Penindasan Diokletianus: Perbedaan antara revisi

'''Penganiayaan Diokletianus''' ({{lang-en|Diocletianic Persecution}}), atau '''Penganiayaan Besar''' ({{lang-en|Great Persecution}}), adalah [[Penganiayaan terhadap orang Kristen|penganiayaan atau penindasan]] terakhir dan yang paling berat terhadap umat Kristen di [[Kekaisaran Romawi]].<ref>Gaddis, 29.</ref> Pada tahun 303, [[Kaisar Romawi|Kaisar]] [[Diokletianus]], [[Maximianus]], [[Galerius]], dan [[Constantius Chlorus|Konstantius]] mengeluarkan serangkaian [[edikmaklumat]] atau dekret yang mencabut hak hukum umat Kristen dan meminta agar mereka mengikuti [[Agama di Romawi Kuno|praktik-praktik keagamaan Romawi tradisional]]. EdikMaklumat-edikmaklumat berikutnya menyasar kaum [[klerus]] dan memerintahkan semua penduduk untuk mempersembahkan kurban kepada para dewa Romawi (suatu kebijakan yang dikenal sebagai kurban universal). Penganiayaan ini bervariasi intensitasnya di seluruh kekaisaran—yang teringan di [[Galia]] dan [[Britania Romawi|Britania]], tempat diberlakukannya edikmaklumat pertama saja, dan yang terberat di provinsi-provinsi Timur. Hukum-hukum penganiayaan ditiadakan oleh beberapa kaisar pada waktu yang berlainan, tetapi [[EdikMaklumat Milan]] (313) yang dikeluarkan oleh [[Konstantinus I|Konstantinus]] dan [[Licinius|Lisinius]] secara umum menandai berakhirnya masa penganiayaan ini.<ref>[http://www.newadvent.org/cathen/04295c.htm Catholic Encyclopedia]</ref>

Umat Kristen, atau Kristiani, telah sejak awal mengalami diskriminasi di dalam kekaisaran tersebut, namun para kaisar awal kemungkinan terlalu segan mengeluarkan hukum-hukum umum untuk menentang mereka, setidaknya pada abad ke-3 (lih. [[Krisis Abad Ketiga]]), atau terlalu disibukkan dengan berbagai isu yang lebih mendesak untuk diselesaikan. Pada tahun 250-an, di bawah pemerintahan [[Decius|Desius]] dan [[Valerian (kaisar)|Valerianus]], hukum-hukum demikian disahkan. Berdasarkan undang-undang ini, umat Kristen dipaksa untuk mempersembahkan kurban kepada para dewa Romawi atau menghadapi hukuman penjara dan eksekusi.<ref>{{cite book|title=''The Rise of Christianity''|url=https://archive.org/details/riseofchristiani0000fren|author=[[W. H. C. Frend]]|publisher=Fortress Press, Philadelphia|year=1984|page=[https://archive.org/details/riseofchristiani0000fren/page/319 319]|ISBN= 978-0800619312}}</ref> Ketika [[Gallienus]] naik takhta pada tahun 260, ia mengeluarkan edikmaklumat kekaisaran yang pertama tentang [[toleransi]] terhadap umat Kristen,<ref>Charles Piétri, entry on "Persecutions," in ''The Papacy: An Encyclopedia,'' edited by Philippe Levillain (Routlege, 2002, originally published in French 1994), vol. 2, p. 1156.</ref> sehingga menyebabkan mereka dapat hidup berdampingan dengan damai selama hampir 40 tahun. Naik takhtanya Diokletianus pada tahun 284 tidak segera menandai perubahan sikap mengesampingkan Kekristenan, bahkan sebaliknya mengindikasikan suatu perubahan sikap resmi secara bertahap terhadap kelompok-kelompok minoritas keagamaan. Dalam lima belas tahun pertama pemerintahannya, Diokletianus menyingkirkan tentara penganut Kekristenan, menghukum mati kaum [[Manikheisme|Manikean]], dan mengelilingi dirinya dengan para lawan publik Kekristenan. Preferensi Diokletianus terhadap pemerintahan otokratis, dikombinasikan dengan citra dirinya sebagai pemulih kejayaan Romawi masa lalu, menjadi pertanda akan adanya penganiayaan yang paling ekstensif dalam sejarah Romawi. Pada musim dingin tahun 302, Galerius mendesak Diokletianus untuk memulai suatu penganiayaan umum terhadap umat Kristen. Diokletianus bersikap hati-hati, dan meminta bimbingan [[Pithia|orakel Kuil Apollo]] atas hal ini. Tanggapan dari sang [[orakel]] ditafsirkan sebagai dukungan atas posisi Galerius, dan penganiayaan secara umum dimulai pada tanggal 24 Februari 303.

Kebijakan-kebijakan penganiayaan di seluruh kekaisaran bervariasi intensitasnya. Galerius dan Diokletianus bertindak sebagai para penganiaya yang penuh semangat, sedangkan Konstantius tidak antusias. EdikMaklumat-edikmaklumat penganiayaan, termasuk perintah untuk melakukan kurban universal, tidak diterapkan di dalam wilayah kekuasaannya. [[Konstantinus I|Konstantinus]] putranya naik takhta kekaisaran pada tahun 306, memulihkan sepenuhnya kesetaraan hukum umat Kristen dan mengembalikan milik mereka yang disita selama masa penganiayaan. Di Italia pada tahun 306, [[Maxentius]] mengambil alih kekuasaan [[Flavius Valerius Severus|Severus]] sebagai penerus [[Maximianus]], dan ia menjanjikan toleransi beragama yang sepenuhnya. Galerius [[EdikMaklumat Toleransi oleh Galerius|mengakhiri penganiayaan di Timur pada tahun 311]], tetapi dilanjutkan kembali di [[Mesir]], [[Palestina]], dan [[Anatolia|Asia Kecil]] oleh [[Maximinus II|Maximinus]] penggantinya. Konstantinus dan Lisinius, penerus Severus, menandatangani [[EdikMaklumat Milan]] pada tahun 313, yang memberikan suatu penerimaan yang lebih komprehensif terhadap Kekristenan dibandingkan dengan edikmaklumat Galerius yang telah ada. Lisinius mengambil alih kekuasaan Maximinus pada tahun 313, sehingga mengakhiri masa penganiayaan di Timur.

Sejak kemunculan pertamanya hingga pengesahannya di bawah pemerintahan [[Konstantinus I|Konstantinus]],<ref name="FRF">Frend, "Genesis and Legacy", 503.</ref> selama dua abad pertama keberadaannya, Kekristenan dan para praktisinya tidak populer di kalangan masyarakat pada umumnya.<ref name="LOATHE">Frend, "Genesis and Legacy", 511; de Ste-Croix, "Persecuted?", 15&ndash;1615–16.</ref> Umat Kristiani selalu dicurigai,<ref name="FRF"/> menjadi anggota-anggota sebuah "masyarakat rahasia" yang para anggotanya berkomunikasi dengan suatu sandi tersendiri<ref>Dodds, 111.</ref> dan menjauhkan diri dari ruang publik.<ref>MacMullen, 35.</ref> Adalah permusuhan yang bersifat umum—yakni kemarahan massa—yang menggerakkan terjadinya berbagai penganiayaan awal, bukan tindakan resmi.<ref name="LOATHE"/> Di [[Lyon]], pada tahun 177, hanya intervensi otoritas sipil yang dapat menghentikan suatu massa [[paganisme|pagan]] yang menyeret orang-orang Kristen dari rumah mereka dan memukuli mereka hingga meninggal dunia. [[Plinius yang Muda|Plinius Muda]], gubernur [[Bithynia et Pontus|Bithynia&ndash;PontusBithynia–Pontus]], mendapat kiriman berbagai daftar panjang tuduhan yang diadukan oleh warga-warga anonim, yang untuk hal ini Kaisar [[Trajanus]] menyarankan dia untuk mengabaikannya.<ref>Dodds, 110.</ref>

Konversi membuat keluarga-keluarga menjadi terpisah: [[Yustinus Martir]] mengisahkan tentang seorang suami pagan yang mengadukan istrinya karena menganut Kekristenan, dan [[Tertulianus]] mengisahkan tentang anak-anak yang dicabut hak warisnya karena menjadi penganut Kekristenan.<ref>Dodds, 115&ndash;16115–16, citing Justin, ''Apologia'' 2.2; Tertullian, ''Apologia'' 3.</ref> Agama Romawi tradisional terjalin erat ke dalam struktur negara dan masyarakat Romawi, tetapi umat Kristiani menolak untuk melakukan praktik-praktiknya.<ref>Castelli, 38; Gaddis, 30&ndash;3130–31.</ref>{{refn|Para penentang umat Kristiani—yang adalah kaum pagan awal—memandang Allah mereka sebagai seorang penjahat politik, dieksekusi atas perintah seorang gubernur Yudea karena menyatakan diri sebagai "Raja Orang Yahudi", dan menganggap teks suci mereka memuat suatu serangan alegoris terhadap negara Romawi dengan meramalkan kehancurannya dalam waktu dekat ([[Kitab Wahyu]]). Alasan-alasan ini kurang efektif seiring dengan berjalannya waktu, karena umat Kristiani nyatanya apolitis.<ref>de Ste-Croix, "Persecuted?", 16&ndash;1716–17.</ref>|group=notes}} Dalam kata-kata [[Tasitus]], umat Kristiani memperlihatkan "kebencian umat manusia" (''odium generis humani'').<ref>Tacitus, ''Annales'' [http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Perseus%3Atext%3A1999.02.0077%3Abook%3D15%3Achapter%3D44 15.44.6], cited in Frend, "Genesis and Legacy", 504; Dodds, 110.</ref> Di antara kalangan yang lebih naif, umat Kristiani dianggap menggunakan ilmu hitam dalam mengejar tujuan-tujuan revolusioner,<ref>Frend, "Genesis and Legacy", 504, citing Suetonius, ''Nero'' 16.2.</ref> serta mempraktikkan [[inses]] dan [[kanibalisme]].<ref>Dodds, 111&ndash;12111–12, 112 n.1; de Ste-Croix, "Persecuted?", 20.</ref>

Meskipun demikian, selama dua abad pertama era Kristen, tidak ada kaisar yang mengeluarkan hukum umum untuk menentang iman atau Gereja mereka. Penganiayaan-penganiayaan tersebut dilaksanakan di bawah kewenangan pejabat-pejabat pemerintah setempat.<ref>Clarke, 616; Frend, "Genesis and Legacy", 510. See also: Barnes, "Legislation"; de Sainte-Croix, "Persecuted?"; Musurillo, lviii&ndash;lxiilviii–lxii; and Sherwin-White, "Early Persecutions."</ref> Di Bithynia&ndash;PontusBithynia–Pontus, pada tahun 111, pejabat pelaksananya yaitu [[Plinius yang Muda|Plinius Muda]] sebagai gubernur imperial;<ref>Drake, ''Bishops'', 87&ndash;9387–93; Edwards, 579; Frend, "Genesis and Legacy", 506&ndash;8506–8, citing Pliny, ''Epistaules'' 10.96.</ref> di [[Smirna]] ([[İzmir]]) pada tahun 156, dan Scillium di dekat [[Kartago]] pada tahun 180, pelaksananya adalah [[prokonsul]];<ref>''Martyrium Polycarpi'' (= Musurillo, 2&ndash;212–21) and Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 4.15; Frend, 509 (Smyrna); ''Martyrium Scillitanarum acta'' (= Musurillo, 86&ndash;8986–89), cited in Frend, 510 (Scilli).</ref> di Lyon, pada tahun 177, pelaksananya [[Gubernur Romawi|gubernur tingkat provinsi]].<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 5.1 (= Musurillo, 62&ndash;8562–85); Edwards, 587; Frend, 508.</ref> Ketika Kaisar [[Nero]] mengeksekusi umat Kristiani atas dugaan keterlibatan mereka dalam [[Kebakaran Besar Roma|kebakaran pada tahun 64]], hal ini dipandang sebagai peristiwa setempat dan tidak menyebar di luar batas-batas kota Roma.<ref>G. W. Clarke, "The origins and spread of Christianity," in ''Cambridge Ancient History'', vol. 10, ''The Augustan Empire'', ed. Alan K. Bowman, Edward Champlin, and Andrew Linott (Cambridge: Cambridge University Press, 1996), 869&ndash;70869–70.</ref> Penganiayaan-penganiayaan awal ini berlangsung dengan hebat tetapi sifatnya sporadis, singkat, dan cakupannya terbatas,<ref>Clarke, 616; Frend, "Genesis and Legacy", 510; de Ste-Croix, "Persecuted?", 7.</ref> serta merupakan ancaman terbatas bagi Kekristenan secara keseluruhan.<ref name="Robin Lane Fox 2006">Robin Lane Fox, ''The Classical World: An Epic History of Greece and Rome'' (Toronto: Penguin, 2006), 576.</ref> Bagaimanapun tindakan resmi yang sangat tidak terduga itu menjadi ancaman pemaksaan oleh negara yang diperkirakan akan segera terjadi di dalam bayang-bayang pemikiran umat Kristiani saat itu.<ref>Castelli, 38.</ref>

Pada abad ke-3 polanya berubah. Para kaisar menjadi lebih aktif dan pejabat-pejabat pemerintah mulai secara aktif mengejar kaum Kristiani, bukan sekadar menanggapi kemauan orang banyak.<ref>Drake, ''Bishops'', 113&ndash;14113–14; Frend, "Genesis and Legacy", 511.</ref> Kekristenan juga mengalami perubahan. Para praktisinya tidak hanya "kelas-kelas bawah yang mengobarkan ketidakpuasan"; beberapa dari kaum Kristiani merupakan orang kaya, atau dari [[Kelas sosial di zaman Romawi kuno|kelas-kelas atas]]. [[Origenes]], yang menulis sekitar tahun 248, bercerita tentang "banyaknya orang yang datang pada keimanan tersebut, bahkan orang-orang kaya dan orang-orang dalam posisi kehormatan, serta kaum wanita dari kelas dan keturunan bangsawan."<ref>Origen, ''Contra Celsum'' 3.9, qtd. and tr. in Frend, "Genesis and Legacy", 512.</ref> Reaksi resmi pemerintahan menjadi semakin tegas. Pada tahun 202, menurut ''[[Historia Augusta]]'', sebuah kisah sejarah yang mungkin ditulis pada abad ke-4 dan keandalannya diragukan, [[Septimius Severus]] (memerintah tahun 193–211) mengeluarkan sebuah [[reskrip]] umum yang melarang konversi ke [[Yudaisme]] ataupun Kekristenan.<ref>''Scriptores Historiae Augustae'', ''Septimius Severus'', 17.1; Frend, "Genesis and Legacy", 511. Timothy Barnes, at ''Tertullian: A Historical and Literary Study'' (Oxford: Clarendon Press, 1971), 151, calls this supposed rescript an "invention" of the author, reflecting his own religious prejudices instead of imperial policy under the Severans.</ref> [[Maximinus Thrax|Maximinus]] (memerintah tahun 235–238) menargetkan para pemimpin Kristen.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 6.28, cited in Frend, "Genesis and Legacy", 513.</ref>{{refn|Clarke berpendapat bahwa bukti lainnya (Siprianus, ''Epistolae'' 75.10.1f; Origenes ''Contra Celsus'' 3.15) melemahkan gambaran Eusebius mengenai kebijakan Maximinus, dan menegaskan adanya penganiayaan yang relatif ringan.<ref>Clarke, 621&ndash;25621–25.</ref>|group=notes}} [[Decius|Desius]] (memerintah tahun 249–251), yang menuntut suatu bentuk dukungan atas keimanan yang dianutnya, menyatakan bahwa semua penduduk kekaisaran harus melakukan pengurbanan kepada para dewa, makan daging kurban, dan bersaksi atas tindakan-tindakan ini.<ref>Clarke, 625&ndash;27625–27; Frend, "Genesis and Legacy", 513; Rives, 135.</ref> Umat Kristiani berkeras hati dengan tidak mematuhinya. Para pemimpin Gereja seperti [[Paus Fabianus]], [[uskup Roma]], dan [[Babilas]], [[Patriark Antiokhia|uskup Antiokhia]], ditangkap, diadili, dan dieksekusi,<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 6.39.4; Clarke, 632, 634; Frend, "Genesis and Legacy", 514.</ref> sebagaimana juga orang-orang tertentu dari kaum awam Kristiani, misalnya [[Pionius]] dari Smirna.<ref>E. Leigh Gibson, "Jewish Antagonism or Christian Polemic: The Case of the ''Martyrdom of Pionius''," ''Journal of Early Christian Studies'' 9:3 (2001): 339&ndash;58339–58.</ref>{{refn|Meskipun beberapa orang kaum awam mengalami penganiayaan, yang selalu menjadi sasaran utama tindakan resmi yaitu kaum [[klerus]] dan umat Kristiani awam yang terkemuka.<ref>Dodds, 108, 108 n.2.</ref>|group=notes}} [[Origenes]], seorang teolog Kristen, disiksa selama penganiayaan dan meninggal dunia sekitar setahun kemudian karena luka-luka yang dideritanya.<ref>Joseph Wilson Trigg, ''Origen'' (New York: Routledge, 1998), 61.</ref>

Penganiayaan Desius merupakan suatu pukulan besar bagi Gereja.<ref>Clarke, 635; Frend, "Genesis and Legacy", 514.</ref> Di Kartago, terjadi kemurtadan (penyangkalan atas iman yang dianut) secara massal.<ref>Frend, "Genesis and Legacy", 514, citing Cyprian, ''De lapsis'' 8.</ref> Di Smirna, Euctemon uskupnya melakukan pengurbanan—sebagaimana dikehendaki pemerintah—dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.<ref>Frend, "Genesis and Legacy", 514, citing ''Martyrium Pionii'' 15 (= Musurillo, 156&ndash;57156–57).</ref> Dikatakan bahwa Gereja sebagian besar tersebar di perkotaan sehingga seharusnya mudah untuk mengidentifikasi, mengisolasi, dan menghancurkan hierarki Gereja. Namun hal ini tidak terjadi. Pada bulan Juni 251 Desius gugur dalam pertempuran, menjadikan penganiayaan yang telah dilakukannya berhenti. Penganiayaan tersebut tidak berlanjut selama 6 tahun berikutnya, sehingga memungkinkan pulihnya beberapa fungsi Gereja.<ref>Frend, "Genesis and Legacy", 514.</ref> [[Valerian (kaisar)|Valerianus]], teman Desius, mengambil alih takhta kekaisaran pada tahun 253. Kendati pada awalnya ia tampak "sangat ramah" terhadap kaum Kristiani,<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 7.10.3, qtd. and tr. in Frend, "Genesis and Legacy", 515.</ref> tindakan-tindakannya segera menunjukkan hal yang sebaliknya. Pada bulan Juli 257, ia mengeluarkan sebuah edikmaklumat penindasan yang baru. Sebagai hukuman karena menganut iman Kristiani, penganutnya menghadapi ancaman pengasingan atau kerja paksa di pertambangan. Pada bulan Agustus 258, ia mengeluarkan edikmaklumat kedua, mengubah hukumannya menjadi hukuman mati. Penganiayaan ini terhenti pada bulan Juni 260, ketika Valerianus menjadi tawanan dalam pertempuran. Putranya, [[Gallienus]] (memerintah tahun 260&ndash;68260–68), mengakhiri masa penganiayaan tersebut<ref>Frend, "Genesis and Legacy", 516.</ref> dan mengukuhkan kebebasan dari berbagai sanksi resmi selama hampir 40 tahun, yang dipuji oleh [[Eusebius dari Kaisarea|Eusebius]] sebagai "[[Perdamaian Kecil Gereja|kedamaian kecil dalam Gereja]]".<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 7.15; Digeser, ''Christian Empire'', 52; Frend, "Genesis and Legacy", 517.</ref> Kedamaian tersebut dapat dikatakan tanpa gangguan, kecuali penganiayaan yang terisolasi sesekali, hingga Diokletianus menjadi kaisar.<ref>Frend, "Genesis and Legacy", 517.</ref>

