Indische Partij: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
ColdCuzAC (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(81 revisi perantara oleh 37 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
| name = Indische Partij
| native_name = Partai Hindia
| logo = [[Berkas:Indische partij logoPartij.png|200 px]]jpg
| caption = Logo dariLambang Indische Partij
| colorcode = <!-- HTML color code (e.g. "red", "#FF0000" or Party metadata color template) otherwise "transparent" -->
| chairman = [[Ernest Douwes Dekker|E.F.E Douwes Dekker]]
| founder = E.F.E Douwes Dekker<br>[[Ki Hajar Dewantara|Suwardi Suryaningra]]t<br>M. Arvito Peler[[Tjipto Mangoenkoesoemo]]<br>[[Ki Hajar Dewantara|Soewardi Soerjaningrat]]
| founded = 25 Desember 1912
| dissolved = 4 Maret 1913
Baris 12:
| successor = [[Insulinde (partai politik)|Insulinde]]
| headquarters = [[Bandung|Bandoeng]], [[Hindia Belanda]]
| newspaper = ''De Express<br> Het TijdschrifcTijdschrift''
| membership_year = 1913
| membership = 7.000
| ideology = [[Kebangkitan Nasional Indonesia|Nasionalisme Hindia]]<br>[[Nasionalisme Indonesia]] <br>Pro-[[Pribumi-Nusantara|Indonesiakemerdekaan]]<ref>{{cite book |surname=Nomes |given=J.M. |editor-last1=Willems |editor-first1=Wim |year=1994 |title=De Indische Partij |series=Sporen van een Indisch verleden (1600–1942) |lang=nl |volume=2 |publisher=COMT |isbn=90-71042-44-8 |pages=55–56}}<br/ref>Independence
| position = [[Tenda besar]]
| slogan = ''Indie voor Indiers''<br/>{{small|"Hindia untuk orang Hindia"}}<br/>''Indische los van Holland''<br/>{{small|"Indonesia bebas dari Belanda"}}
| country = Indonesia
| flag = Flag_of_Indische_Partij.svg
}}
'''Indische Partij''' (Partai Hindia) adalah [[partai politik]] pertama di [[Hindia Belanda]],. berdiriBerdiri tanggal [[25 Desember]] [[1912]]. Didirikan oleh tiga serangkai, yaitu [[E.F.E. Douwes Dekker|E.F.E Douwes Dekker]], [[Tjipto MangunkusumoMangoenkoesoemo]] dan [[Suwardi Suryaningrat|Ki HadjarHajar Dewantara]]. yangPartai ini merupakanmenjadi organisasi orang-orang [[Indonesia]]pribumi dan [[Eropa]]campuran di [[IndonesiaHindia-Belanda]].<ref>Departemen HalPendidikan inidan disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadiKebudayaan (diskriminasi1977) khususnya antara keturunan ''[[Belanda]] dengan orang Indonesiahttps://books.google. co.id/books?id=VlV_CgAAQBAJ&dq=National+Indische +Partij&hl=id&source=gbs_navlinks_s. sebagaiSedjarah organisasiIslam campurandi menginginkanSumatera]'' adanyaYogyakarta kerja: samaDirektorat orangJenderal IndonesiaKebudayaan. dan bumi puterahlm. Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indonesia sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat55-56.</ref>
 
[[File:Leden van de Indische Partij, vermoedelijk te 's Gravenhage, KITLV 3725.tiff|thumb|300px|Anggota Partai Indische: (duduk dari kiri) Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Dr. E.F.E. Douwes Dekker, R.M. Soewardi Soerjaningrat; (berdiri dari kiri): F. Berding, G.L. Topée, dan J. Vermaesen.]]
Indische Partij melakukan beberapa usaha agar terjadi kerjasama antara orang [[Indo]] dan [[Pribumi-Nusantara|Bumiputera]]. Usaha tersebut diantaranya :
 
