Pulau Sebesi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Pranala Luar +Pranala luar) |
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. |
||
(27 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Islands
|name = Sebesi
|
|
|location = [[Kabupaten Lampung Selatan|Lampung Selatan]]
|coordinates ={{coor dms|5|59|0|S|105|29|50|E|}}
|
|country = Indonesia
|population = 2911
|
}}
[[Berkas:Piek van Sebesi in Straat Soenda.jpg|jmpl|300px|Gambar Pulau Sebesi pada tahun 1880]]
'''Pulau Sebesi''' (Sebesi
Pulau ini merupakan daratan yang paling dekat dengan Gugusan Krakatau dan turut menjadi saksi kedahsyatan letusan besar Krakatau tahun 1883. Sejak dulu
Nama
== Riwayat Kepemilikan ==
Hingga kini catatan yang menggambarkan mengenai awal mula keberadaan pulau ini belum pernah ditemukan. Namun beberapa dokumen yang dibuat oleh orang-orang Eropa pada abad ke-17 mengindikasikan bahwa pulau ini pernah disinggahi oleh orang-orang Eropa yang berlayar dari wilayah perairan Utara menuju [[Banten]] atau sebaliknya. Pada saat itu Pulau Sebesi dihuni oleh masyarakat yang ada di sepanjang pesisir di wilayah [[
=== Pangeran Cecobaian ===
Menurut legenda, dahulu pulau ini berada dibawah kekuasaan [[Kesultanan Banten|Sultan Banten]]. Lalu pada akhir abad ke-16 seorang ''Mekhanai'' (Pemuda) Lampung
#
# Saibatin Marga
# Saibatin Marga Raja Basa
# Saibatin Marga Legun
# Saibatin Marga Ketibung
Sang Pemuda juga datang ke Pulau Sebesi dan Gugusan Krakatau untuk membeli hasil [[lada]] yang ditanam warga. Sebagian dari hasil lada tersebut diserahkan (dijual) oleh pemuda itu kepada Sultan Banten. Sebagai imbalannya Sultan memberikan pemuda tersebut gelar [[
=== Pangeran Singa Brata ===
Setelah [[
Tahun 1879, atau 23 tahun setelah menjalani pengasingannya,
Seluruh penduduk pesisir yang tak sempat menyelamatkan diri dinyatakan tewas, termasuk 3000 warga yang menghuni
=== Pangeran Minak Putra ===
Tahun 1884, Minak Putra (kepala kampung Rajabasa) yang juga merupakan adik mendiang
kepemilikan P. Sebesi, P. Sebuku, dan Gugusan Krakatau<sup>B</sup>. Peristiwa pengangkatan dan peralihan hak atas kepulauan ini juga disetujui oleh Sultan Banten Maulana
<u>'''Catatan Kaki :'''</u>▼
* <sup>A</sup> Ada sejumlah sumber yang menyatakan bahwa Raden Tinggi adalah anak Pangeran Singa Brata yang tewas dalam pertempuran melawan Belanda.▼
* <sup>B</sup> Beberapa sumber menyatakan bahwa pengangkatan kepala marga ini juga disetujui oleh Sultan Banten. Tidak disebutkan siapa Sultan Banten yang dimaksud. Namun jika merunut dari tahun kejadiannya, kemungkinan besar Sultan Banten yang dimaksud adalah Maulana Mohammad Shafiuddin yang saat itu sedang menjalani masa pembuangannya di Surabaya. Maulana Mohammad Shafiuddin wafat pada tahun 1899. Ia dimakamkan di Pesarean Agung Sentono Botoputih (Pemakaman Keluarga Bupati Surabaya). Di pusaranya tertulis dengan huruf Arab yang terjemahannya sbb. : ''Ini kubur Sultan Banten Maulana Mohammad Shafiuddin Ketika lenyap almarhum pada malam Senen 3 Rajab 1318 H atau 11 November 1899''.▼