[[Diokletianus]], yang mendapat pengakuan sebagai kaisar pada tanggal 20 November 284, merupakan seorang konservatif keagamaan, taat pada kultus Romawi tradisional. Tidak seperti [[Aurelianus]] (memerintah tahun 270–75), Diokletianus tidak mengembangkan kultus apapun yang baru. Ia lebih memilih dewa-dewi lama, yakni [[12 Dewa Olimpus|dewa-dewi Olimpia]].<ref>Williams, 161.</ref> Meski demikian, Diokletianus berhasrat untuk menginspirasi suatu kebangunan keagamaan secara umum.<ref name="Williams, 161–62">Williams, 161&ndash;62161–62.</ref> Sebagaimana yang dinyatakan oleh sang [[panegirikus|panegiris]] kepada Maximianus: "Anda telah menimbuni dewa-dewi dengan berbagai altar dan patung, kuil dan persembahan, yang Anda dedikasikan dengan nama Anda sendiri dan citra Anda sendiri, yang kesuciannya bertambah melalui contoh yang Anda tetapkan, untuk penghormatan bagi dewa-dewi. Tentunya orang-orang sekarang akan mengerti kuasa apa yang bersemayam di dalam dewa-dewi, ketika Anda menyembah mereka dengan sedemikian khusyuk."<ref>''Panegyrici Latini'' 11(3)6, qtd. and tr. Williams, 162.</ref> Sebagai bagian dari kebangunan yang direncanakannya, Diokletianus berinvestasi dalam bangunan keagamaan. Seperempat dari semua [[Epigrafi|inskripsi]] yang menyebutkan perbaikan candi di Afrika Utara antara tahun 276 dan 296 bertarikh pada masa pemerintahan Diokletianus.<ref>Frend, "Prelude", 3.</ref> Diokletianus mengaitkan dirinya dengan pimpinan [[panteon]] Romawi, yaitu [[Yupiter (mitologi)|Yupiter]]; rekan-kaisar Diokletianus, yakni [[Maximianus]], mengaitkan dirinya dengan [[Herkules]].<ref>Bowman, "Diocletian", 70&ndash;7170–71; Corcoran, "Before Constantine", 40; Liebeschuetz, 235&ndash;52235–52, 240–43; Odahl, 43&ndash;4443–44; Williams, 58&ndash;5958–59.</ref> Penghubungan antara dewa dan kaisar ini membantu melegitimasi klaim para kaisar atas kekuasaan mereka dan mempertalikan lebih erat pemerintahan imperial dengan kultus tradisional.<ref>Curran, 47; Williams, 58&ndash;5958–59.</ref>

Diokletianus, sama seperti [[Augustus]] dan [[Trajanus]] yang memerintah sebelum dia, menyebut dirinya sebagai seorang "pemulih". Ia mendesak masyarakat untuk melihat sistem pemerintahan dan kekuasaannya, yakni [[Tetrarki]] (pemerintahan oleh 4 kaisar), sebagai suatu pembaharuan nilai-nilai tradisional Romawi dan, setelah [[Krisis Abad Ketiga|abad ketiga yang tanpa hukum]], suatu kedatangan kembali "Zaman Keemasan Roma".<ref>Potter, 296, citing ''[[Inscriptiones Latinae Selectae]]'' 617, 641, 618; Frend, "Prelude", 3; Lane Fox, 593. See also Millar, 182, on Tetrarchic triumphalism in the Near East.</ref> Dengan demikian ia memperkuat preferensi Romawi sejak dahulu atas kebiasaan-kebiasaan kuno dan perlawanan Imperial terhadap kelompok-kelompok masyarakat independen. Namun sikap aktif rezim Diokletianus, dan keyakinan Diokletianus dalam kekuasaan pemerintah pusat untuk melakukan perubahan besar dalam hal moral dan masyarakat, menjadikannya tampak tidak lazim. Kebanyakan kaisar sebelumnya cenderung agak berhati-hati dalam kebijakan-kebijakan administratif mereka, lebih memilih untuk bekerja dalam stukturstruktur yang telah ada daripada merombaknya.<ref>Potter, 336.</ref> Sebaliknya Diokletianus berkehendak untuk mereformasi setiap aspek kehidupan masyarakat untuk memenuhi tujuan-tujuannya. Di bawah kekuasaannya, mata uang, perpajakan, arsitektur, hukum, dan sejarah, semuanya direkonstruksi secara radikal untuk mencerminkan ideologi tradisionalis dan otoriternya. Reformasi terhadap "tatanan moral" kekaisaran—dan penyingkiran kaum minoritas keagamaan—hanya merupakan satu langkah dalam proses tersebut.<ref>Potter, 333.</ref>

Posisi unik kaum Kristiani dan Yahudi di dalam kekaisaran menjadi semakin jelas. Kaum Yahudi telah memperoleh toleransi imperial dengan pertimbangan antikuitas iman mereka yang telah ada sejak zaman dahulu.<ref name="Curran, 48">Curran, 48.</ref> Mereka telah dikecualikan dari penganiayaan Desius<ref>Clarke, 627.</ref> dan terus menikmati kebebasan dari penganiayaan yang dilakukan pemerintahan Tetrarki.{{refn|Talmud Palestina mencatat bahwa ketika Diokletianus melakukan suatu kunjungan ke wilayah tersebut, ia menetapkan bahwa "pengurbanan harus dilakukan oleh semua orang kecuali orang-orang Yahudi".<ref>Palestinian Talmud, ''Aboda Zara'' 5.4, qtd. and tr. in Curran, 48. See also: Dodd, 111.</ref>|group=notes}} Karena iman mereka tergolong baru dan asing,<ref name="Curran, 48"/> serta umumnya tidak diidentifikasi dengan Yudaisme, kaum Kristiani tidak memiliki alasan untuk mendapat pengecualian demikian.<ref>Lane Fox, 430.</ref> Selain itu kaum Kristiani telah menjauhkan diri dari warisan Yahudi mereka dalam keseluruhan sejarah mereka.<ref>Martin Goodman, ''Rome and Jerusalem'' (New York: Allen Lane, 2007), 499&ndash;505499–505.</ref>

Penganiayaan bukan merupakan satu-satunya sarana penyaluran hasrat Tetrarki ini. Pada tahun 295, baik Diokletianus maupun [[Caesar (gelar)|Caesar]] (kaisar subordinat) di bawahnya, yaitu Galerius,<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 19, 295 n.50; ''New Empire'', 62 n.76.</ref> mengeluarkan suatu edikmaklumat dari [[Damaskus]] yang melarang perkawinan inses dan mengukuhkan supremasi hukum Romawi atas hukum setempat.<ref name="SIBS">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 295 n.50.</ref>{{refn|EdikMaklumat tersebut menyatakan bahwa perkawinan antar saudara, yang telah lama menjadi kebiasaan di Timur, adalah ilegal.<ref name="SIBS"/>|group=notes}} Prakata edikmaklumat tersebut menegaskan bahwa adalah tugas setiap kaisar untuk menegakkan aturan-aturan suci hukum Romawi, karena "para dewata sendiri akan menyukai dan berdamai dengan nama Romawi...jika kita telah memastikannya bahwa semua yang tunduk pada aturan kita sepenuhnya menjalani hidup yang saleh, religius, damai, dan murni dalam segala hal".<ref>''Mosiacarum et Romanarum Legum Collatio'' 6.4, qtd. and tr. in Clarke, 649; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 19&ndash;2019–20.</ref> Prinsip-prinsip ini, dengan keseluruhan ekstensinya, secara logis mengharuskan kaisar-kaisar Romawi untuk menegakkan konformitas dalam hal agama.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 20. See also: Lane Fox, 594.</ref>

Komunitas Kristiani tumbuh dengan cepat di banyak bagian kekaisaran (dan terutama di Timur) setelah tahun 260, ketika [[Gallienus]] membawa kedamaian kepada Gereja.<ref>Davies, 93.</ref> Nyaris tidak ada data untuk menghitung angkanya, tetapi sejarawan dan sosiolog [[Keith Hopkins]] menyajikan perkiraan kasar dan sementara mengenai populasi umat Kristiani pada abad ke-3. Hopkins memperkirakan bahwa komunitas Kristiani tumbuh dari 1,1 juta pada tahun 250 menjadi 6 juta pada tahun 300, sekitar 10% dari populasi total seluruh kekaisaran.<ref>Hopkins, 191.</ref>{{refn|Hopkins mengasumsikan tingkat pertumbuhan konstan sebesar 3,35% per tahun. Penelitian Hopkins dikutip dalam Potter, 314. Sejarawan [[Robin Lane Fox]] memberikan perkiraan yang lebih kecil mengenai populasi umat Kristiani pada tahun 300&mdash;4300—4% atau 5% dari populasi total seluruh kekaisaran&mdash;tetapikekaisaran—tetapi menyatakan kemungkinan bahwa jumlah umat Kristiani tumbuh sebagai akibat dari kesulitan yang terjadi antara tahun 250 sampai 280.<ref>Lane Fox, 590&ndash;92590–92. See also: Rodney Stark, ''The Rise of Christianity: A Sociologist Reconsiders History'' (Princeton: Princeton University Press, 1996).</ref>|group=notes}} Umat Kristiani bahkan berkembang sampai pedesaan, yang sebelumnya tidak pernah mencapai populasi besar.<ref name="PLO">Frend, "Prelude", 2.</ref> Bangunan-bangunan gereja pada akhir abad ke-3 tidak lagi terlihat mencolok sebagaimana pada abad ke-1 dan ke-2. Gereja-gereja besar menjadi terkenal di kota-kota besar tertentu di seluruh kekaisaran.<ref>Keresztes, 379; Lane Fox, 587; Potter, 314.</ref> Gereja di Nikomedia bahkan berdiri di atas suatu bukit menghadap istana kekaisaran.<ref>Keresztes, 379; Potter, 314.</ref> Gereja-gereja baru ini kemungkinan tidak hanya merepresentasikan pertumbuhan nyata populasi Kristiani, tetapi juga peningkatan kemakmuran komunitas Kristiani.<ref>Keresztes, 379.</ref>{{refn|Clarke berargumen menentang penafsiran kemajuan besar tersebut, baik jumlah ataupun status sosial umat Kristiani, ke dalam data ini.<ref>Clarke, 615.</ref>|group=notes}} Di beberapa daerah tempat umat Kristiani memiliki pengaruh, seperti Afrika Utara dan Mesir, dewa-dewi tradisional kehilangan kredibilitasnya.<ref name="PLO"/>

Tidak diketahui berapa besar dukungan terhadap penindasan atau penganiayaan di dalam kekaisaran.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 21.</ref> Setelah masa kedamaian Gallienus, umat Kristiani memperoleh jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan Romawi. Diokletianus sendiri mengangkat beberapa umat Kristiani ke posisi-posisi tersebut;<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.6.2&ndash;42–4, 8.9.7, 8.11.2, cited in Keresztes, 379; Potter, 337, 661 n.16.</ref> sementara istri dan putrinya mungkin saja bersimpati kepada Gereja.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 15.2, cited in Keresztes, 379; Potter, 337, 661 n.16.</ref> Terdapat banyak individu yang rela menjadi martir, dan banyak provinsi yang ingin mengabaikan semua edikmaklumat penganiayaan dari para kaisar. Bahkan Konstantius diketahui tidak menyetujui kebijakan-kebijakan penganiayaan. Kalangan dari kelas bawah menunjukkan sedikit antusiasme yang sebelumnya mereka perlihatkan pada penganiayaan-penganiayanpenganiayaan awal.<ref name="GHBL">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 21; Clarke, 621&ndash;22621–22.</ref>{{refn|Namun Clarke memperingatkan bahwa perubahan sikap ini mungkin hanya suatu artefak dari materi sumbernya.<ref>Clarke, 621&ndash;22621–22.</ref>|group=notes}} Mereka tidak lagi mempercayai tuduhan-tuduhan fitnah yang populer pada abad ke-1 dan ke-2.<ref>de Ste-Croix, "Persecuted?", 21.</ref> [[Timothy Barnes]] mengemukakan kemungkinan bahwa Gereja yang telah lama terbentuk sudah menjadi bagian lain yang diterima dalam kehidupan mereka.<ref name="GHBL"/>

Namun dalam jajaran tertinggi pemerintahan kekaisaran terdapat orang-orang yang secara ideologis bertentangan dengan paham toleransi terhadap umat Kristiani, misalnya filsuf [[Porfirius|Porfirius dari Tirus]], dan [[Sosianus Hierokles]], gubernur [[Bitinia]].<ref name="BCE2122">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 21&ndash;2221–22.</ref> Bagi [[E. R. Dodds|E.R. Dodds]], karya-karya orang-orang ini menunjukkan "aliansi kaum intelektual pagan dengan {{interp|Kelompok Penguasa|[[:en:The Establishment]]}}".<ref>Dodds, 109.</ref> Hierokles berpikir bahwa keyakinan Kristiani adalah konyol. Menurutnya, jika umat Kristiani menerapkan prinsip-prinsip mereka secara konsisten maka mereka akan berdoa kepada [[Apollonius dari Tyana]] dan bukan kepada [[Yesus]]. Hierokles menganggap bahwa mukjizat Apollonius jauh lebih mengesankan dan Apollonius tidak pernah memiliki keberanian untuk menyebut dirinya "Allah".<ref>Lactantius, ''Divinae Institutiones'' 5.2.12&ndash;1312–13; Digeser, ''Christian Empire'', 5.</ref> Ia melihat kitab suci penuh dengan "kebohongan dan kontradiksi" serta [[Simon Petrus|Petrus]] dan [[Paulus dari Tarsus|Paulus]] telah menyebarkan kebohongan.<ref>Lactantius, ''Divinae Institutiones'' 5.2.3; Frend, "Prelude", 13.</ref> Pada awal abad ke-4, seorang filsuf tak dikenal menerbitkan sebuah pamflet yang menyerang kaum Kristiani. Filsuf tersebut, yang mungkin adalah salah seorang murid dari filsuf [[Neoplatonisme|Neoplatonis]] bernama [[Iamblikhus]], berulang kali menikmati jamuan makan di istana kekaisaran.<ref>Lactantius, ''Divinae Institutiones'' 5.2.3ff; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 22.</ref> Diokletianus sendiri dikelilingi oleh suatu kelompok anti-Kristiani.{{refn|Aurelius Viktor menggambarkan lingkaran di sekitar Diokletianus sebagai suatu ''imminentium scrutator'';<ref>Aurelius Victor, ''Caes''. 39.48, cited in Keresztes, 381.</ref> Laktansius menggambarkannya sebagai suatu ''scrutator rerum futurarum''.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 10.1, cited in Keresztes, 381.</ref>|group=notes}}

Porfirius agak menahan diri dalam kritiknya terhadap Kekristenan, setidaknya dalam karya-karya awalnya, yakni ''Tentang Kembalinya Jiwa'' dan ''Filosofi dari Para Orakel''. Ia hanya memiliki sedikit keluhan mengenai Yesus, yang ia puji sebagai seorang individu suci, seseorang yang "rendah hati". Namun para pengikut Kristus ia kutuk karena "arogan".<ref>Augustine, ''De Citivae Dei'' 10.29, qtd. and tr. in Frend, "Prelude", 9.</ref> Sekitar tahun 290, Porfirius menulis sebuah karya dalam lima belas jilid dengan judul ''Melawan Umat Kristiani''.<ref>Frend, "Prelude", 10.</ref>{{refn|Terdapat kemungkinan penanggalan setelahnya, namun dilemahkan dengan pernyataan dalam ''[[Suda]]'' (ditulis pada abad ke-10) bahwa Porfirius hanya "bertahan hidup sampai [pemerintahan] Diokletianus".<ref>''Suda'', [http://www.stoa.org/sol-bin/search.pl?db=REAL&search_method=QUERY&login=guest&enlogin=guest&user_list=LIST&page_num=1&searchstr=pi%2C2098+&field=adlerhw_gr&num_per_page=100 π,2098], qtd. and tr. Frend, "Prelude", 10 n.64. See also: Barnes, "Porphyry's ''Against the Christians''"; Croke; and Digeser, "Religious Toleration".</ref>|group=notes}} Dalam karya tersebut, Porfirius mengungkapkan keterkejutannya akan meluasnya Kekristenan secara cepat.<ref>Frend, "Prelude", 10&ndash;1110–11.</ref> Ia juga merevisi pendapatnya dahulu mengenai Yesus; ia mempertanyakan mengapa Yesus mengecualikan orang kaya dari Kerajaan Surga<ref>Porphyry frg. 58; Frend, "Prelude", 12.</ref> dan sikap permisif Yesus berkenaan dengan setan-setan yang masuk ke dalam tubuh babi-babi.<ref>Porphyry frg. 49; Frend, "Prelude", 12.</ref> Sama seperti Hierokles, ia kurang menyukai Yesus dibandingkan dengan Apollonius dari Tyana.<ref>Porphyry frg. 60, 63; Frend, "Prelude", 12.</ref> Porfirius beranggapan bahwa umat Kristiani melakukan penghujatan dengan menyembah seorang manusia daripada Allah Mahakuasa, dan berkhianat dengan menjauhkan diri dari kultus tradisional Romawi. "Hukuman macam apa yang mungkin dapat kita kenakan secara tidak adil kepada orang-orang," tanya Porfirius, "yang adalah buronan-buronan dari adat istiadat ayah mereka?"<ref>Porphyry frg. 1, tr. Digeser, ''Christian Empire'', 6; Frend, "Prelude", 13 n.89.</ref>

