Kadipaten Dayeuhluhur: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Cakkavatti (bicara | kontrib) Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
|||
(34 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Referensi}}
'''Kadipaten Dayeuhluhur''' adalah sebuah [[kerajaan]] kecil atau [[keadipatian]] atau [[kadipaten]] yang berlokasi di [[Kecamatan]] [[Dayeuhluhur, Cilacap|Dayeuhluhur]] sekarang dengan wilayah meliputi bagian barat [[Kabupaten Cilacap]] sekarang.
Kadipaten Dayeuhluhur merupakan cikal bakal dari Kabupaten Cilacap itu sendiri.
==
▲Pada tahun 1475, Kadipaten Dayeuhluhur, adalah sebuah kerajaan yang merdeka dengan diperintah oleh seorang raja yang berkedudukan di [[Istana Salangkuning]].
Kerajaan Dayeuhluhur adalah pecahan dari Kerajaan Pasirluhur.
Raja yang pertama dan terkenal adalah [[Gagak
== Kerajaan Dayeuhluhur
{{Referensi}}
a. Arya Gagak Ngampar
Sekitar tahun
1. Latar Belakang Arya Gagak Ngampar
Dalam ceritera [[Babad Pasirluhur]], pada awalnya Dayeuhluhur merupakan salah satu wilayah dari [[Kadipaten Pasirluhur]] yang dipimpin oleh adipati Kandadaha. Pada saat putri kandadaha yang terakhir yang bernama Dewi Ciptoroso (anak adipati kandadaha berjumlah 25 orang semuanya putri) dilamar oleh Prabu Pulebahas,
Bahwa pada tahun 1375 Raja Pajajaran Prabu Linggabuana bersama istri dan anaknya Dyah Ayu Pitaloka dan seluruh prajurit yang mengiringinya gugur dalam perang Bubat akibat tipu muslihat Mahapatih Majapahit [[Gadjah Mada]] yang
Patih Bunisora adalah Mangkubumi Suradipati atau Prabu Kuda Lalean atau Batara Guru Jampang (dalam babad Panjalu, ia dimakamkan di Geger Omas). Pada tahun 1371 Putra Mahkota naik tahta dengan nama Niskala Wastu Kencana sebagai raja Pajajaran ke 26 sampai dengan tahun 1475. {{fact}} Prabu Niskala Wastu Kencana menikahi saudara sepupunya anak dari Buni sora yaitu Dewi Mayangsari dan dikarunia anak bernama Dewa Niskala dan Ki Gedeng Sindangkasih. Perkawinan kedua dengan Dewi Lara Sukarti dikaruniai anak bernama Susuk Tunggal. Pemerintahan Niskala Wastu Kencana 1371-1475 (105 tahun) mengalami kejayaan, sehingga diberi gelar PRABU WANGISUTAH raja yang meneruskan keharuman ayahandanya prabu wangi, sebaliknya selama dekade itu Majapahit mengalami perang saudara (paregreg) dan perebutan kekuasaan antara Brawijaya V dan VI dan munculnya kerajaan Demak yang melemahkan Majapahit. Pada tahun 1475 Pajajaran dibagi 2 kerajaan untuk kedua anaknya, Kerajaan Sunda untuk Prabu Susuk Tunggal dan Kerajaan Galuh Untuk Prabu Dewa Niskala. Pada saat Prabu Niskala Wastu Kencana masih berkuasa, Susuk Tunggal telah memiliki putri bernama Kentringmanik mayang sunda dan Amuk marugul, sedangkan Dewa Niskala telah memiliki putra bernama PAMANAH RASA yang menjadi cucu kesayangan Niskala Wastu Kencana.
Pamanah Rasa sangat sakti dan mewarisi ilmu dan kebijaksanaan kakeknya, ia menikahi sepupunya putri Ki GedengKasih yang bernama Dewi Ambetkasih dan memiliki 3 orang anak, Banyak Cotro, Banyak Ngampar dan Dewi Ratna Pamekas. Karena Dewi Ambetkasih meninggal Pamanah rasa mengawini gadis muslim Dewi Subanglarang saat diutus kakeknya menghancurkan Pondok Quro (kawasan ponpes syech Hasanudin di Kerawang yang bermazhab Hanafi) alih-alih menghancurkan pondok malah menikah dengan salah satu santriwatinya Dewi Subanglarang yang merupakan anak dari Ki Gedeng Tapa Cirebon. Dari perkawinanannya dengan gadis muslimah melahirkan 3 anak muslim yaitu anak pertama bernama Walangsungsang yang menjadi Adipati Cirebon dengan nama Pangeran Cakrabuana, anak kedua putri Rara Santang yang menikah dengan raja Mesir menurunkan Sunan Gunung Jati dan anak ketiga Raja sangara atau Kian Santang yang menjadi Senopati Perang Cirebon dan akhirnya menjadi wali penyebar Islam dengan nama Sunan Godog. Perkawinan ini menyalahi perintah sang Kakek sehingga berlangsung di luar istana, saat kembali ke istana Pamanah rasa dinikahkan dengan sepupunya putri Prabu Susuk Tunggal raja Sunda, Dewi Kentringmanik Mayang sunda dengan janji kelak anak yang lahir harus menjadi putra mahkota jika kelak Pamanah rasa menjadi Raja Galuh menggantikan Dewa Niskala (perjanjian ini tidak diketahui oleh anak-anak lainya dari istri pertama Banyak Cotro, Banyak Ngampar, Ratna Pamekas). Dari perkawinanya dengan Mayang Sunda dikarunia anak lelaki bernama Banyak Blabur dan Surasowan yang menjadi adipati Banten dan anak putri Surawati yang menikah dengan adipati Sunda Kelapa. Pada tahun 1482 Bangsawan Majapahit utamanya saudara-saudara Brawijaya V, diantaranya adiknya Arya Baribin dan rombongan mengungsi ke Galuh, diterima Dewa Niskala dan Arya Baribin dinikahkan dengan cucunya / anak Pamanah rasa, Dewi Ratna Pamekas, dan Dewa Niskala menikahi salah satu putri pelarian Majapahit yang telah memiliki tunangan, hal ini dianggap sebagai pelanggaran berat atas pamali dari dampak Perang Bubat menikahi putri Majapahit dan menikahkan putrinya dengan pria Majapahit serta menikahi orang yang sudah bertunangan. Sebagai hukuman, Dewi Ratna Pamekas dan Arya Baribin diungsikan keluar istana dan Dewa Niskala harus turun tahta dan digantikan oleh Pamanah Rasa dengan permaisurinya Dewi Kentringmanik Mayang Sunda. Karena Amuk Marugul satu-satunya anak lelaki dari Susuk Tunggal telah tewas di tangan Pamanah Rasa saat memperebutkan Dewi Subang Larang di Kerawang saat penyerbuan Pondok Quro (keduanya jatuh cinta pada Dewi Subanglarang sehingga terjadi perang tanding) maka Susuk Tunggal memberikan tahta sunda kepada Pamanah Rasa menantunya, sehingga Pamanah Rasa Menyatukan Kembali sunda dan Galuh menjadi Pajajaran Baru.