== Latar belakang ==
Sebagai seorang Indo, Douwes Dekker merasa terjadinya diskriminasi yang membeda-bedakan status sosial antara [[Bangsa Belanda|Belanda totok]] (asli), [[orang Indo|Indo]] (campuran), dan [[Pribumi-Nusantara|Bumiputera]] (pribumi) oleh pemerintah [[Hindia-Belanda]]. Kedudukan dan nasib para Indo tidak jauh berbeda dengan Bumiputera. Indo yang melarat banyak ditemui di Jakarta ([[Kemayoran, Jakarta Pusat|Kemayoran]]), Semarang ([[Semarang|Karangbidara]]), dan Surabaya ([[Krembangan, Surabaya|Kerambangan]]). Belanda totok memandang para Indo lebih rendah dari pada mereka. Pandangan ini pernah diungkapkan dalam buletin "''Bond van geneesheeren''" (Ikatan para dokter) pada September 1912. Dalam buletin tersebut, para dokter Belanda asli mencela pemerintah yang bermaksud untuk mendirikan Sekolah Dokter kedua (NIAS) di Surabaya yang terbuka untuk segala bangsa. Mereka menganggap kaum Indo yang hina tidak pantas menjadi dokter.<ref name="kebangkitan">Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. (1977). ''[https://books.google.co.id/books?id=y2yCCgAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=sejarah+partai+hindia&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=sejarah%20partai%20hindia&f=false. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur]''. Jawa Timur: Direktorat Jenderal Kebudayaan. Hal 57-65.</ref>
 
Menurut Dekker, jika kaum Indo ingin mengubah nasib, maka mereka harus bekerjasama dengan Bumiputera untuk mengadakan perubahan. Hindia bukan hanya diperuntukkan untuk Belanda totok, namun untuk semua orang yang merasa dirinya seorang Hindia. Pandangan ini menjadi dasar dari ideologi nasionalisme yang di usung oleh Indische Partij.<ref name="kaum">{{cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mkn/wp-content/uploads/sites/61/2018/05/Kaum-Nasionalis-Dalam-Dunia-Pergerakan.pdf&ved=2ahUKEwiIiYXIxpn2AhWEILcAHfx0D9sQFnoECAMQAQ&usg=AOvVaw0Oy8XUe_QLoSlsFxoA4HHY|title=Kaum nasionalis dalam dunia pergerakan|format=Pdf|publisher=''Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI''|accessdate=15 Februari 2022}}{{Pranala mati|date=November 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
Kritikan terhadap kehidupan kolonial telah ada sejak awal abad 20. Seperti yang dilakukan oleh Tjipto Mangunkusumo yang mengkritisi melalui tulisan-tulisannya yang dimuat di surat kabar ''[[De Locomotief]]''. Menurutnya, masyarakat Jawa sulit untuk maju karena dikungkung oleh foedalisme serta masyarakat secara keseluruhan mengalami eksploitasi yang berlebihan. Hal ini menyebabkan banyaknya kemiskinan dan keterbelakangan sehingga ia berpikir kolonialisme harus di akhiri. Menurutnya, cara untuk mengakhiri kolonialisme ialah dengan perjuangan politik. Hal inilah yang menyebabkan Tjipto Mangunkusumo keluar dari [[Budi Utomo]] yang tidak sepemikiran dengannya. Kemudian ia bertemu dengan Dekker dan Suwardi Suryaningrat yang sepemikiran dan membentuk Indische Partij.<ref name="kaum"/>
 
Sedangkan Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara mengkritik pemerintah Hindia-Belanda dalam tulisan-tulisannya. Berbagai tulisan yang memuat pandangan-pandangannya tentang kehidupan masyarakat kolonial yang timpang dimuat dalam koran dan majalah seperti ''[[Het Tijdschrift]]'' dan ''[[De Expres]]''. Suwardi berpandangan bahwa dominasi golongan Belanda totok terhadap orang Indo dan Bumiputera harus diakhiri karena dilandasi oleh kesewenang-wenangan pemerintah kolonial. Dalam tulisannya tersebut, Suwardi menekankan pentingnya nasionalisme Hindia dalam setiap perjuangan politik sehingga dapat mengakhiri eksploitasi yang dilakukan oleh pemerintah.<ref name="kaum"/>
 
