Kritik sastra Jawa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
k Perbaikan minor (via JWB) |
||
(6 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Kritik Sastra Jawa'''
[[Berkas:Ranggawarsita.jpg|jmpl|200px|ka|Ranggawarsita, salah satu pelopor kritik sastra Jawa]]
== Perkembangan Kritik dan Budaya Jawa ==
Kritik sastra merupakan kegiatan menghakimi sastra.<ref name="kritik">
Pada tahun 1920-1930-an mulai muncul esai-esai kritis dalam majalah-majalah bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/> Misalnya dalam majalah ‘’Kedjawen’’ terdapat rubrik ‘’Obrolanipun Petruk kaliyan Gareng’ yang muncul tahun 1938.<ref name="suwondo"/> Rubrik tersebut merupakan rubrik kritik terhadap budaya dan bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/> Kritik yang lebih terbuka misalnya yang dilakukan lembaga swasta bernama ‘’Paheman Paniti Basa’’ di Surakarta.<ref name="suwondo"/> Lembaga ini mengkritisi bahasa Jawa yang mulai rusak dan menatanya kembali sesuai dengan standar bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/>
Baris 8:
== Dinamika Kritik Sastra Jawa ==
Pada tahun 1950-an ketika sastra indonesia mulai berkembang, para pengarang etnis Jawa mulai beralih menulisa sastra Indonesia walaupun tidak meninggalkan identitas Jawa dalam tulisan-tulisan mereka.<ref name="suwondo"/> Pengarang-pengarang tersebut di antaranya, [[Pramoedya Ananta Toer]], [[Nh. Dini]], [[Toto Sudarto Bachtiar]] dan [[Soeagio Satrowardojo|Soebagio Satrowardojo]].<ref name="suwondo"/> Namun beberapa penulis masih mempertahankan karya mereka dalam bahasa Jawa seperti [[Ahmad Tohari]] yang menulis [[Ronggeng Dukuh Paruk]] dalam bahasa Jawa Banyumas.<ref name="suwondo"/> Tahun 1950 juga menjadi tanda munculnya kritik sastra Jawa secara lebih terbuka.<ref name="suwondo"/> Selain terbuka, penulisan kritik sastra Jawa pada masa itu juga lebih objektif terhadap suatu karya. Misalnya, Susan yang menjadi kritikus pertama menuliskan kritiknya dalam majalah [[Cerita Cekak]].<ref name="suwondo"/>
Perkembangan dan dinamika kritik sastra Jawa tidak hanya ditandai dengan perkembangan dari aspek isi namun juga bahasa yang digunakan.<ref name="suwondo"/> Pada tahun 1960 berdiri OPSJ (Organisasi Pengarang Sastra Jawa).<ref name="suwondo"/> Diskusi dan kritik mengenai sastra Jawa mulai dilaksanakan dalam bahasa Indonesia.<ref name="suwondo"/> Pada tahun 1970 kritik sastra Jawa berbahasa Indonesia mulai muncul di media massa.<ref name="suwondo"/> Misalnya, [[Sukardo Hadisukarno]] menulis esai berjudul “Sastra Jawa Modern
== Rujukan ==
{{reflist}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Sastra]]
|