Penangkapan Pangeran Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rizkynandi (bicara | kontrib)
k ejaan dan pemilihan bahasa
k Cagar
 
(126 revisi perantara oleh 32 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{periksa terjemahan|en|The Arrest of Pangeran Diponegoro}}
{{Infobox artwork
| image_file = Raden Saleh - Diponegoro arrest.jpg
| painting_alignment = Front
| image_size = 350px300px
| title = Penangkapan Pangeran Diponegoro
| alt = Seorang pria Jawa yang mengenakabmengenakan serban menyerahkan dirinya kepada otoritas Belanda
|other_language_1 =[[bahasa Belanda|Belanda]]
|other_title_1=Gevangenname van Prins Diponegoro
| artist = [[Raden Saleh]]
Baris 19 ⟶ 18:
| metric_unit = cm
| imperial_unit = in
| city = [[JakartaKota Yogyakarta|Yogyakarta]], [[Indonesia]]
| museum = [[Museum Istana MerdekaKepresidenan Yogyakarta|Museum Kepresidenan]]
| owner =
|embedded=
}}
{{Infobox cagar budaya|child=yes
'''''Penangkapan Pangeran Diponegoro''''' (Belanda: ''Gevangenname van Prins Diponegoro'') adalah sebuah lukisan 1857 karya [[Raden Saleh]], yang menggambarkan ditangkapnya Pangeran [[Diponegoro]] oleh Letnan Jenderal [[Hendrik Merkus de Kock]] pada 28 Maret 1830. Pulang ke [[Jawa]] pada 1851 setelah lama belajar di Eropa, Saleh memulai pembuatannya pada 1856 dan dihadiahkan kepada [[William III dari Belanda|Raja William III]] dari Belanda. Kemudian, lukisan tersebut berpindah dari Istana [[Den Haag]], [[Bronbeek]], [[Museum Nasional Indonesia|Museum Pusat]], sampai pada akhirnya museum [[Istana Negara (Jakarta)|Istana Negara]]. Lukisan tersebut merupakan lukisan Asia Tenggara pertama dalam genre [[lukisan sejarah]], sekaligus karya pertama dari seorang seniman Asia Tenggara yang menggambarkan sebuah peristiwa dari kawasan tersebut. Lukisan tersebut juga dianggap menjadi contoh dari nasionalisme Asia Tenggara awal dalam seni rupa, meskipun juga dipakai sebagai bukti bahwa Saleh tak memiliki rasa nasionalisme. Selain Saleh, [[Nicolaas Pieneman]] sebelumnya telah membuat lukisan tentang peristiwa yang sama dengan judul ''[[Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock]]'' pada sekitar tahun 1835.
| Name = Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh
|caption =
| Location = [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]], [[Indonesia]]
| Type = Nasional
| Criteria = Benda
| ID = CB.1562
| Year = 6 November 2018
|Session = 306/M/2018
|Extension = Menteri
| management = [[Museum Istana Kepresidenan Yogyakarta|Museum Kepresidenan]]
| Link = http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2017101200002/lukisan-penangkapan-pangeran-diponegoro-karya-raden-saleh
| map_location =
| map_label =
| map_caption =
| coordinates =
}}}}
'''''Penangkapan Pangeran Diponegoro''''' ({{lang-nl|Gevangenname van Prins Diponegoro)}} adalah sebuah lukisan 1857 karya [[Raden Saleh]], yang menggambarkan ditangkapnya Pangeran [[Diponegoro]] oleh Letnan Jenderal [[Hendrik Merkus de Kock]] pada 28 Maret 1830.
 
Pada tahun 1829-1851, Raden Saleh, di bawah naungan pemerintah [[Hindia Belanda]], tinggal di Eropa, di mana ia menerima pendidikan seni. Setelah kembali ke tanah airnya, dia memutuskan untuk mempraktekkan apa yang telah dia pelajari di [[Eropa]] dan dengan demikian berkontribusi pada modernisasi [[Jawa]]. Untuk gambaran yang direncanakannya, Raden Saleh memilih plot dari sejarah Jawa, yaitu penyerahan pemimpin pemberontakan Jawa dari Diponegoro kepada pasukan [[Kolonialisme|kolonial]] di bawah komando [[Letnan jenderal|Letnan Jenderal]] Hendrik Mercus de Kock yang terjadi pada tahun 1830.
== Deskripsi ==
Pangeran [[Diponegoro]] berdiri di depan Letnan Jenderal [[Hendrik Merkus de Kock]] di depan bangunan milik pimpinan kolonial.{{sfn|Taufiqurrahman|2010}} Ia mengenakan sebuah serban hijau, [[jubah]] putih dan [[celana]], dan sebuah jaket; mengikatkan pinggangnya dengan ikat pinggang emas, memegang [[tasbih]], dan mengalungkan punggungnya dengan [[syal]].{{Sfn|Carey|2007|p=698}} Ia tampak sedang menahan kemarahannya – sebagai sebuah tindakan lazim dari [[Priyayi]] – sementara orang-orang Eropa digambarkan bermata tajam dan tidak saling bertatap muka.{{Sfn|Krauss|2005|p=285}}
 
Diketahui keluarga Saleh mendukung Diponegoro, banyak kerabatnya ikut serta dalam pemberontakan. Menurut kritikus, sehubungan dengan ini, Saleh ingin menampilkan versinya sendiri, non-kolonial — berbeda dengan karya oleh seniman Belanda [[Nicolaas Pieneman]] dalam lukisan berjudul ''[[Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock]]'' (1830-1835).
[[De Kock]], sang penangkap, berdiri di kiri Diponegoro, pada tingkat yang sama dengan pejuang [[gerilya]] tersebut.{{Sfn|Krauss|2005|p=285}} Bagian paling kiri adalah para perwira Belanda, yang diidentifikasikan oleh sejarawan dan biografer Diponegoro [[Peter Carey (sejarawan)|Peter Carey]] sebagai Kolonel Louis du Perr, Letkol W.A. Roest, dan Mayor-Ajudan Francois Victor Henri Antoine Ridder de Stuer. Di kanan pangeran, berdiri seorang pria Jawa yang diidentifikasikan oleh Carey sebagai putra Diponegoro, Diponegoro Muda, bersebelahan dengan [[Residen (gelar)|Residen Kedu]] Franciscus Gerardus Valck, Mayor Johan Jacob Perié, dan Kapten Johan Jacob Roeps.{{sfn|Carey|1982|p=25}} Di kaki Diponegoro, seorang wanita – diyakini istrinya Raden Ayu Rětnaningsih – berusaha untuk memegangnya.{{Sfn|Carey|2007|p=698}}
 
