Aksara Bali: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ayu Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
M. Adiputra (bicara | kontrib) |
||
(732 revisi perantara oleh 73 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Artikel bagus}}
{{Teks Bali}}
{{short description|Abugida}}
{{Infobox Writing system
|name
|altname
|type = [[Abugida]]
|languages= [[Bahasa Bali|Bali]], [[Bahasa Sasak|Sasak]], [[bahasa
|fam1= {{hipotesis abjad aram-brahmi}}
|fam2= [[
|fam3= [[Aksara
|sisters= {{keluarga kawi}}
|time = abad ke-15 hingga sekarang
|unicode = [http://www.unicode.org/charts/PDF/U1B00.pdf U+1B00–U+1B7F]
|iso15924 = Bali
|sample
|sample_desc
}}
'''Aksara Bali'''
Aksara Bali adalah sistem tulisan [[abugida]] yang terdiri dari sekitar 18 hingga 33 aksara dasar, tergantung dari penggunaan bahasa yang bersangkutan. Seperti aksara [[Aksara Brahmi|Brahmi]] lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/ yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan aksara Bali adalah kiri ke kanan. Secara tradisional aksara ini ditulis tanpa spasi antarkata (''[[scriptio continua]]'') dengan sejumlah [[tanda baca]].
==
Akar paling tua dari aksara Bali adalah [[aksara Brahmi]] India yang berkembang menjadi [[aksara Pallawa]] di Asia Selatan dan Tenggara antara abad ke-6 hingga 8. Aksara Pallawa kemudian berkembang menjadi [[aksara Kawi]] yang digunakan sepanjang periode Hindu-Buddha Indonesia antara abad ke-8 hingga 15. Di berbagai daerah Nusantara, aksara Kawi kemudian berkembang menjadi aksara-aksara tradisional Indonesia yang salah satunya adalah aksara Bali.<ref name="holle">{{Cite Journal|title=Tabel van oud-en nieuw-Indische alphabetten|last=Holle|first=K F|journal=Bijdrage tot de palaeographie van Nederlandsch-Indie|year=1882|place=Batavia|publisher=W. Bruining|oclc=220137657|url=http://dbooks.bodleian.ox.ac.uk/books/PDFs/590496015.pdf|page=xi, 9-35}}</ref>
== Media ==
{{multiple image
| align = left
| direction = vertical
| width = 250
| footer =
| image1 = Borassus flabellifer fruit on the tree.JPG
| image2 = Sample empty balinese lontar.jpg
| image3 = Sample written balinese lontar.jpg
| image4 = COLLECTIE TROPENMUSEUM Geschrift op lontarblad TMnr 1534-8a.jpg
| caption1 = Daun [[siwalan|palem tal]] (''Borassus flabellifer'')
| caption2 = ''Pĕpĕsan'', lembar daun tal yang telah diolah dan siap ditulisi
| caption3 = ''Lĕmpir'', lembar ''pĕpĕsan'' yang telah ditulisi
| caption4 = Kumpulan ''lĕmpir'' yang telah disatukan dengan tali dan diapit dengan sampul kayu ''cakĕpan''
}}
{{main|Lontar}}
Aksara Bali kebanyakan ditemukan dalam media [[lontar]], yakni daun palem yang telah diolah sedemikian rupa hingga dapat ditulisi. Media ini telah digunakan di Indonesia sejak periode Hindu-Buddha dan memiliki rekam jejak penggunaan yang panjang di seantero Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di Bali, palem yang digunakan sebagai bahan dasar lontar adalah [[siwalan|palem tal]] (''Borassus flabellifer'', disebut juga palem siwalan). Hanya palem dari tempat-tempat tertentu yang daunnya layak dipakai sebagai media tulis, dan di Bali palem yang dianggap paling baik berasal dari daerah kering di utara kabupaten [[Karangasem]], di sekitar [[Culik]], [[Kubu, Karangasem|Kubu]], dan [[Tianyar, Kubu, Karangasem|Tianyar]]. Daun palem dipetik pada bulan-bulan tertentu ketika daun palem sudah cukup berkembang namun belum menjadi terlalu tua, umumnya sekitar bulan Maret–April atau September–Oktober.{{sfn|Hinzler|1993|pp=443-444}} Daun yang telah dipetik kemudian dibelah dan dijemur, proses ini membuat warna daun yang semula hijau menjadi kekuningan. Setelah itu, daun direndam di dalam air selama beberapa hari, digosok, kemudian dijemur kembali. Setelah pengeringan kedua, lidi tiap daun dibuang. Daun kering kemudian direbus dalam campuran herbal yang bertujuan untuk mengeraskan dan memperkuat lontar. Setelah direbus selama kurang lebih 8 jam, daun diangkat, kemudian dijemur kembali namun dibasahi secara berkala. Berikutnya, daun ditekan dengan alat penjepit yang disebut ''pamlagbagan'' atau ''pamĕpĕsan'' agar permukaannya mulus dan rata. Daun ditekan selama kurang lebih 15 hari, tetapi dikeluarkan secara berkala untuk digosok dan dibersihkan. Setelah dianggap cukup mulus, daun dipotong sesuai ukuran pesanan, dilubangi, dan diberi garis bantu; lembar lontar kini siap ditulisi.{{sfn|Hinzler|1993|pp=447-448}}
Lembar lontar yang siap ditulisi, disebut sebagai ''pĕpĕsan'', memiliki bentuk persegi panjang dengan lebar sekitar 2,8 hingga 4 cm dan panjang yang bervariasi antara 20 hingga 80 cm. Tiap lembar hanya dapat memuat beberapa baris tulisan, umumnya sekitar empat baris, yang digurat dalam posisi horizontal dengan pisau kecil yang disebut ''pangropak'' atau ''pangutik''. Teknik pengguratan lontar cenderung menghasilkan bentuk yang banyak melengkung dan membulat,{{sfn|Hinzler|1993|pp=461}} hal inilah yang menjadi cikal bakal bentuk aksara Bali. Lembar yang telah ditulisi disebut sebagai ''lĕmpir''.{{sfn|Hinzler|1993|pp=447-448}} Setelah selesai ditulis, guratan aksara pada ''lĕmpir'' dihitamkan dengan cara diseka campuran jelaga serta minyak [[kemiri]] yang akan masuk ke sela-sela guratan dan membuat aksara menjadi lebih jelas terlihat. Setelah selesai dihitamkan, ''lĕmpir'' dibersihkan dan diusap dengan campuran herbal seperti minyak [[sereh]] yang bertujuan untuk mencegah kerusakan akibat cuaca atau serangga. Pengusapan ini perlu dilakukan secara berkala agar ''lĕmpir'' tetap awet. Kumpulan ''lĕmpir'' yang telah ditulisi kemudian disatukan dengan tali yang kedua ujungnya dapat diapit dengan sampul kayu bernama ''cakĕpan''. Jika tidak diapit dengan ''cakĕpan'', lontar dapat disimpan dalam kantong kain (''ulĕs''), tabung bambu (''bungbung''), atau kotak kayu bernama ''kropak'' untuk naskah-naskah yang dianggap sangat penting.{{sfn|Hinzler|1993|pp=450-451}}{{sfn|Hinzler|1993|pp=455-457}}
Pada abad ke-13, [[kertas]] mulai diperkenalkan di Nusantara, hal ini berkaitan dengan penyebaran agama Islam yang tradisi tulisnya didukung oleh penggunaan kertas dan format buku [[kodeks]]. Namun, dibanding daerah lainnya di Nusantara, kertas relatif sulit didapat di Bali sehingga lontar terus dipertahankan sebagai media tulis utama masyarakat Bali selama berabad-abad ke depannya. Ketersediaan kertas di Bali perlahan-lahan meningkat semenjak [[Perang Bali I|intervensi Belanda]] yang bermula sejak tahun 1846, kemudian meningkat secara signifikan setelah Belanda menaklukkan wilayah Bali selatan antara tahun [[Intervensi Belanda di Bali (1906)|1906]] dan [[Intervensi Belanda di Bali (1908)|1908]], sehingga kertas baru menjadi media tulis yang lumrah di Bali pada awal abad ke-20 meski lontar terus dibuat dan digunakan untuk banyak teks.{{sfn|Rubinstein|1996|pp=151-153}}
==
{| class="wikitable" style="margin:0 auto;" align="center" colspan="2" cellpadding="3" style="font-size: 80%; width: 100%;"
|-
|state = {{{1<includeonly>|collapsed</includeonly>}}} align=center colspan=2 style="background:#D3D3D3; font-size: 100%;"| '''Penggunaan Aksara Bali'''
|-
|align=center; colspan=2|
<gallery mode="packed" heights="250px">
File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Astronomische gegevens tot regeling van het landbouwjaar in het Balinees op vijf vellen lontarblad TMnr 274-3.jpg|Lontar yang berisi catatan pengamatan astronomis untuk menentukan agenda bertani, koleksi Tropenmuseum
Berkas:Kakawin ramayana Or 14022 f2-4.jpg|Cuplikan ''[[Kakawin Ramayana|Kakawin Rāmāyaṇa]]'' yang disalin tahun 1975, koleksi British Library
File:Kakawin nagarakrtagama brandes spread.jpg|Versi cetak ''[[Kakawin Nagarakretagama|Kakawin Nāgarakṛtāgama]]'' yang disusun oleh [[Jan Laurens Andries Brandes|J Brandes]] dan dicetak tahun 1902
</gallery>
|}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een groep mannen leest (en beschrijft) een lontarhandschrift in een ruimte naast de poort van een tempel op Bali TMnr 60048984.jpg|ka|300px|jmpl|Perkumpulan membaca lontar (''sĕkaha mabasan'') di Bali antara tahun 1910 hingga 1920]]
Dalam masyarakat Bali dan Lombok pra-kemerdekaan, aksara Bali aktif digunakan dalam berbagai lapisan masyarakat untuk menuliskan sastra dengan cakupan yang luas dan beragam. Kebanyakan teks sastra disusun dalam bentuk [[tembang]] yang dirancang untuk dilantukan, sehingga teks tidak hanya dinilai dari isi dan susunannya, tetapi juga dari irama dan nada pelantunan. Sastra Bali juga digubah menggunakan sejumlah bahasa; Sastra umum digubah dengan [[bahasa Bali]] halus yang menggunakan banyak kosakata Kawi, sementara sastra klasik dengan derajat yang tinggi, semisal ''[[kakawin]]'', digubah sepenuhnya dengan [[bahasa Kawi]] dan [[Sanskerta]]. Dalam perkembangannya, berkembang pula genre sastra seperti ''[[geguritan|gĕguritan]]'' yang dapat digubah menggunakan bahasa Bali sehari-hari dan bahkan bahasa [[Bahasa Melayu|Melayu]].{{sfn|Rubenstein|1996|pp=138}}<ref name="creese">{{cite journal|url=http://lib.perdana.org.my/PLF/PLF2/Digital_Content/PLF/000013/OCRed/1006722.pdf|last=Creese|first=Helen|date=August, 2007|title=Curious Modernities: Early Twentieth-Century Balinese Textual Explorations|journal=The Journal of Asian Studies|volume=66|issue=3|page=729}}{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>{{efn|Sebagai ''[[lingua franca]]'' di Nusantara, banyak kalangan ningrat Bali pra-kemerdekaan yang fasih berbahasa Melayu untuk keperluan surat-menyurat dan diplomasi. Tidak jarang ditemukan karya sastra Bali dengan sejumlah kata serapan Melayu, dan beberapa karya bahkan digubah sepenuhnya dengan bahasa Melayu, salah satunya adalah [https://palmleaf.org/wiki/geguritan-nengah-jimbaran ''Gĕguritan Nĕngah Jimbaran''] yang ditulis di awal abad ke-20 oleh Raja Badung VII, [[I Gusti Ngurah Made Agung]] (1876–1906).<ref name="creese"/>}} Selain itu, sastra Sasak di Lombok juga banyak digubah menggunakan [[bahasa Jawa]] halus, dan beberapa digubah dengan [[bahasa Sasak]].{{sfn|Meij|1996|pp=155-156}}{{sfn|Austin|2010|pp=36}} Karena banyak karya sastra memiliki bahasa halus yang arkais, teks umum dibaca bersama-sama dengan cara yang umum dikenal sebagai ''pĕsantian'' di Bali dan ''pĕpaosan'' di Lombok. Dalam cara ini, suatu teks dibaca berganti-gantian oleh dua orang pembaca: pembaca pertama melantunkan cuplikan teks dengan nada dan irama yang sesuai tembang, sementara pembaca kedua memberikan terjemahan dan [[parafrase]] yang dapat menjelaskan maksud cuplikan teks tersebut kepada para hadirin. Pembaca yang terampil sering kali diundang untuk membacakan cuplikan lontar dengan tema yang sesuai acara untuk meningkatkan kekhidmatan upacara. Semisal di Bali, upacara pernikahan dapat dilengkapi dengan pembacaan adegan pernikahan [[Arjuna]] dari ''[[Arjunawiwaha|Kakawin Arjunawiwāha]]''.{{sfn|Rubenstein|1996|pp=147}} Sementara itu di Lombok, upacara potong rambut bayi (''ngurisan'') dapat dilengkapi dengan pembacaan adegan pemotongan rambut [[Nabi Muhammad]] dari ''Aparas Nabi''.{{sfn|Meij|1996|pp=158}}<ref>{{cite journal|url=https://www.academia.edu/7007252/Nabi_Aparas._The_Shaving_of_the_Prophet_Muhammads_Hair._A_facsimile_edition_of_a_Javanese_manuscript_from_Lombok_MS_M.53_in_the_private_collection_of_Dick_van_der_Meij|title=Nabi Aparas. The Shaving of the Prophet Muhammad's Hair. A facsimile edition of a Javanese manuscript from Lombok MS M.53 in the private collection of Dick van der Meij|first=Dick van der|last=Meij|journal=Manuscripta Indonesica volume 6|isbn=9073006082|issn=0929-6484|year=1996|publisher=Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS)|access-date=2020-05-22|archive-date=2020-07-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20200703212548/https://www.academia.edu/7007252/Nabi_Aparas._The_Shaving_of_the_Prophet_Muhammads_Hair._A_facsimile_edition_of_a_Javanese_manuscript_from_Lombok_MS_M.53_in_the_private_collection_of_Dick_van_der_Meij|dead-url=yes}}</ref> Pada tingkat dusun, kegiatan ini diwadahi oleh perkumpulan yang bertemu secara berkala untuk membahas (''mabasan'') isi lontar dan berlatih ''pĕsantian/pĕpaosan''. Kegiatan ini terdokumentasi telah dilakukan di kalangan ningrat dan pendeta sejak abad ke-19, tetapi kemudian menyebar ke masyarakat umum pada awal abad ke-20.{{sfn|Rubenstein|1996|pp=144-147}}
Selain sastra, aksara Bali juga lumrah digunakan dalam surat dan catatan untuk berbagai kegiatan sehari-hari, dari agenda bertani hingga bukti pembayaran pajak. Sejumlah desa di Bali bahkan memiliki sistem administrasi tradisional yang menuliskan berbagai perihal desa, seperti aturan (''awig-awig''), organisasi masyarakat (''sĕkaha''), dan koordinasi [[subak]], dalam catatan lontar yang dipertanggung-jawabkan oleh seorang sekretaris (''panyarikan''). Kebanyakan catatan ini ditulis dalam bahasa sehari-hari, tetapi tidak jarang ditemukan catatan dengan banyak campuran kata-kata Kawi atau bahkan sepenuhnya menggunakan bahasa Kawi, terutama untuk urusan resmi yang melibatkan kaum ningrat.{{sfn|Rubenstein|1996|pp=40}}{{sfn|Hinzler|1993|pp=456}}
