Lembaga Wali Nanggroe: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Akuindo (bicara | kontrib)
Patria lupa (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(40 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{redirect|LWN|majalah daring komputer|LWN.net|bandar udara di Shirak, Armenia (kode IATA: LWN)|Bandar Udara Shirak}}
{{Infobox Jabatan Politik
{{Infobox government agency
|post = Wali Nanggroe
|lembaga name = Lembaga Wali Nanggroe Aceh
|insignia native_name =
|ukuraninsignia native_name_a = 150px
| native_name_r =
|keteranganinsignia =
|flag type =
|departemen seal =
|namaasli seal_width =
|image seal_caption =
|imagesize logo = 188pxLogo LWN Aceh.png
|alt logo_width = 185px
| logo_caption =
|incumbent = [[Malik Mahmud|Tgk Malik Mahmud Al-Haythar]]
|incumbentsince image = 2 November 2012 =
|gelar image_size =
|kediaman image_caption =
| formed = <!-- {{Start date|YYYY|MM|DD}} OR {{Start date and age|YYYY|MM|DD}} -->
|tempo = 5 tahun
|dibentuk preceding1 = 2 November 2012 =
| preceding2 = <!-- up to |preceding6= -->
|pertama = [[Malik Mahmud]]
|website dissolved =
| superseding1 =
| superseding2 = <!-- up to |superseding6= -->
| jurisdiction = [[Aceh]]
| headquarters =
| coordinates = <!-- {{coord|LATITUDE|LONGITUDE|type:landmark_region:US|display=inline,title}} -->
| motto =
| employees =
| budget =
|pertama chief1_name = [[Malik Mahmud]]
| chief1_position = Wali Nanggroe
| chief2_name =[[Muzakir Manaf]]
| chief2_position = Waliyul 'Ahdi
| public_protector =
| deputy =
| parent_department =
| parent_agency =
| child1_agency =
| child2_agency = <!-- up to |child25_agency= -->
| keydocument1 = [[Undang-Undang Pemerintahan Aceh|UU Nomor 11 Tahun 2006]]
| website = {{URL|http://walinanggroe.acehprov.go.id}}
| agency_id =
|post map = Wali Nanggroe
| map_size =
| map_caption =
| footnotes =
| embed =
}}
'''Lembaga Wali Nanggroe''' (disingkat '''LWN''') adalah sebuah lembaga yang mengatur kepemimpinan adat di [[Aceh]].<ref>{{Cite web|date=2023-12-15|title=Foto: Pengukuhan Wali Nanggroe Aceh Teungku Malik Mahmud - Acehkini.ID|url=https://acehkini.id/foto-pengukuhan-wali-nanggroe-aceh-teungku-malik-mahmud/|language=id|access-date=2023-12-29}}</ref>Lembaga ini bertindak sebagai pemersatu masyarakat Aceh dibawah prinsip-prinsip yang independen. Lembaga Wali Nanggroe juga memangku kewibawaan dan kewenangan dalam membina serta mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, upacara-upacara adat, serta melaksanakan penganugerahan gelar/derajat kehormatan.<ref name="Qanun No 8 2012">{{Cite web |url=http://jdih.acehprov.go.id/qanun/Qanun_Aceh_Nomor_8_Tahun_2012_-_Lembaga_Wali_Nanggroe.pdf |title=Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe |access-date=2015-12-20 |archive-date=2015-12-22 |archive-url=https://web.archive.org/web/20151222132012/http://jdih.acehprov.go.id/qanun/Qanun_Aceh_Nomor_8_Tahun_2012_-_Lembaga_Wali_Nanggroe.pdf |dead-url=yes }}</ref> Lembaga ini juga bertindak sebagai pembina kehormatan, adat, tradisi sejarah, dan tamadun Aceh.<ref name="Qanun No 9 2012">{{Cite web |url=http://bandaaceh.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/08/Qanun-Aceh-Nomor-9-Tahun-2012-tentang-Lembaga-Wali-Nanggroe1.pdf |title=Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2012 tentang Perubahan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe |access-date=2015-12-20 |archive-date=2015-12-23 |archive-url=https://web.archive.org/web/20151223132619/http://bandaaceh.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/08/Qanun-Aceh-Nomor-9-Tahun-2012-tentang-Lembaga-Wali-Nanggroe1.pdf |dead-url=yes }}</ref>
 