* <sup>C</sup> Menurut beberapa sumber sejarah hal ini dilakukan oleh Belanda untuk sebisa mungkin memutus regenerasi perjuangan Pangeran Singa Brata. Sehingga pada setiap surat keputusan (Besluit) Pemerintah Hindia Belanda mengenai pengesahan keturunan Pangeran Minak Putra sebagai kepala marga selanjutnya selalu menggunakan sebutan Marga Pesisir. Namun pihak jurnalis dari berbagai harian berbahasa Belanda yang memuat berita seputar Marga Pesisir tak pernah menulis Marga Pesisir, melainkan Marga Raja Basa<ref name="nieuweamsterdamcourant1926" /><ref name="deindischecourant1934" />.▼
=== Raden Pangeran Haji Djamaludin ===▼
Tahun 1896 Pangeran Minak Putra menjual Pulau Sebesi dan Sebuku kepada Haji Djamaludin, seorang kepala kampung Kalianda onderafdeeling Katimbang. Proses jual beli ini dicatatkan melalui sebuah akta jual-beli dan disaksikan oleh Controleur, Demang, serta Klerk-Griffier afdeeling Katimbang<ref name="nieuweamsterdamcourant1926">Nieuwe Amsterdam Courant - Algemeen Handelsblad No. 32239 : "''De Koning van Sebesi''", hal. 9. Nederlands, 1926.</ref> <ref name="deindischecourant1934">De Indische Courant No. 64 : "''Uit de Lampongs : Poelau Seboekoe en Sebesi''", hal. 6. Nederlands-Indië, 1934.</ref>. Hak kepemilikan Haji Djamaludin kemudian dikuatkan oleh Besluit Gubernur Jenderal Hindia - Belanda tahun 1900.▼
▲* <sup>A</sup> Ada sejumlah sumber yang menyatakan bahwa Raden Tinggi adalah anak
Sebelum membeli Pulau Sebesi dan Sebuku, tepatnya pada tahun 1888, Haji Djamaludin dan Pangeran Minak Putra sempat dipanggil oleh Pemerintah Banten di Anyer untuk menerima penghargaan. Haji Djamaludin mendapat bintang emas dan Pangeran Minak Putra menerima bintang perak.<ref name="bintangemas1888">Java-Bode No. 266 : "''Officieele Berichten, Civiel Departement''", hal. 5. Nederlands-Indië, 1888.</ref>▼
▲* <sup>B</sup> Beberapa sumber menyatakan bahwa pengangkatan kepala
▲* <sup>C</sup> Menurut beberapa sumber sejarah hal ini dilakukan oleh Belanda untuk sebisa mungkin memutus regenerasi perjuangan
▲Tahun 1896
▲Sebelum membeli Pulau Sebesi dan Sebuku, tepatnya pada tahun 1888,
Pada masa kepemilikan Haji Djamaludin ini pula untuk pertama kalinya Dinas Topografi Hindia Belanda membuat peta topografi yang paling akurat. Disebut akurat antara lain karena gambar pulau yang dihasilkan oleh peta tersebut sama persis dengan bentuk aslinya (bisa dibandingkan dengan gambar bentuk Pulau yang dihasilkan oleh Google Earth). Bahkan peta tersebut memuat jenis pohon-pohon yang ditanam oleh Haji Djamaludin saat itu seperti Kelapa dan Pisang. Hingga kini (2013) peta topografi tersebut masih bertahan sebagai satu-satunya peta topografi Pulau Sebesi paling akurat yang pernah ada.<br />▼
▲Pada masa kepemilikan
=== Muhammad Saleh Ali ===
Pasca meninggalnya Raden
Kini hak kepemilikan terhadap Pulau Sebesi dan Sebuku telah beralih pada Hasanudin bin M. Saleh Ali dan saudara-saudaranya.<ref name="putusanma1978">Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan No. 1757K/SIP/1978.</ref>
▲Kini hak kepemilikan terhadap Pulau Sebesi dan Sebuku telah beralih pada Hasanudin bin M. Saleh Ali dan saudara-saudaranya<ref name="putusanma1978">Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan No. 1757K/SIP/1978.</ref> <ref name="putusanma2009">Mahkamah Agung Republik Indonesia, [http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara/perkara_detail.php?id=dd733090-0b2a-1b2a-e3c7-30353030 Putusan No. 3013K/PDT/2009].</ref>.
