjang]].{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=176}} Ia adalah anak bungsu dari pasangan Muhammad Yunus al-Khalidiyah dan Rafia, memiliki dua kakak perempuan dan dua kakak laki-laki.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=36}}{{efn|Empat orang kakak Rahmah adalah Zainuddin Labay, Mariah, Muhammad Rasyad, dan Rihanah.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=36}}}} Keluarga itu adalah penganut agama yang taat. Yunus adalah seorang ulama yang pernah menuntut ilmu di Mekkah selama empat tahun. Ia bekerja sebagai ''qadi'' di [[Pandai Sikek, Sepuluh Koto, Tanah Datar|Pandai Sikek]], lima kilometer dari Padangpanjang.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=177}} Istri Yunus, Rafia memiliki hubungan darah dengan [[Haji Miskin]], ulama pemimpin [[Perang Padri]] pada awal abad ke-19.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=33}} Rafia memiliki saudara seorang bidan bernama Kudi Urai, yang membantunya saat melahirkan Rahmah.{{sfn|Munawaroh|2002|pp=6}} Rahmah memiliki sepupu dari keluarga ibu, Isnaniah Saleh, yang kelak meneruskan kepemimpinannya di Diniyah Putri.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=248}}
Rahmah El Yunusiyah lahir pada 26 Oktober 1900 [<small>[[Kalender Hijriyah]]: 1 Rajab 1318</small>] di [[Bukit Surungan, Padang Panjang Barat, Padang Panjang|Nagari Bukit Surungan]], [[Padang Panjang]].{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=176}} Ia adalah anak bungsu dari pasangan Muhammad Yunus al-Khalidiyah bin Imanuddin dan Rafia, memiliki dua kakak perempuan dan dua kakak laki-laki.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=36}}{{efn|Empat orang kakak Rahmah adalah Zainuddin Labay, Mariah, Muhammad Rasyad, dan Rihanah.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=36}}}} Keluarga itu adalah penganut agama yang taat. Yunus adalah seorang ulama yang pernah menuntut ilmu di Mekkah selama empat tahun. Ia bekerja sebagai ''qadi'' di [[Pandai Sikek, Sepuluh Koto, Tanah Datar|Pandai Sikek]], lima kilometer dari Padang Panjang.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=177}} Istri Yunus, Rafia merupakan keturunan [[Haji Miskin]], ulama pemimpin [[Perang Padri]] pada awal abad ke-19.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=33}} Rafia memiliki saudara seorang bidan bernama Kudi Urai, yang membantunya saat melahirkan Rahmah.{{sfn|Munawaroh|2002|pp=6}}
 
Dalam usia enam puluh60 tahun, Yunus wafat meninggalkan Rahmah yang masih berusia enam tahun. Keluarganya memilihkan salah seorang murid Yunus sebagai guru mengaji Rahmah. Dua abangnya yang pernah belajar di Sekolah Desa mengajarkan Rahmah baca tulis Arab dan Latin. Di bawah asuhan ibu dan kakak-kakaknya, Rahmah tumbuh sebagai anak yang keras hati dan memiliki kemauan kuat. Lewat kemampuannya membaca, ia mempelajari buku-buku yang dimiliki dan ditulis abangnya, [[Zainuddin Labay El Yunusy]].{{sfn|Munawaroh|2002|pp=5}} Menginjak usia 10 tahun, Rahmah sudah gemar mendengarkan kajian yang diadakan di beberapa [[surau]] di Padang Panjang. Ia mengambil perbandingan dari kajian-kajian yang diikutinya, berpindah-pindah kedari berbagaisatu surau yangke ada disurau Padangpanjanglainnya.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=177}}
 
KarenaLantaran jarang bergaul dengan teman sebayanya, Rahmah remaja awalnya adalahmenjadi gadis pendiam dan pemalu. Ketiadaan ayah membuat Rahmah banyak memikirkan dan menyelesaikan sendiri urusannya.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=37}} Ia menjahit bajunya dan menyenangi berbagai macam kerajinan tangan. Mengikuti tradisi adat, Rahmah dalam usia 16 tahun dinikahkan oleh keluarganya dengan Bahauddin Lathif, seorang ulama dari [[Sumpur, KudusBatipuh Selatan, SijunjungTanah Datar|Sumpur]]. Pernikahan mereka berlangsung pada 15 Mei 1916 dan berakhir pada 22 Juni 1922 tanpa meninggalkan anak.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=225}}{{sfn|Janti|28 Juli 2018}} Sepupunya dari keluarga ibu, [[Isnaniah Saleh]], kelak meneruskan kepemimpinannya di Diniyah Putri.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=248}}
 
== Pendidikan ==
[[Berkas:Zainuddin Labay El Yunusy pd.jpg|jmpl|[[Zainuddin Labay El Yunusy]], pendiri Diniyah School adalah kakakabang dan guru bagi Rahmah|kiri]]
 
Seiring arus pembaruan Islam yang dibawa oleh para [[ulama penuntutMinangkabau]] usai menuntut ilmu di [[Timur Tengah]] pada awal abad ke-20, sejumlah sekolah agama berdiri di berbagai daerah MinangkabuMinangkabau menggantikan sistem pendidikan tradisional yang berbasis [[surau]]. Pada 10 Oktober 1915, Zainuddin Labay El Yunusy membuka sekolah agama Islam Diniyah School yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum dan dijalankan dengan cara pendidikan modern, menggunakan alat peraga dan memiliki perpustakaan.{{sfn|Edwar|1981|pp=186{{spaced ndash}}195}} Hal yang baru bagi sekolah agama saat itu, sekolahSekolah ini menerima murid perempuan di kelas yang sama dengan murid laki-laki, hal yang baru bagi sekolah agama saat itu.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=42}} Rahmah ikut mendaftar, diterima duduk di bangku kelas tiga (setara tsanawiyah) oleh pihak sekolah menyesuaikan dengan kemampuannya.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=44}}
 
Selain menghadiribelajar di kelas pada pagi hari di Diniyah School, Rahmah memimpin kelompok belajar di luar kelas pada sore hari. Ia melihat, dengan bercampurnya murid laki-laki dan perempuan dalam kelas yang sama, membuat perempuan tidak bebas dalam mengutarakan pendapat dan menggunakan haknya dalam belajar.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=44}} Ia mengamati banyak masalah perempuan, terutama dalam perspektif fikih, tidak dijelaskan secara rinci oleh guru yang notabene laki-laki, sementara murid perempuan enggan bertanya.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=365}} Bersama dua temannya, Sitti Nansiah dan Djawana Basyir, Rahmah mempeljariberinisiatif mempelajari fikih lebih dalamlanjut kepada [[Abdul Karim Amrullah]] di [[Surau Jembatan Besi]]. Mereka tercatat sebagai murid-murid perempuan pertama yang ikut belajar di Surau Jembatan Besi, sebagaimana dicatat oleh [[Abdul Malik Karim Amrullah|Hamka]].{{sfn|Hamka|1967|pp=315}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=177}}
 
Saat bersekolah di Diniyah School, Rahmah bergabung dengan [[Persatuan Murid-muridMurid Diniyah School]] (PMDS). Ketika duduk di bangku kelas enamVI, Rahmah merundingkan gagasannya untuk mendirikan sekolah perempuankhusus sendiriperempuan kepada teman-teman perempuannya di PMDS.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=44}} Ia menginginkan agar perempuan memperoleh pendidikan yang sesuai dengan fitrah mereka dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kesungguhannya untuk mewujudkan gagasannya ia sampaikan kepada abangnya, "Kalau saya tidak mulai dari sekarang, maka kaum saya akan tetap terbelakang. Saya harus mulai, dan saya yakin akan banyak pengorbanan yang dituntut dari diri saya. Jika kakanda bisa, kenapakah saya, adiknya, tidak bisa. Jika lelaki bisa, kenapa perempuan tidak bisa."{{sfn|Munawaroh|2002|pp=12}}{{sfn|Kahin|2005|pp=109}}
 
Sembari memimpin sekolah, Rahmah kelak meluaskan penguasaannya dalam beberapaberbagai [[ilmu terapan agar dapat diajarkan pada murid-muridnya]]. Melalui keahlian yang dimiliki oleh ''mak tuo-''nya (bibi), Rahmahia belajar ilmu kebidanan. Ia sempatjuga mengikuti kursus kebidananilmu dikesehatan beberapa rumahdan sakitP3K kepada beberapadokter-dokter orangyang dokter.ada Didi RSSumatera KayutamanBarat, Rahmahyakni belajar[[Sofjan kepadaRassat|dr. SofyanSofjan RasadRassat]] dan mendapatkan izin menjalani praktikdr.{{sfn|Pewarta Indonesia|2011}} SecaraTazar privat(Kayutanam), iadr mempelajari. olahragaA. danSaleh senam(Bukittinggi), dengandr seorang. guruArifin asal(Payakumbuh), Belanda yang mengajar diserta [[Guguk Malintang, Padangpanjang Timur, PadangpanjangRasidin|Gugukdr. MalintangRasidin]]. Pergaulandan Rahmahdr. sebagaiA. pimpinanSani sekolah(Padang mempertemukannya dengan para guru yang mengajar di PadangpanjangPanjang). Ia berkenalan dengan Djusair, Rosminanturi Gaban, danBersama Sitti Akmar,{{efn|Sitti Akmar adalah seorang guru dari ''Meisjes Normaal School'' atau Sekolah Guru Wanita di PadangpanjangPadang Panjang. Ia berasal dari Sungai Limau dan menikah dengan [[Bagindo Dahlan Abdullah]] pada 1930.}} yangia membawanyamempelajari untuk mendalami ilmu tentang memasak, pelajaran-pelajaran tentang kewanitaan, menjahit,olahraga dan berenang.{{sfn|Pewartasenam Indonesia|2011}}dengan Selainseorang itu,guru iaasal belajar bertenun tradisional menggunakan alat tenun bukan mesinBelanda yang padamengajar masa itu banyak dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Pengalamannya bertenun ia dapatkan dari pusat pertenunan rakyat sepertidi [[PandaiGuguk SikekMalintang, SepuluhPadang KotoPanjang Timur, TanahPadang DatarPanjang|PandaiGuguk SikekMalintang]]. danIa [[Silungkang,juga Sawahlunto|Silungkang]].belajar Berbagaibertenun ilmudengan lainnyaalat seperti ilmu hayattradisional dan ilmuberbagai alamketerampilan ialain. pelajariBerbagai sendiriilmu daridan buku.keterampilan Penguasaantersebut Rahmahia dalamajarkan berbagaipada ilmumurid-muridnya inidan kelakmenjadi memengaruhicorak metode pendidikan yang iadari terapkankurikulum di Diniyah Putri.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=39}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=177}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=179}}{{sfn|Nata|2005|pp=30}}
 