Penobatan Pamanah Rasa tahun 1482 dengan Gelar Prabu JAYADEWATA, karena kepemimpinannya yang memajukan Pajajaran sangat pesat maka dijuluki sebagai PRABU SILIHWANGI, artinya raja yang menggantikan dan meneruskan kejayaan Prabu Wangi dan Prabu Wangisutah (Kakek dan buyutnya).Kata silihwangi secara aksen berubah menjadi Siliwangi. Ketiga anak Pamanahrasa dari Dewi Subanglarang yang menikah di luar istana dan beragama islam tidak akan menjadi putra mahkota dan kesemuanya telah mendirikan dinasti sendiri membuat kerajaan Cirebon dan Banten,
Tinggalah 3 orang calon putra mahkota yaitu Banyak Cotro, Banyak Ngampar dan Banyak Blabur. Saat ketiganya membawa masing-masing 40 putri boyongan, Siliwangi menerima ketiga calon putra mahkota dan mengajukan syarat disamping 40 putri boyongan maka putra mahkota harus berbadan mulus dan tanpa cacat, karena Banyak Cotro dan Banyak Ngampar tubuhnya terluka saat peperangan di Pasir luhur maka putra mahkota jatuh kepada Banyak Blabur (sebagai suatu siasat untuk memenuhi janji kepada Susuk Tunggal dan Dewi Kentringmanik Mayangsunda). Keputusan ini menyebabkan ketiga anak dari istri Pamanah rasa Dewi Ambetkasih itu (Banyak Cotro dan Banyak Ngampar) serta Dewi Ratna Pamekas yang dihukum usir dari istana karena dinikahkan dengan arya Baribin Pandita putra, ketiganya meninggalkan Pajajaran dan kembali ke Pasir Luhur. Oleh mertuanya Kandadaha, Banyak Cotro diangkat menjadi Adipati Pasir luhur dan menurunkan adipati Pasir Luhur Selanjutnya. Banyak Cotro kemudian mengangkat Banyak Ngampar menjadi Adipati Dayeuhluhur sebagian wilayah Pasir luhur di Barat yang kelak menurunkan keturunan Dayeuhluhur dan menempatkan serta menerima Ratna Pamekas dan Arya Baribin yang kelak menurunkan Adipati Mrapat (Joko Kaiman) sebagai leluhur para adipati Banyumas. Dari ketiga kakak beradik inilah kelak menurunkan para leluhur orang-orang di wilayah [[Banyumas]] dan Dayeuhluhur serta Cilacap melalui perkawinan antar saudara diantara mereka. Rangkaian peristiwa ini diperkirakan terjadi tahun 1485-1490.
2.
Raden Banyak Ngampar alias Arya Gagak Ngampar alias Panembahan Haur yang menikahi Dewi Purwati atau Dewi Peringgi atau Panembahan Biang (adik Pule Bahas, Putri Boyongan dari Nusakambangan) dikarunia 2 anak yaitu anak lelaki bernama Candi Kuning dan anak Putri bernama Dewi Ratnasari atau Niken Rantamsari, dan mendirikan astana di Salangkuning Dayeuhluhur. Arya Gagak Ngampar berbesanan dengan Kakaknya Arya Kamandaka (Banyak Cotro) dengan menikahkan putrinya Niken Rantamsari dengan Banyak Wirata yang menjadi Adipati Pasir Luhur kelak menggantikan ayahnya Kamandaka. Candi Kuning Menggantikan Gagak Ngampar menjadi adipati Dayeuhluhur Dengan Nama Adipati [[Arya Gagak Ngampar II]]
== Dayeuhluhur Masa Islam Awal ==
Pada Pemerintahan Adipati Banyak Belanak di Pasirluhur, Demak mengutus Pangeran Makdum Wali untuk menundukan Pasir luhur agar masuk Islam dan tunduk di bawah kekuasaan Demak, Adipati Banyak Belanak dan Patih Banyak Geleh tunduk dan menjadi murid kinasih Syech Makdum Wali dan menjadi penyebar agama Islam di [[Jawa Timur]] sampai ke Malang,Madiun, Majapahit, keberhsilannya dianugerahi Raja Demak [[Sultan Trenggono]] dengan Sebutan Pangeran Senopati Mangukubumi I untuk Banyak Belanak.