== Berdiri ==
Di Bandung, sudah sejak lama terdapat organisasi Indo-Eropa seperti organisasi ''[[Indische Bond]]'' yang berdiri tahun 1899 (1898) dan organisasi ''[[Insulinde]]'' yang berdiri tahun 1907. Kedua organisasi tersebut bertujuan untuk mengangkat derajat kaum Indo dalam bidang sosial-ekonomi dan menjalin perserikatan dengan Belanda tanpa memisahkan diri dari negara induk. Pemikiran ini tentu saja bertolak belakang dengan Dekker. Dalam pidatonya di hadapan anggota ''Indische Bond'' tanggal 12 Desember 1911 yang berjudul "''Aansluiting tussen blank en bruin''" (Gabungan kulit putih dengan kulit sawo), Dekker membangkitkan semangat kaum Indo untuk memberontak dan melepaskan diri dari pemerintah kolonial. Dan karena jumlah kaum Indo yang sedikit, maka mereka harus bersama-sama dengan kaum Bumiputera berjuang dengan kaum Indo menjadi pelopor.<ref name="kebangkitan"/>
 
Pidatonya tersebut dapat mempengaruhi beberapa anggota ''Indische Bond'' sehingga terbentuk Panitia Tujuh yang bertugas mempersiapkan pembentukan organisasi baru. Panitia Tujuh tersebut terdiri dari J. R. Agerbeek, J. D. Brunveld van Hulten, G. P. Charli, E. C. I. Couvreur, E. V. E. Douwes Dekker, J van der Poel, dan R. H. Teuscher. Pada tanggal 6 September 1912, Panitia Tujuh melakukan suatu rapat di bawah pimpinan Dekker di Bandung dan hasilnya terbentuk perhimpunan baru bernama ''Indische Partij''. Pada tanggal 15 September 1912, tiga tokoh penting Indische Partij (E. V. E. Douwes Dekker, J van der Poel, dan J. D. Brunveld van Hulten) bergerak mendatangi kota-kota [[Yogyakarta]], [[Madiun]], [[Surabaya]], [[Semarang]], [[Pekalongan]], [[Tegal]], dan [[Cirebon]]. Di setiap kota yang dikunjungi dilakukan rapat-rapat yang dihadiri oleh berbagai perhimpunan seperti [[Insulinde]] [[Sarekat Islam]], [[Budi Utomo]], [[Kartini Club]], [[Mangunhardjo]] dan perhimpunan [[Tiong Hoa Hwee Koan]] serta mendirikan cabang partai.<ref name="kebangkitan"/>
 
Cipto Mangunkusumo bergabung di [[Surabaya]] bersama 70 orang lainnya. Ia jauh-jauh dari [[Malang]] menemui kawan lamanya karena melihat kesamaan visi politiknya dengan Dekker. Sedangkan Suwardi bergabung karena Dekker kagum dengan tulisan-tulisannya di ''De Expres'' dan ''Oetoesan Hindia''. Pada November 1912, keduanya ditarik ke Bandung untuk menjadi direktur harian ''De Expres''.
 
Dekker memberikan pidato di ''vergadering'' untuk menarik massa dan ini merupakan hal baru di Hindia-Belanda. Pada ''vergadering'' di Bandung, Dekker mengatakan bahwa berdirinya Indische Partij merupakan pernyataan perang, yaitu sinar yang terang melawan kegelapan; peradaban melawan tirani; kebaikan melawan kejahatan; budak pembayar pajak kolonial melawan negara pemungut pajak, Belanda. Pidatonya yang menggebu dengan mudah menarik banyak massa. Dalam ''vergadering'' di Semarang 18 September 1912, sekitar 300 orang datang mendengarkan pidato Dekker.<ref name="deker"/> Bagi orang-orang yang tidak dapat bergabung [[Budi Utomo]] karena bukan orang Jawa, dapat diterima di Indische Partij; orang non-muslim yang segan bergabung dengan [[Sarekat Islam]], dapat dengan leluasa bergerak di Indische Partij; begitu pula golongan progresif Budi Utomo yang tidak puas dengan organisasinya, dengan mudah mencari kepuasan politik di Indische Partij; dan orang-orang Sarekat Islam yang revolusioner, terpenuhi kehendaknya bila masuk Indische Partij.<ref name="kebangkitan"/>
 