== Mendirikan Diniyah Putri ==
Pada 1 November 1923, Rahmah membuka ''Madrasah Diniyah Li al-Banat'' sebagai bagian dari Diniyah School yang dikhususkan untuk murid-murid putri. Rahmah mengatur kegiatan belajar mengajar di masjid yang terletak berseberangan dengan rumah kediamannya di Jalan Lubuk Mata Kucing (sekarang Jalan Abdul Hamid Hakim), [[Pasar Usang, Padang Panjang Barat, Padang Panjang|Pasar Usang, Padang Panjang]]. Dua teman Rahmah, Sitti Nansiah dan Djawana Basyir, termasuk guru terawal, sementara Rahmah merangkap sebagai guru dan pimpinan.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=273}} Mulanya terdapat 71 orang murid yang kebanyakan adalah ibu-ibu muda.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=44}} Pelajaran diberikan selama 2,5 jam meliputi dasar pengetahuan agama, gramatika [[bahasa Arab]], dan ilmu alat.{{sfn|Munawaroh|2002|pp=13}} Para murid duduk di lantai mengelilingi guru secara berkelompok. Para guru memakai buku-buku berbahasa Arab dan menerangkan dengan bahasa Indonesia. Ilmu pengetahuan umum belum diajarkan pada tahun pertama. Oleh karena itu, Rahmah mengerahkan murid-muridnya bergabung dengan [[Persatuan Murid-Murid Diniyah School]] (PMDS) untuk mendapatkan berbagai pengetahuan umum dan mengikuti berbagai kegiatan seperti kepanduan, organisasi, dan koperasi.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=246}} Dengan hadirnya bagian untuk putri, Diniyah School peninggalan Zainuddin berangsur-angsur hanya dihadiri oleh murid-murid putra, dan Madrasah Diniyah Li al-Banat yang didirikan Rahmah menjadi populer sebagai Diniyah Putri.{{sfn|Nata|2005|pp=31}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=45}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=280}}
=== Pendirian dan perkembangan ===
 
Pada 1 November 1923, Rahmah membuka ''Madrasah Diniyah Li al-Banat'' sebagai bagian dari Diniyah School yang dikhususkan untuk murid-murid putri. Rahmah mengatur kegiatan belajar mengajar di masjid yang terletak berseberangan dengan rumah kediamannya di Jalan Lubuk Mata Kucing (sekarang Jalan Abdul Hamid Hakim), [[Pasar Usang, Padangpanjang Barat, Padangpanjang|Pasar Usang, Padangpanjang]]. Dua teman Rahmah, Sitti Nansiah dan Djawana Basyir termasuk guru terawal, sementara Rahmah merangkap sebagai guru dan pimpinan.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=273}} Mulanya terdapat 71 orang murid yang kebanyakan adalah ibu-ibu muda.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=44}} Pelajaran diberikan selama 2,5 jam meliputi dasar pengetahuan agama, gramatika [[bahasa Arab]], dan ilmu alat.{{sfn|Munawaroh|2002|pp=13}} Murid-murid duduk di lantai mengelilingi guru secara berkelompok. Guru-guru memakai buku-buku berbahasa Arab dan menerangkan dengan bahasa Indonesia, sementara ilmu pengetahuan umum belum diajarkan pada tahun pertama. Oleh karena itu, Rahmah mengerahkan murid-muridnya bergabung dengan Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS) untuk mendapatkan berbagai pengetahuan umum dan mengikuti berbagai kegiatan seperti kepanduan, organisasi, dan koperasi.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=246}} Dengan hadirnya bagian untuk putri, Diniyah School peninggalan Zainuddin berangsur-angsur hanya dihadiri oleh murid-murid putra, dan Madrasah Diniyah Li al-Banat yang didirikan Rahmah lebih dikenal sebagai Diniyah Putri.{{sfn|Nata|2005|pp=31}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=45}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=280}}
 
Ketika Zainuddin meninggal secara mendadak pada 10 Juli 1924,{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=44}} banyak orang menyangka bahwa usaha yang baru dirintis Rahmah akan hilang di tengah jalan, sebagaimana dicatat oleh Isnaniah Saleh.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=181}} Dalam suatu rapat pengurus Diniyah Putri yang diadakan oleh Rahmah beberapa hari setelah Zainuddin meninggal, majelis guru sepakat untuk meningkatkan sistem pengajaran Diniyah Putri lengkap dengan sarana.{{sfn|Munawaroh|2002|pp=14}} Pada 1925, Rahmah menyewa rumah bertingkat dua di Pasar Usang untuk dijadikan ruangan kelas dan asrama Diniyah Putri. Ia mengupayakan sendiri mencari perlengkapan seperti bangku, meja, dan papan tulis. Sedikitnya 60 orang murid menempati asrama pada tahun pertama.{{sfn|Nata|2005|pp=30}} Selain Diniyah Putri, Rahmah membuka program pemberantasan buta huruf untuk kalangan ibu-ibu yang lebih tua pada 1926 setelah melihat kebanyakan mereka tak sempat mengenyam pendidikan formal.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=44}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=245}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=44}}{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=100}} Kegiatan itu diikuti oleh 125 orang ibu-ibu pada mulanya, tetapi terpaksa dihentikan setelah Diniyah Putri binasa oleh gempa bumi sehingga sekolah itu menuntut perhatian sepenuhnya dari Rahmah.{{sfn|Noer|1991|pp=62{{spaced ndash}}65}}
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een overzicht van een verwoeste straat in Padang Padjang na de aardbeving van 1926 TMnr 10003981.jpg|jmpl|250px|ka|Pada 28 Juni 1926, [[Gempa bumi Padang Panjang 1926|gempa bumi berkekuatan 7,6 SR]] mengguncang PadangpanjangPadang Panjang, membuat kota itu ditinggalkan]]
 
Seiring banyaknya murid Diniyah Putri, Rahmah mengatur pembagian waktu belajar remaja-remaja perempuan pada sore hari dan ibu-ibu rumah tangga pada malam hari.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=245}} Pada awal 1926, karena kapasitas asrama yang disediakan di tingkat dua gedung tidak mencukupi, pembangunan gedung baru mulai dilakukan seacara gotong royong.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=273}} Dalam buku ''Peringatan 55 Tahun Diniyah Putri'' dicatat, para murid Diniyah Putri bersama-sama pelajar dari Diniyah School dan [[SumateraSumatra Thawalib|Thawalib]] mengangkat batu kali dari sungai yang berjarak 2,5&nbsp;km dari sekolah mereka untuk membangun pondasi gedung. Namun, [[Gempa bumi Padang Panjang 1926|gempa bumi berkekuatan 7,6 skala Richter]]{{sfn|Tempo.co|12 Oktober 2010}} mengguncang PadangpanjangPadang Panjang pada 28 Juni 1926, meruntuhkan gedung lama beserta pondasi gedung baru yang dibangun. Nanisah, salah seorang guru, wafat karena tertimpa runtuhan bangunan.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=44}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=45}}
 
Gempa bumi mengakibatkan kegaiatankegiatan belajar-mengajar Diniyah Putri berhenti. Gedung dan peralatan mengajar hancur. Bersama separuh penduduk PadangpanjangPadang Panjang, seluruh murid Diniyah Putri mengungsi keluar kota.{{sfn|Hadler|2008|pp=141}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=181}} Ia menyaksikan orang-orangpenduduk meninggalkan Padangpanjangkota "seolah-olah sekumpulan kafilah di gurun Sahara, berbondong-bondong membawa bebannya masing-masing."{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=274}} 40 hari setelah gempa bumi, Rahmah beserta para guru mendirikan kelas darurat, dibantu oleh murid-murid Thawalib kembali secara gotong royong. Kelas dibangun di atas sebidang tanah wakaf dari ibunya, terbuat dari bambu dengan atap daun rumbia berlantaikan tanah. Sambil melanjutkan kegiatan belajar-mengajar di kelas darurat, para guru beserta para wali murid membentuk komite untuk mencari dana pembangunan kembali gedung pembelajaransekolah Diniyahyang Putriruntuh.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=182}} Rahmah memimpinmenjual penggalanganperhiasannya danadan berkeliling ke dalamberbagai dandaerah luarmenghimpun Minangkabaudonasi. DariSurat hasilkabar penggalangan''[[Sinar danaSumatra]]'' mencatat, pembangunanRahmah berhasil mengumpulkan 1.500 gulden selama tiga bulan penggalangan di Sumatera Timur dan Aceh pada akhir 1927. Pembangunan gedung permanen dapat dimulai pada Desember 1927 dan ditempati pada Oktober 1928. Gedung baru terdiri dari dua tingkat dan merupakan gedung utama yang masih berdiri sampai saat ini. Total biaya pembangunan mencapai 7.000 gulden.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=45}}
[[Berkas:Diniyah Putri 2019.jpg|al=|kiri|jmpl|250x250px|Gedung Kulliyyatul Mualimat el Islamiyyah (KMI) Diniyah Putri, saat ini bertransformasi menjadi [[madrasah aliyah]].]]
Diniyah Putri memiliki sedikitnya 200 murid pada 1928. Jumlah itu, dicatat oleh [[Deliar Noer]], meningkat menjadi 350 pada 1930, dan 400 pada 1935.{{sfn|Kahin|2005|pp=109}} Mereka berasal dari Minangkabau, Bengkulu, Tapanuli, Deli, Aceh, dan Selangor.{{sfn|Aboean Goeroe Goeroe|Mei 1930}} Seorang lulusan Diniyah Putri [[Aishah Ghani]] menyebut kehidupan Diniyah Putri sangat terkungkung dan diawasi secara ketat. "Mereka benar-benar mempersiapkan murid-murid perempuan menjadi perempuan, dengan mengajarkan menenun, ilmu kerumahtanggaan, dan membuat murid-murid mengetahui segala sesuatu dan memiliki rasa tanggung jawab."{{sfn|Kahin|2005|pp=111}} Seiring meningkatnya kebutuhan tenaga pengajar, Rahmah membuka ''[[Kulliyyatul Mualimat el Islamiyyah]]'' (KMI) pada 1 Februari 1937 sebagai sekolah guru untuk putri dengan lama pendidikan tiga tahun.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=48}} KMI tercatat sebagai sekolah menengah swasta pertama di Padang Panjang.{{efn|Setelah KIM, sekolah menengah berikutnya yakni Modern Islamic Seminary yang didirikan [[Chatib Sulaiman]] dan Damai yang didirikan [[Soepeno]].}} Sebelum pendudukan Jepang, Diniyah Putri telah memiliki 500 murid pada 1941. Saat pendudukan Jepang, kampus utama Diniyah Putri sempat menjadi tempat perawatan korban kecelakaan, sedangkan cabang Diniyah Putri di Jakarta ditutup.{{sfn|Noer|1991|pp=62{{spaced ndash}}65}}
 
