Televisi di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak 6 perubahan teks terakhir (oleh 202.67.39.27 dan 36.81.3.61) dan mengembalikan revisi 13828619 oleh ArdiPras95 |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(723 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Butuh penyuntingan lanjutan|$N=Copy edit|date=April 2024}}
{{Budaya Indonesia}}
'''[[Televisi]] di [[Indonesia]]''' dimulai saat [[Televisi Republik Indonesia|TVRI]] sebagai [[stasiun televisi]] pertama mengudara secara publik untuk pertama kali pada tahun 24 Agustus 1962 untuk menayangkan upacara pembukaan [[Pesta Olahraga Asia 1962]]. TVRI me[[monopoli]] siaran televisi di negara ini sampai tahun 1989,<ref>{{cite book|last=Schwartz |first=Adam |year=1994 |title=A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s |url=https://archive.org/details/nationinwaitingi00schw |publisher=Allen & Unwin |language=en |isbn=1-86373-635-2}}</ref> ketika stasiun televisi swasta pertama, [[RCTI]] memulai siarannya sebagai stasiun televisi lokal dan kemudian diberikan izin untuk mengudara secara nasional pada tahun 1993.
Masing-masing stasiun televisi memiliki berbagai [[program televisi|program]] untuk ditayangkan, mulai dari pertunjukan tradisional, seperti pertunjukan [[wayang]], hingga program seperti ''[[Indonesian Idol]]'' yang mengikuti model serupa di negara Barat. Salah satu acara televisi yang umum ditayangkan di setiap stasiun televisi Indonesia adalah ''sinetron'' (singkatan dari [[sinema elektronik]]).<ref>{{cite web|url=https://tirto.id/hidup-televisi-tergantung-sinetron-ckg1|title=Hidup Televisi Tergantung Sinetron|first=Yan |last=Chandra|date=7 Maret 2017|accessdate=24 Agustus 2017|website=Tirto.id}}</ref> Sinetron biasanya merupakan sebuah drama seri, mengikuti format [[opera sabun]], namun dapat pula merujuk pada [[serial televisi|serial]] fiksi. Serial tesebut terkadang bisa bergenre [[komedi]], seperti ''[[Bajaj Bajuri]]'' yang populer di masyarakat,<ref>{{cite journal|last=Ardianto |first=Eka |year=2005 |title=Konsumsi Bajaj Bajuri: Sebuah Kekuasaan Pemirsa Televisi, Penelitian Perilaku Konsumen dari Pandangan Kajian-Kajian Budaya |journal=Jurnal Manajemen Prasetiya Mulya |volume=10 |pages=43-57 |doi= |issn=0854-1752}}</ref> menampilkan kehidupan seorang pengemudi [[bajaj]]<ref>{{cite journal|url=https://ojs.uajy.ac.id/index.php/jik/article/download/240/329 |title=Menertawakan Kejelataan Kita: Transgresi Batas-Batas Marginalitas dalam Sinetron Komedi ''Bajaj Bajuri'' |journal=Jurnal Ilmu Komunikasi |volume=3 |issue=1 |year=2006 |first=Budi |last=Irawanto |pages=49-62 |doi=10.24002/jik.v3i1.240}}</ref> atau ''[[Si Doel Anak Sekolahan]]'', serial yang menampilkan kehidupan [[orang Betawi]].<ref>{{cite book|last=Loven |first=K. |year=2008 |title=Watching Si Doel: Television, Language, and Cultural Identity in Contemporary Indonesia |location=Leiden, Belanda |publisher=KITLV Press |isbn=9-067-18279-6 |oclc=872135121 |language=en}}</ref>
== Sejarah ==
=== Awal mula (1952–1966) ===
{{see also|Televisi Republik Indonesia#Sejarah}}
[[Berkas:TVRITower.jpg|jmpl|ki|200px|Kantor pusat TVRI, stasiun televisi pertama di Indonesia.]]
Gagasan awal untuk mendirikan stasiun televisi di Indonesia diajukan oleh [[Maladi|R. Maladi]] pada tahun 1952. Menurutnya, keberadaan stasiun televisi akan berguna untuk sosialisasi [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|pemilihan umum 1955 mendatang]], tetapi gagasan itu gagal karena dinilai terlalu mahal oleh kabinet pada masa itu.<ref name="armando">Armando, Ade (2011). ''Televisi Jakarta di Atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia''. Yogyakarta: Penerbit Bentang.</ref> Meskipun tidak terwujud, namun pada setahun setelahnya (1953), Departemen Penerangan sudah mulai menjajaki penyediaan siaran televisi, yang pada saat itu ditawarkan oleh berbagai negara seperti [[Jepang]], [[Amerika Serikat]] dan [[Jerman Barat]].<ref name="sum"/>
Pertama kali masyarakat Indonesia menyaksikan demonstrasi siaran televisi adalah pada tahun 1955 di [[Kota Yogyakarta]]. Pesawat televisi yang ditampilkan dalam acara "Pekan Raja 200 Tahun Kota Djogjakarta" tersebut, berasal dari [[Uni Soviet]].<ref name="Kompas R&D">{{cite book|author=Dicky |year=2002 |title=Kompas Research and Development |location=Jakarta |publisher=[[Kompas]]}}</ref> Selain itu, di akhir tahun yang sama, contoh pesawat TV dari Amerika Serikat juga ditampilkan di sebuah pameran di Jakarta, yang tercatat menarik perhatian banyak pihak.<ref name=histori>[https://historia.id/politik/articles/awal-mula-pemerintah-mengenalkan-televisi-P0o8e/page/2 Awal Mula Pemerintah Mengenalkan Televisi]</ref>
Pada tanggal 25 Juli 1961, Maladi yang kala itu telah menjadi [[Menteri Penerangan Republik Indonesia|Menteri Penerangan RI]] mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961, yang membentuk Panitia Persiapan Televisi (P2TV) beranggotakan 9 orang<ref name="sjarah"/> demi mempersiapkan pembentukan stasiun televisi di Indonesia. Panitia ini didirikan sebagai bagian dari persiapan untuk [[Pesta Olahraga Asia 1962|Asian Games keempat]]. Hanya ada satu tahun untuk membuat studio, menara siaran, dan peralatan teknis lainnya di lokasi bekas Akademi Penerangan (AKPEN) di [[Senayan]]. Dalam waktu persiapan yang singkat, [[Soekarno]] memiliki peran yang sangat penting, dengan memilih peralatan siaran dan asal dari peralatan-peralatan tersebut (dari [[NEC]], [[Jepang]]).<ref name="sjarah"/> Ujicoba siaran televisi pertama ini adalah liputan langsung perayaan HUT ke-17 Kemerdekaan Indonesia pada pagi hari 17 Agustus 1962 dari [[Istana Merdeka]] Jakarta.<ref>{{Cite news|url=http://techno.okezone.com/read/2016/02/16/207/1313559/sejarah-pertama-kali-televisi-masuk-ke-indonesia|date=16 Februari 2016|title=Sejarah Pertama Kali Televisi Masuk ke Indonesia|first=Arsan |last=Mailanto |accessdate=22 Agustus 2016|work=[[Okezone.com]]}}</ref>
Pukul 16.00-19.00 WIB,<ref name=ishadi>Ishadi S.K. 2014. Media dan Kekuasaan - Televisi di Hari-hari Terakhir Presiden Soeharto. Jakarta: Penerbit Buku Kompas., hlm. 32.</ref> 24 Agustus 1962, warga Jakarta menyaksikan siaran langsung upacara pembukaan [[Pesta Olahraga Asia 1962]] (juga dikenal sebagai ''Asian Games 1962'') dari Gelora Bung Karno. Siaran ini diselenggarakan oleh "Seksi Biro Radio dan Televisi ''Organizing Committee'' Asian Games IV", di kanal 9 [[VHF]].<ref name="pers">[https://books.google.co.id/books?id=docLAQAAMAAJ&pg=PA799&dq=Tvri+perjan&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjP86XMjfrzAhV07HMBHYA5D1kQ6AF6BAgLEAI#v=onepage&q=Tvri%20perjan&f=false Seabad pers kebangsaan, 1907-2007]</ref> Tanggal tersebut saat ini dikenal sebagai hari kelahiran [[Televisi Republik Indonesia]] atau TVRI sebagai jaringan televisi pertama di Indonesia, sekaligus [[TVRI (saluran televisi)|saluran utama TVRI]] sebagai stasiun televisi pertama di negara ini. Siaran televisi ini awalnya hanya dinikmati oleh 80.000 (2%) penduduk saja, dengan cakupan terbatas di Jakarta dan pada saat itu hanya terdapat 10.000-15.000 pesawat TV di Indonesia.<ref name=histori1>[https://historia.id/politik/articles/televisi-masuk-desa-DAo1j/page/2 Televisi Masuk Desa]</ref> Kebanyakan pesawat TV tersebut merupakan pesanan pemerintah (ke salah satu pengusaha nasional, [[Thayeb Mohammad Gobel|Thayeb Gobel]])<ref name=histori/> dengan tujuan dibagikan ke pegawai negeri atau ditempatkan di fasilitas publik untuk disaksikan masyarakat.<ref name=histori1/>
Tidak lama kemudian, jumlah pesawat TV yang ada di Indonesia bertambah menjadi 37.000 unit, meskipun penyebarannya masih terbatas di 3-4 kota besar di Indonesia.<ref name=histori/> Adapun pesawat TV produksi dalam negeri pertama, yang hadir beberapa saat setelah TVRI lahir, muncul dengan merek "Ralin", yang diproduksi oleh PT Philips Ralin Electronics, sebuah [[perusahaan patungan]] antara Pemerintah RI dan perusahaan elektronika [[Belanda]], [[Philips]]. Pesawat TV Ralin kemudian menjadi yang paling banyak dimiliki saat itu,<ref>[https://www.remotivi.or.id/kabar/81/Produksi-Pesawat-TV-Pertama-di-Indonesia Produksi Pesawat TV Pertama di Indonesia]</ref> dan bersama PT National Gobel, mendominasi produksi pesawat TV lokal di Indonesia.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=Qy-5AAAAIAAJ&pg=PA235&dq=PT+Philips+Ralin+Electronics+tv&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjXsPGLyfT7AhXs73MBHX4WBZ0Q6AF6BAgLEAI#v=onepage&q=PT%20Philips%20Ralin%20Electronics%20tv&f=false Indonesia: A Survey of U.S. Business Opportunities, Volume 57]</ref>
Pada tanggal 20 Oktober 1963, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI ([[ejaan Republik]]: Jajasan TVRI) sebagai badan yang mengatur televisi ini. Pada akhir tahun itu juga, Yayasan TVRI mulai menarik pajak untuk pemilik televisi sampai tahun 1973 (ketika kewenangan pajak kepemilikan televisi mulai dibantu oleh [[Pos Indonesia|PN Pos dan Giro]]);<ref name=masihdikenakan>[https://books.google.co.id/books?id=YsfYDwAAQBAJ&pg=PA42&dq=Iuran+Televisi&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjvhbK06vzzAhUJA3IKHaFSA5EQ6AF6BAgJEAI#v=onepage&q=Iuran%20Televisi&f=false Zaman di mana TV dikenakan Iuran]</ref> dan juga mulai menerima iklan, tepatnya sejak 1 Maret 1963 dengan nama ''Siaran Niaga''.<ref>{{Cite news|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/sejarah-iklan-televisi-di-indonesia.html|title=Sejarah iklan televisi di Indonesia
|date=15 November 2014 |first=Anwar |last=Khumaini|accessdate=14 Januari 2015 |work=[[Merdeka.com]]|editor-last=Syafirdi|editor-first=Didi|language=id}}</ref> Seiring waktu, dari tahun 1965 sampai 1976, TVRI mendirikan [[Televisi Republik Indonesia#Stasiun|stasiun-stasiun daerah]] di [[Yogyakarta]] (1965), [[Medan]] (1970), [[Ujung Pandang]] (1972), [[Balikpapan]] (1973), dan [[Palembang]] (1974). Pada tahun 2001, TVRI sudah memiliki 12 stasiun televisi dan 8 studio produksi.
Secara dasar, banyak analis menilai bahwa kehadiran TVRI pada saat itu tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politis. TVRI didirikan sebagai alat bagi propaganda pemerintah, alat pemersatu bangsa, dan pembangunan citra Indonesia sebagai negara maju dan modern pada era [[Demokrasi Terpimpin]]. Pemerintah pun saat itu tidak memiliki niat untuk membiarkan peran swasta dalam mengelola TVRI atau membentuk stasiun televisi mereka sendiri, karena bisa dianggap dimanfaatkan oleh "pengacau" maupun anti-pemerintah - seperti yang diungkapkan Maladi beberapa saat setelah TVRI bersiaran, belum lagi ketidakpercayaan Soekarno pada ekonomi dan politik berbasis [[liberalisme]]. Cara pandang yang otoriter ini, tetap akan dipertahankan walaupun rezim berganti dari Soekarno ke [[Orde Baru]].<ref name="armando"/><ref name="sum"/>
=== Orde Baru (1966–1998) ===
==== Dominasi TVRI ====
Pada tanggal 16 Agustus 1976, [[Sistem Komunikasi Satelit Domestik]] (SKSD) melalui [[Palapa A1]] diresmikan.<ref>{{cite journal|url=https://spacejournal.ohio.edu/issue8/pdf/marwah.pdf|title=Planning and Development of Indonesia's Domestic Communications Satellite System PALAPA |page=3 |issue=8 |date=Musim Gugur 2005 |language=en |author-link=Marwah Daud Ibrahim |first=Marwah D. |last=Ibrahim |journal=Online Journal of Space Communication}}</ref> Satelit komunikasi ini adalah [[satelit]] pertama yang dimiliki oleh Indonesia dan salah satu satelit pertama yang dioperasikan oleh [[negara berkembang]].<ref name="indosat-palapa">{{cite web | title = History of Palapa Satellite | website = [[Indosat]] | url = http://www.palapasat.com/history.php | accessdate = 14 April 2015 | deadurl = yes | archiveurl = https://web.archive.org/web/20150429145948/http://www.palapasat.com/history.php | archivedate = 29 April 2015 | df = |language=en}}</ref> Palapa A1 memiliki 12 [[transponder]] yang memungkinkan TVRI untuk mendistribusikan siaran secara nasional. Kehadiran Satelit Palapa berdampak positif pada TVRI, terbukti dengan meluasnya siaran televisi ke berbagai daerah, termasuk ke desa-desa dari sebelumnya dominan di [[pulau Jawa]] saja. Perluasan ini juga dibantu dengan penyebaran pesawat TV di kantor-kantor pemerintah hingga ke desa (yang dikenal dengan proyek Televisi Masuk Desa) untuk ditonton publik secara massal. Diperkirakan, dari awalnya hanya sekitar 3.000 unit pesawat TV publik yang ada di tahun 1976/1977, angkanya naik berkali-kali lipat menjadi 54.318 unit pada periode 1987/1988.<ref name=histori1/>
Penonton siaran TVRI pun naik tajam, dari hanya 5% penduduk Indonesia pada 1981 menjadi 64,4% pada 1991,<ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p68.html Default Nasib suplemen]</ref> dan di tahun 1984, jumlah pesawat televisi yang ada di Indonesia sudah mencapai 5,4 juta unit; angka yang akan terus bertambah seiring pertumbuhan ekonomi nasional yang memacu daya beli masyarakat.<ref name=histori1/> Penambahan pesawat TV pun terjadi di berbagai pulau yang mencapai ratusan persen (133-257%), dari sebelumnya hanya banyak tersedia di Pulau Jawa. Selain jumlah pesawat TV yang makin banyak, jumlah stasiun transmisi juga bertambah, yang berarti memperluas cakupan penerimaan TVRI.<ref name="armando"/> Perluasan penerimaan siaran televisi ke masyarakat di era ini sesungguhnya juga diwarnai aspek politis, yaitu untuk mendukung ketahanan nasional dengan mencegah masuknya siaran TV asing ke Indonesia dan mengurangi kesenjangan sumber informasi kepada publik.<ref name=histori/> Selain perluasan siaran dengan satelit, perkembangan lainnya yang muncul adalah kehadiran [[televisi berwarna|siaran televisi berwarna]] di Indonesia, yang mulai diterapkan sejak 1977<ref name="sjarah">[https://books.google.co.id/books?id=rtIjAAAAMAAJ&pg=PA120&dq=Televisi+berwarna+Tvri+1977&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwj2vKab-YH0AhXZbCsKHQXQD1YQ6AF6BAgJEAI#v=onepage&q=Televisi%20berwarna%20Tvri%201977&f=false Sejarah Departemen Penerangan RI.]</ref> dan pada akhirnya diberlakukan secara penuh pada seluruh siaran TVRI sejak 1 September 1979.<ref name="Kompas R&D" />
[[Berkas:STS-41-B Palapa B-2 deployment.jpg|jmpl|kiri|Penampakan satelit [[Palapa B2]] dari [[Space Shuttle Challenger]] setelah dilepaskan oleh [[STS-41-B]] tahun 1984.]]