Dalam lukisan kedua seniman itu, Diponegoro berdiri di sebelah de Kock di tangga sebuah rumah kolonial, dikelilingi oleh perwira Belanda dan [[Suku Jawa|orang Jawa]] yang dilucuti. Namun Saleh mengisi karyanya dengan suasana kesedihan, menggambarkan Diponegoro dan de Kock sejajar dengan latar fajar hari baru, sehingga mengisyaratkan, menurut para kritikus, pembebasan masa depan Jawa dari kolonialisme.
Pemandangan di bagian kanan atas lukisan menampilkan sebuah pemandangan yang masih pagi hari, dengan tanpa angin, dan terpusat pada Diponegoro.{{Sfn|Krauss|2005|p=286}}{{Sfn|Carey|2007|p=699}} Saleh memberikan [[kedalaman bidang]] pada lukisan tersebut, menampilkan para prajurit salihat berdekatan pada bagian depan secara jelas, sementara menyamarkan detail-detail dari orang-orang di barisan belakang.{{sfn|Latief|2013}} Kepala-kepala orang Belanda digambarkan tampak lebih besar ketimbang badan mereka,{{Sfn|Krauss|2005|p=285}} sementara para prajurit Jawa digambarkan dalam keadaan wajar.{{Sfn|Carey|2007|p=698}} Pelukisnya, [[Raden Saleh]], mencantumkan dirinya sendiri dalam lukisan tersebut sebanyak dua kali: sebagai seorang prajurit yang menunduk kepada pemimpin yang menangkapnya, dan sebagai seorang prajurit yang menghadap ke arah penonton.{{Sfn|Carey|1982|p=5}}
 
Saleh melukis lukisan itu pada tahun [[1856]]-[[1857]], setelah itu ia secara pribadi menyerahkannya kepada [[Willem III dari Belanda|Raja Willem III dari Belanda]]. Pada tahun-tahun berikutnya, kanvas ini disimpan di [[Istana Het Loo]], [[Den Haag]]. Pada tahun 1978, lukisan itu disumbangkan kepada [[pemerintah Indonesia]] yang sudah merdeka, setelah itu dipamerkan di [[Museum Nasional Indonesia]] dan [[Istana Merdeka|Istana Kepresidenan]] di [[DKI Jakarta|Jakarta]]. Karena lukisan tersebut berada dalam keadaan yang buruk, lukisan tersebut sepenuhnya direstorasi pada tahun 2013. Kini lukisan tersebut menjadi bagian dari koleksi [[Museum Istana Kepresidenan Yogyakarta|Museum Kepresidenan]].
Lukisan ini berukuran {{convert|112|x|178|cm}}.{{Sfn|Carey|1982|p=1}}
 
== SejarahCatatan sejarah ==
[[Berkas:Diepo Negoro.jpg|jmpl|kiri|Diponegoro]]
=== Latar belakang ===
Diponegoro (1785-1855), keturunan [[Hamengkubuwana|Sultan Yogyakarta]] dan putra tertua [[Hamengkubuwana III|Hamengkubuwono III]], dilewati dalam suksesi takhta tetapi tidak melepaskan klaim kepemimpinannya di kalangan [[priyayi]].<ref name="britannica">{{cite web|author=Adam Augustyn|url=https://www.britannica.com/biography/Diponegoro|title=Diponegoro|publisher=[[Британская энциклопедия]]|date=11 ноября 2019|accessdate=2 декабря 2019|archive-date=2020-12-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20201219181005/https://www.britannica.com/biography/Diponegoro|deadlink=no}}</ref><ref name="bigenc">{{cite web|author=[[Ульянов, Марк Юрьевич|М. Ю. Ульянов]]|url=https://bigenc.ru/world_history/text/1957837|title=Дипонегоро|publisher=[[Большая российская энциклопедия]]|date=|accessdate=2 декабря 2019|archive-date=2019-07-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20190703130204/https://bigenc.ru/world_history/text/1957837|deadlink=no}}</ref> Dengan deklarasi perang suci melawan penjajah dan proklamasi dirinya sebagai [[Ratu Adil]], ia memberontak melawan sultan yang berkuasa dan pemerintah [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]].{{sfn|Judge, Blake|1988|p=99}}{{sfn|Protschky|2011|p=74}}<ref name="britannica" />
[[Berkas:Nicolaas Pieneman - The Submission of Prince Dipo Negoro to General De Kock.jpg|jmpl|300px|''[[Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock]]'', [[Nicolaas Pieneman]] (sekitar 1830–35)]]
Diponegoro (1785–1855), seorang keturunan [[Sultan Yogyakarta|Sultan-Sultan Yogyakarta]], dibujuk beberapa kali untuk naik tahta.{{sfn|Encarta}} Pada 1825, setelah menyatakan dirinya sendiri adalah [[Ratu Adil]] dan perlawanan para musuhnya terhadap praktek Islam mereka, ia memulai sebuah perang melawan sultan yang memerintah dan pemerintah kolonial Belanda. Dalam perjuangan lima tahun berikutnya, yang menyebar ke sebagian besar [[Jawa Tengah]], lebih dari 200,000 pasukan [[suku Jawa|Jawa]] dan 15,000 pasukan Belanda tewas.{{Sfn|Protschky|2011|p=74}} Pada 28 Maret 1830, dengan sebagian besar pemimpin gerilya lainnya yang tertangkap, Diponegoro diundang untuk mendatangi rumah Letjen De Kock di [[Magelang]] untuk menegosiasikan akhir pertikaian dan mewujudkan kesepakatan bersama. Disana, setelah tiga jam, Diponegoro ditangkap.{{sfn|Rijksmuseum}} Ia diasingkan ke [[Makassar]], [[Sulawesi]], dimana ia menjalani sisa hidupnya disana sampai kematiannya.{{sfn|Encarta}}
 
Dalam perang yang diselenggarakan 5 tahun berikutnya di sebagian besar wilayah [[Jawa Tengah]], lebih dari 200.000 tentara Jawa dan 15.000 tentara Belanda tewas.{{sfn|Protschky|2011|p=74}}{{sfn|Adas|2012|p=11}} Setelah serangkaian kemenangan besar, sebagian besar pemimpin pemberontakan ditangkap dan peperangan mencapai titik balik yang menguntungkan Belanda. Pada tanggal 28 Maret 1830, Diponegoro diundang oleh Letnan Hendrik Merkus de Kock ke wisma keresidenan di [[Kota Magelang|Magelang]] untuk menandatanggani perjanjian perdamaian dan mengakhiri permusuhan. Ia ditangkap karena kebuntuan dalam negosiasi setelah menolak untuk mengakui statusnya sebagai pemuka agama umat [[Islam]] se-[[Jawa|Pulau Jawa]].{{sfn|Wassing-Visser|1995|p=69}}{{sfn|Knol et al.|2009|p=30}}{{sfn|Adas|2012|pp=10—11}}{{sfn|Alatas|2017|p=25}}<ref name="Pamuji" />
Penggambaran Saleh bukanlah satu-satunya versi lukisan dari penangkapan Diponegoro. Sebuah versi sebelumnya, ''[[Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock]]'', diselesaikan pada sekitar tahun 1835 oleh [[Nicolaas Pieneman]] atas permintaan dari De Kock atau keluarganya.{{Sfn|Krauss|2005|p=279}}{{sfn|Rijksmuseum}} Ketimbang seorang pria pemarah dan keras, Pieneman menampilkan seorang Diponegoro yang penurut dan terpukul, berdiri lebih rendah ketimbang penangkapnya, dan secara simbolik kurang memiliki kekuatan.{{Sfn|Protschky|2011|p=74}}{{Sfn|Krauss|2005|p=284}} Secara keseluruhan, lukisan Pieneman memberikan penekanan bahwa, meskipun De Kock bertindak keras dalam mengasingkan Diponegoro, ini dilakukan demi kebaikan untuk Jawa.{{Sfn|Krauss|2005|p=282}} Pengarang Susie Protschky menyebut karya Pieneman maupun Saleh sebagai "dua lukisan sejarah paling terkenal dari Hindia Belanda".{{Sfn|Protschky|2011|p=74}}
 