Bersamaan dengan meningkatnya ketersediaan kertas di Bali pada awal abad ke-20, berkembang pula teknologi cetak aksara Bali yang diprakarsai oleh pemerintahan [[Hindia Belanda]]. Fon aksara Bali cetak pertama dikembangkan oleh [[Percetakan Negara Republik Indonesia|Landsdrukkerij]] atau Percetakan Negeri di [[Batavia]] untuk kamus Kawi-Bali-Belanda karya [[Herman Neubronner van der Tuuk]] yang dicetak pada tahun 1897. Semenjak itu materi cetak beraksara Bali dihasilkan oleh sejumlah penerbit, utamanya buku-buku pelajaran yang digunakan di sekolah rakyat dan sastra Kawi yang digarap oleh akademisi.{{sfn|Hinzler|1993|pp=458}}{{sfn|Rubinstein|1996|pp=151-153}} Fon cetak ini masih disimpan oleh Percetakan Bali yang dimiliki oleh Pemerintahan Daerah Tingkat I Bali, tetapi percetakan massal aksara Bali kini mengandalkan fon komputer yang pembuatannya diprakarsai oleh I Made Suatjana pada 1980-an.{{sfn|Suasta|1996|pp=56-59}}<ref>{{Cite news|url=https://bali.tribunnews.com/2019/03/02/kisah-suatjana-mendigitalisasi-aksara-bali-raih-penghargaanbali-kerthi-nugraha-mahottama-2019|publisher=BALI.TRIBUNNEWS.com|access-date=17 Mei 2020|title=Kisah Suatjana Mendigitalisasi Aksara Bali, Raih Penghargaan Bali Kerthi Nugraha Mahottama 2019|date=2 Maret 2019|first=Wema Satya|last=Dinata|editor1-first=Irma |editor1-last=Budiarti|language=id|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]}}</ref>
=== Penggunaan kontemporer ===
Hingga kini, lontar beraksara Bali masih dihasilkan dan digunakan untuk sejumlah fungsi dalam kehidupan masyarakat Bali kontemporer. Aksara Bali dan praktek menulis pada lontar masih diajarkan sebagai bagian dari muatan lokal di sekolah-sekolah Bali dan Lombok, dan sejumlah juru tulis masih aktif menerima pesanan untuk membuat dan menyalin ulang lontar. Tiap banjar di Bali umumnya memiliki kelompok ''pĕsantian'' yang diundang untuk membacakan lontar di sejumlah acara dan saling berlomba antara satu sama lainnya dalam kompetisi hingga tingkat provinsi.<ref name="sudewa">{{cite journal|url=https://www.unicode.org/L2/L2003/03118-balinese.pdf|title=Contemporary Use of The Balinese Script |first=Ida Bagus Adi|last=Sudewa|date=2003-03-02|journal=ISO/IEC JTC1/SC2/WG2|issue=L2/03-118|page=6-9}}</ref>{{sfn|Rubenstein|1996|pp=144-147}} Meski begitu, berkurangnya penggunaan sehari-hari aksara Bali (misal untuk catatan biasa) serta konotasi keramat lontar dalam berbagai upacara membuat sebagian masyarakat Bali segan-segan dengan lontar. Sebagian masyarakat Bali kontemporer menganggap bahwa semua lontar memiliki sifat ''tĕngĕt'', semacam potensi kekuatan angker, sehingga sebaiknya tidak dipegang orang awam. Hal ini disayangkan sejumlah penulis karena sikap ini cenderung malah menghalang-halangi masyarakat untuk mempelajari isi dan merawat fisik lontar warisan masing-masing.<ref name="fox">{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=DKlaDwAAQBAJ&dq=More+Than+Words:+Transforming+Script,+Agency,+and+Collective+Life+in+Bali&source=gbs_navlinks_s|title=More Than Words: Transforming Script, Agency, and Collective Life in Bali|last=Fox|first=Richard|isbn=9781501725364|publisher=Cornell University Press|year=2018|page=40-42}}</ref>{{efn|Dalam wacana mengenai tradisi naskah Lontar Bali yang diterbitkan oleh koran [[Bali Orti]], edisi Radite Kliwon, 21 April 2013, terbit pula artikel pendamping ''Nentĕn Mĕsti sĕtata Katĕngĕtang'' ("Tidak Mesti Dipandang sebagai ''Katĕngĕtang''"). Isi artikel tersebut menanggapi reputasi lontar sebagai ''tĕngĕt'' yang sebaiknya tidak dipegang orang awam. Sang penulis artikel menyayangkan reputasi ini, dan mendorong masyarakat untuk tidak takut membaca lontar karena dalam kenyataannya lontar memiliki berbagai macam isi dan topik pembahasan.<ref name="fox"/>}} Hingga 2019, Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali masih melaporkan "kekangan mitos ''tĕngĕt''" pada sejumlah pemilik lontar yang enggan membuka lontar miliknya untuk dirawat, meski isinya tidak diketahui dan kondisinya dimakan rayap. Namun begitu pada tahun yang sama, Penyuluh juga melaporkan tumbuhnya kesadaran untuk merawat lontar dilihat dari semakin banyaknya warga yang meminta kunjungan para penyuluh untuk merawat koleksi lontar di rumah masing-masing.<ref>{{Cite web|url=https://www.nusabali.com/berita/56107/perawatan-lontar-terhadang-mitos-lontar-tenget|title=Perawatan Lontar Terhadang Mitos Lontar Tenget||last=nv|publisher=Nusa Bali|date=21 Juli 2019|access-date=12 Desember 2020}}</ref>
Sebagai upaya melestarikan dan melumrahkan penggunaan aksara Bali dalam ranah publik, Pemerintahan Provinsi Bali melalui Peraturan Gubernur no. 80 tahun 2018 mewajibkan sekolah, pura, lembaga pemerintahan, dan fasilitas-fasilitas umum untuk menggunakan aksara Bali dalam penulisan plang nama masing-masing.<ref>
[https://jdih.baliprov.go.id/uploads/produk-hukum/peraturan/2018/PERGUB/PERGUB_NOMOR_80_TAHUN_2018.pdf Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018]. Bab IV Pasal 6. hlm. 4. Diundangkan tanggal 26 September 2018.</ref> Selain itu, bulan Februari juga dinyatakan sebagai sebagai Bulan Bahasa Bali yang akan diisi oleh berbagai acara dan perlombaan bertema pelestarian sastra, bahasa, dan aksara Bali, salah satunya misal dengan perlombaan menulis aksara Bali.<ref>[https://jdih.baliprov.go.id/uploads/produk-hukum/peraturan/2018/PERGUB/PERGUB_NOMOR_80_TAHUN_2018.pdf Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018]. Bab V Pasal 7-8. hlm. 5. Diundangkan tanggal 26 September 2018.</ref><ref>{{Cite web|url=https://balitribune.co.id/content/lomba-nyurat-aksara-bali-dibanjiri-ratusan-siswa-di-denpasar|title=Lomba "Nyurat" Aksara Bali Dibanjiri Ratusan Siswa di Denpasar|date=23 Februari 2018 |publisher=Bali Tribune|access-date=6 April 2020|first=I Wayan|last=Sudarsana}}</ref> Meskipun begitu, hingga 2020 masih banyak tempat usaha yang belum menerapkan penggunaan aksara Bali,<ref>{{Cite web|url=https://balitribune.co.id/content/banyak-pengusaha-belum-tahu-peraturan-papan-nama-beraksara-bali-0|title=Banyak Pengusaha Belum Tahu Peraturan Papan Nama Beraksara Bali|first=Putu Agus|last=Mahendra|publisher=Bali Tribune|date=24 Januari 2020|access-date=17 April 2020}}</ref> dan tidak jarang pula ditemui papan nama dengan penulisan aksara Bali yang memiliki sejumlah kesalahan.<ref>{{Cite web|url=https://balitribune.co.id/content/aksara-bali-di-papan-nama-kantor-banyak-keliru|title=Aksara Bali di Papan Nama Kantor Banyak Keliru|date=9 Oktober 2018|publisher=Bali Tribune|access-date=6 April 2020|first=Ketut|last=Sugiana}}</ref> Salah satu yang menerima cukup banyak sorotan adalah kesalahan penulisan aksara Bali di terminal domestik [[Bandara Ngurah Rai]].<ref>{{Cite news|url=https://bali.tribunnews.com/2018/10/12/dosen-unud-ungkap-kesalahan-aksara-bali-di-bandara-ngurah-rai-koster-segera-lakukan-perbaikan|title=Dosen Unud Ungkap Kesalahan Aksara Bali di Bandara Ngurah Rai, Koster Segera Lakukan Perbaikan|first=AA Seri |last=Kusniarti|editor1-first=Ady |editor1-last=Sucipto|date=12 Oktober 2018|publisher=Tribun-Bali|access-date=17 Mei 2020|language=id|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]}}</ref> Beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya kesalahan di antaranya adalah keengganan tempat usaha untuk berkonsultasi pada instansi dengan kompetensi memadai, serta ketergantungan pada program komputer yang tidak diimbangi dengan kemampuan baca tulis alami sehingga pengguna sering kali tidak sadar atau tidak mampu memperbaiki galat dan langsung mencetak apa yang tertera di layar. Akan tetapi, upaya ini tetap diapresiasi oleh banyak pihak dan diharapkan dapat menjadi batu pijakan untuk meningkatkan kualitas penerapan aksara Bali ke depannya.<ref>{{Cite news|url=https://bali.tribunnews.com/2019/06/08/masih-banyak-kesalahan-tulis-aksara-bali-kasihan-jika-cetaknya-di-batu-granit-yang-mahal|title=Masih Banyak Kesalahan Tulis Aksara Bali, Kasihan Jika Cetaknya di Batu Granit yang Mahal|first=I Wayan Eri|last=Gunarta|editor1-first=Widyartha |editor1-last=Suryawan|publisher=Tribun-Bali|access-date=17 Mei 2020|date=8 Juni 2019|language=id|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]}}</ref>
== Bentuk ==
=== Aksara ===
''Aksara'' merupakan huruf dasar yang merepresentasikan satu suku kata. Aksara Bali memiliki sekitar 45 aksara dasar, tetapi tidak semuanya digunakan dengan setara. Dalam perkembangannya, terdapat aksara yang tidak lagi dibedakan secara fonetis dan hanya digunakan untuk ejaan etimologis dalam konteks tertentu sehingga huruf-huruf dalam aksara Bali dikelompokkan ke dalam beberapa jenis berdasarkan fungsi dan penggunaannya.
==== ''Wyañjana'' ====
''Aksara wyañjana'' ({{script/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬯ᭄ᬬᬜ᭄ᬚᬦ}}) adalah aksara konsonan dengan vokal inheren /a/. Sebagai salah satu aksara turunan [[aksara Brahmi|Brahmi]], aksara Bali memiliki 33 aksara ''wyañjana'' untuk menuliskan 33 bunyi konsonan yang digunakan dalam bahasa [[Sanskerta]] dan [[bahasa Kawi|Kawi]]. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=1}}{{sfn|Suasta|1996|pp=10-12}}
{| class="wikitable" style="width:60%;"
|+ style="text-align:center;" | ''Aksara Wyañjana'' (deret kuno)
|- style="text-align:center;"
! rowspan="3"|Tempat pelafalan<br><small>Warga</small>
! colspan="5"|Pancawalimukha
! rowspan="3" "|[[Semivokal]]<br><small>Ardhaswara</small>
! rowspan="3" "|[[Sibilan]]<br><small>Ūṣma</small>
! rowspan="3"|[[Konsonan celah suara|Celah]]<br><small>Wisarga</small>
|-
! colspan=2|[[Bantuan:Pengucapan#Penyuaraan|Nirsuara]]
! colspan=2|[[Bantuan:Pengucapan#Penyuaraan|Bersuara]]
! rowspan=2|[[Konsonan nasal|Sengau]]<br><small>Anunāsika</small>
|-
! Tidak [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]<br><small>Alpaprāṇa</small>
! [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]<br><small>Mahāprāṇa</small>
! Tidak [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]<br><small>Alpaprāṇa</small>
! [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]<br><small>Mahāprāṇa</small>
|-
! style="text-align:center; "| [[Konsonan langit-langit belakang|Velar]]<br><small>Kaṇṭya</small>
| style="text-align
| style="text-align
| style="text-align
| style="text-align
| style="text-align
!
!
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Bali Ha.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬳ}}<hr>ha/a{{ref label|ha|3}}
|-
! style="text-align:center;"|[[Konsonan langit-langit|Palatal]]<br><small>Tālawya</small>
| style="text-align
| style="text-align
| style="text-align
| style="text-align
|
| style="text-align
|
!
|-
! align=center|[[Konsonan tarik-belakang|Retrofleks]]<br><small>Mūrdhanya</small>
| align=center
| align=center
| align=center
| align=center
| align=center
| align=center
| align=center
!
|-
! style="text-align:center;"|[[Konsonan gigi|Dental]]<br><small>Dantya</small>
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Ta.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬢ}}<hr>ta
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Ta tawa.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬣ}}<hr>tha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Da.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬤ}}<hr>da
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Dha.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬥ}}<hr>dha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Na.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬦ}}<hr>na
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali La.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬮ}}<hr>la
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Sa.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬲ}}<hr>sa
!
|-
! align=center|[[Konsonan bibir|Labial]]<br><small>Oṣṭya</small>
| align=center| [[Berkas:Bali Pa.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬧ}}<hr>pa
| align=center| [[Berkas:Bali 8, Pha.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬨ}}<hr>pha
| align=center| [[Berkas:Bali Ba.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬩ}}<hr>ba
| align=center| [[Berkas:Bali Ba kembang1.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬪ}}<hr>bha
| align=center| [[Berkas:Bali Ma.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬫ}}<hr>ma
| align=center| [[Berkas:Bali Wa.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬯ}}<hr>wa
!