Pada tanggal 5 Januari 1981, Presiden [[Soeharto]] mengeluarkan instruksi untuk menghapus iklan dari TVRI;<ref>Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1981/1982</ref> hal yang berdampak pada penayangan acara khusus iklan ''[[Mana Suka Siaran Niaga]]''. Alasannya adalah keyakinan bahwa iklan tersebut dapat menciptakan "dampak negatif" bagi perkembangan Indonesia selama masa itu, terutama dalam program pembangunan pemerintah yang anti-konsumtivisme dan tidak menyukai kesenjangan sosial,<ref name="armando"/> khususnya bagi penduduk pedesaan.<ref name="sjarah"/> Instruksi ini telah menciptakan pro dan kontra, terutama karena tidak ada penelitian di balik pernyataan ini; meskipun demikian, pemerintah kemudian tetap memberlakukannya lewat SK Menpen No. 30/Kep/Menpen/1981 pada 1 April 1981.<ref name="Kompas R&D" /> Program TVRI sejak saat itu mengalami penurunan, dengan lebih mengutamakan acara-acara lokal, namun umumnya berisi program pemerintah dan berita-berita seremonial; sementara pembiayaannya berasal dari anggaran pemerintah dan iuran. Sempat ada beberapa usulan yang diungkapkan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas TVRI, seperti usulan boleh kembali menerima iklan, atau menciptakan saluran kedua maupun ketiga.<ref name="armando"/> Khusus usulan kedua ini, akan diwujudkan dengan pendirian TVRI Programa II di [[TVRI Jakarta|Jakarta]] dan [[TVRI Jawa Timur#Program 2 Jawa Timur|Surabaya]] yang lebih menyesuaikan selera kota pada akhir 1980-an.
Sebagai satu-satunya stasiun TV di Indonesia selama bertahun-tahun, selain liputan acara-acara negara, sidang-sidang [[Majelis Permusyawaratan Rakyat]] dan hari libur nasional, berita, siaran pendidikan dan program regional dalam banyak [[bahasa daerah]], TVRI juga menyiarkan hiburan, program berorientasi anak dan olahraga yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang menonton. Memasuki tahun 1987, TVRI diperkirakan sudah memiliki luas jangkauan 900.000 km persegi (atau 120 juta penduduk/ke 6,393 juta unit pesawat TV yang terdaftar), dengan bantuan 240 stasiun pemancar, 10 stasiun penyiaran, dan 10 stasiun produksi keliling.<ref name=moko>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p344.html Default SIARAN SALURAN TERBATAS BOLEH DILAKUKAN SWASTA]</ref> Meskipun demikian, ide untuk menciptakan siaran televisi swasta tetap tidak pernah padam dari diskursus masyarakat (dan juga pemerintah yang tercatat sudah melakukan studi kasus)<ref name=moko/> pada era 1980-an. Salah satu pertimbangannya adalah melihat kesuksesan perkembangan televisi swasta di negara-negara [[Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara|ASEAN]], seperti [[TV3 (Malaysia)|TV3]] di [[Malaysia]] yang beroperasi sejak 1984, ditambah beberapa usulan pendirian televisi swasta oleh sejumlah pengusaha.<ref name=broad/> Selain itu, ide penghapusan monopoli TVRI juga dilatarbelakangi oleh liberalisasi ekonomi yang makin besar di Indonesia pada era 1980-an dan kebutuhan [[kelas menengah]] yang semakin membutuhkan sumber hiburan yang berbeda dan lebih segar. Kebutuhan ini mulai diperhatikan pemerintah setelah munculnya fenomena seperti maraknya penyewaan kaset-kaset [[film]] impor; munculnya penerimaan [[televisi satelit]] asing sebelum dan sesudah kehadiran ''open-sky policy'' (kebijakan langit terbuka) pada 20 Agustus 1986 di kota-kota; maraknya penerimaan siaran luberan televisi [[Malaysia]] dan [[Singapura]] di daerah perbatasan;<ref>[http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/130035-D%2000836%20Power%20contestation-%20Literatur.pdf Siaran media televisi di Indonesi]</ref> maupun mulai munculnya siaran televisi kabel gelap di beberapa [[apartemen]] di Jakarta.<ref name=masduki>[https://books.google.co.id/books?id=V68EEAAAQBAJ&pg=PA141&dq=presidential+decree+%23+215+tvri&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwi7-cqZ0fzzAhXOQ30KHeh_BGQQ6AF6BAgJEAI#v=onepage&q=presidential%20decree%20%23%20215%20tvri&f=false Public Service Broadcasting and Post-Authoritarian Indonesia]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=hZ2CAgAAQBAJ&pg=PA83&dq=indosiar+1995&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiB9dmqh_rzAhXKdCsKHZfBDhY4FBDoAXoECAEQAg#v=onepage&q=indosiar%201995&f=false Media Reform: Democratizing the Media, Democratizing the State]</ref><ref name="asia"/>
==== Munculnya televisi swasta ====
[[Berkas:Sctvrcti.jpg|jmpl|250px|Papan nama untuk stasiun transmisi RCTI dan SCTV di [[Dili]], [[Timor Leste]], yang saat ini sudah terbengkalai. RCTI dan SCTV pernah saling berbagi banyak hal dalam sistem siaran mereka pada awal 1990-an, salah satunya terkait menara pemancar. Di samping TVRI, televisi-televisi swasta juga pernah bersiaran di Timor Leste saat [[Timor Timur|masih menjadi bagian]] dari Indonesia.]]
Awalnya, menghadapi dorongan bagi kelahiran televisi swasta, pada Agustus 1986 Dirjen RTF (Direktur Jenderal Radio, Televisi dan Film) Subrata menolak usulan televisi swasta dan menyatakan hanya TVRI yang berhak menentukan bagaimana siaran televisi dapat dilakukan.<ref name=broad/> Namun, beberapa waktu kemudian, akhirnya pemerintah mulai membuka pintu bagi kelahiran TV swasta yang saat itu dimaksudkan agar "melindungi masyarakat dari siaran asing".<ref name="armando"/> Melalui SK Menpen No. 190A/Kep/Menpen/1987 (20 Oktober 1987), stasiun televisi swasta awalnya dikonsepkan bersistem SST (Siaran Saluran Terbatas) di mana siarannya bersifat [[terestrial]], namun untuk menerimanya harus secara [[televisi berlangganan|berlangganan]] dengan [[dekoder (televisi)|dekoder]]. Siarannya juga pada saat itu terbatas di satu kota saja, dengan izin yang diberikan selama 20 tahun dari TVRI. Selain itu, TVRI juga akan terlibat dalam manajemen (seperti pemograman) stasiun televisi swasta. Konsep awal kehadiran televisi swasta tersebut bertitik-tolak pada posisi TVRI yang masih dianggap pemerintah sebagai satu-satunya lembaga yang boleh menyiarkan televisi menurut Keppres No. 215/1963. Jadi, TVRI-lah yang menentukan (atau menunjuk) siapa yang berhak dan bagaimana pelaksanaan siaran televisi swasta dalam sebuah perjanjian [[bagi hasil]]. Penunjukan pihak ketiga (swasta) sebagai "pelaksana SST" dilakukan karena biaya yang terbilang mahal demi menyelenggarakan TV swasta SST jika dilakukan TVRI sendiri. Selain itu, adanya sistem SST dilandasi oleh semangat yang sama dengan kebijakan pelarangan iklan di TVRI pada awal 1980-an, yaitu mencegah efek kesenjangan sosial lewat iklan-iklan maupun kebudayaan asing lewat program-program impor. Hal ini membuat televisi swasta awalnya hanya ditujukan bagi pemirsa kelas menengah ke atas.<ref name="armando"/><ref name=broad>[https://books.google.co.id/books?id=JXIKDHWmRdgC&pg=PA244&dq=english+news+service+tvri+1983&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjRvo7HufrzAhWZbisKHaOZAywQ6AF6BAgKEAM#v=onepage&q=english%20news%20service%20tvri%201983&f=false Broadcasting in the Malay World: Radio, Television, and Video in Brunei ...]</ref>
Stasiun televisi swasta pertama bersistem SST yang didirikan adalah [[RCTI|Rajawali Citra Televisi Indonesia]] atau RCTI, yang diresmikan pada 24 Agustus 1989, dengan cakupan siaran di Jakarta.<ref>{{cite article|title=RCTI, Indonesia's First Commercial Television: The Pride of The Nation |publisher=[[Asiaweek]] |volume=21 |number=12 |date=6 April 1994 |pages=6-7 |language=en |oclc=969387801}}</ref> RCTI merupakan siaran televisi swasta pertama di Indonesia, dimiliki oleh [[Media Nusantara Citra|Grup Bimantara Citra]] milik [[Bambang Trihatmodjo]] berpatungan dengan [[Rajawali Corpora|Rajawali Wira Bhakti Utama]] milik [[Peter Sondakh]]. Acara-acara RCTI awalnya merupakan acara impor Barat dan karena statusnya swasta, maka pendapatan RCTI juga diperoleh dari [[iklan]] yang mencapai 15% jam siarannya. Kemudian, pada 24 Agustus 1990, stasiun televisi kedua, [[SCTV|Surabaya Central Televisi]] (SCTV), diresmikan dengan cakupan siaran [[Surabaya]] dan sekitarnya. Stasiun televisi ini dimiliki oleh "raja sinepleks" [[Sudwikatmono]] berpatungan dengan [[Henry Pribadi]]. Awalnya, dua stasiun televisi ini dimaksudkan bersistem SST. Namun, seiring upaya pemerataan kesempatan penerimaan siaran televisi, pada 24 Juli 1990, Deppen mengeluarkan SK Menpen No. 111/Kep/Menpen/1990 yang menghapuskan kewajiban penggunaan dekoder bagi siaran televisi swasta (menjadi Siaran Saluran Umum/SSU berbasis ''[[siaran gratis|free-to-air]]''), walaupun masih harus bersiaran lokal. Ditambah dengan keluarnya izin dari Dirjen RTF (Radio, Televisi dan Film),<ref>[https://www.coursehero.com/file/p3afr9o/SSU-adalah-siaran-TV-yang-dapat-ditangkap-langsung-oleh-umum-melalui-pesawat/ Ssu adalah siaran tv yang dapat ditangkap langsung..]</ref> akhirnya pada sebulan kemudian, satu-satunya stasiun TV yang memakai dekoder, RCTI kini bisa bersiaran dengan lebih leluasa, dan SCTV pun pada awal siarannya tidak memerlukan dekoder sama sekali.<ref name="armando"/>
SK Menpen No. 111/1990 secara dasar membagi stasiun televisi swasta menjadi SPTSU (Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Umum, pengganti SST) dan SPTSP (Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Pendidikan).<ref>[https://books.google.co.id/books?id=7bBkAAAAMAAJ&q=sk+menpen+111/1990&dq=sk+menpen+111/1990&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjSsfnu0Z_0AhXm4nMBHSuSBOIQ6AF6BAgCEAI Kemelut PDI di layar televisi: survei pemberitaan PDI di lima stasiun TV]</ref> SPTSU hanya diizinkan untuk didirikan di masing-masing ibukota provinsi sebanyak 1 buah/provinsi, sedangkan SPTSP hanya diizinkan satu buah dan berpusat di ibukota negara.<ref name="armando"/> Yang kemudian menjadi penyelenggara SPTSP adalah PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia ([[MNCTV|TPI]]), yang diresmikan pada tanggal 23 Januari 1991 sebagai stasiun televisi swasta ketiga. Sifat SPTSP TPI diwujudkan dengan siarannya yang didominasi acara pendidikan dari [[Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia|Depdikbud]] dan mampu bersiaran nasional dengan berbagi saluran/fasilitas bersama TVRI ketika TVRI tidak bersiaran di pagi hari. TPI dikelola oleh [[Siti Hardijanti Rukmana]], yang merupakan anak Presiden Soeharto dan seorang pengusaha. Berbeda dengan RCTI dan SCTV yang perizinannya secara formal melalui "penunjukan" TVRI, TPI (dan televisi swasta lain yang bersiaran setelahnya) izinnya diberikan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Penerangan.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=8B9qDwAAQBAJ&pg=PT118&dq=RCTI+1989&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwisvript7T7AhVNUWwGHdLBBM44FBDoAXoECAYQAg#v=onepage&q=RCTI%201989&f=false Media Fortunes, Changing Times]</ref> Selain itu, seluruh televisi swasta kini boleh mengalokasikan 20% jam siarnya untuk iklan.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=gQPIDwAAQBAJ&newbks=1&newbks_redir=0&printsec=frontcover&pg=PA53&dq=stasiun+penyiaran+televisi+swasta+umum&hl=id&redir_esc=y#v=onepage&q=stasiun%20penyiaran%20televisi%20swasta%20umum&f=false Komunikasi & Regulasi Penyiaran]</ref>
Pada tanggal 13 September 1990, Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden No. 40/1990 yang memberi peluang pada perusahaan swasta bagi mengumpulkan [[iuran televisi]] TVRI. Sebagai pelaksana dari Keppres ini adalah PT Mekatama Raya, perusahaan swasta milik Sudwikatmono dan [[Sigit Harjojudanto]], yang memulai operasionalnya sejak tahun [[1991]].<ref>[https://books.google.co.id/books?id=69-PeeTlpzYC&q=pt+mekatama+raya&dq=pt+mekatama+raya&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwj7kLfL9p_0AhUDfH0KHbKmAvU4ChDoAXoECAQQAg Dewan Perwakilan Rakyat, Republik Indonesia periode 1987-1992]</ref> Alasan perubahan ini adalah untuk meningkatkan pendapatan karena sistem yang saat itu mengandalkan pos dan giro dirasa belum memenuhi target (hanya sekitar 70% dari target).<ref name=broad/> Namun, pada 14 April 1992, Direktorat Jenderal Radio, Televisi dan Film memutuskan bahwa Yayasan TVRI akan menarik kembali iuran televisi, setelah satu tahun, PT Mekatama Raya gagal untuk memenuhi kewajibannya. Iuran televisi kemudian akan tetap ditarik oleh TVRI hingga awal 2000-an.