Pada 1947, dalam rangka menyesuaikan pembagian jenjang pendidikan yang ada di Indonesia, Diniyah Putri dibagi ke dalam Diniyah Rendah dan Diniyah Menengah Pertama. Diniyah Rendah setara SD dengan lama pendidikan tujuh tahun, sedangkan Diniyah Menengah Pertama setara SLTP dengan lama pendidikan berdasarkan peruntukkannya. DMP-B dengan lama pendidikan empat tahun diperuntukkan bagi lulusan SD. Lulusannya disetarakan dengan SLTP dan dipersiapkan untuk melanjutkan ke KMI atau perguruan lanjutan lainnya. Adapun DMP-C dengan lama pendidikan dua tahun diperuntukan bagi tamatan SLTP yang tidak sempat mendalami agama dan bahasa Arab pada jenjang pendidikan sebelumnya. Lulusan DMP-C dapat melanjutkan pendidikan ke KMI sebagaimana lulusan DMP-B.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=47}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=48}}
Diniyah Putri memiliki sedikitnya 200 murid pada 1928. Jumlah itu, sebagaimana dicatat oleh [[Deliar Noer]], bertambah menjadi 300 pada 1933 dan 400 pada 1935.{{sfn|Kahin|2005|pp=109}} Seorang lulusan Diniyah Putri [[Aishah Ghani]] menyebut kehidupan Diniyah Putri sangat terkungkung dan diawasi secara ketat. "Mereka benar-benar mempersiapkan murid-murid perempuan menjadi perempuan, dengan mengajarkan menenun, ilmu kerumahtanggan, dan membuat murid-murid mengetahui segala sesuatu dan memiliki rasa tanggung jawab."{{sfn|Kahin|2005|pp=111}} Pada 1935, Diniyah Putri membuka cabangnya di Jakarta yang membina tiga sekolah dengan bantuan beberapa pedagang asal Minangkabau dan lulusan lembaga pendidikan agama di Padangpanjang. Seiring meningkatnya kebutuhan tenaga pengajar, Rahmah membuka ''Kulliyyatul Mualimat el Islamiyyah'' (KMI) pada 1 Februari 1937 sebagai sekolah guru untuk putri dengan lama pendidikan tiga tahun.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=48}} Sebelum pendudukan Jepang, Diniyah Putri telah memiliki 500 murid pada 1941. Saat pendudukan Jepang, Diniyah Putri di Padangpanjang sempat menjadi tempat perawatan korban kecelakaan, sedangkan cabang Diniyah Putri di Jakarta ditutup.{{sfn|Noer|1991|pp=62{{spaced ndash}}65}}
 
== Kepemimpinan ==
Pada 1947, dalam rangka menyesuaikan pembagian jenjang pendidikan yang ada di Indonesia, Diniyah Putri dibagi ke dalam Diniyah Rendah dan Diniyah Menengah Pertama. Diniyah Rendah setara SD dengan lama pendidikan tujuh tahun, sedangkan Diniyah Menengah Pertama setara SLTP dengan lama pendidikan berdasarkan peruntukkannya. DMP-B dengan lama pendidikan empat tahun diperuntukkan bagi lulusan SD. Lulusannya disetarakan dengan SLTP dan dipersiapkan untuk melanjutkan ke KMI atau perguruan lanjutan lainnya. Adapaun DMP-C dengan lama pendidikan dua tahun diperuntukan bagi tamatan SLTP yang tidak sempat mendalami agama dan bahasa Arab pada jenjang pendidikan sebelumnya. Lulusan DMP-C dapat melanjutkan pendidikan ke KMI sebagaimana lulusan DMP-B.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=47}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=48}}
Majalah ''[[Aboean Goeroe-Goeroe]]'' milik perkumpulan para guru di Sumatera Barat pada Mei 1930 menyebut Rahmah sebagai orang pertama yang berkiprah "untuk kemajuan anak-anak perempuan di Minangkabau". Rahmah dipuji sebagai sosok yang "sedikit bicara dan tertawa, tetapi banyak bekerja".{{sfn|Aboean Goeroe Goeroe|Mei 1930}} Lewat usahanya mendirikan Diniyah Putri dengan seluruh tenaga pengajar dari perempuan, Rahmah ingin memperlihatkan bahwa perempuan yang selama ini dipandang lemah dan rendah derajatnya dapat berbuat sebagaimana laki-laki.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=179}} Ia mengusahakan pendanaan Diniyah Putri secara mandiri, termasuk dengan menjual perhiasannya.{{sfn|Aboean Goeroe Goeroe|Mei 1930}} Ia juga melakukan penggalangan dana tanpa bergantung pada laki-laki. [[Abdul Malik Karim Amrullah|Hamka]] mencatat, perwakilan [[Muhammadiyah]] di Padang Panjang pernah datang kepada Rahmah pada 1928, menganjurkan agar pengelolaan Diniyah Putri diserahkan kepada Muhammadiyah. Rahmah menolak tawaran tersebut, mengungkapkan bahwa dirinya “tetap percaya kepada kekuatan yang diberikan Allah kepada dirinya sendiri”.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=27}} Ia mengatakan, "buat sementara golongan putri akan mencoba melayarkan sendiri pencalangnya sampai ke tanah tepi" sampai "tenaga putri tidak sanggup lagi".{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=276}} <blockquote class="toccolours" style="text-align:justify; width:25%; margin:0 0em 1em .25em; float:right; padding: 10px; display:table; margin-left:10px;">"...Bagaimana keras hatinya buat memajukan agama Islam ada susah pula buat bandingnya sesama kaum perempuan.."
 
— ''[[Sinar Sumatra]]''.</blockquote>Sebagai pemimpin Diniyah Putri, ia sering berpergian ke luar daerah.{{sfn|Aboean Goeroe Goeroe|Mei 1930}} Dalam rangka penggalangan dana, Rahmah melakukan perjalanan ke sejumlah daerah Minangkabau dan luar Minangkabau pada pengujung 1927.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=179}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=45}} Ia menemui beberapa tokoh pemimpin Muslim, menyampaikan cita-cita dan program Diniyah Putri. Di tiap-tiap daerah yang dikunjunginya, Rahmah berpidato di mimbar untuk menggairahkan umat Muslim berkorban bagi pembangunan Islam, "terutama untuk putri-putri Islam mempelajari agama Islam yang mereka cintai". Kegiatannya ini telah membentuk dirinya sebagai orator sekaligus meluaskan keterkenalan Diniyah Putri di Sumatra.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=245}} Dalam rangka pengembangan kurikulum, ia mengadakan studi banding melalui kunjungan ke sekolah-sekolah agama di Sumatra dan Jawa pada 1931.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|p=77}} Selain itu, ia banyak mengirim siswa-siswa tamatan Diniyah Putri untuk mengajar di berbagai daerah hingga [[Semenanjung Malaya]]. Dalam dua kali perjalanannya ke Semenanjung Malaya pada 1933 dan 1935, ia tercatat mengunjungi [[Pulau Pinang|Pinang]], [[Terengganu]], [[Johor]], [[Negeri Sembilan]], [[Selangor]], [[Perak, Malaysia|Perak]], [[Pahang, Malaysia|Pahang]], [[Kelantan]], dan [[Kedah]]. Di Sumatra, ia mengunjungi [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Kesultanan Siak]] menemui Sultan Siak Sri Indrapura. Dalam berbagai kunjungannya, ia tampil memperkenalkan Diniyah Putri dan menghimpun dana kelanjutan pembangunan sekolah.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=257}}
=== Kepemimpinan ===
Lewat usahanya mendirikan Diniyah Putri dengan seluruh tenaga pengajar dari perempuan, Rahmah ingin memperlihatkan bahwa perempuan yang selama ini dipandang lemah dan rendah derajatnya dapat berbuat sebagaimana laki-laki.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=179}} Rahmah menolak bantuan tenaga laki-laki untuk ikut menggalang dana pembangunan gedung yang hancur pasca-gempa 1927, mengatakan bahwa "buat sementara golongan putri akan mencoba melayarkan sendiri pencalangnya sampai ke tanah tepi" sampai "tenaga putri tidak sanggup lagi menyelamatkan pencalang itu".{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=276}} [[Abdul Malik Karim Amrullah|Hamka]] mencatat, perwakilan [[Muhammadiyah]] di Padangpanjang pernah datang kepada Rahmah pada 1928, menganjurkan agar pengelolaan Diniyah Putri diserahkan kepada Muhammadiyah. Rahmah menolak tawaran tersebut, mengungkapkan bahwa dirinya “tetap percaya kepada kekuatan yang diberikan Allah kepada dirinya sendiri”.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=27}}
 
Selama pemerintahan kolonial Belanda, Rahmah menghindari aktivitas di jalur politik untuk melindungi kelangsungan sekolah yang dipimpinnya. Ia memilih tidak bekerja sama dengan pemerintah jajahan.{{sfn|Ensiklopedia Islam|2002|pp=152}}{{sfn|Kahin|2005|pp=110}} Ketika pemerintah kolonial Belanda melalui Van Straten, sekretaris atau ''controleur'' Padang Panjang menawarkan kepada Rahmah agar Diniyah Putri didaftarkan sebagai lembaga pendidikan terdaftar sehingga dapat menerima subsidi dari pemerintah, Rahmah menolak. Ia mengungkapkan bahwa Diniyah Putri adalah sekolah kepunyaan umat, dibiayai oleh umat, dan tidak memerlukan perlindungan selain perlindungan Allah. Menurutnya, subsidi dari pemerintah akan mengakibatkan keleluasaan pemerintah dalam memengaruhi pengelolaan Diniyah Putri.
Kepemimpinannya di Diniyah Putri membuatnya sering berpergian ke luar daerah. Dalam rangka penggalangan dana, Rahmah melakukan perjalanan ke sejumlah daerah Minangkabau dan luar Minangkabau pada pengujung 1927.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=179}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=45}} Dalam kunjungannya, Rahmah menemui beberapa tokoh pemimpin Muslim, menyampaikan cita-cita dan program Diniyah Putri. Di tiap-tiap daerah yang dikunjunginya, Rahmah berpidato di mimbar untuk menggairahkan umat Muslim berkorban bagi pembangunan Islam, "terutama untuk putri-putri Islam mempelajari agama Islam yang mereka cintai". Kegiatannya ini telah membentuk dirinya sebagai orator sekaligus meluaskan keterkenalan Diniyah Putri di Sumatera.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=245}} Dalam rangka pengembangan kurikulum, ia mengadakan studi banding melalui kunjungan ke sekolah-sekolah agama di Sumatera dan Jawa pada 1931.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|77}} Selain itu, ia banyak mengirim siswa-siswa tamatan Diniyah Putri untuk mengajar di berbagai daerah hingga [[Semenanjung Malaya]]. Dalam dua kali perjalanannya ke Semenanjung Malaya pada 1933 dan 1935, ia tercatat mengunjungi [[Pulau Pinang|Pinang]], [[Terengganu]], [[Johor]], [[Negeri Sembilan]], [[Selangor]], [[Perak, Malaysia|Perak]], [[Pahang, Malaysia|Pahang]], [[Kelantan]], dan [[Kedah]]. Di Sumatera, ia mengunjungi [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Kesultanan Siak]] menemui Sultan Siak Sri Indrapura. Dalam berbagai kunjungannya, ia tampil memperkenalkan Diniyah Putri dan menghimpun dana kelanjutan pembangunan sekolah.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=257}}
 