!
|-
| colspan="11" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|nga|1}} /ŋa/ sebagaimana nga dalam kata "mengalah"
:{{note|nya|2}} /ɲa/ sebagaimana nya dalam kata "menyanyi"
:{{note|ha|3}} berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ dalam bahasa Kawi
Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Bali modern:
:{{note|nya|4}} /ʈa/ sebagaimana tha dalam kata bahasa Jawa "kathah"
:{{note|nya|5}} /ɖa/ sebagaimana dha dalam kata bahasa Jawa "padha"
:{{note|sya|6}} /ɕa/ mendekati pengucapan sya dalam kata "syarat"
</small>
|-
|}
Dalam perkembangannya, bahasa Bali modern tidak lagi membedakan pelafalan seluruh aksara dalam deret Sanskerta-Kawi sehingga aksara Bali modern hanya menggunakan 18 bunyi konsonan dan 18 aksara dasar yang kemudian disebut sebagai ''aksara wrĕṣāstra'' ({{script/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬯᬺᬱᬵᬲ᭄ᬢ᭄ᬭ}}). Aksara yang tersisa digunakan untuk mengeja kata serapan Sanskreta-Kawi dan disebut sebagai ''aksara śwalalita'' ({{script/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬰ᭄ᬯᬮᬮᬶᬢ}}). Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Suasta|1996|pp=10-12}}
{| class="wikitable"style="width:90%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara Wyañjana'' (deret modern)
|-style="text-align:center;"
!
! ha/a{{ref label|1|1}}
! na
! ca
! ra
! ka
! colspan="3" |da
! colspan="3" |ta
! colspan="2" |sa
! wa
! la
! ma
! ga
! ba
! nga
! pa
! ja
! ya
! nya
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:5%; text-align:center;" rowspan=2|Wrĕṣāstra
| align="center" |[[Berkas:Bali Ha.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬳ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Na.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬦ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ca.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬘ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ra.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬭ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ka.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬓ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Bali Da.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬤ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Bali Ta.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬢ}}
| colspan="2"align="center" |[[Berkas:Bali Sa.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬲ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Wa.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬯ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali La.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬮ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ma.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬫ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ga.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬕ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ba.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬩ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Nga.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬗ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Pa.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬧ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ja.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬚ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ya.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬬ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Nya.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬜ}}
|- align="center"
!
| <small>na kojong</small>
| <small>ca murca</small>
!
!
! colspan=3|
! colspan=3|
| colspan=2| <small>sa danti</small>
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:5%; text-align:center;" rowspan=2|Śwalalita
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Na rambat.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬡ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ca laca.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬙ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Ka mahaprana.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬔ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Dha.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬥ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali_Da_madu_murdhanya.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬟ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Da murda mahaprana.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬠ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta tawa.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬣ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta latik.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬝ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta latik mahaprana.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬞ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Sa saga.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬰ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Sa sapa.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬱ}}
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Ga gora.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬖ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ba kembang1.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬪ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali 8, Pha.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬨ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Jha.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬛ}}
!
!
|- align="center"
!
| <small>na rambat</small>
| <small>ca laca</small>
!
| <small>ka ma.{{ref label|2|2}}</small>
| <small>da madu</small>
| <small>da murda</small>
| <small>da murda ma.{{ref label|2|2}}</small>
| <small>ta tawa</small>
| <small>ta latik</small>
| <small>ta latik ma.{{ref label|2|2}}</small>
| <small>sa saga</small>
| <small>sa sapa</small>
!
!
!
| <small>ga gora</small>
| <small>ba kembang</small>
!
| <small>pa kapal</small>
| <small>ja jera</small>
!
!
|-
| colspan="24" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|1|1}} berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ tergantung kata yang bersangkutan
:{{note|2|2}} mahaprana
</small>
|}
Meski pelafalannya tidak lagi dibedakan, ''śwalalita'' tetap lumrah digunakan dalam berbagai kata karena tata tulis Bali mempertahankan banyak aspek dari ejaan Sanskerta-Kawi. Sebagai contoh, kata ''desa'' tidak ditulis menggunakan aksara ''wrĕṣāstra sa danti'' {{script/Bali|ᬤᬾᬲ}}. Dalam tata tulis Bali kontemporer, ejaan tersebut dianggap sebagai ejaan kasar atau kurang tepat, karena ''desa'' merupakan kosakata serapan Sanskerta yang seharusnya dieja sesuai pengucapan Sanskerta aslinya: ''deśa'' {{script/Bali|ᬤᬾᬰ}}, menggunakan aksara ''śwalalita sa saga'' {{script/Bali|ᬰ}} alih-alih ''sa danti'' {{script/Bali|ᬲ}}. Bahasa Bali tidak membedakan pelafalan antara ''sa saga'' dan ''sa danti'', tetapi ejaan asli yang menggunakan ''sa saga'' tetap dipertahankan dalam penulisan. Pengejaan berdasarkan akar kata (alih-alih pelafalan kontemporer) ini dikenal sebagai ''pasang pagĕh'', yang salah satu fungsinya adalah untuk membedakan sejumlah [[homofon|kata yang kini bunyinya sama]], misal antara ''pada'' ({{script/Bali|ᬧᬤ}}, tanah/bumi), ''pāda'' ({{script/Bali|ᬧᬵᬤ}}, kaki), dan ''padha'' ({{script/Bali|ᬧᬥ}}, sama), serta antara ''asta'' ({{script/Bali|ᬳᬲ᭄ᬢ}}, adalah), ''astha'' ({{script/Bali|ᬳᬲ᭄ᬣ}}, tulang), dan ''aṣṭa'' ({{script/Bali|ᬅᬱ᭄ᬝ}}, delapan).{{sfn|Medra|1994|pp=44}}{{sfn|Tinggen|1993|pp=7}}{{sfn|Sutjaja|2006|pp=735-739}}
====
''Aksara swara'' ({{script/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬲ᭄ᬯᬭ}}) adalah aksara yang digunakan untuk suku kata yang tidak memiliki konsonan di awal, atau dalam kata lain suku kata yang hanya terdiri vokal. Aksara Bali memiliki 14 aksara vokal yang diwarisi dari tradisi tulis Sanskerta. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=2}}
{| class="
|+ style="text-align:center;" | ''Aksara Swara''
|- style="text-align:center;"
!Tempat pelafalan<br><small>Warga</small>
! [[Konsonan langit-langit belakang|Velar]]<br><small>Kaṇṭya</small>
! [[Konsonan langit-langit|Palatal]]<br><small>Tālawya</small>
! [[Konsonan bibir|Labial]]<br><small>Oṣṭya</small>
! [[Konsonan tarik-belakang|Retrofleks]]<br><small>Mūrdhanya</small>
! [[Konsonan gigi|Dental]]<br><small>Dantya</small>
! Velar-Palatal<br><small>Kaṇṭya-Tālawya</small>
! Velar-Labial<br><small>Kaṇṭya-Oṣṭya</small>
|-
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali_vowel_A_kara.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬅ}}<hr>a{{ref label|8|8}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel I kara.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬇ}}<hr>i
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel U kara.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬉ}}<hr>u
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel Ra repa.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬋ}}<hr>ṛ/rĕ{{ref label|re|1}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali 2-vowel La lenga.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬍ}}<hr>ḷ/lĕ{{ref label|le|2}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali_6-vowel_E_kara.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬏ}}<hr>e{{ref label|e|3}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali 3-vowel O.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬑ}}<hr>o
|-
! style="text-align:center;"| Panjang<br><small>Dīrgha</small>
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel A kara-tedung.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬆ}}<hr>ā
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel I kara-tedung.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬈ}}<hr>ī
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel U kara-tedung.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬊ}}<hr>ū
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel Ra repa-tedung.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬌ}}<hr>ṝ/rö{{ref label|reu|4}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel La lenga-tedung.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬎ}}<hr>ḹ/lö{{ref label|leu|5}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel Airsanya.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬐ}}<hr>ai{{ref label|ai|6}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel O kara-tedung.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|ᬒ}}<hr>au{{ref label|au|7}}
|-
| colspan="11" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|re|1}} ra rĕpa, /rə/ sebagaimana re dalam kata "remah"
:{{note|le|2}} la lĕnga, /lə/ sebagaimana le dalam kata "lemah"
:{{note|e|3}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Bali modern:
: {{note|reu|4}} ra rĕpa tĕdung, dalam bahasa Sanskerta sebenarnya hanya digunakan sebagai pelengkap sistem fonologi Pāṇini<ref name="woodard">{{cite book|title=The Ancient Languages of Asia and the Americas|first=Roger D|last=Woodard|url=https://books.google.co.id/books/about/The_Ancient_Languages_of_Asia_and_the_Am.html?id=UQpAuNIP4oIC&redir_esc=y|publisher=Cambridge University Press|year=2008|page=9|isbn=0521684943}}</ref>
:{{note|leu|5}} la lĕnga tĕdung, dalam bahasa Sanskerta sebenarnya hanya digunakan sebagai pelengkap sistem fonologi Pāṇini<ref name="woodard"/>
:{{note|ai|6}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
:{{note|au|7}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au kata "pantau"
:{{note|8|8}} dalam penulisan bahasa Sasak dan Melayu digunakan pula untuk [[konsonan letup celah-suara|hentian glottal]] apabila dilekatkan dengan diakritik ''adĕg-adĕg''
</small>
|}
Sebagaimana aksara ''wyañjana'', bahasa Bali modern tidak lagi membedakan pelafalan semua aksara ''swara'' dan hanya aksara untuk vokal pendek yang bersifat fonemis. Aksara vokal panjang digunakan untuk pengejaan kata serapan Sanskerta-Kawi namun dilafalkan sebagaimana padanan pendek masing-masing aksara.{{sfn|Tinggen|1993|pp=7}}
''Ra rĕpa'' {{script/Bali|ᬋ}}, ''ra rĕpa tĕdung'' {{script/Bali|ᬌ}}, ''la lĕnga'' {{script/Bali|ᬍ}}, dan ''la lĕnga tĕdung'' {{script/Bali|ᬎ}} adalah [[konsonan silabis]] yang dalam bahasa Sanskerta-Kawi dianggap sebagai huruf vokal.<ref name="woodard"/>{{sfn|Poerwadarminta|1930|pp=11}} Ketika digunakan untuk bahasa selain Sanskerta, pelafalan keempat aksara ini sering kali bervariasi. Dalam perkembangan bahasa Bali modern, ''ra rĕpa'' dilafalkan /rə/ (sebagaimana re dalam kata "remah") sementara ''la lĕnga'' dilafalkan /lə/ (sebagaimana le dalam kata "lemah"). Kedua aksara ini wajib digunakan untuk mengganti tiap kombinasi ra+pepet ({{script/Bali|ᬭᭂ}} → {{script/Bali|ᬋ}}) serta la+pepet ({{script/Bali|ᬮᭂ}} → {{script/Bali|ᬍ}}) tanpa terkecuali.{{sfn|Sutjaja|2006|pp=757}}
==== ''Modre'' ====
''Aksara modre'' ({{script/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬫᭀᬤ᭄ᬭᬾ}}) adalah aksara suci yang terutama dipakai dalam bidang keagamaan untuk upacara, [[mantra]], [[jimat|rajah]], dan fungsi-fungsi keramat lainnya. Aksara tipe ini memiliki berbagai macam rupa, tetapi umumnya ditandai dengan adanya diakritik ''ulu candra'' atau ulu ''ricĕm''. Pembahasan mengenai rupa dan jenis ''modre'' dapat ditemukan pada lontar dengan judul ''krakah'' atau ''griguh''. Beberapa contohnya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Suasta|1996|pp=12-15}}<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=UsatSgAACAAJ&dq=bagus+1980&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiinu_9ybDpAhVZSX0KHSO-C2UQ6AEIWzAG|title=Aksara dalam kebudayaan Bali: suatu kajian antropologi|last=Bagus|first=I Gusti Ngurah |year=1980|publisher=Universitas Udayana|language=id|page=10|oclc=25405944}}</ref>{{sfn|Tinggen|1994}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara Modre''
|- style="text-align: center"
! colspan="2"| Aksara
! Nama
! Keterangan
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|ᬒᬁ}}
| ong
| Eka aksara
| style="text-align: left"|suku kata suci [[om|ongkara]]
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|ᬅᬁ᭞ᬅᬄ}}
| ang-ah
| Dwi aksara
| style="text-align: left"|simbol [[Kosmologi dualistik|dualis]] ''rwa bhinneda''
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|ᬅᬁ᭞ᬉᬁ᭞ᬫᬁ}}
| ang-ung-mang
| Tri aksara
| style="text-align: left"|simbol [[Trimurti]] [[Brahma]], [[Wisnu]], dan [[Siwa]]
|}
=== Diakritik ===
Diakritik (''panganggĕ'' {{script/Bali|ᬧᬗᬗ᭄ᬕᭂ}}) adalah tanda yang melekat pada aksara untuk mengubah vokal inheren aksara yang bersangkutan. Sebagaimana aksara, diakritik Bali juga dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok tergantung dari fungsi dan penggunaannya.