Seiring waktu, pemerintah juga membuka peluang bagi berbagai stasiun TV swasta lain untuk bersiaran. Dalam hal ini, pemerintah kemudian membolehkan RCTI dan SCTV untuk membentuk stasiun [[sistem televisi berjaringan di Indonesia|jaringan]]nya yang terpisah dari pusat (namun dengan program yang sama) yaitu [[RCTI Network Jawa Barat|RCTI Bandung]] dan [[SCTV Denpasar]] yang masing-masing beroperasi pada 1 Mei 1991<ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p11.html Default Siaran percobaan rcti bandung mulai 1 mei 1991]</ref> dan 14 September 1991.<ref name="MitraTVRI">[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p449.html SURABAYA KITA: BUKAN AKAN BERSAING, SCTV MITRA TVRI]</ref> Pemerintah (lewat SK Dirjen RTF No 1286/RTF/K/VI/1991 pada Juni 1991) kemudian juga mengizinkan kedua stasiun televisi diatas yang saat itu hanya diizinkan bersiaran lokal, menjadi dapat memancarkan siarannya lewat satelit dan bisa diterima di seluruh Indonesia, walaupun penerimanya terbatas. Alasannya, siaran lewat satelit tersebut diperlukan untuk menyiarkan acara dari induk ke jaringannya (misalnya RCTI Jakarta ke RCTI Bandung).<ref name="armando"/><ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p123.html Default Pilih mana, tv swasta atau tv komersil?]</ref> Selain izin bagi afiliasi 2 stasiun TV tersebut, pemerintah juga memberikan izin pada 1991-1992 kepada enam perusahaan untuk mendirikan perusahaan televisi swasta, meliputi 1 siaran televisi nasional khusus (istilah resminya Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Khusus/SPTSK; ada dalam SK Menpen No. 84A/Kep/Menpen/1992)<ref name="tadinya">[https://books.google.co.id/books?id=WdvYDwAAQBAJ&pg=PA34&lpg=PA34&dq=sk+menpen+04a/1993&source=bl&ots=Cw40BLabTA&sig=ACfU3U3zYGV97u0eJ1sGVwP4aw1WH5idpg&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwicoLDw25_0AhX2yzgGHWq1DKgQ6AF6BAgdEAM#v=onepage&q=sk%20menpen%2004a%2F1993&f=false Televisi Swasta dan Efek Booming Rumah Produksi]</ref> dan 5 stasiun televisi lokal (SPTSU) di berbagai daerah. Stasiun televisi swasta ini, meliputi:
* PT [[Indosiar|Indosiar Visual Mandiri]] atau Indosiar, berpusat di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Berstatus SPTSK, untuk menyiarkan acara kebudayaan dan ekonomi pedesaan, dan dimiliki oleh [[Grup Salim]] dan Eko Soepardjo Rustam;
* PT Merdeka Citra Televisi Indonesia atau MCTI, berpusat di [[Kota Semarang|Semarang]] yang dimiliki patungan oleh Grup Salim dan [[Suara Merdeka Network|Grup Suara Merdeka]];
* PT Ramako Indotelevisi Batam atau RIT TV, berpusat di [[Kota Batam|Batam]] dan dimiliki patungan oleh Grup Salim dan [[Grup Ramako]] (milik [[Bambang Nuryatno Rachmadi|Bambang Rachmadi]]);
* PT Sanitya Mandara Televisi atau SMTV, berbasis di [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] dan dimiliki oleh [[GBPH Pakuningrat]]/keluarga [[keraton Yogyakarta]] bersama dengan [[Youk Tanzil]];<ref name="6TVSwasta">[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p80.html Sudah keluar, izin prinsip enam tv swasta]</ref>
* PT [[antv|Cakrawala Andalas Televisi]] atau ANteve, berbasis di [[Bandar Lampung]] dan dimiliki oleh [[Grup Bakrie]] bersama dengan [[Agung Laksono]];
* PT Cakrawala Bumi Sriwijaya Televisi atau CBS TV, berbasis di [[Kota Palembang|Palembang]] dan juga dimiliki oleh Grup Bakrie.
Selain 6 stasiun televisi di atas, beberapa pihak lain yang terdengar ingin mendirikan stasiun televisi swasta, meliputi:
* PT Corkindo Rajawali Citra di Yogyakarta, dimiliki oleh Husein Naro, Budhy Budiarto dan [[Peter F. Gontha]];<ref name=6TVSwasta/><ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p137.html Tv swasta di indonesia: "payung" belum dibuka, bisnis sudah "gerimis"]</ref>
* PT Metropolitan Television Program di Jakarta, dimiliki oleh Timmy Habibie (saudara [[B. J. Habibie]]);
* PT Rajawali Citra Televisi Makassar di [[Ujung Pandang]] yang direncanakan akan dimiliki oleh [[Jusuf Kalla]];<ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p410.html MCTI SEMARANG: GILIRAN SEMARANG MERDEKA]</ref>
* Sebuah stasiun televisi di [[Medan]] yang direncanakan akan dimiliki oleh [[Hutomo Mandala Putra]] dan [[Eddie Marzuki Nalapraya|Eddie Nalapraya]];
* Sebuah stasiun televisi di [[Manado]];
* Sebuah stasiun televisi yang dimiliki oleh [[Angkatan Bersenjata Republik Indonesia|ABRI]] untuk membantu kegiatannya, yang diusulkan ke pemerintah pada Juli 1992;<ref>[https://www.facebook.com/notes/rcti-jadul-entertainment/1994-tv-swasta-berebut-iklan/478427575554096/ 1994, TV SWASTA BEREBUT IKLAN]</ref><ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p395.html BAKRIE MASUK TEVE, DIKELOLA NIRWAN BAKRIE, JUALAN SPORT & NEWS! BUKAN KARENA HOBI!?!]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?hl=id&id=JP8nAAAAMAAJ&dq=Corkindo+Rajawali+Citra&focus=searchwithinvolume&q=kalla Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 3,Masalah 13-24]</ref>
* Sebuah stasiun televisi nasional olahraga yang dimiliki oleh Hutomo Mandala Putra.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=-GUehQsdzw8C&pg=PA165&dq=Merdeka+Citra+Televisi+Indonesia&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjA6tDo_rr0AhVpSGwGHbOYAHUQ6AF6BAgJEAM#v=onepage&q=Merdeka%20Citra%20Televisi%20Indonesia&f=false Telecommunications in Asia: Policy, Planning and Development]</ref>
Dari kelima SPTSU yang diizinkan mendirikan stasiun televisi swasta, hanya ANteve yang sempat mulai bersiaran sebagai stasiun televisi lokal (sejak 1 Januari 1993).<ref name="atapgedung">{{Cite web |url=https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p546.html |title=LEBIH JAUH TENTANG TELEVISI SWASTA BARU DI INDONESIA (1), MELIPUT SU MPR DARI ATAP GEDUNG |access-date=2021-02-26 |archive-date=2022-03-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220310062158/https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p546.html |dead-url=no }}</ref><ref>[https://web.archive.org/web/20020913123359/http://www.anteve.co.id/profil.asp Profil ANTV]</ref> Ini dikarenakan, pada Juli 1993, pemerintah memutuskan untuk hanya memberi izin 5 stasiun TV swasta untuk bersiaran nasional, yaitu RCTI, SCTV, TPI, ANteve dan Indosiar saja dan menutup izin untuk stasiun TV baru dengan alasan modal yang besar dan menjaga persaingan. Pemberian izin siaran nasional, yang disahkan melalui SK Menpen No. 04A/Kep/Menpen/1993 pada 18 Januari 1993<ref name="tadinya"/> kepada stasiun televisi swasta tersebut, dijustifikasi dengan alasan demi menjaga penduduk Indonesia dari siaran televisi asing, walaupun proses pemberian izinnya tidak melalui tahapan yang transparan sama sekali seperti [[tender]].<ref name="armando"/><ref name="asia"/> Bisa dikatakan, pemberian izin tersebut "mengubah total" wajah pertelevisian Indonesia. Hal ini karena aturan tersebut mengubah rancangan awalnya dimana stasiun televisi dikonsepkan bersiaran secara berjaringan dan lebih melokal, menjadi bersiaran secara tersentralisasi dari Jakarta, yang masih berlangsung hingga saat ini. Maka, dari beberapa stasiun televisi yang berbasis di luar Jakarta, yaitu ANteve dan SCTV kemudian harus memindahkan seluruh perangkat dan infrastrukturnya masing-masing dari Lampung dan Surabaya ke Jakarta. Stasiun afiliasi masing-masing TV, seperti RCTI Bandung dan SCTV Denpasar juga kemudian dileburkan dengan induknya seiring prasyarat dari pemerintah untuk bersiaran nasional.<ref>[https://docplayer.info/72796772-A-perkembangan-pers-pada-masa-orde-baru.html A. Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru]</ref> Aturan ini juga membuat status stasiun televisi swasta hanya satu: SPTSU, sehingga TPI dan Indosiar (yang masing-masing berstatus SPTSP dan SPTSK) bisa keluar dari tujuan utamanya ketika didirikan (hal ini dapat dilihat dari penayangan acara [[dangdut]] di TPI sejak 1994).
Pemberian izin siaran nasional ini juga membuat 4 stasiun televisi lokal yang tersisa, mungkin karena tidak melihat adanya peluang, akhirnya memutuskan untuk meleburkan diri walaupun pemerintah sudah memberi "lampu hijau" bagi mereka untuk beroperasi.<ref>[https://forum.detik.com/showpost.php?p=18763726&postcount=522 Pemerintah batasi lima tv swasta untuk siaran nasional]</ref> MCTI dan Ramako Indotelevisi menggabungkan diri dengan Indosiar, sedangkan SMTV dan CBS TV menggabungkan diri dengan ANteve sebelum sempat beroperasi. Praktis, dari 6 perusahaan televisi baru yang izinnya dikeluarkan pada 1991-1992, hanya PT Indosiar Visual Mandiri dan PT Cakrawala Andalas Televisi yang bisa memulai siarannya. ANteve (berbasis di sebuah gedung di [[Kuningan, Jakarta Selatan]]) mulai bersiaran sejak 28 Februari 1993, sedangkan Indosiar (berbasis di [[Jalan Daan Mogot (Jakarta)|Daan Mogot]], [[Jakarta Barat]]) mulai beroperasi sejak 11 Januari 1995.<ref name="armando"/><ref>{{cite journal|last=Armando |first=A. |author-link=Ade Armando |year=2014 |title=The Greedy Giants: Centralized Television in Post-authoritarian Indonesia |journal=International Communication Gazette |volume=76 |issue=4–5 |pages=390–406 |doi=10.1177/1748048514524106 |language=en}}</ref><ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p61.html Gelombang nasional untuk televisi swasta]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=_IGWDwAAQBAJ&pg=PA32&dq=PT+MERDEKA+CITRA+TELEVISI+INDONESIA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiriPPJhrLuAhXU7XMBHTnhDr0Q6AEwAHoECAYQAg#v=onepage&q=PT%20MERDEKA%20CITRA%20TELEVISI%20INDONESIA&f=false Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi: Edisi 2]</ref>
Meskipun stasiun-stasiun televisi swasta sudah berdiri, bukan berarti mereka merupakan suatu lembaga yang independen dan bebas. Pemerintah Orde Baru saat itu cenderung berusaha menempatkan TVRI tetap menjadi pemegang utama dalam pertelevisian nasional, dengan alasan Keppres No. 215/1963 hanya mengizinkan TVRI sebagai penyedia tunggal siaran televisi di Indonesia. Televisi swasta pada saat itu dikonsepkan sebagai "pelaksana yang ditunjuk" atau "pelengkap" TVRI pada saat itu.<ref name="asia">[https://books.google.co.id/books?id=rb2AAgAAQBAJ&pg=PA97&dq=presidential+decree+%23+215+tvri&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjqmdaR1PzzAhVF93MBHVW2B7AQ6AF6BAgDEAI#v=onepage&q=presidential%20decree%20%23%20215%20tvri&f=false Television, Regulation and Civil Society in Asia]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=5RJlAAAAMAAJ&q=keppres+no.+215/1963&dq=keppres+no.+215/1963&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiBurr2lYL0AhWbfH0KHV-HBMc4ChDoAXoECAYQAw Jurnalisme: liputan 6 SCTV : antara peristiwa dan ruang publik]</ref><ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p218.html Pembinaan dunia televisi di indonesia]</ref> Hal ini dapat dilihat dari dua hal: pertama, adanya larangan bagi televisi swasta memproduksi [[acara berita]]nya sendiri, digantikan dengan wajib relai beberapa program berita TVRI;<ref>[https://books.google.co.id/books?id=mA4fAgAAQBAJ&pg=PA102&dq=TVRI+1994&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjP1cXElIL0AhVHT30KHdflBjkQ6AF6BAgJEAM#v=onepage&q=TVRI%201994&f=false The Politics of Southeast Asia's New Media]</ref> dan kedua, adanya kewajiban stasiun televisi swasta membayar 12,5% (awalnya 15% sebelum 1990, dan 25% saat RCTI pertama kali hadir)<ref name=broad/> pendapatannya ke TVRI sebagai ganti TVRI tidak beriklan. Ini masih belum ditambah kecondongan stasiun-stasiun televisi swasta dalam mendukung [[Golkar]] pada era pemilu (1992 dan 1997). Di satu sisi, justru pemerintah tampak juga sering kali berusaha melindungi pemain-pemain dalam pertelevisian swasta, karena didominasi oleh orang yang dekat dengan pemerintah, seperti membatasi jumlah pemainnya ataupun melarang TVRI tetap beriklan.<ref name="armando"/> Hal ini justru akhirnya menjadi bumerang, karena misalnya "penyimpangan" dengan mulai ditolerirnya program berita di beberapa televisi swasta (contohnya ''[[Liputan 6]]'' SCTV) pada akhirnya memainkan peran besar menjelang kejatuhan Soeharto.