Kemudian dia dimasukkan ke dalam kereta ke [[Batavia]] (nama lama dari Jakarta), dari mana dia dikirim ke [[Kota Manado|Manado]] di [[Sulawesi|pulau Sulawesi]]; kemudian dipindahkan ke [[Kota Makassar|Makassar]], di mana ia meninggal dalam pengasingan dua dekade kemudian.{{sfn|Wassing-Visser|1995|p=69}}{{sfn|Scott|2019|pp=132—133}}<ref name="Nurdiarsih">{{Cite news|author=Fadjriah Nurdiarsih|url=https://www.liputan6.com/citizen6/read/2511856/menguak-beragam-makna-pada-lukisan-penangkapan-diponegoro|title=Menguak Beragam Makna pada Lukisan Penangkapan Diponegoro|publisher=[[Liputan 6]]|date=21 мая 2016|accessdate=2 декабря 2019|archive-date=2019-07-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20190707091257/https://www.liputan6.com/citizen6/read/2511856/menguak-beragam-makna-pada-lukisan-penangkapan-diponegoro|deadlink=no|editor-first=Karmin|editor-last=Winarta|work=[[Liputan6.com]]}}</ref> Diponegoro meninggalkan sejarah pemberontakan Jawa yang ditulis secara pribadi<ref name="bigenc" /> beserta [[Autobiografi|autobiografinya]].<ref>{{cite web|url=http://www.unesco.org/new/en/communication-and-information/memory-of-the-world/register/full-list-of-registered-heritage/registered-heritage-page-1/babad-diponegoro-or-autobiographical-chronicle-of-prince-diponegoro-1785-1855-a-javanese-nobleman-indonesian-national-hero-and-pan-islamist/|title=Babad Diponegoro or Autobiographical Chronicle of Prince Diponegoro (1785—1855). A Javanese nobleman, Indonesian national hero and pan-Islamist|publisher=[[UNESCO]]|date=|accessdate=2 декабря 2019|archive-date=2019-11-24|archive-url=https://web.archive.org/web/20191124173146/http://www.unesco.org/new/en/communication-and-information/memory-of-the-world/register/full-list-of-registered-heritage/registered-heritage-page-1/babad-diponegoro-or-autobiographical-chronicle-of-prince-diponegoro-1785-1855-a-javanese-nobleman-indonesian-national-hero-and-pan-islamist/|deadlink=no}}</ref>
=== Penyelesaian ===
Saleh pulang ke [[Jawa]] pada 1851 setelah lama belajar di Eropa, dimana ia mengklaim hubungan kekeluargaannya dengan kalangan gerilya dan menentang tindakan dari pemerintah kolonial Belanda. Diponegoro wafat pada 1855, yang sejarawan seni Werner Krauss nyatakan menginspirasi seniman tersebut untuk membuat ''Penangkapan Pangeran Diponegoro'' dan "merumuskan ulang" penangkapan tersebut dari sudut pandang Jawa, ketimbang sudut pandang kolonial Pieneman.{{Sfn|Krauss|2005|p=290}} Meskipun Saleh tak pernah bertemu dengan pangeran tersebut, dan masih belajar di Eropa saat Diponegoro ditangkap, keluarganya berjuang untuk Diponegoro.{{Sfn|Carey|1982|p=2}}{{sfn|Carey|2007|p=742}}
 
Kemudian pada masa [[Kebangkitan Nasional Indonesia|Kebangkitan Nasional]] di awal abad ke-20 yang berawal dari didirikannya [[Budi Utomo|Boedi Oetomo]] oleh siswa dari [[School tot Opleiding van Inlandsche Artsen|STOVIA]], sosok Pangeran yang diasingkan ditemukan kembali dan dipercepat oleh seni populer serta politik organisasi pemuda nasionalis dan Islam menghasilkan pemimpin Perang Jawa tersebut menjadi tokoh simbol dalam pergerakan nasional. Tokoh-tokoh kunci seperti [[Ki Hadjar Dewantara]] (1889-1959) dan penulis biografi pertama Diponegoro, [[Mohammad Yamin|Mr Muhammad Yamin]] (1903-1962), memperkenalkan sang Pangeran kepada khalayak Indonesia modern untuk pertama kalinya dan menjadikannya sebagai pemantik perjuangan kemerdekaan.<ref>{{Cite book|last=Carey|first=Peter|date=2022|title=Percakapan dengan Diponegoro|location=Jakarta|publisher=KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)|isbn=978-602-481-900-2|pages=14|url-status=live}}</ref> Dalam kerangka konstruksi ideologis Indonesia merdeka, ada pendapat bahwa [[bangsa Indonesia]] muncul dalam nyala api perang Jawa serta ingatan akan perjuangan, prestasi, dan penderitaan Diponegoro membuka jalan bagi pembebasan bangsa Indonesia dari belenggu [[kolonialisme]] akhirnya pada tahun 1945.{{sfn|Kraus|2005|p=278}} Pada tahun 1973, Diponegoro secara [[anumerta]] diproklamasikan sebagai "[[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional Indonesia]]".<ref>{{cite web|url=http://diponegoro.pahlawan.perpusnas.go.id/award/?box=detail&bib_id=1&hlm=1&frombox=list&search_keyword=&record_creator=|title=Penghargaan terkait Diponegoro|publisher=[[Perpustakaan Nasional Republik Indonesia]]|date=6 ноября 1973|accessdate=2 декабря 2019|archive-date=2019-11-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20191129085851/http://diponegoro.pahlawan.perpusnas.go.id/award/?box=detail&bib_id=1&hlm=1&frombox=list&search_keyword=&record_creator=|deadlink=no}}</ref>
[[Berkas:Raden Saleh, Arrest of Diponegoro sketch.jpg|300px|jmpl|Sketsa Saleh untuk lukisan tersebut (1856)]]
Lukisan Pieneman lebih dikenal ketimbang Saleh, dan ia juga lebih dikenal ketimbang seniman tersebut.{{Sfn|Krauss|2005|pp=276–82}} Saleh juga tampaknya terinspirasi dari para pelukis sejarah, terutama [[Louis Gallait]]; Krauss menemukaan kesamaan antara ''Abdikasi Charles V'' karya Gallait dan penggambaran penangkapan Diponegoro karya Saleh.{{Sfn|Krauss|2005|p=290}} Pemakaian warna dari seniman tersebut mengikuti karya-karya alam dari [[Horace Vernet]] dan [[Eugène Delacroix]], keduanya merupakan orang familiar bagi Saleh, dengan pose De Kock tampaknya terpengaruhi oleh lukisan-[[lukisan Renaisans Italia]].{{sfn|Carey|1982|p=2}}
 
