Dinasti Ayyubiyah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Perancis +Prancis) |
k EYD dan efektifitas kalimat |
||
(44 revisi perantara oleh 24 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{infobox former country
| native_name =
| conventional_long_name =
| common_name = Ayyubiyah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| image_map = Ayyubid Sultanate 1193 AD.jpg
| image_map_caption = Wilayah
| capital = {{plainlist|
*[[Kairo]] (1171–1174) *[[Damaskus]] (1174–1218) *[[Kairo]] (1218–1250) *[[Aleppo]] (1250–1260) *Hama (sampai 1341)}}
|
*[[Bahasa Arab|Arab]]
|currency = [[Dinar]]▼
*[[Bahasa Kurdi|Kurdi]]<sup>3
*[[Bahasa Koptik|Koptik]]}}
|
* [[Islam Sunni]]
* [[Mazhab]]: [[Mazhab Syafi'i|Syafi'i]]<ref>{{cite book |last1=Ahmed |first1=Rumee |title=The Oxford Handbook of Islamic Law |date=25 Oktober 2018 |publisher=Oxford University Press |page=311 |isbn=9780191668265 |url=https://books.google.com/books?id=Qs90DwAAQBAJ&q=ayyubid+shafi%27i&pg=PA311}}</ref>
|leader3 = [[Al-Mansur Nasiruddin Muhammad|Al-Mansur]]▼
* [[Akidah Islam|Aqidah]]: [[Asy'ariyah|Asy'ari]]}}<ref>{{cite journal |last1=Eliade |first1=Mircea |title=Kalam |journal=The Encyclopedia of Religion |year=1987 |volume=8 |page=238 |isbn=9780029097908 |url=https://books.google.com/books?id=qyIkAAAAYAAJ&q=ayyubid+ash%27ari}}</ref>
|
|
|
|
|
▲| leader3 = [[Al-Mansur Nasiruddin Muhammad|Al-Mansur]]
|year_leader6 = 1238–1240▼
|
|
|
|
|
|
▲| year_leader6 = 1238–1240
|stat_year1 = Perkiraan tahun 1190<ref>{{cite journal|last1=Turchin|first1=Peter|last2=Adams|first2=Jonathan M.|last3=Hall|first3=Thomas D | title = East-West Orientation of Historical Empires | journal = Journal of world-systems research|date=December 2006|volume=12|issue=2|pages=219–229|url=http://jwsr.ucr.edu/archive/vol12/number2/pdf/jwsr-v12n2-tah.pdf|accessdate=9 January 2012}}</ref>▼
|
|
|
| year_leader8 = 1250–1254
|footnotes = <sup> 1 </sup> Salah satu cabang dinasti Ayyubiyah memerintah Hisn Kayfa sampai awal abad ke-16.<br> <sup> 2 </sup> Jumlah penduduk wilayah Ayyubiyah tidak diketahui. Angka ini hanya mencakup penduduk Mesir, Suriah, Irak utara, Palestina, dan Yordania. Wilayah Ayyubiyah lainnya, termasuk Yaman, Hijaz, Nubia, dan Libya timur, tidak termasuk dalam hitungan.<br> <sup> 3 </sup> Bahasa Kurdi adalah [[bahasa ibu]] Dinasti Ayyubiyah, tetapi dari akhir abad ke-12 dan seterusnya, para penguasa Ayyubiyah menuturkan bahasa Arab secara fasih dan sudah meninggalkan bahasa Kurdi.▼
|today = {{flag|Mesir}}<br>{{flag|Irak}}<br>{{flag|Israel}}<br>{{flag|Yordania}}<br>{{flag|Lebanon}}<br>{{flag|Libya}}<br>{{flagicon|Palestina}} [[Otoritas Palestina]]<br>{{flag|Arab Saudi}}<br>{{flag|Sudan}}<br>{{flag|Suriah}}<br>{{flag|Tunisia}}<br>{{flag|Turki}}<br>{{flag|Yaman}}▼
| stat_area1 = 2000000
▲| stat_year1 = Perkiraan tahun 1190<ref>{{cite journal|last1=Turchin|first1=Peter|last2=Adams|first2=Jonathan M.|last3=Hall|first3=Thomas D
| stat_year2 = Abad ke-12
| stat_pop2 = 7.200.000 (perkiraan)<sup>2</sup>
▲| footnotes = <sup> 1 </sup> Salah satu cabang dinasti Ayyubiyah memerintah
▲| today = {{flag|Mesir}}<br>{{flag|Irak}}<br>{{flag|Israel}}<br>{{flag|Yordania}}<br>{{flag|Lebanon}}<br>{{flag|Libya}}<br>{{
| population_density_km2 =
}}
'''Dinasti Ayyubiyah''' atau '''Bani Ayyubiyah''' ({{lang-ar|الأيوبيون}} ''{{transl|ar|al-Ayyūbīyūn}}''; {{lang-ku|خانەدانی ئەیووبیان}} ''{{transl|ku|Xanedana Eyûbiyan}}'') adalah sebuah dinasti Muslim
Setelah Salahuddin menjemput ajalnya pada tahun 1193, putra-putranya saling memperebutkan kekuasaan. Pada akhirnya adik Salahuddin yang bernama [[al-Adil]] berhasil menjadi sultan pada tahun 1200. Semua sultan Ayyubiyah di Mesir pada masa selanjutnya adalah keturunannya. Pada dasawarsa 1230-an, amir-amir (para penguasa kecil) di
Setelah as-Salih Ayyub tutup usia pada tahun 1249, jabatan sulatan yang berpusat di Mesir dipegang oleh [[al-Mu'azzam Turansyah]]. Namun, al-Mu'azzam Turansyah dilengserkan tidak lama kemudian oleh para panglima [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Mamluk]] yang sebelumnya berhasil menghalau serangan Tentara Salib ke [[Delta Nil]]. Maka kekuasaan Dinasti Ayyubiyah di Mesir pun berakhir. Upaya para amir Syam (yang dipimpin oleh [[an-Nasir Yusuf]] dari Aleppo) untuk merebut kembali Mesir juga tidak membuahkan hasil.
Walaupun dinasti ini tidak bertahan lama, masa kekuasaan Ayyubiyah telah membawa kesejahteraan bagi rakyat di wilayah yang mereka kuasai. Mereka juga mendukung para cendekiawan dan mendirikan fasilitas-fasilitas pembelajaran yang diperlukan oleh mereka, sehingga mereka berhasil membangkitkan kembali kegiatan keilmuwan di [[dunia Islam]]. Selain itu, Dinasti Ayyubiyah berupaya memperkuat dominasi [[Sunni]] di wilayah mereka dengan mendirikan sejumlah [[madrasah]] di kota-kota besar.▼
Pada tahun 1260, [[Kekaisaran Mongol|bangsa Mongol]] [[Pengepungan Aleppo (1260)|menjarah Aleppo]] dan kemudian menaklukkan wilayah-wilayah Ayyubiyah yang tersisa. Kesultanan Mamluk berhasil mengusir bangsa Mongol dan membiarkan seorang penguasa Ayyubiyah berkuasa di [[Hamat]] sampai penguasa terakhir wilayah tersebut dilengserkan oleh Mamluk pada tahun 1341.