Baris 43 ⟶ 41:
. Sementara itu di Dayeuhluhur pada masa Candilaras (Adipati Arya Gagak Ngampar III), karena Pasirluhur tunduk di bawah kekuasaan [[Demak]], maka Dayeuhluhur pun berada dalam kekuasaan koalisai Demak dan [[Cirebon]]. Pada saat inilah terjadi peralihan keyakinan agama Hindu Budha menjadi Islam bagi para Penguasa maupun masyarakatnya. Candilaras berputra 3 yaitu Ki Hadeg Cisagu, Ki Hadeg Cibungur dan Dewi Santang. Pada saat Candilaras berusia 65 tahun pada tahun 1526 Dewi Santang dinikahkan dengan adipati Wirasaba yang beragama islam yaitu adipapati Surawin/adipati Suratin.
Pada saat Banyak Belanak (Senopati Mangkubumi I Demak) bersama syech Makdum Wali ditugaskan menyebarkan Islam ke wilayah barat mampir di Sidareja Penyarang bertemu dengan saudaranya Ki Hadeg Cisagu beserta anaknya Kyai Arsagati dan menantunya Ki Ranggasena, lalu melanjutkan penyebaran islam ke Jawa Barat. Karena Wilayah Banten sudah diislamkan oleh Sultan Hasanudin maka tugas Banyak Belanak cukup sampai di daerah Citarum kemudian kembali ke Pasir luhur, sesampainya di Pasir Luhur
3. Kerajaan Dayeuhluhur masa Galuh Pakuan Kawali
Baris 49 ⟶ 47:
Di akhir masa kepemimpinan Candilaras, Kerajaan Demak setelah Sultan Trenggono wafat th 1546, Demak mengalami kemunduran akibat perselisihan saudara, sehingga daerah bawahan Demak Cirebon banyak yang memberontak dan melakukan ekspansi, dalam hal ini Galuh-Kawali melepaskan diri dari Demak dan mengekspansi Dayeuhluhur sehingga kadipaten Dayeuhluhur dibubarkan dan wilayahnya sebagian besar masuk ke Galuh-Kawali. Anak-anak Candilaras yaitu Kihadeg Cisagu yang berpindah ke Penyarang Desa Kunci Sidareja menjadi tetua di daerah itu dan menjadi ulama penyebar agama islam memiliki putra Kyai Arsagati dan seorang putri, sedangkan ki hadeg Ciluhur berpindah ke Majenang menjadi tetua dan ulama berputra ki Ranggasena dan seorang putri. Kakak beradik Kihadeg Cisagu dan Ki hadeg Ciluhur menikahkan kedua putra putrinya secara silang. Kyai Arsagati menikahi putri perempuan Ki Hadeg Ciluhur dan Ki Ranggasena menikahi putri Ki hadeg Cisagu dan bermukim di Penyarang bersama mertuanya. Pada masa keruntuhan Demak dan berganti menjadi [[Pajang]] wilayah kekuasaannya hanya sampai Banyumas dan tidak sampai ke Dayeuhluhur.
== Pertempuran Salebu ==▼
==Dayeuhluhur Masa jadi Bawahan Kerajaan Mataram==▼
Pada zaman pengembangan kekuasaan oleh [[Kesultanan Mataram]] di Tanah Jawa, Pada tahun 1595 Kerajaan Dayeuhluhur tidak luput dari serangan oleh [[Panembahan Senopati]], pada waktu itu Kerajaan Dayeuhluhur dan sekutunya mengalami kekalahan telak pada [[Pertempuran Salebu]], yang membuat istana Candi Kuning, Gunung Padang habis dibakar menjadi abu (Salebu=habis menjadi abu), dan akhirnya Kerajaan Dayeuhluhur turun statusnya menjadi sebuah Kadipaten taklukan dari Mataram, dengan adipati pertama adalah Adipati Wirapraja yang masih keturunan keraton Mataram.▼
Konon dari kepahitan akibat kekalahan dalam pertempuran Salebu inilah berawal perasaan benci dan dendam orang-orang Dayeuhluhur dan anak cucunya terhadap pemerintahan yang bermental penjajah.▼
Sehingga sampai saat ini banyak tempat di Dayeuhluhur yang tidak boleh dikunjungi pejabat pemerintah.▼
Dan rahasia kekalahan pertempuran ini tersimpan rapat pada para [[juru kunci]] di petilasan-petilasan yang ada di Dayeuhluhur.▼
▲== Dayeuhluhur Masa jadi Bawahan Kerajaan Mataram ==
Ketika Pajang runtuh dan berdiri kerajaan Mataram di bawah [[Panembahan Senopati]], Mataram melakukan ekspansi sampai ke [[Jawa Barat]] dan meruntuhkan [[Galuh]] Kawali tahun 1595.
Baris 55 ⟶ 61:
1. Kyai Ngabehi Arsagati
Ketika Panembahan Senopati sampai di Penyarang (daerah Sidareja) Panembahan Senopati mengangkat Ranggasena menjadi Rangga di Penyarang dan Karena Panembahan Senopati terkesima oleh kanuragan dan kefasihan berbahasa Jawa dan Sunda dari Kyai Arsagati yang sudah berusia 71 tahun, maka Panembahan Senopati berkenan menghidupkan lagi Kadipaten Dayeuhluhur menjadi wilayah Mataram mancanegara kilen
Kyai Ngabehi Arsagati berputra 2 yaitu Kyai Ngabehi Raksagati dan Kyai Warga Jaya alias Kyai Ciptagati. Sareyan Kyai Ngabehi Arsagati berada di Karangbirai Dayeuhluhur.