<blockquote>Para [[augur]], penafsir mimpi, peramal, nabi, dan imam muda, sesungguhnya sia-sia...mengkhawatirkan bahwa ketrampilan mereka sendiri akan terbawa menuju kenihilan, dan bahwa mereka mungkin mendapatkan dengan susah payah terlepas dari kontribusi minim para devosan, yang sekarang sedikit dan tidak sering, menangis dengan suara keras, 'Para dewata ditelantarkan, dan dalam kuil-kuil saat ini kehadiran sangat jarang. Upacara-upacara terdahulu terekspos cemoohan, dan ritual-ritual kelembagaan tradisional yang dulunya sakral telah tenggelam sebelum takhayul agama-agama baru.'<ref>Arnobius, ''Adversus Nationes'', 1.24, qtd. in Davies, 79&ndash;8079–80, from a translation by Bryce and Campbell.</ref></blockquote>

Di akhir [[Perang Romawi-Persia|Perang Persia]] pada tahun 299, Diokletianus dan Galerius melakukan perjalanan dari Persia ke [[Antiokhia]] Siria ([[Antakya]]). Seorang pengajar retorika Kristiani bernama [[Lactantius|Laktansius]] mencatat bahwa pada tahun 299 para kaisar tersebut terlibat dalam pengurbanan dan [[ramalan|peramalan]] sebagai upaya untuk memprediksi masa depan. Para ''[[haruspex (peramal)|haruspex]]'' (jamak: ''haruspices''), yakni peramal yang menafsirkan pertanda dari hewan kurban, tidak dapat menafsirkannya dari hewan-hewan yang dikurbankan dan tetap gagal melakukannya setelah percobaan berulang kali. Sang ''haruspex'' master akhirnya menyatakan bahwa kegagalan ini akibat dari gangguan dalam proses yang disebabkan oleh orang-orang [[wikt:profan|profan]]. Beberapa umat Kristiani dalam rumah tangga kekaisaran diketahui membuat [[tanda salib]] selama upacara-upacara tersebut dan tindakan itu diduga mengganggu proses peramalan oleh ''haruspices''. Diokletianus marah karena keadaan ini, dan menyatakan bahwa masing-masing penghuni istana harus melakukan pengurbanan. Diokletianus dan Galerius juga mengirimkan surat kepada komando militer, menuntut agar semua tentara melakukan mengurbanan atau menghadapi pemecatan.<ref>[http://www.ccel.org/ccel/schaff/anf07.iii.v.x.html Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 10.1&ndash;51–5]; Barnes, "Sossianus Hierocles", 245; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 18&ndash;1918–19; Davies, 78&ndash;7978–79; Helgeland, 159; Liebeschuetz, 246–8; Odahl, 65.</ref>{{refn|Helgeland menempatkan peristiwa tersebut pada tahun 301.<ref>Helgeland, 159.</ref> Pada tahun 1976 Barnes menarikhkan tahun 302 atau "tak lama sebelum";<ref>Barnes, "Sossianus Hierocles", 245.</ref> tetapi pada tahun 1981 ia menarikhkan tahun 299.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 18&ndash;1918–19.</ref> Wood berpendapat kalau tarikhnya tahun 297, dengan alasan bahwa baik Diokletianus maupun Galerius berada di daerah tersebut pada saat itu, dan karena ''Sejarah'' tulisan Eusebius mengaitkan penganiayaan ini dengan kekalahan Galerius oleh [[Narseh]]. (Sebab, meski Eusebius menarikhkan tahun 302 atas kekalahan tersebut, kenyataannya peristiwa tersebut terjadi pada tahun 297.)<ref>Woods, "Two Notes", 128&ndash;31128–31.</ref>|group=notes}} Karena dalam narasi Laktansius tidak ada laporan mengenai pertumpahan darah, umat Kristiani di rumah tangga kekaisaran dianggap tetap bertahan hidup dalam peristiwa tersebut.<ref>Keresztes, 380.</ref>

[[Eusebius dari Kaisarea|Eusebius]] dari [[Pusat awal Kekristenan#Kaisarea|Kaisarea]], seorang sejarawan gerejawi dari zaman itu, menceritakan kisah serupa yang menyebutkan kalau para komandan diminta untuk memberikan pilihan kepada para prajurit mereka: melakukan pengurbanan atau kehilangan pangkat. Kasus ini keras&mdash;seorangkeras—seorang prajurit akan kehilangan kariernya dalam militer, pensiunnya dari negara, dan tabungan pribadinya&mdash;namunpribadinya—namun tidak mematikan. Menurut Eusebius, pemaksaan tersebut secara umum memperoleh kesuksesan; namun demikian Eusebius mengalami kebingungan mengenai teknis peristiwa, dan terdapat ambiguitas dalam pencirian yang dibuatnya terkait jumlah keseluruhan umat yang murtad.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.4.2&ndash;32–3; Barnes, "Sossianus Hierocles", 246; Helgeland, 159.</ref> Eusebius juga mengaitkan inisiatif pemaksaan tersebut dengan Galerius, bukan Diokletianus.<ref name="HKL">Davies, 89&ndash;9289–92.</ref>

Peter Davies, seorang akademisi modern, menduga bahwa Eusebius mengacu pada peristiwa yang sama seperti yang disebutkan Laktansius, tetapi—menurutnya—Eusebius mendengar peristiwa tersebut melalui rumor publik dan tidak tahu apa-apa mengenai pembicaraan khusus di upacara keagamaan pribadi kaisar yang dapat diakses oleh Laktansius. Karena pemaksaan tersebut terjadi pada pasukan Galerius&mdash;DiokletianusGalerius—Diokletianus telah meninggalkan pasukannya di Mesir untuk meredam kerusuhan yang berkelanjutan&mdash;dapatberkelanjutan—dapat dipahami kalau penduduk Antiokhia meyakini bahwa Galerius adalah penggagasnya.<ref name="HKL"/> Sebaliknya, sejarawan David Woods berpendapat bahwa Eusebius dan Laktansius menyebutkan peristiwa-peristiwa yang sama sekali berbeda. Menurut Woods, Eusebius mendeskripsikan permulaan pemaksaan dalam ketentaraan di Palestina, sementara Laktansius mendeskripsikan peristiwa di istana.<ref>Woods, "'Veturius'", 588.</ref> Woods menegaskan bahwa bagian yang relevan pada ''Chronicon'' karya Eusebius rusak dalam terjemahannya ke bahasa Latin, dan teks Eusebius itu aslinya menempatkan permulaan penganiayaan tentara tersebut di sebuah benteng di Betthorus (El-Lejjun, Yordania).<ref>Woods, "'Veturius'", 589.</ref>

Eusebius, Laktansius,<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 10.6, 31.1 and Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8, app. 1, 3; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 19, 294; Keresztes, 381.</ref> dan [[Konstantinus I|Konstantinus]], masing-masing menyatakan bahwa Galerius adalah pemicu utama pemaksaan militer tersebut, dan ia adalah pihak yang paling merasakan manfaatnya.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 19, 294.</ref>{{refn|Davies mempertanyakan identifikasi pada Galerius yang dilakukan Barnes terhadap kaisar tanpa nama yang disebutkan Konstantinus (''Oratio ad Coetum Sanctum'' 22).<ref>Davies, 82&ndash;8382–83.</ref>|group=notes}} Diokletianus, terlepas dari segala konservatisme keagamaannya,<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 20; Corcoran, "Before Constantine", 51; Odahl, 54&ndash;5654–56, 62.</ref> masih memiliki kecenderungan ke arah toleransi beragama.{{refn|Barnes berpendapat bahwa Diokletianus siap untuk mentolerir Kekristenan&mdash;bagaimanapunKekristenan—bagaimanapun ia tinggal dengan gereja Kristiani di Nikomedia dalam jarak pandangnya, serta istri dan putrinya, seandainya pun bukan penganut Kristiani (menurut Eusebius, ''[[Sejarah Gereja (Eusebius)|Historia Ecclesiastica]]'' 8.1.3; Laktansius, ''De Mortibus Persecutorum'' 15.1), setidaknya bersimpati pada keimanan tersebut&mdash;tetapitersebut—tetapi semakin lama semakin bersikap intoleran karena pengaruh Galerius.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 19&ndash;2119–21.</ref> Davies mengambil suatu pandangan yang lebih skeptis dari bukti-bukti yang sama.<ref>Davies, 66&ndash;9466–94.</ref>|group=notes}} Sebaliknya, Galerius adalah seorang [[paganisme|pagan]] yang taat dan antusias. Menurut sumber-sumber Kekristenan, ia secara konsisten menjadi penyokong penganiayaan.<ref>Jones, 71; Liebeschuetz, 235&ndash;52235–52, 246&ndash;48246–48. ''Contra'': Davies, 66&ndash;9466–94.</ref> Ia juga berhasrat memanfaatkan posisi ini demi kepentingan politisnya sendiri. Sebagai kaisar dengan peringkat terendah, nama Galerius selalu dicantumkan terakhir dalam dokumen-dokumen kekaisaran. Hingga akhir perang Persia pada tahun 299, ia bahkan tidak memiliki istana utama.<ref>Odahl, 65.</ref> Laktansius menyatakan bahwa Galerius sangat mendambakan posisi yang lebih tinggi dalam hierarki kekaisaran.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 9.9&ndash;109–10; Odahl, 303 n.24.</ref> Romula, ibu Galerius, adalah seorang anti-Kristiani yang ekstrem, sebab ia pernah menjadi seorang imam pagan di [[Dacia]], dan membenci umat Kristiani karena menghindar dari perayaan-perayaan yang diadakannya.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 11.1&ndash;21–2; Odahl, 66.</ref> Setelah kemenangannya yang prestisius dan berpengaruh dalam perang Persia, Galerius mungkin berharap untuk mengimbangi penghinaan sebelumnya di Antiokhia, ketika Diokletianus memaksanya untuk berjalan kaki di depan karavan kekaisaran, bukan berada di dalamnya. Kebencian dalam dirinya memicu ketidakpuasannya terhadap kebijakan resmi toleransi; kemungkinan sejak tahun 302 ia mendesak Diokletianus agar memberlakukan suatu hukum umum untuk menentang umat Kristiani.<ref name="ReferenceA">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 19.</ref> Karena Diokletianus telah dikelilingi oleh suatu kelompok penasihat anti-Kristiani, rekomendasi itu dapat dipastikan diiringi dengan kekuatan besar.<ref>Corcoran, ''Empire'', 261; Keresztes, 381.</ref>

Kekhawatiran di pihak kekaisaran mereda setelah penganiayanpenganiayaan perdana tersebut. Diokletianus tetap di Antiokhia selama tiga tahun berikutnya. Ia satu kali mengunjungi Mesir, selama musim dingin tahun 301&ndash;302301–302, tempat ia memulai pembagian biji-bijian (''cura annonae'') di Aleksandria.<ref name="ReferenceA"/> Di Mesir, beberapa penganut [[Manikheisme|Manikeisme]], yang adalah pengikut nabi [[Mani (nabi)|Mani]], dikecam di hadapan prokonsul Afrika. Pada tanggal 31 Maret 302, dalam sebuah [[reskrip]] dari Aleksandria, Diokletianus—setelah berkonsultasi dengan prokonsul Mesir—memerintahkan agar para pemimpin kaum Manikean [[eksekusi pembakaran|dibakar hidup-hidup]] [[pembakaran buku|bersama dengan kitab suci mereka]].<ref name="GHH">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 20; Clarke, 648, citing ''Inscriptiones Latinae Selectae'' 660 and ''Mosiacarum et Romanarum Legum Collatio'' 25.36&ndash;836–8.</ref> Peristiwa ini merupakan pertama kalinya suatu penganiayaan Imperial menyerukan penghancuran literatur sakral.<ref>H.M. Gwatkin, "Notes on Some Chronological Questions Connected with the Persecution of Diocletian," ''English Historical Review'' 13:51 (1898): 499.</ref> Kaum Manikean berstatus rendah akan dieksekusi, sementara kaum Manikean berstatus tinggi akan dikirim untuk bekerja di pertambangan di Prokonesus ([[Pulau Marmara]]) atau di Phaeno (di selatan [[Palestina]]). Semua properti kaum Manikean akan disita dan disimpan dalam perbendaharaan kekaisaran.<ref name="GHH"/>

Diokletianus mendapati bahwa banyak yang tersinggung dengan agama Manikean. Perjuangannya membela kultus tradisional Romawi mendorongnya untuk menggunakan bahasa semangat keagamaan.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 20.</ref> Prokonsul Afrika menyampaikan kepada Diokletianus suatu pertanyaan yang berisi kekhawatiran terhadap kaum Manikean. Pada akhir Maret 302, Diokletianus menjawab: kaum Manikean "telah membentuk sekte baru yang hingga saat ini belum pernah terdengar untuk menentang keyakinan-keyakinan yang lebih lama sehingga mereka mungkin menghalau doktrin-doktrin yang dipercayakan kepada kita pada masa lampau melalui bantuan ilahi, demi kepentingan doktrin bejat mereka sendiri".<ref name="DEPR">''Mosiacarum et Romanarum Legum Collatio'' 15.3.3f, qtd. and tr. in Clarke, 648.</ref> Ia melanjutkan: "...ketakutan kita adalah, dengan berlalunya waktu, mereka akan berusaha keras...untuk menginfeksi...seluruh kekaisaran kita...sama seperti racun ular ganas". "Agama kuno tidak seharusnya dikritik oleh sesuatu yang bermodel baru", tulisnya.<ref name="DEPR"/> Umat Kristiani dalam kekaisaran juga rentan terhadap pola pikir yang sama itu.<ref>Clarke, 647&ndash;48647–48.</ref>

=== Diokletianus dan Galerius, 302&ndash;303302–303 ===

Diokletianus berada di Antiokhia pada musim gugur tahun 302, ketika terjadi peristiwa penganiayaan yang berikutnya. [[Diakon]] [[Romanus dari Kaisarea|Romanus]] mengunjungi suatu istana ketika pengurbanan awal sedang berlangsung dan menginterupsi upacara, mengecam tindakan tersebut dengan suara keras. Ia ditangkap dan dijatuhi hukuman bakar, tetapi Diokletianus membatalkan keputusan tersebut, dan memutuskan bahwa Romanus harus dipotong lidahnya sebagai ganti perbuatannya. Romanus dieksekusi pada tanggal 18 November 303. Keberanian penganut Kristiani ini membuat Diokletianus kesal, ia meninggalkan kota itu dan tinggal di Nikomedia untuk menghabiskan musim dingin dengan ditemani Galerius.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 20&ndash;2120–21.</ref>

Sepanjang tahun-tahun ini, [[didaktisisme]] keagamaan dan moral dari para kaisar mencapai suatu titik yang menggelisahkan; sekarang, atas perintah dari seorang orakel, hal ini mencapai puncaknya.<ref>Lane Fox, 595.</ref> Menurut Laktansius, ketika Diokletianus dan Galerius berada di Nikomedia pada tahun 302, mereka berdebat mengenai kebijakan kekaisaran apa yang seharusnya diberlakukan terhadap umat Kristiani. Diokletianus berpendapat bahwa melarang umat Kristiani dari birokrasi dan militer cukup untuk menenangkan para dewa, sementara Galerius mendesak agar mereka dimusnahkan. Kedua kaisar berupaya untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan mengirim seorang utusan untuk berkonsultasi dengan [[orakel]] [[Apollo (mitologi)|Apollo]] di [[Didima]].<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 10.6&ndash;116–11; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 21; Odahl, 67.</ref> Porfirius mungkin turut hadir dalam pertemuan tersebut.<ref>Schott, "Porphyry on Christians", 278; Beatrice, 1&ndash;471–47; Digeser, ''Christian Empire'', ''passim''.</ref> Setelah kembali, sang utusan menyampaikan kepada istana bahwa "yang benar di bumi"<ref>Eusebius, ''Vita Constantini'' 2.50. Davies (80 n.75) believes that this should be re-written as "the ''profane'' on earth".</ref> menghalangi kemampuan Apollo untuk berbicara. Diokletianus diberitahu oleh kalangan istana bahwa "yang benar" tersebut hanya dapat mengacu pada umat Kristiani di dalam kekaisaran. Atas permintaan kalangan istananya, Diokletianus menyetujui tuntutan agar dilakukan suatu penganiayaan secara universal.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 21; Elliott, 35&ndash;3635–36; Keresztes, 381; Lane Fox, 595; Liebeschuetz, 235&ndash;52235–52, 246&ndash;48246–48; Odahl, 67; Potter, 338.</ref>