==== ''Swara'' ====
''Panganggĕ swara'' ({{script/Bali|ᬧᬗᬗ᭄ᬕᭂᬲ᭄ᬯᬭ}}) adalah ''panganggĕ'' yang digunakan untuk merubah vokal inheren /a/ menjadi vokal lainnya sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=2}}
{| class="wikitable" style="width:90%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Panganggĕ Swara''
|- style="text-align: center"
!colspan=8| Pendek<br><small>Hrĕṣwa</small>
!colspan=8| Panjang<br><small>Dīrgha</small>
|- style="text-align: center"
!style="width: 80px;" | -a
!style="width: 80px;" | -i
!style="width: 80px;" | -u
!style="width: 80px;" | -ṛ/-rĕ
!style="width: 80px;" | -ḷ/-lĕ
!style="width: 80px;" | -e{{ref label|1|1}}
!style="width: 80px;" | -o
!style="width: 80px;" | -ĕ{{ref label|2|2}}
! style="width: 80px;" |-ā
! style="width: 80px;" |-ī
! style="width: 80px;" |-ū
!style="width: 80px;" | -ṝ/-rö
!style="width: 80px;" | -ḹ/-lö
! style="width: 80px;" |-ai{{ref label|4|4}}
! style="width: 80px;" |-au{{ref label|5|5}}
! style="width: 80px;" |-ö{{ref label|6|6}}
|- style="text-align: center"
| -
| [[Berkas:Pangangge Ulu same height.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᬶ}}
| [[Berkas:Pangangge Suku.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᬸ}}
| [[Berkas:Pangangge_Guwung_macelek.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᬺ}}
| [[Berkas:Gantungan_La_lenga.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᬼ}}
| [[Berkas:Bali Taleng.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᬾ}}
| [[Berkas:Bali Taleng-Tedong.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᭀ}}
| [[Berkas:Pangangge_Pepet same height.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ◌ᭂ}}
| [[Berkas:Pangangge_Tedung.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ◌ᬵ}}{{ref label|3|3}}
| [[Berkas:Pangangge Ulu sari same height.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᬷ}}
| [[Berkas:Pangangge Suku ilut.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᬹ}}
| [[Berkas:Bali Guwung Macelek matedung.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᬻ}}
| [[Berkas:Gantungan La lenga-tedung.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᬽ}}
| [[Berkas:Bali Taleng-Detya.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᬿ}}
| [[Berkas:Bali Taleng-Detya-Tedong.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᭁ}}
| [[Berkas:Pangangge_Pepet-tedung same height.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᭃ}}
|-
|
| style="text-align
|
|
| style="text-align: center" |gantungan la-pĕpĕt
|
|
|
| style="text-align: center" |tĕdung
| style="text-align: center" |ulu sari
| style="text-align: center" |suku ilut
| style="text-align: center" |guwung macĕlĕk-tĕdung
| style="text-align: center" |gantungan la-pĕpĕt-tĕdung
| style="text-align: center" |taling rĕpa
| style="text-align: center" |taling rĕpa-tĕdung
| style="text-align: center" |pĕpĕt-tĕdong
|- style="text-align: center"
! ka
! ki
! ku
! kṛ/krĕ
! kḷ/klĕ
! ke
! ko
! kĕ
! kā
! kī
! kū
! kṝ/krö
! kḹ/klö
! kai
! kau
! kö
|- style="text-align: center"
|{{script/Bali| ᬓ}}
|{{script/Bali| ᬓᬶ}}
|{{script/Bali| ᬓᬸ}}
|{{script/Bali| ᬓᬺ}}
|{{script/Bali| ᬓᬼ}}
|{{script/Bali| ᬓᬾ}}
|{{script/Bali| ᬓᭀ}}
|{{script/Bali| ᬓᭂ}}
|{{script/Bali| ᬓᬵ}}
|{{script/Bali| ᬓᬷ}}
|{{script/Bali| ᬓᬹ}}
|{{script/Bali| ᬓᬻ}}
|{{script/Bali| ᬓᬽ}}
|{{script/Bali| ᬓᬿ}}
|{{script/Bali| ᬓᭁ}}
|{{script/Bali| ᬓᭃ}}
|-
| colspan="16" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|1|1}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
:{{note|2|2}} /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat", bunyi bahasa Kawi yang tidak berasal dari Sanskerta
:{{note|3|3}} diakritik ''tĕdung'' dapat ditulis [[ortographic ligature|menyambung]] dengan aksara dasar, kecuali pada aksara ba, nga, dan nya
Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Bali modern:
:{{note|4|4}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
:{{note|5|5}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au dalam kata "pantau"
:{{note|6|6}} bunyi bahasa Kawi yang tidak berasal dari Sanskerta. Pelafalan tepatnya kurang diketahui
</small>
|}
Sebagaimana aksara ''swara'', hanya ''panganggĕ'' vokal pendek yang memiliki fungsi fonetis dalam bahasa Bali kontemporer, sementara ''panganggĕ'' vokal panjang digunakan dalam penulisan bahasa Sanskerta dan Kawi.
==== ''Tĕngĕnan'' ====
''Panganggĕ tĕngĕnan'' ({{script/Bali|ᬧᬗᬗ᭄ᬕᭂᬢᭂᬗᭂᬦᬦ᭄}}) digunakan untuk menutup suatu suku kata dengan konsonan, sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=2}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Panganggĕ Tĕngĕnan''
|- style="text-align: center"
!colspan="2" style="width:80px;" | [[nasal]]{{ref label|1|1}}
!style="width:80px;" | -ng{{ref label|2|2}}
!style="width:80px;" | -r
!style="width:80px;" | -h{{ref label|2|2}}
!style="width:80px;" | pemati{{ref label|3|3}}
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Pangangge large Ulu candra1 same height.png|40px|link=]]<br> ᬁ
| [[Berkas:Pangangge large Ulu ricem2 same height.png|40px|link=]]<br> ᬀ
| [[Berkas:Pangangge Cecek same height.png|40px|link=]]<br> ᬂ
| [[Berkas:Pangangge_Surang same height.png|40px|link=]]<br> ᬃ
| [[Berkas:Pangangge Bisah.png|40px|link=]]<br> ᬄ
| [[Berkas:Pangangge Adeg-adeg.png|40px|link=]]<br> ᭄
|-
|
| style="text-align
|
|
| style="text-align: center" | bisah
|
|- style="text-align: center"
! colspan="2" style="width:80px;" |kang/kam
! kang
! kar
! kah
! k
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|ᬓᬁ}}
|{{script/Bali| ᬓᬀ}}
| {{script/Bali|ᬓᬂ}}
| {{script/Bali|ᬓᬃ}}
| {{script/Bali|ᬓᬄ}}
| {{script/Bali|ᬓ᭄}}
|-
| colspan="6" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|1|1}} digunakan untuk menuliskan aksara ''[[#Modre|modre]]'' dan kata-kata keramat{{efn|Contoh kalimat yang menggunakan diakritik ''ulu candra'' dan ''ulu ricem'' bersamaan adalah mantra pembuka lontar ''ong awighnam astu nama siddham'' {{script/Bali|ᬒᬁᬳᬯᬶᬖ᭄ᬦᬫᬵᬲ᭄ᬢᬸᬦᬫᬲᬶᬤ᭄ᬥᬀ}}.{{sfn|Rubinstein|1996|pp=149}}<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=qReBAAAAQBAJ&pg=PA190&lpg=PA190&dq=awighnamastu+ya+nama+siddham&source=bl&ots=erFsVBO7EL&sig=ACfU3U3gugjlJ8_UnIw1f1NWhQ_UUIql_A&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwi7zeDpy7DpAhVYSX0KHf6DCCcQ6AEwB3oECAkQAQ#v=onepage&q=awighnamastu%20ya%20nama%20siddham&f=false|page=189-190|title=Balinese Discourses on Music and Modernization: Village Voices and Urban Views|first=Brita Heimarck |last=Renee|isbn=1136800468|publisher=Routledge|year=2013}}</ref>}}
:{{note|2|2}} tidak digunakan untuk suku kata tertutup yang terjadi di tengah kata (lihat [[#Gantungan|gantungan]])
:{{note|3|3}} tidak digunakan untuk suku kata tertutup yang terjadi di tengah kata atau kalimat (lihat [[#Gantungan|gantungan]])
|}
==== ''Ardhaswara'' ====
''Panganggĕ ardhaswara'' ({{script/Bali|ᬧᬗᬗ᭄ᬕᭂᬳᬃᬥᬲ᭄ᬯᬭ}}) digunakan untuk menuliskan gugus konsonan [[semivokal]] dalam satu suku kata, sebagaimana berikut:{{sfn|Medra|1994|pp=8}}{{sfn|Everson|2005|pp=2}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Panganggĕ Ardhaswara''
|- style="text-align: center"
!style="width:80px;"| -rĕ
!style="width:80px;"| -y-
!style="width:80px;"| -r-
!style="width:80px;"| -l-
!style="width:80px;"| -w-
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Pangangge_Guwung_macelek.png|40px|link=]]<br> ᬺ{{script/Bali|}}
| [[Berkas:Pangangge Nania.png|40px|link=]]<br> {{script/Bali|᭄ᬬ}}
| [[Berkas:Pangangge Cakra.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᭄ᬭ}}
| [[Berkas:Bali G. La.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᭄ᬮ}}
| [[Berkas:Pangangge_Suku_kembung.png|40px|link=]]<br>{{script/Bali| ᭄ᬯ}}
|-
|
| style="text-align
|
|
| style="text-align: center" | suku kĕmbung
|- style="text-align: center"
! krĕ
! kya
! kra
! kla
! kwa
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|ᬓᬺ}}
| {{script/Bali|ᬓ᭄ᬬ}}
| {{script/Bali|ᬓ᭄ᬭ}}
| {{script/Bali|ᬓ᭄ᬮ}}
| {{script/Bali|ᬓ᭄ᬯ}}
|}
=== Gantungan ===
Vokal inheren dari tiap aksara dasar dapat dimatikan dengan penggunaan diaktrik ''adĕg-adĕg''. Akan tetapi, ''adĕg-adĕg'' normalnya tidak digunakan di tengah kata atau kalimat, sehingga untuk menuliskan suku kata tertutup di tengah kata dan kalimat, digunakanlah bentuk ''gantungan'' ({{script/Bali|ᬕᬦ᭄ᬢᬸᬗᬦ᭄}}) atau ''gempelan'' ({{script/Bali|ᬕᬾᬫ᭄ᬧᬾᬮᬦ᭄}}) yang dimiliki oleh setiap aksara dasar; ''gantungan'' melekat di bawah aksara dasar sementara ''gempelan'' melekat di samping aksara dasar. Berbeda dengan ''adĕg-adĕg'', ''gantungan/gempelan'' tidak hanya mematikan konsonan yang diiringinya tetapi juga menunjukkan konsonan selanjutnya. Sebagai contoh, aksara ''ma'' ({{script/Bali|ᬫ}}) yang diiringi bentuk ''pasangan'' dari ''pa'' ({{script/Bali|᭄ᬧ}}) menjadi ''mpa'' ({{script/Bali|ᬫ᭄ᬧ}}). Bentuknya sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=1}}
{| class="wikitable"style="width:80%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara'' + ''Gantungan/Gempelan''
|-style="text-align:center;"
! colspan="2"|
! ha/a{{ref label|1|1}}
! na
! ca
! ra
! ka
! colspan="3" |da
! colspan="3" |ta
! colspan="2" |sa
! wa
! la
! ma
! ga
! ba
! nga
! pa
! ja
! ya
! nya
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan=2 {{vert header|Wrĕṣāstra}}
! text-align:center;" |<small>A</small>
| align="center" |[[Berkas:Bali Ha.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬳ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Na.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬦ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ca.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬘ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ra.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬭ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ka.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬓ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Bali Da.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬤ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Bali Ta.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬢ}}
| colspan="2"align="center" |[[Berkas:Bali Sa.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬲ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Wa.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬯ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali La.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬮ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ma.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬫ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ga.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬕ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ba.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬩ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Nga.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬗ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Pa.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬧ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ja.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬚ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ya.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬬ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Nya.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬜ}}
|- style="length:20%; height: 4em;"
! text-align:center;" |<small>G</small>
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ha.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬳ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Na.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬦ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ca.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬘ}}
| align="center" |[[Berkas:Pangangge_Cakra.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬭ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ka.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬓ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Gantungan Da.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬤ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Gantungan Ta.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬢ}}
| colspan="2"align="center" |[[Berkas:gempelan Sa danti.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬲ}}
| align="center" |[[Berkas:Pangangge_Suku_kembung.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬯ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan La.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬮ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ma.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬫ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ga.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬕ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ba.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬩ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Nga.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬗ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Pa.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬧ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ja.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬚ}}
| align="center" |[[Berkas:Pangangge Nania.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬬ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Nya.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬜ}}
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan=2 {{vert header|Śwalalita}}
! text-align:center;" |<small>A</small>
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Na rambat.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬡ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ca laca.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬙ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Ka mahaprana.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬔ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Dha.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬥ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali_Da_madu_murdhanya.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬟ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Da murda mahaprana.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬠ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta tawa.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬣ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta latik.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬝ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta latik mahaprana.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬞ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Sa saga.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬰ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Sa sapa.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬱ}}
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Ga gora.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬖ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ba kembang1.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬪ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali 8, Pha.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬨ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Jha.png|33px]]<br>{{script/Bali|ᬛ}}
!
!
|- style="length:20%; height: 4em;"
! text-align:center;" |<small>G</small>
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Gantungan_Na_rambat.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬡ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ca laca.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬙ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ka mahaprana.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬔ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan_Da_madu.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬥ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan da madu alpaprana.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬟ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Da madu murdhanya.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬠ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan_Ta_tawa.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬣ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan_Ta_latik.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬝ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ta latik mahaprana.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬞ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Sa saga.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬰ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Sa sapa.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬱ}}
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ga gora.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬖ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ba kembang.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬪ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Pa kapal.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬨ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ja jera.png|33px]]<br>{{script/Bali|᭄ᬛ}}
!
!