Baris 63 ⟶ 69:
Kyai Ngabehi Raksagati menggantikan ayahnya menjadi Adipati Dayeuhluhur ke 5, berputra Kyai Ngabehi Raksapraja/Reksapraja/Arsapraja.
Pada masa Raksagati inilah wilayah Jawa Barat telah banyak dikuasai oleh VOC, sehingga timbul pemberontakan para pendekar silat dari Jampang yang dipimpin pangeran Panjalu H.Alit Perwitasari. Catatan Dr.F.De Hans Belanda menyebutkan bahwa Perwitasari yang di Jawa dikenal dengan PRAWATA SARI melakukan pemberontakan dan bekali-kali memporakporandakan Batavia, ia dijadikan buron oleh VOC dan diperintahkan kepada seluruh Bupati di seluruh Priangan untuk menangkapnya dengan iming-iming hadiah. Perwitasari kemudian memindahkan pergerakannya ke Jawa Tengah dan dengan tipu muslihat VOC dapat menangkap di Kartasura dan dibunuh di Dayeuhluhur dan dimakamkan di palalangon dikenal sebagai makam pangeran Panjalu bersebelahan dengan makam Kyai Ngabehi Raksagati meskipun tahun meninggalnya Kyai Ngabehi Raksagati jauh lebih tua dari pangeran Panjalu H.Alit Perwitasari 12 Juli 1707.
3. Kyai Ngabehi Raksapraja
Dalam Naskah berbahasa
Pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun Wawu (jika dikonversikan ke tahun masehi kisaran tahun 1681) Kyai Ngabehi Raksapraja diangkat menjadi Adipati Dayeuhluhur oleh Sunan Kartasura (
== Kadipaten Dayeuhluhur Masa jadi Bawahan Kartasura ==
Bupati Dayeuhluhur Kyai Ngabehi Raksapraja mendapat ''anugerah'' selir [[Amangkurat II]] yang sedang hamil 5 bulan untuk diperistri dan tidak dicampuri sampai bayinya lahir. Setelah bayi lahir dan berumur 7 tahun diminta untuk magang pendidikan di Kraton Kartasura dan diberi nama Ngabehi WIRAPRAJA yang kemudian menggantikan ayah tirinya yang masih hidup untuk menjadi Bupati Dayeuhluhur mulai tahun 1698.
Pada saat ini (th 1705) wilayah Dayeuhluhur dikurangi luasnya (dikurangi Distrik Madura) hal tersebut terjadi karena
Setelah Sunan Puger kembali ke Kartasura dengan bantuan VOC mengalahkan [[Amangkurat III]] dan bertahta dengan gelar [[Pakubuwono I]], pada tanggal 5 Oktober 1705 diadakan perjanjian antara Kerajaan Mataram dan Kompeni di Kartasura, sebagai upah atas bantuannya menyelesaikan masalah perebutan kekuasaan di lingkungan Kerajaan Mataram, sebagian wilayah Pulau Jawa diserahkan VOC
Sebelah Tenggara Gunung Serangan Ke Galuh
Pada periode ini, wilayah Priangan telah tunduk pada VOC sehingga membuat geram Prabu [[Pakubuwono II]] dan mengutus Bupati Banyumas (Yudanegara II
▲Pada periode ini, wilayah Priangan telah tunduk pada VOC sehingga membuat geram Prabu Pakubuwono II dan mengutus Bupati Banyumas (Yudanegara II ) dan Bupati Dayeuhluhur (Ngabehi Wirapraja) untuk menyerang Priangan dan Cirebon Selatan. Sampai akhirnya di Ciancang terjadilah Tragedi Ciancang yang porak poranda dan banjir darah oleh serangan Banyumas dan Dayeuhluhur sehingga orang Jawa Mengatakan banjir darah berbau amis (anyir) sehingga dinamakan dengan Ciamis. Galuh akhirnya meminta bantuan VOC dan daerah underbow VOC untuk mengusir perusuh Banyumas tersebut dan pasukan Banyumas dan Dayeuhkuhur dapat dikalahkan dan Ngabehi Wirapraja gugur di Ciancang tahun 1740 dan dimakamkan di pesareyan kulon dusun Cipancur Dayeuhluhur meninggalkan banyak anak-anak yang masih kecil yang diasuh bapak tirinya Rakspraja. Meskipun anaknya banyak catatan dalam silsilah kebanyakan hanya mampu mencatat 3sampai 4 anak, kecuali catatan dari Majenang dan Purwokerto yang menyebutkan dapat mencatat 5 anak-anak dari Ngabehi Wirapraja sbb :
1. Ngabehi Wiradika I
Baris 117 ⟶ 101:
Sambil menunggu putra putrinya dewasa pemerintahan Kadipaten Dayeuhluhur dijalankan lagi oleh Ngabehi Reksa Praja 1740 s/d 1755. Ngabehi Raksapraja ini memang tokoh yang fenomenal, beliau berumur panjang dan sangat luwes. Saat meninggalnya dimakamkan di sareyan Kulon Cipancur Dayeuhluhur.