Karena besarnya antusiasme masyarakat Hindia-Belanda terhadap Indische Partij, dalam waktu empat bulan saja mereka telah memiliki 25 cabang dengan jumlah anggota 5,775 orang. Indische Partij cabang [[Surabaya]] saat itu memiliki anggota 827, [[Semarang]] 1.375, [[Jakarta]] 809, dan [[Bandung]] 740 orang.<ref name="kebangkitan"/> Indische Partij dapat menjaring anggota hingga 7000-an orang dan sekitar 1000-an di antaranya kaum Bumiputera. Indische Partij juga memiliki 30 cabang di seluruh Hindia-Belanda. Tidak hanya itu, Indische Partij juga menerima anggota dari keturunan [[Tionghoa-Indonesia|China]], [[Arab-Indonesia|Arab]], dan lainnya.<ref name="deker">{{cite web|url=https://jurnal.ugm.ac.id/lembaran-sejarah/article/download/23783/15661&ved=2ahUKEwiIiYXIxpn2AhWEILcAHfx0D9sQFnoECDEQAQ&usg=AOvVaw1kV9480eQEplLMIZM6FSeG|title=Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal: Pemikiran Soewardi Suryaningrat, Tjiptomangoenkusumo dan Douwes Dekker 1912-1914|format= Pdf|publisher=''jurnal.ugm.ac.id''|accessdate=15 Februari 2022}}</ref><ref name="sejarah">Slamet Muljana (2007) [https://books.google.co.id/books?id=bsmp_WYip4gC&printsec=frontcover&dq=indische+partij&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=indische%20partij&f=false. ''Sejarah''.] Sumatera Barat: Yudhistira Ghalia Indonesia. Hal 37-38. ISBN 9790191391</ref>
 
Indische Partij melakukan beberapa usaha agar terjadi kerjasamakerja sama antara orang [[Indo]] dan [[Pribumi-Nusantara|Bumiputera]]. Usaha tersebut diantaranya :
* Menyerap cita-cita nasional [[Hindia Belanda|Hindia]] ([[Indonesia]])
* Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik dalam bidang [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|pemerintahan]] maupun kemasyarakatan
Baris 30 ⟶ 53:
* Dalam pengajaran, harus bertujuan bagi kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat ekonomi mereka yang lemah.
 
Setelah perjalanan propaganda berakhir, pada tanggal 25 Desember 1912 diadakan permusyawaratan wakil-wakil Indische Partij. Dalam permusyawaratan tersebut tersusunlah Anggaran Dasar dan pengurus partai. Susunan pengurusnya sebagai berikut:
Indische Partij, yang berdasarkan golongan [[Orang Indo|Indo]] yang makmur, merupakan partai pertama yang menuntut kemerdekaan [[Indonesia]].
*Ketua: E.F.E Douwes Dekker
*Wakil: dr. Tjipto Mangunkusumo
*Panitia: [[J.G van Ham]]
*Bendahara: G.P Charli
*Pembantu: J.R Agerbeek dan J.D Brunveld van Hulten
Bendera hitam dijadikan sebagai bendera partai. Warna hitam tersebut ada yang menafsirkan sebagai identik warna kulit ''indier''. Ada juga yang menafsirkan sebagai warna berkabung karena belum merdekanya tanah air. Pada pojok kanan, terdapat jalur-jalur triwarna yaitu hijau-merah-biru. Warna hijau melambangkan tujuan yang akan dicapai yakni kemakmuran, warna merah melambangkan semangat keberanian partai, dan warna biru melambangkan kesetiaan ''indier'' terhadap tanah airnya.<ref name="kebangkitan"/>
 
Indische Partij merupakan partai pertama Indonesia yang menggaungkan kebebasan Hindia dengan semboyan “''indie untuk indier''”. Hindia merupakan rumah nasional (''national home'') bagi semua orang baik keturunan Bumiputera, Belanda, China, Arab, dan lainnya yang mengakui Hindia sebagai tanah air dan kebangsaannya. Paham ini dikenal dengan ''Indisch Nationalisme'' yang kemudian melalui [[Perhimpunan Indonesia]] dan [[Partai Nasional Indonesia]] menjadi ''Indonesisch Nationalisme'' atau Nasionalisme Indonesia.<ref name="kebangkitan"/>
 