=== EdikMaklumat pertama ===

Pada tanggal 4023 Februari 303, Diokletianus memerintahkan penghancuran gereja Kristiani yang baru dibangun di Nikomedia, [[pembakaran buku|pembakaran kitab suci]] yang terdapat di dalamnya, dan penyitaan hartanya.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 22; Clarke, 650; Odahl, 67&ndash;6967–69; Potter, 337.</ref> Tanggal 23 Februari merupakan hari raya ''Terminalia'', yang ditujukan bagi [[Terminus (dewa)|Terminus]], dewa perbatasan. Pada hari itu mereka berkeinginan untuk mengakhiri Kekristenan.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'', 12.1; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 21; Gaddis, 29; Keresztes, 381.</ref> Keesokan harinya merupakan kali pertama Diokletianus menerbitkan "EdikMaklumat untuk menentang umat Kristiani".<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 22; Clarke, 650; Potter, 337; de Ste Croix, "Aspects", 75; Williams, 176.</ref>{{refn|EdikMaklumat ini mungkin bukan benar-benar suatu "[[edikmaklumat]]" dalam pengertian teknis; Eusebius tidak menyebutnya demikian, dan bagian dalam ''Passio Felicis'' yang memuat kata ''edictum'' ("''exiit edictum imperatorum et Caesarum super omnem faciem terrae''") mungkin sekadar ditulis untuk menggemakan [[Sensus Kirenius|Lukas 2:1]] ("''exiit edictum a Caesare Augusto ut profiteretur universus orbis terrae''").<ref>The [[Vetus Latina|Old Latin]] pre-[[Vulgate]] version is given here, from Corcoran, ''Empire'', 179&ndash;80179–80.</ref> Naskah ini disebut sebagai suatu ''programma'' pada bagian lainnya di dalam kisah sengsara itu.<ref>Corcoran, ''Empire'', 180.</ref> Naskah edikmaklumat ini sendiri sebenarnya tidak terlestarikan hingga sekarang.<ref>Corcoran, ''Empire'', 179.</ref>|group=notes}} Sasaran utama dari secarik undang-undang ini adalah para [[klerus]] senior dan properti umat Kristiani, sama seperti yang terjadi selama masa penganiayaan Valerianus.<ref name="Curran, 49">Curran, 49.</ref> EdikMaklumat atau dekret ini melarang umat Kristiani berkumpul untuk beribadah,<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.10.8; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 22; De Ste Croix, "Aspects", 75; Liebeschuetz, 249&ndash;50249–50.</ref> dan memerintahkan penghancuran kitab suci, buku liturgis, dan tempat ibadah mereka di seluruh kekaisaran.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.2.4; ''De Martyribus Palestinae'' praef. 1; and Optatus, Appendix 2; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 22; Clarke, 650; Liebeschuetz, 249&ndash;50249–50; Potter, 337; de Ste Croix, "Aspects", 75.</ref>{{refn|Tampaknya ini mencakup setiap rumah tempat ditemukannya kitab suci.<ref>de Ste Croix, "Aspects", 75.</ref>|group=notes}} Tetapi umat Kristiani berupaya untuk mempertahankan kitab suci mereka sejauh memungkinkan, meskipun "sepertinya menyerahkan kitab suci...tidak dianggap sebagai suatu dosa" di Timur;<ref>de Ste Croix, "Christian Persecution", 47.</ref> beberapa di antara kitab suci itu tentunya berhasil diselamatkan, yang terbukti dari adanya temuan-temuan "papirus biblika awal".<ref>Greenslade, 476–477.</ref> Mereka mungkin menyerahkan karya-karya apokrif,<ref>{{cite book |title=The Early Church at Work and Worship |volume=1 |first=Everett |last=Ferguson |publisher=Casemate Publishers |year=2014 |isbn=0-227-90374-9 |page=276}}</ref> atau menolak untuk menyerahkan kitab suci mereka kendati tindakan ini harus dibayar dengan nyawa mereka, dan ada kasus-kasus di mana kitab suci tidak dihancurkan.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 23; Klingshirn, 169.</ref> Umat Kristiani juga dicabut haknya untuk mengajukan petisi kepada kalangan istana,<ref name="ReferenceB">Clarke, 650&ndash;51650–51; Potter, 337; de Ste Croix, "Aspects", 75&ndash;7675–76.</ref> menjadikan mereka subjek yang potensial bagi penyiksaan peradilan;<ref>Clarke, 650; de Ste Croix, "Aspects", 75&ndash;7675–76.</ref> umat Kristiani juga tidak dapat memberikan tanggapan atas tindakan yang diajukan untuk melawan mereka di pengadilan;<ref>Clarke, 650&ndash;51650–51; Potter, 337.</ref> para [[Senat Kekaisaran Romawi|senator]], [[ordo ekuestrian|ekues]], [[dekurion (administratif)|dekurion]], veteran, dan tentara Kristiani kehilangan pangkat mereka; dan [[Perbudakan di Romawi kuno#Emansipasi|orang-orang yang telah dimerdekakan]] di dalam kekaisaran kembali diperbudak.<ref name="ReferenceB"/>

Diokletianus meminta agar penerapan edikmaklumat ini diupayakan "tanpa pertumpahan darah",<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 11.8, qtd. in Clarke, 651; Keresztes, 381.</ref> kebalikan dari tuntutan Galerius agar semua orang yang menolak untuk mempersembahkan kurban dibakar hidup-hidup.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 11.8, cited in Keresztes, 381.</ref> Terlepas dari permintaan Diokletianus, para hakim setempat seringkalisering kali melakukan eksekusi selama masa penganiayaan, karena hukuman mati termasuk salah satu [[wikt:diskresi|kewenangan mereka dalam memutuskan]].<ref name="Clarke, 651">Clarke, 651.</ref> Arahan Galerius&mdash;yakniGalerius—yakni pembakaran hidup-hidup&mdash;merupakanhidup—merupakan suatu metode umum dalam mengeksekusi umat Kristiani di Timur.<ref>Keresztes, 381.</ref> Setelah edikmaklumat ini dipublikasikan di Nikomedia, seorang laki-laki bernama Eutius meruntuhkan dan merobeknya seraya meneriakkan, "Inilah [[Kemenangan Romawi|kemenangan-kemenangan]] [[Goth]]ik dan [[Bangsa Sarmatia|Sarmatian]] Anda!" Ia ditangkap karena makar, lalu segera disiksa dan dibakar hidup-hidup, sehingga menjadi [[martir]] pertama edikmaklumat ini.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 13.2 and Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.5.1; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 22; Corcoran, ''Empire'', 179; Williams, 176. The quotation is from Lactantius, and the translation by Williams.</ref>{{refn|Gaddis menuliskan bahwa kutipan ini mungkin suatu cercaan terhadap garis keturunan trans-[[Sungai Donau|Danubian]] yang dimiliki Galerius.<ref>Gaddis, 30 n.4.</ref>|group=notes}} Ketetapan-ketetapan dalam edikmaklumat ini dikenal dan diberlakukan di Palestina pada bulan Maret atau April (sesaat sebelum [[Paskah]]), dan diterapkan oleh para pejabat setempat di Afrika Utara pada bulan Mei atau Juni.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.2.4; ''De Martyribus Palestinae'' praef.; and ''Acta Felicis'' (= Musurillo, 266&ndash;71266–71); Corcoran, ''Empire'', 180; Clarke, 651; Keresztes, 382; Potter, 337.</ref> Martir pertama di [[Kaisarea Maritima|Kaisarea]] dieksekusi pada tanggal 7 Juni,<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 1.1&ndash;21–2, cited in Corcoran, ''Empire'', 180.</ref> sementara edikmaklumat ini baru berlaku di [[Cirta]] pada tanggal 19 Mei.<ref>Optatus, Appendix 1; Corcoran, ''Empire'', 180.</ref> EdikMaklumat pertama ini merupakan satu-satunya edikmaklumat yang mengikat secara hukum di Barat;<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 23; Corcoran, ''Empire'', 181&ndash;82181–82.</ref> tetapi [[Konstantius Klorus|Konstantius]] tidak sungguh-sungguh memaksakan penerapan edikmaklumat ini di [[Galia]] dan [[Britania Romawi|Britania]].<ref>de Ste Croix, "Christian Persecution", 55.</ref> Bagaimanapun, di Timur, perundang-undangan ini secara bertahap dirancang semakin berat.

=== EdikMaklumat kedua, ketiga, dan keempat ===

Pada musim panas tahun 303,<ref>Corcoran, ''Empire'', 181.</ref> menyusul serangkaian pemberontakan di Melitene ([[Malatya]], Turki) dan Siria, diterbitkan edikmaklumat kedua yang memerintahkan penangkapan dan pemenjaraan semua [[uskup]] dan [[imam]].<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.2.5; 8.6.8&ndash;98–9 and ''De Martyribus Palestinae'' praef. 2; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24; Corcoran, ''Empire'', 181; de Ste Croix, "Aspects", 76.</ref> Menurut penilaian sejarawan Roger Rees, tidak ada suatu keharusan yang masuk akal akan edikmaklumat kedua ini; bahwa Diokletianus menerbitkannya mengindikasikan kalau ia entah tidak mengetahui apakah edikmaklumat pertama sedang dijalankan, atau ia merasa edikmaklumat pertama tidak terlaksana secepat yang ia harapkan.<ref>Rees, 63.</ref> Setelah diterbitkannya edikmaklumat kedua, penjara-penjara mulai terisi&mdash;sistemterisi—sistem penjara yang belum berkembang pada saat itu tidak mampu menampung para diakon, [[lektor]], imam, dan [[eksorsis]] yang harus dipenjara karena edikmaklumat tersebut. Eusebius menuliskan bahwa edikmaklumat kedua menjaring sedemikian banyak imam sehingga para penjahat biasa terdesak keluar dan harus dibebaskan.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.6.8&ndash;98–9; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24; de Ste Croix, "Aspects", 76.</ref>

Dalam rangka peringatan dua puluh tahun pemerintahannya pada 20 November 303, Diokletianus mendeklarasikan suatu [[amnesti]] umum dalam edikmaklumat ketiga. Semua klerus yang dipenjara dapat dibebaskan, asalkan bersedia melakukan pengurbanan kepada para dewa.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.6.10; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24; Corcoran, ''Empire'', 181&ndash;82181–82; de Ste Croix, "Aspects", 76&ndash;7776–77.</ref> Diokletianus mungkin berupaya mendapatkan suatu publisitas yang baik dengan adanya undang-undang ini. Kemungkinan ia juga berusaha untuk meretakkan komunitas Kristiani dengan mempublikasikan fakta kalau klerusnya murtad.<ref>Rees, 64.</ref> Permintaan untuk melakukan pengurbanan tidak dapat diterima oleh banyak dari mereka yang dipenjarakan, namun sipir-sipir seringkalisering kali berhasil memperoleh paling tidak pemenuhan secara nominal. Beberapa klerus bersedia mempersembahkan kurban, sementara yang lain melakukannya karena disiksa. Sipir-sipir ingin sekali menyingkirkan para klerus dari antara mereka. Eusebius, dalam ''[[Martir-Martir Palestina]]'' karyanya, mencatat kasus seorang klerus yang dibawa ke suatu altar dan dengan tangan terikat dipaksa untuk mempersembahkan kurban. Klerus tersebut diberitahu bahwa tindakan pengurbanan yang dilakukannya telah diakui dan ia segera dibebaskan. Yang lain lagi diberitahu bahwa mereka telah melakukan pengurbanan sekalipun mereka tidak melakukan apa-apa.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24, citing Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' (S), praef. 2; (S) 1.3&ndash;43–4; (L) 1.5b; and ''Historia Ecclesiastica'' 8.2.5, 6.10; Corcoran, ''Empire'', 181&ndash;82181–82; de Ste Croix, "Aspects", 76&ndash;7776–77; Keresztes, 383.</ref>

Pada tahun 304, edikmaklumat keempat memerintahkan agar semua orang, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak, berkumpul di suatu ruang publik dan mempersembahkan kurban secara kolektif. Jika mereka menolak, mereka akan dieksekusi.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 3.1; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24; Liebeschuetz, 249&ndash;50249–50; de Ste Croix, "Aspects", 77.</ref> Tanggal pasti dari edikmaklumat tersebut tidak diketahui,<ref>Baynes, "Two Notes", 189; de Ste Croix, "Aspects", 77.</ref> tetapi kemungkinan dikeluarkan pada bulan Januari atau Februari 304, dan diterapkan di daerah Balkan pada bulan Maret.<ref>de Ste Croix, "Aspects", 77.</ref> EdikMaklumat keempat diberlakukan di Tesalonika ([[Thessaloniki]], Yunani) pada bulan April 304,<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24, citing ''Martyrion ton hagion Agapes, Eirenes kai Chiones''.</ref> dan di Palestina segera setelahnya.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 3.1; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24.</ref> EdikMaklumat terakhir ini sama sekali tidak diberlakukan di daerah kekuasaan [[Maximianus]] dan [[Konstantius Klorus|Konstantius]]. Sementara di Timur tetap berlaku hingga diterbitkannya [[EdikMaklumat Milan]] oleh [[Konstantinus I|Konstantinus]] dan [[Licinius|Lisinius]] pada tahun 313.<ref>Liebeschuetz, 250&ndash;51250–51.</ref>

=== Abdikasi, ketidakstabilan, dan pembaruan toleransi, 305&ndash;311305–311 ===

Diokletianus dan Maximianus mengundurkan diri pada tanggal 1 Mei 305. Konstantius dan Galerius menjadi para [[Augustus (gelar)#Pembagian Kekaisaran|Augustus]] (kaisar senior), sementara kedua kaisar yang baru, yakni [[Flavius Valerius Severus|Severus]] dan [[Maximinus II|Maximinus]], menjadi para [[Caesar (gelar)#Tetrarki|Caesar]] (kaisar junior).<ref name="SUCC">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 26&ndash;2726–27; Odahl, 72&ndash;7472–74; Southern, 152&ndash;53152–53.</ref> Menurut Laktansius, Galerius telah memaksa pihak Diokletianus sehubungan dengan hal tersebut dan mengamankan pengangkatan teman-teman setianya menuju jabatan kekaisaran.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 18; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 25&ndash;2625–26; Odahl, 71.</ref> Dalam "Tetrarki Kedua" ini, tampaknya hanya kaisar-kaisar Timur, yaitu Galerius dan Maximinus, yang meneruskan penganiayaan.<ref>Keresztes, 384.</ref> Saat meninggalkan jabatan mereka, Diokletianus dan Maximianus mungkin membayangkan Kekristenan telah berada dalam penderitaan terakhirnya. Bangunan-bangunan gereja telah dihancurkan, hierarki dan kepemimpinan Gereja telah diretakkan, kepegawaian sipil dan kemiliteran telah dibersihkan. Eusebius menyatakan bahwa kemurtadan dari keimanan tersebut "tak terhitung" (μυρίοι) jumlahnya.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.3.1, qtd. in Clarke, 655.</ref> Pada awalnya, Tetrarki baru ini tampak lebih kuat daripada yang pertama. Maximinus khususnya, sangat bersemangat untuk melakukan penganiayaan.<ref>Clarke, 655.</ref> Pada tahun 306 dan 309, ia menerbitkan edikmaklumat-ediknyamaklumatnya sendiri yang menuntut pengurbanan universal.<ref>Eusebius ''De Martyribus Palestinae'' 4.8, 9.2; Keresztes, 384.</ref> Eusebius juga mendakwa Galerius tetap melanjutkan penganiayaan.<ref>Clarke, 655, citing Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.14.9ff.</ref>

Di Barat, bagaimanapun, sistem Diokletianus yang belum terselesaikan menyebabkan jatuhnya keseluruhan kompleksitas Tetrarki. Konstantinus, putra Konstantius, dan [[Maxentius]], putra Maximianus, telah diabaikan dalam suksesi sistem Diokletianus sehingga menyinggung perasaan orang tua mereka dan memicu kemarahan para putra tersebut.<ref name="SUCC"/> Konstantinus, berlawanan dengan keinginan Galerius, menggantikan posisi ayahnya pada tanggal 25 Juli 306. Ia segera mengakhiri segala penganiayaan yang sedang berlangsung dan menawarkan umat Kristiani ganti rugi sepenuhnya atas kehilangan yang mereka alami selama masa penganiayaan.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 24.9 and ''Divinae Institutiones'' 1.1.13; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 28.</ref> Deklarasi ini memberi Konstantinus kesempatan untuk memerankan diri sebagai seorang pembebas yang dapat diharapkan kepada umat Kristiani yang tertindas di mana-mana.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 28.</ref> Sementara itu Maxentius telah mengambil alih kekuasaan di Roma pada tanggal 28 Oktober 306, dan segera memberikan toleransi bagi semua umat Kristiani di dalam wilayah kekuasaannya.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 30, 38.</ref> Galerius dua kali berupaya untuk menurunkan Maxentius dari takhtanya, tetapi keduanya mengalami kegagalan. Saat kampanye pertama melawan Maxentius, Severus ditangkap, dipenjarakan, dan dieksekusi.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 30&ndash;3130–31.</ref>

=== Kedamaian Galerius dan EdikMaklumat Milan, 311&ndash;313311–313 ===

{{further|EdikMaklumat Toleransi oleh Galerius}}

Di Timur, penganiayaan secara resmi dihentikan pada tanggal 30 April 311,<ref>Clarke, 656; Corcoran, ''Empire'', 186.</ref> kendati kisah-kisah kemartiran berlanjut di [[Gaza]] hingga tanggal 4 Mei. Galerius, yang sudah terbaring di atas ranjang kematiannya, mengeluarkan suatu proklamasi untuk mengakhiri permusuhan, dan memberikan umat Kristiani hak untuk eksis secara bebas berdasarkan hukum, dan untuk berkumpul dalam kedamaian. Penganiayaan berakhir di mana-mana.<ref>Clarke, 656.</ref> Laktansius mempertahankan teks Latin pernyataan itu, mendeskripsikannya sebagai suatu edikmaklumat. Eusebius menyediakan terjemahan Yunani atas pernyataan itu. Versinya memuat gelar-gelar imperial dan suatu amanat kepada para provinsial, mengemukakan bahwa proklamasi tersebut sebenarnya adalah sebuah surat imperial.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 33.11&ndash;3511–35 and Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.17.1&ndash;111–11; Corcoran, ''Empire'', 186.</ref> Dokumen itu tampaknya hanya diumumkan di provinsi-provinsi Galerius.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.1.1; Corcoran, ''Empire'', 186, 186 n.68.</ref>

<blockquote>Di antara segala pengaturan lain yang senantiasa kami buat demi kepentingan dan manfaat bagi negeri, sebelumnya kami telah berharap untuk memperbaiki segala sesuatu sesuai dengan hukum dan disiplin publik rakyat Romawi, dan untuk memastikan bahwa bahkan orang-orang Kristiani, yang meninggalkan praktik leluhur mereka, perlu kembali pada pikiran yang sehat. Memang, untuk beberapa alasan atau lainnya, seperti serangan kepuasan diri dan kebodohan yang dimiliki orang-orang Kristiani itu, sehingga mereka tidak mengikuti praktik-praktik leluhur, yang mungkin telah dilembagakan oleh nenek moyang mereka sendiri, tetapi menurut kehendak mereka masing-masing dan karena itu menyenangkan mereka, mereka membuat hukum-hukum bagi diri mereka sendiri untuk mereka terapkan, dan menghimpun beragam bangsa di berbagai tempat. Kemudian ketika perintah kami dikeluarkan dengan menyatakan bahwa mereka harus kembali ke praktik-praktik leluhur, banyak yang jatuh dalam mara bahaya, dan banyak yang bahkan dibunuh. Lebih banyak lagi yang bertahan dengan cara hidup mereka, dan kami melihat bahwa mereka tidak juga mempersembahkan kultus dan ibadah yang tepat kepada para dewata, ataupun kepada tuhan orang-orang Kristiani. Dengan mempertimbangkan refleksi atas kemurahan hati kami sendiri yang lembut dan adat istiadat yang abadi, yang melaluinya kami terbiasa untuk memberikan kemurahan hati bagi semua orang, kami telah memutuskan untuk memperluas kesukaan kami selekas-lekasnya kepada orang-orang ini juga, sehingga orang-orang Kristiani dapat sekali lagi mendirikan tempat-tempat pertemuan mereka sendiri, selama mereka tidak bertindak dengan suatu cara yang tidak beraturan. Kami akan mengirim surat yang lain kepada para pejabat kami untuk merinci kondisi-kondisi yang harus mereka perhatikan. Konsekuensinya, sesuai dengan kesukaan kami, mereka harus berdoa kepada tuhan mereka demi kesehatan kami dan keselamatan negeri, sehingga negeri dapat tetap aman dalam segala hal, dan mereka dapat hidup dengan aman dan tenteram dalam rumah mereka masing-masing.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 34.1&ndash;51–5, qtd. and tr. in Potter, 355&ndash;56355–56. See Clarke, 656&ndash;57656–57, for a translation from J.L. Creed.</ref></blockquote>