Hampir setiap kota di Indonesia memiliki jalan atau [[alun-alun]] yang diambil dari nama Diponegoro, [[Universitas Diponegoro|sebuah universitas]] di [[Kota Semarang|Semarang]] diambil namanya dan sebuah monumen didirikan di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]].{{sfn|Дёмин|1978|p=205}} Sebuah [[museum]] di [[Kota Magelang|Magelang]] tempat Diponegoro ditangkap telah dibangun dan dibuka untuk umum.{{sfn|Дёмин|1978|p=210}}
Pengerjaannya dimulai pada 1856, saat Saleh meminta ijin untuk mengunjungi berbagai tempat yang berkaitan dengan Perang Jawa, namun ditolak. Sebuah sketsa permulaan diselesaikan setahun kemudian; Saleh sebelumnya telah mengunjungi seorang sepupu di [[Magelang]], dimana Diponegoro ditangkap, dan kemudian mengamati kawasan dan latar belakangnya. Dalam persiapannya, Saleh membuat salah satu proyek paling ambisiusnya, dengan lebih dari empat puluh orang dalam gambar tersebut.{{Sfn|Krauss|2005|pp=276–82}} Krauss menyatakan bahwa ''Penangkapan Pangeran Diponegoro'' adalah lukisan Asia Tenggara pertama dalam genre [[lukisan sejarah]], sekaligus karya pertama dari seorang seniman Asia Tenggara yang menggambarkan sebuah peristiwa dari kawasan tersebut.{{Sfn|Krauss|2005|p=260}}
 
=== SejarahKomposisi berikutnya ===
Saat sudah rampung, lukisan tersebut dihadiahkan kepada [[William III dari Belanda|Raja William III]] dari Belanda. Saleh berkata bahwa ini adalah sebuah "tanda terima kasih" karena pemerintah Belanda telah membayar pendidikannya di Eropa selama hampir dua puluh tiga tahun.{{Sfn|Carey|1982|p=1}} Setelah beberapa tahun disimpan di Istana [[Den Haag]], ''Penangkapan Pangeran Diponegoro'' dipindahkan ke [[Bronbeek]], sebuah rumah dari para veteran Militer Kolonial Kerajaan Belanda.{{Sfn|Krauss|2005|p=260}} Pada sekitar awal 1970an, ''Penangkapan Pangeran Diponegoro'' diberi beberapa restorasi, termasuk pemolesan baru.{{sfn|Latief|2013}} Pada 1978, Yayasan Oranje Nassau memutuskan agar karya tersebut dikirim ke pemerintah Indonesia; ini dilakukan di bawah Undang-Undang Kebudayaan tahun 1969.{{Sfn|Carey|1982|p=2}}{{Sfn|Krauss|2005|p=260}}
 
Lukisan berukuran 112 × 179 cm ini dilukis dengan [[cat minyak]] di atas [[kanvas]].{{sfn|Kraus|2018|p=179}}<ref name="Pamuji">{{cite web|author=Kukuh Pamuji|url=https://setkab.go.id/mengenal-koleksi-benda-seni-kenegaraan-bag-3/?yop_poll_tr_id=&yop-poll-nonce-1_yp57b077b4985a4=7a55c26203|title=Mengenal Koleksi Benda Seni Kenegaraan (Bag-3)|publisher=[[Sekretariat Kabinet Republik Indonesia]]|date=19 Maret 2015|accessdate=2 Desember 2019}}</ref> Fajar terlihat, pemandangan [[pegunungan]], dan [[Arid|gersang]], cuaca tenang tanpa angin, tak ada sehelai daun pun yang bergoyang di pepohonan.{{sfn|Kraus|2005|pp=285—286, 293}}{{sfn|Carey|2007|p=699}}{{sfn|Taylor|2015|p=196}} Lukisan tersebut terbentang ke arah tepi kanan kanvas, menghadap ke timur laut, tempat [[matahari|sinar matahari]] terbit dapat dilihat.{{sfn|Kraus|2005|pp=285—286, 293}}
''Penangkapan Pangeran Diponegoro'' awalnya disimpan di [[Museum Nasional Indonesia|Museum Pusat]], bersama dengan artefak-artefak lainnya dari Perang Jawa, sampai awal 1980an.{{Sfn|Carey|1982|p=2}} Pada 2005, lukisan tersebut disimpan di museum [[Istana Negara (Jakarta)|Istana Negara]]. Dikabarkan, karya tersebut berada dalam kondisi buruk.{{Sfn|Krauss|2005|p=260}} Perbaikan terhadap karya tersebut telah dilakukan,{{Sfn|Rulistia|2013}} dan pemolesannya telah membuat lukisan tersebut menjadi lebih kehijauan.{{sfn|Latief|2013}}
 
Pangeran Diponegoro, yang merupakan tokoh sentral dari gambar itu, berdiri di depan [[Letnan Jenderal]] [[Hendrik Merkus de Kock]] di tangga sebuah rumah besar dengan tiang-tiang.{{sfn|Дёмин|1978|с=210}}{{sfn|Kraus|2005|p=285}}<ref name="Taufiqurrahman">{{cite web|author=M. Taufiqurrahman|url=http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/25/the-journey-sainted-javanese-prince-diponegoro.html|title=The journey of sainted Javanese prince Diponegoro|publisher=[[The Jakarta Post]]|date=25 февраля 2010|accessdate=2 декабря 2019|archive-date=2014-10-04|archive-url=https://www.webcitation.org/6T4NuXLFO?url=http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/25/the-journey-sainted-javanese-prince-diponegoro.html|deadlink=no}}</ref> Diponegoro berpakaian sebagai seorang pejuang Muslim dalam jubah putih dengan celana panjang, selendang disampirkan di bahunya, dan ikat pinggang bersulam emas, yang menjadi tempat untuk menggantung [[tasbih]].{{sfn|Carey|2007|p=698}}<ref name="Pamuji" />
Dalam rangka melindungi lukisan tersebut dari kerusakan beserta nilai sejarahnya, pada 2012, [[Goethe-Institut]] dan Yayasan Arsari Djojohadikusumo meminta agar ''Penangkapan Pangeran Diponegoro'' direstorasi oleh konservator Susanne Erhards dari Köln Group.{{Sfn|Rulistia|2013}}{{sfn|Latief|2013}} Ini dimulai dengan sebuah pembersihan tak lama sebelum karya tersebut disimpan dalam [[Galeri Nasional Indonesia]], disusul dengan sebuah analisis dari komposisi pemolesannya (membolehkannya untuk dihapus). Karya tersebut kemudian diberi garis batas di atas kanvas, kemudian diwadahi ulang.{{Sfn|Rulistia|2013}} Pada akhirnya, kerusakan pada lukisan tersebut diperbaiki dengan [[warna air]], dan lapisan pemolesan baru diterapkan.{{sfn|Latief|2013}}
 
Karena penangkapan Diponegoro terjadi pada bulan [[Ramadan]], ketika umat [[Islam]] dilarang melakukan permusuhan, senjata khas pangeran, keris, tak terlihat di ikat pinggangnya yang seharusnya menunjukkan niat damainya.<ref name="Pamuji" /> Di kepala pangeran adalah [[Serban|sorban]] hijau, melingkari topi yang dicat warna putih dan merah sebagai simbol perjuangan dan perlawanan terhadap pemerintahan [[Kolonialisme|kolonial]], yang muncul jauh sebelum diadopsi sebagai [[bendera Indonesia]].{{sfn|Carey|2007|p=698}}<ref name="Pamuji" />
== Analisis ==
''Penangkapan Pangeran Diponegoro'' telah dianggap menjadi contoh dari nasionalisme Asia Tenggara awal dalam seni rupa. Dalam buku buatannya tahun 1998, John Clark menyatakan bahwa lukisan tersebut mendeklarasikan "kamu melakukan ini kepada kami, namun kami tetaplah kami" kepada Belanda.<ref>dikutip dalam {{harvnb|Krauss|2005|p=260}}</ref> Krauss meluaskannya, menyatakan bahwa penempatan De Kock di bagian kiri ("perempuan", atau "kurang berkuasa") dan kepala-kepala ukuran besar dari para perwira Belanda menyiratkan mereka (kepada penonton Jawa) sebagai [[raksasa]]-raksasa impoten; Para penonton Belanda yang tak familiar dengan penganggapan kebudayaan Jawa semacam itu tak akan menyadari bahwa itu adalah sebuah "komentar pahit terhadap pemerintah kolonial Belanda".{{sfn|Krauss|2005|pp=285–86}} Analisis tersebut didukung oleh Carey, yang menyebut penghadiahan lukisan tersebut sebagai sebuah "isyarat belakang tangan penasaran" terhadap raja Belanda. Ia menganggap pagi mengindikasikan "memori Dipanagara&nbsp;– kejeniusan dan keteguhannya&nbsp;– akan suatu hari&nbsp;... menebus bangsanya dari belenggu kolonialisme.{{Sfn|Carey|2007|pp=698–99}}
 