== Perjuangan legalitas hukum ==
Pada tahun 1913 diumumkan rencana pemerintah untuk pembentukan Dewan Perwakilan di Hindia Belanda dengan nama ''Koloniale Raad'' atau Dewan Jajahan. Baik nama maupun susunan pengurus dewan tidak disetujui oleh masyarakat Bumiputra karena nama Koloniale Raad merupakan hinaan terhadapan pergerakan nasional. Sudah dapat dipastikan akan membela kaum penjajah dan mengabaikan kepentingan rakyat. Oleh karena itu, sudah sewajarnya Koloniale Raad ditentang para nasionalis. [[Nasionalisme|Kaum nasionalis]] yang tergabung dari berbagai perhimpuan menolak Koloniale Raad dan menuntut agar Dewan Perwakilan Rakyat yang terpilih oleh pemerintah Hindia Belanda seimbang, antara penduduk asing dan penduduk pribumi. Beberapa pengurus Serikat Islam cabang Bandung seperti [[Ki Hajar Dewantara|Soewardi Surjaningrat]], [[Abdoel Moeis]], dan Akhmad Hassan Wignjadisastra yang ikut terlibat aktif dalam Indische Partij dan mungkin akan mempengaruhi penduduk Bumiputra untuk melawan penjajah sehingga pemerintah harus berhati-hati.
 
Pada tanggal 25 Desember 1912, para pemimpin Indische Partij menuju [[Istana Bogor]] untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah Hindia-Belanda. Hal ini penting agar Indische Partij tidak dianggap sebagai perkumpulan liar dan meresahkan. Ketika melihat permohonan Dekker untuk pengakuan badan hukum atas Indische Partij, pemerintah menugaskan penasihat urusan pribumi yaitu Dr. G.H.J Hazeu untuk menyelidiki Dekker. Pada 13 Januari 1913, laporan tentang Dekker yang berisi tentang latar belakang pribadi, gagasan dan cita-cita serta pengaruh dari propaganda terhadap masyarakat Hindia-Belanda diserahkan pada
[[Gubernur Jenderal]] [[Alexander Willem Frederik Idenburg|Idenburg]].
 
Pada tanggal 4 Maret 1913, Gubernur Jenderal Idenburg secara resmi menolak permohonan pengurus Indische Partij untuk memperoleh status badan hukum dengan mengacu pada pasal 111 ''[[Regerings-Reglement]]'' atau Peraturan Pemerintah tahun 1854. Penggunaan pasal itu sendiri cukup membuat pengurus Indische Partij terkejut karena sudah lama pemerintah Hindia-Belanda bermaksud meninggalkan pasal tersebut.
 