Selama pemerintahan kolonial Belanda, Rahmah menghindari aktivitas di jalur politik untuk melindungi kelangsungan sekolah yang dipimpinnya. Ia memilih tidak bekerja sama dengan pemerintah jajahan.{{sfn|Ensiklopedia Islam|2002|pp=152}}{{sfn|Kahin|2005|pp=110}} Ketika pemerintah kolonial Belanda melalui Van Straten, sekretaris atau ''controleur'' Padangpanjang menawarkan kepada Rahmah agar Diniyah Putri didaftarkan sebagai lembaga pendidikan terdaftar sehingga dapat menerima subsidi dari pemerintah, Rahmah menolak. Ia mengungkapkan bahwa Diniyah Putri adalah sekolah kepunyaan umat, dibiayai oleh umat, dan tidak memerlukan perlindungan selain perlindungan Allah. Menurutnya, subsidi dari pemerintah akan mengakibatkan keleluasaan pemerintah dalam memengaruhi pengelolaan Diniyah Putri.
 
[[Berkas:RasunaSaid.jpg|jmpl|ka|[[Rasuna Said]], lulusan Diniyah Putri yang mengajar untuk almamaternya.]]
 
Ketika kegiatan politik merebak di lembaga-lembaga pendidikan Minangkabau dengan berdirinya [[Persatuan Muslim Indonesia|Partai Persatuan Muslim Indonesia]] (Permi) pada 1930, seorang guru sekaligus lulusan Diniyah Putri, [[Rasuna Said]] mulai mengemukakan pandangan politiknya melalui pelajaran yang ia berikan di dalam kelas. Ia memandang murid-murid perlu mendapatkan wawasan politik sebagai upaya keluar dari belenggu penjajahan. Rahmah menolak usulan Rasuna, berpendapat bahwa dasar Islam yang murid-murid terima telah menjadi dasar bagi upaya-upaya mereka dalam kegiatan politik. Menurut Rahmah, masalah politik dengan sendirinya akan dapat diketahui oleh para pelajar pada saat mereka terlibat di dalamnya setelah mereka tamat belajar.{{sfn|Nata|2005|pp=33}} Ia menarikmendasari pandangannya dari pemimpin politik di Minangkabau saat itu yang memperoleh pelajaran agama di lembaga pendidikan yang mereka ikuti, meskipun tidak mendapat pelajaran khusus tentang politik.{{sfn|Susiyanto|2014}} Namun, kepopuleran Rasuna Saiddi dalamkancah kiprah politiknyapolitik saat itu telah menarik sebagiansejumlah dari murid-murid Diniyah Putri dalam kegiatan politik. SeiringSaat itu, Rahmah melihat bahwa beberapa peraturan yang ia keluarkan dalam rangka pelaksanaan kewajiban agama di sekolahnya, seperti pelaksanaan salat, sering diabaikan oleh para siswa yang aktif dalam bidang perpolitikan. Ketika ditemuiditegur Rahmah, Rasuna menyatakan tetap dengan pendiriannya,; ia memilihakhirnya menarik diri dan pindah ke [[Padang]].{{sfn|Nata|2005|pp=34}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=183}}{{sfn|Kahin|2005|pp=110}}{{sfn|Noer|1996|pp=437{{spaced ndash}}438}}
 
Pada 1931, [[Muchtar Lutfi|Muchtar Lutfhi]] dan [[Mahmud Yunus]] pernah mendekatimenawarkan kepada Rahmah, mengajakagar Diniyah Putri bernaung di bawah Permi.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=279}} Sebelumnya, alumni Universitas Cairo [[Mahmud Yunus]]Permi melihat, modernisasi sekolah agama berkembang pesat, tetapi tidak ada keseragaman program atau buku standar yang digunakan. IaUntuk membawakanitu, gagasannyaperlu untukadanya menggabungkanpenggabungan seluruh sekolah dan perguruan agama ke dalam suatu wadah tunggal yang memiliki kekuatan di bawah Permi.{{sfn|Munawaroh|2002|pp=22}} Rahmah menolak Diniyah Putri bergabung. Menurutnya, lebih baik memelihara satu saja tapi terawat daripada bergabung tapi porak poranda. "Jika terjadi sesuatu dengan wadah tersebut, tidak perlu pula seluruh sekolah yang dinaunginya bubar." Ketika Permi membentuk Dewan Pengajaran Permi untuk menyatukan pelajaran sekolah-sekolah Islam, Rahmah membuat wadah sendiri bagi pengajar Diniyah Putri bernama Perserikatan Guru-Guru Agama Putri Islam (PGAPI) pada 1933.{{sfn|Munawaroh|2002|pp=23}}
 
KiprahPada 1933, Rahmah dimemimpin jalurpanitia pendidikan membuatnya mendapatkan perhatian luas. Ketika pemerintah kolonial berencana memberlakukanpenolakan [[Ordonansi Sekolah Liar]]{{sfn|Noer|1991|pp=202}} (yang akan mengakibatkan sekolah tak berizin dari pemerintah ditutup, Rahmah memimpin panita penolakan) di PadangpanjangPadang pada 1933Panjang.{{sfn|Ismail|2008|pp=401}} Namun,Aktivismenya sewaktuini memimpin Rapat Umum Kaum Ibu Padangpanjang,membuat ia dituduh membicarakan politik sehingga mengakibatkannya didenda 100 gulden oleh pengadilan. Pada tahun yang sama, Belanda melalui [[Politieke Inlichtingen Dienst]] menggeledah Diniyah Putri. Tiga orang guru Diniyah Putri: Kanin RAS, Chasjiah AR, dan Siti Adam Addarkawi dikenakan larangan mengajar.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=47}}{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=184}} Pada 1935, iaRahmah diundang mengikutimenghadiri Kongres Perempuan Indonesia di [[Batavia]] sebagai utusan Serikat Kaum Ibu SumateraSumatra (SKIS).{{sfn|Putri|2018|pp=72}} DalamDi kongressana, ia mengemukakan idenya untuk mengembangkan pendidikan agama ke berbagai kota. Idenya mendapat sambutan sehingga, dengan bantuan beberapa pedagang asal Minangkabau dan lulusan lembaga pendidikan agama di Padang Panjang, ia dapat membuka cabang Diniyah Putri di [[Kwitang, Senen, Jakarta Pusat|Kwitang]] dan [[Tanah Abang, Jakarta Pusat|Tanah Abang]] pada 2 dan 7 September 1936. Selain itu, Rahmah dalam kongres memperjuangkan penggunaan ciri khas budaya Islam ke dalam kebudayaan Indonesia seperti penggunaan kerudung dalam busana perempuan.{{sfn|Munawaroh|2002|pp=24}} Pada 1938, ia hadir dalam rapat umum di [[Bukittinggi]] untuk menentang [[Ordonansi Kawin Bercatat]]. Pada April 1940, Rahmah menghadiri undangan Kongres Persatuan Ulama Seluruh Aceh di [[Kota Banda Aceh|Kotaraja, Aceh]]. Ia dipandang oleh ulama-ulama Aceh sebagai ulama perempuan terkemuka di SumateraSumatra.
 
== Pendudukan Jepang ==
[[Berkas:Asrama Diniyah Putri.jpg|kiri|jmpl|250x250px|Semasa pendudukan Jepang, gedung sekolah Diniyah Putri dua kali dijadikan rumah sakit darurat untuk menampung korban kecelakaan kereta api.]]
[[Sumatera Barat pada masa pendudukan Jepang|Kedatangan tentara Jepang di Minangkabau]] pada Maret 1942 membawa berbagai perubahan dalam pemerintahan dan mengurangi kualitas hidup penduduk non-Jepang. Selama pendudukan Jepang, Rahmah ikut dalam berbagai kegiatan Anggota Daerah Ibu (ADI) yang bergerak di bidang sosial. Dalam situasi perang, Rahmah bersama para anggota Anggota Daerah Ibu mengumpulkan bantuan makanan dan pakaian bagi penduduk yang kekurangan. Ia memotivasi penduduk yang masih bisa makan untuk menyisakan beras genggam setiap kali memasak untuk dibagikan bagi penduduk yang kekurangan makanan. Kepada murid-muridnya, ia menginstruksikan bahwa seluruh taplak meja dan kain pintu yang ada pada Diniyah Putri dijadikan pakaian untuk penduduk.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=250}} Selain itu, Rahmah bersama para anggota ADI menuntut pemerintah Jepang untuk menutup rumah bordil dan menentang pengerahan perempuan Indonesia sebagai wanita penghibur. Tuntutan ini dipenuhi oleh pemerintah Jepang dan tempat prostitusi di kota-kota Sumatera Barat berhasil ditutup.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=186}}
[[Sumatera Barat pada masa pendudukan Jepang|Kedatangan tentara Jepang di Minangkabau]] pada Maret 1942 membawa berbagai perubahan dalam pemerintahan dan mengurangi kualitas hidup penduduk non-Jepang. Selama pendudukan Jepang, Rahmah ikut dalam berbagai kegiatan Anggota Daerah Ibu (ADI) yang bergerak di bidang sosial. Dalam situasi perang, Rahmah bersama para anggota ADI mengumpulkan bantuan makanan dan pakaian bagi penduduk yang kekurangan. Ia memotivasi penduduk yang masih bisa makan untuk menyisakan beras genggam setiap kali memasak untuk dibagikan bagi penduduk yang kekurangan makanan. Kepada murid-muridnya, ia menginstruksikan bahwa seluruh taplak meja dan kain pintu yang ada pada Diniyah Putri dijadikan pakaian untuk penduduk.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=250}}
 
