Muhammad Saleh Werdisastro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Maulana.AN (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Suntingan 180.254.4.56 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Wagino Bot
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(13 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Officeholder
|office = [[Daftar Wali Kota Surakarta|Wali Kota Surakarta]]
|order = ke-7
|term_start = 1 Oktober 1955
|term_end = 17 Februari 1958
|monarch = [[Pakubuwana XII]]
|president = [[Ir. Soekarno]]
|governor = R. Boedijono
Baris 17:
|othername =
|religion = [[Islam]]
|nationality = {{flagicon|Indonesia}} [[Indonesia]]
|birth_date = {{birth date |1908|2|15}}
|birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Sumenep]], [[Jawa Timur]], [[Hindia Belanda]]
|location =
|occupation =
|spouse = R. Ayu Masturah
|death_date = {{death date and age|1966|5|14|1908|2|15}}
|death_place = {{flagicon|Indonesia}} [[Yogyakarta]], [[Indonesia]]
|location =
|parents =
Baris 34:
|twitter =
}}
'''Muhammad Saleh Werdisastro''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Sumenep|Sumenep]], [[Jawa Timur]]|15|2|1908|[[Yogyakarta]]|14|5|1966}}) adalah seorang pejuang perintis kemerdekaan yang sepanjang hayatnya mendirikan dan memimpin sekolah [[PHIS Soemekar Pangabru Sumenep]], merintis [[Muhammadiyah]] Sumenep, menjadi Ketua [[Hisbul Wathon]] (HW) Madura, aktivis [[Muhammadiyah]] dan [[Boedi Oetomo]], menjadi Ketua [[Komite Nasional Indonesia]] (KNI) Daerah Yogyakarta yang pertama. Serta tercatat sebagai salah satu pemimpin penyerbuan markas Jepang di Kota Baru, yang kemudian dikenal sebagai [[PertempuranPenyerbuan KotaKotabaru Yogyakarta|Pertempuran BaruKotabaru]].
 
'''Muhammad Saleh Werdisastro''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Sumenep|Sumenep]], [[Jawa Timur]]|15|2|1908|[[Yogyakarta]]|14|5|1966}}) adalah seorang pejuang perintis kemerdekaan yang sepanjang hayatnya mendirikan dan memimpin sekolah [[PHIS Soemekar Pangabru Sumenep]], merintis [[Muhammadiyah]] Sumenep, menjadi Ketua [[Hisbul Wathon]] (HW) Madura, aktivis [[Muhammadiyah]] dan [[Boedi Oetomo]], menjadi Ketua [[Komite Nasional Indonesia]] (KNI) Daerah Yogyakarta yang pertama. Serta tercatat sebagai salah satu pemimpin penyerbuan markas Jepang di Kota Baru, yang kemudian dikenal sebagai [[Pertempuran Kota Baru]].
 
Di samping itu, ia juga ikut sebagai salah seorang pendiri [[Universitas Gadjah Mada]] dan [[Universitas Surakarta]] dan menjadi Wakil Wali Kota [[Yogyakarta]], [[Residen]] [[Kedu]], dan Wali kota [[Surakarta]] untuk dua periode.
Baris 46 ⟶ 45:
Setelah menamatkan sekolahnya di [[Hogere Kweekschool (HKS)]] di [[Purworejo]] dan [[Magelang]] 15 Mei 1930, Muhammad Saleh diangkat menjadi guru [[Gouvernements HIS]] (Hollands Inlandse School), Sekolah Dasar 7 tahun di [[Rembang]], [[Jawa Tengah]]. Didorong rasa nasionalismenya yang tinggi, selama bekerja pada Pemerintah Hindia Belanda membuat dirinya tidak bahagia, karena sebenarnya bertentangan dengan kehendak hati nuraninya. Ia tidak ingin mengabdi kepada Pemerintah Kolonial. Setelah bertahan setahun, ia berhenti menjadi guru di HIS dan kembali ke kampung halamannya, Sumenep pada 1931.
 
Di Sumenep hanya ada satu sekolah HIS milik pemerintah kolonial Belanda khusus untuk anak-anak Belanda, bangsawan, kaum ningrat, anak priyayi atau anak-anak orang kaya. Ada keinginan yang luhur dalam jiwa Muhammad Saleh ingin mengadakan suatu perubahan serta inovasi dalam sistem pendidikan yang selalu mengutamakan anak-anak orang tertentu. Ia menginginkan dunia pendidikan dalam ruang lingkup dan intensitas yang yang sama, tidak ada diskriminasi bagi siapapun yang ingin menuntut ilmu. Ia melihat pendidikan sebagai komponen dasar dalam membangun kekuatan suatu bangsa.
 