Lembaga Wali Nanggroe adalah satu bentuk kekhususan Aceh sebagai amanah dari kesepakatan damai (MoU Helsinki). Mengenai ketentuan LWN tercantum di dalam poin 1.1.7. MoU Helsinki. Amanah tersebut kemudian dituangkan dalam [[Undang-Undang Pemerintahan Aceh|Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh]] serta pasal 96 ayat (4) dan Pasal 97 tentang Wali Nanggroe, yang ketentuan lebih lanjutnya diatur oleh qanun.
Istilah Wali Negara dalam konteks sejarah Aceh lebih jelas jika dipahamkan kedalam bahasa Inggris yaitu '''Head of state''' untuk 'Wali Negara' dan '''Guardian''' untuk '[[Wali Nanggroe]]'. Contoh lainnya, kata “Wali Negara” dan “Wali Nanggroe” hampir sama kata namun berbeda maknanya, seperti kata '''Country''' dan '''County''' dalam bahasa Inggris.<ref>{{cite web
| url= http://aceh.tribunnews.com/2012/12/04/wali-negara-atau-wali-nanggroe | title= Wali Negara atau Wali Nanggroe?| work = Asnawi Ali| publisher= [[Serambi Indonesia]]| accessdate = 04/12/2012}}{{id}}</ref>
 
Kata “Wali Nanggroe” dengan kata “Wali Negara” adalah berbeda maknanya. Sebutan “Wali Nanggroe” terlepas dari konteks sejarah Aceh, sehingga kata “Nanggroe” dalam [[bahasa Aceh]] bukan terjemahan yang tepat untuk “[[Negara]]”, karena kata “Negara” bahasa Acehnya adalah “''Neugara''”, sedangkan kata “[[Negeri]]” dalam bahasa Aceh adalah “''Nanggroe''” <ref>"Kamus Indonesia-Aceh", oleh M Hasan Basri, hlm 626, Yayasan Cakra Daru 1994.</ref>
 
== Latar Belakang ==
 
=== Sejarah Awal Lembaga Wali Nanggroe ===
Kehidupan sosiologis masyarakat Aceh, amat terkait dengan perkembangan politik, ekonomi, pendidikan dan sosial budaya, serta hubungan internal dan eksternal masyarakat pada lingkungannya. Masuknya agama Islam ke Aceh pada abad 13, dimanadi mana [[Ali Mughayat Syah dari Aceh|Sultan Aceh Ali Mughayat Syah]], merupakan sultan pertama yang memberi contoh untuk memeluk agama Islam (1507-1522), kemudian digantikan oleh anaknya [[Salahuddin dari Aceh|Sultan Salahuddin]] (1522-1530), telah membangun dan menanam aspek–aspek kepemimpinan dalam sistem pemerintahan yang bersifat monarkis sebagai simbol persatuan dan kesatuan monarkis kekhalifahan.<ref>{{Cite journal|last=Puspita|first=Maya|date=2017-02-03|title=KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT Hukum Adat Laot dan Lembaga Panglima Laot di Nanggroe Aceh Darussalam|url=http://dx.doi.org/10.14710/sabda.v3i2.13253|journal=Sabda : Jurnal Kajian Kebudayaan|volume=3|issue=2|doi=10.14710/sabda.v3i2.13253|issn=2549-1628}}</ref>
 