Selain itu, Rahmah bersama para anggota ADI menuntut pemerintah Jepang untuk menutup rumah bordil dan menentang pengerahan perempuan Indonesia sebagai [[Ianfu|''jugun ianfu'']] atau wanita penghibur. Tuntutan ini dipenuhi oleh pemerintah Jepang dan tempat prostitusi di kota-kota Sumatera Barat berhasil ditutup.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=186}}

Dalam politik, Rahmah bergabung dengan [[Majelis Islam Tinggi|Majelis Islam Tinggi Minangkabau]] yang berkedudukan di Bukittinggi. Ia menjadi Ketua ''HahanokaiHaha No Kai'' di PadangpanjangPadang Panjang untuk membantu perjuangan perwira yang terhimpun dalam ''[[Giyugun]]''. Seiring memuncaknya ketegangan di PadangpanjangPadang Panjang, Rahmah membawa sekitar 100 orang muridnya mengungsi untuk menyelamatkan mereka dari serbuan tentara Jepang. Selama pengungsian, ia menaggungmenanggung sendiri semua keperluan murid-muridnya.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=183}} Ketika terjadi [[Daftar kecelakaan kereta api di Indonesia|kecelakaan kereta api]] pada 2325 Desember 1944 dan 1123 Maret 1945 di PadangpanjangPadang Panjang, Rahmah menjadikan bangunan sekolah Diniyah Putri sebagai tempat perawatan korban kecelakaan.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=190}} Hal ini membuat Diniyah Putri mendapatkan piagam penghargaan dari pemerintah Jepang. Menjelang berakhirnya pendudukan, Jepang membentuk ''[[Cuo Sangi In]]'' yang diketuai oleh [[Muhammad Sjafei]]. Rahmah duduk sebagai salah seorang anggota peninjau ''Cuo Sangi In''.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=186}}
 
== Revolusi Nasional Indonesia ==
Indonesia [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|memproklamasikan kemerdekaannya]] pada 17 Agustus 1945. Setelah mendapatkan berita tentang proklamasi kemerdekaan langsung dari Ketua Cuo Sangi In Muhammad Sjafei, iaRahmah segera menggerek [[Bendera Indonesia|bendera Merah Putih]] di halaman perguruan Diniyah Putri. Ia tercatat sebagai orangsalah yangseorang pertama kaliyang mengibarkan bendera Merah Putih di Sumatera Barat.{{sfn|Ensiklopedia Islam|2002|pp=152}} Berita bahwa bendera Merah Putih berkibar di sekolahnyaDiniyah Putri menjalar ke seluruh pelosok kota dan daerah [[Batipuh, Tanah Datar|Batipuh]].{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=186}} Ketika [[Komite Nasional Indonesia Pusat|Komite Nasional Indonesia]] terbentuk sebagai hasil sidang [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (PPKI) pada 22 Agustus 1945, [[Soekarno]] yang melihat kiprah Rahmah mengangkatnya sebagai salah seorang anggota. Namun, ketika KNPI mengadakan sidang di Malang, Rahmah tidak hadir karena tak bisa meninggalkan ibunya yang sedang sakit di PadangpanjangPadang Panjang.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=251}}
 
Pada 5 Oktober 1945, Soekarno mengeluarkan dekret pembentukan [[Tentara Keamanan Rakyat]] (TKR). Pada 12 Oktober 1945, Rahmah memelopori berdirinya [[Tentaraunit Keamananperbekalan Rakyat]] (TKR) untuk PadangpanjangPadang Panjang dan sekitarnya. Ia memanggil dan mengumpulkan bekas anggota ''Giyugun'', mengusahakan logistik dan pembelian beberapa kebutuhan alat senjata dari harta yang dimilikinya. Bersama dengan bekas anggota ''HahanokaiHaha No Kai'', Rahmah mengatur dapur umum di kompleks perguranperguruan Diniyah Putri untuk kebutuhan TKR. Anggota-anggota TKR ini menjadi tentara inti dari Batalyon Merapi di bawah pimpinan Anas Karim.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=187}}{{efn|Ketika TKR untuk SumateraSumatra Tengah terbentuk, rapat para pemimpin TKR pada 1 Januari 1946 di PadangpanjangPadang Panjang menetapkan nama Divisi III Banteng di bawah pimpinan Komandan Divisi Kolonel [[Dahlan Djambek]]. Divisi III Banteng mempunyai empat resimen. Batalyon Merapi adalah satu dari tiga batalyon untuk Resimen I.}}
 
Ketika Belanda melancarkan [[Agresi Militer Belanda II|Agresi Militer Belanda kedua]], Belanda menangkap sejumlah pemimpin-pemimpin Indonesia di PadangpanjangPadang Panjang. Rahmah meninggalkan kota dan bersembunyi di lereng [[Gunung Singgalang]]. Namun, ia berhasil ditangkap Belanda pada 7 Januari 1949, membuatnyadan mendekamdijebloskan dike tahanan wanita di Padang Panjang.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=190}} Setelah tujuh hari, ia dibawa ke Padang dan ditahan di satu ruangan bekas SPG Negeri Putri Padang. Ia melewatkan tiga bulan di Padang sebagai tahanan rumah (''huis arrest''), sebelum diringankan sebagai tahanan kota (''stad arrest'') selama lima bulan berikutnya.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=62}}
 
== Pasca-revolusi ==
[[Berkas:Rangkajo Rahmah El Junusiah.jpg|jmpl|Potret Rahmah El Yunusiyah sebagai anggota DPR pada 1956|ka]]
 
Pada Oktober 1949, Rahmah meninggalkan Kota Padang untuk memenuhi undangan Kongres Pendidikan II Indonesia di Yogyakarta.<!--https://www.google.co.id/search?q=%22Kongres+Pendidikan+Antar+Indonesia%22&safe=strict&hl=id&tbm=bks&ei=ir6iXPegOfj6z7sPrIus2A4&start=10&sa=N&ved=0ahUKEwj3jc6_pLDhAhV4_XMBHawFC-sQ8NMDCF8&biw=1366&bih=625&dpr=1 --> Di kota yang sama, ia hadir dalam Kongres Muslimin Indonesia yang diselenggarakan pada 20–25 Desember 1949. Setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia berdasarkan hasil [[Konferensi Meja Bundar]] di Den Haag, Rahmah kembali ke PadangpanjangPadang Panjang pada Januari 1950 untuk memimpin Diniyah Putri setelah tiga belas bulan ditinggalnyaia tinggalkan.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=80}} Pada 1951, Rahmah bergabung dengandalam panitia pendirian [[MajelisFakultas SyuroHukum MusliminUniversitas IndonesiaAndalas|partaiBalai IslamPerguruan Masyumi]].Tinggi DalamHukum [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|pemilu 1955Pancasila]], ia(cikal bakal [[DaftarUniversitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1956–1960|terpilihAndalas]]) sebagaidi anggotabagian DPRperpustakaan mewakilibersama SumateraDiyar Tengah. Melalui DPR, ia membawa aspirasinya tentang pendidikan dan pelajaran Islam.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=253}} Pada 1955Karim, [[ImamRasyid Besar Al-AzharManggis]], AbdurrahmanAbdul Taj berkunjung ke IndonesiaHamid, dan atas ajakan [[MuhammadSadudin NatsirDjambek]], melihat keberadaan Diniyah Putri. Imam mengungkapkan kekagumannya pada Diniyah Putri, sementara Al-Azhar sendiri saat itu belum memiliki bagian khusus perempuan.{{sfn|MunawarohDepartemen Penerangan|20021953|pp=28811}}
 
Di bidang politik, Rahmah bergabung ke [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia|partai Islam Masyumi]]. Sekitar tahun 1952–1954, ia menjadi anggota Dewan Partai Masyumi di Jakarta. Selanjutnya, ia menjadi penasihat Masyumi Muslimat di Sumatra Tengah hingga 1955. Dalam Muktamar VII Masyumi di Surabaya pada 27 Desember 1954, ia turut hadir selaku anggota Masyumi Muslimat. Ia dicalonkan untuk [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|pemilu 1955]] dan [[Daftar anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1956–1960|terpilih]] sebagai anggota DPR mewakili Sumatra Tengah.{{sfn|Hasil Rakjat...|1956|pp=181-183}} Melalui DPR, Rahmah membawa aspirasinya tentang pendidikan dan pelajaran Islam.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=253}} Pada 15 Agustus 1955, [[Imam Besar Al-Azhar]] Abdurrahman Taj berkunjung ke Indonesia dan atas undangan [[Muhammad Natsir]] berkunjung ke berbagai tempat untuk melihat perkembangan [[pendidikan Islam di Indonesia]], termasuk Diniyah Putri. Abdurrahman Taj mengungkapkan kekagumannya pada Diniyah Putri, sementara Al-Azhar sendiri saat itu belum memiliki bagian khusus perempuan.{{sfn|Munawaroh|2002|pp=28}}{{sfn|Murtadlo|15 Desember 2018|pp=297–306}}<!-- https://books.google.co.id/books?id=l-vv_AjepMoC&pg=PA302&dq=Abdurrahman+Taj++tanggal+%221955%22+-wikipedia&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiUnb6EpbDhAhUYfisKHaJkD_wQ6AEIKTAA#v=onepage&q=Abdurrahman%20Taj%20%20tanggal%20%221955%22%20-wikipedia&f=false -->
Pada Juni 1957, Rahmah berangkat ke [[Timur Tengah]]. Usai menunaikan ibadah haji, ia mengunjungi Mesir memenuhi undangan Imam Besar Al-Azhar. Dalam satu Sidang Senat Luar Biasa, Rahmah mendapat gelar kehormatan "Syekhah" dari [[Universitas Al-Azhar]]; kali pertama Al-Azhar memberikan gelar kehormatan syekh pada perempuan.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=195}} Hamka mencatat, Diniyah Putri memengaruhi pimpinan Al-Azhar untuk membuka Kulliyatul Lil Banat, bagian Universitas Al-Azhar yang dikhususkan untuk putri pada 1962{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=27}}{{sfn|Gatra|2009}} Sebelum kepulangannya ke Indonesia, Rahmah sempat mengunjungi Suriah, Lebanon, Yordania, dan Irak.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=255}}{{sfn|Munawaroh|2002|pp=20}}
 