Karena tahun 1742 terjadi [[pemberontakan Cina]] yang menghancurkan Keraton Kartasura, Pakubuwono II tahun 1745 memindahkan Keraton Kartasura ke Surakarta. Selanjutnya terjadi pemberontakan RM.Sudjadi (P.Mangkubumi) dikenal dengan Perang Jawa. Pakubuwono II menandatangani Perjanjian Penyerahan Kerajaan (Act of Cession) pada tanggal 11 Desember 1749 tentang penyerahan kedaulatan kepada Kompeni dan perlindungan semua putera Susuhunan. Pada tanggal 15 Desember 1749, Putera Mahkota yang baru berusia 16 tahun dinobatkan menjadi Susuhunan Pakubuwono III. Beliau menyadari jika pengangkatannya bukan karena keturunan, tetapi karena Kompeni menunjuknya. Sejak itu secara de jure Surakarta menjadi vassal Kompeni. Dengan demikian daerah termasuk Kabupaten Dayeuhluhur seluruhnya secara de jure di bawah kekuasaan Kompeni, akan tetapi karena Kompeni memerintah secara tidak langsung melalui Kerajaan Mataram, maka secara de facto perubahan kekuasaan itu tidak terasa.
Setelah [[perang Jawa]] (perang Mangkubumi) berlangsung lama (1746-1755) Di Gianti, pada tanggal 13 Februari 1755 sesuai perjanjian 11 Desember 1749 (Acte van afstand en overgave van het Mataramsche rijk van Pakubuwono II), Kompeni menyerahkan separuh Kerajaan Mataram kepada Pangeran Mangkubumi dengan nama dan gelar Sultan Hamengkubuwono I, Sultan Yogyakarta. Palihan Nagari yaitu Kerajaan Mataram menjadi Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta. Kerajaan Surakarta meliputi sebagian besar daerah Mancanegara Kulon dan setengah masing masing daerah Agung, sedangkan Kerajaan Yogyakarta sebaliknya. Dengan demikian akan timbul perselisihan
Setelah Perjanjian Giyanti, secara de facto Kabupaten
== Kadipaten Dayeuhluhur Masa Penjajahan Belanda (Masa Surakarta) ==
Pada tahun 1755 setelah dewasa dan cukup umur, anak pertama Wirapraja yaitu Ngabehi Wiradika I menjadi Bupati Dayeuhluhur dan menikah dengan putri dari Tegal namun tidak berputra alias Ngabehi Tutup/gaboeg. Tahun 1788 Wiradika I dituduh berbuat makar dan diasingkan ke Ponorogo. Karena ia tidak berputra maka kedudukan Bupati selanjutnya digantikan oleh kepononkannya (anak pertama dari Rangga Wirasraya I) dengan gelar Wiradika II
Kyai Ngabehi Wiradika II menjabat Bupati Dayeuhluhur selama 2 periode pada masa yang berbeda. Untuk periode I tahun 1788 s/d 1799, karena dianggap kurang cakap maka tahun 1799 beliau diperintahkan magang di Keraton Surakarta dengan nama Ngabehi Wirasentika, saat magang dinikahkan dengan putri dari Tumenggung Wiraguna II (Bupati Penumping Kraton Surakarta). Periode II
Saat Wiradika II magang, th 1799 diangkat Raden Ngabehi Dipawikrama menjadi Bupati Dayeuhluhur. Dipawikrama berasal dari Purbalingga (trah Arsantaka) beliau diangkat jadi Bupati Dayeuhluhur sebagai kompensasi atas pemecatan kakaknya Ngabehi Dipakusuma I sesama trah Arsantaka. Namun sayang Dipawikrama pun tidak sampai setahun menjabat, karena dituduh membunuh patihnya (Rangga Wirasraya II), Dipawikrama akhirnya dipecat dari jabatan Bupati Dayeuhluhur.
Sebagai ganti Dipawikrama maka ditunjuk R.Tmg.Wiraguna (orang berbeda tapi nama yang sama dengan Bpt.Penumping), ia adalah kakak beda ibu dengan Bupati Banyumas Ngabehi Cakrawedana I. Adik putri dari R.Tmg.Wiraguna menikah dengan Tumenggung Wiraguna II (Bupati Penumping Kraton Surakarta). Pada masa R.Tmg.Wiraguna 1799-1812 Kabupaten Dayeuhluhur
Sebagai ganti Dipawikrama yang meninggal 1812 maka ditunjuk anaknya R.Tmg.Wiranagara sampai meninggalnya tahun 1824, setelah itu Kabupaten Majenang dihapuskan (lihat dualisme kepemimpinan)
Setelah masa magang dianggap cukup dan karena perikatan perkawinana dengan putri Tumenggung Wiragauna II (yang juga menikah dengan adik Wiraguna Bupati Majenang), maka tahun 1803 Wiradika II (Wirasentika) kembali diangkat menjadi Bupati Dayeuhluhur di Majenang sehingga terjadi dualism kepemimpinan
6
Untuk menggantikan kedudukan ayahnya Wiradika II yang meninggal, ditunjuklah putranya yang ke 8 yaitu Wiradika III (putra dari putri Tmg.Wiraguna II) sebagai Bupati Dayeuhluhur dan menjadi 2 pemimpin bersama Wiranagara sampai tahun 1824. Ketika Wiranaga meninggal th 1824 Kabupaten Majenang dilebur dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Dayeuhluhur dengan
Tahun 1825-1830 terjadi Perang Diponegoro, yang dimulai pada tanggal 20 Juli 1825 bisa dikatakan berakhir pada tanggal 28 Maret 1830 sehari setelah Lebaran, dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro ketika tertipu dalam perundingan dengan Jendral de Kock di rumah Residen Kedu, Mr. Valck di Magelang.Perlawanan terakhir Pasukan Diponegoro terdapat di perbatasan daerah Dayaluhur dan Banyumas yang dipimpin oleh Demang Ajibarang Singadipa.