Sistem kepemimpinan monarkis ini yang berkelanjutan, dapat dimaknai sebagai kesinambungan perwalian sistem pemerintahan (turun temurun), meskipun pada masa [[Iskandar Muda dari Aceh|Sultan Iskandar Muda]] (1607-1636), ada perubahan dengan mengangkat [[Iskandar Tsani dari Aceh|Iskandar Tsani]] (bukan anaknya) untuk melanjutkan tugas-tugas kesultanan dan perkembangan selanjutnya pada era pemerintahan ke Sultanan Aceh berakhir, perkembangan sosiologis dari akhir kepemimpinan masyarakat Aceh, beralih kedalam suasana Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimanadi mana wilayah Aceh menjadi salah satu Provinsi di dalamnya.<ref name="True False">{{Cite book|url=http://dx.doi.org/10.2307/j.ctt207g8bt.22|title=True False|publisher=OR Books|isbn=9781939293992|pages=101–111}}</ref>
 
Sejarah Aceh menjelaskan bahwa perang Aceh terjadi pada tanggal 26 Maret 1873. Pasukan Aceh dipimpin oleh [[Teungku Chik di Tiro|Tgk. Tjik DI Tiro Muhammad Saman bin AbdullaAbdullah]]<nowiki/>h dan pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal [[Johan Harmen Rudolf Köhler|Johan Harmen Rudolf Köhle]]<nowiki/>r. Pasukan Belanda dapat dikalahkan oleh pasukan Aceh, dan Jenderal Kohler dihukum mati oleh Mahkamah Kerajaan Aceh.<ref>{{Cite book|url=http://dx.doi.org/10.2307/j.ctt207g8bt.22|titlename="True False|publisher=OR Books|isbn=9781939293992|pages=101–111}}<"/ref>
 
Setelah Belanda mengalami kekalahan pada masa itu, maka pihak Belanda membuat ekspedisi yang kedua pada tanggal 25 Desember [[1873]] yang dipimpin oleh [[Jan van Swieten|Jenderal Jan van Swieten]], sedangkan pihak Aceh dipimpin oleh [[Sultan Mahmud Syah]]. Saat itu, pasukan Aceh di benteng [[Kutaradja|Kuta Radja]] dikalahkan oleh pasukan Belanda.<ref>{{Cite book|url=http://dx.doi.org/10.2307/j.ctt207g8bt.22|titlename="True False|publisher=OR Books|isbn=9781939293992|pages=101–111}}<"/ref>
 
Pada tanggal 28 Januari 1874, ketua Majelis tuha Peut Kerajaan Aceh Tuwanku Muhammad Raja Keumala mengambil keputusan bahwa : “dalam keadaan huru hara/perang kafir, maka untuk mempersatukan kita semua mengambil keputusan bahwa kekuasaan adat, hukum, reusam di bawah pimpinan tertinggi maka diangkatlah : ''Al-Mutabbir, Al-Malik, Al-Mukarram'' (Wali Nanggroe) Tengku Tjik Di tiro Muhammad Saman bin Abdullah”.
Baris 44 ⟶ 69:
1. Untuk pasukan laki-laki :
 
[[Teungku Chik di Tiro|Tgk. TjikChik Di Tiro Muhammad Saman bin Abdullah]] berpesan : ''“jangan kamu hidup kalau tidak perangi kafir dan jangan kamu mati kalau bukan mati syahid, adakah kamu semua mendengarkannya ?''” ; “''samiek na wa ath’ak na'' (kami dengar dan kami taat)” jawab pasukan laki-laki.
 
2. Untuk pasukan perempuan :
 
Tengku Tjik Di Tiro Muhammad Saman bin Abdullah berpesan, hai anak perempuan, jangan kamu hidup kalau tidak mengerjakan shalat dan jangan kamu mati kalau tidak dalam iman, adakah kamu semua mendengarkannya ?; ''samiek na wa ath’ak na'' (kami dengan dan kami taat)” jawab pasukan perempuan. Setelah itu , tengku Tjik Di Tiro mengucapkan dua kalimah syahadat; “''laa Ilaaha illallah'' tujuh kali berulang-ulang”, beliaupun mangkat<ref>{{Cite book|url=http://dx.doi.org/10.2307/j.ctt207g8bt.22|titlename="True False|publisher=OR Books|isbn=9781939293992|pages=101–111}}<"/ref>
 