Pada Juni 1957, Rahmah berangkat ke [[Timur Tengah]]. Usai menunaikan ibadah haji, ia mengunjungi Mesir dan melakukan kunjungan balasan ke Universitas Al-Azhar. Dalam satu Sidang Senat Luar Biasa, ia mendapat gelar kehormatan "Syekhah"; kali pertama Al-Azhar memberikan gelar kehormatan syekh pada perempuan.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=195}}{{sfn|Murtadlo|15 Desember 2018|pp=297–306}} Hamka mencatat, Diniyah Putri memengaruhi pimpinan Al-Azhar untuk membuka ''Kulliyatul Banat'', bagian Universitas Al-Azhar yang dikhususkan untuk putri pada 1962.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=27}}{{sfn|Gatra|2009}} Sebelum kepulangannya ke Indonesia, Rahmah sempat mengunjungi Suriah, Lebanon, Yordania, dan Irak.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=255}}{{sfn|Munawaroh|2002|pp=20}}
Sekembalinya dari kunjungan ke berbagai negara di Timur Tengah, Rahmah merasa bahwa Soekarno telah terbawa arus kuat PKI. Ia merasa tidak nyaman berjuang di Jakarta, memilih kembali pulang ke Padangpanjang.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=137}} Rahmah melihat bahwa mencurahkan perhatiannya untuk memimpin perguruannya akan lebih bermanfaat daripada duduk di kursi parlemen sebagai anggota DPR yang sudah dikuasai komunis.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=63}} Ketika terjadi pergolakan [[Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI) di Sumatera Tengah akhir 1958 akibat ketidaksetujuan atas sepak terjang Soekarno, Rahmah ikut bergerilya di tengah rimba bersama tokoh-tokoh PRRI dan rakyat yang mendukungnya. Dengan beberapa anggota keluarganya, ia berpindah-pindah dari satu desa ke satu desa sampai ke hutan-hutan yang cukup jauh dari pemukiman penduduk. Pada Agustus 1961, satu rombongan yang terdiri dari beberapa anggota keluarga dan pemuda berangkat menjemput Rahmah di tempat terakhir pengembaraannya, melalui jalan darat yang rusak dan menyeberangi beberapa sungai.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=63}}
 
Sekembali dari kunjungan ke berbagai negara di Timur Tengah, Rahmah merasa bahwa Soekarno telah terbawa arus kuat PKI. Tidak nyaman berjuang di Jakarta, ia memilih kembali pulang ke Padang Panjang.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=137}} Rahmah melihat bahwa mencurahkan perhatiannya untuk memimpin perguruannya akan lebih bermanfaat daripada duduk di kursi parlemen "yang sudah dikuasai komunis".{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=63}} Ketika [[Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI) di Sumatra Tengah dideklarasikan pada akhir 1958 akibat ketidaksetujuan atas sepak terjang Soekarno, Rahmah dilaporkan bergabung dengan [[Dewan Banteng]].{{sfn|De Nieuwsgier|24 Desember 1956}} Selama masa pergolakan, ia bergerilya di tengah rimba bersama tokoh-tokoh PRRI dan rakyat yang mendukungnya. Dengan beberapa anggota keluarganya, ia berpindah-pindah dari satu desa ke satu desa sampai ke hutan-hutan yang cukup jauh dari pemukiman penduduk. Pada Agustus 1961, satu rombongan yang terdiri dari beberapa anggota keluarga dan pemuda berangkat menjemput Rahmah di tempat terakhir pengembaraannya, melalui jalan darat yang rusak dan menyeberangi beberapa sungai.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=63}}
 
== Meninggal ==
Pada 1961, Rahmah kembali memimpin perguruannya setelah tiga tahun ditinggalkannyaia tinggalkan pasca-pergolakan PRRI.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=63}} Pada 1964, Rahmah menjalani operasi tumor payudara di RS Pirngadi, Medan.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=81}} Pada Desember 1967, Rahmah berkunjung ke Jakarta untuk terakhir kali dalam rangka pembentukan Dewan Kurator Perguruan Tinggi Diniyah Putri. Pada Juli 1968, dengan kondisi fisik yang semakin lemah, Rahmah berangkat menuju [[Kelantan]] ditemani keponakannya [[Isnaniah Saleh]]. RahmahMereka menemui alumni Diniyah Putri di beberapa negara bagian Malaysia didampingi [[Sakinah Junid|Datin Sakinah]], alumni Diniyyah Putri asal Perak yang tinggal di Kelantan bersama suaminya, [[Mohd Asri bin Haji Muda|Datok Mohammad Asri]] yang merupakan Menteri Besar Kelantan. Mereka menyinggahi [[Penang]], [[Perak]], [[Kuala Terengganu]], dan [[Kuala Lumpur]].{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=63}} Namun, dalam kunjungannya yang ketiga dan terakhir ke Malaysia itu, ia tidak dapat bicara banyak karena kesehatannya yang menurun.{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=64}}
 
Rahmah meninggal mendadak dalam usia 7168 tahun dalam keadaan berwudu hendak salat Magrib pada 26 Februari 1969. Jenazahnya dimakamkan di pekuburan keluarga yang terletak di samping rumahnya. Sehari sebelum ia wafat, Rahmah sempat menemui [[Gubernur SumatraSumatera Barat]] saat itu, [[Harun Zain]], mengharapkan pemerintah memperhatikan sekolahnya. Dalam pertemuannya dengan Harun Zain, ia mengatakan, "Pak Gubernur, napas ini sudah hampir habis, rasanya sudah sampai dileher. Tolonglah Pak Gubernur dilihat-lihat dan diperhatikan Sekolah Diniyah Putri."{{sfn|Rasyad, dkk|1991|pp=137}} Setelah Rahmah wafat, kepimpinan Diniyah Putri dilanjutkan oleh Isnaniah Saleh sampai 1990. Saat ini, Diniyah Putri dipimpin oleh [[Fauziah Fauzan]] sejak September 2006 dan telah memiliki jenjang pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi.
 
Dalam bukunya ''Islam dan Adat Minangkabau'', [[Hamka]] menyinggung kiprah Rahmah di dunia pendidikan dan pembaruan Islam di Minangkabau. Dalam sejarah [[Universitas Al -Azhar]], baru Rahmah seoranglah perempuan yang diberi gelar Syekhah. DalamSementara sejumlah esainyaitu, [[Azyumardi Azra]] daam esainya menyebut perkembangan Islam modern dan pergerakan Muslimah di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari nama Rahmah sebagai perintis.
 
== Pandangan ==
[[Berkas:Rahmah el Yunusiyah PD.jpg|jmpl|Rahmah El Yunusiyah sekitar tahun 1950|318x318px]]Rahmah memperoleh pendidikan atas inisiatifnya sendiri, pada saat masyarakat memandang kurang perlunya pendidikan bagi perempuan. Ia melihat bahwa perempuan tertinggal dari laki-laki, berada dalam kebodohan dan kepasrahan pada keadaan sehingga masyarakat pada umumnya—termasuk perempuan sendiri—mengganggap diri mereka makhluk yang lemah dan terbatas. Ia menginginkan setiap wanita menjadi ibu yang baik dalam rumah tangga dan masyarakat. Hal itu menurutnya hanya dapat dicapai melalui pendidikan. Meski menolak pembatasan mencari ilmu bagi perempuan, Rahmah menolak emansipasi seperti yang digaungkan oleh feminis. [[Sarah Larasati Mantovani]] dari [[Universitas Muhammadiyah Surakarta]] menulis, Rahmah ingin perempuan tetap pada fitrahnya dan anak didiknya menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak. Ia tetap memasukkan pendidikan rumah tangga seperti menjahit, memasak dan keterampilan rumah tangga lainnya ke dalam kurikulum sekolahnya.{{sfn|Mantovani|tt}}<!--Melalui pelajaran bertenun, Rahmah ingin menanamkan sikap cinta terhadap karya sendiri, melatih sifat teliti dan sabar dalam menghadapi berbagai persoalan. Melalui keterampilan jahit-menjahit, ia ingin melatih muridnya gemar menjahit sendiri dan meningkatkan kreativitas dalam menciptakan sesuatu yang baru. Melalui pelajaran masak-memasak, ia melatih muridnya untuk mengolah bahan baku masakan dan dinikmati bersama-sama.-->
[[Berkas:Rahmah el Yunusiyah.jpg|jmpl|Rahmah El Yunusiyah|ka]]
 
Sepanjang hidupnya, Rahmah menampilkan dirinya dengan pakaian baju kurung dan ''mudawarah''. Anggota Konstituante [[Zamzami Kimin]] menulis bagaimana Rahmah memberikan perumpamaan menutup aurat dengan membandingkan dua orang berjualan di tepi jalan raya. Penjual yang satu membiarkan jualannya terbuka sementara penjual yang satu lagi menutupi jualannya itu dengan rapi, takut dihinggapi debu yang beterbangan. "Kalau sekiranya saudara ingin membeli jualan itu yang manakah yang akan saudara beli," tulis Zamzami menirukan ucapan Rahmah. Selain itu, Rahmah telah menampilkan ciri khas anak-anak putri dengan pakaian khas Diniyah, kerudung putih yang mereka lilitkan di kepala, baik di ruangan kelas maupun di halaman sekolah. "Bila masyarakat melihat gadis-gadis atau wanita-wanita memakai mudawarah, baju kurung membalut tubuh,... sehingga yang kelihatan hanya tangan, muka, dan kaki, maka dengan spontan mereka menyebut, itulah dia murid-murid Rahmah El Yunusiyah," tulis Zamzami.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=246}}
Rahmah memperoleh pendidikan atas inisiatifnya sendiri, pada saat masyarakat memandang kurang perlunya pendidikan bagi perempuan. Rahmah melihat bahwa perempuan tertinggal dari laki-laki, berada dalam kebodohan dan kepasrahan pada keadaan sehingga masyarakat pada umumnya termasuk perempuan sendiri mengganggap diri mereka makhluk yang lemah dan terbatas. Ia menginginkan setiap wanita menjadi ibu yang baik dalam rumah tangga dan masyarakat. Hal itu menurutnya hanya dapat dicapai melalui pendidikan. Meski menolak pembatasan mencari ilmu bagi perempuan, Rahmah menolak emansipasi seperti yang digaungkan oleh feminis. [[Sarah Larasati Mantovani]] dari [[Universitas Muhammadiyah Surakarta]] menulis, Rahmah ingin perempuan tetap pada fitrahnya dan anak didiknya menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak. Ia tetap memasukkan pendidikan rumah tangga seperti menjahit, memasak dan keterampilan rumah tangga lainnya ke dalam kurikulum sekolahnya.{{sfn|Mantovani|tt}}<!--Melalui pelajaran bertenun, Rahmah ingin menanamkan sikap cinta terhadap karya sendiri, melatih sifat teliti dan sabar dalam menghadapi berbagai persoalan. Melalui keterampilan jahit-menjahit, ia ingin melatih muridnya gemar menjahit sendiri dan meningkatkan kreativitas dalam menciptakan sesuatu yang baru. Melalui pelajaran masak-memasak, ia melatih muridnya untuk mengolah bahan baku masakan dan dinikmati bersama-sama.-->
 