* Tak seperti pada masa penguasaan
▲<u>'''Catatan Kaki :'''</u>
▲* Tak seperti pada masa penguasaan Haji Djamaludin, bukti kepemilikan Pulau Sebesi pada masa penguasaan M. Saleh Ali lebih banyak ditemukan pada dokumen resmi daripada pemberitaan di koran. Hal itu dapat ditemukan di sejumlah putusan Pengadilan Republik Indonesia hingga dokumen resmi Kementrian Agraria.<br />.
== Hasil Bumi ==
=== Sebelum 1883 ===
Sebelum meletusnya Krakatau pada tahun 1883 masyarakat di Pulau Sebesi umumnya bertani karet, lada, dan kelapa. Bahkan riwayat mengenai kebun lada di Pulau Sebesi sudah berlangsung sejak Sultan Banten memberikan perintah pada
=== Setelah Letusan Besar Krakatau ===
Pasca letusan besar Krakatau, Pulau Sebesi sempat lama ditinggalkan oleh masyarakat pesisir karena takut akan terulangnya letusan Krakatau. Pulau Sebesi baru kembali ditanami tanaman perkebunan setelah pulau ini dibeli oleh
{{Quotation|"''Sebesi has permanent streams, and thus has been inhabited and considerably disturbed by agricultural practices for many years. Much of the island’s lowland area was cleared and planted by Hadji Djamaludin and his workers in 1890, and in about 1900 cattle, goats, and horses were introducted.''" | Dammerman (1948) | <ref name="ianthornton"/>}}
{{Quotation|"''Coconut plantations were now extensive, and there were fruit trees and ladangs (rice fields in cleared forest).''" | Dammerman (1948) | <ref name="ianthornton"/>}}
Selain itu pendapat ahli botani dari Buitenzorg Museum (Museum Botani Bogor) yang pada tahun 1906 tergabung dalam sebuah ''Comissie'' untuk menyelidiki usia tanaman di Sebesi memperkuat pernyataan itu. Pernyataan itu terangkum dalam isi vonis Pengadilan Proatin Kalianda tahun 1906.<ref name="proatinkalianda">Proatin Kalianda, Putusan No. 25. Tertanggal 5 Juli 1906.</ref>
Sejak era penanaman kelapa di Pulau Sebesi, tanaman yang diproduksi baik dalam bentuk kelapa butir maupun kopra ini menjadi
Kejayaan Kelapa Dalam (Cocos nucifera), baik dalam bentuk butiran maupun kopra, di Pulau Sebesi terus berlanjut sampai periode awal tahun 1990 dengan ditandai pendirian pabrik pengolahan minyak kelapa oleh keturunan dari Muhammad Saleh Ali. Namun era kejayaan Kelapa Dalam pada akhirnya terhenti ketika industri minyak sawit berkembang pesat sejak pertengahan tahun 1990an. Sawit yang jauh lebih unggul dari segi efektivitas dan efisiensi biaya pengolahan mampu mengungguli minyak Kelapa Dalam. Sejak saat itu minyak sawit menjadi primadona di seluruh dunia dan berimbas pada merosotnya harga Kelapa Dalam. Sejak saat itu masyarakat Pulau Sebesi mulai mencari
Tanaman kakao mulai menjadi primadona berikutnya sejak tahun 2008. Hal ini juga didorong oleh program pemerintah yang menargetkan Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 pada tahun 2016 setelah Pantai Gading. Di era Kakao inilah perekonomian masyarakat Pulau Sebesi meningkat cukup pesat. Dalam 1 tahun rata-rata tiap luasan 1 Ha kebun kakao menghasilkan 1 - 1,5 Ton biji kering kakao. Sehingga hasil keseluruhan biji kering kakao dari Pulau Sebesi mencapai lebih dari 100 ton per bulan atau 1000 ton per tahun.