Kata-kata Galerius meneguhkan dasar teologis Tetrarki untuk melakukan penganiayaan; tindakan-tindakan tersebut tidak lebih dari upaya untuk menegakkan praktik-praktik keagamaan dan sipil tradisional, bahkan edikmaklumat-edikmaklumat itu sendiri benar-benar tidak lazim. Galerius tidak berbuat apa-apa untuk mematahkan semangat penganiayaan&mdash;umatpenganiayaan—umat Kristiani masih ditegur karena nonkonformitas dan praktik-praktik "bodoh" yang mereka lakukan&mdash;Galeriuslakukan—Galerius tidak pernah mengakui kalau ia melakukan sesuatu yang salah.<ref>Potter, 356.</ref> Pengakuan bahwa tuhan umat Kristiani mungkin saja ada dibuatnya dengan setengah hati.<ref>Clarke, 657.</ref> Beberapa sejarawan dari awal abad ke-20 menyatakan bahwa edikmaklumat Galerius secara definitif meniadakan "rumusan hukum" lama ''non licet esse Christianos'',<ref name="KKK">Knipfing, 705, cited in Keresztes, 390.</ref> menjadikan Kekristenan suatu ''[[religio licita]]'', "sejajar dengan Yudaisme",<ref>Knipfing, 705; K. Bihlmeyer, "Das Toleranzedikt des Galerius von 311", ''Theol. Quartalschr.'' 94 (1912) 412; and J. Vogt, "Christenverflolgung", ''RAC'' 1199, cited in Keresztes, 390.</ref> dan melindungi properti milik umat Kristiani,<ref name="KKK"/> di antara hal-hal lainnya.<ref>Keresztes, 390.</ref>

Tidak semua kalangan antusias menanggapinya. [[Louis-Sébastien Le Nain de Tillemont|Tillemont]], sejarawan gerejawi dari abad ke-17, menyebut edikmaklumat ini "tidak signifikan";<ref>Louis-Sébastien Le Nain de Tillemont, ''Mémoires pour servir à l'histoire ecclésiastique des six premiers siècles'' (Paris, 1693), 5.44, qtd. and tr. in Keresztes, 390.</ref> demikian pula sejarawan abad ke-20 bernama Timothy Barnes memperingatkan bahwa "kebaruan ataupun arti penting manuver [Galerius] tidak perlu dinilai terlalu tinggi".<ref name="ReferenceC">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 39.</ref> Barnes mencatat bahwa undang-undang Galerius sekadar membawa ke Timur hak-hak umat Kristiani yang telah ada di Italia dan Afrika. Di Galia, Spanyol, dan terlebih lagi Britania, umat Kristiani telah mendapatkan jauh lebih banyak daripada yang ditawarkan Galerius kepada umat Kristiani Timur.<ref name="ReferenceC"/> Para sejarawan abad ke-20 lainnya, seperti Graeme Clark dan David S. Potter, menegaskan bahwa, karena semua bentuk perlindungannya, penerbitan edikmaklumat ini oleh Galerius merupakan suatu peristiwa penting dalam sejarah Kekristenan dan Kekaisaran Romawi.<ref>Clarke, 657; Potter, 356.</ref>

Hukum Galerius tidak berlaku efektif untuk waktu lama di distrik Maximinus. Dalam waktu tujuh bulan setelah proklamasi Galerius, Maximinus melanjutkan penganiayaan.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.2.1; Clarke, 659.</ref> Penganiayaan terus berlanjut di distrik Maximinus hingga tahun 313, sesaat sebelum wafatnya.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 149.</ref> Pada suatu pertemuan antara Lisinius dan Konstantinus di [[Milan]] pada bulan Februari 313, kedua kaisar itu menyusun syarat-syarat untuk mewujudkan suatu perdamaian universal. Ketentuan-ketentuan perdamaian ini dipublikasikan oleh Lisinius, yang baru saja meraih kemenangan atas Maximinus, di [[Nikomedia]] pada tanggal 13 Juni 313.<ref name="EDIC">Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 45.1, 48.2, qtd. and tr. in Clarke, 662&ndash;63662–63.</ref> Kelak di kemudian hari, dokumen tersebut mendapat sebutan "[[EdikMaklumat Milan]]".{{refn|Dokumen tersebut sebenarnya bukan sebuah edikmaklumat, tetapi surat.<ref name="Corcoran, Empire, 158–59">Corcoran, ''Empire'', 158&ndash;59158–59.</ref> Keduanya dapat dibedakan melalui pencantuman nama penerima tertentu dalam sebuah surat, yang tidak terdapat dalam sebuah edikmaklumat.<ref>Corcoran, ''Empire'', 2.</ref> Versi dari dokumen tersebut yang disimpan oleh Laktansius (''De Mortibus Persecutorum'' 48.2&ndash;122–12) merupakan sebuah surat yang ditujukan kepada gubernur Bitinia, dan mungkin dipublikasikan di Nikomedia setelah Lisinius merebut kota itu dari Maximinus.<ref name="Corcoran, Empire, 158–59">Corcoran, ''Empire'', 158&ndash;59158–59.</ref> Versi Eusebius (''[[Sejarah Gereja (Eusebius)|Historia Ecclesiastica]]'' 10.5.2&ndash;142–14) kemungkinan adalah sebuah salinan yang dikirim kepada gubernur Palestina dan dipublikasikan di [[Kaisarea]].<ref name="Corcoran, Empire, 158–59">Corcoran, ''Empire'', 158&ndash;59158–59.</ref>|group=notes}}

| Provinsi Diokletianus (303&ndash;305303–305) || <center>26<ref>Davies, 68 n.6.</ref></center> || <center>31<ref>Davies, 68 n.7.</ref></center> ||

| Provinsi Galerius (303&ndash;305303–305) || || || <center>14<ref>Davies, 69 n.8.</ref></center>

| Provinsi Galerius (305&ndash;311305–311) || <center>12<ref>Davies, 69 n.10.</ref></center> || || <center>12<ref>Davies, 69 n.11.</ref></center>

|colspan = "4" align="center" | Menurut Davies, hal.&nbsp;68&ndash;6968–69.{{refn|Angka-angka ini hanya memperhitungkan jumlah peristiwa kemartiran, bukan jumlah individu yang wafat sebagai martir.<ref name="DAV68">Davies, 68.</ref> Davies mendapatkan angka-angka tersebut dari kisah-kisah para martir yang dihimpun oleh kalangan [[Bollandis]].|group=notes}}

Tidak ada keseragaman dalam pemberlakuan edikmaklumat-edikmaklumat penganiayaan.<ref>Clarke, 651; Keresztes, 384&ndash;85384–85.</ref> Karena para pemimpin Tetrarki relatif berdaulat di dalam wilayah kekuasaan mereka sendiri,<ref>Corcoran, "Before Constantine", 45&ndash;4645–46; Williams, 67.</ref> masing-masing dari mereka memiliki kendali yang cukup baik atas kebijakan penganiayaan. Dalam wilayah Konstantius (Britania dan Galia), penganiayaan paling-paling hanya diterapkan dengan kadar ringan;<ref name="Clarke, 651"/> dalam wilayah Maximianus (Italia, Spanyol, dan Afrika), diterapkan secara tegas; dan di Timur, di bawah pemerintahan Diokletianus (Asia Kecil, Siria, Palestina, Mesir) dan Galerius (Yunani dan Balkan), peraturan-peraturan tersebut dipaksakan dengan sungguh-sungguh dibandingkan dengan di wilayah-wilayah yang lain.<ref>Lane Fox, 596; Williams, 180.</ref> Untuk provinsi-provinsi Timur, Peter Davies menabulasi jumlah total peristiwa kemartiran pada sebuah artikel dalam ''[[The Journal of Theological Studies|Journal of Theological Studies]]''.<ref name="DAV68"/> Davies berpendapat bahwa angka-angka tersebut, kendati bersumber pada kumpulan-kumpulan ''acta'' yang tidak lengkap dan hanya sebagian yang dapat diandalkan, menunjukkan suatu tingkatan penganiayaan yang lebih berat di bawah pemerintahan Diokletianus daripada Galerius.<ref>Davies, 68&ndash;6968–69.</ref> Sejarawan [[Simon Corcoran]], dalam sebuah bagian tulisan tentang asal-usul edikmaklumat-edikmaklumat awal penganiayaan, mengkritik ketergantungan Davies yang berlebihan pada "kisah-kisah martir yang meragukan" itu dan menganggap kesimpulan-kesimpulannya tidak layak.<ref>Corcoran, ''Empire'', 261 n.58.</ref>

Tidak terdapat konsistensi dalam sumber-sumber yang tersedia terkait seberapa besar tingkat penganiayaan dalam domain Konstantius, walaupun semuanya menggambarkan bahwa penganiayaan ini sangat terbatas. Laktansius menyatakan bahwa penghancuran [[gereja (gedung)|bangunan-bangunan gereja]] merupakan hal terburuk yang terjadi.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 15.7; Clarke, 651.</ref> Dalam ''[[Sejarah Gereja (Eusebius)|Sejarah Gereja]]'' dan ''Kisah Hidup Konstantinus'' karyanya, Eusebius secara eksplisit membantah kalau ada gereja yang dihancurkan, tetapi mencantumkan Galia sebagai salah satu daerah yang mengalami dampak-dampak penganiayaan dalam ''Martir-Martir Palestina'' karyanya.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.13.13; ''Vita Constantini'' 1.13; and ''De Martyribus Palestinae'' 13.12; Clarke, 651, 651 n.149.</ref> Sekelompok uskup menyatakan bahwa "Galia kebal" (''immunis est Gallia'') dari penganiayaan di bawah pemerintahan Konstantius.<ref>Optatus, 1.22; Clarke, 651 n.149.</ref> Wafatnya [[Alban|Santo Albanus]], martir Kristiani Britania yang pertama, awalnya ditarikhkan ke era ini, tetapi umumnya sekarang ditempatkan dalam masa pemerintahan [[Septimius Severus]].<ref>Corcoran, ''Empire'', 180, citing Charles Thomas, ''Christianity in Roman Britain to AD 500'' (London: Batsford, 1981), 48&ndash;5048–50.</ref> EdikMaklumat kedua, ketiga, dan keempat, tampaknya sama sekali tidak diberlakukan di Barat.<ref>Corcoran, ''Empire'', 181&ndash;82181–82.</ref> Terdapat kemungkinan kalau kebijakan-kebijakan Konstantius yang relatif toleran merupakan akibat dari kecemburuan seputar Tetrarki; bagaimanapun, penganiayaan ini merupakan proyek para kaisar Timur, bukan para kaisar Barat.<ref name="Clarke, 651"/> Setelah Konstantinus menggantikan ayahnya (Konstantius) pada tahun 306, ia mendesak dilakukannya pemulihan properti Gereja yang hilang selama masa penganiayaan, dan mengundangkan kebebasan penuh bagi semua umat Kristiani di dalam domainnya.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 24.9; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 28; Clarke, 652.</ref>

Penganiayaan di bawah pemerintahan Konstantius relatif ringan, namun tidak ada keraguan mengenai terjadinya penganiayaan yang relatif berat di dalam domain Maximianus. Tercatat bahwa dampak-dampaknya dirasakan di Roma, Sisilia, Spanyol, dan di Afrika<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 23; Clarke, 651.</ref>&mdash;memang—memang, Maximianus memaksakan secara khusus penegakan edikmaklumat secara ketat di Afrika. Elite politik Afrika bersikukuh bahwa penganiayaan harus terlaksana sepenuhnya,<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 23.</ref> dan umat Kristiani Afrika, terutama di [[Numidia]], sama-sama bersikeras menentangnya. Bagi rakyat Numidia, menyerahkan kitab suci adalah suatu tindakan kemurtadan yang mengerikan.<ref>Williams, 177.</ref> Afrika telah lama menjadi rumah bagi [[Meletius dari Likopolis|Gereja Para Martir]]<ref>Frend, "Genesis and Legacy", 510.</ref>&mdash;di—di Afrika, para martir memiliki lebih banyak kewenangan keagamaan daripada kaum klerus<ref>''Martyrium Perpetuae et Felicitatis'' 13.1 (= Musurillo, 106&ndash;31106–31), cited in Tilley, "North Africa", 391.</ref>&mdash;dan—dan memelihara suatu varian Kekristenan yang sangat berpendirian teguh, fanatik, dan legalistik.<ref>Edwards, 585; Tilley, "North Africa", 387, 395; Williams, 179.</ref> Afrika memberikan kontribusi kisah kemartiran yang paling banyak bagi wilayah Barat.<ref name="Williams, 179">Williams, 179.</ref>

Afrika telah menghasilkan [[martir]]-martir bahkan pada tahun-tahun sebelum Penganiayaan Besar. Pada tahun 298, [[Maximilianus (martir)|Maximilianus]], seorang tentara di [[Tébessa|Tebessa]], telah berupaya menolak untuk mengikuti disiplin militer;<ref>''Acta Maximiliani'' (= Musurillo, 244&ndash;49244–49); Tilley, ''The Bible'', 45&ndash;4645–46.</ref> di Mauretania, juga pada tahun 298, seorang tentara bernama [[Marselus dari Tangier|Marselus]] menolak bonus ketentaraannya dan melepas seragamnya di hadapan publik.<ref>''Acta Marcelli'' (= Musurillo, 250&ndash;59250–59); Tilley, ''The Bible'', 46.</ref> Setelah penganiayaan dimulai, otoritas publik ingin sekali menegaskan kewenangan mereka. Anullinus, prokonsul Afrika, memperluas edikmaklumat tersebut, memutuskan bahwa pemerintah harus memaksa umat Kristiani untuk mempersembahkan kurban kepada dewa-dewi, di samping penghancuran kitab suci dan bangunan gereja.<ref>Optatus, Appendix 1; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 23.</ref> Gubernur Valerius Florus memberlakukan kebijakan yang sama di Numidia selama musim panas atau musim gugur tahun 303, ketika ia menyerukan "hari-hari pembakaran dupa"; umat Kristiani harus melakukan pengurbanan atau mereka akan kehilangan nyawa.<ref><!--''Corpus Inscriptionum Latinarum'' 8.6700, quoted and translated in-->Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 23.</ref> Selain yang sudah tertera, para martir Afrika juga termasuk Saturninus dan [[Martir-Martir Abitinae]],<ref>Tilley, ''Martyr Stories'', 25&ndash;4925–49; Clarke, 652 n.153.</ref> kelompok lain yang wafat sebagai martir pada tanggal 12 Februari 304 di Kartago,<ref>Clarke, 652 n.153.</ref> dan para martir dari Milevis ([[Mila, Aljazair]]).<ref><!--''Corpus Inscriptionum Latinarum'' 8.6700 (19353); -->Clarke, 652 n.153.</ref>

Penganiayaan di Afrika juga mendorong perkembangan [[Donatisme]], suatu gerakan skismatik yang melarang kompromi dalam segala hal dengan pemerintah Romawi ataupun para uskup ''[[traditor]]'' (mereka yang telah menyerahkan kitab suci kepada pemerintah sekuler). Salah satu momen kunci terkait pemisahannya dengan Gereja arus utama terjadi di [[Kartago]] pada tahun 304. Umat Kristiani dari Abitinae dibawa ke kota tersebut dan dipenjarakan. Kemudian teman-teman dan kerabat para tahanan datang untuk berkunjung, namun mengalami hambatan dari sekelompok massa setempat. Kelompok itu dilecehkan, dipukuli, dan dicambuk; makanan yang mereka bawa bagi teman-teman mereka yang dipenjara terserak di tanah. Massa tersebut dilaporkan sebagai utusan [[Mensurius]], uskup kota itu, dan [[Sesilianus]], diakonnya, atas alasan-alasan yang masih belum jelas.<ref>''Acts of the Abitinian Martyrs'' 20 (= Tilley, ''Martyr Stories'', 44&ndash;4644–46); Tilley, ''Martyr Stories'', xi; ''The Bible'', 9, 57&ndash;6657–66.</ref> Pada tahun 311, Sesilianus terpilih sebagai uskup Kartago. Para penentangnya menuduh bahwa ''traditio'' yang ia lakukan membuatnya tidak layak atas jabatan itu, dan mendeklarasikan kandidat lain bagi kelompok mereka, yakni Majorinus. Banyak kalangan lain di Afrika, termasuk kalangan Abitinian, yang juga mendukung Majorinus dalam penentangan mereka terhadap Sesilianus. Gerakan perlawananan itu kelak dinamai menurut nama [[Donatus Magnus|Donatus]], pengganti Majorinus.<ref>Tilley, ''The Bible'', 10.</ref> Pada saat Konstantinus mengambil alih provinsi tersebut, gereja Afrika telah mengalami perpecahan mendalam.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 56.</ref> Kaum Donatis baru melakukan rekonsiliasi dengan [[Gereja Katolik]] setelah tahun 411.<ref>Tilley, ''Martyr Stories'', xi.</ref>

Maximianus mungkin dengan mudah melakukan penyitaan properti Kristiani di Roma&mdash;pemakamanRoma—pemakaman-pemakaman Romawi terlihat mencolok, dan tempat-tempat pertemuan Kristiani dapat dengan mudah ditemukan. Para gerejawan senior juga sama menonjolnya. Uskup kota itu, [[Paus Marselinus]], tampaknya tidak pernah dipenjara; bagaimanapun, terdapat suatu fakta yang membuat beberapa kalangan meyakini bahwa Maximianus tidak menegakkan perintah untuk menangkap kaum klerus di kota itu.<ref name="Curran, 49"/> Kalangan yang lain menyatakan bahwa Paus Marselinus adalah seorang ''traditor''.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38; Curran, 49.</ref> Paus Marselinus disebutkan dalam ''[[Catalogus Liberianus#.22Depositio martyrum.22 dan .22Depositio episcoporum.22|depositio episcoporum]]'' Gereja dari abad ke-4, tanpa pencantumannya pada ''feriale'', atau kalender perayaan, yang mencatat semua pendahulu Paus Marselinus mulai dari [[Paus Fabianus]]&mdash;suatu—suatu absensi yang "mencolok", menurut pendapat sejarawan John Curran.<ref name="Curran, 49"/> Selama kurun waktu empat puluh tahun, kaum Donatis mulai menyebarkan rumor bahwa Paus Marselinus telah menjadi seorang ''traditor'', dan bahwa ia telah melakukan pengurbanan kepada dewa-dewi pagan.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38, 303 n.100; Curran, 49.</ref> Kisah tersebut tidak lama kemudian dibesar-besarkan dalam karya pemalsuan dari abad ke-5, 'Konsili Sinuessa', dan ''vita Marcelli'' dalam ''[[Liber Pontificalis]]''. Karya yang terakhir disebutkan itu menyatakan bahwa sang uskup memang murtad, tetapi menebus dirinya melalui kemartiran beberapa hari setelahnya.<ref name="Curran, 49"/>