▲Walaupun
== Sejarah ==
=== Asal muasal ===
Leluhur dinasti Ayyubiyah adalah [[Najmuddin Ayyub|Najmuddin Ayyub bin Syadi]] dari
Hari-hari kejayaan mereka sirna ketika
Abbasiyah kemudian mencoba menghukum Ayyub karena mereka telah membantu Zanki. Pada saat yang sama, Syirkuh membunuh orang kepercayaan Bihruz akibat tuduhan bahwa orang tersebut telah melakukan penyerangan seksual terhadap seorang wanita di Tikrit. Istana Abbasiyah mengeluarkan perintah penangkapan Ayyub dan Syirkuh. Namun, sebelum kedua kakak beradik tersebut dapat ditangkap, mereka meninggalkan Tikrit dan pergi ke Mosul pada tahun 1138.<ref name="Ali28"/> Setibanya di Mosul, Zangi mempekerjakan mereka dan menyediakan segala fasilitas yang mereka perlukan. Ayyub diangkat menjadi komandan [[Baalbek]] dan Syirkuh mengabdi kepada anak laki-laki Zangi, [[Nuruddin Zanki|Nuruddin]]. Menurut sejarawan Abdul Ali, keluarga Ayyubiyah bangkit menjadi keluarga yang berpengaruh berkat perlindungan dari Zanki.<ref name="Ali28"/>
Baris 67 ⟶ 82:
Pada tahun 1164, Syirkuh ditugaskan oleh [[Nuruddin Zanki]] untuk memimpin pasukan ke Mesir agar [[Tentara Salib]] tidak dapat memperkuat pengaruhnya di wilayah yang sedang dilanda kekacauan tersebut. Syirkuh mengangkat anak laki-laki Ayyub, [[Salahuddin Ayyubi|Salahuddin]], sebagai seorang perwira yang tunduk kepadanya.<ref name="Shillington438">{{harvnb|Shillington|2005|p=438}}</ref> Mereka berhasil mengusir Wazir Dirgham dan mengembalikan wazir Mesir yang sebelumnya, [[Shawar|Syawar]], ke tampuk kekuasaan. Syawar kemudian memerintahkan agar Syirkuh dan pasukannya mundur dari Mesir, tetapi Syirkuh menolak dan mengklaim bahwa Nuruddin ingin agar ia tetap berada di sana.<ref name="LyonsJackson8">{{harvnb|Lyons|Jackson|1982|p=8}}</ref> Dalam kurun waktu beberapa tahun, Syirkuh dan Salahuddin berhasil mengalahkan pasukan gabungan Tentara Salib dan Syawar, mula-mula di [[Bilbais]] dan kemudian di sebuah tempat di dekat [[Giza]]. Salahuddin sendiri ditugaskan untuk mempertahankan kota [[Iskandariyah]] ketika Syirkuh sedang mengejar Tentara Salib di [[Mesir Hilir]].<ref name="LyonsJackson14">{{harvnb|Lyons|Jackson|1982|p=14}}</ref>
Syawar tutup usia pada tahun 1169 dan Syirkuh menggantikannya sebagai wazir, tetapi ia menjemput ajalnya pada tahun yang sama.<ref name="LyonsJackson25">{{harvnb|Lyons|Jackson|1982|p=25}}</ref> Salahuddin kemudian diangkat sebagai wazir oleh khalifah [[Kekhalifahan Fatimiyah|Fatimiyah]] [[al-Adid]] karena "tidak ada yang lebih lemah ataupun lebih muda" daripada Salahuddin, dan "tidak ada satu pun amir yang menurutinya atau mengabdi kepadanya", seperti yang dicatat oleh penulis kronik Muslim dari [[Abad Pertengahan]], [[Ibnu al-Atsir]].<ref name="LyonsJackson28">{{harvnb|Lyons|Jackson|1982|p=28}}</ref> Salahuddin kemudian menyadari bahwa kedudukannya menjadi lebih bebas daripada sebelum-sebelumnya, dan hal ini membuat khawatir Nuruddin yang ingin tetap menancapkan pengaruhnya di Mesir. Nuruddin mencoba memicu perpecahan di keluarga Ayyubiyah dengan mengizinkan kakak laki-laki Salahuddin, [[Turansyah]], untuk mendatangi Mesir dan mengawasi Salahuddin. Nuruddin juga memenuhi permintaan Salahuddin agar ayahnya, Ayyub, diperbolehkan pergi ke Mesir. Ayyub sebenarnya dikirim oleh Nuruddin
Salahuddin mengukuhkan kekuasaannya di Mesir setelah ia mengirim Turansyah untuk memadamkan sebuah pemberontakan di [[Kairo]] yang dikobarkan oleh pasukan [[Nubia]] yang berjumlah 50.000 orang
=== Perluasan wilayah ===
==== Penaklukan Afrika Utara dan Nubia Utara ====
Salahuddin mendatangi kota Iskandariyah pada tahun 1171–72. Walaupun ia memiliki banyak pendukung di kota tersebut, pada kala itu ia sedang menghadapi kesulitan keuangan. Pertemuan dewan keluarga kemudian diadakan di kota tersebut, dan mereka pun memutuskan bahwa mereka akan mengirim [[Al-Muzhaffar Umar|al-Muzhaffar Taqiuddin Umar]] (keponakan Salahuddin) sebagai pemimpin ekspedisi militer ke wilayah pesisir [[Barqa]] ([[Kirenaika]]) di sebelah barat Mesir dengan pasukan yang hanya terdiri dari 500
Pada akhir tahun 1172, kota [[Aswan]] dikepung oleh para mantan prajurit Fatimiyah dari [[Nubia]]. Gubernur Aswan yang bernama Kanz ad-Dawlah (mantan loyalis Fatimiyah) memohon bantuan kepada
Pada tahun 1174, Syarifuddin Qaraqusy, seorang komandan yang mengabdi kepada al-Muzaffar Umar, berhasil menaklukan [[Tripoli|Tharabulus]] dari [[bangsa Norman]] dengan mengerahkan pasukan yang terdiri dari prajurit [[orang Turki|Turki]] dan Badui.<ref name="Lev101"/><ref name="Lane-Poole189475">{{harvnb|Lane-Poole|1894|p=75}}</ref> Kemudian, ketika pasukan Ayyubiyah sedang disibukkan oleh perang melawan Tentara Salib di wilayah [[Syam]], pasukan Ayyubiyah yang dipimpin oleh Syarafuddin berhasil merebut kota [[Kairouan]] dari [[Muwahhidun]] pada tahun 1188.<ref name="Lev101"/>
==== Penaklukan Arabia Barat ====
Pada tahun 1173, Salahuddin mengirim Turansyah untuk menaklukkan [[Yaman]] dan [[Hijaz]]. Penulis Muslim Ibnu al-Atsir dan kemudian [[al-Maqrizi]] menyatakan bahwa Ayyubiyah mencoba menaklukkan Yaman karena mereka ingin menjadikan wilayah tersebut sebagai tempat pelarian apabila Mesir jatuh ke tangan Nuruddin. Pada Mei 1174, Turansyah merebut [[Zabid]] dari tangan sebuah dinasti [[Khawarij]], dan ia juga menghukum mati pemimpinnya, Mahdi Abdulnabi. Pada tahun yang sama, ia juga merebut kota [[Aden]] dari Banu Karam yang beraliran Syiah.<ref name="HoutsmaWensinck884">{{harvnb|Houtsma|Wensinck|1993|p=884}}</ref> Aden kemudian menjadi pelabuhan utama Dinasti Ayyubiyah di pesisir [[