Diponegoro berdiri di depan de Kock dalam pose menantang, pada tingkat yang sama, saling berhadapan sebagai manifestasi dari fakta bahwa [[Suku Jawa|orang Jawa]] sejajar dengan [[Belanda|orang Belanda]].{{sfn|Kraus|2005|p=285}}<ref name="Taufiqurrahman" /><ref name="Nurdiarsih" /><ref name="Pamuji" /> Letnan jenderal dengan sikap angkuh menunjukkan kepada pangeran kereta kuda yang akan membawanya ke pengasingan.{{sfn|Kraus|2005|p=282}}<ref name="Nurdiarsih" /><ref name="nationalgeographic" />
Lukisan tersebut juga dipakai sebagai bukti bahwa Saleh tak memiliki rasa nasionalisme sama sekali. Sejarawan Indonesia Harsja Bachtiar menyatakan bahwa penghadiahan lukisan tersebut kepada William III adalah bukti bahwa tak ada perjuangan, melainkan hubungan dari seorang abdi dan rajanya, atau seorang seniman dan patronnya.<ref name="Krauss 2005 287">dikutip dalam {{harvnb|Krauss|2005|p=287}}</ref> Sejarawan seni Astri Wright memberikan pernyataan serupa, menyatakan penggambaran Saleh terhadap peristiwa akhir dari Perang Jawa disajikan sebagai sebuah peringatan untuk para pemberontak manapun di masa mendatang, dan menyatakan bahwa Saleh diminta untuk membuat lukisan tersebut oleh pemerintah kolonial Belanda.<ref name="Krauss 2005 287"/> Protschky tampaknya mempertanyakan keberadaan pemberontakan terhadap kekuasaan kolonial, memandang lukisan-lukisan Saleh dari [[Daftar Gubernur-Jenderal Hindia Belanda|para Gubernur-Jenderal Hindia Belanda]] dan menampilkan mereka sebagai "para penguasa tak tertandingi" di Hindia Belanda; sehingga, dengan mempersembahkan lukisan tersebut kepada raja Belanda, Saleh mengakui kekuasaan Belanda.{{sfn|Protschky|2011|p=74}}
 
Diponegoro tampaknya berjuang untuk menahan perasaannya, seperti yang diharapkan dari seorang priyayi, tetapi wajahnya masih penuh kemarahan dan penghinaan.{{sfn|Kraus|2005|p=285}}<ref name="Nurdiarsih" /> Bahasa tubuh Diponegoro, khususnya sikap tegas yang dipadukan dengan dagu yang terangkat dan dada yang membusung, menunjukkan bahwa ia tak takut pada Belanda.<ref name="Pamuji" /> Di dekatnya, di sisi kiri de Kok, terlihat sekelompok perwira Belanda, diantaranya sejarawan seni mengidentifikasikannya sebagai [[Kolonel]] Louis du Perr, [[Letnan Kolonel]] V. A. Rust, [[Mayor|Ajudan Mayor]] [[François Vincent Henri Antoine de Stuers]].{{sfn|Carey|1982|p=25}}
 
Orang Belanda bergaya dalam pose statis dan melihat ke kejauhan tanpa menatap siapa pun.{{sfn|Kraus|2005|p=285}}<ref name="Nurdiarsih" /> Di sebelah kanan Diponegoro berdiri, mungkin putranya, [[Raden Mas Sodewo]], di belakangnya adalah [[residen]] Kedu, Franciscus Gerard Valk, Mayor Johan Jacob Perier, dan Kapten Johan Jacob Rups.{{sfn|Carey|1982|p=25}} Seorang wanita, mungkin istrinya Raden Ayu Retnaningsih, telah jatuh di kaki Diponegoro berharap pangeran tidak dibawa pergi, dia mengulurkan tangannya kepadanya.{{sfn|Carey|2007|p=698}}
 
Diponegoro dikelilingi oleh pengikutnya yang dilucuti yang berbondong-bondong secara tidak teratur — dari prajurit biasa sampai bangsawan yang mengenakan [[sarung]] bermotif.{{sfn|Дёмин|1990|с=123}} Dengan menggunakan teknik [[kedalaman ruang]], Saleh menggambarkan dengan sangat detail orang-orang yang berdiri di latar depan, sedangkan garis luar lainnya di latar belakang sengaja diburamkan.<ref name="nationalgeographic">{{cite web|author=Fatimah Kartini Bohang|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/13284896/menelanjangi-lukisan-karya-raden-saleh|title=«Menelanjangi» Lukisan Karya Raden Saleh|publisher=[[National Geographic]]|date=5 сентября 2013|accessdate=2 декабря 2019}}</ref>
 
Kepala orang Belanda yang digambarkan tampak lebih besar ketimbang tubuh mereka, sedangkan kepala orang Jawa proporsional secara realistis.{{sfn|Дёмин|1990|с=122}}{{sfn|Kraus|2005|p=285}}{{sfn|Carey|2007|p=698}} Saleh 2 kali menggambarkan dirinya di kanvasnya sendiri di tengah kerumunan pengikut Diponegoro: ciri mukanya dapat dilihat pada seorang Jawa yang jatuh di kaki pemimpin pemberontakan serta pada orang lain yang berdiri di dekatnya.{{sfn|Carey|1982|p=5}}<ref name="Nurdiarsih" />
 
Komposisi di lukisan cenderung peningkatan bertahap dalam strukturnya di sepanjang diagonal: pose karakternya berganti dari yang duduk dan berlutut hingga mereka yang berdiri dalam pertumbuhan penuh.{{sfn|Kraus|2005|p=293}} Kanvas itu penuh dengan suasana kesedihan dengan penggambaran wajah-wajah termenung para pengikut Diponegoro dan cara-cara kasar para perwira [[Belanda]], tanpa adanya manifestasi kemenangan kolonialisme atas harkat dan martabat orang Jawa.<ref name="Nurdiarsih" /><ref name="Pamuji" />
 
== Konteks dan kreasi ==
[[Berkas:Raden Saleh - Self Portrait.jpg|205px|mini|kanan|Raden Saleh, potret diri tahun 1841]]
 
