Teuku Umar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dikembalikan ke revisi 13668035 oleh 125.166.225.37 (bicara): Eaaa. (Twinkle (つ◕౪◕)つ━☆゚.*・。゚✨)
Tag: Pembatalan
k Mengembalikan suntingan 26424933 oleh 114.124.211.234 (bicara)
Tag: Pembatalan
 
(54 revisi perantara oleh 43 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 12:
|successor =
|birth_date = [[1854]]
|birth_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Kota Meulaboh|Meulaboh]], [[Kesultanan Aceh Darussalam]]
|death_date = {{death yeardate and age|1899|2|11|1854}}
|death_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Kota Meulaboh|Meulaboh]], [[Kesultanan Aceh Darussalam]]
|death_cause = Gugur saat berperang melawan tentara Belanda
|nationality =
|party =
|spouse = Cut Nyak Sofiah <br /> Cut Meuligou/Nyak Malighai <br /> [[Cut Nyak Dhien]]
|relations =[[Hasan Tiro]] (cicit)
|children = '''Dari Cut Meuligou''': <br />Teuku Sapeh <br /> Teuku Raja Sulaiman <br /> Cut Mariyam <br /> Cut Sjak <br /> Cut Teungoh <br /> Teuku Bidin <br />'''Dari Cut Nyak Dhien''' <br /> Cut Gambang
|alma_mater =
|occupation =
|profession = [[Ulèë Balang|Uleebalang]] / tangan kanan raja
|religion = [[Islam]]
|signature =
Baris 29 ⟶ 30:
}}
 
[[Teuku]] '''Teuku Umar''' ([[Kota Meulaboh|Meulaboh]], [[1854]] - Meulaboh, [[11 Februari]] [[1899]]) adalahseorang pahlawan kemerdekaanasal [[IndonesiaAceh]] yang berjuang dengan cara berpura-pura bekerjasamabekerja sama dengan [[Belanda]] dan terkenal akan strategi perang gerilyanya. Ia melawan Belanda ketika telah mengumpulkan [[senjata]] dan [[uang]] yang cukup banyak.
 
== Masa Muda ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret met Teuku Umar en gevolg TMnr 10001809.jpg|thumbjmpl|kikiri|sebuah foto Teuku Umar bersama pengikutnya.]]
 
Teuku Umar yang dilahirkan di [[Meulaboh]] [[Aceh Barat]] pada tahun [[1854]], adalah anak seorang [[Ulèë Balang|Uleebalang]] bernama ''Teuku Achmad Mahmud'' dari perkawinan dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki.
 
Nenek moyang Umar adalah [[Datuk Makhudum Sati]] berasal dari [[Minangkabau]]. Dia merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan [[Sultan Iskandar Muda]] di [[Pariaman]].<ref>[http://acehbooks.org/pdf/ACEH_03647.pdf Riwajat hidup (singkat) beberapa orang pahlawan Atjeh, zaman pra-kemerdekaan]</ref>. Salah seorang keturunan Datuk Makhudum Sati pernah berjasa terhadap [[Sultan Aceh]], yang pada waktu itu terancam oleh seorang [[Panglima]] Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya tersebut, orang itu diangkat menjadi Uleebalang VI [[Mukim (Aceh)|Mukim]] dengan gelar ''Teuku Nan Ranceh''. Teuku Nan Ranceh mempunyai dua orang putra yaitu Teuku Nanta Setia dan Teuku Ahmad Mahmud. Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Uleebalang VI Mukim. la mempunyai anak perempuan bernama [[Cut Nyak Dhien]].<ref name=acehbooks>http://www.acehbooks.org/pdf/ACEH_02014.pdf</ref>.
 
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan [[pendidikan formal]]. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas , dan pemberani.
 
== Perang Aceh ==
Ketika [[perang Aceh]] meletus pada [[1873]] Teuku Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya, umurnya baru menginjak 19 tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan ke [[Aceh Barat]]. Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar sudah diangkat sebagai keuchik [[gampong]] ([[kepala desa]]) di daerah Daya [[Meulaboh]].<ref name=acehbooks/>
 
Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim.
 