Turansyah menaklukkan [[Sana'a]] dan mengusir para penguasa [[Daftar sultan Hamdaniyah|Hamdaniyah]] dari kota pegunungan tersebut pada tahun 1175.<ref name="HoutsmaWensinck884"/> Setelah menguasai Yaman, Dinasti Ayyubiyah membentuk sebuah armada pesisir, ''al-asakir al-bahriyya'', yang mereka manfaatkan untuk mempertahankan wilayah pesisir dari serangan perompak.<ref name="DumperStanley10">{{harvnb|Dumper|Stanley|2007|p=10}}</ref> Penaklukan yang dilancarkan oleh Ayyubiyah sangat berdampak terhadap Yaman, karena Ayyubiyah berhasil menyatukan tiga negara yang sebelumnya merdeka (Zabid, Aden, dan Sana'a). Namun, saat gubernur Turansyah dipindahkan dari Yaman pada tahun 1176, pemberontakan meletus di wilayah tersebut, dan pemberontakan ini baru dapat dipadamkan pada tahun 1182 setelah Salahuddin mengangkat saudaranya yang lain, [[Tughtakin bin Ayyub|Tughtakin Saif al-Islam]], sebagai gubernur Yaman.<ref name="HoutsmaWensinck884"/> Sementara itu, ''[[na'ib]]'' (wakil gubernur) Ayyubiyah di Yaman, Utsman Az-Zanjili, menaklukkan banyak wilayah di [[Hadramaut]] pada tahun 1180.<ref name="Brice338">{{harvnb|Brice|1981|p=338}}</ref>
Dari Yaman (dan juga dari Mesir), Ayyubiyah mencoba menguasai jalur dagang [[Laut Merah]] dan memperkuat kendali di wilayah Hijaz, yang merupakan tempat berdirinya sebuah pelabuhan dagang penting yang disebut [[Yanbu]].<ref name="Salibi55">{{harvnb|Salibi|1998|p=55}}</ref> Untuk mendukung perdagangan di Laut Merah, Ayyubiyah membangun fasilitas-fasilitas untuk pada pedagang di sepanjang jalur dagang Laut Merah-[[
==== Penaklukan
Walaupun secara resmi masih menjadi [[vasal]] [[Nuruddin]], Salahuddin memberlakukan kebijakan luar negeri yang semakin independen. Kemerdekaan ini semakin menjadi jadi setelah kematian Nuruddin pada tahun 1174.<ref name="Shillington438"/> Salahuddin lalu merebut wilayah
Pada musim semi tahun 1176, Dinasti Zankiyah dan Ayyubiyah kembali berseteru, kali ini di [[Tall Sultan]] yang berjarak 15
Saat Salahuddin sedang berada di
Pada tahun 1177, Salahuddin memimpin pasukan yang berjumlah sekitar 26.000 orang (menurut seorang penulis kronik dari pihak [[Tentara Salib]], [[Willelmus Tyrensis]]) ke wilayah Palestina selatan setelah ia mendengar kabar bahwa sebagian besar prajurit [[Kerajaan Yerusalem]] sedang mengepung kota [[Harim]] di sebelah utara Aleppo. Pasukannya tiba-tiba diserang oleh [[Kesatria Kenisah]] (yang dipimpin oleh [[Baudouin IV dari Yerusalem]]) di dekat [[Ramla]]. Akibatnya, pasukan Ayyubiyah mengalami kekalahan dalam [[Pertempuran Montgisard]] dan sebagian besar dari antara mereka gugur dalam pertempuran tersebut. Pada tahun berikutnya, Salahuddin dan pasukannya berkemah di Homs, dan lalu terjadi pertempuran-pertempuran kecil antara pasukannya (yang dipimpin oleh [[Farrukhsyah]]) melawan Tentara Salib.<ref name="Lane-Poole1906p155-156">{{harvnb|Lane-Poole|1906|pp=155–156}}</ref> Salahuddin tetap tak gentar dan ia lalu menyerbu [[negara-negara Tentara Salib]] dari barat dan mengalahkan Baudouin dalam [[Pertempuran Marj Ayyun]] pada tahun 1179. Pada tahun berikutnya, ia menghancurkan kastil [[Gesher Benot Ya’aqov|Chastellet]] (yang baru saja dibangun oleh Tentara Salib) dalam [[Pertempuran Arungan Yakub]]. Kemudian, selama perang yang berlangsung pada tahun 1182, Salahuddin kembali berhadapan dengan pasukan Baudouin dalam [[Pertempuran Kastil Belvoir (1182)|Pertempuran Kastil Belvoir]] di [[Kaukab al-Hawa]].<ref name="Smail35-36">{{harvnb|Smail|1995|pp=35–36}}</ref>
Pada Mei 1182, Salahuddin akhirnya berhasil merebut kota Aleppo setelah melakukan pengepungan singkat; gubernur kota tersebut, yakni [[Imaduddin Zanki II]], tidak disukai oleh bawahan-bawahannya, dan ia menyerahkan Aleppo kepada Salahuddin setelah Salahuddin menyatakan kesediaannya untuk mengembalikan kekuasaan Zanki II di [[Sinjar]], [[Raqqa]], dan [[Nusaibin]]. Zanki II kemudian menjadi [[vasal]] Ayyubiyah.<ref name="LyonsJackson195">{{harvnb|Lyons|Jackson|1982|p=195}}</ref> Aleppo secara resmi jatuh ke tangan Ayyubiyah pada tanggal 12 Juni. Sehari setelahnya, Salahuddin dan pasukannya bergerak ke kota Harim (terletak di dekat [[Antiokhia]] yang dikuasai Tentara Salib) dan merebut kota tersebut setelah garnisunnya menjatuhkan pemimpinnya, [[Surhak]].<ref name="LyonsJackson202-203">{{harvnb|Lyons|Jackson|1982|pp=202–203}}</ref> Setelah jatuhnya Aleppo dan tunduknya Zanki II kepada Salahuddin, [[Izzuddin Mas'ud|Izzuddin al-Mas'ud]] dari Mosul menjadi satu-satunya
Kemudian dibuat sebuah kesepakatan yang menyatakan bahwa al-Adil akan memerintah Aleppo atas nama putra Salahuddin, [[al-Afdhal bin Salahuddin|al-Afdhal]], sementara Mesir akan diperintah oleh al-Muzaffar Umar atas nama putra Salahuddin yang lain, [[al-Aziz Utsman|Utsman]]. Setelah dua putra tersebut beranjak dewasa, mereka akan memegang kekuasaan di masing-masing wilayah mereka, tetapi jika salah satu dari mereka ada yang mangkat, maka salah satu dari dua bersaudara tersebut akan menguasai semuanya.<ref name="LyonsJackson221">{{harvnb|Lyons|Jackson|1982|p=221}}</ref> Pada musim panas tahun 1183, setelah menyerang wilayah [[Galilea]] timur, penyerangan-penyerangan yang dilancarkan oleh Salahuddin mencapai puncaknya dalam [[Pertempuran Al-Fulah (1183)|Pertempuran al-Fulah]] di [[Lembah Jezreel]]. Pertempuran tersebut melibatkan pasukan Salahuddin melawan Tentara Salib yang dipimpin oleh [[Guy dari Lusignan]]. Pertempuran tersebut tidak membuahkan hasil bagi kedua belah pihak dan kedua belah pihak pun mundur. Saat Tentara Salib sedang membahas urusan dalam negeri, pasukan Salahuddin merebut [[Dataran Tinggi Golan]] dan memutus jalur persediaan utama Tentara Salib. Pada Oktober 1183 dan kemudian pada 13 Agustus 1184, Salahuddin dan al-Adil mengepung [[Al Karak|Karak]] yang dikuasai oleh Tentara Salib, tetapi tak dapat menaklukkannya. Setelah itu, pasukan Ayyubiyah menyerbu [[Samaria]] dan membakar kota [[Nablus]]. Salahuddin kembali ke Damaskus pada September 1184 dan hubungan antara Ayyubiyah dengan Tentara Salib relatif damai pada tahun 1184–1185.<ref name="Lane-Poole1906p177-181">{{harvnb|Lane-Poole|1906|pp=177–181}}</ref>
Baris 104 ⟶ 119:
==== Penaklukan Palestina dan Transyordania ====
[[Berkas:Hattin.jpg|jmpl|ka|Seluruh wilayah [[Kerajaan Yerusalem]] jatuh ke tangan Ayyubiyah setelah mereka berhasil memenangkan [[Pertempuran Hittin]] pada tahun 1187.]]