Setelah melalui diskusi yang panjang, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran resmi berlaku; undang-undang ini merupakan undang-undang pertama yang membahas tentang penyiaran. Dalam undang-undang ini, seluruh lembaga penyiaran (termasuk televisi) terbagi dalam tiga jenis: "Lembaga Penyiaran Pemerintah" (dalam hal ini TVRI), "Lembaga Penyiaran Swasta" (dalam hal ini stasiun televisi swasta), dan "Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus" (seperti penyedia layanan televisi berlangganan, layanan informasi audioteks/videoteks, layanan ''video-on-demand'' dan lainnya); dimana Lembaga Penyiaran Swasta dan Pemerintah keduanya berpusat di ibukota negara. Undang-undang ini juga mengamanatkan berdirinya "Televisi Siaran Internasional Indonesia" sebagai bagian dari Lembaga Penyiaran Pemerintah, namun hingga undang-undang ini digantikan pada akhir 2002 televisi ini tidak bersiaran.<ref>{{cite web |url=https://ngada.org/uu24-1997bt.htm |title=UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN |website=tana ngada - database peraturan |accessdate=15 Mei 2021 |archive-date=2021-07-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210726155035/https://ngada.org/uu24-1997bt.htm |dead-url=yes }}</ref> Sesungguhnya, dalam pembahasan RUU ini yang dilakukan sejak 1994, terdapat usulan-usulan yang cukup reformis (dan kemudian akan dimasukkan dalam UU Penyiaran No. 32/2002) seperti pembatasan siaran (hanya diizinkan bersiaran nasional sebesar 50% dari wilayah Indonesia dan sisanya harus siaran berjaringan); adanya hak beriklan bagi TVRI; dibentuknya Badan Pertimbangan dan Pengendalian Penyiaran Nasional (BP3N), suatu lembaga yang memiliki kewenangan atas penyiaran di Indonesia seperti dalam izin siaran dan diisi oleh tokoh masyarakat; dan pembatasan izin siaran selama 5 tahun. Namun, kemudian karena tekanan kuat dari Presiden Soeharto dan industri pertelevisian, maka ide-ide tersebut disingkirkan atau dimodifikasi menjadi lebih akomodatif pada pemerintah dalam UU final. Pasca Orde Baru runtuh, akibat citranya yang terlalu otoriter, maka UU ini akhirnya mulai diusahakan untuk diubah.<ref name="armando"/><ref>[https://musa666.wordpress.com/2011/03/30/kontroversi-sistem-penyiaran-indonesia/ Kontroversi Sistem Penyiaran Indonesia]</ref>
Pada 16 Januari 1994, penyedia [[televisi satelit]] Indovision (kini [[MNC Vision]]), yang dioperasikan oleh PT Matahari Lintas Cakrawala (milik PT [[Datakom Asia]] milik [[Peter F. Gontha]], [[Bambang Trihatmodjo]], [[Anthony Salim]] dkk{{efn|Secara spesifik, struktur kepemilikan PT Datakom Asia terdiri dari:<br>PT Asriland (Bambang Trihatmodjo): 33,3%<br>PT Lembahsubur Adipertiwi (Anthony Salim): 28,57%<br>PT Persada Giri Abadi (Peter F. Gontha): 24,23%<br>PT Azbindo Nusantara ([[Aziz Mochdar]]): 6,88%<br>PT [[Indosat]] (Persero) Tbk: 5%<br>PT Trisadnawa Solusi Komunikasi ([[Youk Tanzil]]): 2%<ref name=komunika>[https://books.google.co.id/books?id=09UTAQAAMAAJ&q=Peter+F+.+Gontha+(+PT+Persada+Giri+Abadi+)+,+Azis+Mochdar+(+PT+Azbindo+)+and+Youk+Tanzil+(+PT+Trisadnawa+Solusi+Ko+...&dq=Peter+F+.+Gontha+(+PT+Persada+Giri+Abadi+)+,+Azis+Mochdar+(+PT+Azbindo+)+and+Youk+Tanzil+(+PT+Trisadnawa+Solusi+Ko+...&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiKopb1tfruAhWEA3IKHSRSDioQ6AEwAHoECAAQAg Tempo: Indonesia's Weekly News Magazine, Volume 3,Masalah 1-8]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=irq1AAAAIAAJ&q=datakom+asia&dq=datakom+asia&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjr9cXyrfruAhXBF3IKHWZ3Dec4ChDoATABegQIBBAC Yearbook of Asia-Pacific Telecommunications]</ref>}}), mulai beroperasi sebagai [[televisi berlangganan]] [[televisi satelit|satelit]] pertama di Indonesia dengan menawarkan 5 kanal internasional (RCTI sebenarnya dapat dianggap sebagai TV berlangganan pertama, namun ia tidak sama seperti televisi berlangganan pada umumnya karena misalnya hanya memiliki satu saluran).<ref>{{cite web |url=https://www.mnc.co.id/businesses/paytv/id |title=Saluran TV Berlangganan |website=[[Media Nusantara Citra]] |accessdate=22 Januari 2018 |archive-date=2019-02-14 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190214002915/https://www.mnc.co.id/businesses/paytv/id |dead-url=yes }}</ref><ref name="mncvision">{{cite web|url=https://tirto.id/mnc-sky-vision-juara-yang-selalu-merugi-bliH |title=MNC Sky Vision: Juara yang Selalu Merugi |first=Aqwam F. |last=Hanifan |editor-first=Nurul Q. |editor-last=Pramisti|date=17 Juni 2016 |accessdate=18 Juni 2016 |website=Tirto.id}}</ref> Hingga tahun 1998, Indovision hanya menjadi pemain tunggal di bidang penyiaran berbayar. Awalnya, sempat direncanakan muncul beberapa pemain lain di siaran televisi berlangganan, yaitu:
* Sebuah perusahaan (tidak diketahui namanya) yang dimiliki oleh [[Siti Hardiyanti Rukmana]];<ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p389.html TELEVISI: BERLAGA MEREBUT PASAR DI LANGIT BIRU]</ref>
* PT Pilar Multimedia Nusantara, milik [[Hutomo Mandala Putra]] (dengan merek Astro);
* PT Indocitra Grahabawana (1995), milik [[Prajogo Pangestu]], [[Henry Pribadi]], [[Sudwikatmono]] dan [[Indosat]] yang direncanakan beroperasi dengan sistem [[televisi kabel|kabel]];<ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p21.html Default Ayo sctv, jangan bubar]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=7EUFEAAAQBAJ&pg=PA111&lpg=PA111&dq=PT+Indocitra+Grahabawana&source=bl&ots=fmaaFr75Mc&sig=ACfU3U3RWmzJPaTOdN7ivqcBpNIz4R5yzA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiQ44HO-qD0AhVfzjgGHSinBS0Q6AF6BAgFEAM#v=onepage&q=PT%20Indocitra%20Grahabawana&f=false EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN: KEBIJAKAN PRIVATISASI DAN ALIANSI POLITIK BUMN]</ref>
* PT Aditirta Indonusa (1996), milik Indovision (50%) yang direncanakan beroperasi dengan sistem [[televisi kabel|kabel]] (dengan merek Multivision Theater);<ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=5JITAQAAMAAJ&dq=PT+Anditirta+Indonusa&focus=searchwithinvolume&q=Anditirta+ Tempo interaktif, Volume 5]</ref>
* PT Indonusa Telemedia (1997), milik PT Datakom Asia, [[Telkom Indonesia|Telkom]] dan beberapa perusahaan lain yang direncanakan beroperasi dengan sistem satelit.<ref name="tanpaparabola">[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p406.html MENIKMATI TELEVISI ASING TANPA PARABOLA]</ref>
* PT [[TelkomMetra|Multimedia Nusantara]] (1997), milik PT Indocitra Grahabawana, Indosat, TVRI dan Telkom.<Ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=uJa_AAAAIAAJ&dq=PT+Multimedia+Nusantara++Bandung&focus=searchwithinvolume&q=TVRI Asia-Pacific Telecommunications]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=irq1AAAAIAAJ&dq=PT+MultimediaNusantara++tv+kabel&focus=searchwithinvolume&q=PT+Multimedia Yearbook of Asia-Pacific Telecommunications]</ref>
Dari calon-calon penyedia televisi berlangganan tersebut, hanya PT Aditirta dan PT Indonusa yang bisa memulai operasionalnya, itu pun harus diundur dari rencana awalnya menjadi pada 1998-1999. PT Indonusa meluncurkan televisi satelit berlangganan kedua di Indonesia dengan merek [[Transvision|Telkomvision]], sedangkan PT Aditirta kemudian diakuisisi oleh [[First Media|PT Tanjung Bangun Semesta]] yang kemudian meluncurkan operasionalnya dengan nama [[HomeCable|Kabelvision]], menggunakan sistem [[televisi kabel|kabel]] yang pertama di Indonesia. Mengingat harga berlangganan yang pada saat itu masih tinggi, umumnya televisi berbayar pada saat itu menargetkan pengguna kelas atas, seperti perumahan mewah dan hotel-hotel.<ref name=tanpaparabola/><ref>[https://books.google.co.id/books?id=SoPT3gcepkwC&pg=PT24&dq=datakom+asia+Indovision&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjnpfCsr_ruAhXr7XMBHWx_DlcQ6AEwB3oECAkQAg#v=onepage&q=datakom%20asia%20Indovision&f=false Imagi-Nations and Borderless Television: Media, Culture and Politics Across Asia]</ref>
=== Pasca-Reformasi (1999–sekarang) ===
[[Berkas:Gedung TransTV.jpg|ka|jmpl|Gedung [[Trans Media]], grup jaringan [[Trans TV]] dan [[Trans7]], di [[Jakarta Selatan]].]]
Jatuhnya Orde Baru membuka semangat bagi proses demokratisasi penyiaran di Indonesia. Beberapa perubahan itu, antara lain menghilangnya peran pemerintah (termasuk TVRI) dalam televisi swasta: mereka boleh memproduksi acara beritanya sendiri, penghentian wajib relai berita TVRI (2000, meski buku ''[[Generasi 90an]]'' mengklaim wajib relai berita TVRI dihentikan mulai tanggal 20 Mei 1998, sehari sebelum [[kejatuhan Soeharto]]), dan penghapusan kewajiban pembayaran 12,5% pendapatan televisi swasta ke TVRI (19 Oktober 2001);<ref name="NaET">{{Cite web |url=http://indosiar.com/investor/pdf/report_march_2006.pdf |title=Lapkeu IDKM 2006 |access-date=2006-06-19 |archive-date=2006-06-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20060619005006/http://indosiar.com/investor/pdf/report_march_2006.pdf |dead-url=yes }}</ref> ditambah perubahan lainnya seperti kelahiran stasiun televisi baru. Melalui sebuah pernyataan pada Juni 1998, [[Menteri Penerangan]] [[Yunus Yosfiah]] menyatakan bahwa pemerintah akan segera merevisi larangan stasiun televisi lebih dari 5 dan membuka seleksi penyelenggara televisi baru, melalui SK Menpen No. 384/SK/Menpen/1998. Seleksi pun dibuka pada awal 1999, dengan awalnya ada 10 pemohon izin siaran (kemudian bertambah menjadi 14 pemohon) dan seleksi dilakukan bersama oleh tim gabungan Dirjen Postel, Deppen, LEN Industri, dan konsultan.<ref name="armando"/> Pada akhirnya, di tanggal 12 Oktober 1999, melalui SK Menpen No. 286/SK/Menpen/1999,<ref>[https://books.google.co.id/books?id=Yr4TAQAAMAAJ&q=globalinformasi+bermutu+muhammadiyah&dq=globalinformasi+bermutu+muhammadiyah&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjthrqapYnvAhXKc30KHX0DC0oQ6AEwAHoECAMQAg Gatra, Volume 12,Masalah 16-19]</ref> lima perusahaan penyiaran televisi baru berhasil memenangkan tender pendirian televisi dan menerima izin siaran nasional pada 25 Oktober 1999. Perusahaan-perusahaan ini, yaitu:
* [[Trans7|DVN TV]] (PT Duta Visual Nusantara), dimiliki oleh Sukoyo dan kemudian berganti nama menjadi TV7 (PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh);
* [[Trans TV]] (PT Televisi Transformasi Indonesia), dipimpin oleh [[Ishadi S.K.]] dan [[Chairul Tanjung]] ([[Para Group]]);
* [[tvOne|PRTV]] (PT Pasaraya Media Karya), dimiliki oleh [[Abdul Latief (pengusaha)|Abdul Latief]] ([[ALatief Corporation]]) dan kemudian berganti nama menjadi Lativi (PT Lativi Media Karya);
* [[MetroTV|MTI TV]] (PT Media Televisi Indonesia), dimiliki oleh [[Surya Paloh]] ([[Media Group|Media Indonesia Group]]) dan kemudian berganti nama menjadi Metro TV;
* [[GTV (Indonesia)|GIB]] (PT Global Informasi Bermutu), didirikan oleh [[Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia]] (Nasir Tamara dkk) dan kemudian berganti nama menjadi Global TV.
Pemerintah beralasan, 5 perusahaan diatas dipilih karena memiliki identitas yang jelas, seperti kepemilikan dan kantor pusatnya.<ref name="booky"/> Sementara itu, pendaftar seleksi yang ditolak oleh pemerintah, meliputi:
* PT MBM Telesindo Prima Lestari (MBM TV);
* PT Dian Gema Mitra Guna (Mitra TV);
* PT Jawa Media Televisi Mandiri (JMTV), yang dimiliki oleh [[Grup Jawa Pos]];<ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=G9rsAAAAMAAJ&dq=Posisi+mereka+yang+berada+di+urutan+ketiga+cadangan+%2C+menurut+Agus+%2C+akhirnya+naik+menjadi+cadangan+nomor+satu+karena+cadangan+urutan+satu+dan+dua+yaitu+PT+MBM+Telesindo+Prima+Lestari+dan+PT+Dian+Gema+Mitra+Guna+mengundurkan+diri+.&focus=searchwithinvolume&q=MBM Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 14,Masalah 17-20]</ref>
* PT Paramita Sadana Adiwarna Televisi (Adiwarna TV);
* PT Cakrawala Tiara Kencana (Cakrawala TV);
* PT Tifar Televisi 5 (TTV5), yang dimiliki oleh PT Tifar Admanco;
* PT Nuansa Lintas Nusantara (NLN TV);
* PT Visi Muda Nusantara (VMTV);
* Televisi Muhammadiyah (TVM), yang dimiliki oleh ormas Islam [[Muhammadiyah]].