Pada tahun [[1880]], Teuku Umar menikahi janda [[Cut Nyak Dhien]], puteri pamannya Teuku Nanta Setia. Suami [[Cut NyaNyak DienDhien]], yaitu Teuku Ibrahim Lamnga meninggal dunia pada [[Juni]] [[1878]] dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos [[Belanda]].
 
== Taktik Penyerahan Diri ==
[[Berkas:Huis van Toekoe Oemar te Lampisang.jpg|thumbjmpl|Rumah Teuku Umar di [[Lampisang, Peukan Bada, Aceh Besar]] tahun 1896.]]
Teuku Umar kemudian mencari [[strategi]] untuk mendapatkan [[senjata]] dari pihak Belanda. Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek Belanda. Belanda berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun [[1883]].<ref>{{Cite web|date=2022-11-13|title=Kisah Permainan Cato Rimueng dalam Siasat Belanda Memburu Teuku Umar - Acehkini.ID|url=https://acehkini.id/kisah-permainan-cato-rimueng-dalam-siasat-belanda-memburu-teuku-umar/|language=id|access-date=2023-10-04}}</ref> Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas [[militer]].<ref name=acehprov>{{citeweb|url=http://acehprov.go.id/images/stories/file/Pejuang/T%20Umar.pdf|title=T. Umar.pdf|work=[[Pemerintahan Aceh|Pemerintah Provinsi Aceh]]|access-date=2011-11-30|archive-date=2013-10-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20131008051522/http://www.acehprov.go.id/images/stories/file/Pejuang/T%20Umar.pdf|dead-url=yes}}</ref>.
 
Ketika bergabung dengan Belanda, Teuku Umar menundukkan pos-pos pertahanan Aceh, hal tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura untuk mengelabuhimengelabui Belanda agar Teuku Umar diberi peran yang lebih besar. Taktik tersebut berhasil, sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang [[prajurit]], termasuk seorang [[Panglima Laôt|Pang Laot]] (panglima Laut]) sebagai tangan kanannya, dikabulkan.
 
== Insiden Kapal Nicero ==
Tahun [[1884]] [[Kapal]] [[Inggris]] "Nicero" terdampar. [[Kapten]] dan awak kapalnya disandera oleh raja [[Teunom, Aceh Jaya|Teunom]]. Raja Teunom menuntut tebusan senilai 10 ribu [[dolar]] tunai. Oleh [[Hindia Belanda|Pemerintah Kolonial Belanda]] Teuku Umar ditugaskan untuk membebaskan kapal tersebut, karena kejadian tersebut telah mengakibatkan ketegangan antara Inggris dengan Belanda.
 
Teuku Umar menyatakan bahwa merebut kembali Kapal "Nicero" merupakan pekerjaan yang berat sebab tentara Raja [[Teunom, Aceh Jaya|Teunom]] sangat kuat, sehingga Inggris sendiri tidak dapat merebutnya kembali. Namun ia sanggup merebut kembali asal diberi [[logistik]] dan senjata yang banyak sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.
 
Dengan perbekalan perang yang cukup banyak, Teuku Umar berangkat dengan kapal "[[Bengkulu|Bengkulen]]" ke [[Aceh Barat]] membawa 32 orang [[Koninklijk Nederlands-Indische Leger|tentara Belanda]] dan beberapa panglimanya. Tidak lama, Belanda dikejutkan berita yang menyatakan bahwa semua tentara Belanda yang ikut, dibunuh di tengah laut. Seluruh senjata dan perlengkapan perang lainnya dirampas. Sejak itu Teuku Umar kembali memihak pejuang Aceh untuk melawan Belanda. Teuku Umar juga menyarankan Raja Teunom agar tidak mengurangi tuntutannya.<ref name=acehprov/>
 
== Melanjutkan Perlawanan ==
[[Berkas:Toekoe Oemar en zijn volgelingen.jpg|thumbjmpl|kikiri|Teuku Umar dan pengikutnya (gambar oleh [[G. Kepper]], 1900).]]
 