Salahuddin mengepung [[Tiberias]] di Galilea timur pada 3 Juli 1187, sementara Tentara Salib berupaya menyerang pasukan Ayyubiyah di [[Kafr Kanna]]. Setelah mendengar kabar mengenai pergerakan Tentara Salib, Salahuddin dan gardanya kembali ke perkemahan utama mereka di [[Kafr Sabt]]. Mereka hanya menyisakan pasukan yang kecil jumlahnya di Tiberias. Mereka dapat melihat dengan jelas posisi Tentara Salib, dan Salahuddin kemudian memerintahkan kepada al-Muzaffar Umar untuk menempatkan pasukan di dekat [[Lubya]] agar Tentara Salib tidak dapat memasuki kota [[Hittin]], sementara Gokbori dan pasukannya ditempatkan di sebuah bukit dekat [[asy-Syajarah]]. Pada tanggal 4 Juli, Tentara Salib bergerak menuju [[Tanduk Hittin]] dan menyerang pasukan Muslim, tetapi mereka dikalahkan dalam sebuah [[Pertempuran Hittin|
Karak dan [[Montreal (istana tentara Salib)|Mont Real]] di [[Oultrejordain|Transyordania]] juga jatuh ke tangan Salahuddin, yang kemudian disusul oleh [[Safad]] di Galilea timur laut. Pada akhir tahun 1187, Ayyubiyah telah menguasai semua wilayah [[Kerajaan Yerusalem]] di [[Syam]] kecuali kota [[Tirus, Lebanon|Tirus]] yang dipertahankan oleh [[Conrad dari Montferrat]]. Pada Desember, kota Tirus dikepung oleh pasukan Ayyubiyah yang terdiri dari garnisun Salahuddin dan saudara-saudaranya dari Aleppo, Hamat, dan Mesir. Setengah dari armada angkatan laut Muslim direbut oleh pasukan Conrad pada 29 Desember, dan kemudian pasukan Ayyubiyah juga berhasil dihalau di daerah pesisir kota tersebut.<ref name="Lane-Poole1906p239-240">{{harvnb|Lane-Poole|1906|pp=239–240}}</ref>
Baris 114 ⟶ 129:
=== Perebutan kekuasaan ===
Selama kiprahnya di Timur Tengah, Salahuddin tidak pernah mendirikan sebuah kerajaan yang terpusat. Sistem yang ia dirikan adalah kepemilikan turun temurun yang ia bagi-bagi kepada kerabat-kerabatnya, sehingga mereka mengendalikan wilayah-wilayah semiotonom.<ref name="Shillington438"/> Meskipun para amir di Dinasti Ayyubiyah setia kepada sultan, mereka memiliki kebebasan tersendiri di wilayahnya.<ref name="MeriBacharach84">{{harvnb|Meri|Bacharach|2006|p=84}}</ref> Setelah kematian Salahuddin, [[Malik az-Zhahir|az-Zhahir]] memperoleh kota Aleppo dari al-Adil sesuai dengan kesepakatan. [[al-Aziz Utsman]] menguasai Kairo, sementara putra sulung Salahuddin, al-
Putra-putra Salahuddin kemudian saling memperebutkan wilayah Ayyubiyah. Salahuddin sebelumnya telah mengangkat al-
Setelah Utsman meninggal akibat kecelakaan saat
Al-
[[Berkas:Capturing Damiate.jpg|jmpl|kiri|250px|Kapal-kapal Tentara Salib menyerang menara di Dimyath pada tahun 1218]]
Baris 133 ⟶ 148:
[[Berkas:Al-Kamil Muhammad al-Malik and Frederick II Holy Roman Emperor.jpg|jmpl|ka|lurus|[[Al-Kamil]] (kanan) bertemu dengan Kaisar [[Friedrich II, Kaisar Romawi Suci|Friedrich II]] (kiri). Gambar berasal dari ''[[Nuova Cronica]]'', pertengahan abad ke-14.]]
Di sebelah timur, [[Kekaisaran Khwarezmia|Dinasti Khwarezmia]] di bawah kepemimpinan [[Jalauddin Mingburnu]] merebut kota [[Ahlat|Khilat]] dari tangan al-Asyraf.<ref name="RichardBirrell315">{{harvnb|Richard|Birrell|1999|p=315}}</ref> Sementara itu, [[Dinasti Rasuliyah]] (yang sebelumnya merupakan bani yang setia) mulai mengambil alih wilayah Ayyubiyah di [[Arabia]]. Pada tahun 1222, Dinasti Ayyubiyah mengangkat pemimpin Rasuliyah Ali bin Rasul sebagai gubernur Mekkah. Pemerintahan Ayyubiyah di Yaman dan Hijaz sendiri terus melemah, dan gubernur Yaman Ayyubiyah, Mas'ud bin Kamil, terpaksa bertolak ke Mesir pada tahun 1223. Untuk mengisi kekosongan, ia mengangkat Nuruddin Umar sebagai wakilnya.<ref name="Ali84"/> Pada tahun 1224, sebuah dinasti al-Yamani berhasil menguasai wilayah [[Hadramaut]]. Kendali Ayyubiyah di wilayah itu sendiri memang lemah akibat kesulitan dalam memerintah wilayah utama Yaman.<ref name="Brice338"
Dinasti Ayyubiyah juga masih menghadapi ancaman dari Eropa. Kaisar [[Friedrich II, Kaisar Romawi Suci|Friedrich II]] mengobarkan [[Perang Salib Keenam]] yang berupaya memanfaatkan perselisihan antara al-Kamil dari Mesir dengan al-Mu'azzam dari
Selain perjanjian dengan Tentara Salib, muncul juga usulan kesepakatan untuk memberikan wilayah Damaskus kepada al-Asyraf yang telah mengakui kedaulatan al-Kamil. An-Nasir Dawud menolak kesepakatan tersebut, terutama mengingat bahwa ia masih marah dengan gencatan senjata antara Dinasti Ayyubiyah dengan Tentara Salib.<ref name="Burns184"/> Pasukan Al-Kamil mengepung kota Damaskus untuk menegakkan usulan kesepakatan tersebut pada Mei 1229. Pengepungan tersebut sangat berdampak terhadap kehidupan kota, tetapi rakyat malah berpihak kepada an-Nasir Dawud dan mengecam perjanjian dengan Friedrich. Walaupun begitu, an-Nasir Dawud mengajak berdamai setelah satu bulan berlalu. Kota Damaskus kemudian diberikan kepada al-Asyraf, sementara an-Nasir Dawud mendapatkan wilayah baru yang berpusat di Karak.<ref name="Burns185">{{harvnb|Burns|2005|p=185}}</ref>
Sementara itu, [[Kesultanan Seljuk Raya|pasukan Seljuk]] bergerak menuju wilayah al-Jazira,<ref name="RichardBirrell322">{{harvnb|Richard|Birrell|1999|p=322}}</ref> sedangkan para keturunan
==== Perpecahan
Pemerintahan Al-Asyraf di Damaskus berjalan stabil, tetapi Al-Asyraf dan amir-amir lainnya di
Pada awal dasawarsa 1240-an, as-Salih Ayyub melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang pernah mendukung al-Adil II, dan ia kemudian bertikai dengan an-Nasir Dawud. As-Salih Ayyub dan Ismail juga sama-sama mencoba mendapatkan dukungan dari Tentara Salib.<ref name="RichardBirrell328">{{harvnb|Richard|Birrell|1999|p=328}}</ref> Pada tahun 1244, as-Salih Ismail bersekutu dengan Tentara Salib, dan pasukan mereka berhadapan dengan pasukan gabungan antara as-Salih Ayyub dan Khwarezmia di [[Hirbiya]] di dekat Gaza. Maka meletuslah [[Pertempuran La Forbie]]. Pertempuran tersebut berhasil dimenangkan oleh as-Salih Ayyub, Tentara Salib terusir dari Yerusalem, dan kota
==== Kembalinya persatuan ====