Walaupun harus menghadapi berbagai tantangan dan rintangan, dengan tekad bulat, Muhammad Saleh Werdisastro, mendirikan sekolah setaraf HIS yang dapat menampung anak-anak lapisan bawah. Bertempat di [[Karembangan]], Sumenep. [[HIS Partikelir (PHIS) Sumekar Pangabru]] dibuka, dipimpin langsung oleh Meneer Muhammad Saleh sendiri sebagai kepala sekolah.
 
Lahirnya PHIS 31 Agustus 1931 ternyata mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Keberadaan PHIS tidak terbatas hanya menuntut ilmu saja, iapun berusaha menanamkan rasa kebangsaan kepada murid-muridnya misalnya melalui lagu-lagu yang mengandung nilai-nilai heroik dan patriotik sehingga sikap yang demikian dianggap tidak memihak kepada pemerintah kolonial, sehingga mendapat teguran langsung dari Residen Madura, karena murid-murid PHIS tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan Belanda, [[Wilhelmus (lagu)|Wilhelmus]]. Sebagai aksi perlawanan, Muhammad Saleh kemudian menghapus mata pelajaran menyanyi di sekolah PHIS.
 
Keinginannya untuk menimba ilmu agama secara mendalam selalu menjadi cita-citanya, melalui metode belajar membaca buku berbagai ilmu pengetahuan umum dan agama, juga memperdalam pengetahuan agamanya pada para Kyai Sumenep, bahkan sempat mondok di berbagai pesantren pada saat liburan sekolah, antara lain di [[Ambunten, Sumenep|Kecamatan Ambunten]], [[Guluk-Guluk, Sumenep|Guluk-Guluk]] dan di Pesantren Kyai Zainal Arifin Terate, Sumenep.
 
Setelah 10 tahun menyumbangkan tenaga, pikiran dan waktunya di PHIS Sumekar Pangrabu, pada 1 September 1941, M. Saleh menyerahkan jabatan kepala sekolah kepada Meneer Badrul Kamar, seorang pendidik yang dianggap cakap dan mumpuni untuk memimpin sekolah PHIS. Ia sendiri hijrah ke Jogyakarta dan tetap menjadi guru di [[Gesubsidiceerde Inheemse Mulo Muhammadiyah]], yang berlangsung sampai datangnya bala tentara Dai Nippon yang menduduki Indonesia.
Baris 68 ⟶ 67:
Sebagai seorang muslim yang taat, Muh. Saleh selalu menjauhi syirik. Ia tetap menganggap kerisnya sebagai senjata dan benda biasa yang tidak mungkin dapat mengubah nasib seseorang. Segala apa yang terjadi adalah kehendak Allah semata. Namun di sisi lain, banyak orang Yogyakarta menganggap keris Pak Saleh tersebut sangat bertuah dan keramat, sehingga beberapa hari kemudian keris yang ditaruh dalam tas kantornya hilang dicuri orang.
 
Jepang ternyata ngotot tidak mau menyerahkan senjatanya. Dengan semangat patriotisme, rakyat Yogyakarta dipimpin antara lain oleh Muh. Saleh, menyerbu markas Jepang di Kota Baru, yang tercatat dalam sejarah sebagai [[PertempuranPenyerbuan KotaKotabaru Yogyakarta|Pertempuran BaruKotabaru]]. Akhirnya Jepang menyerah.
 
=== Wali kota Solo ===
Pada clash kedua, Muh. Saleh ikut bergerilya mendampingi Panglima Sudirman di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah penyerahan kedaulatan, Muh. Saleh mengundurkan diri dari Militer dengan pangkat letnan kolonel (Pada masa itu, Panglima TNI seluruh tanah Jawa dijabat A.H. Nasution masih berpangkat kolonel), ia diangkat menjadi wakilWakil waliWali kota <nowiki>[[Yogyakarta]]</nowiki>. Pada 1951 Muh Saleh menjabat walisebagai Wali kota Solo.
 