|-
| colspan="25" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:'''A''' = Aksara, '''G''' = Gantungan/gempelan
: tanda titik tiga (...}}) pada karakter bukanlah bagian dari ''gantungan/gempelan'', tetapi mengindikasikan posisi aksara yang diiringinya
:{{note|1|1}} berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ tergantung kata yang bersangkutan
</small>
|}
Contoh pemakaian ''gantungan'' dapat dilihat sebagaimana berikut:
{| class="wikitable" summary="reordering"
|-
! colspan=10 scope="col" | komponen
! scope="col" | penulisan
|- align="center
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Bali Sa.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Pangangge Adeg-adeg.png|30px|link=]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Bali Ta.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" |
|
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Asta Bali.png|50px|link=|alt=aksara]]
| align="left"| a + (sa + (adĕg-adĕg + ta)) → a + (sa + (gantungan ta)) = a(sta)
|- align="center"
| [[Berkas:Bali Ba.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Pangangge Suku.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Bali Da.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Pangangge Adeg-adeg.png|30px|link=]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Bali Dha.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Buddha Bali.png|50px|link=|alt=aksara]]
| align="left"| ba + -u + (da + (adĕg-adĕg + dha)) → bu + (da + (gantungan dha)) = bu(ddha)
|}
=== Angka ===
Aksara Bali memiliki lambang bilangannya sendiri yang berlaku selayaknya [[angka Arab]], namun sebagian bentuknya memiliki rupa yang persis sama dengan beberapa aksara Bali, semisal angka 2 {{script/Bali|᭒}} dengan aksara ''swara la lĕnga'' {{script/Bali|ᬍ}}. Karena persamaan bentuk ini, angka yang digunakan di tengah kalimat perlu diapit dengan tanda baca ''carik'' untuk memperjelas fungsinya sebagai lambang bilangan. Semisal, "tanggal 23 Ruwah" ditulis {{script/Bali|ᬢᬗ᭄ᬕᬮ᭄᭞᭒᭓᭞ᬭᬸᬯᬄ}}. Pengapit ini dapat diabaikan apabila fungsi lambang bilangan sudah jelas dari konteks, misal nomor halaman di pojok lontar. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Suasta|1996|pp=19}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Angka''
|- style="text-align: center"
! 0
! 1
! 2
! 3
! 4
! 5
! 6
! 7
! 8
! 9
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Bali 0.png|30px]]<br>{{script/Bali|᭐}}
| [[Berkas:Bali 1.png|30px]]<br>{{script/Bali|᭑}}
| [[Berkas:Bali 2-vowel La lenga.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭒}}
| [[Berkas:Bali 3-vowel O.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭓}}
| [[Berkas:Bali 4.png|30px]]<br>{{script/Bali|᭔}}
| [[Berkas:Bali 5.png|30px]]<br>{{script/Bali|᭕}}
| [[Berkas:Bali_6-vowel_E_kara.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭖}}
| [[Berkas:Bali 7.png|30px]]<br>{{script/Bali|᭗}}
| [[Berkas:Bali 8, Pha.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭘}}
| [[Berkas:Bali 9.png|30px]]<br>{{script/Bali|᭙}}
|}
=== Tanda baca ===
Teks tradisional Bali ditulis tanpa spasi antarkata (''[[scriptio continua]]'') dan memiliki sejumlah tanda baca yang bentuknya sebagaimana berikut:
{| class="wikitable" style="width:60%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Tanda Baca''
|-style="text-align: center"
! carik<hr>carik siki
! carik pareren<hr>carik kalih
! carik pamungkah
! pamĕnĕng
! panti<hr>pantĕn
! pamada
! pasalinan
! carik agung
|-style="text-align: center"
| [[Berkas:Bali Carik1.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭞}}
| [[Berkas:Bali Carik2.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭟}}
| [[Berkas:Bali Pamungkah.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭝}}
| [[Berkas:Bali 4.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭠}}
| [[Berkas:Bali Panti.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭚}}
| [[Berkas:Bali Pamada.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭛}}
| [[Berkas:Bali Pasalinan.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭟᭜᭟}}
| [[Berkas:Punctuation Carik agung.png|65px|link=]]<br>{{script/Bali|᭛᭜᭛}}
|-
|}
''Carik'' digunakan untuk memisahkan kalimat (sebagaimana [[koma (tanda baca)|koma]]), ''carik pareren'' digunakan untuk mengakhiri kalimat (sebagaimana [[tanda titik|titik]]), sementara ''carik pamungkah'' berfungsi seperti [[titik dua]]. ''Pamĕnĕng'' merupakan tanda pemenggalan yang digunakan ketika suatu kata terputus di bagian tengah atau akhir baris kalimat lontar. ''Panti'', ''pamada'', dan ''carik agung'' umum digunakan sebagai pengawal teks serta penanda pergantian tembang sementara ''pasalinan'' digunakan untuk mengakhiri teks.{{sfn|Everson|2008|pp=4-5}}
=== Notasi musik ===
Tradisi musik Bali umumnya dipelajari secara lisan dan praktek langsung, namun terdapat beberapa notasi musik lokal yang memanfaatkan aksara Bali. Salah satunya yang paling umum digunakan adalah ''notasi ding-dong''. Notasi ini pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh I Wayan Djirna dan I Wayan Ruma, dan disempurnakan kembali oleh guru Konservatori Karawitan (Kokar) Bali pada tahun 1960 untuk tujuan [[pedagogi]]s. Notasi ini umumnya digunakan dalam pembelajaran [[gamelan]] dan [[tembang]]. Cuplikan notasi tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut:<ref name="mantle">{{cite journal|last=Hood|first=Made Mantle|year=2016|title=Notating heritage musics: Preservation and practice in Thailand, Indonesia and Malaysia|journal=Malaysian Journal of Music|volume=5|issue=1|page=60-64|url=http://ojs.upsi.edu.my/index.php/MJM/article/view/815}}</ref><ref>{{cite journal|title=Problematik Notasi Ding Dong Pada Era Information Technology|url=https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/kalangwan/article/view/562|journal=Kalangwan: Jurnal Seni Pertunjukan|volume=4|issue=2|date=Desember 2018|page=137-144|first=I Putu Arya Deva |last=Suryanegara|issn=2460-1071}}</ref>
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Notasi Ding-dong''
|- style="text-align: center"
! rowspan=2|
! ding
! dong
! deng
! deung{{ref label|1|1}}
! dung
! dang
! daing{{ref label|1|1}}
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Musical symbol Ding.png|25px]]<br>{{script/Bali|᭦}}
| [[Berkas:Musical symbol Dong.png|25px]]<br>{{script/Bali|᭡}}
| [[Berkas:Musical symbol Deng.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭢}}
! [[Berkas:Musical symbol Deung.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭨}}
| [[Berkas:Musical symbol Dung.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭣}}
| [[Berkas:Musical symbol Dang.png|25px]]<br>{{script/Bali|᭤}}
! [[Berkas:Musical symbol Daeng.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭧}}
|- style="text-align: center"
! [[notasi angka|Notasi Angka]]
| 1
| 2
| 3
! 4
| 5
| 6
! 7
|-
| colspan="8" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|1|1}} tidak digunakan dalam tangga nada [[pentatonis]]
|}
Notasi ini bukanlah satu-satunya skema yang digunakan dalam tradisi musik Bali. Notasi dari daerah lain atau untuk alat musik yang berbeda dapat menggunakan simbol yang sama untuk nada yang berbeda atau memiliki sejumlah simbol-simbol tambahan yang juga diadaptasi dari aksara Bali. Salah satu yang paling tua terdokumentasi adalah notasi [[gambang]] dari desa adat Tabola, [[Sidemen]].<ref name="mantle"/>
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Notasi Gambang Tabola''
|- style="text-align: center"
! rowspan=2|
! ding
! dong
! dang
! deng
! dung
! dang kecil
! dong kecil
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Musical symbol Dang.png|25px]]<br>{{script/Bali|᭤}}
| [[Berkas:Bali Wa.png|30px]]<br>{{script/Bali|ᬯ}}
| [[Berkas:Android Emoji 2796.svg|15px|link=]]<br>{{script/Bali|᭸}}
| [[Berkas:Musical symbol Deng.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭢}}
| [[Berkas:Musical symbol Dung.png|30px|link=]]<br>{{script/Bali|᭣}}
| [[Berkas:Musical symbol Dang gede.png|30px]]<br>{{script/Bali|᭪}}
| [[Berkas:Bali 0.png|30px]]<br>{{script/Bali|᭵}}
|- style="text-align: center"
! [[notasi angka|Notasi Angka]]
| 1
| 2
| 3
| 4
| 5
| 6
| 7
|}
=== Bahasa Bali ===
==== Kata serapan dari Bahasa Jawa Kuno dan Sanskerta ====
Bahasa Bali memiliki banyak kata serapan dari bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta. Secara umum, ejaan kata-kata serapan tersebut dalam Bahasa Bali dengan aksara Bali mempertahankan ejaan aslinya dalam bahasa Jawa Kuno. Pemertahanan ejaan tersebut dapat dijelaskan dalam tiga aturan, yaitu:
* aturan asimilasi konsonan yang didasarkan pada persamaan antara warga sesuai dengan aturan pengucapan
* aturan {{script/Bali|ᬧᬲᬂᬧᬕᭂᬄ}} (''pasang pageh'') untuk mengeja sesuai dengan asal mula serapan
* aturan {{script/Bali|ᬫᬤ᭄ᬯᬶᬢ}} (''maduita'') aksara yang diakhiri dengan surang maka aksara berikutnya digandakan
==== Asimilasi konsonan ====
Aksara yang dilekatkan dengan ''gantungan'' tertentu dapat mengalami asimilasi yang menyelaraskan antara ''warga'' aksara dasar dengan ''warga gantungan''. Beberapa contoh asimilasi dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Medra|1994|pp=14-15}}
{| class="wikitable" summary="reordering" style="width:40%;"
|-
! colspan=6 scope="col" | Komponen
! colspan=3 scope="col" | Penulisan
! align="center"
| {{script/Bali|ᬦ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| {{script/Bali|ᬘ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{script/Bali|ᬚ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| {{script/Bali|ᬜ᭄ᬘ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{script/Bali|ᬜ᭄ᬚ}}
| align="left"| na kojong + warga [[konsonan langit-langit|tālawya]] → nya
|- align="center"
| {{script/Bali|ᬦ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| {{script/Bali|ᬝ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{script/Bali|ᬟ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| {{script/Bali|ᬡ᭄ᬝ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{script/Bali|ᬡ᭄ᬟ}}
| align="left"| na kojong + warga [[konsonan tarik-belakang|mūrdhanya]] → na rambat
|- align="center"
| {{script/Bali|ᬲ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| {{script/Bali|ᬘ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{script/Bali|ᬚ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| {{script/Bali|ᬰ᭄ᬘ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{script/Bali|ᬰ᭄ᬚ}}
| align="left"| sa danti + warga [[konsonan langit-langit|tālawya]] → sa saga
|- align="center"
| {{script/Bali|ᬲ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| {{script/Bali|ᬝ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{script/Bali|ᬡ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| {{script/Bali|ᬱ᭄ᬝ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{script/Bali|ᬱ᭄ᬡ}}
| align="left"| sa danti + warga [[konsonan tarik-belakang|mūrdhanya]] → sa sapa
|- align="center"
| {{script/Bali|ᬦ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| colspan=3| {{script/Bali|ᬩ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| colspan=3| {{script/Bali|ᬫ᭄ᬩ}}
| align="left"| na kojong + ba → ma
|- align="center"
| {{script/Bali|ᬤ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| colspan=3| {{script/Bali|ᬜ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| colspan=3| {{script/Bali|ᬚ᭄ᬜ}}
| align="left"| da + nya → ja
|}
==== ''Maduita'' ====
Aturan {{script/Bali|ᬫᬤ᭄ᬯᬶᬢ}} (''maduita'') menyatakan suatu konsonan bergabung dengan konsonan yang sama secara wara aksara. Pasamuhan Agung Kecil 1963 tidak lagi mengharuskan ''maduita'' apabila penggabungan konsonan muncul akibat aksara berakhir dengan ᬃ surang.
{| class="wikitable"
|+''Aksara maduita''
!Bali Latin
!Bali
Baru
!Bali
Lama
!Jawa Kuno
!Sanskerta
!Prakerta (Pali)
|-
|arnawa
|{{script/Bali|ᬅᬃᬡᬯ}}
|{{script/Bali|ᬅᬃᬡ᭄ᬡᬯ}}
|arṇawa
|अर्णव (arṇavá)
|aṇṇava
|-
|bina
|
|{{script/Bali|ᬪᬶᬦ᭄ᬦ}}
|bhinna
|भिन्न (bhinná)
|bhiṇṇa
|-
|buda
|
|{{script/Bali|ᬩᬸᬤ᭄ᬥ}}
|buddha
|बुद्ध (buddha)
|buddha
|-
|cita
|
|{{script/Bali|ᬘᬶᬢ᭄ᬢ}}
|citta
|चित्त (cittá)
|citta
|-
|dikara
|
|{{script/Bali|ᬥᬶᬓ᭄ᬓᬭ}}
|*dhikkāra
|धिक्कार (dhikkāra)
|dhikkāra
|-
|karma
|{{script/Bali|ᬓᬃᬫ}}
|{{script/Bali|ᬓᬃᬫ᭄ᬫ}}
|karma
|कर्म (karma)
|kamma
|-
|kartika
|{{script/Bali|ᬓᬵᬃᬢᬶᬓ}}
|{{script/Bali|ᬓᬵᬃᬢ᭄ᬢᬶᬓ}}
|kārttika
|कार्त्तिक (kārttika)
|kattiya
|-
|marga
|{{script/Bali|ᬫᬃᬕ}}
|{{script/Bali|ᬫᬃᬕ᭄ᬕ}}
|marga
|मार्ग (mārga)
|magga
|-
|murka
|{{script/Bali|ᬫᬹᬃᬓ}}
|{{script/Bali|ᬫᬹᬃᬓ᭄ᬓ}}
|mūrkha
|मूर्ख (mūrkha)
|
|-
|murti
|{{script/Bali|ᬫᬹᬃᬢᬶ}}
|{{script/Bali|ᬫᬹᬃᬢ᭄ᬢᬶ}}
|mūrti
|मूर्ति (mū́rti)
|*mūti
|-
|sida
|
|{{script/Bali|ᬲᬶᬤ᭄ᬥ}}
|siddha
|सिद्ध (siddha)
|siddha
|-
|utara
|
|{{script/Bali|ᬉᬢ᭄ᬢᬭ}}
|uttara
|उत्तर (úttara)
|uttara
|-
|utpana
|
|{{script/Bali|ᬉᬢ᭄ᬧᬦ᭄ᬦ}}
|utpan(n)a
|उत्पन्न (utpanna)
|
|-
|yuda
|
|{{script/Bali|ᬬᬸᬤ᭄ᬥ}}
|yuddha
|युद्ध (yuddhá)
|yuddha
|-
| colspan="6" |Catatan:
Bahasa Melayu Kuno juga mengeja kata ''marga'' dalam bentuk ''margga''.
|}
====
Dalam naskah lontar tradisional, sejumlah kata sering ditulis menggunakan bentuk singkatan yang disebut ''aksara añcĕng'' ({{script/Bali|ᬅᬓ᭄ᬱᬭᬳᬜ᭄ᬘᭂᬂ}}). Beberapa contohnya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Tinggen|1994}}{{sfn|Medra|1994|pp=29}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|- style="text-align: center"
! colspan=2|Singkatan
! colspan=2| Kepanjangan
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|᭞ᬗ᭞}}
| nga
| {{script/Bali|ᬗᬭᬦ᭄}}
| style="text-align: left"|ngaran (namanya)
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|᭞ᬫ᭞}}
| ma
| {{script/Bali|ᬫᬦ᭄ᬢ᭄ᬭ}}
| style="text-align: left"|[[mantra]]
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|᭞ᬩᬸ᭞}}
| bu
| {{script/Bali|ᬩᬸᬤ᭄ᬥ}}
| style="text-align: left"|[[Buddha]]
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|᭞ᬭᬸ᭞}}
| ru
| {{script/Bali|ᬭᬸᬧ᭄ᬬᬄ}}
| style="text-align: left"|[[Rupiah]]
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|᭞ᬉ᭞}}
| u
| {{script/Bali|ᬉᬫᬦᬶᬲ᭄}}
| style="text-align: left"|[[Legi|Umanis]]
|- style="text-align: center"
| {{script/Bali|᭞ᬧ᭄ᬯ᭞}}
| pwa
| {{script/Bali|ᬧᭀᬦ᭄}}
| style="text-align: left"|[[Pon]]
|}
Untuk singkatan modern yang didasarkan dari huruf Latin, maka pelafalan tiap huruf dalam singkatan yang bersangkutan akan ditulis satu-per-satu dalam penulisan aksara Bali. Sebagai contoh, SMA ditulis sebagai ''es-em-a'' {{script/Bali|ᬏᬲ᭄ᬏᬫ᭄ᬅ}}, sementara itu DPR ditulis sebagai ''de-pe-er'' {{script/Bali|ᬤᬾᬧᬾᬏᬃ}}.{{sfn|Tinggen|1994}}{{sfn|Medra|1994|pp=29-30}}
==== ''Bunyi non-Indik'' ====
Untuk kata-kata serapan selain Sansekerta-Kawi, tata tulis Bali memperlakukan huruf asing sesuai dengan pelafalan lokal huruf tersebut dalam kata serapan yang bersangkutan. Sebagai contoh:{{sfn|Tinggen|1994}}
{| class="wikitable" summary="reordering" style="width:40%;"
|-
! colspan=3 scope="col" | Persamaan
! colspan=3 scope="col" | Contoh kata
|- align="center
|
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| pa
| café
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| kape
| {{script/Bali|ᬓᬧᬾ}}
|- align="center
| va
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
|
| vitamin
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| pitamin
| {{script/Bali|ᬧᬶᬢᬫᬶᬦ᭄}}
|- align="center"
| qa
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| ka
| quantum
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| kwantum
| {{script/Bali|ᬓ᭄ᬯᬦ᭄ᬢᬸᬫ᭄}}
|- align="center"
| xa
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| ksa
| taxi
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| taksi
| {{script/Bali|ᬢᬓ᭄ᬱᬶ}}
|- align="center"
| xa
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| sa
| [[xenon]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| senon
| {{script/Bali|ᬲᬾᬦᭀᬦ᭄}}
|- align="center"
| za
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| sa
| ijazah
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| ijasah
| {{script/Bali|ᬳᬶᬚᬲᬄ}}
|- align="center"
| za
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| ja
| zaman
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| jaman
| {{script/Bali|ᬚᬫᬦ᭄}}
|}
===
Karena pengaruh Islam dan penulisan Jawa, tata tulis Sasak memiliki sejumlah cara untuk menuliskan bunyi-bunyi asing yang terutama diserap dari bahasa Arab. Aksara ini terutama muncul pada karya berbahasa Jawa dan Sasak seperti ''Cilinaya, Hikayat Monyeh, Babad Lombok,'' dan ''Babad Selaparang''.{{sfn|Meij|1996|pp=155-157}}<ref>{{Cite journal|last=Jamaluddin|first=Jamaluddin|year=2017|title=Sejarah Tradisi Tulis dalam Masyarakat Sasak Lombok|url=https://www.researchgate.net/publication/294728539_Sejarah_Tradisi_Tulis_dalam_Masyarakat_Sasak_Lombok|journal=Ulumuna|volume=9|page=379-380|doi=10.20414/ujis.v9i2.493}}
</ref> Beberapa aksara tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=2-3, 7}}
{| class="
|-style="text-align:center;"
!