Tidak jelas apa yang terjadi kemudian setelah tindakan ''traditio'' Paus Marselinus, seandainya itu memang benar-benar terjadi. Namun, tampaknya terdapat suatu jeda dalam suksesi episkopal. Paus Marselinus sepertinya wafat pada tanggal 25 Oktober 304, dan (seandainya ia pernah murtad) kemungkinan ia dikeluarkan dari Gereja pada awal tahun 303,<ref>'Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38, 303 n.103.</ref> tetapi penggantinya, [[Paus Marsellus I]], baru di[[Konsekrasi#Tahbisan uskup|konsekrasikan]] pada bulan November atau Desember 306.<ref name="BMA">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38, 304 n.106.</ref> Sementara itu, terdapat dua faksi yang menyimpang dalam Gereja Roma, yaitu mereka yang murtad, umat Kristiani yang mematuhi edikmaklumat-edikmaklumat untuk memastikan keselamatan pribadi mereka, dan kalangan rigoris, mereka yang tidak menoleransi kompromi apapun dengan dengan otoritas sekuler. Kedua kelompok itu berbentrokan dalam berbagai kerusuhan dan perkelahian jalanan, yang akhirnya mengarah pada kasus-kasus pembunuhan.<ref name="BMA"/> Dikatakan bahwa Paus Marselus, seorang rigoris, menghapuskan segala hal yang menyebutkan tentang Paus Marselinus dari catatan-catatan gereja, dan menghapus namanya dari daftar resmi para uskup.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38, 303&ndash;4303–4 n.105.</ref> Paus Marselus sendiri disingkirkan dari kota itu, dan wafat dalam pengasingan pada tanggal 16 Januari 309.<ref name="BMA"/>

Pada saat bersamaan, Maxentius memanfaatkan ketidakpopuleran Galerius di Italia (saat itu Galerius telah memperkenalkan perpajakan terhadap kota dan pedesaan Roma untuk pertama kalinya dalam sejarah kekaisaran)<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 23.5; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 29.</ref> dengan mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar. Pada tanggal 28 Oktober 306, Maxentius meyakinkan [[Garda Praetoria]] untuk mendukung dia, memberontak, dan memberinya [[Ungu Tyre|jubah ungu]] kaisar.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 30.</ref> Sesaat setelah aklamasinya, Maxentius mengumumkan berakhirnya penganiayaan, dan toleransi bagi semua umat Kristiani di wilayah kekuasaannya.<ref>Optatus, 1.18; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38.</ref> Berita tersebut sampai ke Afrika, tempat seorang umat Kristiani Cirta di kemudian hari masih dapat mengingat kembali tanggal persis dihantarnya "kedamaian" itu.<ref>Optatus, Appendix 1; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38.</ref> Namun, Maxentius tidak memperkenankan restitusi properti yang disita.<ref name="ReferenceD">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38.</ref>

Pada tanggal 18 April 308, Maxentius mengizinkan umat Kristiani untuk mengadakan lagi pemilihan uskup kota itu, dan [[Paus Eusebius]] terpilih.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38, 304 n.107.</ref> Bagaimanapun, Paus Eusebius adalah seorang moderat di tengah-tengah jemaat yang masih terbagi. Heraklius, pemimpin faksi rigoris, menentang penerimaan kembali mereka yang murtad. Kerusuhan segera menyusul, dan Maxentius mengasingkan pasangan yang berselisih dari kota itu, menyebabkan [[Paus Eusebius]] wafat di Sisilia pada tanggal 21 Oktober.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38.<name="ReferenceD"/ref> Jabatan tersebut [[sede vacante|lowong]] selama hampir tiga tahun, hingga Maxentius kembali mengizinkan diadakannya pemilihan. [[Paus Miltiades]] terpilih pada tanggal 2 Juli 311, sementara Maxentius bersiap untuk menghadapi Konstantinus dalam pertempuran. Maxentius, yang menghadapi penentangan domestik yang semakin kuat terhadap pemerintahannya, kemudian menyetujui restitusi properti Kristiani. Paus Miltiades mengutus dua [[diakon]] dengan berbekal surat-surat dari Maxentius kepada [[prefek urban|prefek Roma]], pemimpin kota itu, yang bertanggung jawab atas penerbitan edikmaklumat-edikmaklumat imperial di dalam kota, untuk memastikan kepatuhannya.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 38&ndash;3938–39.</ref> Umat Kristiani Afrika tetap berada dalam fase pemulihan properti mereka yang hilang hingga akhir tahun 312.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 10.5.15&ndash;1715–17; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 39.</ref>

Setelah suatu kebuntuan militer sesaat,<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 40&ndash;4140–41; Odahl, 96&ndash;10196–101</ref> Konstantinus menghadapi Maxentius dan mengalahkannya dalam [[Pertempuran Jembatan Milvius]] di luar Roma pada tanggal 28 Agustus 312; Maxentius melarikan diri ke [[Sungai Tiber]] dan tenggelam di dalamnya. Konstantinus memasuki kota pada hari berikutnya, tetapi ia menolak untuk ambil bagian dalam tradisi pendakian [[Bukit Capitolino|Bukit Capitolinus]] menuju [[Kuil Yupiter Optimus Maximus|Kuil Yupiter]].<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 42&ndash;4442–44; Odahl, 111. Cf. also Curran, 72–75.</ref> Perjalanan pasukan Konstantinus menuju Roma dilaporkan menggunakan sebuah simbol Kristiani. Sehingga menjadi, setidaknya secara resmi, suatu pasukan Kristiani.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 48. Cf. ''contra'': MacMullen, 45.</ref> Konversi Konstantinus juga terlihat jelas di tempat lain. Para uskup turut serta makan di meja Konstantinus,<ref>Eusebius, ''Vita Constantini'' 1.42.1; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 48.</ref> dan banyak proyek bangunan Kristiani yang segera dimulai setelah kemenangannya. Pada tanggal 9 November 312, markas lama Garda Berkuda Imperial dirobohkan untuk membuka jalan bagi pembangunan [[Basilika Agung Santo Yohanes Lateran|Basilika Lateran]].<ref>Curran, 93–96, citing Krautheimer, ''Corpus Basilicarum Christianarum Romanorum'', 5.90.</ref> Di bawah pemerintahan Konstantinus, Kekristenan menjadi fokus utama perlindungan resmi kekaisaran.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 48&ndash;4948–49.</ref>

Sebelum akhir Februari 303, suatu peristiwa kebakaran menghancurkan sebagian istana imperial. Galerius meyakinkan Diokletianus bahwa para pelakunya adalah komplotan Kristiani yang merencanakannya dengan bantuan [[orang kasim|orang-orang kasim]] istana. Suatu penyelidikan atas tindakan tersebut dilakukan, tetapi tidak ditemukan satu pun pihak yang bertanggung jawab. Dan kemudian berlanjut dengan dilakukannya berbagai eksekusi.<ref name="ReferenceE">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24.</ref> Orang-orang kasim istana bernama Doroteus dan [[Gorgonius]] termasuk yang dieliminasi. Seorang bernama Petrus ditelanjangi, diangkat tinggi-tinggi, dan dicambuki. Garam dan cuka dituangkan pada luka-lukanya, dan ia [[Kematian dengan cara direbus|direbus perlahan]] di atas api terbuka.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24; Lane Fox, 596; Williams, 178. See also: Keresztes, 382.</ref> Penganiayaan lalu diintensifkan. Para presbiter dan kaum klerus lainnya dapat ditahan tanpa tuduhan melakukan suatu kejahatan, dan mereka menerima hukuman mati.<ref>Williams, 178.</ref> Api kebakaran yang kedua muncul enam belas hari setelah yang pertama. Galerius meninggalkan kota, menyatakannya tidak aman.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24; Southern, 168; Williams, 177.</ref> Diokletianus menyusul tidak lama kemudian.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 24.<name="ReferenceE"/ref> Laktansius menyalahkan sekutu-sekutu Galerius sebagai pihak yang bertanggung jawab menyalakan api; Konstantinus, dalam sebuah memoar kelak, mengaitkan api tersebut dengan "kilat dari langit".<ref>Odahl, 68.</ref>

==== Sebelum edikmaklumat toleransi Galerius ====

| 303&ndash;305303–305 ||<center>13</center>

| 306&ndash;310306–310 ||<center>34</center>

| 310&ndash;311310–311 ||<center>44</center>

|colspan = "4" align="center" | Para martir Palestina yang tercatat<br>dalam ''Martir-Martir Palestina''.<br>Menurut Clarke, 657&ndash;58657–58.

Palestina merupakan satu-satunya wilayah yang memiliki suatu perluasan sudut pandang setempat terhadap penganiayaan yang terjadi, berupa ''Martir-Martir Palestina'' karya Eusebius. Ia adalah penduduk [[Kaisarea Maritima|Kaisarea]], ibu kota [[Siria Palaestina|Palestina Romawi]], selama masa penganiayaan, kendati ia juga melakukan perjalanan ke Fenisia dan Mesir, serta kemungkinan Arabia juga.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 148&ndash;50148–50.</ref> Laporan Eusebius tidak sempurna. Laporan itu berfokus pada martir-martir yang adalah teman-teman pribadinya sebelum penganiayaan dimulai, dan menyertakan peristiwa-peristiwa kemartiran yang terjadi di luar Palestina.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 154&ndash;55154–55.</ref> Ruang lingkup laporannya tidak merata. Sebagai contoh, ia hanya menyajikan generalisasi sederhana pada akhir masa penganiayaan yang berdarah.<ref name="Keresztes, 389">Keresztes, 389.</ref> Eusebius mengakui beberapa kesalahan yang dilakukannya. Pada bagian awal laporannya mengenai penganiayaan umum yang tertulis dalam ''Sejarah Gereja'', Eusebius mengeluhkan ketidaklengkapan reportasenya: "bagaimana mungkin satu orang menghitung banyaknya jumlah martir di setiap provinsi, dan khususnya mereka yang berada di Afrika dan [[Mauretania]], serta di Tebais dan Mesir?"<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.6.10, qtd. and tr. in Keresztes, 389.</ref>

Karena tidak ada seorang pun dengan status di bawah gubernur memiliki kuasa untuk melaksanakan hukuman mati, kebanyakan umat Kristiani yang keras kepala dikirim ke Kaisarea untuk menanti hukuman mereka.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 150.</ref> Martir pertama, [[Prokopius dari Skitopolis|Prokopius]], dikirim ke Kaisarea dari Skitopolis ([[Beit She'an]], [[Israel]]), tempat ia pernah menjadi seorang [[Pembaca (liturgi)|pembaca]] dan [[eksorsisme|eksorsis]]. Ia dibawa ke hadapan gubernur pada tanggal 7 Juni 303, diminta untuk mempersembahkan kurban kepada dewa-dewi dan melakukan [[libasi]] untuk para kaisar. Prokopius menanggapi dengan mengutip kata-kata [[Homerus]]: "banyak ketuhanan bukanlah suatu hal yang baik; biarlah ada satu penguasa, satu raja". Gubernur memenggal orang tersebut saat itu juga.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' (L) 1.1ff; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 150&ndash;51150–51.</ref>

Peristiwa kemartiran selanjutnya menyusul beberapa bulan setelahnya,<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' (L) 1.5; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 151.</ref> mengalami peningkatan pada musim semi berikutnya, ketika Urbanus sebagai gubernur baru memublikasikan edikmaklumat keempat.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 3.1; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 151, 356 n.27.</ref> Eusebius kemungkinan tidak mencantumkan laporan lengkap semua orang yang dieksekusi akibat edikmaklumat keempat&mdash;sebagaikeempat—sebagai contoh, ia menyinggung secara sepintas orang-orang yang dipenjarakan bersama [[Agapius|Tekla dari Gaza]], meski ia tidak menyebutkan nama mereka.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 151.</ref>

Bagian terbesar laporan Eusebius berkaitan dengan [[Maximinus II|Maximinus]].<ref name="Keresztes, 389"/> Maximinus mengambil alih jabatan kaisar di Nikomedia pada tanggal 1 Mei 305, dan setelah itu ia segera meninggalkan kota menuju Kaisarea. Dengan bergegas, klaim Laktansius, agar ia dapat menindas dan menekan keuskupan sipil Oriens.<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 19.1; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 151.</ref> Pada awalnya Maximinus hanya memerintah Mesir dan [[Levant]]. Ia mengeluarkan edikmaklumat penganiayaannya sendiri pada musim semi tahun 306, yang memerintahkan pengurbanan umum.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 4.8; Keresztes, 384.</ref> EdikMaklumat tahun 304 sulit untuk ditegakkan, karena pemerintah Imperial tidak memiliki catatan mengenai penghuni kota yang tidak memiliki lahan pertanian.<ref>de Ste Croix, "Aspects", 97, 113; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153.</ref> Galerius menyelesaikan masalah tersebut pada tahun 306 dengan melakukan sensus lainnya. Hasil sensus itu mencakup nama semua kepala rumah tangga perkotaan dan jumlah tanggungan mereka (sensus sebelumnya hanya mendaftar orang-orang yang membayar pajak atas tanah seperti para pemilik tanah dan penyewanya).<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 23.1ff; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 151&ndash;52151–52.</ref> Dengan menggunakan daftar yang dibuat oleh layanan sipil, Maximinus memerintahkan para bentaranya agar memanggil semua pria, wanita, dan anak-anak, ke kuil-kuil. Di sana, setelah para [[tribunus]] memanggil setiap orang dengan namanya, orang tersebut harus melakukan pengurbanan.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 4.8; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 152; Keresztes, 384; Mitchell, 112.</ref>

Pada suatu waktu setelah publikasi edikmaklumat pertama Maximinus, kemungkinan pada tahun 307, Maximinus mengubah hukuman atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Alih-alih menerima hukuman mati, umat Kristiani akan dimutilasi dan dihukum kerja paksa di berbagai tambang milik pemerintah.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 7.1&ndash;41–4; Keresztes, 388. On Christian condemnation to the mines in general, see J.G. Davies, "Condemnation to the Mines: A Neglected Chapter in the History of the Persecutions," ''University of Birmingham Historical Journal'' 6 (1958), 99&ndash;10799–107. The same punishment was later used on Christian heretics, on which see Mark Gustafson, "Condemnation to the Mines in the Later Roman Empire," ''Harvard Theological Review'' 87:4 (1994), 421&ndash;33421–33.</ref> Karena tambang-tambang di Mesir mengalami kelebihan pekerja, terutama karena arus masuk tahanan-tahanan Kristiani, para pelanggar dari Mesir semakin banyak yang dikirim ke tambang-tambang tembaga di Phaeno dan [[Kilikia]] di Asia Kecil. Di Diokaisarea ([[Sepforis|Tzippori]], Israel), pada musim semi tahun 308, Firmilianus menerima 97 orang pengaku iman Kristiani dari tambang-tambang porfiri di [[Tebais]]. Firmilianus memotong tendon di kaki kiri mereka, membutakan mata kanan mereka, dan mengirim mereka ke tambang-tambang di Palestina.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 8.1&ndash;41–4; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153; Keresztes, 388.</ref>{{refn|S. Lieberman menempatkan peristiwa tersebut di Lida ([[Lod]], Israel).<ref>''Annuaire de l'Institut de Philologie et d'Histoire Orientales et Slaves'' 7 (1939&ndash;441939–44), 410ff.</ref> Barnes menentang identifikasi ini, dengan alasan bahwa karena Eusebius secara khusus mengidentifikasi kota tersebut sebagai hunian Yahudi sepenuhnya, maka tidak mungkin Lida, yang pernah memiliki seorang uskup Kristiani pada tahun 325. Bagaimanapun, Diokaisarea dikenal akan Keyahudiannya beberapa lama kemudian.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 357 n.39.</ref>|group=notes}} Pada kesempatan lain, 130 orang lainnya menerima hukuman yang sama. Beberapa orang dikirim ke Phaeno, dan beberapa yang lain ke Kilikia.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 8.13; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153; Keresztes, 388.</ref>

Eusebius mengkarakterisasi Urbanus sebagai seseorang yang menikmati beberapa variasi pelaksanaan hukuman. Suatu hari, tidak lama setelah Paskah tahun 307, ia memerintahkan agar seorang gadis bernama [[Teodosia dari Tirus|Teodosia]] dari [[Tirus, Lebanon|Tirus]] (Ṣūr, [[Lebanon]]) dibuang ke laut karena bercakap-cakap dengan umat Kristiani yang menanti persidangan dan menolak pengurbanan; sementara itu, umat Kristiani yang menjalani persidangan tersebut dikirim ke Phaeno.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 7.1f, cited in Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 152.</ref> Pada suatu ketika, tanggal 2 November 307, Urbanus menghukum seorang pria bernama Domninus dengan dibakar hidup-hidup, tiga pemuda dipaksa untuk bertarung sebagai [[gladiator]], dan seorang imam dijadikan mangsa seekor binatang buas. Pada hari yang sama, ia memerintahkan supaya beberapa pemuda dikebiri, mengirim tiga orang gadis ke rumah bordil, dan memenjarakan sejumlah orang lainnya, termasuk [[Pamfilus dari Kaisarea]], seorang imam, akademisi, dan pembela Origenes.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 8.13.5; ''De Martyribus Palestinae'' 7.3ff; 13; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 152&ndash;53152–53; Keresztes, 388.</ref> Tidak lama setelahnya, dan atas alasan-alasan yang tidak diketahui, Urbanus dicopot dari jabatannya, dipenjarakan, diadili, dan dieksekusi; semua proses itu berlangsung dengan cepat pada hari yang sama.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 7.7; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153.</ref> Penggantinya, [[Firmilianus (gubernur Romawi)|Firmilianus]], adalah seorang prajurit veteran dan salah satu orang kepercayaan Maximinus.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' (L) 8.1; (S) 11.31; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153.</ref>

Eusebius mencatat bahwa peristiwa ini menandai permulaan dari penghentian penganiayaan untuk sementara waktu.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 9.1, cited in Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153.</ref> Walaupun tarikh yang tepat atas penundaan tersebut tidak secara khusus dicatat oleh Eusebius, teks ''Martir-Martir'' tidak mencantumkan adanya martir Palestina antara tanggal 25 Juli 308 sampai 13 November 309.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153, 357 n.42.</ref> Iklim politik mungkin berbenturan dengan kebijakan penganiayaan di sini, karena saat itu merupakan periode konferensi di Karnuntum, yang berhimpun pada bulan November 308. Maximinus mungkin menghabiskan waktu selama beberapa bulan selanjutnya dalam pembicaraan dengan Galerius mengenai perannya dalam pemerintahan imperial, dan tidak ada waktu untuk berurusan dengan orang-orang Kristiani.<ref name="ReferenceF">Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153.</ref>