Pada tahun 1244–1245, as-Salih Ayyub telah merebut wilayah [[Tepi Barat]] dari an-Nasir Dawud. Ia juga berhasil menguasai Yerusalem, dan kota Damaskus kemudian dapat diambil alih dengan mudah pada Oktober 1245.<ref name="RichardBirrell330"/> Tak lama setelah itu, Saifuddin Ali menyerahkan wilayah miliknya di [[Ajlun]] kepada as-Salih Ayyub. Persekutuan antara Khwarezmia dengan as-Salih Ayyub juga bubar, dan pasukan Khwarezmia kemudian dihancurkan oleh pasukan amir Ayyubiyah di Homs, [[al-Mansur Ibrahim]], pada Oktober 1246.<ref name="RichardBirrell330"/> Berkat kekalahan Khwarezmia, as-Salih Ayyub dapat menaklukkan seluruh wilayah
Pada Mei 1247, as-Salih Ayyub menjadi penguasa wilayah
As-Salih Ayyub kembali ke Damaskus untuk melihat perkembangan situasi di
=== Kejatuhan ===
==== Kebangkitan Mamluk dan lepasnya wilayah Mesir ====
Pada tahun 1248, armada Tentara Salib yang terdiri dari
Ash-Shalih Ayyub jatuh sakit dan kesehatannya makin menurun akibat tekanan dari Tentara Salib. Istrinya yang bernama [[Syajaruddur]] menyerukan pertemuan para
Setelah berhasil mengalahkan Tentara Salib, hubungan Al-Mu'azzam Turansyah dengan Mamluk semakin memburuk, dan Turansyah berulang kali mengancam mereka dan Syajaruddur. Kelompok Mamluk tidak ingin kehilangan kekuasaan mereka, sehingga mereka memberontak melawan sultan dan menghabisi nyawanya pada April 1250.<ref name="MeriBacharach84"/> Aybak menikahi Syajaruddur dan kemudian memerintah Mesir sebagai perantara Sultan [[Al-Asyraf Musa, Sultan Mesir|al-Asyraf II]]. Walaupun al-Asyraf II merupakan sultan Ayyubiyah secara resmi, statusnya hanya berupa gelar saja.<ref name="RichardBirrell349">{{harvnb|Richard|Birrell|1999|p=349}}</ref>
==== Kekuasaan Aleppo ====
An-Nasir Yusuf ingin mengembalikan kekuasaan para keturunan Salahuddin,<ref name="Tabbaa29-30">{{harvnb|Tabbaa|1997|pp=29–30}}</ref> dan kemudian ia menggalang dukungan dari semua amir Ayyubiyah di
Mamluk bersekutu dengan Tentara Salib pada Maret 1252 dan mereka kemudian bersama-sama mengobarkan perang melawan an-Nasir Yusuf. Raja Louis (yang telah dibebaskan setelah pembunuhan al-Mu'azzam Turansyah) memimpin pasukannya ke Jaffa, sementara Aybak memutuskan untuk mengirim pasukannya ke Gaza. Setelah mendengar kabar mengenai persekutuan tersebut, an-Nasir Yusuf memindahkan pasukannya ke [[Tall al-Ajjul]] di luar kota Gaza agar pasukan Mamluk tidak dapat bertemu dengan Tentara Salib. Pasukan Ayyubiyah yang lainnya ditempatkan di [[Lembah Yordania (Timur Tengah)|Lembah Yordania]]. Aybak dan an-Nasir Yusuf sadar bahwa perang di antara mereka akan sangat menguntungkan Tentara Salib, sehingga mereka menerima mediasi dari Abbasiyah yang dilaksanakan oleh Najmuddin al-Badhirai. Pada April 1253, ditandatangani sebuah perjanjian yang menyatakan bahwa Mamluk akan tetap menguasai seluruh Mesir serta wilayah Palestina hingga mencapai (tetapi tidak termasuk) Nablus. Perjanjian tersebut juga memastikan kekuasaan an-Nasir Yusuf di
Masa pemerintahan an-Nasir Yusuf menjadi masa yang tenang selama lebih dari satu tahun setelah penetapan kesepakatan dengan Mamluk. Pada tanggal 11 Desember 1256, ia mengirim dua utusan ke ibu kota Abbasiyah di Baghdad agar ia dapat diangkat sebagai "sultan" secara resmi oleh khalifah [[al-Musta'sim]]. Akan tetapi, Mamluk sudah mengirim utusan ke Baghdad terlebih dahulu untuk memastikan agar an-Nasir Yusuf tidak dianugerahi gelar tersebut, sehingga al-Musta'sim sulit untuk memutuskan.<ref name="Humphreys328"/>
Pada awal tahun 1257, Aybak dibunuh akibat persekongkolan, dan ia digantikan oleh putranya yang masih berumur 15 tahun, [[al-Mansur Ali]], sementara [[Qutuz|Saifuddin Qutuz]] menjadi tokoh yang sangat berpengaruh di pemerintahan. Tak lama sesudahnya, muncul desas-desus mengenai persekongkolan yang lain yang konon terkait dengan an-Nasir Yusuf. Wazir Syarifuddin al-Fa'izi dituduh terlibat dalam persekongkolan tersebut dan ia tewas dicekik oleh aparat Mesir. Anggota kelompok Bahri Mamluk di
==== Kemerdekaan Karak ====
Baris 178 ⟶ 193:
==== Serangan bangsa Mongol dan kejatuhan Dinasti Ayyubiyah ====
[[Berkas:Mongol raids in Syria and Palestine 1260.svg|jmpl|ka|250px|Penaklukan wilayah Ayyubiyah di
Ayyubiyah telah berada di bawah kedaulatan bangsa Mongol semenjak pasukan Mongol menyerang wilayah-wilayah Ayyubiyah di Anatolia pada tahun 1244. An-Nasir Yusuf mengirim duta besar ke ibu kota Mongol di [[Karakorum]] pada tahun 1250 tak lama setelah ia naik ke tampuk kekuasaan. Namun, perdamaian di antara mereka tidak berlangsung lama, karena Khan Agung [[Möngke Khan|Möngke]] memberikan arahan kepada saudaranya, [[Hulagu Khan|Hulagu]], untuk memperluas wilayah hingga mencapai Sungai Nil. Hulagu pun menghimpun 120.000 tentara untuk melaksanakan tugas ini. Pada tahun 1258, ia berhasil merebut Baghdad dan membantai para penduduknya, termasuk Khalifah al-Musta'sim dan sebagian besar anggota keluarganya.<ref name="Burns195-196">{{harvnb|Burns|2005|pp=195–196}}</ref> Pada tahun yang sama, bangsa Mongol merebut Diyar Bakr dari Ayyubiyah.<ref name="DumperStanley128">{{harvnb|Dumper|Stanley|2007|p=128}}</ref>
An-Nasir Yusuf kemudian mengirim seorang utusan untuk menghadap Hulagu, dan utusan tersebut menegaskan bahwa an-Nasir Yusuf menolak tunduk kepada Mongol. Hulagu tidak dapat menerima hal tersebut, sehingga an-Nasir Yusuf memohon bantuan dari Kairo. Permohonan tersebut bertepatan dengan berlangsungnya sebuah kudeta yang dilancarkan oleh kelompok Mamluk terhadap sisa-sisa kepemimpinan Ayyubiyah di Mesir. [[Qutuz]] kemudian menjadi sultan di Mesir. Sementara itu, pasukan Ayyubiyah dikumpulkan di [[Barzeh, Suriah|Birzeh]] (tepat di sebelah utara Damaskus) untuk mempertahankan kota tersebut dari serangan bangsa Mongol yang sedang bergerak menuju
Hulagu bertolak ke Karakorum dan menugaskan [[Kitbuqa]], seorang
Tentara Mongol lalu menaklukkan Samaria, membantai sebagian besar garnisun Ayyubiyah di Nablus, dan kemudian bergerak ke arah selatan hingga ke Gaza tanpa menghadapi perlawanan yang berarti. An-Nasir Yusuf kemudian ditangkap oleh pasukan Mongol dan dimanfaatkan untuk meyakinkan garnisun di Ajlun untuk menyerah. Sesudah itu, seorang gubernur Ayyubiyah yang bernama [[Banyas]] bersekutu dengan Mongol.<ref name="Grousset362"/> Maka Mongol telah menguasai sebagian besar wilayah
=== Sisa-sisa dinasti ===
Banyak amir Ayyubiyah di