SK Menpen No. 286/1999 sesungguhnya sempat menjanjikan 9 perusahaan tersebut (secara berurutan) bisa bersiaran secara nasional jika kanalnya tersedia, namun pada akhirnya tidak terealisasi, kemungkinan karena sulitnya penjatahan [[daftar kanal frekuensi televisi|frekuensi]] televisi. Alotnya pembagian kanal ini dikarenakan pada saat itu hanya ada 7 kanal yang diberikan oleh pemerintah untuk siaran televisi [[UHF]] dan adanya batasan bahwa hanya 10 saluran televisi yang boleh bersiaran nasional.<ref name="booky">[https://www.mkri.id/index.php?page=download.Putusan&id=1177 PUTUSAN Nomor 78/PUU-IX/2011]</ref> Bahkan, kanal yang digunakan oleh salah satu stasiun televisi, Global TV di Jakarta adalah hasil negosiasi dengan TVRI, dan kanal yang digunakan TV7 (49 [[UHF]]) adalah eks-Indosiar.<ref>[http://web.archive.org/web/19970605190650fw_/http://www.indosiar.com/m_jawa.htm#Keterangan___Stasiun_Channel_Jakarta STASIUN RELAY DI PULAU JAWA]</ref><ref name="bookx">[https://www.slideshare.net/AHD/buku-pinter-televisi Buku Pinter Televisi]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=l_7YDwAAQBAJ&pg=PA15&dq=metro+tv+sumita&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwj15fuopqH0AhXi4jgGHRYuDqQQ6AF6BAgJEAI#v=onepage&q=metro%20tv%20sumita&f=false Rekam Jejak Bisnis Chairul Tanjung]</ref> Walaupun demikian, 5 peraih izin siaran nasional yang telah disebutkan di atas, pada akhirnya bisa memulai siarannya. Metro TV adalah yang pertama kali bersiaran pada 25 November 2000, sebagai perusahaan penyiaran televisi Indonesia ketujuh.<ref>Departemen Informasi Republik Indonesia (1999) ''Indonesia 1999: An Official Handbook'' (No ISBN)</ref><ref>[https://forum.detik.com/showpost.php?p=34930280&postcount=4300 LIMA TEVE SWASTA BARU, BEREBUT IKLAN DAN KAVLING DI UDARA]</ref> Seiring dengan kewajiban bahwa seluruh perusahaan yang mendapat izin pada 1999 harus segera beroperasi selambat-lambatnya pada 25 Oktober 2001, maka perlahan-lahan semuanya mulai bersiaran, hingga yang terakhir pada 2002.<ref name="bookx"/>
Selain stasiun televisi swasta nasional, mulai bermunculan juga siaran televisi lokal di berbagai daerah Indonesia. Organisasi televisi lokal bernama [[Asosiasi Televisi Lokal Indonesia]] (ATVLI) yang didirikan pada 2002, mencatat hingga Agustus 2003 sudah ada 50 stasiun televisi lokal yang beroperasi di seluruh Indonesia. Televisi lokal ini beragam jenisnya, seperti [[televisi komunitas]] (banyak yang didirikan lembaga pendidikan seperti [[TVUI]], [[Hang Tuah TV]] dan [[Ganesha TV]]); televisi swasta lokal (seperti [[JTV (Indonesia)|JTV]], [[Jak TV]], [[Riau TV]], dan [[Publik Khatulistiwa TV|PKTV]]); maupun televisi lokal yang didirikan pemerintah daerah (kemudian menjadi Lembaga Penyiaran Publik Lokal dalam UU No. 32/2002). Tujuan berdirinya bermacam-macam, seperti mencari keuntungan semata maupun memberikan sarana informasi baru yang melokal ke masyarakat. Ada dari stasiun-stasiun televisi jenis ini yang mampu bertahan hingga saat ini, walaupun ada juga yang harus menghentikan operasionalnya karena kekurangan dana maupun tidak mendapat izin dari pemerintah. Beberapa dari mereka juga kemudian diakuisisi oleh jaringan televisi swasta besar Jakarta, atau bergabung bersama televisi lokal lain membentuk jaringan televisi nasional baru.<ref name="sum">[https://books.google.co.id/books?id=cbt1DwAAQBAJ&pg=PA312&dq=Tvri+perjan&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjP86XMjfrzAhV07HMBHYA5D1kQ6AF6BAgEEAI#v=onepage&q=Tvri%20perjan&f=false Ekonomi Politik Media Penyiaran]</ref> Hal ini misalnya dapat dilihat dari kehadiran [[iNews]] (dahulu SUN TV, Sindo TV dan jaringannya), [[Rajawali Televisi|RTV]] (dahulu B-Channel dan jaringannya), serta [[Jawa Pos Multimedia|JPM]] (dahulu JPMC) dan jaringannya.
Perubahan juga terjadi pada status TVRI. Pada tanggal 7 Juni 2000, menyusul perubahan pasca pembubaran Departemen Penerangan oleh Presiden [[Abdurrahman Wahid]], TVRI secara resmi mengubah statusnya menjadi Perusahaan Jawatan.<ref>{{cite journal |url=http://journal.ui.ac.id/index.php/jkmi/article/view/8916/pdf |title=Public Broadcasting Reform in the Transitional Society: The Case of Indonesia |volume=6 |issue=2 |date=Oktober 2017 |issn=2301-9816 |journal=Jurnal Komunikasi Indonesia |author=Masduki |language=en |access-date=2019-02-13 |archive-date=2019-02-14 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190214002750/http://journal.ui.ac.id/index.php/jkmi/article/view/8916/pdf |dead-url=yes }}</ref> Status TVRI kemudian sempat berubah kembali menjadi [[perseroan terbatas|perusahaan perseroan]] ([[badan usaha milik negara|Persero]]) pada 2002, hingga pada 2006 sampai sekarang menjadi sebuah [[Lembaga Penyiaran Publik]] (LPP).
[[Berkas:TV News Media in GBK Stadium, Jakarta, MetroTV.jpg|ki|jmpl|250px|Seorang juru kamera [[MetroTV]] di [[Stadion Gelora Bung Karno]] Jakarta, melaporkan pertandingan [[Piala AFF 2010|Piala AFF Suzuki 2010]].]]
Penggunaan [[bahasa Mandarin]] dilarang sejak tahun 1965 di televisi Indonesia. Meskipun pada 1994 kebijakan ini dicabut, namun baru pada November 2000, Metro TV menjadi stasiun televisi pertama yang menyiarkan berita dalam bahasa Mandarin di Indonesia.<ref>{{cite news|title=Metro TV breaks Indonesian TV mould|date=November 2000|work=Television Asia|publisher=Cahners Business Information|location=[[Singapore]]|page=8}}</ref>
Pada tanggal 28 Desember 2002, [[Undang-Undang Penyiaran|Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran]] disahkan menggantikan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997. Undang-undang ini memberikan landasan bagi sistem penyiaran Indonesia yang lebih terdesentralisasi, dengan [[Sistem televisi berjaringan di Indonesia|mengadopsi sistem berjaringan]]. Sistem televisi swasta yang sebelumnya hanya terdiri dari stasiun-stasiun di Jakarta yang bersiaran secara nasional dengan hanya mengandalkan stasiun transmisi di daerah-daerah kini diwajibkan untuk mendirikan stasiun-stasiun lokal di daerah-daerah yang hendak dijangkau, serta izin stasiun televisi baru hanya diberikan dalam skala lokal.
Akan tetapi, siaran dari stasiun TV di pusat makin lama makin tersentralisir, terutama dengan stasiun TV yang didirikan setelah tahun 2002, dimana awalnya mereka mempunyai stasiun-stasiun TV lokal dengan penjenamaannya sendiri, hingga akhirnya TV lokal tersebut berganti namanya sesuai dengan afiliasi nasionalnya (misalnya [[Kompas TV Jawa Barat]] yang sebelumnya bernama STV Bandung dan [[NET. Batam]] yang sebelumnya bernama STV Batam). Beberapa stasiun televisi nasional, juga tampak berusaha "mengakali" kewajiban ini dengan mendirikan sejumlah anak usaha,<ref>{{Cite news|last=Rusla |year=2010 |title=RCTI Targetkan Siaran Lokal 10 Persen |url=https://www.antaranews.com/berita/174646/rcti-targetkan-siaran-lokal-10-persen |work=[[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|ANTARA News]] |access-date=11 Agustus 2021|editor-last=Burhani |editor-first=Ruslan }}</ref> dengan siaran lokal yang umumnya disiarkan hanya berupa berita lokal, acara ulangan bernuansa daerah, dalam waktu yang bukan [[jam tayang utama]] (seperti dini hari hingga pagi hari).<ref>[https://www.gatra.com/detail/news/492033/politik/televisi-ssj-langgar-ketentuan-siaran-muatan-lokal-10 Televisi SSJ Langgar Ketentuan Siaran Muatan Lokal 10%]</ref>
Undang-undang ini juga mengubah struktur kelembagaan TVRI menjadi [[lembaga penyiaran publik]] yang "independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat" dan memungkinkan berdirinya stasiun televisi publik lokal yang independen dari TVRI. Selain itu, UU Penyiaran No. 32/2002 juga mensyaratkan pendirian [[Komisi Penyiaran Indonesia]], sebuah lembaga independen yang berperan dalam perizinan pendirian televisi swasta (bersama pemerintah, awalnya mandiri sebelum 2004)<ref name="armando"/> dan pengawasan konten siaran di industri penyiaran nasional. Saat ini, UU ini masih berlaku; revisinya yang ditujukan untuk menyesuaikannya dengan perubahan zaman, sejauh ini relatif masih belum menemui titik terang,<ref>[https://kabar24.bisnis.com/read/20190415/15/911749/lebih-dari-setahun-ruu-penyiaran-mandek-di-dpr Lebih dari Setahun RUU Penyiaran Mandek di DPR]</ref> diduga karena beberapa isu seperti transisi ke [[televisi digital]] dan [[iklan rokok di Indonesia|iklan rokok]].
== Pemrograman ==
Di awal kemunculannya, televisi digunakan untuk menyiarkan acara penting, seperti [[Pesta Olahraga Asia]] atau Upacara [[Hari Kemerdekaan Republik Indonesia|Kemerdekaan RI]] dan mengabarkan [[berita]]. Seiring dengan perubahan zaman, program televisi menjadi semakin bervariasi dengan adanya program televisi yang lebih bersifat menghibur ketimbang unsur pendidikan.