Pada tanggal 1 Januari 1892, Tengku Tjik Di Tiro Muhammad Amin bin Muhammad Saman diangkat menjadi Wali Nanggroe ke-2 dan beliau syahid pada tahun 1896 di Kuta Aneuk Galong atas pengkhianatan oleh Teuku Umar Johan Pahlawan. Selanjutnya, Tgk Tjik DI Tiro Abdussalam bin Muhammad Saman diangkat menjadi Wali Nanggroe yang ke-3 dan beliau syahid pada tahun 1898, yang digantikan oleh Tgk Tjik Di Tiro Sulaiman bin Muhammad Saman yang diangkat menjadi Wali Nanggroe ke-4, beliau syahid pada tahun 1902.
Baris 54 ⟶ 79:
Pada tahun 1902, Tgk Tjik Di Tiro Ubaidillah bin Muhammad Saman diangkat menjadi Wali Nanggroe ke-5. Tidak lama berkuasa, beliau pun syahid pada tahun 1905. Pada tahun 1905, Tgk Tjik Di Tiro Mahyiddin bin Muhammad Saman diangkat menjadi Wali Nanggroe ke-6 dan beliau syahid pada tanggal 11 Desember 1910. Pemangku sementara Wali Nanggroe adalah Tgk Tjik Ulhee Tutue alias Tjik Di Tiro Di Garot Muhammad Hasan, yang syahid pada tannggal 3 Juni 1911.
 
Wali Nanggroe Tgk Tjik Di Tiro Muaz bin Muhammad Amin, pada tanggal 4 Juni 1911 terjadi perang Alue Bout. Pasukan Belanda dipimpin oleh Kapten Smith dan pasukan Aceh dipimpin oleh Tgk Tjik Di Tiro Muaz bin Muhammad Amin. Kapten Smith menyerang 44 pasukan Tentara Negara Aceh dimanadi mana Tgk Tjik Di Tiro Muaz terdapat di dalam pasukan tersebut. Putra mahkota pantang menyerah dan akhirnya syahid bersama pasukannya. Kapten Smith menyatakan ; “''saya bangga sekali dapat membunuh putra mahkota Aceh, akan tetapi saya sangat malu sebab beliau pantang menyerah dan masih berusia muda belia”''. Pada tanggal 3 Desember 1911, Wali Nanggroe Tgk Tjik DI Tiro Muaz bin Muhammad Amin Syahid, pihak Belanda mengambil Surat Wali Nanggroe di dalam kupiah (tengkulok). Lalu, surat tersebut dibawa ke Belanda dan disimpan di [[Bronbeek|Museum Bronbeek]] Belanda.<ref>{{Cite journal|last=Clark|first=Ghahame|date=1974-12|title=Fyndrapporter 1969 (Rapporter över Göteborgs Arkeologiska musei Undersökningar 1968). 611
pages; ibid., 1970 (2 parts), 797 pages; ibid., 1971, 551 pages; ibid., 1972, 584 pages; ibid., 1973, 541 pages. Published by
Lili Kaelasfor the Göteborgs Arkeologiska Museum.|url=http://dx.doi.org/10.1017/s0079497x00011476|journal=Proceedings of the Prehistoric Society|volume=40|pages=216–217|doi=10.1017/s0079497x00011476|issn=0079-497X}}</ref>
Baris 65 ⟶ 90:
 