<br />
== Satwa ==
Letusan Krakatau tahun 1883 telah memusnahkan seluruh satwa yang ada di Pulau Sebesi
Babi hutan merupakan satwa hama utama bagi warga Pulau Sebesi. Pada sekitar tahun 1930 Belanda membawa dan memelihara sejumlah babi hutan di pulau ini yang akhirnya berkembang biak secara liar. Oleh para pemburu dan tokoh masyarakat, jumlah babi hutan di pulau ini diperkirakan lebih dari separuh jumlah penduduk Pulau Sebesi.
<br />
== Desa/Dusun ==
Pulau Sebesi terdiri dari 1 desa dan 4 dusun utama dan beberapa dusun kecil yang berada dibawah naungan dusun utama. Empat dusun utama tersebut adalah Dusun Bangunan, Dusun Inpres, Dusun Segenom, dan Dusun Regahan Lada
Sebelum menjadi desa sendiri, Pulau Sebesi masih berada dalam naungan kampung Raja Basa. Saat itu kampung Raja Basa dipimpin oleh kepala marga Pesisir, Pangeran Warta Manggala II, anak dari Pangeran Minak Putra.
=== Desa Tejang ===
Pada tahun 1958, Muhammad Saleh Ali (anak dari Haji
Nama Tejang berasal dari bahasa Lampung, ''Khejang/Tijang'' yang berarti Panjang. Sehingga Desa Tejang berarti Desa yang panjang. Sebutan Tejang biasanya mengacu pada wilayah yang mencakup 2 dari 4 dusun utama, yaitu Dusun Inpres dan Dusun Bangunan.
=== Dusun Regahan Lada ===
Salah satu area yang dijadikan tempat menanam lada oleh masyarakat pada masa penguasaan Pangeran Cecobaian saat mendapat perintah dari Sultan Banten untuk menanam 500 batang pohon lada per kepala terletak di Pulau Sebesi. Masyarakat pada masa itu menyebut nama kebun lada tersebut dengan sebutan ''Reghan'' (baca: ''Kheghan'') ''Lada'' atau yang dalam bahasa Lampung Pesisir berarti Tempat Pemberhentian Lada. Meski kini tak dapat dijumpai lagi pohon lada di tempat itu,
Dusun Regahan Lada termasuk dusun utama yang menaungi beberapa dusun kecil seperti Dusun Syanas,Teluk Baru, Gubug Seng, Lawang Kori, dll.
=== Dusun Segenom ===
Ada dua teori mengenai asal usul nama dusun Segenom, yaitu
# Berasal dari [[bahasa Belanda]] yaitu ''Den Eigendom'' yang kadang ditulis ''<nowiki>'s-Eigendom</nowiki>'' yang berarti Properti.
# Berasal dari campuran bahasa Lampung
Kedua teori diatas tentu cocok bila dikaitkan dengan Pulau Sebesi yang sejak dahulu merupakan harta / properti milik satu orang.
Dusun Segenom menaungi sejumlah dusun kecil seperti Dusun Ujung, Cukuh Salai, dll.
== Masyarakat ==
Baris 117 ⟶ 115:
=== Sejarah ===
Sebelum meletusnya Krakatau, penduduk Pulau Sebesi hampir seluruhnya berasal dari pesisir. Di luar itu juga terdapat beberapa orang dari Banten yang ikut tinggal di Pulau Sebesi. Masyarakat saat itu rata-rata bekerja sebagai petani karet, lada, dan kelapa, serta pengolahan hasil kayu dari hutan. Meski tidak banyak,
Pasca beralihnya kepemilikan Pulau dari Pangeran Minak Putra kepada
=== Demografi ===
Penduduk Pulau Sebesi terdiri dari suku Banten 60%, Lampung 30%, dan sisanya Jawa, Sunda, NTT, dll. Warga pulau ini seluruhnya menganut agama [[Islam]] dan terdapat 3 masjid dan 2 mushola. Sebagian besar penduduk beerja sebagai petani, meskipun sebagian ada pula yang bekerja sebagai awak kapal, berdagang, montir, guru, dan lain sebagainya.