Baris 159 ⟶ 143:
Setelah Susuhunan Pakubuwono VII berkuasa, pada tanggal 22 Juni 1830, Pemerintah Hindia Belanda mengadakan perjanjian baru dengan Susuhunan Pakubuwono VII . Mancanegara diserahkan pada Pemerintah Hindia Belanda yang akan membayar sebesar f 204.000 / tahun sebagai ganti rugi dan Susuhunan akan diminta pendapat dalam hal pengangkatan para bupati.
Dengan demikian sejak tanggal 22 Juni 1830 kekuasaan Kerajaan Surakarta tamat di daerah mancanegara termasuk Dayeuhluhur, Jaman Jawa diganti Jaman (penjajahan) Belanda. Adapun wilayah Dayaluhur saat itu
Pemerintahan Surakarta Tamat
Pada tanggal 14 Oktober 1830 diusulkan agar Tanah Madura digabungkan dengan Dayaluhur dengan ibukota Majenang yang jaraknya hanya 12 pal (sekitar 18 km) dan batas Dayaluhur agar dimekarkan ke arah barat sampai Sungai Cijulang, sehingga pemasaran komoditas export menemukan jalan keluar melalui sungai sungai tersebut dari pada melalui Cirebon yang bergunung gunung dan berjarak 81 pal (sekitar 121,5 km). Atas usul Mr. Vitalis berdasar kepentingan ekonomis, maka batas barat Kabupaten Cilacap yang sekarang ini tidak lagi merupakan batas alamiah etnis seperti diutarakan ahli bahasa Mr. Kern tentang batas Kerajaan Mataram dan Kompeni berdasar perjanjian tahun 1705 di Kartasura. Oleh Karena itu sampai sekarang bagian barat Kabupaten Cilacap dihuni oleh penduduk berbahasa Sunda.Dalam Nota Pembagian Wilayah Baratlaut yang dilaporkan Asisten Residen Vitalis kemudian, daerah Banyumas Baratlaut dibagi menjadi 2 Afdeling yaitu Ajibarang dan Dayaluhur. Sebagai ilustrasi cacah jiwa daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap pada tahun 1830, dikutipkan dari nota tersebut cacah jiwa Dayaluhur:▼
▲Pada tanggal 14 Oktober 1830 diusulkan agar Tanah Madura digabungkan dengan Dayaluhur dengan
Distrik Kampung Rumah Tangga Penduduk
Baris 181 ⟶ 167:
Jumlah 485 7086 35869
Luas daerah Dayaluhur boleh dikatakan tidak mengalami perubahan selama pergantian kekuasaan Kerajaan Demak (1478-1546), Pajang (1546-1587), Mataram (1587-1755) dan Surakarta (1755-1830). Daerah Dayaluhur, sejak tahun 1816
Sesuai dengan surat keputusan Gubernur Jendral Mr. J. G. van den Bosch tanggal 18 Desember 1830 no. 1, maka Mr. P.H. van Lawick van Pabst, Komisaris Tanah Tanah Kerajaan yang diambil alih di Semarang pada tanggal 20 April 1830 menyusun batas batas Kabupaten Dayu Luhur sebagai berikut
a. Batas selatan
b. Batas barat
c. Batas utara
d. Batas timur
Jadi pada waktu itu Kabupaten Dayu Luhur merupakan daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap sebelah barat Sungai Serayu, sedangkan daerah cikal bakal sebelah timur Sungai Serayu (ex Kawedanan Kroya) masih termasuk Kabupaten Banyumas.(Amuttetz, J.E.Z., Kort Verslag der Rivier Serajoe in de Residentie Banjoemaas en het Terrein Telatjap 1831, Pekalongan, den 15 April 1831, ANRIJ dan Bijlagen van het Resolutie, Bundel Besluit den 22 Augustus 1831 no 1, ANRIJ)
Baris 197 ⟶ 183:
Pejabat Pejabat Eropa Afdeling Ajibarang:
Kabupaten Dayu Luhur bersama Kabupaten Ajibarang merupakan satu Afdeling Ajibarang dengan
Pejabat pejabat pribumi Kabupaten Dayu Luhur:
Baris 205 ⟶ 191:
Polisi Umum Dayu Luhur yang pertama adalah:
a. Regent
b. Patih
c. Kliwon
d. Mantri
e. Jaksa
f. Penghulu
g. Jurutulis regent f 15
Baris 221 ⟶ 207:
h. 6 orang Jaga Karsa gaji f 6
Polisi Distrik Majenang
a. Wedana
b. Mantri
c. Jurutulis gaji f 12
Baris 231 ⟶ 217:
d. 5 orang Jaga Karsa gaji f 6
Polisi Distrik
a. Wedana
b. Mantri
c. Jurutulis gaji f 12
Baris 241 ⟶ 227:
d. 6 orang Jaga Karsa gaji f 6
Polisi Distrik Pegadingan
a. Wedana
b. Mantri
c. Jurutulis gaji f 12
Baris 251 ⟶ 237:
d. 7 orang Jaga Karsa gaji f 6
Polisi Distrik Jeruklegi
a. Wedana
b. Mantri
c. Jurutulis gaji f 12
Baris 263 ⟶ 249:
Sebab penduduk di Kabupaten Dayu Luhur jarang, maka gaji pegawai kabupaten tersebut lebih sedikit daripada gaji pegawai di kebupaten lain.