Pada musim gugur tahun 309,<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153.<name="ReferenceF"/ref> Maximinus melanjutkan penganiayaan dengan mengeluarkan surat-surat kepada para gubernur provinsi dan [[prefek praetoria]]nya, otoritas tertinggi setelah kaisar dalam proses pengadilan, menghendaki agar umat Kristiani menyesuaikan diri dengan adat istiadat pagan. Undang-undang barunya itu menuntut pengurbanan umum lainnya, ditambah dengan persembahan umum kurban curahan. Hal ini bahkan lebih sistematis daripada yang pertama, tidak ada pengecualian bagi bayi ataupun pelayan. ''Logistai'' (''curatores''), ''[[strategos|strategoi]]'', ''[[duumviri]]'', dan ''tabularii'', yang menyimpan arsip tersebut, bertugas memastikan agar tidak ada yang menghindarinya.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 9.2; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153; Keresztes, 384; Mitchell, 112.</ref> Maximinus memperkenalkan beberapa inovasi dalam proses tersebut, menjadikan dia satu-satunya kaisar penganiaya yang dikenal karena melakukan hal itu.<ref>Lane Fox, 596.</ref> EdikMaklumat ini mengharuskan makanan yang dijual di pasar tercakup dalam persembahan kurban curahan. Maximinus mengirim pengawal-pengawal untuk berjaga di tempat pemandian dan gerbang kota demi memastikan bahwa semua pengunjung melakukan pengurbanan.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 9.2; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 153; Keresztes, 384; Lane Fox, 596; Mitchell, 112.</ref> Ia menerbitkan salinan-salinan sebuah karya fiksi berjudul ''[[Injil Nikodemus|Kisah Pilatus]]'' untuk memicu kebencian luas terhadap Kristus. Di bawah penyiksaan peradilan, para pelacur dipaksa mengaku terlibat dalam kebejatan moral dengan orang-orang Kristiani. Para uskup dipindahtugaskan untuk bekerja sebagai pekerja di kandang kuda bagi para garda berkuda Imperial ataupun pemelihara unta Imperial.<ref>Lane Fox, 596. On the ''Acts of Pilate'', see also: Johannes Quasten, ''Patrology, volume I: The Beginnings of Patristic Literature'' (Westminster, MD: Newman, 1950), 116.</ref>

Maximinus juga mengupayakan kebangkitan agama pagan. Ia mengangkat imam-imam besar bagi setiap provinsi, para pria yang mengenakan jubah putih dan bertugas mengawasi ibadah harian kepada dewa-dewi.<ref>Lane Fox, 596&ndash;97596–97.</ref> Maximinus juga meminta agar pekerjaan restorasi dilakukan dengan giat pada kuil-kuil di dalam domainnya yang mengalami kerusakan.<ref>Mitchell, 112.</ref>

Pada beberapa bulan berikutnya terjadi penganiayaan-penganiayaan ekstrem yang terburuk.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 154.</ref> Pada tanggal 13 Desember 309, Firmilianus mengutuk beberapa orang Mesir yang ditangkap di Askalon ([[Ashkelon]], Israel) dalam perjalanan mereka untuk mengunjungi para pengaku iman di Kilikia. Tiga dari mereka dipenggal kepalanya; yang lainnya kehilangan kaki kiri dan mata kanan mereka. Pada tanggal 10 Januari 310, Petrus dan uskup Asklepius dari sekte dualis Kristiani yang disebut [[Marsionisme]], keduanya berasal dari Anania dekat [[Eleuteropolis]], Israel, dibakar hidup-hidup.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 10.1ff, cited in Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 154.</ref> Pada tanggal 16 Februari, Pamfilus dan enam orang temannya diekskusi. Setelah kejadian itu, empat anggota rumah tangga Pamfilus wafat sebagai martir karena mereka menunjukkan simpati kepada orang-orang yang dikutuk. Martir-martir terakhir sebelum edikmaklumat toleransi Galerius dieksekusi pada tanggal 5 dan 7 Maret.<ref>Eusebius, ''De Martyribus Palestinae'' 11.1ff; Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 154.</ref> Gelombang eksekusi kemudian berhenti. Eusebius tidak menjelaskan perihal penghentian mendadak ini, tetapi waktunya bertepatan dengan penggantian Firmilianus dengan Valentinianus, seseorang yang ditunjuk beberapa saat sebelum wafatnya Galerius.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 154, 357 n.49.</ref> Penggantian tersebut hanya tercantum dalam peninggalan-peninggalan [[epigrafi]], misalnya inskripsi batu; Eusebius sama sekali tidak menyebutkan Valentinianus dalam tulisan-tulisannya.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 357 n.49.</ref>

==== Setelah edikmaklumat toleransi Galerius ====

Setelah wafatnya Galerius, Maximinus merebut Asia Kecil.<ref name="Mitchell, 113">Mitchell, 113.</ref> Bahkan setelah edikmaklumat toleransi Galerius pada tahun 311, Maximinus terus melanjutkan penganiayaan.<ref>Clarke, 660; Mitchell, 113.</ref> Namanya tidak tercantum dalam daftar kaisar yang menerbitkan edikmaklumat toleransi Galerius, kendati mungkin melalui pemaksaan di kemudian hari.<ref>Barnes, ''New Empire'', 22&ndash;2322–23; Michell, 113 n.21.</ref> Eusebius menyatakan bahwa Maximinus memenuhi ketetapan-ketetapan tersebut dengan enggan.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.1.1; Mitchell, 113.</ref> Maximinus mengatakan kepada Sabinus prefek praetorianya untuk menulis kepada para gubernur provinsi, meminta agar mereka dan semua bawahan mereka mengabaikan "surat itu" (edikMaklumat Galerius).<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.1.2, 9.1.3&ndash;63–6; Mitchell, 113.</ref> Umat Kristiani harus terbebas dari perundungan atau pengejaran, dan Kekristenan mereka tidak akan semata-mata membuat mereka terkena tuduhan kriminal. Namun, tidak seperti edikmaklumat Galerius, surat Maximinus tidak memuat ketentuan-ketentuan mengenai pertemuan umat Kristiani, dan ia juga tidak menghimbau agar mereka membangun lebih banyak gereja.<ref name="Mitchell, 113"/>

Pada musim gugur tahun 311, Maximinus mengeluarkan perintah-perintah yang melarang umat Kristiani berhimpun di tempat pemakaman.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.2.1; Clarke, 660; Mitchell, 114.</ref> Setelah mengeluarkan perintah-perintah itu, ia didekati oleh utusan-utusan dari berbagai kota di dalam domainnya, menuntut agar ia memulai penganiayaan umum. Laktansius dan Eusebius menyatakan bahwa petisi-petisi tersebut tidak bersifat sukarela, tetapi telah dirancang sebelumnya atas perintah Maximinus.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.2 and Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 36.3; Mitchell, 114.</ref> Sebelum akhir tahun 311, Maximinus mengawali penganiayaan terhadap para pemimpin Gereja. [[Paus Petrus dari Aleksandria|Petrus dari Aleksandria]] dipenggal pada tanggal 26 November 311.<ref name="ReferenceG">Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.6.2; Clarke, 660.</ref> [[Lukianus dari Antiokia]] dieksekusi di Nikomedia pada tanggal 7 Januari 312.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.6.3; Clarke, 660.</ref> Menurut Eusebius, banyak uskup Mesir yang mengalami nasib serupa.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.6.2; Clarke, 660.<name="ReferenceG"/ref> Menurut Laktansius, Maximinus memerintahkan agar para pengaku iman "dicungkil matanya, dipotong tangannya, diamputasi kakinya, dipotong hidung atau telinganya".<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 36.7, qtd. and tr. in Clarke, 660.</ref> Antiokia menanyakan Maximinus apakah umat Kristiani dapat dilarang tinggal di kota itu.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.7.3&ndash;143–14, cited in Mitchell, 114.</ref> Sebagai tanggapannya, Maximinus mengeluarkan sebuah [[reskrip]] yang berisi anjuran bagi setiap kota untuk mengusir orang-orang Kristiani yang bermukim di dalamnya. Reskrip itu diterbitkan di Sardis pada tanggal 6 April 312, dan di Tirus pada bulan Mei atau Juni.<ref>Mitchell, 114.</ref> Terdapat tiga salinan reskrip Maximinus yang masih terlestarikan, di Tirus, [[Arikanda]] (Aykiriçay, Turki), dan Kolbasa. Ketiganya pada dasarnya identik.<ref>Mitchell, 117.</ref> Untuk mengatasi komplain dari [[Likia]] dan [[Pamfilia]] mengenai "pengejaran yang memuakkan terhadap kaum ateis [kaum Kristiani]", Maximinus berjanji kepada para provinsial itu untuk memenuhi apa pun yang mereka inginkan&mdash;mungkininginkan—mungkin suatu pengecualian dari [[pajak kepala]].<ref>Lane Fox, 598.</ref>

Ketika Maximinus mendapat pemberitahuan bahwa Konstantinus telah berhasil dalam kampanye militernya melawan Maxentius, ia mengeluarkan sebuah surat baru yang memulihkan kebebasan yang sebelumnya dimiliki umat Kristiani.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.9a.4&ndash;94–9; Mitchell, 114.</ref> Namun, teks surat itu, yang terlestarikan dalam ''Historia Ecclesiastica'' karya Eusebius, mengemukakan kalau inisiatif tersebut berasal dari Maximinus saja, dan bukan dari Konstantinus ataupun Lisinius. Surat itu juga merupakan satu-satunya bagian dalam sumber-sumber kuno yang memberikan dasar pemikiran Maximinus atas tindakan-tindakannya, tanpa sikap permusuhan dari Laktansius dan Eusebius. Maximinus menyatakan bahwa ia mendukung legislasi awal Diokletianus dan Galerius, tetapi, setelah menjadi Caesar, akhirnya ia menyadari beban yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan semacam itu terhadap angkatan kerja di dalam negerinya, dan ia mulai menerapkan persuasi tanpa paksaan.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.9a.2&ndash;32–3; Mitchell, 114.</ref> Ia melanjutkan dengan menegaskan bahwa ia menolak petisi-petisi dari para pejabat Nikomedia agar orang-orang Kristiani diusir dari kota mereka (suatu peristiwa yang bahkan tidak dicatat oleh Eusebius),<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.9a.4; Mitchell, 114.</ref> dan bahwa ketika ia menerima tuntutan dari para perwakilan kota-kota lain ia hanya mengikuti kebiasaan imperial.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.9a.5&ndash;65–6; Mitchell, 114.</ref> Maximinus mengakhiri suratnya dengan merujuk pada surat yang ia tuliskan setelah edikmaklumat Galerius, meminta agar para bawahannya bersikap lunak. Ia tidak menyebutkan surat-surat awalnya, yang mendorong dilakukannya penganiayaan dengan sungguh-sungguh.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.9a.7&ndash;97–9; Mitchell, 114&ndash;15114–15.</ref>

Pada awal musim semi tahun 313, sewaktu Lisinius bergerak maju untuk melawan Maximinus, yang terakhir disebutkan berpaling kembali pada kekejaman dalam berurusan dengan rakyatnya sendiri, khususnya penganut Kristiani.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.10.1&ndash;21–2 and Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 37.3&ndash;423–42; Mitchell, 115.</ref> Pada bulan Mei 313,<ref>Barnes, ''New Empire'', 68; Mitchell, 115.</ref> Maximinus mengeluarkan satu edikmaklumat toleransi lagi, dengan harapan agar Lisinius berhenti maju untuk menghadapinya dan memenangkan dukungan publik. Untuk pertama kalinya, Maximinus mengeluarkan sebuah undang-undang yang menawarkan toleransi komprehensif dan bermaksud untuk menjaminnya secara efektif. Sebagaimana tertulis dalam suratnya terdahulu, Maximinus menunjukkan penyesalannya kendati terlihat berat sebelah.<ref>Mitchell, 115.</ref> Maximinus membebaskan diri dari semua kegagalan kebijakannya, sebaliknya, ia menimpakan kesalahan kepada para hakim dan aparat penegak setempat.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.10.8&ndash;98–9; Mitchell, 115.</ref> Ia membingkai toleransi universal baru tersebut sebagai suatu cara untuk menghapus segala ambiguitas dan pemerasan. Maximinus lalu menyatakan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan praktik keagamaan, mendorong umat Kristiani untuk membangun kembali gereja-gereja mereka, dan berjanji untuk mengembalikan properti mereka yang hilang selama masa penganiayaan.<ref>Eusebius, ''Historia Ecclesiastica'' 9.10.10&ndash;1110–11; Mitchell, 115.</ref> EdikMaklumat tersebut hanya memberikan sedikit dampak: Lisinius mengalahkan Maximinus dalam Pertempuran Adrianopolis pada tanggal 30 April 313;<ref>Lactantius, ''De Mortibus Persecutorum'' 46.8&ndash;98–9; Mitchell, 115.</ref> Maximinus yang kehilangan kekuasaannya melakukan bunuh diri di [[Tarsus]] pada musim panas tahun 313. Pada tanggal 13 Juni, Lisinius mempublikasikan EdikMaklumat Milan di Nikomedia.<ref>Mitchell, 116.</ref>

Dalam ''Martir-Martir Palestina'' karya Eusebius, Mesir hanya dibahas sepintas. Namun, ketika Eusebius berkomentar tentang daerah tersebut, ia menulis puluhan, dua puluhan, bahkan ratusan orang Kristiani yang dihukum mati dalam waktu satu hari, yang membuat Mesir terlihat seperti daerah yang paling menderita selama masa penganiayaan.<ref>Keresztes, 389. On the Egyptian response to the persecutions, see also: Annemarie Luijendijk, "Papyri from the Great Persecution: Roman and Christian Perspectives," ''Journal of Early Christian Studies'' 16:3 (2008): 341&ndash;369341–369.</ref> Menurut satu laporan yang Barnes menyebutnya "masuk akal, jika tidak dapat diverifikasi", terdapat 660 orang Kristiani yang dibunuh di [[Aleksandria]] saja antara tahun 303 dan 311.<ref>Timothy Barnes, ''Athanasius and Constantius: Theology and Politics in the Constantinian Empire'' (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1993), 10.</ref> Di Mesir, Petrus dari Aleksandria meninggalkan kota senama itu pada awal masa penganiayaan, menyebabkan Gereja di sana tidak memiliki pemimpin. [[Meletius dari Likopolis|Meletius]], uskup Likopolis ([[Asyut]]), mengambil alih pekerjaan itu di tempatnya. Meletius melakukan penahbisan-penahbisan tanpa izin Petrus, yang menyebabkan beberapa uskup mengeluhkannya pada Petrus. Meletius lalu mengabaikan otoritas Petrus, dan memperluas operasinya ke dalam Aleksandria. Menurut [[Epifanius dari Salamis]], Gereja terpecah menjadi dua bagian: "Gereja Katolik", di bawah kepemimpinan Petrus, serta, setelah Petrus dieksekusi, [[Paus Aleksander I dari Aleksandria|Aleksander]]; dan "Gereja Para Martir" di bawah kepemimpinan Meletius.<ref name="Leadbetter, 259">Leadbetter, 259.</ref> Saat kedua kelompok itu mendapati bahwa mereka sendiri dipenjarakan bersama-sama di Aleksandria selama masa penganiayaan, Petrus dari Aleksandria menggantung sebuah tirai di tengah-tengah sel mereka. Ia lalu mengatakan: "Ada beberapa orang yang dalam jarak pandang saya, biarlah mereka kemari di sisi saya, dan mereka yang dalam jarak pandang Melitius, tinggal dengan Melitius." Dalam keadaan terbagi, kedua belah pihak melanjutkan urusan mereka masing-masing, secara sengaja saling mengabaikan keberadaan satu sama lain.<ref>Epiphanius, ''Panarion'' 68.3.3, qtd. and tr. in MacMullen, 92&ndash;9392–93.</ref> [[Skisma]] tersebut terus berkembang selama masa penganiayaan, sekalipun para pemimpinnya dipenjara,<ref>MacMullen, 160 n.17.</ref> dan berlanjut beberapa waktu kemudian setelah wafatnya Petrus maupun Meletius.<ref name="Leadbetter, 259"/> Pada tahun 325, tercatat ada lima puluh satu [[keuskupan]] di Mesir; hanya lima belas yang dikenal sebagai tempat kedudukan dari Gereja skismatik.<ref>Lane Fox, 590.</ref>

Penganiayaan Diokletianus ini pada dasarnya berakhir dengan kegagalan. Sebagaimana salah seorang sejarawan modern memosisikannya, penganiayaan itu secara umum "terlalu sedikit dan terlalu terlambat".<ref name="Robin Lane Fox 2006"/> Umat Kristiani tidak pernah disingkirkan secara sistematis di bagian mana pun dalam kekaisaran, dan penghindaran yang mereka lakukan menghalangi penegakkan edikmaklumat-edikmaklumat.<ref>Clarke, 651; Lane Fox, 597&ndash;98597–98.</ref> Beberapa orang memberikan suap agar dapat meraih kebebasan mereka.<ref>Lane Fox, 597&ndash;98597–98.</ref> Seorang Kristiani bernama Kopres secara teknis dapat meloloskan diri: Untuk menghindari keharusan melakukan pengurbanan di dalam pengadilan, ia memberikan surat kuasa kepada saudaranya, dan membuat saudaranya melakukan itu sebagai ganti dirinya.<ref>''Oxyrhynchus Papyri'' 2601, tr. J.R. Rhea, quoted in Barnes, "''Constantine and the Bishops''", 382; Lane Fox, 598.</ref> Banyak orang yang melarikan diri. Eusebius, dalam ''Vita Constantini'' karyanya, menyatakan bahwa "padang dan hutan kembali menerima para penyembah Allah".<ref>Eusebius, ''Vita Constantini'' 11.2, qtd. and tr. Nicholson, 50.</ref> Bagi para teolog kontemporer, tindakan tersebut bukan [[Dosa (Kristen)|dosa]]. Laktansius berpandangan bahwa Kristus sendiri menganjurkannya,<ref>Lactantius, ''Divinae Institutiones'' 4.18.1&ndash;21–2, qtd. and tr. Nicholson, 49.</ref> dan Uskup Petrus dari Aleksandria mengutip [[Penganiayaan yang Akan Datang#!0:23 Para rasul diutus pergi dari kota ke kota|Matius 10:23]] ("Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain")<ref>qtd. in Nicholson, 51.</ref> untuk mendukung taktik itu.<ref>Nicholson, 50&ndash;5150–51.</ref>