Raden Saleh lahir di [[Terboyo Wetan, Genuk, Semarang|Terboyo]], [[Kota Semarang|Semarang]]; tanggal yang berbeda diberikan sebagai tahun kelahirannya [[1806]], [[1807]], [[1811]], [[1814]].{{sfn|Dhaimeler|2000|p=55}}<ref name="bagtwo" /><ref name="CNN">{{Cite news|author=Silvia Galikano|url=https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160424212954-269-126180/arti-bogor-bagi-raden-saleh|title=Arti Bogor bagi Raden Saleh|publisher=[[CNN Indonesia]]|date=25 April 2016|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2019-11-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20191116140628/https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160424212954-269-126180/arti-bogor-bagi-raden-saleh|deadlink=no|work=[[CNN Indonesia]]}}</ref><ref name="radenbio">{{cite web|url=https://bigenc.ru/fine_art/text/3488672|title=Раден Салех|publisher=[[Большая российская энциклопедия]]|date=|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2020-08-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20200814144704/https://bigenc.ru/fine_art/text/3488672|deadlink=no}}</ref> Saleh berasal dari keluarga priyayi [[Suku Jawa|Jawa]]-[[Suku Arab|Arab]].{{sfn|Dhaimeler|2000|p=55}}{{sfn|James|2016|p=68}}<ref name="CNN" /><ref name="radenbio" /> Pada tahun 1829, setahun sebelum penangkapan Diponegoro, Saleh meninggalkan Hindia Timur dan tinggal lebih dari 20 tahun di [[Eropa]] ([[Belanda]], [[Jerman]], [[Prancis]], [[Belgia]], [[Italia]], [[Inggris]]).{{sfn|Kraus|2005|p=264}}{{sfn|Alatas|2017|p=24}}<ref name="lupitan" /><ref name="bagtwo" />
 
Kepindahan Saleh ke Eropa dibiayai secara pribadi oleh [[Gubernur Jenderal]] [[Hindia Belanda]], [[Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen|Godert van der Capellen]] yang tidak memiliki pengetahuan tentang seni Jawa sedangkan ongkos sewa rumahnya di Eropa dilunaskan dari pensiun yang dibayarkan oleh [[Hindia Belanda|pemerintah Belanda]].{{sfn|Wassing-Visser|1995|p=87}}{{sfn|Guillot, Labrousse|1997|pp=129, 133}}<ref name="CNN" /> Saleh belajar dengan Antoine Payen dari [[Belgia]], [[Cornelis Kruseman]] dari [[Belanda]], Andreas Schelfhout, Johan Dahl dari [[Norwegia]], [[Eugène Delacroix]] dari [[Prancis]], dan [[(Émile Jean) Horace Vernet|Horace Vernet]], setelah mengalami pengaruh romantisme yang kuat.{{sfn|Dhaimeler|2000|p=55}}{{sfn|Kraus|2005|pp=262—264, 276, 279}}<ref name="bagtwo" />
 
Karena diterima dengan baik di kalangan atas masyarakat Eropa dan setelah belajar berbicara beberapa bahasa, Saleh berkenalan dengan warisan intelektual berusia berabad-abad dan menjadi bagian dari sejarah [[seni rupa]] [[Eropa]], itulah sebabnya ia memutuskan untuk mentransfer pengalamannya dan pengetahuan ke tanah Jawa, mencerminkan sejarahnya dalam karya-karyanya dan menerima partisipasi dalam proses modernisasi demokrasi tanah air.{{sfn|Kraus|2005|pp=263—273}}{{sfn|Alatas|2017|p=24}}<ref name="lupitan" /><ref name="Pamuji" />
 
Ketertarikan Saleh pada Diponegoro muncul jauh sebelum ia kembali ke Jawa.{{sfn|Clark et al.|2006|p=43}}<ref name="lupitan">{{Cite news|author=Fadjriah Nurdiarsih|url=https://www.liputan6.com/regional/read/2566199/raden-saleh-tergetar-memegang-keris-pusaka-pangeran-diponegoro|title=Raden Saleh Tergetar Memegang Keris Pusaka Pangeran Diponegoro|publisher=[[Liputan 6]]|date=1 Agustus 2016|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2019-07-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20190707105812/https://www.liputan6.com/regional/read/2566199/raden-saleh-tergetar-memegang-keris-pusaka-pangeran-diponegoro|deadlink=no|editor-first=Harun|editor-last=Mahbub|work=[[Liputan6.com]]}}</ref> Pada tahun 1825, tahun dimulainya [[Jawa|pemberontakan Jawa]], Saleh berumur 14 tahun dan tinggal di [[Jawa Barat]], jauh dari teater operasi, dan pada tahun 1830 saat Diponegoro ditangkap, seniman itu sudah belajar di Eropa.{{sfn|Kraus|2005|p=279}}<ref name="Pamuji" /> Saleh tidak pernah bertemu langsung dengan Diponegoro, tetapi keluarganya terlibat dalam pemberontakan Jawa{{sfn|Дёмин|1978|с=144}}{{sfn|Kraus|2005|p=279}}{{sfn|Carey|1982|p=2}}{{sfn|Carey|2007|p=742}}; khususnya paman dan sepupu Saleh bertempur di pihak pemberontak serta setelah kekalahan mereka ditangkap lalu diasingkan.{{sfn|Дёмин|1978|с=144—146}}{{sfn|Miklouho-Maklai|1991|p=4}}{{sfn|Kraus|2005|pp=279—280}}<ref name="CNN" />
 
Pada tahun 1831, setahun setelah pemberontakan berakhir, Saleh, sebagai pakar budaya Jawa yang terkenal, diundang oleh Pieter van de Castele untuk mengidentifikasi satu [[keris]]. Keris Jawa ini termasuk di antara beberapa yang diambil selama penangkapan Diponegoro pada tahun 1830 dan kemudian dikirim sebagai hadiah kepada [[Raja Willem I dari Belanda]]. Saleh menyusun laporan di mana ia memberikan penguraian kode tulisan ''Kyai Nogo Siluman'' pada keris tersebut, menandakan bahwa keris tersebut milik Diponegoro. Nasib keris selanjutnya tak diketahui, yang menimbulkan banyak rumor, sampai-sampai Saleh bisa mengambil keris untuk dirinya sendiri.{{sfn|Kraus|2005|p=280}}{{sfn|Carey|2007|p=813}}{{sfn|James|2016|pp=69—70}}{{sfn|Kraus|2018|pp=17—19}}
 
[[Berkas:Nicolaas Pieneman - The Submission of Prince Dipo Negoro to General De Kock.jpg|300px|mini|kanan|''[[Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock]]'' karya Pineman]]
 
Pada tahun 1830-1835, atas pesan dari keluarga de Kock atau mungkin dirinya sendiri, seniman Belanda Nicholas Pineman melukis Penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Letnan Jenderal Baron de Kock (77 × 100 cm, 1830-1835).{{sfn|Kraus|2005|pp=277—279}}<ref>{{cite web|url=https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-2238|title=The Arrest of Diepo Negoro by Lieutenant-General Baron De Kock, Nicolaas Pieneman, c. 1830 - c. 1835|publisher=[[Рейксмюсеум]]|date=|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2014-10-04|archive-url=https://www.webcitation.org/6T3v5MA1T?url=https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-2238|deadlink=no}}</ref> Alih-alih seorang pemimpin pemberontakan yang marah dan menantang, [[kanvas]] itu menggambarkan orang yang penuh kerendahan hati, seorang pria yang tunduk dan kalah dengan tangan ke bawah. Diponegoro berdiri di bawah de Kock yang menunjukkan kepadanya kereta yang akan membawa pangeran ke pengasingan. Dengan demikian Pinneman secara simbolis menunjukkan bahwa Diponegoro telah kehilangan kekuasaannya.{{sfn|Protschky|2011|p=74}}{{sfn|Kraus|2005|p=284}}<ref name="Nurdiarsih" /><ref name="Pamuji" /> Secara keseluruhan, gambar Pineman memberi kesan bahwa meskipun de Kock menunjukkan kekejaman terhadap Diponegoro, pengaturan penangkapan dan pengasingannya adalah demi kepentingan terbaik [[Suku Jawa|orang Jawa]] seperti seorang ayah yang penuh kasih mengasingkan putranya yang bersalah untuk memberinya pelajaran berharga.{{sfn|Kraus|2005|p=282}}<ref name="Nurdiarsih" /><ref name="Pamuji" />
 