Berdasarkan data tahun 2002, sebanyak 1659 dari penduduk usia sekolah sampai lanjut usia telah berpendidikan minimal sekolah dasar.
=== Perekonomian ===
Kehidupan masyarakat Sebesi saat ini dapat dikatakan cukup mengalami peningkatan karena
# Pendapatan yang cukup tinggi dari hasil penjualan biji kering kakao.
# Infrastruktur jalan / jalur utama dalam kondisi baik yang dapat dilalui oleh mobil sehingga memudahkan pengangkutan hasil bumi menuju dermaga.
Baris 133 ⟶ 131:
# Meningkatnya jumlah wisatawan yang datang melalui strategi marketing dan promosi online. Tiap minggunya minimal 100 wisatawan datang ke Sebesi.
# Keempat hal diatas menyebabkan munculnya bentuk-bentuk usaha pendukung seperti bengkel, warung bensin, warung makan, warung kelontong, penginapan (villa), jasa pemandu, jasa antar barang, penyewaan alat [[Snorkeling|selam permukaan (snorkeling)]], bertambahnya jumlah kapal motor, dan permintaan jumlah awak kapal meningkat.
Pada tahun 2011, rata-rata setiap keluarga mampu mendapat penghasilan rata-rata minimum Rp. 2.000.000,- per bulan.<ref name="kompas">[http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2011/11/21/17040124/Di.Bawah.Bayangan.Krakatau Kompas.com Ekspedisi Cincin Api: Di Bawah Bayangan Krakatau] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131215095211/http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2011/11/21/17040124/Di.Bawah.Bayangan.Krakatau |date=2013-12-15 }}. Tri Wahono. 2011-11-2. Kompas.com - Diakses pada 1 Januari 2013</ref>
== Politik & Pemerintahan ==
Baris 141 ⟶ 138:
Pulau Sebesi yang termasuk dalam wilayah administrasi Desa Tejang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Masyarakat setempat yang kebanyakan berdarah Banten biasa memanggil kepala desanya dengan sebutan ''Jaro'.'' Kepala Desa dibantu oleh seorang Sekretaris Desa. Selain itu kepala desa dibantu oleh sejumlah Kepala Urusan (Kaur) di sejumlah bidang seperti Pemerintahan, Kependudukan, Pembangunan, dan lain-lain.
Dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa juga dibantu oleh Kepala Dusun yang membawahi masing-masing Dusun. Kepala Dusun dibantu oleh Ketua RT. Tidak ada RW ([[Rukun warga|Rukun Warga]]) di Desa Tejang.
== Infrastruktur ==
Baris 149 ⟶ 146:
{{quote|"''Bahkan saat ini di pulau Sebesi sedang dibangun dermaga yang bisa disandari kapal pesiar''" | Yansen Mulya; Kepala Dinas Parawisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Lampung Selatan (2013) | [http://lampung.tribunnews.com/2013/10/08/tahun-ini-bangun-posko-pariwisata-di-pulau-sebesi Tribun Lampung]}}
Untuk menuju Pulau Sebesi, dapat melalui pelabuhan Canti di Kecamatan Raja Basa, Lampung Selatan. Dari pelabuhan Canti disediakan moda transportasi berupa [[kapal motor]] terbuat dari kayu dengan tarif sebesar Rp. 20.000,- / orang untuk 1x penyeberangan. Waktu tempuh dari pelabuhan Canti ke Sebesi atau sebaliknya rata-rata sekitar 1,5 jam. Jadwal penyeberangan kapal motor dari Sebesi ke Canti dan umumnya hanya ada 1 kali waktu penyeberangan per hari
Setiap hari pukul 07.00 pagi
Setiap hari pukul 13.00 siang
Calon penumpang yang ingin membawa sepeda motor dapat membawa naik sepeda motornya ke atas kapal dengan dikenakan tarif Rp. 15.000,- / sepeda motor.