Massa pagan lebih bersimpati pada penderitaan-penderitaan yang dialami umat Kristiani daripada yang mereka alami pada masa lampau.<ref>Drake, 149&ndash;53149–53; Lane Fox, 598&ndash;601598–601.</ref> Laktansius, Eusebius, dan Konstantinus, menuliskan kejijikan mereka akan tindakan-tindakan berlebihan para penganiaya&mdash;Konstantinuspenganiaya—Konstantinus menuliskan kalau para eksekutor mengalami "keletihan, dan jijik pada kekejaman-kekejaman" yang telah mereka lakukan.<ref>Constantine, ''Oratio ad Sanctum Coetum'' 22, qtd. and tr. in Drake, 150.</ref> Ketabahan para martir dalam menghadapi kematian mendapatkan kehormatan iman pada masa itu,<ref>Drake, 98&ndash;10398–103.</ref> bahkan mungkin memenangi beberapa orang yang berpindah keyakinan.<ref>Lane Fox, 441; MacMullen, 29&ndash;3029–30</ref> Bagaimanapun, bayangan akan kemartiran menopang umat Kristiani yang menghadapi pengadilan dan di dalam penjara, serta memperkuat iman mereka.<ref>Lane Fox, 441.</ref> Dikemas dengan janji akan kehidupan kekal, kemartiran terbukti menarik bagi segmen masyarakat pagan yang sedang berkembang yang, dengan mengutip Dodds, "jatuh cinta dengan kematian".<ref>Dodds, 135.</ref> Jika menggunakan ungkapan terkenal Tertulianus, darah para martir adalah benih Gereja.<ref>Tertullian, ''Apologeticus'' 50; Dodds, 133; MacMullen, 29&ndash;3029–30.</ref>

Pada tahun 324, Konstantinus, yang berpindah keyakinan ke dalam Kekristenan, memerintah seluruh kekaisaran seorang diri. Kekristenan menjadi penerima terbesar kemurahan hati imperial.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 48&ndash;4948–49, 208&ndash;13208–13.</ref> Para penganiaya dialihfungsikan. Sebagaimana dituliskan sejarawan J. Liebeschuetz: "Hasil akhir dari Penganiayaan Besar menyajikan suatu kesaksian bagi kebenaran Kekristenan yang tidak dapat dimenangi dengan cara lain."<ref>Liebeschuetz, 252.</ref> Setelah Konstantinus, [[Konstantinus Agung dan Kekristenan|Kristenisasi Kekaisaran Romawi]] terus berlanjut. Di bawah pemerintahan [[Theodosius I|Teodosius I]] (memerintah tahun 378&ndash;95378–95), Kekristenan menjadi [[agama negara]].<ref>Iole Fargnoli, "Many Faiths and One Emperor: Remarks about the Religious Legislation of Theodosius the Great," ''Revue Internationale des Droits de l'Antiquité'' 53 (2006): 146.</ref> Pada abad ke-5, Kekristenan merupakan keimanan yang mendominasi kekaisaran, dan mengambil peran yang sama yang dimiliki paganisme pada akhir abad ke-3.<ref>Warren Treadgold, ''A History of the Byzantine State and Society'' (Stanford: Stanford University Press, 1997), 122. See also: MacMullen, vii, and ''passim''.</ref> Bagaimanapun, karena penganiayaan, sejumlah komunitas Kristiani terbagi antara mereka yang mematuhi beberapa otoritas imperial (''traditores'') dan mereka yang menolaknya. Di Afrika, kalangan Donatis, yang memprotes pemilihan Sesilianus yang diduga ''traditor'' menjadi uskup Kartago, tetap menolak otoritas Gereja pusat sampai setelah tahun 411.<ref>Barnes, ''Constantine and Eusebius'', 56; Tilley, ''Martyr Stories'', xi.</ref> Kalangan Melitian di Mesir meninggalkan Gereja Mesir yang juga terbagi.<ref name="Leadbetter, 259"/>

Pada generasi-generasi berikutnya, baik kaum Kristiani maupun pagan akan mengenang kembali Diokletianus sebagai, dalam kata-kata teolog [[Henry Chadwick (teolog)|Henry Chadwick]], "perwujudan dari keganasan irasional".<ref>Chadwick, 179.</ref> Bagi kaum Kristiani abad pertengahan, Diokletianus adalah yang paling memuakkan di antara semua kaisar Romawi.<ref>Richard Gerberding, "The later Roman Empire," in ''The New Cambridge Medieval History'', vol. 1, ''c.500&ndash;c500–c.700'', ed. Paul Fouracre (New York: Cambridge University Press, 2005), 21.</ref> Sejak abad ke-4 dan seterusnya, kaum Kristiani akan menggambarkan penganiayaan "Besar" dalam pemerintahan Diokletianus sebagai suatu 'banjir darah'.<ref name="Curran, 50">Curran, 50.</ref> ''[[Liber Pontificalis]]'', sebuah kumpulan biografi para [[Paus (Katolik Roma)|paus]], menduga adanya 17.000 martir dalam suatu rentang waktu tiga puluh hari.<ref>''Liber Pontificalis'' 1.162; Curran, 50.</ref> Pada abad ke-4, kaum Kristiani membuat "kultus para martir" untuk menghormati mereka yang telah gugur.<ref name="B177C50">Barnes, ''New Empire'', 177&ndash;80177–80; Curran, 50.</ref> Para [[hagiografi|hagiograf]] melukiskan suatu penganiayaan yang jauh lebih ekstensif daripada kenyataan yang telah terjadi,<ref>de Ste Croix, "Aspects", 103&ndash;4103–4.</ref> dan kaum Kristiani yang bertanggung jawab atas kultus tersebut tidak terlalu bergantung pada fakta-fakta. Bagi mereka, "zaman heroik" para martir, atau "[[Era Para Martir]]", dimulai sejak naik takhtanya Diokletianus pada tahun 284, bukan tahun 303 saat masa penganiayaan sebenarnya bermula; mereka mengarang sejumlah besar cerita martir-martir (memang, kebanyakan cerita martir-martir yang masih terlestarikan adalah pemalsuan), melebih-lebihkan fakta dalam beberapa cerita, dan memperindah laporan sebenarnya dengan detail keajaiban.<ref name="B177C50"/> Dari kisah-kisah para martir yang masih terlestarikan, kisah [[Agnes]], [[Sebastianus]], [[Felis dan Adauktus]], serta [[Marselinus dan Petrus]] agak bertalian dengan sejarah.<ref name="Curran, 50"/> Laporan-laporan menurut tradisi itu pertama kali dipertanyakan pada [[Abad Pencerahan]], ketika [[Henry Dodwell]], [[Voltaire]], dan khususnya [[Edward Gibbon]], mempertanyakan laporan-laporan tradisional para martir Kristiani.<ref>David Womersley, ''The Transformation of'' The Decline and Fall of the Roman Empire, (New York: Cambridge University Press, 1988), 128, 128 n.109.</ref>

Sepanjang sejarah hidupnya, Gibbon mengisyaratkan bahwa [[Gereja perdana]] melemahkan keutamaan-keutamaan tradisional Romawi, dan karenanya mengganggu tatanan masyarakat sipil.<ref name="WT128"/> Ketika Gibbon berupaya untuk mengurangi jumlah martir dalam ''Sejarah'' karyanya, ia dianggap berniat untuk memperlemah Gereja dan menyangkal sejarah suci. Ia ditentang karena sikapnya yang, diduga, tak beragama dalam karya tulisnya.<ref>J. G. A. Pocock, ''Barbarism and Religion'', vol. 5, ''Religion: The First Triumph'' (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), ix&ndash;xiix–xi, 34; Patricia B. Craddock, ''Edward Gibbon: Luminous Historian, 1772&ndash;17941772–1794'' (Baltimore: Johns Hopkins University Press, 1989), 60&ndash;6160–61, 122.</ref> [[Richard Porson]], seorang akademisi [[klasika]] kontemporer, mencemooh Gibbon, menuliskan bahwa kemanusiaannya tidak pernah tidur, "kecuali saat kaum wanita diperkosa, ataupun [saat] kaum Kristiani dianiaya".<ref>Porson, ''Letters to Mr. Archdeacon Travis'' (1790), xxviii, qtd. in Womersley, ''Gibbon and the 'Watchmen of the Holy City': The Historian and his Reputation 1776&ndash;18151776–1815'' (New York: Oxford University Press, 2002), 184&ndash;85184–85 n.39.</ref>

Namun, beberapa sejarawan di kemudian hari menggunakan lebih jauh penekanan-penekanan Gibbon. Contohnya yang dikemukakan oleh [[G. E. M. de Ste. Croix|G.E.M. de Ste. Croix]], seorang sejarawan [[Marxisme|Marxis]],<ref>[{{Cite web |url=http://www.cpgb.org.uk/worker2/index.php?action=viewarticle&article_id=1000907 |title=''Weekly Worker'' obituary, retrieved Sept. 26, 2010] |access-date=2016-08-24 |archive-date=2011-06-08 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110608081147/http://www.cpgb.org.uk/worker2/index.php?action=viewarticle&article_id=1000907 |dead-url=yes }}</ref> pada tahun 1954: "Yang disebut sebagai Penganiayaan Besar telah dibesar-besarkan dalam tradisi Kristiani sampai suatu tingkatan yang bahkan tidak sepenuhnya dihargai oleh Gibbon."<ref>de Ste. Croix, "Aspects", 104.</ref> Pada tahun 1972, sejarawan gerejawi Protestan bernama Hermann Dörries merasa malu untuk mengakui kepada rekan-rekannya bahwa simpatinya ada pada umat Kristiani bukan pada para penganiaya mereka.<ref>Hermann Dörries, ''Constantine the Great'', trans. R.H. Bainton (New York: Harper & Row, 1972), 13 n. 11.</ref> [[William Hugh Clifford Frend|W.H.C. Frend]] menebak kalau 3.000&ndash;3000–3.500 orang Kristiani dibunuh selama masa penganiayaan.<ref>Frend, ''Martyrdom and Persecution'', 393&ndash;94393–94; Liebeschuetz, 251&ndash;52251–52.</ref> Meskipun jumlah kisah para martir yang dapat diverifikasi telah menurun, dan perkiraan total tingkat korban telah berkurang, beberapa penulis modern tidak begitu skeptis seperti Gibbon sehubungan dengan tingkat keparahan penganiayaan. Sebagaimana penulis Stephen Williams menuliskannya pada tahun 1985, "sekalipun mengizinkan [adanya] suatu batas bagi invensi, apa yang tersisa adalah cukup mengerikan. Tidak seperti Gibbon, kita hidup di suatu zaman yang telah mengalami hal-hal serupa, dan mengetahui betapa tidak sehatnya itu senyum beradab dalam ketidakpercayaan pada laporan-laporan semacam itu. Sesuatu dapat saja, menjadi, sama buruknya seperti imajinasi-imajinasi terburuk kita."<ref name="Williams, 179"/>

* [[Arnobius]]. ''Adversus Nationes'' (''Against the Heathen'') ''ca''. 295&ndash;300295–300.

* Dessau, Hermann. ''Inscriptiones Latinae Selectae'' (Berlin: Weidmann, 1892&ndash;19161892–1916)

* Eusebius of Caesarea. ''Vita Constantini'' (''The Life of the Blessed Emperor Constantine'') ''ca''. 336&ndash;39336–39.

* [[Lactantius]]. ''Divinae Institutiones'' (''The Divine Institutes'') ''ca''. 303&ndash;311303–311.

* Lactantius. ''Liber De Mortibus Persecutorum'' (''Book on the Deaths of the Persecutors'') ''ca''. 313&ndash;15313–15.

* [[Saint Optatus|Optatus]]. ''Contra Parmenianum Donatistam'' (''Against the Donatists'') ''ca''. 366&ndash;367366–367.

** Brauunsberg, David, and Roger Pearse, eds. "[http://www.ccel.org/p/pearse/morefathers/porphyry_against_christians_02_fragments.htm Porphyry, Against the Christians: Fragments] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20090301203205/http://www.ccel.org/p/pearse/morefathers/porphyry_against_christians_02_fragments.htm |date=2009-03-01 }}", in ''Selected Fathers of the Church''. 2006. Accessed June 9, 2009.

* Barnes, Timothy D. "Legislation Against the Christians." ''Journal of Roman Studies'' 58:1&ndash;21–2 (1968): 32&ndash;5032–50.

* Barnes, Timothy D. "Sossianus Hierocles and the Antecedents of the "Great Persecution"." ''Journal of Roman Studies'' 80 (1976): 239&ndash;252239–252.

* Barnes, Timothy D. "Scholarship or Propaganda? Poprphyry ''Against the Christians'' and its Historical Setting." ''Bulletin of the Institute of Classical Studies'' 39 (1994): 53&ndash;6553–65.

* Barnes, Timothy D. "Review: ''Constantine and the Bishops: The Politics of Intolerance''." ''Phoenix'' 54:3&ndash;43–4 (2000): 381&ndash;383381–383.

* Barnes, Timothy D. "Monotheists All?" ''Phoenix'' 55:1&ndash;21–2 (2001): 142&ndash;162142–162.

* Baynes, Norman H. "Two Notes on the Great Persecution." ''The Classical Quarterly'' 18:3&ndash;43–4 (1924): 189&ndash;194189–194.

* Clarke, Graeme. "Third-Century Christianity." In ''The Cambridge Ancient History, Volume XII: The Crisis of Empire'', edited by Alan Bowman, Averil Cameron, and Peter Garnsey, 589&ndash;671589–671. New York: Cambridge University Press, 2005. ISBN 0-521-30199-8

* Corcoran, Simon. ''The Empire of the Tetrarchs, Imperial Pronouncements and Government AD 284&ndash;324284–324''. Oxford: Clarendon Press, 1996. ISBN 0-19-814984-0

* Corcoran, Simon. "Before Constantine." In ''The Cambridge Companion to the Age of Constantine'', edited by Noel Lenski, 35&ndash;5835–58. New York: Cambridge University Press, 2006. Hardcover ISBN 0-521-81838-9 Paperback ISBN 0-521-52157-2

* Davies, P.S. "The Origin and Purpose of the Persecution of AD 303." ''Journal of Theological Studies'' 40:1 (1989): 66&ndash;9466–94.

* Edwards, Mark. "Christianity, A.D. 70&ndash;19270–192." In ''The Cambridge Ancient History, Volume XII: The Crisis of Empire'', edited by Alan Bowman, Averil Cameron, and Peter Garnsey, 573&ndash;588573–588. New York: Cambridge University Press, 2005. ISBN 0-521-30199-8

* Frend, W.H.C. "Prelude to the Great Persecution: The Propaganda War." ''Journal of Ecclesiastical History'' 38:1 (1987): 1&ndash;181–18.

* Frend, W.H.C. "Persecutions: Genesis and Legacy." In ''The Cambridge History of Christianity, Volume I: Origins to Constantine'', edited by Margaret M. Mitchell and Frances M. Young, 503&ndash;523503–523. New York: Cambridge University Press, 2006. ISBN 978-0-521-81239-9

* Helgeland, John. "Christians and the Roman Army A.D. 173&ndash;337173–337." ''Church History'' 43:2 (1974): 149&ndash;163149–163, 200.

* Hopkins, Keith. "Christian Number and Its Implications." ''Journal of Early Christian Studies'' 6:2 (1998): 185&ndash;226185–226.

* Keresztes, Paul. "From the Great Persecution To the Peace of Galerius." ''Vigiliae Christianae'' 37:4 (1983): 379&ndash;399379–399.

* Knipfing, J.R. "The Edict of Galerius (311 A.D.) re-considered." ''Revue Belge de Philologie et d'Histoire'' 1 (1922): 693&ndash;705693–705.

* Leadbetter, William. "From Constantine to Theodosius (and Beyond)." In ''The Early Christian World'', ed. Philip Francis Esler, 258&ndash;292258–292. London: Routledge, 2004. ISBN 978-0-415-16496-2

* Löhr, Winrich. "Some Observations on Karl-Heinz Schwarte's 'Diokletians Christengesetz'." ''Vigiliae Christianae'' 56:1 (2002): 75&ndash;9575–95

* Millar, Fergus. ''The Roman Near East, 31 B.C.&ndash;A–A.D. 337''. Cambridge, MA: Harvard University Press, 1993. Hardcover ISBN 0-674-77885-5 Paperback ISBN 0-674-77886-3

* Mitchell, Stephen. "Maximinus and the Christians in A.D. 312: A New Latin Inscription." ''Journal of Roman Studies'' 78 (1988): 105&ndash;124105–124.

* Nicholson, Oliver. "Flight from Persecution as Imitation of Christ: Lactantius' Divine Institutes IV. 18, 1&ndash;21–2." ''Journal of Theological Studies'' 40:1 (1989): 48&ndash;6548–65.

* Potter, David S. ''The Roman Empire at Bay: AD 180&ndash;395180–395''. New York: Routledge, 2005. Hardcover ISBN 0-415-10057-7 Paperback ISBN 0-415-10058-5

* Rives, J.B. "The Decree of Decius and the Religion of the Empire." ''Journal of Roman Studies'' 89 (1999): 135&ndash;154135–154.

* de Sainte-Croix, G.E.M. "Aspects of the Great Persecution." ''Harvard Theological Review'' 47 (1954): 75&ndash;11375–113.

* de Sainte-Croix, G.E.M. "Why Were the Early Christians Persecuted?" ''Past & Present'' 26 (1963): 6&ndash;386–38.

* Schott, Jeremy M. "Porphyry on Christians and Others: "Barbarian Wisdom," Identity Politics, and Anti-Christian Polemics on the Eve of the Great Persecution." ''Journal of Early Christian Studies'' 13:3 (2005): 277&ndash;314277–314.

* Sherwin-White, A.N. "The Early Persecutions and Roman Law Again." ''Journal of Theological Studies'' 3:2 (1952), 199&ndash;213199–213.

* Tilley, Maureen A. "North Africa." In ''The Cambridge History of Christianity, Volume I: Origins to Constantine'', edited by Margaret M. Mitchell and Frances M. Young, 381&ndash;396381–396. New York: Cambridge University Press, 2006. ISBN 978-0-521-81239-9

* Woods, David. "Two Notes on the Great Persecution." ''Journal of Theological Studies'' 43:1 (1992): 128&ndash;134128–134.

* Woods, David. "'Veturius' and the Beginning of the Diocletianic Persecution." ''[[Mnemosyne (journal)|Mnemosyne]]'' 54:5 (2001): 587&ndash;591587–591.