Kritikus seni menyebut karya Pineman dan Saleh sebagai 2 lukisan paling terkenal tentang sejarah [[Indonesia]].{{sfn|Protschky|2011|p=74}}<ref name="Nurdiarsih" /> Pineman melukis gambarnya segera setelah berakhirnya [[Perang Diponegoro|perang Jawa]] yaitu jauh sebelum Saleh.{{sfn|Kraus|2005|pp=279, 282}}<ref name="Nurdiarsih" /><ref name="Pamuji" /> Pineman belum pernah ke [[Jawa|Pulau Jawa]] dan dalam karyanya dipandu oleh sketsa yang dilukis oleh [[Mayor]] François de Stuers yang adalah menantu de Kock. Sketsa itu yang dibuat langsung saat Diponegoro ditangkap sekarang ini diketahui hanya dari litograf, karena orisinilnya disimpan di perpustakaan Adipatni Anna Amalia di [[Weimar]] dan dibakar bersamanya pada tahun 2004.{{sfn|Kraus|2005|pp=278, 282, 284—285}}<ref>{{Cite news|author=Dian Yuliastuti|url=https://majalah.tempo.co/read/147573/surat-surat-perwira-belanda|title=Surat-surat Perwira Belanda|publisher=[[Темпо (majalah)|Тempo]]|date=23 Februari 2015|accessdate=2 декабря 2019|url-access=subscription|work=[[Tempo.co]]}}</ref>
 
Sekitar waktu yang sama, de Kock juga menugaskan potret dirinya dari Pineman (106 x 90 cm, setelah 1826).{{sfn|Kraus|2005|p=279}}<ref>{{cite web|url=https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-3796|title=Portrait of Hendrik Merkus, Baron de Kock, Army Commandant and after 1826 Lieutenant Governor-General of the Dutch East Indies, Cornelis Kruseman, 1826—1857|publisher=[[Rijksmuseum]]|date=|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2019-12-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20191204214729/https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-3796|deadlink=no}}</ref> Saleh mungkin pernah menjadi mahasiswa Pineman dan terlibat dalam lukisan potret, misalnya dia bisa sibuk mengisi latar belakangnya.{{sfn|Kraus|2005|pp=279, 282}}
 
Pada tahun 1851, Saleh pulang ke [[Pulau Jawa]].{{sfn|Kraus|2005|p=276}}<ref name="radenbio" /> Karena berpendidikan lebih baik daripada sebagian besar orang Belanda yang tinggal di Hindia Timur, ia tidak menganggap dirinya ″adik″ mereka dan karena itu melakukan segalanya untuk melawan prasangka masyarakat lokal, khususnya, dengan pilar fundamental [[kolonialisme]] yaitu [[supremasi kulit putih]].{{sfn|Kraus|2005|p=277}}
 
Saleh tentu saja akrab dengan lukisan karya Pineman, salah satu [[seniman]] [[Hindia Belanda|Belanda]] paling terkenal pada masanya dan bahkan mungkin berhasil membuat salinannya.{{sfn|Kraus|2005|p=282, 285}} Saleh berniat menantang versi visual Belanda tentang peristiwa sejarah penting seperti penangkapan Diponegoro dan ingin menyajikannya dalam versi Jawanya sendiri, yang tidak sejalan dengan pemikiran kolonial Pineman.{{sfn|Kraus|2005|p=277}}{{sfn|Yap|2017|p=111}}
 
Perbedaan juga terlihat pada nama lukisan "Penyerahan" oleh Pineman dengan "Penangkapan" oleh Saleh. Orang dapat melihat petunjuk bahwa Diponegoro tidak tunduk kepada Belanda.{{sfn|Kraus|2005|p=286}}{{sfn|Knol et al.|2009|p=30}} Dorongan untuk pemilihan tema mungkin adalah kematian Diponegoro pada tahun 1855.{{sfn|Kraus|2005|p=281}}{{sfn|Scalliet|2008|p=167}}{{sfn|Yap|2017|p=110}} Pada tahun 1856, untuk membuat sketsa lukisan masa depan, Saleh mengajukan izin kepada pemerintah kolonial untuk melakukan perjalanan ke kerajaan asli [[Jawa Tengah]] terkait dengan pemberontakan Jawa. Tetapi administrasi kolonial menolak dengan argumennya bahwa bahkan 30 tahun kemudian, waktunya belum tiba bagi penduduk setempat untuk menyegarkan kembali pertempuran sengit dari perang zaman dulu itu.{{sfn|Kraus|2005|pp=279, 281}}
 
[[Berkas:Raden Saleh, Arrest of Diponegoro sketch.jpg|300px|mini|kanan|Sketsa Saleh]]
 
Kurangnya dukungan dari pemerintah tak menghalangi Saleh untuk menjalankan rencananya.{{sfn|Kraus|2005|p=281}} Sebelumnya, pada tahun 1852-1853, ia pergi mengunjungi kerabat jauhnya, Raden Adipati Hario Danoe Ningrat yang menjabat [[Kabupaten Magelang|Bupati Magelang]] dan karena itu memiliki pengetahuan yang baik tentang lanskap dan populasi daerah tersebut.{{sfn|Kraus|2005|pp=281—282}}{{sfn|Scalliet|2008|p=163—165}}
 
Pada tahun 1856, Saleh membuat sketsa awal pertama dan satu-satunya yang diketahui untuk karya masa depan (43,5 × 58 cm, tinta di atas kertas, museum Atlas van Stolk di [[Rotterdam]]).{{sfn|Clark|1998|p=40}}{{sfn|Kraus|2005|p=281}}{{sfn|Scalliet|2008|pp=165—167, 201}} Dia sebelumnya tidak pernah mengerjakan komposisi seperti itu. Lebih dari 40 orang harus menemukan tempat mereka, yaitu jauh lebih banyak ketimbang karya Pineman, tetapi dia dengan sepatutnya mengatasi tugas seperti itu.{{sfn|Kraus|2005|p=282}}{{sfn|Carey|1982|p=2}}
 