Setelah mengetahui putusan penolakan, tanggal 5 Maret, Dekker dan pengurus lainnya mengadakan pembicaraan mengenai langkah selanjutnya. Rapat tersebut menghasilkan putusan untuk mengubah bunyi pasal 2 tentang tujuan Indische Partij. Setelah itu, Dekker kembali menghadap Idenburg, namun kembali ditolak pada surat keputusan tanggal 11 Maret 1913 dengan alasan walaupun bunyi pasal 2 diubah, tidak sama sekali bermaksud merubah dasar dan jiwa organisasi. Pada tanggal 13 Maret, Dekker mencoba ke tiga kalinya namun tetap ditolak. Saat itu Dekker mempertanyakan tentang apakah pemerintah kelak akan memberikan kemerdekaan pada tanah jajahan. Idenburg menggelengkan kepala dan menyatakan bahwa masalah kemerdekaan Hindia-Belanda tidak menjadi soal.<ref>Slamet Muljana (2008) ‘’[https://books.google.co.id/books?id=HshmDwAAQBAJ&dq=National+Indische+Partij&hl=id&source=gbs_navlinks_s. ''Kesadaran Nasional ; Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan (Jilid 1)''] Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara. Hal 97-98. ISBN 9791283559</ref><ref name="dekker">{{cite web|url=https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/1102/31613&ved=2ahUKEwj---rwjKn2AhUt8HMBHZcYD1AQFnoECCwQAQ&usg=AOvVaw3cgIVD0hFhALEfZdMKH8t2|title=PERJUANGAN ERNEST FRANCOIS EUGENE DOUWES DEKKER DARI POLITIK MENUJU PENDIDIKAN 1913-1941|format=Pdf|publisher=''AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah''|accessdate=3 Maret 2022}}{{Pranala mati|date=November 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
== Dibubarkan ==
Karena telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang, pimpinan partai memutuskan untuk membubarkan Indische Partij pada 31 Maret 1913. Pesan terakhir Dekker untuk para anggotanya supaya mereka pindah ke dalam perkumpulan [[Insulinde]] yang diakui pemerintah dengan berbekal jiwa Indische Partij. Kegiatan-kegiatannya diteruskan oleh Insulinde yang berpusat di [[Semarang]]. Tanggal 6 September dimana Indische Partij terbentuk diperingati sebagai hari Indische Partij. Walaupun tindak tegas pemerintah membuahkan hasil sehingga banyak anggota Indische Partij menciut nyalinya, namun ''De Expres'' tetap bertahan. Pada tahun 1914, kartu nama, kertas, dan sejenisnya dengan warna-warni Indische Partij masih diiklankan di ''De Expres''.<ref>Kees Van Dijk (2020) ‘’[https://books.google.co.id/books?id=PXrlDwAAQBAJ&pg=PA701&dq=partai+hindia&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjJgJi546j2AhXP7HMBHV3uAfgQ6AF6BAgJEAM#v=onepage&q=partai%20hindia&f=false. ‘’Hindia Belanda dan Perang Dunia 1, 1914 – 1918’’] Jakarta: Banana. ISBN 979107934X</ref>
 
Tiga serangkai terus menyuarakan kritikan mereka terhadap pemerintah melalui ''De Expres''. Seperti ketika pemerintah Hindia-Belanda bermaksud merayakan ulang tahun ke-100 tahun kemerdekaan Belanda dari Napoleon Bonaparte di Hindia-Belanda dengan menarik biaya dari rakyat, mereka membentuk “[[Boemi Poetera|Komite Bumiputera]]”. Komite ini nantinya memberikan ucapan selamat kepada ratu dan memintanya untuk mencabut pasal 111 R.R. dan segera mengadakan suatu Parlemen Hindia.<ref name="kebangkitan"/>
 
Sedangkan Suwardi Suryaningrat membuat tulisan yang menyindir pemerintah Hindia-Belanda yang berjudul ''Als ik eens nederlander Was'' atau “Andai aku seorang Belanda”. Isi tulisan Suwardi tersebut diantaranya:
<blockquote>... Seandainya aku seorang Belanda, aku protes peringatan yang akan diadakan itu. Aku akan peringatkan kawan-kawan penjajah, bahwa sesungguhnya sangat berbahaya pada saat itu mengadakan perayaan peringatan kemerdekaan. Aku akan peringatkan semua bangsa Belanda, jangan menyinggung peradaban bangsa Indonesia yang baru bangun dan menjadi berani. Sungguh aku akan protes sekeras-kerasnya...<ref name="sejarah"/></blockquote>
Kemudian Tjipto Mangunkusumo juga menulis sebuah tulisan berjudul ''Kracht of Vrees?'' yang berarti “Kekuatan atau Ketakutan?”. Akibatnya, mereka berdua ditangkap oleh Belanda dan diasingkan. Kemudian Dekker memprotes penangkapan kedua temannya dan menulis ''Onze Helden: Tjipto Mangunkusumo en R.M. Suwardi Suryaningrat'' (Pahlawan kita: Tjipto Mangunkusumo dan R.M. Suwardi Suryaningrat).
 