! style="width: 55px;" |qa
! style="width: 55px;" |kha
! style="width: 55px;" |tsa
! style="width: 55px;" |fa
! style="width: 55px;" |za
! style="width: 55px;" |sya
! style="width: 55px;" |gha
! style="width: 55px;" |'a
|-
! text-align
| align=center| {{script/Bali|ᬢ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᭇ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬧ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᭈ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬚ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᭊ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬲ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᭋ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬕ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᬖ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬗ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᬅ᭄}}{{ref|kasak|1}}
|-
! text-align:center;" |Arab
| align=center| {{
| align=center|
| align=center| {{lang|ar|ث}}
| align=center| {{lang|ar|ف}}
| align=center| {{lang|ar|ز}}
| align=center| {{lang|ar|ش}}
| align=center| {{lang|ar|غ}}
| align=center| {{lang|ar|ع}}
|-
| colspan="23" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|kasak|1}} penulisan [[Konsonan letup celah-suara|hentian glottal]] yang digunakan untuk kosakata asli bahasa Sasak. Umum ditemukan pula untuk penulisan [[bahasa Melayu]]
</small>
|}
==
{{Main article|Balinese (blok Unicode)}}
Aksara Bali sudah masuk ke dalam standar [[Unicode]] versi 5.0 pada bulan Juli tahun 2006.
=== Blok ===
Blok Unicode aksara Bali terletak pada kode U+1B00–U+1B7F. Sel abu-abu menunjukkan titik kode yang belum terpakai.
{{Tabel Unicode Balinese}}
=== Fon ===
Fon Aksara Bali untuk komputer pertama kali dibuat adalah ''Bali Simbar''. Fon ini dibuat oleh I Made Suatjana dengan memanfaatkan alokasi dari kodifikasi [[ASCII]] untuk dikamuflasekan ke dalam bentuk karakter Aksara Bali.<ref>[http://www.babadbali.com/aksarabali/balisimbar.htm Situs resmi font Bali Simbar], diakses tanggal 5 Maret 2011</ref> Namun, fon ini memiliki kelemahan yaitu hanya terbatas dalam keperluan pengetikan menggunakan templat untuk [[Microsoft Word]].<ref name="Bringing Balinese to iOS2">{{cite web|url=http://norbertlindenberg.com/2015/10/bringing-balinese-to-ios/|title=Bringing Balinese to iOS|website=Norbert’s Corner|accessdate=24 March 2016}}</ref>
Fon '''Aksara Bali''' oleh Khoi Nguyen Viet adalah fon Aksara Bali pertama yang dibuat berdasarkan slot Unicode dan implementasi OpenType. Fon ini memiliki 370 glif, tetapi tidak dapat menampilkan ''taling'' {{angle bracket|é}} dengan benar.<ref name="Bringing Balinese to iOS2" /> Tim kolaborasi dari [[Pengguna:Alteaven|Aditya Bayu Perdana]], Ida Bagus Komang Sudarma, dan Arif Budiarto berhasil membuat seri fon Aksara Bali: '''Tantular Bali''', '''Lilitan''', dan '''Geguratan''', semua menggunakan slot Unicode dan implementasi OpenType. Tantular memiliki 400 glif.<ref name="Bringing Balinese to iOS2" /> Namun masih memiliki kekurangan.<ref name="Bringing Balinese to iOS2" />
Fon Unicode lainnya adalah '''[https://github.com/googlefonts/noto-fonts/blob/master/unhinted/NotoSerifBalinese/NotoSerifBalinese-Regular.ttf Noto Serif Balinese]''' dari Google.<ref name="Noto Sans Balinese">{{cite web|url=https://www.google.com/get/noto/#sans-bali|title=Noto Sans Balinese|website=Google Noto Font|accessdate=24 March 2016}}</ref> Sayangnya, Noto Serif Balinese masih memperlihatkan [https://github.com/googlei18n/noto-fonts/labels/Script-Balinese beberapa kekurangan], seperti ketidakmampuan menampilkan lebih dari satu diakritik per konsonan.<ref name="Bringing Balinese to iOS2" />
Sistem operasi [[BlankOn|BlankOn Linux]] merupakan distribusi Linux pertama yang menyediakan fon dan sistem input untuk Aksara Bali semenjak versi 6.0 (Ombilin).<ref>[http://dev.blankonlinux.or.id/wiki/6/CatatanRilis Catatan rilis BlankOn 6.0] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110316143512/http://dev.blankonlinux.or.id/wiki/6/CatatanRilis |date=2011-03-16 }}, diakses tanggal 5 Maret 2011</ref>
== Contoh Teks ==
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | [[Kakawin Nagarakretagama|Kakawin Nāgarakṛtāgama]], pasalin 1 bait 1 (''wirama jagaddhita'')<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books/about/Kakawin_d%C4%93%C5%9Ba_war%E1%B9%87nana_uthawi_N%C4%81gara.html?id=A5p9tEO1_gUC&redir_esc=y|title=Kakawin Dēśa Warṇnana, uthawi Nāgara Kṛtāgama: Masa Keemasan Majapahit|first=I Ketut|last=Riana|year=2009|publisher=Kompas Gramedia|isbn=9797094332|page=51}}</ref>
|-
!
!
!
|-
| {{script/Bali|᭛᭜᭛ᬒᬁᬦᬵᬣᬵᬬᬦᬫᭀᬲ᭄ᬢᬸᬢᬾᬲ᭄ᬢᬸᬢᬶᬦᬶᬗᬢ᭄ᬧᬤᬭᬶᬧᬤᬪᬝᬵᬭᬦᬶᬢ᭄ᬬᬰ᭞ᬲᬂᬲᬹᬓ᭄ᬱ᭄ᬫᬾᬂᬢ᭄ᬮᭂᬗᬶᬂᬲᬫᬵᬥᬶᬰᬷᬯᬩᬸᬤ᭄ᬥᬲᬶᬭᬱᬓᬮᬦᬶᬱ᭄ᬓᬮᬵᬢ᭄ᬫᬓᬵ᭞ᬲᬂᬰ᭄ᬭᬷᬧᬃᬯ᭄ᬯᬢᬦᬵᬣᬦᬵᬣᬦᬶᬗᬦᬵᬣᬲᬶᬭᬢᬧᬢᬶᬦᬶᬂᬚᬕᬢ᭄ᬧᬢᬶ᭞ᬲᬂᬳ᭄ᬬᬂᬦᬶᬗ᭄ᬳ᭄ᬬᬂᬗᬶᬦᬶᬱ᭄ᬝ᭄ᬬᬘᬶᬦ᭄ᬢ᭄ᬬᬦᬶᬗᬘᬶᬦ᭄ᬢ᭄ᬬᬳᬦᬵᬯᬬᬢ᭄ᬫᬄᬦᬶᬭᬾᬂᬚᬕᬢ᭄}}
| Oṁ nāthāya namostute stuti ningatpada ri pada Bhaṭāra nityaśa, sang sūkṣmeng tlĕnging samādhi Śīwa Buddha sira ṣakala niṣkalātmakā, sang śrī parwwata nātha nātha ninganātha sira ta patining jagatpati, sang hyang ning hyangnginiṣṭya cintya ningacintya hanā waya tmaḥ nireng jagat
| Sembah sujud kepada hamba yang selalu memuja Paduka Duli Bhaṭāra, yang meresap dalam samādhi bagai Śīwa Buddha dan merupakan jiwa dunia akhirat, Paduka Sang Śrī Par̀wwata pelindung si nista dan rajanya Sang Hyang Jagatpati, Paduka adalah raja sekalian dewa yang paling gaib menjadi kenyataan di atas dunia
|}
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" |Babad Selaparang, pupuh Dang-Dang bait 8<ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/29929454|title=Babad Selaparang|year=1993|place=Jakarta|publisher=Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|last=Sulistiati|isbn=979-459-327-3|location=Jakarta|oclc=29929454|page=29}}</ref>
|-
! style="text-align: center"| Aksara Bali (Bahasa Sasak)
! style="text-align: center"| Alih Aksara Latin
! style="text-align: center"| Terjemahan
|-
|{{script/Bali|᭚ ᬤᬤᬶᬬᬦᭂᬫ᭄ᬩᬄᬳᬢᬸᬃᬓᬦ᭄ᬱᭂᬭᬢ᭄ᬱᬂᬳᬤᬶᬧᬢᬶ᭞ ᬯᬸᬲ᭄ᬢᬶᬦᬫ᭄ᬧᬦ᭞ ᬲᬩᬃᬲᬂᬪᬢᬵᬭ᭞ ᬤᬶᬦᬳᭀᬲ᭄ᬱᬚᭂᬭᭀᬦᬶᬂᬕᬮᬶᬳᬾ᭞ ᬳᬸᬘᬧᬦ᭄ᬱᬾᬯᬮ᭞ ᬯᬸᬲ᭄ᬧᬸᬧᬸᬢ᭄ ᬦᬸᬮᬶᬲᬩ᭄ᬤᬲᬂᬜᬓ᭄ᬭᬯᬢᬶ᭞ ᬮᬄᬢᬧᬫᬦ᭄ᬳᬚᬲᬸᬲᬄ ᬳᬧᬦ᭄ᬯᬸᬲ᭄ᬢᬶᬢᬄᬲᬂᬬᬂᬳᬕᬸᬂ ᬫᬭᬶᬂᬫᭆ᭄ᬮᬸᬓ᭄ᬮᬸᬳᬸᬃᬳᬶᬂᬤᬸᬤᬸᬜ᭞ ᬦᭂᬫᬸᬲᬸᬲᬄ ᬯᬶᬦᬍᬲ᭄ᬱᭂᬦᭂᬂᬲᬬᭂᬓ᭄ᬢᬶ᭞ ᬧᬸᬦᬫᬗ᭄ᬓᬦᬾᭅᬸᬤ᭄ᬭᬢ᭄ᬳᬶᬭᬤᬢ᭄᭟}}
|Dadiya nĕmbah aturkan sĕrat sang adipati, wus tinampan, sabar sang Bhatāra, dinaos sajĕroning galihe, ucapan sewala, wus puput, nuli sabda sang nyakrawati, lah ta paman aja susah, apan wus titah sang yang agung, maring makhluk luhur ing dunya, nĕmu susah, winalĕs senĕng sayĕkti, pun mangkane qudrat iradat.
|Menghadap menghormat Adipati menghaturkan surat, sudah diterima, sabar sang Bhatāra, dibaca dalam hati, ucapan pesuruh, sudah sampai waktunya, sambil berkata sang Raja Besar, "Sudahlah paman jangan susah, semua sudah menjadi kehendak Sang Maha Agung, kepada mahluk tertinggi di dunia, menemui susah, berganti dengan sayekti, demikianlah kodrat iradat."