== Rujukan ==
Sepanjang hidupnya, Rahmah menampilkan dirinya dengan pakaian baju kurung dan ''mudawarah''. [[Zamzami Kimin]] menulis bagaimana Rahmah memberikan perumpamaan menutup aurat dengan membandingkan dua orang berjualan di tepi jalan raya. Penjual yang satu membiarkan jualannya terbuka sementara penjual yang satu lagi menutupi jualannya itu dengan rapi, takut dihinggapi debu yang berterbangan. "Kalau sekiranya saudara ingin membeli jualan itu yang manakah yang akan saudara beli," tulis Zamzami menirukan ucapan Rahmah. Selain itu, Rahmah telah menampilkan ciri khas anak-anak putri dengan pakaian khas Diniyah, kerudung putih yang mereka lilitkan di kepala, baik di ruangan kelas maupun di halaman sekolah. "Bila masyarakat melihat gadis-gadis atau wanita-wanita memakai mudawarah, baju kurung membalut tubuh,... sehingga yang kelihatan hanya tangan, muka, dan kaki, maka dengan spontan mereka menyebut, itulah dia murid-murid Rahmah El Yunusiyah," tulis Zazami.{{sfn|Peringatan 55 Tahun...|1978|pp=246}}
 
== Catatan kaki ==
; Keterangan
{{notelist}}
 
; Catatan kaki
; Rujukan
{{reflist
| colwidth = 30em
Baris 122 ⟶ 125:
; Daftar pustaka
{{refbegin|2}}
; Buku
* {{cite book
* {{cite book|last=Ajisman|year=2002|url=http://books.google.co.id/books/about/Rahmah_el_Yunusiyah.html?id=3bmbAAAACAAJ&redir_esc=y|title=Rahmah El Yunusiyah: Tokoh Pembaharu Pendidikan dan Aktivis Perempuan di Sumatera Barat|location=|publisher=Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional|isbn=979-9388-26-0|ref={{sfnRef|Ajisman|2002}}}}
| title = Ensiklopedia Islam, Jilid 4
* {{cite book|last=|author=|first=|year=1938|title=Buku Peringatan 15 Tahun Diniyah School Putri|location=Padang Panjang|publisher=Diniyah School Putri|id=|ref={{sfnRef|Buku Peringatan 15 tahun...|1938}}|url-status=live}}
| work = Departemen Agama
* {{cite book|author=Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam|year=2002|title=Ensiklopedia Islam|work=Departemen Agama|location=Jakarta|publisher=Ichtiar Baru van Hoeve|isbn=979-8276-65-5|volume=4|ref={{sfnRef|Ensiklopedia Islam|2002}}}}
| publisher = Ichtiar Baru van Hoeve
* {{cite book|year=1981|title=Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat|location=Padang|publisher=Islamic Center Sumatera Barat|editor=Edwar|id=|ref={{sfnRef|Edwar|1981}}}}
| year = 2002
* {{cite book|last=Hadler|first=Jeffrey|year=2008|url=https://books.google.co.id/books?id=9s9bgIXJKk4C|title=Muslims and Matriarchs: Cultural Resilience in Indonesia Through Jihad and Colonialism|location=|publisher=Cornell University Press|isbn=978-0-8014-4697-9|language=Inggris|ref={{sfnRef|Hadler|2008}}}}
| location = Jakarta
* {{cite book|last=Hamka|first=Abdul Karim Amrullah|year=1967|url=https://www.worldcat.org/title/ayahku-riwayat-hidup-dr-h-abdul-karim-amrullah-dan-perjuangan-kaum-agama-di-sumatera/oclc/11262037|title=Ayahku : riwayat hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan perjuangan kaum agama di Sumatera|location=|publisher=Umminda|ref=harv}}
| isbn = 979-8276-65-5
* {{cite book|url=http://repositori.dpr.go.id/100/2/HASIL%20RAKYAT%20MEMILIH%20TOKOH-TOKOH%20PARLEMEN_2.pdf|last=|first=|year=1956|title=Hasil Rakjat Memilih Tokoh-tokoh Parlemen|location=Jakarta|publisher=Parlaungan|id=|ref={{sfnRef|Hasil Rakjat...|1956}}}}
| ref = {{sfnRef|Ensiklopedia Islam|2002}}
* {{Cite book|last=Ismail|first=Taufiq|date=2008|url=https://books.google.co.id/books?id=nlILAQAAMAAJ&q=%22memimpin+Panitia+Penantang+Ordonansi++%22&dq=%22memimpin+Panitia+Penantang+Ordonansi++%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwipmtquy9zsAhVbyDgGHYxMDCsQ6AEwAHoECAAQAg|title=Himpunan Tulisan, 1960-2008|publisher=Panitia 55 Tahun Taufiq Ismail dalam Sastra Indonesia dan Majalah Sastra Horizon|isbn=978-602-8168-00-7|language=id|ref={{sfnRef|Ismail|2008}}}}
| author = Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam
* {{cite book|last=Kahin|first=Audrey R.|year=2005|url=http://books.google.co.id/books/about/Dari_pemberontakan_ke_integrasi.html?hl=id&id=v0y4-dp9uEEC|title=Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatera Barat dan Politik Indonesia, 1926–1998|location=|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=979-461-519-6|ref={{sfnRef|Kahin|2005}}|url-status=live}}
}}
* {{cite web|author=Mantovani|first=Sarah Larasati|title=Mendidik Tanpa Emansipasi|url=http://nec.rema.upi.edu/wp-content/uploads/sites/27/2013/11/26.-MENDIDIK-TANPA-EMANSIPASI-REFLEKSI-PERJUANGAN-RAHMAH-EL-YUNUSIYYAH-DALAM-PENDIDIKAN.pdf|work=|accessdate=4 Januari 2017|ref={{sfnRef|Mantovani|tt}}|archive-date=2017-01-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20170104164538/http://nec.rema.upi.edu/wp-content/uploads/sites/27/2013/11/26.-MENDIDIK-TANPA-EMANSIPASI-REFLEKSI-PERJUANGAN-RAHMAH-EL-YUNUSIYYAH-DALAM-PENDIDIKAN.pdf|dead-url=yes}}
* {{cite book
* {{cite book|last=Munawaroh|first=Junaidatul|year=2002|url=http://books.google.co.id/books/about/Ulama_Perempuan_Indonesia.html?id=KL8MEwzjSBoC&redir_esc=y|title=Ulama Perempuan Indonesia|location=|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=979-686-644-7|editor=Jajat Burhanuddin dan Oman Fathurahman|ref={{sfnRef|Munawaroh|2002}}}}
| url = http://books.google.co.id/books/about/Hajjah_Rahmah_el_Yunusiyyah_dan_Zainuddi.html?id=0JNGAQAAIAAJ&redir_esc=y
* {{cite book|last=Nata|first=Abuddin|year=2005|title=Tokoh-tokoh Pembaruan dan Pendidikan Islam di Indonesia|location=Jakarta|publisher=Raja Grafindo Persada|id=|ref={{sfnRef|Nata|2005}}}}
| title = Hj. Rahmah El Yunusiyah dan Zainuddin Labay El Yunusy, Dua Bersaudara Tokoh Pembaharu Pendidikan Islam
* {{cite book|last=Noer|first=Deliar|year=1991|title=Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1900–1942|location=Jakarta|publisher=[[Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial|LP3ES]]|id=|ref={{sfnRef|Noer|1991}}|authorlink=Deliar Noer}}
| last = Rasyad
* {{cite book|last=Noer|first=Deliar|year=1996|title=Aku Bagian Ummat, Aku Bagian Bangsa|location=|publisher=Mizan|id=|ref={{sfnRef|Noer|1996}}|authorlink=Deliar Noer}}
| first = Aminuddin
* {{cite book|year=1978|title=Peringatan 55 Tahun Diniyah Putri Padang Panjang|location=Jakarta|publisher=Ghalia Indonesia|id=|ref={{sfnRef|Peringatan 55 Tahun...|1978}}}}
| publisher =
* {{Cite book|last=|first=|date=1953|url=https://books.google.co.id/books?id=bnkSAAAAMAAJ&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false|title=Propinsi Sumatera Tengah|location=Jakarta|publisher=[[Departemen Penerangan Republik Indonesia]]|isbn=|ref={{sfnRef|Departemen Penerangan|1953}}|url-status=live}}
| year = 1991
* {{cite book|last=Rasyad|first=Aminuddin|year=1991|url=http://books.google.co.id/books/about/Hajjah_Rahmah_el_Yunusiyyah_dan_Zainuddi.html?id=0JNGAQAAIAAJ&redir_esc=y|title=Hj. Rahmah El Yunusiyah dan Zainuddin Labay El Yunusy, Dua Bersaudara Tokoh Pembaharu Pendidikan Islam|location=Jakarta|publisher=|id=|ref={{sfnRef|Rasyad, dkk|1991}}|coauthors=Leon Salim dan Hasniah Saleh}}
| location = Jakarta
* {{Cite book|last=Putri|first=Selfi Mahat|date=2018|url=https://books.google.co.id/books?id=uYV7DwAAQBAJ&pg=PA72&dq=%22RAHMAH+EL%22+kongres&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiq4vb_yqLmAhUScCsKHUT8BKAQ6AEIKDAA#v=onepage&q=%22RAHMAH%20EL%22%20kongres&f=false|title=Perempuan dan Modernitas: Perubahan Adat Perkawinan Minangkabau Pada Awal Abad ke-20|publisher=Gre Publishing|isbn=978-602-7677-54-8|language=id|ref={{sfnRef|Putri|2018}}}}
| id =
; Jurnal
| ref = {{sfnRef|Rasyad, dkk|1991}}
* {{Cite journal|last=Murtadlo|first=Muhamad|date=15 Desember 2018|title=Hubungan Mesir-Indonesia dalam Modernisasi Pendidikan Islam|url=http://jurnalalqalam.or.id/index.php/Alqalam/article/view/530|journal=Al-Qalam|language=|volume=24|issue=2|pages=|doi=10.31969/alq.v24i2.530|issn=2540-895X|ref={{sfnRef|Murtadlo|15 Desember 2018}}}}
| coauthors = Leon Salim dan Hasniah Saleh
; Media massa
}}
* {{cite book|last=Ghazali|first=Chairil|date=19 April 1983|title=Mengenang Rahmah El Yunusiyah, Wanita Pertama Penerima Gelar Syaikhah|location=|publisher=Harian Pelita|id=|ref={{sfnRef|Ghazali|19 April 1983}}}}
* {{cite book