Teuku Umar membagikan senjata hasil rampasan kepada tentara Aceh, dan memimpin kembali perlawanan rakyat. dan Teuku Umar berhasil merebut kembali daerah ''6 Mukim'' dari tangan Belanda. Nanta Setia, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar kembali ke daerah 6 Mukim dan tinggal di [[Lampisang, Peukan Bada, Aceh Besar|Lampisang]], [[Aceh Besar]], yang juga menjadi [[markas]] tentara Aceh.
Baris 67 ⟶ 68:
2 tahun setelah insiden Nicero, pada [[15 Juni]] [[1886]] merapatlah ke bandar [[Setia Bakti, Aceh Jaya|Rigaih]] kapal "Hok Canton" yang dinahkodai [[pelaut]] [[Denmark]] bernama Kapten Hansen, dengan maksud menukarkan senjata dengan [[lada]]. Hansen bermaksud menjebak Umar untuk naik ke kapalnya, menculiknya dan membawa lari lada yang bakal dimuat, ke pelabuhan [[Ulee Lheu]], dan diserahkan kepada Belanda yang telah menjanjikan imbalan sebesar $ 25 ribu untuk kepala Teuku Umar.
 
Umar curiga dengan syarat yang diajukan Hansen, dan mengirim utusan. Hansen berkeras Umar harus datang sendiri. Teuku Umar lalu mengatur siasat. Pagi dini hari salah seorang Panglima bersama 40 orang prajuritnya menyusup ke kapal. Hansen tidak tahu kalau dirinya sudah dikepung. <br />
Paginya Teuku Umar datang dan menuntut pelunasan lada sebanyak $ 5 ribu. Namun
Hansen ingkar janji, dan memerintahkan anak buahnya menangkap Umar. Teuku Umar sudah siap, dan memberi isyarat kepada anak buahnya. Hansen berhasil dilumpuhkan dan tertembak ketika berusaha melarikan diri. Nyonya Hansen dan John Fay ditahan sebagai sandera, sedangkan awak kapal dilepas. Belanda sangat marah karena rencananya gagal.<ref name=acehprov/>
Baris 74 ⟶ 75:
 
== Penyerahan Diri Kembali ==
[[Berkas:Vermeestering van de woning van Toekoe Oemar te Lampisang.jpg|thumbjmpl|300px|Penyerangan rumah Teuku Umar di Lampisang tahun 1896.]]
Teuku Umar sendiri merasa perang ini sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat tidak bisa bekerja sebagaimana biasanya, petani tidak dapat lagi mengerjakan sawah ladangnya. Teuku Umar pun mengubah taktik dengan cara menyerahkan diri kembali kepada Belanda.
 
Baris 84 ⟶ 85:
Kepercayaan itu dimanfaatkan dengan baik demi kepentingan perjuangan rakyat Aceh selanjutnya. Sebagai contoh, dalam peperangan Teuku Umar hanya melakukan perang pura-pura dan hanya memerangi Uleebalang yang memeras rakyat (misalnya Teuku Mat Amin). Pasukannya disebarkan bukan untuk mengejar musuh, melainkan untuk menghubungi para Pemimpin pejuang Aceh dan menyampaikan pesan rahasia.
 
[[Berkas:Jeurat Teuku Umar.JPG|jmpl|kikiri|250px|Makam Teuku Umar di [[Mugo Rayeuk, Panton Reu, Aceh Barat|Mugo Rayek]], [[Panton Reu, Aceh Barat|Panton Reu]], [[Aceh Barat]].]]
 
Pada suatu hari di [[Lampisang]], Teuku Umar mengadakan Pertemuan rahasia yang dihadiri para pemimpin pejuang Aceh, membicarakan rencana Teuku Umar untuk kembali memihak Aceh dengan membawa lari semua senjata dan perlengkapan perang milik Belanda yang dikuasainya. Cut Nyak Dhien pun sadar bahwa selama ini suaminya telah bersandiwara dihadapandi hadapan Belanda untuk mendapatkan keuntungan demi perjuangan Aceh. Bahkan gaji yang diberikan Belanda secara diam-diam dikirim kepada para pemimpin pejuang untuk membiayai perjuangan.<ref name=acehprov/>
 
Pada tanggal [[30 Maret]] [[1896]], Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir [[peluru]], 500&nbsp;kg [[amunisi]], dan uang 18.000 dollar.
 