<!--|-
|᭚ ᬲᬓᬾᬳᬶᬂᬯᭀᬂᬯᬚᬶᬩ᭄ᬦᬸᬦ᭄ᬢᬸᬢ᭄ᬱᭂᬬᬓ᭄ᬢᬶ᭞ ᬲᭂᬩᬭᬂᬓᬭ᭄ᬤᬶ᭞ ᬓᬂᬚᭀᬕᬶᬬ ᬓᭂᬮᬫ᭄ᬧᬳᬦ᭄ ᬦᬗᬶᬂᬧᬸᬮᬶᬄᬢᬦ᭄ᬧᬸᬮᬶᬳᬯᭂᬦᬂᬅᬮ᭄ᬮᬄᬮᬸᬯᬶᬄᬳᬕᬸᬂ ᬦᬸᬕᭂᬭᬳᬦ᭄ᬧᭂᬦᬸᬯᬸᬦ᭄ᬳᬫ᭄ᬩᬦᬾᬭᬶᬓᬶ᭞ ᬯᭀᬂᬓᭂᬯᬮᬮᬫ᭄ᬧᬄᬓᬦ᭄ᬳᬶᭆ᭄ᬢᬶᬬᬃ ᬲᭂᬮᬫᬶᬳᬸᬭᬶᬧᬶᬧᬸᬦ᭄ ᬳᬚᬓᬘᬾᬯᬳᬶᬂᬯᬭ᭄ᬤᬬ᭞ ᬢᬸᬮᬸᬲ᭄ᬳᬶᭆ᭄ᬮᬲ᭄ ᬧᭂᬲᭂᬭᬄᬓᭂᬦ᭄ᬧᬢᬶᬮᬦ᭄ᬳᬸᬭᬶᬧ᭄ ᬫᬭᬶᬂᬅᬮ᭄ᬮᬄᬓᬂᬮᬸᬯᬶᬄᬓᬸᬯᬲ᭟
| Sakehing wong wajib nuntut seyakti, sebarang kardi, kang jogiya kelampahan, nanging pulih tan puliha wenang Allah luwih agung,
nugerahan penuwun hambané riki, wong kewala lampahkan ikhtiyar, selami uripipun, aja kacéwa hing wardaya, tulus ikhlas, peserahken pati lan urip, maring Allah kang luwih kuwasa.
| Sebanyak orang yang wajib menuntut sayekti, semua pekerjaan, yang sebaiknya dijalankan, tetapi bagaimanapun juga wewenang Allah lebih agung, anugrah yang dimohonkan hamba-Nya, orang hanya berusaha atau berikhtiar, selama hidupnya, jangan kecewakan hati, tulus ikhlas, serahkan mati maupun hidup kepada Allah Yang Maha Kuasa.-->
|}
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | Gĕguritan Nĕngah Jimbaran, pupuh Dhandanggula bait 4<ref name="gnj">[https://palmleaf.org/wiki/geguritan-nengah-jimbaran Gĕguritan Nĕngah Jimbaran], Lontar Koleksi Gedong Kirtya, No IV D768/3, hlm. 2a</ref>
|-
! style="text-align: center"| Aksara Bali (Bahasa Melayu)
! style="text-align: center"| Alih Aksara Latin
! style="text-align: center"| Terjemahan
|-
|
{{script/Bali|ᬳᭂᬦ᭄ᬢᬄᬩ᭄ᬭᬧᬓᬄᬮᬫᬜᬓᬯᬶᬦ᭄᭞ᬳᬤᬢᬶᬫ᭄ᬩᬸᬮ᭄ᬧᭂᬜᬓᬶᬢ᭄ᬓᬸᬮᭀᬭ᭞ᬧᬸᬮᭀᬩᬮᬶᬳᬦ᭄ᬢᬾᬭᭀᬦᬾ᭞ᬳᭀᬭᬂᬲᬸᬲᬄᬢᭂᬃᬮᬮᬸ᭞ᬩᬜᬓ᭄ᬲᬓᬶᬢ᭄ᬩᬜᬓ᭄ᬬᬂᬫᬵᬢᬶ᭞ᬩᬇᬓ᭄ᬳᭀᬭᬂᬢ᭄ᬯᬫᬸᬥ᭞ᬩᬇᬅ᭄ᬳᭀᬭᬂᬳᬕᬸᬂ᭞ᬓᬩᬜᬓᬦ᭄ᬬᬂᬫᬸᬤᬭᬢ᭄᭞ᬲ᭄ᬩᬩ᭄ᬲᬓᬶᬢ᭄ᬢ᭄ᬮᬮᬸᬓᭂᬭᬲ᭄ᬫᭂᬜᬓᬶᬢᬶ᭞ᬩᬶᬓᬶᬦ᭄ᬘᬶᬮᬓᬳᭀᬭᬂ}}
| Ĕntah brapakah lamanya kawin, ada timbul pĕnyakit kulora, pulo bali anterone, orang susah tĕrlalu, banyak sakit banyak yang māti, baik orang twa mudha, bai' orang agung, kabanyakan yang mudarat, sbab sakit tlalu kĕras mĕnyakiti, bikin cilaka orang
| Lama setelah mereka menikah, timbul wabah [[kolera]], yang melanda seluruh pulau Bali, semua orang kesulitan, banyak yang sakit dan mati, baik orang tua-muda, maupun orang agung (bangsawan), banyak orang yang merugi, lantaran sakitnya yang sangat keras, membuat celaka orang.
|}
== Perbandingan dengan aksara Jawa ==
Kerabat paling dekat dari aksara Bali adalah [[aksara Jawa]]. Sebagai keturunan langsung [[aksara Kawi]], aksara Jawa dan Bali masih memiliki banyak kesamaan dari segi struktur dasar masing-masing huruf. Salah satu perbedaan mencolok antara aksara Jawa dan Bali adalah sistem tata tulis; Tata tulis Jawa sering kali tidak mengindahkan ejaan asli pada kosakata yang memiliki akar Sanskerta dan Kawi, sehingga tata tulis Jawa kontemporer tidak memiliki konsep yang serupa dengan ''pasang pagĕh''. Dalam aksara Jawa, sebagian besar aksara yang dikategorikan sebagai ''śwalalita'' dalam aksara Bali dialihfungsikan sebagai aksara ''murda'' ({{script/Java|ꦩꦸꦂꦢ}}), yakni aksara yang digunakan untuk menuliskan gelar dan nama terhormat.<ref>{{cite book|last=Darusuprapta|title=Pedoman Penulisan Aksara Jawa|place=Yogyakarta|publisher=Yayasan Pustaka Nusantara bekerja sama dengan Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Tingkat I Jawa Tengah, dan Daerah Tingkat I Jawa Tengah|year=2002|isbn=979-8628-00-4|url=https://docs.google.com/viewer?a=v&pid=sites&srcid=ZGVmYXVsdGRvbWFpbnxoYW5hY2FyYWthbnxneDoyYmZjNmViZTcyNjI4OWEx|page=11-13}}</ref>
Perbandingan bentuk kedua aksara tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut:
{| class="
|+ style="text-align: center;" | Aksara Dasar (konsonan)
|-style="text-align:center;"
!
! ka
! kha
! ga
! gha
! nga
! ca
! cha
! ja
! jha
! nya
! ṭa
! ṭha
! ḍa
! ḍha
! ṇa
! ta
! tha
! da
! dha
! na
! pa
! pha
! ba
! bha
! ma
! ya
! ra
! la
! wa
! śa
! ṣa
! sa
! ha/a
|-
! text-align
| align=center| {{script/Bali|ᬕ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬖ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬗ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬘ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬙ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬚ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬛ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬜ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬝ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬞ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬟ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬠ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬡ}}
| align=center|{{script/Bali| ᬢ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬣ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬤ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬥ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬦ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬧ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬨ}}
| align=center|{{script/Bali| ᬩ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬪ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬫ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬬ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬭ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬮ}}
| align=center|{{script/Bali| ᬯ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬰ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬱ}}
| align=center|{{script/Bali| ᬲ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬳ}}
|-
! text-align:center;" |Jawa
| align=center| ꦏ
| align=center| ꦑ
| align=center| ꦒ
| align=center| ꦓ
| align=center| ꦔ
| align=center| ꦕ
| align=center| ꦖ
| align=center| ꦗ
| align=center| ꦙ
| align=center| ꦚ
| align=center| ꦛ
| align=center| ꦜ
| align=center| ꦝ
| align=center| ꦞ
| align=center| ꦟ
| align=center| ꦠ
| align=center| ꦡ
| align=center| ꦢ
| align=center| ꦣ
| align=center| ꦤ
| align=center| ꦥ
| align=center| ꦦ
| align=center| ꦧ
| align=center| ꦨ
| align=center| ꦩ
| align=center| ꦪ
| align=center| ꦫ
| align=center| ꦭ
| align=center| ꦮ
| align=center| ꦯ
| align=center| ꦰ
| align=center| ꦱ
| align=center| ꦲ
|}
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | Aksara Dasar (vokal)
|-style="text-align:center;"
!
! a
! ā
! i
! ī
! u
! ū
! ṛ
! ṝ
! ḷ
! ḹ
! e{{ref label|1|1}}
! ai{{ref label|2|2}}
! o
! au{{ref label|3|3}}
|-
! text-align
| align=center| {{script/Bali|ᬇ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬋ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬌ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬍ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬎ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬏ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬐ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬑ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬒ}}
|-
| align=center
| align=center
| align=center
| align=center
| align=center
| align=center| ꦈꦴ
| align=center| ꦉ
| align=center| ꦉꦴ
| align=center| ꦊ
| align=center| ꦋ
| align=center| ꦌ
| align=center| ꦍ
| align=center| ꦎ
| align=center| ꦎꦴ
|-
| colspan="34" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|1|1}}/e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
:{{note|2|2}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
:{{note|3|3}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au dalam kata "pantau"
</small>
|}
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | Diakritik
|- style="text-align: center"
!
! -a
! -ā
! -i
! -ī
! -u
! -ū
! -ṛ
! -ṝ
! -e{{ref label|1|1}}
! -ai{{ref label|2|2}}
! -o
! -au{{ref label|3|3}}
! -ĕ{{ref label|4|4}}
! -eu{{ref label|5|5}}
! -m
! -ng
! -r
! -h
! pemati
|- style="text-align: center"
! Bali
| -
| align=center| {{script/Bali| ᬵ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬶ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬷ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬸ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬹ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬺ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬻ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬾ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬿ}}
| align=center| {{script/Bali| ᭀ}}
| align=center| {{script/Bali| ᭁ}}
| align=center| {{script/Bali| ᭂ}}
| align=center|{{script/Bali| ᭃ}}
| align=center|{{script/Bali| ᬁ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬂ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬃ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬄ}}
| align=center| {{script/Bali| ᭄}}
|- style="text-align: center"
! Jawa
| -
| align=center| ꦴ
| align=center| ꦶ
| align=center| ꦷ
| align=center| ꦸ
| align=center| ꦹ
| align=center| ꦽ
| align=center| ꦽꦴ
| align=center| ꦺ
| align=center| ꦻ
| align=center| ꦺꦴ
| align=center| ꦻꦴ
| align=center| ꦼ
| align=center| ꦼꦴ
| align=center| ꦀ
| align=center| ꦁ
| align=center| ꦂ
| align=center| ꦃ
| align=center| ꧀
|- style="text-align: center"
!
! ka
! kā
! ki
! kī
! ku
! kū
! kṛ
! kṝ
! ke
! kai
! ko
! kau
! kĕ
! keu
! kam
! kang
! kar
! kah
! k
|- style="text-align: center"
! Bali
| align=center| {{script/Bali|ᬓ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᬵ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᬶ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᬷ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᬸ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᬹ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᬺ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬻ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬾ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᬿ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᭀ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᭁ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᭂ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᭃ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬁ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬂ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᬃ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓᬄ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬓ᭄}}
|- style="text-align: center"
! Jawa
| align=center| ꦏ
| align=center| ꦏꦴ
| align=center| ꦏꦶ
| align=center| ꦏꦷ
| align=center| ꦏꦸ
| align=center| ꦏꦹ
| align=center| ꦏꦽ
| align=center| ꦏꦽꦴ
| align=center| ꦏꦺ
| align=center| ꦏꦻ
| align=center| ꦏꦺꦴ
| align=center| ꦭꦻꦴ
| align=center| ꦏꦼ
| align=center| ꦏꦼꦴ
| align=center| ꦏꦀ
| align=center| ꦏꦁ
| align=center| ꦏꦂ
| align=center| ꦏꦃ
| align=center| ꦏ꧀
|-
| colspan="20" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|1|1}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
:{{note|2|2}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
:{{note|3|3}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au dalam kata "pantau"
:{{note|4|4}} /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat"
:{{note|5|5}} /ɨ/ sebagaimana eu dalam kata bahasa Sunda "peyeum". Dalam alih aksara bahasa Kawi, diromanisasi menjadi ö<ref name="mardikawi">{{cite book|url=http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20186831-166.%20Serat%20Mardi%20Kawi%20Jilid%20I.pdf|title=Serat Mardi Kawi|volume=1|year=1930|publisher=De Bliksem|place=Solo|first=W J S|last=Poerwadarminta|page=9-12}}</ref>
</small>
|}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | Angka
|- style="text-align: center"
!
! 0
! 1
! 2
! 3
! 4
! 5
! 6
! 7
! 8
! 9
|- style="text-align: center"
! Bali
| align=center| {{script/Bali|᭐}}
| align=center| {{script/Bali| ᭑}}
| align=center| {{script/Bali| ᭒}}
| align=center| {{script/Bali| ᭓}}
| align=center| {{script/Bali| ᭔}}
| align=center| {{script/Bali| ᭕}}
| align=center| {{script/Bali| ᭖}}
| align=center| {{script/Bali| ᭗}}
| align=center| {{script/Bali| ᭘}}
| align=center| {{script/Bali| ᭙}}
|- style="text-align: center"
! Jawa
| align=center| ꧐
| align=center| ꧑
| align=center| ꧒
| align=center| ꧓
| align=center| ꧔
| align=center| ꧕
| align=center| ꧖
| align=center| ꧗
| align=center| ꧘
| align=center| ꧙
|}
{| class="
|+ style="text-align: center;" | Tanda Baca
|-
!