Sebagai contoh perbandingan gaji pegawai Polisi Distrik Ayah (Adireja), cikal bakal ex Kawedanan Kroya yang pada waktu itu termasuk Kabupaten Banyumas
a. Wedana
b. Mantri
c. Jurutulis gaji f 15
Baris 273 ⟶ 259:
d. 4 orang Jaga Karsa gaji f 8
Batas batas 4 distrik dalam Kabupaten Dayu Luhur
a. Distrik Dayu Luhur
b. Distrik Majenang
c. Distrik Pegadingan
d. Distrik Jeruklegi
Disamping itu, para pejabat baru Kabupaten Dayu-Luhur Afdeling Ajibarang adalah tetap para pejabat ex Negeri Dayu-Luhur Kerajaan Surakarta, oleh karena itu wajar apabila mereka secara tidak terduga semula merasa mendapatkan promosi dalam bidang kewenangan dan pendapatan, karena memang Negeri Dayu-Luhur sudah sejak abad XV berkuasa di daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap sebelah barat Sungai Serayu.
== Pembubaran Kabupaten Dayeuhluhur oleh Belanda ==
Karena dianggap membela
Dengan surat Asisten Residen Ajibarang pada tanggal 24 Oktober 1831 no 184, Bupati Ajibarang diberi kuasa Kabupaten Dayu-Luhur. Lowongan jabatan Bupati Dayu-Luhur ditiadakan. Oleh karena itu Kabupaten Dayu-Luhur yang baru 2 bulan dikukuhkan, merosot statusnya menjadi Kepatihan (Pattehschap) Dayu-Luhur Kabupaten Ajibarang, yang dipimpin oleh Mas Kramayuda.
Baris 295 ⟶ 281:
Wilayah Kadipaten Dayeuhluhur yang berpusat di Istana Salangkuning pada masa jayanya jauh lebih luas dari Kecamatan Dayeuhluhur sekarang, meliputi wilayah [[Majenang, Cilacap|Majenang]] di Candi Kuning [[Gunung Padang]], [[Salebu, Majenang, Cilacap|Salebu]] yang di perintah oleh Pangeran Ki Hadeg Ciluhur dan [[Sidareja, Cilacap|Sidareja]] di daerah Candi Laras, Kunci yang diperintah oleh Ki Hadeg Cisagu kedua pangeran tersebut adalah Putra Mahkota dari Gagak Ngampar.
▲== Pertempuran Salebu ==
▲Pada zaman pengembangan kekuasaan oleh [[Kesultanan Mataram]] di Tanah Jawa, Pada tahun 1595 Kerajaan Dayeuhluhur tidak luput dari serangan oleh [[Panembahan Senopati]], pada waktu itu Kerajaan Dayeuhluhur dan sekutunya mengalami kekalahan telak pada [[Pertempuran Salebu]], yang membuat istana Candi Kuning, Gunung Padang habis dibakar menjadi abu (Salebu=habis menjadi abu), dan akhirnya Kerajaan Dayeuhluhur turun statusnya menjadi sebuah Kadipaten taklukan dari Mataram, dengan adipati pertama adalah Adipati Wirapraja yang masih keturunan keraton Mataram.
▲Konon dari kepahitan akibat kekalahan dalam pertempuran Salebu inilah berawal perasaan benci dan dendam orang-orang Dayeuhluhur dan anak cucunya terhadap pemerintahan yang bermental penjajah.
▲Sehingga sampai saat ini banyak tempat di Dayeuhluhur yang tidak boleh dikunjungi pejabat pemerintah.
▲Dan rahasia kekalahan pertempuran ini tersimpan rapat pada para [[juru kunci]] di petilasan-petilasan yang ada di Dayeuhluhur.
== Akhir Kerajaan dan Kadipaten ==
Setelah ditaklukan Mataram, Kerajaan Dayeuhluhur setatusnya diturunkan menjadi Kadipaten Dayeuhluhur,dengan adipati keturunan dari bangsawan Mataram.
Kadipaten Dayeuhluhur
== Cikal Bakal Pembentukan Kabupaten Cilacap oleh Belanda ==
Gubernur Jendral Mr. J. G. van den Bosch mengunjungi Cilacap pada tanggal 9 Oktober 1832 dan mengubah status Kabupaten Dayu-Luhur menjadi Kepatihan (Patteschap) Dayu-Luhur.
Dengan surat keputusan tanggal 15 Mei 1838 no 5, Pemerintah Hindia Belanda hanya menyetujui usul mutasi para pejabat Pattehschap Dayu-Luhur saja, sedangkan perubahan struktur tidak. Adapun usul yang dikukuhkan yaitu
1. Mas Kramayuda (42 tahun), Patih Dayu-Luhur, karena kesalahannya, diberhentikan dengan hormat, mendapat pensiun f 30, dan diganti oleh Wedana Dayu-Luhur Mas Wirakertika dengan nama Mas Wiradika, dengan gaji f 150. Wedana Dayu-Luhur diganti oleh Kliwon Majenang Resadikara. Kliwon Majenang diganti oleh Tirtadirana, jurutulis Asisten Residen Purwokerto yang pernah menjadi jurutulis Distrik Jeruklegi (1831 1834) dan jurutulis Terusan Kesugihan Kuripan (1834 1835).
Baris 318 ⟶ 296:
2. Mas Mertadikara, Wedana Pegadingan, karena tidak cakap, diganti oleh Mantri Pegadingan, Kyai Yudarana. Mantri Pegadingan diganti oleh Jaga Karsa Pegadingan Mertawijaya.