=== Lembaga Wali Nanggroe Pasca Perdamaian ===
Lembaga Wali Nanggroe dibentuk sebagai implementasi salah satu butir [[Nota kesepahaman|Nota Kesepahaman]] Antara [[Pemerintah Republik Indonesia]] dan [[Gerakan Aceh Merdeka|GAM]] di [[Helsinki]], [[15 Agustus]] [[2005]] (MoU Helsinki). Dalam angka 1.1.7. MoU Helsinki disebutkan bahwa di Aceh akan dibentuk Lembaga Wali Nanggroe dengan segala perangkat upacara dan gelarnya. Menindak lanjuti butir kesepakatan tersebut maka melalui [[Undang-Undang Pemerintahan Aceh|Undang-undang Nomor 11 tahun 2006]] tentang [[Pemerintahan Aceh]] ketentuan tentang pembentukan [[Lembaga Wali Nanggroe]] kelak ditetapkan melalui sebuah [[Qanun]].
 
*Pengesahan Qanun Wali Nanggroe juga dikuatkan oleh asas-asas hukum yang diterima secara universal yaitu: (1) ''asas lex specialis derogate'' ''legi generale'' (ketentuan hukum yang khusus diutamakan daripada ketentuan hukum yang umum); (2) ''asas pacta sunt servanda'' (asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak/perjanjian yang dibuat oleh para pihak dengan itikad baik atau ''good faith'').<ref>{{Cite news|url=http://aceh.tribunnews.com/2016/03/16/qanun-wn-adalah-turunan-uupa-dan-mou-helsinki|title=Qanun WN adalah Turunan UUPA dan MoU Helsinki - Serambi Indonesia|date=2016-03-16|newspaperwork=Serambi Indonesia[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id-ID|access-date=2018-08-12|last=Bakri}}</ref>
Pengesahan Qanun Wali Nanggroe juga dikuatkan oleh asas-asas hukum yang diterima secara universal yaitu:
* ''asas lex specialis derogate legi generali'' (ketentuan hukum yang khusus diutamakan dari pada ketentuan hukum yang umum).
* ''asas pacta sunt servanda'' (asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak/perjanjian yang dibuat oleh para pihak dengan itikad baik atau ''good faith'').<ref>{{Cite news|url=http://aceh.tribunnews.com/2016/03/16/qanun-wn-adalah-turunan-uupa-dan-mou-helsinki|title=Qanun WN adalah Turunan UUPA dan MoU Helsinki - Serambi Indonesia|date=2016-03-16|newspaper=Serambi Indonesia|language=id-ID|access-date=2018-08-12}}</ref>
 
LWN dipimpin oleh seorang pemimpin yang bersifat personal dan idependen sebagaimana disebutkan dalan Qanun tersebut. Pemimpin lembaga dikenal dengan nama Wali Nanggroe dengan laqab atau gelar Al Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik. Laqab tersebut berdasarkan peralihan perangkat kerajaan Aceh. Pada 16 Desember 2013 Paduka Yang Mulia Teungku [[Malik Mahmud|Malik Mahmud Al-Haytar]] dilantik sebagai Wali Nanggroe Aceh ke-9.
 
== Struktur Lembaga ==
Lembaga Wali Nanggroe dipimpin oleh seorang pejabat Wali Nanggroe yang dipilih oleh sebuah Komisi Pemilihan Wali Nanggroe yang dibentuk secara khusus oleh Majelis Tuha Peuet Wali Nanggroe. Dalam melaksanakan tugasnya Wali Nanggroe dibantu oleh seorang Waliyul 'Ahdi (wakil atau pemangku wali nanggroe) dan sebuah organisasi kerja yang disebut dengan ''Keurukon Katibul Wali'' atau Sekretariat Lembaga Wali Nanggroe Aceh.<ref name="Qanun No 10 2013">[https://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://jdih.acehprov.go.id/qanun/FD_Qanun_Aceh_Nomor_10_Tahun_2013.pdf&hl=en Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dab Tata Kerja Keurukon Katibul Wali]</ref>
 
Sementara susunan kelembagaannya terdiri dari
* Wali Nanggroe
* Waliyul 'Ahdi
* Waliyul’ahdi
* Majelis Tinggi
* Majelis Fungsional
Baris 84 ⟶ 107:
 