Penguasa Ayyubiyah yang terakhir di Hamat tutup usia pada tahun 1299, dan Hamat kemudian sempat dikuasai oleh Mamluk. Namun, pada tahun 1310, sultan Mamluk [[an-Nasir Muhammad]] memberikan Hamat kepada salah satu anggota Dinasti Ayyubiyah yang dikenal sebagai ahli geografi dan penulis, [[Abu al-Fida]]. Abu al-Fida wafat pada tahun 1331 dan digantikan oleh putranya, [[al-Afdal Muhammad|al-Afdhal Muhammad]]. Hubungan al-
Di Anatolia tenggara, Ayyubiyah masih menguasai [[Hisn Kayfa]] yang masih dapat mempertahankan kemerdekaannya dari [[Ilkhanat]] Mongol yang memerintah Mesopotamia utara hingga dasawarsa 1330-an. Setelah Ilkhanat mengalami perpecahan, bekas vasal mereka di kawasan tersebut, [[Dinasti Artuqid|Dinasti Artuklu]], berperang melawan Ayyubiyah di Hisn Kayfa pada tahun 1334, tetapi mereka mengalami kekalahan dan Ayyubiyah bahkan berhasil merebut wilayah Artuklu di tepi kiri [[Sungai Tigris]].<ref name="Singh203-204">{{harvnb|Singh|2000|pp=203–204}}</ref> Pada abad ke-14, Ayyubiyah membangun kembali kastil Hisn Kayfa yang berfungsi sebagai benteng mereka. Penguasa Ayyubiyah di Hisn Kayfa menjadi vasal Mamluk dan kemudian [[Beylik Dulkadir]] hingga mereka digantikan oleh [[Kesultanan Utsmaniyah]] pada awal abad ke-16.<ref name="AyliffeDubinGawthropRichardson913">{{harvnb|Ayliffe|Dubin|Gawthrop|Richardson|2003|p=913}}</ref>
Baris 197 ⟶ 212:
=== Struktur ===
[[Berkas:Ayyubid Az Zahir 1204 Aleppo.jpg|jmpl|ka|Sebuah koin Ayyubiyah yang dicetak di Aleppo dengan nama Amir [[az-Zahir Ghazi|al-Zahir]]]]
Salahuddin membentuk struktur pemerintahan yang berasaskan kedaulatan kolektif: ia membentuk sebuah [[konfederasi]] yang terdiri dari berbagai wilayah yang disatukan oleh gagasan pemerintahan keluarga. Berdasarkan sistem ini, terdapat sejumlah "sultan kecil", sementara salah satu anggota keluarga Ayyubiyah akan menjadi ''as-Sultan al-Mu'azzam'', yaitu pemegang jabatan tertinggi. Setelah kematian Salahuddin, jabatan yang amat didambakan tersebut diperebutkan oleh anggota keluarga Ayyubiyah. Persaingan yang terjadi di antara anggota Bani Ayyubiyah di Mesir dan
Kekuasaan politik terpusat di rumah tangga Ayyubiyah yang tidak hanya terikat oleh hubungan darah; budak dan orang-orang terdekat dapat memperoleh kekuasaan yang besar atau bahkan yang tertinggi. Seringkali ibu kandung seorang penguasa Ayyubiyah yang masih muda bertindak secara independen atau bahkan sebagai penguasa. Para [[kasim]] juga memiliki kekuasaan yang besar di Ayyubiyah. Mereka berperan sebagai pengiring dan ''[[atabeg]]'' di dalam rumah tangga atau sebagai amir dan panglima pasukan di luar rumah tangga. Salah satu pendukung Salahuddin yang paling penting adalah kasim [[Bahauddin bin Syaddad]] yang membantunya melengserkan Fatimiyah, merampas harta benda mereka, dan membangun tembok benteng Kairo. Sepeninggalan al-Aziz Utsman, Bahauddin menjadi wali anak laki-laki Utsman, al-Mansur, sehingga ia sempat menguasai Mesir hingga al-Adil naik ke tampuk kekuasaan. Sultan-sultan berikutnya mengangkat kasim sebagai wali sultan dan bahkan menganugerahi mereka dengan kedaulatan atas kota-kota tertentu, seperti Syamsuddin Sawab yang dianugerahi kota [[Amid]] dan Diyar Bakr pada tahun 1239.<ref name="DalyPetry239-240">{{harvnb|Daly|Petry|1998|pp=239–240}}</ref>
Dalam sistem pemerintahan dinasti Ayyubiyah, terdapat tiga cara utama dalam merekrut elit-elit terdidik yang diperlukan untuk memerintah kota-kota. Cara pertama adalah dengan memberikan dukungan ekonomi dan politik kepada para [[syekh]] yang mengabdi kepada keluarga penguasa Ayyubiyah di tingkatan daerah. Cara lainnya adalah dengan memberikan kepada para syekh pendapatan yang diperoleh ''[[diwan]]'', yakni badan pemerintahan negara. Metode ketiga adalah dengan memberikan [[wakaf]] kepada para syekh.<ref name="DalyPetry231">{{harvnb|Daly|Petry|1998|p=231}}</ref> Seperti negara-negara pendahulunya, Dinasti Ayyubiyah hanya memiliki segelintir lembaga negara. Untuk membentuk ikatan dengan elit-elit terdidik di kota-kota Ayyubiyah, mereka menjalankan praktik [[patronase]]. Praktik pemberian wakaf kepada golongan elit mirip dengan pemberian [[fief]] (''iqta'at'') kepada para panglima
Setelah berhasil menaklukkan Yerusalem pada tahun 1187, Dinasti Ayyubiyah di bawah pemerintahan Salahuddin mungkin merupakan negara pertama yang menciptakan jabatan ''[[amir al-hajj]]'' (panglima peziarahan) untuk melindungi karavan [[Haji]] tahunan yang bertolak dari Damaskus ke [[Mekkah]], dan Salahuddin menganugerahkan jabatan tersebut kepada Tughtakin bin Ayyub.<ref name="Sato134">{{harvnb|Sato|2014|p=134}}</ref>
=== Pusat pemerintahan ===
Pusat pemerintahan Ayyubiyah dari masa pemerintahan Salahuddin pada dasawarsa 1170-an hingga akhir masa pemerintahan al-Adil pada tahun 1218 terletak di kota Damaskus. Kota tersebut lebih strategis dalam upaya untuk mengalahkan Tentara Salib, dan juga memungkinkan sultan mengawasi bawahan-bawahannya yang cukup ambisius di
Setelah al-Adil I memperoleh kekuasaan di Kairo, dimulailah persaingan antara kota Damaskus dan Kairo untuk menjadi ibu kota Dinasti Ayyubiyah. Pada masa kekuasaan al-Adil dan al-Kamil, Damaskus masih menjadi provinsi otonom dan penguasanya berhak memilih penerus mereka sendiri, tetapi pada masa kepemimpinan as-Salih Ayyub, kampanye-kampanye militer melawan
== Demografi ==
Baris 215 ⟶ 230:
Pada abad ke-12, [[Islam]] merupakan agama utama di kawasan Timur Tengah. Tidak diketahui secara pasti apakah agama ini merupakan agama mayoritas di luar [[Semenanjung Arabia]]. Bahasa Arab merupakan bahasa kebudayaan dan juga bahasa yang dituturkan oleh warga kota, walaupun bahasa-bahasa lainnya yang sudah ada dari zaman pra-Islam juga masih digunakan untuk hal-hal tertentu.<ref name="HouraniRuthven96-97">{{harvnb|Hourani|Ruthven|2002|pp=96–97}}</ref> Kebanyakan orang Mesir menuturkan bahasa Arab pada masa Dinasti Ayyubiyah.<ref name="Goldschmidt48">{{harvnb|Goldschmidt|2008|p=48}}</ref>