* {{Cite web|last=Janti|first=Nur|date=28 Juli 2018|title=Kala Ulama Perempuan Melawan|url=http://historia.id/persona/articles/kala-ulama-perempuan-melawan-Dr9AE|website=Historia|publisher=|language=|access-date=31 Desember 2018|ref={{sfnRef|Janti|28 Juli 2018}}}}
| url = http://books.google.co.id/books/about/Manusia_dalam_kemelut_sejarah.html?id=XAiUPAAACAAJ&redir_esc=y
* {{cite web|last=Susiyanto|date=25 September 2014|year=2014|title=Syaikhah Rahmah El-Yunusiah: Pendidik dan “Ibu Kandung Perjuangan”|url=http://jejakislam.net/syaikhah-rahmah-el-yunusiah-pendidik-dan-ibu-kandung-perjuangan/|work=JIB|accessdate=4 Januari 2017|ref={{sfnRef|Susiyanto|2014}}}}
| title = Manusia dalam Kemelut Sejarah
* {{cite web|last=Zuraya|first=Nidia|date=7 April 2012|title=Rahmah El-Yunusiyah: Perintis Sekolah Wanita Islam di Indonesia|url=http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/07/m232bo-rahmah-elyunusiyah-perintis-sekolah-wanita-islam-di-indonesia|work=[[Republika (surat kabar)|Republika]]|accessdate=21 Oktober 2012|ref={{sfnRef|Zuraya|2012}}}}
| last = Abdullah
* {{cite magazine|last=|first=|volume=5|date=|title=Boedjangga Istri|url=|magazine=[[Aboean Goeroe Goeroe]]|location=Fort de Kock|page=114-115|publisher=|access-date=|ref={{sfnRef|Aboean Goeroe Goeroe|Mei 1930}}}}
| first = Taufik
* {{cite magazine|last=|first=|volume=|date=24 Desember 1956|title=Benteng Raad|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22RAHMAH+EL%22&coll=ddd&identifier=ddd:010478579:mpeg21:a0052&resultsidentifier=ddd:010478579:mpeg21:a0052|magazine=[[De Nieuwsgier]]|location=Batavia|publisher=|access-date=|ref={{sfnRef|De Nieuwsgier|24 Desember 1956}}}}
| publisher = [[Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial|LP3ES]]
* {{cite web|date=22 September 2009|year=2009|title=Era Baru di Tangan Generasi Keempat|url=http://arsip.gatra.com/2009-09-22/majalah/artikel.php?pil=23&id=130292|work=[[Gatra]]|accessdate=2 Januari 2017|archive-date=3 Januari 2017|archive-url=https://web.archive.org/web/20170103165229/http://arsip.gatra.com/2009-09-22/majalah/artikel.php?pil=23&id=130292|ref={{sfnRef|Gatra|2009}}}}
| year = 1978
* {{Cite news|date=12 Oktober 2010|title=Gempa Bumi di Sumatera Barat Sejak Perang Padri|url=http://www.tempo.co/read/news/2010/10/12/179284337/Gempa-Bumi-di-Sumatra-Barat-Sejak-Perang-Paderi|work=[[Tempo.co]]|accessdate=8 Juli 2012|ref={{sfnRef|Tempo.co|12 Oktober 2010}}|language=id}}{{Pranala mati|date=Oktober 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
| location =
| chapter = Rahmah El Yunusiyah: Kartini Perguruan Islam
| id =
| ref = {{sfnRef|Abdullah|1978}}
| authorlink = Taufik Abdullah
| coauthors = Aswab Mahasin dan Daniel Dhakidae
}}
* {{cite book
| url = http://books.google.co.id/books/about/Ulama_Perempuan_Indonesia.html?id=KL8MEwzjSBoC&redir_esc=y
| title = Ulama Perempuan Indonesia
| publisher = Gramedia Pustaka Utama
| year = 2002
| last = Munawaroh
| first = Junaidatul
| location =
| isbn = 979-686-644-7
| ref = {{sfnRef|Munawaroh|2004}}
| editor = Jajat Burhanuddin dan Oman Fathurahman
}}
* {{cite book
| url = http://books.google.co.id/books/about/Dari_pemberontakan_ke_integrasi.html?hl=id&id=v0y4-dp9uEEC
| title = Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatera Barat dan Politik Indonesia, 1926–1998
| last = Kahin
| first = Audrey R
| publisher = Yayasan Obor Indonesia
| year = 2005
| location =
| isbn = 979-461-519-6
| ref = {{sfnRef|Kahin|2005}}
}}
* {{cite book
| url = https://books.google.co.id/books?id=9s9bgIXJKk4C
| title = Muslims and Matriarchs: Cultural Resilience in Indonesia Through Jihad and Colonialism
| last = Hadler
| first = Jeffrey
| publisher = Cornell University Press
| year = 2008
| location =
| language = Inggris
| isbn = 978-0-8014-4697-9
| ref = {{sfnRef|Hadler|2008}}
}}
* {{cite book
| url = http://books.google.co.id/books/about/Rahmah_el_Yunusiyah.html?id=3bmbAAAACAAJ&redir_esc=y
| title = Rahmah El Yunusiyah: Tokoh Pembaharu Pendidikan dan Aktivis Perempuan di Sumatera Barat
| last = Ajisman
| publisher = Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
| year = 2002
| location =
| isbn = 979-9388-26-0
| ref = {{sfnRef|Ajisman|2002}}
}}
* {{cite book
| title = Mengenang Rahmah El Yunusiyah, Wanita Pertama Penerima Gelar Syaikhah
| last = Ghazali
| first = Chairil
| date = 19 April 1983
| publisher = Harian Pelita
| location =
| id =
| ref = {{sfnRef|Ghazali|19 April 1983}}
}}
* {{cite web
| url = http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/07/m232bo-rahmah-elyunusiyah-perintis-sekolah-wanita-islam-di-indonesia
| title = Rahmah El-Yunusiyah: Perintis Sekolah Wanita Islam di Indonesia
| last = Zuraya
| first = Nidia
| date = 7 April 2012
| ref = {{sfnRef|Zuraya|2012}}
| accessdate = 21 Oktober 2012
| work = [[Republika (surat kabar)|Republika]]
}}
* {{cite book
| title = Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat
| publisher = Islamic Center Sumatera Barat
| year = 1981
| location = Padang
| id =
| ref = {{sfnRef|Edwar|1981}}
| editor = Edwar
}}
* {{cite book
| title = Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1900–1942
| last = Noer
| first = Deliar
| publisher = [[Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial|LP3ES]]
| year = 1991
| location = Jakarta
| id =
| ref = {{sfnRef|Noer|1991}}
| authorlink = Deliar Noer
}}
* {{cite book
| title = Aku Bagian Ummat, Aku Bagian Bangsa
| last = Noer
| first = Deliar
| publisher = Mizan
| year = 1996
| location =
| id =
| ref = {{sfnRef|Noer|1996}}
| authorlink = Deliar Noer
}}
* {{cite book
| title = Sejarah Pendidikan Islam
| last = Zuhairini
| publisher = Bumi Aksara
| year = 1992
| location = Jakarta
| id =
| ref = {{sfnRef|Zuhairini|1992}}
}}
* {{cite web
| url = http://www.tempo.co/read/news/2010/10/12/179284337/Gempa-Bumi-di-Sumatera-Barat-Sejak-Perang-Paderi
| title = Gempa Bumi di Sumatera Barat Sejak Perang Padri
| date = 12 Oktober 2010
| ref = {{sfnRef|Tempo.co|2010}}
| work = [[Tempo.co]]
| accessdate = 8 Juli 2012
}}
* {{cite web
| url = http://arsip.gatra.com/2009-09-22/majalah/artikel.php?pil=23&id=130292
| title = Era Baru di Tangan Generasi Keempat
| date = 22 September 2009
| ref = {{sfnRef|Gatra|2009}}
| work = [[Gatra]]
| accessdate = 2 Januari 2017
}}
* {{cite web
| url = http://nec.rema.upi.edu/wp-content/uploads/sites/27/2013/11/26.-MENDIDIK-TANPA-EMANSIPASI-REFLEKSI-PERJUANGAN-RAHMAH-EL-YUNUSIYYAH-DALAM-PENDIDIKAN.pdf
| title = Mendidik Tanpa Emansipasi
| ref = {{sfnRef|Mantovani|tt}}
| work =
| accessdate = 4 Januari 2017
| author = Sarah Larasati Mantovani
}}
* {{cite web
| url = http://jejakislam.net/syaikhah-rahmah-el-yunusiah-pendidik-dan-ibu-kandung-perjuangan/
| title = Syaikhah Rahmah El-Yunusiah: Pendidik dan “Ibu Kandung Perjuangan”
| date = 25 September 2014
| ref = {{sfnRef|Gatra|2014}}
| work = JIB
| accessdate = 4 Januari 2017
| author = Susiyanto
}}
* {{cite book
| title = Buku Peringatan 15 tahun Diniyah School Putri
| last =
| first =
| year = 1938
| location = Padang Panjang
| id =
| ref = {{sfnRef|Buku Peringatan 15 tahun...|1938}}
| author = Diniyah School Putri
}}
* {{cite book
| title = Peringatan 55 Tahun Diniyah Putri Padangpanjang
| publisher = Ghalia Indonesia
| year = 1978
| location = Jakarta
| id =
| ref = {{sfnRef|Peringatan 55 Tahun...|1978}}
}}
* {{cite book
| title = Tokoh-tokoh Pembaruan dan Pendidikan Islam di Indonesia
| last = Nata
| first = Abuddin
| publisher = Raja Grafindo Persada
| year = 2005
| location = Jakarta
| id =
| ref = {{sfnRef|Nata|2005}}
}}
{{refend}}
{{artikel pilihan}}
 
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:PengajarTokoh Indonesiapejuang Minangkabau]]
[[Kategori:MubaligAktivis perempuan Indonesia]]
[[Kategori:Guru Indonesia]]
[[Kategori:Cerdik Pandai Minangkabau]]
[[Kategori:Mubalighah Indonesia]]
[[Kategori:Ulama Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh dariHindia PadangpanjangBelanda]]
[[Kategori:Politikus Hindia Belanda]]
[[Kategori:Politikus perempuan Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]
[[Kategori:Anggota DPR RI 1956–1959]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Utama]]
[[Kategori:Tokoh dari Padang Panjang]]