Berita larinya Teuku Umar menggemparkan Pemerintah Kolonial Belanda. Gubernur Deykerhooff dipecat dan digantikan oleh Jenderal [[Vetter]]. Tentara baru segera didatangkan dari [[Pulau Jawa]]. Vetter mengajukan ultimatum kepada Umar, untuk menyerahkan kembali semua senjata kepada Belanda. Umar tidak mau memenuhi tuntutan itu. makaMaka pada tanggal [[26 April]] [[1896]] Teuku Johan Pahlawan dipecat sebagai Uleebalang [[Leupung, Aceh Besar|Leupung]] dan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia Belanda.
 
Teuku Umar mengajak uleebalang-uleebalang yang lain untuk memerangi Belanda. Seluruh komando perang Aceh mulai tahun 1896 berada di bawah pimginanpimpinan Teuku Umar. la dibantu oleh istrinya Cut Nyak Dhien dan Panglima Pang Laot, dan mendapat dukungan dari [[Panglima Polem|Teuku Panglima Polem Muhammad Daud]]. Pertama kali dalam [[sejarah]] [[perang Aceh]], tentara Aceh dipegang oleh satu komando.
 
Pada bulan [[Februari]] [[1898]], Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim [[Pidie]] bersama seluruh kekuatan pasukannya lalu bergabung dengan Panglima Polem. Pada tanggal [[1 April]] [[1898]], Teuku Panglima Polem bersama Teuku Umar dan para Uleebalang serta para ulama terkemuka lainnya menyatakan sumpah setianya kepada raja Aceh [[Sultan Muhammad Daud Syah]].
 
== Kontroversi ==
Kisah Teuku Umar yang paling mengejutkan dan terjadi pada 30 September 1893. Bersama 13 panglima bawahan dan 250 orang pasukannya, ia menyerahkan diri kepada Belanda. Teuku Umar bersumpah akan setia kepada Belanda dan menjadi sekutunya. Sumpah itu diucapkan di hadapan Gubernur Militer Hindia Belanda di Aceh, Jenderal Deijckerhoff.<ref name="atjehwatch.com">https://atjehwatch.com/2019/08/26/kontroversi-teuku-umar-dan-taktik-dua-wajahnya/</ref> Teuku Umar terlihat menaati sumpahnya pada Belanda. Atas kesetiaannya itu, pada 1 Januari 1894, dia diberi gelar Panglima Perang Besar oleh Gubernur Van Teijn. Juga, nama kebesaran Teuku Johan Pahlawan. Bahkan, dia diizinkan membentuk legium pasukan sendiri yang berjumlah 250 tentara.<ref name="atjehwatch.com"/> Pembelokkan yang dilakukan Umar seperti sebuah keuntungan besar bagi Belanda untuk memudahkan misi-misi mereka di Aceh.<ref>https://acehkita.com/dua-rupa-wajah-teuku-umar/</ref>
 
== Gugur ==
[[Berkas:Gedenknaald Meulaboh.jpg|thumbjmpl|Monumen Teuku Umar di Meulaboh.]]
 
[[Februari]] [[1899]], Jenderal [[Van Heutsz]] mendapat laporan dari mata-matanya mengenai kedatangan Teuku Umar di Meulaboh, dan segera menempatkan sejumlah pasukan yang cukup kuat diperbatasandi perbatasan Meulaboh. Malam menjelang [[11 Februari]] [[1899]] Teuku Umar bersama pasukannya tiba di pinggiran kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika pasukan Van Heutsz mencegat. Posisi pasukan Umar tidak menguntungkan dan tidak mungkin mundur. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan pasukannya adalah bertempur.
Dalam pertempuran itu Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang menembus dadanya.
 