Kegiatan komite yang diprakarsai oleh tiga serangkai ini dianggap berbahaya oleh pemerintah sehingga berdasarkan pasal 48 R.R, Gubernur Jenderal Idenburg menjatuhkan hukuman [[pengasingan]] pada mereka. Awalnya 18 Agustus 1913 pengasingan dalam negeri dan kemudian diubah jadi pengasingan luar negeri pada 27 Agustus, ke [[Belanda]].<ref name="kebangkitan"/> Dengan diasingkannya para tokoh Indische Partij, berakhirlah kiprah Indische Partij di Indonesia. [[Conrad Theodore van Deventer|Van Deventer]] mengibaratkan organisasi ini sebagai bayi yang gugur sebelum lahir. Artinya, Indische Partij belum dapat membuktikan kebesarannya di tengah-tengah organisasi pergerakan nasional karena pemerintah Hindia-Belanda sudah membubarkannya.<ref name="sejarah"/>
 
Pengasingan E.F.E. Douwes Dekker dicabut pada Agustus 1917, Suwardi Suryaningrat pada Juli 1918, dan dr. Tjipto Mangunkusumo pada Juli 1914. Setibanya di Hindia-Belanda, dr. Tjipto Mangunkusumo bergerak di bidang politik yang kemudian menjadi anggota [[Partai Nasional Indonesia|PNI]]. Sedangkan Dekker dan Suwardi terjun ke bidang pendidikan. Mereka masing-masing mendirikan sekolah “[[Ksatrian Instituut]]” dan sekolah [[Sekolah Taman Siswa|Taman Siswa]] yang berarti memperkuat barisan sekolah swasta yang telah dirintis oleh sekolah [[Muhammadiyah]].<ref name="kebangkitan"/>
Partai ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah kolonial Hindia Belanda tetapi ditolak pada tanggal [[11 Maret]] 1913, penolakan dikeluarkan oleh [[Gubernur Jendral]] Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan. Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh kolonial saat itu dapat membangkitkan rasa [[nasionalisme]] rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
 
== Rujukan ==
Selain itu juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangun oleh orang Indonesia, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan orang-orang [[bumiputra|bumiputera]]. Perlu diketahui bahwa [[E.F.E. Douwes Dekker]] dilahirkan dari keturunan campuran, ayah Belanda, ibu seorang Indonesia. Indische Partij merupakan satu-satunya organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Tujuan Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air. IP menggunakan media majalah ''Het Tijdschrifc'' dan surat kabar ''De Expres'' pimpinan E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan dari partai ini benar-benar [[revolusioner]] karena mau mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada tahun 1913. Saat itu pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan [[Napoleon Bonaparte]] ([[Perancis]]). Perayaan ini direncanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu yang kurang pas di mana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul ''Als ik een Nederlander was'' (Andaikan aku seorang Belanda). Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap. Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam ''De Expres'' tanggal [[26 Juli]] [[1913]] yang diberi judul ''Kracht of Vrees?'', berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalam Tiga Serangkai, Douwes Dekker mengkritik dalam tulisan di De Express tanggal [[5 Agustus]] [[1913]] yang berjudul ''Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat'' (Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat). Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda. Douwes Dekker dibuang ke [[Kupang]], [[NTT]] sedangkan Dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke [[Pulau Banda]]. Namun pada tahun [[1914]] Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan [[Taman Siswa]]. E.F.E Douwes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan Ksatrian Institute di [[Sukabumi]] pada tahun [[1940]]. Dalam perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke [[Suriname]], Amerika Selatan.
{{Reflist}}
 
{{partai politik Indonesia terdahulu}}
Pada tahun [[1913]] partai ini dilarang karena tuntutan kemerdekaan itu, dan sebagian besar anggotanya berkumpul lagi dalam [[Insulinde|Serikat Insulinde]] dan [[Comite Boemi Poetera]]. Akhirnya pun organisasi ini tenggelam karena tidak adanya pemimpin seperti 3 serangkai yang sebelumnya.
 
[[Kategori:Partai politik yang sudah bubar di Indonesia|National Indische Partij]]
[[Kategori:HindiaPartai Belandapolitik yang didirikan tahun 1912]]
[[Kategori:Partai politik yang dibubarkan tahun 1913]]
[[Kategori:Pendirian tahun 1912 di Hindia Belanda]]
[[Kategori:Organisasi di Hindia Belanda]]
[[Kategori:Kebangkitan Nasional Indonesia]]