[[Rumpun bahasa Kurdi|Bahasa Kurdi]] merupakan bahasa ibu penguasa-penguasa pertama Ayyubiyah, khususnya pada masa mereka ketika mereka bertolak dari Dvin. Sultan Salahuddin menuturkan bahasa Arab dan [[bahasa Kurdi]], dan tampaknya juga bisa berbicara [[bahasa Turki]].<ref name="Magill809">{{harvnb|Magill|1998|p=809}}</ref><ref name="France84">{{harvnb|France|1998|p=84}}</ref> Menurut Yasser Tabbaa, seorang antropolog yang mengkhususkan diri dalam bidang kebudayaan Islam [[abad pertengahan]], para penguasa Ayyubiyah yang memerintah pada abad ke-12 sudah jauh dari budaya Kurdi; tidak seperti para pendahulu mereka di Seljuk dan para penerus mereka di Mamluk, para penguasa Ayyubiyah telah "terarabisasi".<ref name="Tabbaa31">{{harvnb|Tabbaa|1997|p=31}}</ref> Bahasa dan [[budaya Arab]]<ref name="Angold391">{{harvnb|Angold|2006|p=391}}</ref> menjadi unsur utama dalam jati diri mereka alih-alih bahasa dan budaya Kurdi.<ref name="FageOliver37-38">{{harvnb|Fage|Oliver|1977|pp=37–38}}</ref> Mereka sendiri sudah cukup terasimilasi ke dalam budaya Arab sebelum mereka mulai berkuasa, dan marga-marga Arab pun jauh lebih lazim daripada marga-marga non Arab di kalangan penguasa Bani Ayyubiyah. Beberapa pengecualiannya adalah marga non-Arab ''[[Turansyah]].'' Sebagian besar penguasa Ayyubiyah dapat menuturkan bahasa Arab secara fasih, dan beberapa dari antara mereka (seperti az-Zahir Ghazi, [[Al-Mu'azzam|al-Mu'azzam Isa]], dan amir-amir kecil di Hamat) merangkai puisi dalam bahasa Arab.<ref name="Humphreys189-190">{{harvnb|Humphreys|1977|pp=189–190}}</ref>
Arabisasi yang berlangsung di keluarga penguasa Ayyubiyah sangat berbeda dengan pasukan mereka yang tidak memiliki kesatuan budaya. Orang-orang Turki dan Kurdi mendominasi
Sebagian besar penduduk
Di Yaman dan Hadramaut, sebagian besar penduduknya menganut agama [[Islam Syiah]] bermazhab [[Zaidiyah]]. Wilayah Mesopotamia Hulu dihuni oleh orang-orang Kurdi dan Turki yang beragama Islam Sunni, meskipun terdapat juga minoritas [[Yazidi]] dalam jumlah yang besar. Orang [[Yahudi]] tersebar luas di wilayah-wilayah Islam, dan sebagian besar kota Ayyubiyah memiliki komunitas Yahudi, karena orang Yahudi berperan penting dalam bidang perdagangan, produksi, keuangan, dan pengobatan. Di Yaman dan beberapa wilayah di
Di Mesir, terdapat komunitas [[Kristen Koptik]], [[Melkit]], [[orang Turki|Turki]], [[orang Armenia|Armenia]], dan [[orang kulit hitam]] [[Afrika]]. Orang Armenia dan orang kulit hitam merupakan kelompok yang berjumlah yang besar di wilayah [[Mesir Hulu]]. Pada masa Bani Fatimiyah, kaum non-Muslim di Mesir pada umumnya hidup sejahtera kecuali pada masa pemerintahan Khalifah [[Al-Hakim bi-Amr Allah|al-Hakim]]. Namun, setelah Syirkuh menjadi wazir, dikeluarkan sejumlah titah yang merugikan penduduk non-Muslim. Setelah kedatangan pasukan ekspedisi
Pada permulaan masa pemerintahan Salahuddin sebagai sultan di Mesir, berdasarkan masukan dari penasihatnya yang bernama Qadi al-Fadil, orang Kristen dilarang bekerja di bidang
Bani Ayyubiyah pada umumnya memberikan jabatan-jabatan tinggi di militer dan birokrasi kepada orang Kurdi, Turki, dan orang-orang dari [[Kaukasus]]. Tidak banyak hal yang diketahui mengenai para prajurit Ayyubiyah, tetapi jumlah pasukan berkuda Ayyubiyah biasanya berkisar pada angka 8.500 hingga 12.000. Kavaleri Ayyubiyah kebanyakan terdiri dari orang-orang Kurdi dan Turki yang terlahir bebas dan kemudian dibeli oleh para amir dan sultan sebagai budak militer atau ''mamluk''; pada awal masa kekuasaan Ayyubiyah, terdapat pula kontingen [[orang Turkmen|Turkmen]] dalam jumlah yang besar. Selain itu, terdapat pasukan pembantu Arab, bekas satuan-satuan Fatimiyah seperti pasukan yang terdiri dari [[orang Nubia]], serta kontingen-kontingen Arab yang terpisah (khususnya dari [[Banu Kinaniya|suku Kinaniya]], yang biasanya ditugaskan untuk mempertahankan Mesir). Pasukan Kurdi dan Turki kadang-kadang saling bersaing memperebutkan jabatan militer, dan menjelang akhir kekuasaan Ayyubiyah, jumlah pasukan Turki jauh lebih besar daripada Kurdi. Walaupun para sultan Ayyubiyah memiliki latar belakang Kurdi, mereka tetap berlaku adil terhadap kedua kelompok tersebut.<ref name="DalyPetry226">{{harvnb|Daly|Petry|1998|p=226}}</ref>
=== Jumlah penduduk ===
Belum ada angka yang dapat menunjukkan secara pasti jumlah penduduk di wilayah kekuasaan Ayyubiyah. Colin McEvedy dan Richard Jones menyatakan bahwa pada abad ke-12,
Russel memperkirakan jumlah penduduk di wilayah pedesaan Mesir berjumlah 3,3 juta di 2.300 desa, sehingga pedesaan Mesir pada masa itu memiliki kepadatan yang tinggi. Menurutnya, hal ini dimungkinkan oleh produktivitas lahan yang tinggi, sehingga hasil panen pun meningkat. Sementara itu, jumlah penduduk di wilayah perkotaan lebih rendah, yaitu 233.100 jiwa atau sekitar 5,7% jumlah penduduk di Mesir. Kota-kota terbesarnya adalah Kairo (pop. 60.000), Iskandariyah (pop. 30.000), [[Qus]] (pop. 25.000), Dimyath (pop. 18.000), [[Fayyum]] (pop. 13.000), dan [[Bilbais]] (pop. 10.000). Sejumlah kota kecil berada di pinggiran Sungai Nil. Kota-kota kecil tersebut adalah [[Damanhur]], [[Asyut]], dan [[Tanta]]. Kota-kota di Mesir juga padat penduduk, khususnya akibat urbanisasi dan industrialisasi yang lebih besar daripada tempat lainnya.<ref name="Shatzmiller59-60"/>
Baris 236 ⟶ 251:
== Ekonomi ==
[[Berkas:Egyptian vase MBA Lyon 1939-10.jpg|jmpl|ka|Salah satu contoh kriya tembikar Ayyubiyah yang berasal dari Mesir]]
Setelah berhasil mengusir Tentara Salib dari sebagian besar wilayah
Dinasti Ayyubiyah telah mengambil berbagai tindakan untuk meningkatkan produksi pertanian. Terusan-terusan digali untuk menyediakan irigasi di berbagai wilayah kekaisaran. Pembudidayaan [[tebu]] secara resmi didukung untuk memenuhi permintaan yang besar dari penduduk setempat maupun dari bangsa Eropa. Sementara itu, akibat Perang Salib, berbagai jenis tanaman dari wilayah Ayyubiyah menyebar ke Eropa, seperti [[wijen]], tanaman ''[[Ceratonia siliqua|
Faktor utama yang memperkuat industri dan perdagangan di Dinasti Ayyubiyah adalah ketertarikan bangsa Eropa terhadap barang-barang baru yang mereka temui saat sedang berhubungan dengan kaum Muslim. Komoditas-komoditas tersebut meliputi dupa, wewangian, dan tanaman aromatik dari [[Arabia]] dan [[India]], serta jahe, [[tawas]], dan [[aloe|lidah buaya]]. Bangsa Eropa juga tertarik dengan gaya busana dan perabotan yang baru. Permadani, karpet, dan [[dewangga]] yang dibuat di [[Timur Tengah]] dan [[Asia Tengah]] mulai diperkenalkan di [[dunia Barat]] berkat hubungan antara Tentara Salib dengan Ayyubiyah. Para peziarah Kristen yang mengunjungi Yerusalem kembali dengan membawa tempat penyimpanan pusaka buatan Arab. Selain itu, karya-karya seni dari timur yang terbuat dari berbagai macam bahan (seperti kaca, tembikar, emas, atau perak) bernilai tinggi di Eropa.<ref name="Ali37"/>