Baris 109 ⟶ 113:
== Penghargaan ==
Atas pengabdian dan perjuangan serta semangat juang rela berkorban melawan penjajah Belanda, Teuku Umar dianugerahi gelar [[Pahlawan Nasional]]. Nama Teuku Umar juga diabadikan sebagai nama [[jalan]] di sejumlah daerah di tanah air. Salah satu [[KRI|kapal perang]] [[TNI AL]] dinamakan [[KRI Teuku Umar (385)]]. Selain itu [[Universitas Teuku Umar]] di Meulaboh diberi nama berdasarkan namanya.
 
== Dalam budaya populer ==
* Dalam film ''[[Tjoet Nja' Dhien (film)|Tjoet Nja' Dhien]]'' (1988), Teuku Umar diperankan oleh [[Slamet Rahardjo]].
 
== Galeri ==
<gallery>
Collectie NMvWereldculturen, TM-1552-17, Hoofddeksel- Katoenen hoofddeksel, voor 1899.jpg|Songkok milik Teuku Umar, sebelum 1899.
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Armband van zeewortel afkomstig toebehoord aan Teuku Umar TMnr 687-5.jpg|Gelang Akarbahar milik Teuku Umar (koleksi Tropen Museum)
Collectie NMvWereldculturen, TM-674-723, Wandelstok- Ebbenhout wandelstok met zilveren handvat van wijlen Teuku Umar, voor 1899.jpg|Tongkat milik Teuku Umar, sebelum 1899.
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Laken staatsiejas toebehoord aan Teuku Umar Djohan TMnr 674-722.jpg|Jas Teuku Umar (koleksi Tropen Museum)
Collectie NMvWereldculturen, TM-2790-1, Glas- Kristallen drinkglas toebehoord aan Teuku Umar, voor 1899.jpg|Gelas milik Teuku Umar, sebelum 1899.
Berkas:Plôk_Daweuët_Teuku_Uma.jpg|Tempat tinta milik Teuku Umar
Collectie NMvWereldculturen, TM-1819-1, Glas- Kristallen wijnglas op ronde voet met inscriptie, toebehoord aan Teuku Umar, voor 1899.jpg|Gelas milik Teuku Umar, sebelum 1899.
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Armband van zeewortel afkomstig toebehoord aan Teuku Umar TMnr 687-5.jpg|Gelang Akarbahar milik Teuku Umar (koleksi Tropen Museum).
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Laken staatsiejas toebehoord aan Teuku Umar Djohan TMnr 674-722.jpg|Jas Teuku Umar (koleksi Tropen Museum)
Berkas:Plôk_Daweuët_Teuku_Uma.jpg|Tempat tinta milik Teuku Umar.
</gallery>
 
Baris 124 ⟶ 135:
 
* {{nl}} G. Kepper (1900) ''Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900'', Den Haag: M.M. Cuvee
* {{id}} Sagimun Mulus Dumadi (1983) ''Teuku Umar'', Jakarta : Bharata Karya Aksara
* {{en}} {{Cite book|last =Reid|first =Anthony|authorlink =|coauthors =|title =An Indonesian Frontier: Acehnese & Other Histories of Sumatra|publisher = Singapore University Press|year =2005|location =[[Singapore]]|pages =187–88, 336|url =|doi =|isbn =9971-69-298-8}}
* {{en}} {{cite journal |last1=Barnard |first1=Timothy P.|year=1997 |title=Local Heroes and National Consciousness: The Politics of Historiography in Riau |journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Riau in transition |volume= |issue= |pages=509–526 |publisher= |doi= |url=http://www.kitlv-journals.nl/index.php/btlv/article/view/1704/2465 |accessdate= |ref=harv}}
 
{{Pahlawan Indonesia}}{{Authority control}}
{{lifetime|1854|1899|Umar, Teuku}}
 
[[Kategori:PahlawanKelahiran nasional Indonesia1854]]
[[Kategori:Kematian 1899]]
[[Kategori:Bangsawan Aceh]]
[[Kategori:TokohKematian yang gugur dalamakibat perang]]
[[Kategori:Tokoh Aceh]]
[[Kategori:Tokoh Minangkabaudari Aceh Barat]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]