Asal dan produksi program-program yang tayang di televisi nasional juga terus mengalami perubahan. Awalnya, hingga 1980-an TVRI cukup sering menayangkan acara impor dari berbagai jenis, sehingga sering kali menuai kritik. Baru pasca pelarangan iklan pada tahun 1981, acara TVRI menjadi didominasi siaran lokal, sampai saat ini.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=yvRHBAAAQBAJ&pg=PA45&dq=rajawali+citra+televisi+impor&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwie97rZmLP0AhUazjgGHY3IDdEQ6AF6BAgHEAI#v=onepage&q=rajawali%20citra%20televisi%20impor&f=false Television, Nation, and Culture in Indonesia]</ref> Dinamika yang sama juga terjadi di televisi swasta (kecuali TPI): di televisi swasta pada awal kehadirannya justru dibanjiri program-program impor, baik serial impor, [[serial animasi]], film-film, dan lainnya. Hal ini sempat memicu plesetan pada nama-nama stasiun televisi, seperti "Rajawali Citra Televisi Impor" untuk RCTI (1989-1990) dan "Indosiar Visual Mandarin" untuk Indosiar (1995), hal ini terjadi pada awal pendiriannya. Walaupun cukup menarik pemirsa, namun seiring imbauan pemerintah demi meningkatkan konten acara lokal dan iklan produksi dalam negeri, maka program-program lokal seperti [[sinetron]], kuis, komedi, dan berita perlahan-lahan muncul, dimana pada 1996 sudah mendekati 50%. Acara impor pun mengalami dinamika, dari awalnya serial Barat yang populer, lalu memasuki pertengahan 1990-an, serial Mandarin, [[drama televisi Jepang]] dan [[telenovela]] [[Amerika Latin]] mulai menarik hati pemirsa.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=4zm2DwAAQBAJ&pg=PA46&dq=rajawali+citra+televisi+impor&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwie97rZmLP0AhUazjgGHY3IDdEQ6AF6BAgGEAI#v=onepage&q=rajawali%20citra%20televisi%20impor&f=false Ilmu Komunikasi: Sekarang dan Tantangan Masa Depan]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=xMhWm38KQcsC&pg=PA120&dq=rajawali+citra+televisi+impor&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwie97rZmLP0AhUazjgGHY3IDdEQ6AF6BAgFEAI#v=onepage&q=rajawali%20citra%20televisi%20impor&f=false Media, Culture and Politics in Indonesia]</ref>
Sebelum awal 2000-an, umumnya berbagai stasiun televisi memiliki acara "gado-gado" dengan menayangkan jenis program; akan tetapi, memasuki periode tersebut, mulai muncul jenis televisi tersegmentasi seperti televisi berita, anak-anak dan agama, walaupun jumlahnya tidak banyak. Di sisi lain, fenomena menarik yang muncul pada era yang sama adalah homogenisasi acara televisi: hampir seluruh stasiun televisi dapat menyiarkan program sejenis demi mencari ''rating''. Dalam lingkup berita kriminal, misalnya muncul ''[[Patroli (acara televisi)|Patroli]]'' (Indosiar), ''[[Buser]]'' (SCTV), dan ''[[Sergap (acara TV)|Sergap]]'' (RCTI); kemudian dalam acara misteri muncul ''[[Dunia Lain]]'' (Trans TV), ''[[Ekspedisi Alam Gaib]]'' (TV7), ''Pengejaran Arwah'' (Indosiar), ''[[Gentayangan (acara televisi)|Gentayangan]]'' dan ''[[Bantuan Gaib]]'' (TPI), serta ''[[Pemburu Hantu]]'' (Lativi). Ketika sinetron mistik-Islami mulai terangkat pada 2003, juga muncul hal serupa: ''[[Rahasia Ilahi]]'' (TPI), ''Pintu Hidayah'' dan ''[[Kusebut Nama-Mu]]'' (RCTI), ''[[Kuasa Ilahi]]'' dan ''[[Suratan Takdir]]'' (SCTV), ''[[Misteri Dua Dunia]]'' (Indosiar), ''[[Hidayah]]'' dan ''[[Taubat (sinetron)|Taubat]]'' (Trans TV), ''[[Ridho]]'' (TV7), dan lainnya.<ref name="sum"/><ref>[https://books.google.co.id/books?id=Kx5QDwAAQBAJ&pg=PA52&dq=ekspedisi+alam+gaib+tv7&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiSzPij57r0AhU5_3MBHak6AAkQ6AF6BAgGEAI#v=onepage&q=ekspedisi%20alam%20gaib%20tv7&f=false Rezim Media: Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme, dan Infotainment]</ref> Hal sejenis sesungguhnya dapat ditemukan pada era 2010-an, misalnya dalam kasus maraknya program yang menampilkan video-video asal [[YouTube]], seperti ''[[On the Spot]]'', ''[[Spotlite]]'' dan ''[[Trending (acara televisi)|Trending]]'' (Trans7), ''[[Indonesia Punya Cerita]]'' dan ''[[Dunia Punya Cerita]]'' (Trans TV), ''Wooow!'' dan ''[[Fenomena (acara antv)|Fenomena]]'' (antv), ''Spotakuler'' (tvOne), ''Kabarnya Viral'' (Garuda TV), ''[[Hot Spot (acara televisi)|Hot Spot]]'' (Global TV), ''[[Top 5]]'' (RCTI), ''[[Vidio]] Ini Penting'' dan ''Viral Bangedd'' (O Channel/Moji);<ref>{{Cite web |url=https://archive.tabloidbintang.com/film-tv-musik/ulasan/15540-acara-qcourtesy-of-youtubeq-tumbuh-subur-di-tv-nasional.html |title=Acara "Courtesy of Youtube" Tumbuh Subur di TV Nasional |access-date=2021-11-28 |archive-date=2021-11-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211128103111/https://archive.tabloidbintang.com/film-tv-musik/ulasan/15540-acara-qcourtesy-of-youtubeq-tumbuh-subur-di-tv-nasional.html |dead-url=yes }}</ref> dan juga maraknya pernikahan dan/atau pemakaman beberapa artis/figur publik beserta keluarganya di televisi, seperti pemakaman [[Nike Ardilla]], pemakaman mantan istri [[Charles III dari Britania Raya|Charles III]], [[Diana, Putri Wales|Putri Diana]], pernikahan antara [[Eko Patrio]] dan [[Viona Rosalina]], pernikahan antara [[keluarga Joko Widodo|putra sulung]] [[Presiden Indonesia|Presiden ke-7]], [[Joko Widodo]], [[Gibran Rakabuming]] dan mantan pembawa acara, [[Selvi Ananda]], pernikahan antara putri tunggal Presiden ke-7, Joko Widodo, [[Kahiyang Ayu]] dan [[Bobby Nasution]], pemakaman putra sulung [[Daftar Gubernur Jawa Barat|Gubernur Jawa Barat]], [[Ridwan Kamil]], Emmeril Khan Mumtadz, [[Kematian dan pemakaman kenegaraan Elizabeth II|pemakaman]] [[Daftar penguasa Britania Raya|mantan Ratu Britania Raya]], [[Elizabeth II dari Britania Raya|Elizabeth II]] dan pernikahan antara putra bungsu Presiden ke-7, Joko Widodo, [[Kaesang Pangarep]] dan salah satu finalis [[Puteri Indonesia 2022]] asal [[Kabupaten Sleman|Sleman]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta|DI Yogyakarta]], [[Erina Sofia Gudono]].<ref>[https://www.popmama.com/life/relationship/samantha-elisa-gracia/pernikahan-artis-yang-sempat-disiarkan-live-di-tv 10 Pernikahan Artis yang Sempat Disiarkan Live di TV]</ref><ref>[https://majalah.tempo.co/read/pokok-dan-tokoh/84768/eko-patrio Eko Patrio]</ref><ref>[https://www.konde.co/2022/06/televisi-lakukan-glorifikasi-dari-perkawinan-kelahiran-hingga-kematian-selebritis.html/ Televisi Lakukan Glorifikasi: Dari Perkawinan, Kelahiran Hingga Kematian Selebritis?]</ref>
Berikut adalah beberapa jenis program siaran pada televisi di Indonesia.<ref>{{cite web|url=http://pakarkomunikasi.com/sejarah-televisi-di-indonesia |title=Sejarah Televisi di Indonesia dan Perkembangannya |date=20 Mei 2017 |accessdate=22 Januari 2015 |website=Pakarkomunikasi.com}}</ref>
=== Program berita dan pendidikan ===
[[Berkas:TV News Media in GBK Stadium, Jakarta, RCTI.jpg|jmpl|Mobil siaran [[RCTI]] di [[Stadion Gelora Bung Karno]] Jakarta, melaporkan pertandingan [[Piala AFF 2010|Piala AFF Suzuki 2010]].]]
Stasiun televisi pertama di Indonesia, TVRI memfokuskan diri untuk menyiarkan konten yang bersifat mendidik dan informatif.
TPI
Hingga kini, muncul
=== Program
Jika dirunut dari sejarahnya kelahiran televisi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari olahraga, yaitu menyiarkan pembukaan Asian Games 1962 di Jakarta. Hingga saat ini, berbagai jaringan/saluran/stasiun televisi masih sering menyiarkan pertandingan olahraga baik dalam negeri maupun luar negeri. Entah itu kompetisi besar seperti [[Olimpiade]], [[Asian Games]], [[SEA Games]], dan [[Pekan Olahraga Nasional]] maupun olahraga individual semacam [[sepak bola]], [[bulu tangkis]], [[tinju]], [[seni bela diri campuran]], [[bola voli]], [[bola basket]] dan [[balap sepeda motor]]. Contoh liga sepakbola yang sering ditayangkan di televisi meliputi kompetisi baik lokal (misalnya [[Liga 1 (Indonesia)|Liga 1]] dan [[Liga 2 (Indonesia)|Liga 2]]) maupun asing (misalnya [[Liga Utama Inggris|Liga Inggris]], [[Serie A|Liga Italia]], dan lain-lain), maupun kejuaraan besar macam [[Piala Dunia FIFA|Piala Dunia]] dan [[Piala AFF]]. Sedangkan acara bulutangkis seperti [[Piala Sudirman]] dan [[Piala Thomas]] serta acara seni bela diri campuran seperti [[ONE Championship]] dan [[Ultimate Fighting Championship|UFC]] juga sering muncul di layar kaca. Dari beragam jenis cabang olahraga itu, yang eksposurnya paling besar adalah sepakbola, dengan pertandingan-pertandingannya yang melibatkan [[tim nasional sepak bola Indonesia|tim nasional Indonesia]], serta balap sepeda motor, dengan ajang MotoGP yang diadakan di [[Sirkuit Internasional Mandalika]] sering memperoleh ''rating'' tinggi di televisi.<ref>[https://www.liputan6.com/showbiz/read/3062534/menang-atas-filipina-pertandingan-timnas-di-sctv-jawarai-rating Menang Atas Filipina, Pertandingan Timnas di SCTV Jawarai Rating]</ref><ref>[https://www.bolasport.com/read/312632834/share-rating-tinggi-piala-menpora-2021-adu-saing-dengan-sinetron https://www.bolasport.com/read/312632834/share-rating-tinggi-piala-menpora-2021-adu-saing-dengan-sinetron Share Rating Tinggi, Piala Menpora 2021 Adu Saing dengan Sinetron]</ref> Pada awalnya, program-program olahraga banyak ditayangkan secara bebas, namun saat ini banyak juga televisi berlangganan yang mencari ceruk pasar dari peminat acara semacam ini.
=== Program hiburan ===
Televisi pada saat ini sebenarnya lebih banyak digunakan sebagai sarana hiburan oleh kebanyakan masyarakat. Televisi dianggap sebagai sarana hiburan yang paling mudah dan murah sehingga masih banyak penduduk Indonesia bergantung pada program hiburan yang ada di televisi. Perkembangan program hiburan di Indonesia pun sangat beragam dengan persaingan antar stasiun televisi yang juga semakin ketat. Berikut beberapa contoh program hiburan di televisi Indonesia.<ref>{{cite journal|first=Mark |last=Hobart |year=2006 |title=Introduction: Why is Entertainment Television in Indonesia Important? |journal=Asian Journal of Communication |volume=16 |issue=4 |pages=343-351 |language=en |doi=10.1080/01292980601012352}}</ref>
* [[Sinetron]]: Sinetron masih menjadi salah satu tayangan hiburan terfavorit di Indonesia. Sejak awal kemunculannya hingga kini, sinetron selalu mendapat tempat teratas sebagai program yang paling banyak ditonton. Sinetron pun memliki perkembangan genre sesuai dengan eranya saat itu (contohnya ''[[Tersanjung (sinetron)|Tersanjung]]'', ''[[Cinta Fitri]]'' dan ''[[Ikatan Cinta]]''). Selain sinetron asli produksi lokal, beberapa sinetron luar juga sempat menghiasi layar kaca Indonesia antara lain [[telenovela]] (sinetron dari kawasan [[Amerika Latin]]), [[drama Filipina]], [[drama Korea]]/Asia, drama [[Hollywood]] sampai sinetron [[India]] dan [[Turki]] yang cukup popular belakangan ini.<ref>{{Cite news|url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150821152503-20-73610/jokowi-sindir-stasiun-televisi-yang-siarkan-sinetron/|title=Jokowi Sindir Stasiun Televisi yang Siarkan Sinetron |first=Resty |last=Armenia |work=[[CNN Indonesia]] |date=21 Agustus 2015 |accessdate=22 Agustus 2016}}</ref>
* [[Acara varietas|Acara musik]]: Acara musik pun memiliki perkembangan yang cukup variatif. Dahulu terdapat blok siaran musik khusus bernama [[MTV Indonesia|MTV]] yang menayangkan konten musik berupa klip video, [[tangga lagu]] populer maupun [[gelar wicara]] dengan pelaku musik saat itu, sebelum kemudian muncul era acara musik langsung di televisi.
* [[Acara realitas]]: Acara hiburan jenis ini juga berkembang dengan pesat di Indonesia. Acara realitas selalu memiliki tempat di hati penonton Indonesia.
* Acara [[komedi]] dengan beberapa variannya, seperti [[komedi situasi]]/sitkom (contohnya ''[[Bajaj Bajuri]]'' dan ''[[OB (Office Boy)|OB]]''), kontes lawak (seperti ''[[Audisi Pelawak TPI]]'' dan ''[[Stand Up Comedy Indonesia Kompas TV|SUCI]]''), komedi murni (seperti ''[[Ngelaba]]'' dan ''[[Opera Van Java]]''), maupun acara komedi campuran (seperti ''[[Lenong Bocah]]'', ''[[Spontan (acara televisi)|Spontan]]'', ''[[Ini Talkshow]]'' dan ''[[Lapor Pak!]]'').
* Program anak-anak: Beberapa stasiun televisi juga pernah menayangkan beberapa acara anak-anak. Acara jenis anak-anak yang populer umumnya berupa [[serial animasi]] (sering disebut [[kartun]]) yang umumnya berasal dari beberapa negara seperti [[Jepang]], [[Korea Selatan]] dan [[Amerika Serikat]], dan hampir seluruh stasiun televisi (kecuali yang fokus pada berita) pernah menayangkan acara jenis ini. Kartun-kartun macam ''[[Doraemon]]'', ''[[Candy Candy]]'', ''[[Shinbi's House]]'', ''[[Hello Jadoo]]'', ''[[SpongeBob SquarePants]]'', ''[[Tom and Jerry]]'', ''[[Shaun The Sheep]]'', ''[[Upin & Ipin]]'', dan ''[[BoBoiBoy]]'' merupakan beberapa jenis kartun yang cukup dikenal. Bahkan, ada beberapa stasiun televisi yang memfokuskan dirinya pada penayangan program sejenis ini, seperti [[RTV (Indonesia)|RTV]] (sebagian besar pemrograman), [[GTV (Indonesia)|GTV]] (sebagian besar pemrograman [[Nickelodeon]]), [[Mentari TV]] dan dahulu [[Spacetoon (Indonesia)|TV Anak Spacetoon]]. Selain jenis acara serial kartun, juga ada acara realitas berbasis anak. Acara-acara itu bisa berupa petualangan (seperti ''[[Si Bolang]]''), pengetahuan (seperti ''[[Si Unyil (acara Trans7)|Si Unyil]]''), hewan (seperti ''[[Si Otan]]'') maupun acara musik anak (seperti ''[[Tralala Trilili]]'', ''[[Dunia Anak]]'', ''[[Video Anak ANteve]]'', ''[[Pinkfong]]'' dan ''[[Cocomelon]]'').<ref>[https://www.idntimes.com/hype/throwback/me-317/acara-musik-anak-90an-ini-dulu-selalu-kita-nantikan-setuju-c1c2/4 Acara Musik Anak 90an Ini Dulu Selalu Kita Nantikan, Setuju?]</ref>
== Jenis siaran ==
[[Berkas:Produksihikmahfajar.JPG|jmpl|Produksi program ''[[Hikmah Fajar]]'' di [[RCTI]] tahun 2004.]]
[[Berkas:Insideobvan.JPG|jmpl|Perangkat siaran dalam mobil siaran [[RCTI]].]]
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 membagi siaran televisi di Indonesia, terlepas dari medium transmisinya, sebagai berikut:
* [[Lembaga Penyiaran Publik]] (LPP): terdiri dari TVRI dan lembaga penyiaran publik lokal.
* [[Lembaga Penyiaran Swasta]] (LPS): terdiri dari jaringan-jaringan dan stasiun-stasiun [[televisi swasta]], baik nasional maupun daerah.
* [[Lembaga Penyiaran Berlangganan]] (LPB): terdiri dari saluran-saluran [[televisi berbayar]].
* [[Lembaga Penyiaran Komunitas]] (LPK): terdiri dari stasiun-stasiun [[televisi komunitas]].
Walau demikian, terdapat beberapa saluran televisi yang dijalankan oleh pemerintah – oleh karena itu tidak dapat dimasukkan dalam empat kategori di atas, walau disiarkan melalui satelit. Contohnya adalah [[TV Edukasi]], yang dimiliki oleh [[Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia|Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi]] dan [[GPR TV]], yang dimiliki oleh [[Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia|Kementerian Komunikasi dan Informatika]]. Siaran LPP, LPS dan LPK berasal dari dalam negeri, sedangkan LPB dapat memancarkan siaran yang berasal dari luar negeri.
=== Terestrial ===
{{Lihat juga|Televisi digital di Indonesia}}
[[File:Indonesia ASO Notice New2.png|thumb|300px|Pemberitahuan yang ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia sesudah siaran analog PAL-B/G dihentikan.]]