Menurut Residen Banyumas, Mr. G. de Seriere, Mas Kramayuda adalah seorang pejabat yang sangat giat, ikut mendirikan bangunan di Cilacap, membangun terusan, hidup di rawa rawa. Oleh karena itu menjadi sakit, sehingga tidak mampu keluar dari rumahnya. Dapat dikatakan jika Mas Kramayuda adalah korban pejabat ketiga pembangunan terusan di Cilacap. Akibat usul Residen G. de Seriere memindahkan
keputusan Wakil Gubernur Jendral, Mr. Merkus tanggal 27 Juni 1841 no 10231).tanggal 27 Juni 1841 no 19 ditetapkan
Kepatihan (Pattehschap) Dayu-Luhur dipisahkan dari Kabupaten Purwokerto dan Distrik Adireja dipisahkan dari Kabupaten Banyumas, dan dijadikan satu Afdeling tersendiri yaitu Afdeling Cilacap dengan
Adapun batas Distrik Adireja (Ayah) yang bersama Kepatihan Dayu-Luhur membentuk Onder-Regentschap Cilacap, menurut rencana sebelumnya Residen Banyumas, Mr. J.E. de Sturler tanggal 31 Maret 1831, yang dikukuhkan dengan Resolusi tanggal 22 Agustus 1831 no 1 adalah
Dari muara Sungai Serayu ke hulu menuju titik tengah ketinggian Gunung Prenteng. Dari sana menuju puncak, turun ke arah tenggara ke atas Pegunungan Kendeng dan terutama di atas Puncak Gunung Duwur, menuju Puncak Gunung Gumelem (Igir Melayat). Dari sana ke arah selatan mengikuti batas Karesidenan Banyumas dan Bagelen menuju laut. Dari sana sepanjang pantai menuju muara Sungai Serayu.
Onder Regentschap Tjilatjap sebetulnya merupakan kesinambungan perubahan struktur kekuasaan pemerintahan daerah Negeri Dayu-Luhur yang pada saat terakhir bernama Pattehschap Dayu-Luhur, mengalami pemekaran wilayah dengan sebagian wilayah Distrik Adireja, perpindahan
Struktur jabatan Onder Regentschap Cilacap pada saat pengukuhan struktur administrasi adalah sebagai berikut
Pejabat Eropa Nama Gaji
Baris 392 ⟶ 370:
menjadi f 300.
Perlu dicatat disini luas dan jumlah penduduk Onder Regentschap Cilacap
Nama Distrik Luas pal Jumlah Penduduk
Baris 416 ⟶ 394:
Usul pembentukan Kabupaten Cilacap menurut Menteri Kolonial sebetulnya bermakna dua, pertama adalah permohonan persetujuan pembentukan Kabupaten Cilacap dan organisasi pejabat pribumi, sedangkan yang kedua adalah pengeluaran anggaran biaya lebih dari f 5,220 per tahun, yang keduanya memerlukan persetujuan Raja Belanda.
Setelah menerima Surat Rahasia Menteri Kolonial, Pemerintah Hindia Belanda dengan surat keputusan Gubernur Jendral tanggal 21 Maret 1856 no 21 menetapkan
1. Onder Regentschap Cilacap ditingkatkan statusnya menjadi Regentschap (Kabupaten) Cilacap.
2. Pemberhentian dan pengangkatan para pejabat yang telah ditetapkan yaitu
Staatsblad yang ditemukan saat pengesahan Cilacap berbunyi sebagai berikut
Staatsblad van Nederlandsch Indi
Baris 454 ⟶ 432:
Dengan pengangkatan jabatan Bupati dan Patih di Cilacap, maka berakhir proses pembentukan Kabupaten Cilacap dari Desa Cilacap, menjadi Distrik Jeruklegi, menjadi Kepatihan (Pattehschap) Dayu-Luhur tahun 1839 dan menjadi Kabupaten Cilacap (Regentschap van Tjilatjap) tahun 1856 .
Keadaan Cilacap yang tidak sehat dan angker menyebabkan banyak pejabat waktu itu yang wafat pada saat masih memangku jabatan. Para pejabat pribumi yang wafat saat masih menduduki jabatannya adalah
1. Patih Cilacap I, Raden Sosrorejo wafat pada tanggal 3 April 1858
Baris 468 ⟶ 446:
== Sisa-sisa kerajaan ==
[[Berkas:Kuburgagakngampar.jpg|jmpl|Sebuah kuburan kuno di Petilasan Sabakingking yang dipercayai kuburan Gagak Ngampar.]]
Selain kuburan raja-raja dan Adipati, Hampir tidak ada sisa-sisa bangunan yang ada untuk dilihat sekarang
Nama-nama raja dan adipati Kadipaten Dayeuhluhur seperti Gagak Ngampar, Arsagati, Raksagati, Wirapraja, Wiradika, Prawiranegara, dan lainnya sekarang menjadi nama-nama jalan utama di kota Kecamatan Dayeuhluhur.
[[Berkas:Sedekahketupat.jpeg|jmpl|[[Sedekah ketupat]] sisa-sisa adat di era Kerajaan Dayeuhluhur yang masih dilestarikan hingga sekarang.]]
Baris 478 ⟶ 456:
# ^http://www.harapanrakyat.com/2015/01/ulas-sejarah-prabu-gagak-ngampar-dayeuhluhur-cilacap-gelar-pentas-seni
* '''Sejarah Dayeuhluhur'''. Buku Babad Salakanagara.
{{Sejarah-stub}}
[[Kategori:
[[Kategori:Jawa Tengah]]
[[Kategori:Sejarah]]
|