Tahun 1960, Muhammad Saleh diangkat menjadi residen [[Kedu]] sampai pensiun tahun 1965. Muh. Saleh yang mempunyai sifat pendidik dan sangat memperhatikan masalah pendidikan, pada tahun 1946 bersama rekan-rekannya mendirikan Universitas di Yogyakarta, yang sekarang dikenal sebagai [[Universitas Gadjah Mada]]; di samping turut memberikan sumbangan dalam berdirinya [[Universitas Surakarta]].
Baris 84 ⟶ 83:
Ketika pihak militer meminta jenazah Muhammad Saleh Werdisastro untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta karena almarhum memiliki Bintang Gerilya, pihak Muhammadiyah menolak karena Muhammad Saleh Werdisastro begitu besar jasanya kepada Muhammadiyah sehingga untuk menghormatinya, jenazah ia dimakamkan berdampingan dengan pendiri Muhammadiyah lainnya, Kyai Haji Achmad Dahlan di pemakaman Karangkajen Yogyakarta. Ribuan pelayat mengiringi jenazah Muhammad Saleh Werdisastro yang dipikul secara bergantian oleh warga Muhammadiyah sepanjang Jalan Malioboro, Yogyakarta lebih kurang 2&nbsp;km menuju Masjid Besar Alun-alun Utara Yogyakarta untuk disholatkan.
 
Jalan Malioboro penuh dengan iring-iringan ribuan pelayat yang berjalan kaki. Toko-toko di sepanjang jalan yang dilalui jenazah banyak yang menyediakan minuman di depan tokonya untuk diminum para pelayat. Tampak di antara pelayat berjalan kaki Ketua Umum Muhammadiyah Kyai Haji Achmad[[Ahmad Badawi]], [[Komando Daerah Militer IV/Diponegoro|Pangdam Diponegoro]] Mayor Jenderal TNI Soerono, Komandan [[Komando Resor Militer 072|Korem 072/ Pamungkas Yogyakarta]] Kolonel TNI [[Leo Ngali]] serta pejabat-pejabat lainnya dari Yogyakarta, Surakarta, Magelang dan Semarang. Semua kendaraan menepi memberi jalan bagi jenazah beserta ribuan pelayat. Setelah disholatkan, jenazah dipikul lagi sekitar 2&nbsp;km menuju Pemakaman Karangkajen. Ribuan pelayat dengan dipandu warga Muhammadiyah membaca doa membesarkan nama Allah sepanjang jalan, dipemakaman Karangkajen ribuan pelayat mengaminkan doa Sang Iman, memohonkan ampun kepada Allah SWT serta memberikan penhormatan terakhir kepada seorang hamba Allah bernama Muhammad Saleh Werdisastro yang selama hidupnya mengabdikan dirinya kepada negara, nangsa, dan agama Islam khususnya Muhammadiyah.
 
== Keluarga ==
Baris 93 ⟶ 92:
Sedang anak sulungnya bernama Muhammad Mansyur yang waktu itu berusia 15 tahun, dijemput anak buah ayahnya untuk bergabung bergerilya melawan penjajah Belanda keluar kota Yogyakarta. Dibidang pendidikan R. Ayu Masturah berprinsip bahwa anak-anaknya tidak lepas dari pendidikan Muhammadiyah. Karena itu anak-anaknya, pendidikan dasarnya disekolahkan pada Sekolah Rakyat Muhammadiyah. R. Ayu Masturah juga menampung kemenakan-kemenakannya dan kemenakan suaminya bahkan beberapa cucu untuk disekolahkan samapai tamat SMA atau setingkat. Untuk itu dia tidak segan-segan mengorbankan harta benda atau barang berharganya demi tercapainya pendidikan tersebut di atas.
 
Kemauan berkorban dan kegigihan dalam mendorong dan mem back up perjuangan suami di segala bidang, terutama dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia, dijadikan alasan oleh keluarga besar Muhammad Saleh Werdisastro, terdiri dari anak dan menantunya yaitu :
 
# Ir. [[Muhammad Mansur Werdisastro]] (beserta istri : [[Su'udiyah, BA]])
# Kolonel TNI (Purn) Drs. [[Muhammad Ilyas Werdisastro]] (beserta istri : [[Roostien Iljas]])
# DR. Drs. [[Muhammad Muhtadi Werdisastro]] (beserta istri : [[Ajeng Tarlina]])
# [[Farida]], BA. (beserta suami : [[Marjanto Danusaputro]], SE)
# Prof. DR. Ny. [[Badriyah Rifai]], SH (beserta suami : Prof. Dr. [[Achmad Rifai Amirudin]], SpPd., KGEH)
 
{{lifetime|1908|1966|Werdisastro, Muhammad Saleh}}
 
== Referensi ==
{{Wali Kota Surakarta}}
 
[[Kategori:Tokoh Madura]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh dari Sumenep]]
[[Kategori:Tokoh dari Surakarta]]
[[Kategori:Tokoh Muhammadiyah]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Wali Kota Surakarta]]
[[Kategori:Penerima Bintang Gerilya]]