[[Televisi terestrial]] dimulai dengan [[TVRI (saluran TV)|TVRI]] sebagai jaringan televisi pertama di Indonesia. Televisi terestrial analog di Indonesia saat ini disiarkan menggunakan sistem [[PAL]]-B/G dengan suara [[NICAM]] stereo (namun ada beberapa stasiun televisi lokal yang menggunakan [[A2 Stereo]]). Sejak triwulan pertama 2011 aturan memungkinkan penayangan [[televisi digital]] bersamaan dengan dengan [[televisi analog]] di beberapa daerah. Indonesia mengadopsi format [[DVB-T]] tetapi kemudian memutuskan untuk mengubah ke [[DVB-T2]] pada tanggal 1 Januari 2012. Pada Oktober 2020, dengan disahkannya [[Undang-Undang Cipta Kerja]], maka pemerintah memulai [[penghentian siaran analog|menghentikan semua siaran analog]] pada tanggal 2 November 2022,<ref>https://tekno.kompas.com/read/2020/10/06/16430067/uu-cipta-kerja-disahkan-migrasi-tv-analog-ke-digital-rampung-2022?page=all</ref> yang selesai dilakukan per Agustus 2023.<Ref name=tujuhbls>[https://www.metrotvnews.com/read/KXyC95JX-peralihan-siaran-ke-tv-digital-bakal-rampung-16-agustus-2023 Peralihan Siaran ke TV Digital Bakal Rampung 16 Agustus 2023]</ref>
Saat ini, televisi terestrial dapat dibagi menjadi televisi terestrial nasional dan televisi terestrial daerah. Jaringan televisi terestrial nasional di Indonesia di antaranya adalah TVRI, [[RCTI]], [[SCTV]], [[antv]], [[MetroTV]], dan [[Trans TV]].<ref>{{cite book|last=Rianto |first=Puji |year=2012 |title=Dominasi TV Swasta (Nasional): Tergerusnya Keberagaman Isi dan Kepemilikan |location=Sleman |publisher=Pemantau Regulasi dan Regulator Media & Tifa Foundation |isbn=6-029-78392-0 |oclc=794604022}}</ref> Televisi terestrial daerah di antaranya adalah [[Jak TV]] (Jakarta), [[JTV (Indonesia)|JTV]] (Surabaya) dan [[Bali TV]] (Denpasar). Selain itu, televisi terestrial dalam penerimaannya juga dapat dibagi menjadi [[siaran gratis]] (''free-to-air'') dan siaran berlangganan. Medium siaran gratis sampai sekarang masih menjadi hal yang dominan, walaupun siaran terestrial berlangganan sebenarnya sudah pernah juga diaplikasikan di Indonesia, meskipun kurang sukses. Contoh siaran terestrial berlangganan, adalah RCTI pada saat siaran pertamanya (1988-1990), dan yang pernah beroperasi baru-baru ini, yaitu oleh [[Nexmedia]] yang menggunakan teknologi [[DVB-T2]] dan kanal [[VHF]].<ref>[https://hadiyanta.wordpress.com/2012/01/23/tv-nasional-jakarta-tirulah-langkah-nexmedia/ tv nasional jakarta tirulah langkah nexmedia]</ref>
=== Satelit ===
[[Televisi satelit]] telah tersedia di Indonesia sejak
Televisi satelit gratis tersedia secara nasional melalui berbagai satelit. Awalnya sistem ini menggunakan antena parabola berukuran besar. Terdapat beberapa satelit Indonesia yang memiliki prioritas orbit di atas Indonesia, yaitu [[Telkom-4]] dan [[Palapa D]], serta sebuah satelit dari [[Tiongkok]] yang di dalamnya terdapat stasiun televisi siaran gratis di Indonesia yaitu [[Chinasat 11]], dengan Ninmedia (pendahulu Kugosky dan Accola Play) sebagai penyedianya melalui frekuensi 12500/V/43200 dan 12560/V/43200 dan sebuah satelit dari [[Malaysia]] yang di dalamnya terdapat stasiun televisi siaran gratis di Indonesia yaitu [http://en.wiki-indonesia.club/wiki/MEASAT-3a Measat 3a], dengan K-Vision sebagai penyedianya melalui frekuensi 12436/H/31000. Namun, pada Mei 2020 terjadi gangguan pada satelit Chinasat 11 frekuensi 12560/V/43200 sehingga Ninmedia berpindah ke satelit AsiaSat 9<ref>{{Cite web|url=http://www.siaransatelit.com/2020/05/update-resmi-ninmedia-mei-2020.html|title=Update Resmi Ninmedia mei 2020, Transponder 12560 Mengalami Gangguan|last=Satelit|first=Siaran|website=Info Parabola tv satelit|access-date=2020-06-07}}</ref> dan pada tahun yang sama, akan berakhirnya satelit Palapa D dan digantikan satelit baru yaitu satelit [[Palapa N1]], tetapi gagal meluncur sehingga beberapa saluran di satelit tersebut memilih pindah ke satelit Telkom-4.<ref>{{Cite news|url=https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200410190334-37-151135/roket-china-gagal-bawa-satelit-palapa-n1-hancur-berkeping|title=Roket China Gagal Bawa Satelit Palapa-N1, Hancur Berkeping|last=Sandi|first=Ferry|work=[[CNBC Indonesia]]|language=id-ID|access-date=2020-06-07}}</ref>
Ada puluhan saluran televisi satelit Indonesia dan asing yang dapat diterima melalui parabola tanpa biaya bulanan. Kebanyakan dari mereka adalah saluran religi (khususnya Islam), dengan beberapa di antaranya adalah jaringan nasional dan stasiun lokal serta saluran hiburan. Contohnya seperti [[TV Edukasi]], [[GPR TV]], [[RRI NET]], [[TV MUI]], [[Ajwa TV]], dan [[Spacetoon (Indonesia)|Spacetoon]].
===
PT Broadband Multimedia Tbk adalah operator pertama untuk [[televisi kabel]] di Indonesia di bawah nama merek "Kabelvision" pada 16 Januari 1994. Pada tahun 2006, perusahaan ini meluncurkan Digital 1 bersama dengan teknologi berubah dari analog ke digital. Perusahaan kemudian mengubah nama perusahaan menjadi PT [[First Media]] Tbk pada tanggal 8 September 2007 dan juga meluncurkan merek baru, nama [[First Media (telekomunikasi)|First Media]]. Jangkauannya saat ini hanya mencakup wilayah kota-kota besar seperti [[Jabodetabekpunjur|Jabodetabek]], [[Kota Bandung|Bandung]], [[Kota Semarang|Semarang]], [[Kota Surakarta|Surakarta]], [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]], [[Kota Surabaya|Surabaya]], [[Kota Malang|Malang]], [[Bali]], [[Mebidangro|Mebidang]] dan [[Kota Batam|Batam]]. TV kabel di Indonesia menggunakan format [[DVB-C]]. Selain First Media yang saat ini masih cukup dominan, kemudian juga berkembang penyedia lain yang kebanyakan menggunakan [[Televisi protokol internet|protokol internet]] seperti [[IndiHome TV]], [[MNC Play]], [[DensTV]], [[MyRepublic]], dan [[Biznet Home]]. Layanan yang ditawarkan, umumnya juga menggabungkan penyediaan televisi kabel dengan layanan internet.
=== Perangkat bergerak (''mobile'') ===
Penerimaan dengan [[telepon seluler]] dapat dinikmati dengan berbagai cara. Pada beberapa perangkat yang masih sederhana, umumnya siaran televisi (biasanya analog) dapat dinikmati dengan ''tuner'' dan antena kecil yang juga tertanam dalam perangkat tersebut. Beberapa ''vendor'' seperti [[Polytron]], [[Evercoss]], [[Advan]], [[Nexian]] dan Mito pernah menyediakan perangkat jenis ini.<ref>[https://suara.com/tekno/2021/04/05/152116/hp-jadul-ini-bikin-nostalgia-warganet-tak-ada-kuota-bisa-nonton-tv?page=all HP Jadul Ini Bikin Nostalgia, Warganet: Tak Ada Kuota Bisa Nonton TV]</ref> Sedangkan untuk perangkat [[telepon pintar]] modern, biasanya tidak lagi dilengkapi perangkat tersebut, namun penggunanya dapat mengakses siaran menggunakan [[internet]], baik secara gratis maupun berlangganan. Kemudian, di awal kehadiran televisi digital di Indonesia, sempat muncul rencana untuk memperkenalkan sistem televisi digital untuk perangkat bergerak [[DVB-H]]. Sistem ini pernah diujicoba di tahun 2009,<ref>[https://www.postel.go.id/berita-peresmian-uji-coba-lapangan-siaran-digital-untuk-penerimaan-bergerak-mobile-26-968 Siaran Pers No. 164/PIH/KOMINFO/8/2009 Peresmian Uji Coba Lapangan Siaran Digital Untuk Penerimaan Bergerak (Mobile TV)]</ref> walaupun pada akhirnya tidak pernah terealisasi.
Sempat tersedia juga operator televisi berlangganan untuk media lain, seperti [[mobil]] (bergerak). Operator tersebut, yaitu [[M2V Mobile TV]] dan [[Nexdrive]] (terafiliasi dengan [[Nexmedia]])<ref>[https://www.otosia.com/berita/read/4783211/nexdrive-menjawab-keluhan-kualitas-tv-berbayar-di-mobil NexDrive Menjawab Keluhan Kualitas TV Berbayar di Mobil]</ref> yang keduanya beroperasi pada dekade 2010-an di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Kedua operator ini saat ini sudah tidak beroperasi.
== Kepemilikan ==
Industri penyiaran televisi merupakan industri yang padat modal, sehingga pemainnya memang tidak banyak. Walaupun demikian, amanat dari UU Penyiaran dan industri penyiaran yang sehat adalah terciptanya keragaman pemilik (''diversity of ownership'') dan keragaman konten (''diversity of content'').<ref>[http://www.kpi.go.id/index.php/id/dasar-pembentukan Dasar Pembentukan]</ref> Munculnya teori tersebut tidak lain merupakan akibat dari munculnya [[demokratisasi]] di Indonesia pasca 1998 dan upaya bagi menumbuhkan pasar yang sehat. Karena itulah, jika muncul berbagai tindakan akuisisi terhadap media televisi, baik sesama TV nasional (seperti SCTV dan Indosiar),<ref>[https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-1597460/kppu-telusuri-dugaan-monopoli-sctv-indosiar KPPU Telusuri Dugaan Monopoli SCTV-Indosiar]</ref> maupun TV lokal yang diakuisisi jaringan nasional (seperti NET. dan Kompas TV)<ref>[https://www.kabarpadang.com/net-dan-channel-dipanggil-kpid-sumbar/ NET dan B Channel Dipanggil KPID Sumbar]</ref><ref>[https://metrobali.com/kpid-bali-sidak-ke-kantor-dewata-tv-saham-dewata-tv-tidak-dijual-ke-kompas-tv/ KPID Bali sidak ke kantor Dewata TV, saham tidak dijual ke Kompas TV]</ref> maka akan menimbulkan kontroversi dan masalah.
Dalam perkembangannya, kepemilikan penyiaran di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu:
===[[Orde Baru]]: 1987-1998===
Zaman Orde Baru merupakan era lahirnya [[televisi swasta]] di Indonesia. Sifat KKN Orde Baru tampak dalam pendirian stasiun televisi swasta tersebut, walaupun pemiliknya berbeda, hampir keseluruhannya dimiliki oleh kroni-kroni dan putra-putri/saudara Presiden. RCTI sendiri dimiliki oleh [[Bambang Trihatmodjo]], anak ketiga Soeharto yang menguasai grup [[Global Mediacom|Bimantara Citra]] (berpatungan dengan pengusaha luar Istana, yaitu [[Rajawali Corpora|grup Rajawali]] milik [[Peter Sondakh]]). SCTV dimiliki oleh [[Sudwikatmono]] (sepupu Soeharto yang sukses ketika bermitra dengan [[Sudono Salim]]) yang berkongsi dengan [[Henry Pribadi]]. TPI dimiliki oleh [[Siti Hardijanti Rukmana]] atau Mbak Tutut, anak pertama Presiden yang mengendalikan konglomerasi PT Citra Lamtorogung Persada. Indosiar dimiliki oleh Sudono Salim (Liem Sioe Liong), seorang pengusaha Tionghoa yang dikenal sebagai rekan lama Soeharto. Satu-satunya stasiun TV yang bisa dianggap cukup berada di luar Istana adalah ANteve, yang dimiliki oleh [[Aburizal Bakrie]] dan [[Agung Laksono]], meskipun sesungguhnya keduanya masih punya koneksi dengan partai penguasa [[Golkar]].{{cn}}
Berikut ini kebijakan yang seperti memberi fasilitas dan kemudahan kepada perusahaan TV swasta:
# RCTI: Awalnya, Departemen Penerangan menyatakan bahwa RCTI "di bawah pengawasan dan pengendalian TVRI" dan hanya boleh bersiaran lokal di Jakarta dengan [[dekoder]] (istilahnya Siaran Saluran Terbatas). Namun, pada 1990 pemerintah membolehkan RCTI melepas dekodernya, boleh bersiaran secara terestrial (dengan istilah Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Umum) dan pada 1993 dibolehkan untuk bersiaran nasional.
# TPI: TPI sendiri bisa diberikan memiliki status khusus dan hak istimewa karena didirikan sebagai Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Pendidikan (SPTSP) yang berbeda dari stasiun swasta lain yang hanya boleh bersiaran lokal. Awalnya TPI didirikan dengan tujuan yang mulia untuk menyiarkan pendidikan, walaupun pendirinya Mbak Tutut tidak pernah punya rekam jejak (''track record'') berperan di bidang ini. Selain itu, TPI juga dibolehkan untuk meminjam (gratis) kanal TVRI di seluruh Indonesia. Pada 1993, TPI akhirnya diizinkan untuk bersiaran nasional dengan mengurangi tujuan pendidikannya di awal.
# Indosiar: Layaknya TPI, Indosiar awalnya juga diberi hak istimewa untuk bersiaran nasional dengan sistem Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Khusus (SPTSK) dengan status khusus untuk menyiarkan acara ekonomi desa dan budaya, walaupun kebijakan saat itu TV swasta hanya boleh bersiaran lokal. Namun baru setahun kemudian, Indosiar memegang izin baru sebagai Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Umum yang artinya seperti dapat menghapuskan tujuan di awalnya.