== Tanggapan Masyarakat ==
Sejak pembentukannya melalui qanun-qanun yang dibuat oleh DPRA Lembaga Wali Nanggroe terus menuai banyak dukungan dan penolakan dari masyarakat luas di Aceh. Para pendukung terutama yang berasal dari pihak adat lokal Aceh melihat Lembaga Wali Nanggroe ini telah sesuai dengan ekspektasi dan tujuan dari implementasi butir-butir MoU Helsinki.<ref>{{citeCite webnews| url= http://aceh.tribunnews.com/2013/10/17/mengisi-wali-nanggroe| title= Mengisi Wali Nanggroe| work = [[Tribunnews|Tribunnews.com]]| publisher= aceh.tribunnews.com| accessdate = 20/12/2015| last= Bakri| language= id}}</ref> Sementara pihak yang menentang Lembaga Wali Nanggroe menganggap bahwa lembaga ini tidak sesuai dengan konstitusi negara serta menentang tata laksana pemilihan Wali Nanggroe yang terkesan memihak kepada salah satu lembaga politik di Aceh.<ref>{{Cite news| url= http://news.detik.com/kolom/2444021/wali-nanggroe-membawa-berkah-atau-bencana-bagi-aceh| title= Wali Nanggroe: Membawa Berkah atau Bencana bagi Aceh?| work = [[Detik.com|detikcom]]| publisher= news.detik.com| accessdate = 20/12/2015}}</ref>
| url= http://aceh.tribunnews.com/2013/10/17/mengisi-wali-nanggroe| title= Mengisi Wali Nanggroe| work = Dr. Apridar, SE, M.Si| publisher= aceh.tribunnews.com| accessdate = 20/12/2015}}</ref> Sementara pihak yang menentang Lembaga Wali Nanggroe menganggap bahwa lembaga ini tidak sesuai dengan konstitusi negara serta menentang tata laksana pemilihan Wali Nanggroe yang terkesan memihak kepada salah satu lembaga politik di Aceh.<ref>{{cite web
| url= http://news.detik.com/kolom/2444021/wali-nanggroe-membawa-berkah-atau-bencana-bagi-aceh| title= Wali Nanggroe: Membawa Berkah atau Bencana bagi Aceh?| work = Toni Sudibyo| publisher= news.detik.com| accessdate = 20/12/2015}}</ref>
 
== Daftar Wali Nanggroe ==
{{Utama|Wali Negara Aceh}}
Daftar Wali Naggroe sebagai berikut:
# [[Teungku Chik di Tiro|Tgk Chik di Tiro Muhammad Saman bin Teungku Syeikh UbaidillahAbdullah]]
# Tgk Chik di Tiro Muhammad Amin bin Muhammad Saman
# Tgk Chik di Tiro Abdussalam bin Muhammad Saman
# Tgk Chik di Tiro Sulaiman bin Muhammad Saman
# Tgk Chik di Tiro Ubaidillah bin Muhammad Saman
# Tgk Chik di Tiro MahjuddinMahyuddin bin Muhammad Saman
# Tgk Chik di Tiro Muaz bin Muhammad Amin
# [[Hasan di Tiro|Tgk Hasan Muhammad di Tiro bin Leube Muhammad]]
# [[Malik Mahmud|Tgk Malik bin Haji Mahmud Al Haytar]]
 
== Lihat Pula ==
* [[Pemerintahan Aceh]]
* [[WaliKesepakatan Negara AcehHelsinki]]
* [[Majelis Adat Aceh]]
 
== Pranala luar ==
{{wikisource|Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI & GAM}}
* {{id}} [http://lwna.id ''Situs resmi Lembaga Wali Nanggroe''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170908165139/http://lwna.id/ |date=2017-09-08 }}
 
== Referensi ==
{{reflist}}{{Authority control}}
 
[[Kategori:Aceh]]
[[Kategori:Pemerintahan Aceh]]
[[Kategori:Lembaga Adat]]