! carik siki
! carik pareren
! carik pamungkah
! panti
! pamada
|-
| style="text-align
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭟}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭝}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭚}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭛}}
|-
! rowspan=2 style="text-align: center"| Jawa
! pada lingsa
! pada lungsi
! pada pangkat
! pada adĕg-adĕg
! pada luhur
|-
| style="text-align
| style="text-align: center" | ꧉
| style="text-align: center" | ꧇
| style="text-align: center" | ꧋
| style="text-align: center" | ꧅
|}
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | Contoh Kalimat (bahasa Kawi)
|-
| {{script/Bali|᭛ᬚᬳ᭄ᬦᬷᬬᬵᬳ᭄ᬦᬶᬂᬢᬮᬕᬓᬤᬶᬮᬗᬶᬢ᭄᭞ ᬫᬫ᭄ᬩᬂᬢᬂᬧᬵᬲ᭄ᬯᬸᬮᬦᬸᬧᬫᬦᬶᬓᬵ᭞ ᬯᬶᬦ᭄ᬢᬂᬢᬸᬮ᭄ᬬᬂᬓᬸᬲᬸᬫᬬᬲᬸᬫᬯᬸᬭ᭄᭞ ᬮᬸᬫ᭄ᬭᬵᬧ᭄ᬯᬾᬓᬂᬲᬭᬶᬓᬤᬶᬚᬮᬤ᭟}}
|-
! style="text-align: center"| Jawa
| {{script/Java|꧅ꦗꦲ꧀ꦤꦷꦪꦴꦲ꧀ꦤꦶꦁꦠꦭꦒꦏꦢꦶꦭꦔꦶꦠ꧀꧈ ꦩꦩ꧀ꦧꦁꦠꦁꦥꦴꦱ꧀ꦮꦸꦭꦤꦸꦥꦩꦤꦶꦏꦴ꧈ ꦮꦶꦤ꧀ꦠꦁꦠꦸꦭꦾꦁꦏꦸꦱꦸꦩꦪꦱꦸꦩꦮꦸꦫ꧀꧈ ꦭꦸꦩꦿꦴꦥ꧀ꦮꦺꦏꦁꦱꦫꦶꦏꦢꦶꦗꦭꦢ꧉}}
|-
! style="text-align: center"|
| ''Jahnī yāhning talaga kadi langit, mambang tang pās wulan upamanikā, wintang tulya ng kusuma ya sumawur, lumrā pwekang sari kadi jalada.''<br>(Kakawin Rāmāyaṇa XVI.31)
|}
== Galeri ==
{| class="wikitable" style="margin:0 auto;" align="center" colspan="2" cellpadding="3" style="font-size: 80%; width: 100%;"
|-
|
<gallery mode="packed" heights="200px">
File:KITLV 408106 - Isidore van Kinsbergen - Goesti Ngoera Ketoet Djilantik, raja of Boeleleng and writer Wajan Toeboek with lontar in hand - 1865-1866.jpg|Raja Buleleng XIV, Gusti Ngurah Kĕtut Jĕlantik, bersama juru tulisnya, Wayan Tubok, sekitar tahun 1865. Keduanya sedang memegang lontar
Berkas:Letters of introduction in Balinese script from Mads Johannsen Lange Or 12971 f4-5.jpg|Surat perkenalan dari [[Mads Johansen Lange]] kepada Raja Gianyar (atas, berbahasa Bali) dan Raja Tabanan (bawah, berbahasa Melayu) dari tahun 1852, koleksi British Library
<!--File:Surat raja buleleng kepada lord minto Mss Eur D742-1 f168v.jpg|Detail surat dari Raja Buleleng kepada [[Gilbert Elliot-Murray-Kynynmound, 1st Earl of Minto|Gubernur Jendral Lord Minto]] (dalam cuplikan di atas ditulis di awal: ''bapa gopnor jendral lo mintu'') yang ditulis antara abad ke-18–19, koleksi British Library-->
Berkas:Crab-eating macaque (Macaca fascicularis), Monkey Forest Ubud3 Ubuan Bali.jpg|Papan petunjuk arah dalam tiga bahasa di Bali
Berkas:Collectie NMvWereldculturen, TM-6458-1, Tempeldoek- Geborduurde tempeldoek, 1900-1950.jpg|Kain umbul-umbul sulam
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Brief in het Balinees op lontarblad in een houten doos TMnr 690-3.jpg|Lontar dengan kotak penyimpanan ''kropak'', koleksi Tropenmuseum
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Stuk hout dat met Balinese letters is beschreven TMnr 261-20n.jpg|Papan kayu dengan beberapa aksara ''modre''
Berkas:Bible printed with Balinese script.jpg|Injil beraksara Bali yang dicetak di Surabaya sekitar tahun 1910, koleksi Ramseyer-Northern Bible Society
Berkas:Sign in a small Pura of a state school.JPG|Plakat kontemporer di Denpasar
</gallery>
|}
<!--
<gallery perrow="5">
Berkas:Kidung Brahmana Sagupati.jpg
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van Dewa Gede Oka schrijver van de cokorda van Oeboed TMnr 10023786.jpg|Juru tulis Dewa Gĕde Oka dari Ubud, 1908, sedang menulis pada lontar
File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Verkiezing in augustus 1947 voor het vertegenwoordigend lichaam Paruman Negara te Tabanan Bali. Op het bord staan de namen van de kandidaten in Balinees schrift TMnr 10001370.jpg|Pemilihan pada Agustus 1947 untuk badan perwakilan Paruman Negara di Tabanan, Bali. Papan berisi nama-nama kandidat dalam aksara Bali.
File:Pura Puseh 05153.jpg|Plakat kontemporer di Gianyar
File:Kakawin nagarakrtagama brandes spread.jpg|[[Kakawin Nagarakretagama]] yang dicetak tahun 1902, disusun oleh [[Jan Laurens Andries Brandes|J Brandes]]
File:Kakawin ramayana Or 14022 f5v.jpg|Cuplikan Kakawin Ramayana yang disalin tahun 1975, koleksi British Library
Berkas:Straatnaambord AksaraBali2.jpg|Papan tanda jalan dengan aksara Latin dan Bali
Berkas:Sign of Klungkung Regent's Office.JPG|Papan nama kantor bupati Klungkung
Berkas:Mads Lange Tomb Memorial Sign close-up.jpeg|Mads Lange Memorial, Kuta
Berkas:Bali 047 - Ubud - temple sign.jpg|Aksara Bali di Ubud
Berkas:Bali, Pura Besakih 1.jpg|Pura Besakih
Berkas:Balinese greetings on a class entrance.JPG|Ucapan salam dalam bahasa dan aksara Bali
Berkas:Pura Jagathnata1.JPG|Pura Jagathnata
Berkas:Lapangan Niti Mandala.jpg|Lapangan Puputan Margarana
Berkas:Lontar Swarawyanjana.jpg
File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Correspondentie in het Balinees op lontarblad TMnr 75-1a.jpg
</gallery>-->
==
* [[Bahasa Bali]]
* [[Bahasa Kawi]]
* [[Bahasa Sanskerta]]
* [[Bahasa Sasak]]
* [[Aksara Nusantara]]
== Catatan ==
{{notelist}}
{{reflist|2}}
===
* {{cite journal|title=Reading the Lontars: Endangered literature practices of Lombok, eastern Indonesia|journal=Language Documentation and Description|first=Peter K.|last=Austin|editors=Imogen Gunn & Mark Turin|pp=27-48|volume=8|year=2010|issn=1740-6234|place=[[London]]|publisher=[[SOAS, University of London]]|ref=harv|url=http://www.elpublishing.org/PID/093|ref=harv}}
* {{cite journal|url=http://std.dkuug.dk/jtc1/sc2/wg2/docs/n2908.pdf|first1=Michael|last1=Everson|first2=I Made|last2=Suatjana|title=Proposal for encoding the Balinese script in the UCS|journal=ISO/IEC JTC1/SC2/WG2|issue=N2908|date=2005-01-23|publisher=Unicode|ref=harv}}
* {{cite journal|url=https://www.researchgate.net/publication/41017543_Balinese_palm-leaf_manuscripts|title=Balinese palm-leaf manuscripts|first=H I R|last=Hinzler|year=1993|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|volume=149|issue=3|doi=10.1163/22134379-90003116|ref=harv}}
* {{cite book |last=Meij|first=Dick van der|chapter=Outpost of Traditions: the Island of Lombok|url=https://archive.org/details/illuminationswri0000kuma |title=Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia|editor=Ann Kumar|editor2=John H. McGlynn|publisher=Lontar Foundation|year=1996|isbn=0834803496|location=Jakarta|language=EN|ref=harv}}
* {{cite book |last=Rubinstein|first=Raechelle|chapter=Leaves of Palm: Balinese Lontar|url=https://archive.org/details/illuminationswri0000kuma |title=Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia|editor=Ann Kumar|editor2=John H. McGlynn|publisher=Lontar Foundation|year=1996|isbn=0834803496|location=Jakarta|language=EN|ref=harv}}
* {{cite book|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/13017/1/modernisasi%20dan%20pelestarian%20perkembangan%20metode%20dan%20teknik%20penulisan%20aksara%20bali.pdf|first=I B Made|last=Suasta|year=1996|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|title=Modernisasi dan Pelestarian Perkembangan Metode dan Teknik Penulisan Aksara Bali|place=Jakarta|ref=harv}}
* {{cite book|first=I Made|last=Surada|year=2007|publisher=Penerbit Paramitha|place=Surabaya|title=Kamus Sanskerta-Indonesia|url=https://books.google.co.id/books?id=g1gLAQAAMAAJ&dq=Kamus+Sanskerta-Indonesia&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiOtvXh16rpAhWETX0KHYPmDd8Q6wEILzAA|ref=harv}}
* {{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=fqRkAAAAMAAJ&dq=kamus+inggris+bali+indonesia&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjUuJ3l66XpAhVIbSsKHYplDocQ6AEIKzAA|title=Kamus Inggris, Bali, Indonesia|first=I Gusti Made |last=Sutjaja|year=2006|publisher=Lotus Widya Suari bekerjasama dengan Penerbit Universitas Udayana|isbn=9798286855|ref=harv}}
* {{cite book|url=https://archive.org/details/kawibalineeschn00tuukgoog/page/n7/mode/2up|title=Kawi-Balineesch-Nederlandsch Woordenboek|year=1897|publisher=Landsdrukkerij|place=Batavia|first=Herman Neubronner van der|last=Tuuk|ref=harv}}
* {{cite book|first= Petrus Josephus|url=http://sealang.net/ojed/|last=Zoetmulder|title=Old Javanese-English Dictionary|page=|year=1982|publisher=Nijhoff|editor-first1=Stuart Owen|editor-last1=Robson|isbn=9024761786|ref=harv}}
==== Pedoman Penulisan ====
* {{cite book|last=Medra|first=I Nengah|title=Pedoman Pasang Aksara Bali|place= Denpasar|publisher= Dinas Kebudayaan Pemerintah Daerah Tingkat I Bali|year=1998|url=http://www.babadbali.com/aksarabali/books/tobacaan.htm|page=|ref=harv}}
* {{cite book|last=Tinggen|first=I Nengah|year=1993|title=Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali|place=Singaraja|publisher=UD. Rikha|page=|url=http://www.babadbali.com/aksarabali/books/ppebb.htm|ref=harv}}
* {{cite book|last=Tinggen|first=I Nengah|year=1994|title=Celah-celah Kunci Pasang Aksara Bali|place=Singaraja|publisher=UD. Rikha|page=|url=http://www.babadbali.com/aksarabali/books/cck.htm|ref=harv}}
== Pranala luar ==
{{commons category|Balinese script|Aksara Bali}}
{{WikisourceWiki|Bahasa Bali|code=ban|page=Kaca Utama}}
=== Koleksi digital ===
* [http://www.bl.uk/manuscripts/Default.aspx Koleksi naskah British Library]
* [https://palmleaf.org/wiki/Bali Koleksi naskah Palmleaf Wiki]
* [http://khastara.perpusnas.go.id/ Koleksi naskah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia]
* [http://www.babadbali.com/aksarabali/bacaan.htm Koleksi acuan Yayasan Bali Galang]
* [https://sea.lib.niu.edu/islandora/object/SEAImages%3Alontar?display=list ''Southeast Asia Digital Library'' kompilasi Northern Illinois University]
* [http://www.islamicmanuscripts.info/inventories/leiden/index.html Koleksi naskah Leiden University Library]
===
* [http://khastara.perpusnas.go.id/web/detail/1222620/ ''Aparas Nabi''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200611102347/http://khastara.perpusnas.go.id/web/detail/1222620/ |date=2020-06-11 }} koleksi Perpustakaan Nasional Indonesia no. NB 2386
* [https://palmleaf.org/wiki/awig-awig-desa-silanjaya ''Awig-awig Deśa Silangjana''] koleksi Gedong Kirtya Singaraja no. II a 17 35/7
* [https://palmleaf.org/wiki/babad-gumi ''Babad Gumi''] koleksi Perpustakaan Dokbud Bali Denpasar no. B/XI/9/DOKBUD
* [https://palmleaf.org/wiki/carcan-kucing ''Carcan Kucing''] koleksi Gedong Kirtya Singaraja no. III c 807/W
* [http://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=6&ref=Sloane_MS_3480 Fragmen ''Arjunawijaya''] dari sekitar abad 17, koleksi British Library no. Sloane MS 3480
* [https://palmleaf.org/wiki/gaguritan-cangak ''Gĕguritan Cangak''] (2001) koleksi Perpustakaan Dokbud Bali Denpasar no. G/IV/8/DOKBUD
<!--* [https://palmleaf.org/wiki/geguritan-nengah-jimbaran ''Gaguritan Nĕngah Jimbaran''] koleksi Gedong Kirtya Singaraja no. IV d 768/3-->
* [https://palmleaf.org/wiki/atlas-bhumi ''Kakawin Atlas Bhūmi''] koleksi Gedong Kirtya Singaraja no. III b 496/10
* [https://khastara.perpusnas.go.id/landing/detail/102611 Perjanjian antara Residen Johannes Eschbach dengan Gusti Ngurah Pamecutan dan Gusti Gde Ngurah dari Badung] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200728091553/http://khastara.perpusnas.go.id/web/detail/102611/bali |date=2020-07-28 }} (1905) koleksi Perpustakaan Nasional Indonesia no. NB 66
* [http://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=4&ref=Or_12971 Surat perkenalan dari Mads Johannsen Lange] (1852) kepada penguasa Klungkung, Bangli, Mengwi, Gianyar, dan Tabanan
* [http://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=Egerton_MS_765 Surat pada lembaran emas] (1768) dikirim oleh Kanjeng Kyai Angrurah Jambe dari Badung dan Kyai Angrurah Agung dari Mengwi kepada Johannes Vos di Semarang, koleksi British Library no. Egerton MS 765
* [https://palmleaf.org/wiki/uger-uger-pasang-aksara-bali ''Ugĕr-ugĕr Pasang Aksara Bali''] (1986) koleksi Perpustakaan Dokbud Bali Denpasar no. 60/11/K/DOKBUD
===
* [http://std.dkuug.dk/jtc1/sc2/wg2/docs/n2908.pdf Proposal Unicode untuk aksara Bali]
* [https://www.unicode.org/L2/L2019/19259-balinese-archaic-jnya.pdf Proposal Unicode untuk JNYA ARKAIS Bali]
* [https://www.unicode.org/L2/L2019/19318-balinese-punct.pdf Proposal Unicode untuk PANTI LANTANG dan PAMADA LANTANG Bali]
* [http://www.unicode.org/L2/L2003/03118-balinese.pdf Dokumentasi Unicode mengenai penggunaan kontemporer aksara Bali]
* [http://www.omniglot.com/writing/balinese.htm Artikel aksara Bali] di omniglot.com
* [http://www.babadbali.com/aksarabali/presengl.htm Artikel komputerisasi aksara Bali] oleh Ida Bagus Adi Sudewa
* [https://r12a.github.io/pickers/bali/ ''Character Picker'' aksara Bali] oleh Richard Ishida
* [https://bennylin.github.io/transliterasi/bali.html Laman transliterasi aksara Bali oleh Benny Lin]
* Unduh fon aksara Bali di [https://aksaradinusantara.com/fonta/aksara/bali Aksara di Nusantara] atau repositori [https://github.com/googlefonts/noto-fonts/tree/master/hinted/ttf/NotoSansBalinese Google Noto]
<!--
* [http://basabali.org/main/wp-content/uploads/script_elearning/BalineseFontList_2012_0727.pdf Outline of Balines script] at BASAbali.org
* {{id}} [http://www.babadbali.com/aksarabali/books/cckpab.htm Babad Bali: Celah-Celah Kunci Aksara Bali]
* {{id}} [http://www.babadbali.com/aksarabali/books/ppebb.htm Babad Bali: Pedoman perubahan ejaan bahasa Bali dengan huruf Bali dan huruf Latin]
-->
{{aksara Bali}}
{{jenis aksara|state=show|state2=show}}
{{DEFAULTSORT:Balinese script}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Aksara Bali| ]]
[[Kategori:Aksara Nusantara]]
|