Kebijakan pemerintah Soeharto tersebut akhirnya berakibat buruk pada industri penyiaran nasional yang efeknya ada sampai sekarang, yaitu sentralisasi siaran dari [[Jakarta]] dan [[Jawa]] saja. Sistem yang awalnya direncanakan [[sistem televisi berjaringan di Indonesia|berjaringan]] (misalnya RCTI membangun jaringannya di Bandung, tidak hanya dengan transmisi) pada akhirnya menjadi tidak terlaksana karena adanya kekhawatiran tersaingnya televisi swasta lokal (seperti RCTI, SCTV) dengan TV swasta pendidikan nasional (TPI). Tindakan pemerintah lain yang bisa dikatakan untuk melindungi pemain yang sudah ada, misalnya melarang dan tidak memberikan peluang bagi TVRI untuk menerima iklan dan terkesan membiarkan ketika stasiun TV swasta tersebut tidak membayar 12,5% keuntungan mereka kepada TVRI. Kebijakan pemerintah pada era awal lahirnya TV swasta pun terkesan mudah berubah dan berganti-ganti (misalnya dari awalnya hanya membolehkan dengan dekoder, lalu boleh siaran terestrial lokal, dan terakhir boleh siaran terestrial nasional) dalam waktu singkat (5 tahun), serta tanpa landasan [[undang-undang]] yang jelas, demi melayani kepentingan pemilik modal yang dekat dengan Cendana.<ref name="armando"/>
===Periode [[Reformasi]] (I): 1998-2005===
Dalam periode ini, terjadi demokratisasi di Indonesia sebagai akibat kejatuhan Soeharto, dan 5 stasiun TV yang sudah ada dirasa tidak cukup. Izin baru bagi TV swasta pun dikeluarkan, yang dibuktikan dengan pemberian izin bagi 5 stasiun televisi swasta nasional pada Oktober 1999. Mayoritas pemiliknya adalah orang yang berada di luar kekuasaan, kecuali Global TV yang memiliki kaitan dengan pemerintahan [[Habibie]]. Bahkan, ada mereka yang bisa disebut sebagai wajah baru, seperti DVN TV yang dimiliki oleh Sukoyo, seorang petambak udang dan Trans TV yang dimiliki oleh Chairul Tanjung, pemilik [[Bank Mega]] yang saat itu masih kecil. Selain itu, pada pemilik TV yang sudah ada juga terjadi perubahan, yang banyak dari mereka berpindah tangan dari elit Cendana ke pengusaha-pengusaha baru. Hal ini dapat dilihat dari RCTI yang berpindah dari tangan Bambang Tri ke [[Hary Tanoesoedibjo]], seorang investor saham yang tidak berpengalaman di media, sedangkan SCTV berpindah ke tangan keluarga Sariaatmadja yang sebelumnya bermain di [[Elang Mahkota Teknologi|perdagangan komputer]]. Khusus Indosiar dan ANteve, mereka hampir lepas dari pemilik karena krisis ekonomi 1997, namun pada akhirnya tetap bertahan di bawah mereka setelah restrukturisasi.
Dalam era ini, juga terbentuk berbagai stasiun televisi swasta lokal di Indonesia, beberapa dari mereka berasal dari pemain lama dalam industri [[media massa]]. [[JTV (Indonesia)|JTV]] merupakan salah satu yang cukup besar, dimiliki oleh pengusaha koran [[Dahlan Iskan]] dan berpusat di [[Surabaya]], begitu juga dengan [[Jak TV]] yang dimiliki oleh [[Erick Thohir]] melalui [[Mahaka Media]] dan berpusat di [[Jakarta]], ada juga [[Bali TV]] yang dimiliki oleh [[Satria Naradha]] melalui [[Kelompok Media Bali Post]] dan berpusat di [[Denpasar]]. Di [[Semarang]], muncul [[iNews Semarang|Pro TV]], di [[Padang]] muncul [[NET. Padang|Favorit TV]], di [[Tangerang]] muncul [[CTV Banten]], di [[Kendari]] muncul [[Kompas TV Kendari|Kendari TV]], sedangkan di [[Medan]] muncul [[iNews Medan|Deli TV]]. Ini belum termasuk ratusan TV lokal lain yang tumbuh bak jamur pada era ini, seperti [[Kompas TV Manado|Pacific TV]], [[Lombok TV]], [[Malang TV]], [[AFB TV]], dan berbagai TV lokal lainnya. Selain itu, perkembangan menarik lain adalah diizinkannya modal asing masuk ke industri penyiaran (maksimal 20%) dalam UU Penyiaran No. 32/2002, yang sempat ditunjukkan dengan pembelian 20% saham ANTV oleh [[Disney Networks Group Asia Pacific|STAR TV]]. Aturan yang sama juga berusaha menurunkan konsentrasi kepemilikan media televisi dengan menciptakan sistem siaran jaringan di daerah-daerah.
Dengan kepemilikan TV swasta pada kebanyakan pengusaha hanya satu (kecuali RCTI, TPI dan Global TV), maka pada titik ini bisa dikatakan upaya mencapai keragaman kepemilikan sudah berusaha dicapai. Namun, angin segar ini tidak bertahan lama karena banyak stasiun TV yang sudah ada tidak mendapatkan untung, seperti TV7 yang dimiliki [[Kompas Gramedia]] dan Lativi yang dimiliki oleh [[Abdul Latief]], belum lagi jika ditambah televisi lokal di berbagai daerah. Hal inilah yang akhirnya mengarahkan kita ke era konglomerasi dan konsolidasi media seperti saat ini.
===Periode Reformasi (II): 2006-sekarang===
Salah satu hal paling utama yang muncul dalam era ini adalah era konglomerasi media, dimana kini kebanyakan stasiun TV swasta nasional dimiliki oleh segelintir pihak saja, dan satu pihak bisa menguasai banyak TV. Memang [[UU Penyiaran]] 32/2002 sudah berusaha membatasi sistem semacam ini, namun kenyataannya dengan alasan komersial seakan-akan prinsip keragaman kepemilikan tidak diperhitungkan. Konsolidasi pertama yang muncul pada era ini adalah pembelian TV7 oleh pemilik Trans TV, [[Chairul Tanjung]] dan pembelian Lativi oleh [[Bakrie Group]]. Selanjutnya, konsolidasi terus berlangsung misalnya pembelian Indosiar oleh SCTV, sedangkan di berbagai daerah, sejumlah konglomerasi seperti [[Rajawali Corpora]] (RTV) dan [[MD Entertainment]] (NET.) membeli banyak TV lokal untuk mendirikan stasiun TV nasional. Sementara itu, bagi TV lokal yang kekurangan modal maka kebanyakan sulit bertahan, atau justru menyiarkan acara ''home shopping''. Akibat hal ini, desentralisasi penyiaran, keragaman konten dan keragaman kepemilikan sulit tercapai dikarenakan unsur keuntungan dan komersial lebih dipentingkan dibandingkan hal-hal lain, misalnya kualitas siaran. Selain itu, konglomerasi media juga membawa masalah seiring banyak pemiliknya yang terjun ke politik. Misalnya MNC (RCTI-MNCTV-Global TV-iNews TV) serta Bakrie (antv-tvOne) tampak terlihat partisan dan memihak dalam [[Pemilu 2014]], begitu juga dengan [[MetroTV]], hal yang serupa kemudian juga terlihat pada [[Garuda TV|Digdaya/Garuda TV]] dalam [[Pemilu 2019]] dan [[Pemilu 2024]].
Hal lain yang juga cukup disorot adalah posisi pemerintah dalam menjalankan UU Penyiaran, terutama mengenai siaran berjaringan. Secara dasar, [[televisi berjaringan|sistem siaran berjaringan]] yang diterapkan, berarti merombak tatanan selama ini dimana sebuah stasiun televisi dari Jakarta dapat memiliki banyak sekali frekuensi di berbagai daerah yang tugasnya hanya merelai siaran pusat. Mengingat frekuensi secara ideal adalah "milik publik",<ref name="sum"/> maka UU Penyiaran sesungguhnya berusaha menciptakan demokratisasi penyiaran, dengan menciptakan struktur yang lebih melokal, dalam bentuk diversifikasi kepemilikan dan konten siaran. Tatanannya sebenarnya diatur dalam [[Peraturan Pemerintah]] No. 50/2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta; dimana dalam aturan turunan UU Penyiaran ini diatur bahwa sebuah stasiun televisi (pusat) secara progresif kepemilikannya dikurangi di stasiun televisi jaringannya di daerah-daerah (pada jaringan pertama 100%, kedua 49%, ketiga 20%, dan keempat-seterusnya 5%). Akan tetapi, aturan turunan yang sama juga mengatur bahwa jika stasiun televisi yang sudah ada sudah memiliki stasiun transmisi di daerah, maka kebijakan pembatasan kepemilikan itu tidak berlaku, dengan kini boleh pada jaringan kedua, ketiga dan seterusnya sebesar 90%; sedangkan untuk daerah terpencil/perbatasan, kepemilikannya boleh 100%.<ref name="armando"/>
Hal tersebut memacetkan niat baik dari UU Penyiaran dan sistem berjaringan, yang diperparah dengan penerbitan Permenkominfo No. 32/2007 dan Permenkominfo No. 43/2009. Walaupun kedua aturan tersebut mewajibkan pelepasan saham stasiun jaringannya ke pemegang saham lokal serta pemberlakuan sistem siaran jaringan maksimal 28 Desember 2009 dan meminta adanya siaran lokal terus naik dari 10% menjadi 50%, namun masih memberi keleluasaan bagi pemilik stasiun televisi besar untuk mempertahankan kepemilikan mutlak atas stasiun jaringannya (hasil transisi dari stasiun relai) jika "di daerah tidak memiliki modal yang cukup atau alasan khusus". Pada akhirnya, diversifikasi kepemilikan yang diharapkan dalam sistem jaringan, sampai saat ini relatif hanya angan-angan semata, karena aturan UU Penyiaran masih memberi peluang bagi pemain besar mempertahankan kepemilikan dan sentralisasi siarannya dengan alasan yang sudah disebutkan. Yang berubah hanyalah bentuk frekuensi yang dimiliki stasiun televisi Jakarta: dari awalnya dikelola oleh stasiun relai, kini menjadi stasiun jaringan yang pemiliknya tetap pihak yang sama. Ini belum termasuk definisi siaran lokal yang tidak jelas di peraturan-peraturan diatas, sehingga sangat leluasa diinterpretasikan televisi nasional (misalnya bisa siaran ulang beberapa kali asalkan bernuansa daerah), ditambah program dari stasiun lokal jaringan yang ada kebanyakan hanya 10% saja dari jam siar dan tidak bisa lebih dari itu.<ref name="armando"/> Salah satu contoh dari kemacetan penetapan klausul berjaringan tersebut adalah, dalam beberapa laporan keuangan induk sejumlah stasiun televisi (seperti [[Media Nusantara Citra|MNC Media]], [[Surya Citra Media|SCM]], [[Visi Media Asia|VIVA]] dan [[Trans Media]]), perusahaan jaringannya di daerah-daerah disebutkan "belum melakukan aktivitas (usaha)/beroperasi secara komersial".<ref>[https://www.scm.co.id/financial-statements/download/2021/62 Lapkeu Q3 SCM 2021]</ref><ref>[https://www.mnc.co.id/file-mnccoid//files/mnccoid/MNCN_billingual_30%20Sep%202021_unaudited.pdf Lapkeu Q3 MNC 2021]</ref>
Hal yang sama akhirnya juga diterapkan oleh jaringan televisi nasional yang terbentuk pasca UU Penyiaran (seperti iNews, [[NET.]], RTV, [[Moji]] dan Kompas TV). Mereka tidak menerapkan sistem dimana seharusnya TV nasional (atau Jakarta) bermitra dengan stasiun lokal (yang dimiliki terpisah), melainkan mengakuisisi kepemilikan stasiun televisi lokal di daerah-daerah dan tetap menyiarkan siarannya yang didominasi dari pusat. Bahkan, ada juga yang "menyimpang", misalnya jaringan-jaringan NET. yang 100% kepemilikannya dipegang induk stasiun televisi ini, [[Net Visi Media]] lewat anak-anak usahanya yang dibentuk di daerah-daerah, bukannya oleh pemodal lokal.<ref>{{Cite web |url=https://www.netvisimedia.co.id/struktur-kepemilikan.html |title=STRUKTUR HUBUNGAN KEPEMILIKAN,... |access-date=2021-11-28 |archive-date=2021-11-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211119070943/https://www.netvisimedia.co.id/struktur-kepemilikan.html |dead-url=yes }}</ref>
== Lihat pula ==
{{commons category|Television channels from Indonesia|Televisi di Indonesia}}
* [[Daftar stasiun televisi di Indonesia]]
* [[Daftar stasiun televisi berlangganan di Indonesia]]
* [[Sinema elektronik]]
* [[Kebudayaan Indonesia]]
== Catatan kaki ==
{{Notelist}}
== Bacaan lebih lanjut ==
* {{cite book|url=https://scholarspace.manoa.hawaii.edu/bitstream/10125/21612/1/SatelliteTelevisionInIndonesia1981%5Bpdfa%5D.PDF |editor-last1=Alfian |editor-last2=Chu |editor-first2=G. C. |year=1981 |title=Satellite Television in Indonesia |location=Honolulu, Hawaii |publisher=East-West Center, Communication Institute & LEKNAS/LIPI |isbn=0-86638-002-7 |oclc=654403490 |language=en}}
* {{cite book|first=A. |last=Armando |author-link=Ade Armando |title=Televisi Indonesia Di Bawah Kapitalisme Global |publisher=[[Kompas]] |location=Jakarta |isbn=978-6-02412-099-3}}
* {{cite journal|url=https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/17482798.2011.535404|last1=Hendriyani |first2=Ed |last2=Hollander |first3=Leen |last3=d'Haenens |first4=Johannes |last4=Beentjes |year=2011 |title=Children's Television in Indonesia |journal=Journal of Children and Media |volume=5 |issue=1 |pages=86-101 |doi=10.1080/17482798.2011.535404 |language=en}}
* {{cite journal|url=https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/01292980802618098 |first1=Ed |last1=Hollander |first2=Leen |last2=d'Haenens |first3=Jo |last3=Bardoel |year=2009 |title=Television Performance in Indonesia: Steering between Civil Society, State and Market |journal=Asian Journal of Communication |volume=19 |issue=1 |pages=39-58 |doi=10.1080/01292980802618098 |language=en}}
* {{cite book|last=Kitley |first=P. |year=2000 |title=Television, Nation, and Culture in Indonesia |url=https://archive.org/details/televisionnation0000kitl |location=Athens, OH |publisher=Ohio University Center for International Studies |isbn=0-896-80212-4 |oclc=754100650 |language=en}}
* {{cite journal|url=https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00472336.2012.757434 |first1=Agus |last1=Sudibyo |first2=Nezar |last2=Patria |year=2013 |title=The Television Industry in Post-authoritarian Indonesia |journal=Journal of Contemporary Asia |volume=43 |issue=2 |pages=257-275 |doi=10.1080/00472336.2012.757434 |language=en}}
== Referensi ==
{{reflist|
[[Kategori:Televisi di Indonesia| ]]
|