Permintaan dari Eropa terhadap produk-produk pertanian dan komoditas-komoditas industri telah menggairahkan perdagangan internasional. Dinasti Ayyubiyah berperan penting dalam hal ini, karena mereka menguasai jalur dagang di [[Laut Merah]] yang melewati pelabuhan-pelabuhan di Yaman dan Mesir.<ref name="Ali37"/> Walaupun Dinasti Ayyubiyah bekerja sama dengan [[Republik Genova]] dan [[Republik Venesia|Venesia]] di [[Laut Tengah]], kedua negara tersebut tidak dapat mengakses Laut Merah. Oleh sebab itu, Dinasti Ayyubiyah dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan di [[Samudra Hindia]] tanpa
Seiring dengan perkembangan perdagangan internasional, asas-asas dasar kredit dan perbankan mulai dikembangkan. Para pedagang [[Yahudi]] dan Italia memiliki agen-agen perbankan di
== Pendidikan ==
Para penguasa Ayyubiyah merupakan orang-orang yang terdidik dan mereka mendukung kegiatan belajar mengajar. Madrasah-madrasah dibangun di wilayah Ayyubiyah tidak hanya untuk mendidik siswa, tetapi juga untuk menyebarkan agama Islam Sunni. Menurut [[Ibnu Jubayr]], kota Damaskus pada masa pemerintahan Salahuddin memiliki 20 madrasah, 100 [[Pemandian umum|tempat pemandian]], serta biara-biara [[darwis]] [[Sufi]] dalam jumlah yang besar. Ia juga membangun madrasah-madrasah di Aleppo, Yerusalem, Kairo, Iskandariyah, dan berbagai kota di Hijaz. Banyak pula madrasah yang dibangun oleh para penerusnya. Bahkan istri para penguasa Ayyubiyah, para panglima, dan para bangsawan juga ikut mendirikan dan mendanai sejumlah lembaga pendidikan.<ref name="Ali38"/>
Meskipun para penguasa Ayyubiyah mengikuti [[mazhab]] [[Mazhab Syafi'i|Syafi'i]], mereka juga membangun madrasah-madrasah untuk keempat mazhab Sunni. Sebelum Bani Ayyubiyah berkuasa, tidak ada madrasah yang beraliran Hanbali dan Maliki di
Setelah Salahuddin menegakkan kembali agama Sunni di Mesir, 10 madrasah didirikan di Kairo pada masa kekuasaannya, ditambah dengan 25 madrasah lainnya pada masa penguasa-penguasa setelah Salahuddin. Madrasah-madrasah tersebut didirikan di tempat yang penting dari segi ekonomi, politik, dan agama, khususnya madrasah yang terletak di al-
Selain dirintis oleh para penguasa, sejarah mencatat bahwa para pejabat tinggi di Dinasti Ayyubiyah membangun 26 madrasah di Mesir, Yerusalem, dan Damaskus. Rakyat jelata juga mendirikan sekitar 18 madrasah di Mesir, termasuk dua lembaga medis, padahal pembangunan madrasah oleh rakyat jelata merupakan hal yang tidak lazim pada masa itu. Sebagian besar madrasah di Dinasti Ayyubiyah mewajibkan guru dan siswanya untuk tinggal di asrama. Para guru di madrasah tersebut merupakan ahli
== Ilmu pengetahuan ==
Berkat dukungan yang diberikan oleh Dinasti Ayyubiyah, kegiatan intelektual kembali bangkit di wilayah yang dikuasai oleh Ayyubiyah. Para cendekiawan di Ayyubiyah sangat berminat pada bidang kedokteran, [[farmakologi]] (ilmu obat-obatan), dan [[botani]] (ilmu tanaman). Salahuddin membangun dua rumah sakit di Kairo yang mengikuti Rumah Sakit Nuri di Damaskus; rumah sakit tersebut tak hanya merawat pasien, tetapi juga menawarkan pendidikan medis. Banyak ilmuwan dan dokter yang telah berkiprah di Mesir,
== Arsitektur ==
[[Berkas:Firdaws Madrasa Courtyard.jpg|jmpl|ka|[[Madrasah Al-Firdaus]] didirikan pada tahun 1236 di kota [[Aleppo]] dengan dukungan dari [[Dhaifa Khatun]]]]
[[Berkas:Ayyubid Wall Al-Azhar Park Cairo 01-2006.jpg|jmpl|ka|Tembok Ayyubiyah di Kairo yang ditemukan selama pembangunan [[Taman Al-Azhar]], Januari 2006]]
Pencapaian arsitektur terbesar pada zaman Ayyubiyah adalah arsitektur militernya, ditambah dengan pembangunan madrasah-madrasah Sunni untuk memperkuat agama tersebut (khususnya di wilayah Mesir yang sebelumnya didominasi oleh Syiah). Perubahan terbesar yang diberlakukan oleh Salahuddin di Mesir adalah dengan menutup Kairo dan al-
Pada September 1183, pembangunan [[Benteng Kairo]] dimulai atas perintah dari Salahuddin. Menurut [[al-Maqrizi]], Salahuddin memilih [[Mokattam|Perbukitan Muqattam]] sebagai tempat pembangunan benteng tersebut karena udara di sana lebih segar daripada tempat lainnya di Kairo. Namun, pembangunannya tidak semata-mata didasarkan pada udara yang menyegarkan, tetapi untuk keperluan pertahanan. Tembok dan menara di bagian utara benteng tersebut kebanyakan dibangun pada masa kekuasaan Salahuddin dan al-Kamil.<ref name="Yeomans104-105"/> Pembangunan benteng tersebut diselesaikan pada masa kepemimpinan Al-Kamil. Ia memperkuat dan memperbesar beberapa menara yang sudah ada, seperti dua menara dari masa kekuasaan Salahuddin (Burg al-Haddad dan Burg al-Ramla) yang diperbesar dengan menutupinya dengan struktur berbentuk setengah lingkaran. Al-Kamil juga menambahkan beberapa menara berbentuk persegi yang berfungsi sebagai menara benteng. Menurut Richard Yeomans, struktur paling menakjubkan yang dibangun oleh al-Kamil adalah sejumlah menara benteng raksasa berbentuk persegi panjang yang berada di tembok utara.<ref name="Yeomans109-110">{{harvnb|Yeomans|2006|pp=109–110}}</ref> Perbentengan yang dibangun oleh al-Kamil memiliki ciri khas berupa batu-batuannya yang tampak menonjol, sementara menara-menara buatan Salahuddin memiliki bebatuan yang terlihat halus. Gaya bebatuan yang menonjol merupakan ciri khas benteng-benteng Ayyubiyah lainnya, seperti yang dapat ditemui pada [[Benteng Damaskus]] dan [[Busra]] di
[[Berkas:Ayyubid wall cyark 2.jpg|jmpl|kiri|Hasil [[pemindai 3D|pindaian laser 3D]] terhadap Gerbang Bab al-Barqiyya di tembok Ayyubiyah dari abad ke-12 yang mengelilingi [[Taman Al-Azhar]].]]
Baris 339 ⟶ 354:
== Pranala luar ==
{{Commons category|Ayyubid dynasty}}
* [https://web.archive.org/web/20111114213156/http://archive.cyark.org/bab-albarqiyya-intro Fatimid-era Ayyubid Wall of Cairo Digital Media Archive]▼
▲* [http://archive.cyark.org/bab-albarqiyya-intro Fatimid-era Ayyubid Wall of Cairo Digital Media Archive]
{{Dinasti Ayyubiyah}}
{{Empires}}
{{artikel bagus}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Sejarah Kurdistan]]
|