Baris 157 ⟶ 154:
Di pulai ini terdapat beberapa sarana pendidikan yang mencakup 3 buah [[Taman Kanak-Kanak]], 1 [[Sekolah Dasar Negeri]], 1 [[Sekolah menengah pertama|Sekolah Menengah Pertama Swasta]] (SMP Swadhipa), dan 1 [[Sekolah Menengah Atas]] (SMA Kelautan Swadhipa). Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan warga, terdapat 1 buah Pusat Kesehatan Desa (Puskesdes) di Pulau Sebesi yang dikelola oleh 1 orang mantri.
== Pariwisata ==
Pengembangan pariwisata Pulau Sebesi sudah dimulai sejak tahun 1970an. Saat itu penduduk Desa Tejang mendirikan permukiman di wilayah pinggir pantai. Lalu Muhammad Saleh Ali memerintahkan agar warga mendirikan rumah baru di lokasi yang telah disiapkan. Dalam kurun waktu 10 tahun warga memindahkan rumahnya ke lokasi yang berjarak 100 meter dari bibir pantai utama Desa Tejang.
Pembangunan tahap berikutnya dilakukan pada tahun 1993, yaitu dengan membangun 2 buah penginapan bergaya rumah adat Lampung serta pusat perbelanjaan yang oleh masyarakat setempat sering disebut Pesanggrahan / Kantin. Setelah diperjuangkan selama 15 tahun, akhirnya pariwisata di Pulau Sebesi mengalami kemajuan yang cukup pesat. Meski visi pariwisata Pulau Sebesi yang pada awalnya mengarah ke segmen kelas atas tidak terwujud,
Sejak tahun 1980-an, Pulau Sebesi menjadi tempat favorit bagi wisatawan yang memiliki hobi menembak. Tahun 2011, di pulau ini terindikasi terdapat lebih dari sekitar 1500 ekor babi hutan yang hidup di bagian puncak gunung.
== Harta Karun ==
Letusan besar Krakatau telah memusnahkan seluruh penduduk Sebesi beserta harta bendanya. Namun warga masih sering menemukan harta karun yang terkubur saat sedang menggali sumur atau membuat pondasi rumah. Beberapa harta karun yang berhasil ditemukan antara lain Siger emas,
{{quote|"''Hingga kini, warga Sebesi kerap menemukan peninggalan yang terkubur, seperti perhiasan, pecahan keramik, dan koin Belanda. Bahkan, beberapa warga juga menemukan kerangka manusia. Salah seorang warga, Hayun (39), mengatakan, peninggalan itu biasa ditemukan saat menggali sumur di kedalaman 6-8 meter.''" | [http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2011/11/21/17040124/Di.Bawah.Bayangan.Krakatau Kompas.com]}}
Baris 178 ⟶ 171:
== Daftar Pustaka ==
* Perbatasari, RG. 2012.
* Uitreksee, uit het Register der Besluiten van den Resident der Lampongsche Districten, 1938.
* [http://www.crc.uri.edu/download/RPWP_Pulau_Sebesi.
* Pernamasari, Rieke. 2006. "Adu Besi Di Pulau Sebesi", ''Teknokra
* Reproductiebedrijf Topografische Dienst, Batavia. 1932. Poelau Sebesi / opgenomen door den Topografischen Dienst in 1908-1910. Schaal. 1:100.000.
.
== Pranala luar ==
* [http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2011/11/21/17040124/Di.Bawah.Bayangan.Krakatau Kompas
* [http://lampung.tribunnews.com/2012/01/10/pemkab-dituntut-ganti-rugi-rp-64562-miliar Tribun Lampung
* [http://lampost.co/berita/warga-minta-status-hak-tanah-pulau-sebesi-diperjelas Lampung Post
{{Pulau di Lampung}}
[[Kategori:Pulau di Indonesia|Sebesi]]
[[Kategori:Kabupaten Lampung Selatan]]
|