Sketsanya mirip dengan karya Pineman, tetapi hubungan antara de Kock dan Diponegoro yang ditunjukkan Saleh digambarkan dengan cara yang sama sekali berbeda.{{sfn|Kraus|2005|p=285}} Lukisan besar (112 x 179 cm, minyak di atas kanvas) selesai pada tahun 1857 di [[Batavia]] (kini Jakarta).{{sfn|Kraus|2005|p=281}}{{sfn|Scalliet|2008|p=201}}<ref name="nationalgeographic" /> Dalam sebuah surat kepada temannya [[Ernst II, Adipati Sachsen-Coburg dan Gotha]] yang sangat akrab dengannya sejak keberadaannya di Eropa{{sfn|Guillot, Labrousse|1997|p=126}}{{sfn|Clark|1998|p=44}}{{sfn|Kraus|2005|p=281}} Saleh juga menggambarkan pekerjaan barunya sebagai "sebuah pemandangan bersejarah, penangkapan pemimpin Jawa Diponegoro".{{sfn|Guillot, Labrousse|1997|p=126}}{{sfn|Clark|1998|p=44}}{{sfn|Kraus|2005|p=281}}
 
"Penangkapan" adalah lukisan sejarah pertama di [[Asia Tenggara]] sekaligus karya pertama bertema sejarah oleh [[Raden Saleh]], yang pada gilirannya adalah pelukis [[Pulau Jawa|Jawa]] pertama dengan pendidikan seni Eropa dan seniman Asia Timur pertama yang mencerminkan apa yang terjadi di tanah airnya sendiri.{{sfn|Miklouho-Maklai|1991|p=4}}{{sfn|Kraus|2005|p=260}}<ref name="Pamuji" /> Sementara itu, Saleh terlalu terpelajar baik bagi orang Jawa sendiri maupun bagi penjajah Belanda yang mendambakan ketaatan buta dan karena itu tidak dapat menemukan tempatnya di kedua dunia ini.{{sfn|Guillot, Labrousse|1997|p=149}}{{sfn|Kraus|2005|pp=276—277}} Setelah gagal mendapatkan pengakuan setara dengan Belanda, Saleh meninggal pada tahun 1880 di [[Buitenzorg]] (kini [[Kota Bogor|Bogor]]), dalam keadaan lelah dan hancur secara emosional.{{sfn|Kraus|2005|p=277}}<ref name="CNN" />
 
== Nasib selanjutnya ==
[[Berkas:Willem III der Nederlanden door Pieneman crop 1849.jpg|205px|kiri|jmpl|[[Raja Willem III dari Belanda]]]]
Lukisan yang telah selesai, bersama dengan dua lukisan lainnya disumbangkan secara pribadi oleh Saleh kepada [[Raja Willem III dari Belanda]] sebagai tanda terima kasih karena [[Hindia Belanda|pemerintah Belanda]] telah membiayai pendidikan mereka di Eropa selama hampir 20 tahun.{{sfn|Carey|1982|p=1}}{{sfn|Kraus|2005|p=287}}{{sfn|Scalliet|2008|p=180}}{{sfn|Alatas|2017|p=24}} Pada tahun 1883, karya tersebut dipamerkan di Pameran Kolonial Internasional di [[Amsterdam]] dan pada tahun 1894 di pameran yang sama di [[Antwerpen]].{{sfn|Scalliet|2008|p=201}} Sampai tahun 1905, lukisan itu digantung di istana kerajaan Het Loo di Apeldoorn, kemudian dipindahkan ke Istana Huis-ten-Bos di [[Den Haag]], dan kemudian ke istana Bronbeck di Arnhem.{{sfn|Kraus|2005|p=287}}{{sfn|Scalliet|2008|p=201}}
 
Pada awal 1970-an, lukisan itu dipulihkan, khususnya, lapisan pernis kedua diterapkan di atas lapisan pernis yang dibikin oleh Saleh sendiri.<ref name="nationalgeographic" /> Pada tahun 1978, Yayasan Orange-Nassau mengatur sumbangan lukisan kepada pemerintah Indonesia, bersama dengan artefak Jawa lainnya, sesuai dengan ketentuan Perjanjian Kerjasama Kebudayaan 1969 antara Pemerintah [[Republik Indonesia]] dan Pemerintah [[Hindia Belanda]].{{sfn|Carey|1982|p=2}}{{sfn|Kraus|2005|p=287}}{{sfn|Vadi, Schneider|2014|p=167}}<ref name="Pamuji" /> Sebelumnya, pada tahun 1970, pada saat kunjungan Presiden Indonesia [[Soeharto]] ke [[Belanda]], lukisan Saleh lainnya yang dipersembahkan kepada raja dikembalikan kepada pemerintah Indonesia.{{sfn|Gafur|1992|p=266}}{{sfn|Scalliet|2008|p=201}}
 
Hingga akhir tahun 1980-an, lukisan itu dipamerkan bersama dengan artefak pemberontakan Jawa di [[Museum Nasional Indonesia]] dan kemudian dipindahkan ke koleksi [[Istana Merdeka|Istana Kepresidenan]].{{sfn|Carey|1982|p=2}}{{sfn|Kraus|2005|p=287}}<ref name="nationalgeographic" /> Pada tahun 2005, lukisan itu ternyata dalam kondisi yang sangat buruk, sehingga tak dipamerkan di pameran.{{sfn|Kraus|2005|p=287}} Tepi kanvas menjadi rapuh, sedangkan pernis lama memberi warna coklat kehijauan.<ref name="Rulistia">{{cite web|author=Novia D. Rulistia|url=https://www.thejakartapost.com/news/2013/08/02/raden-saleh-s-masterpieces-undergo-restoration.html|title=Raden Saleh's masterpieces to undergo restoration|publisher=[[The Jakarta Post]]|date=2 Agustus 2013|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2020-10-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20201025101315/https://www.thejakartapost.com/news/2013/08/02/raden-saleh-s-masterpieces-undergo-restoration.html|deadlink=no}}</ref> Mengingat kerusakan yang sangat besar pada lukisan yang memiliki nilai sejarah yang besar<ref name="nationalgeographic" /> maka pada tahun 2013, Institut Goethe dan Yayasan Jojohadikusumo menyelenggarakan pemugaran lukisan dibawah arahan pemulih Susanne Ehrhards yang telah menangani restorasi karya Saleh.<ref name="Rulistia" /><ref>{{cite web|author=Nazar Nurdin|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/13284487/dijanjikan-restorasi-raden-saleh-pasca-lebaran|title=Dijanjikan, Restorasi Raden Saleh Pasca-Lebaran|publisher=[[National Geographic]]|date=1 августа 2013|accessdate=2 Desember 2019}}</ref><ref name="nationalgeographic" /><ref>{{cite web|author=Palupi Annisa Auliani|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/13285205/restorasi-dua-lukisan-raden-saleh-rampung|title=Restorasi Dua Lukisan Raden Saleh Rampung|publisher=[[National Geographic]]|date=27 сентября 2013|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2018-12-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20181204225508/http://nationalgeographic.grid.id/read/13285205/restorasi-dua-lukisan-raden-saleh-rampung|deadlink=no}}</ref>
 
Setelah menganalisis komposisi pernis lama itu dihapus, setelah itu warna memperoleh kecerahan aslinya dan kemudian [[kanvas]] diperkuat dengan lapisan dan dipindahkan ke tandu baru.<ref name="nationalgeographic" /><ref name="Rulistia" /> Kemudian restorasi mengganti lapisan cat yang hilang dengan bantuan cat air agar tak mempengaruhi [[cat minyak]] yang digunakan oleh seniman, dan kemudian lapisan pernis baru diterapkan.<ref name="nationalgeographic" /> Setelah direstorasi, lukisan itu dipamerkan pada pameran karya Saleh di [[Galeri Nasional Indonesia]] pada tahun 2015.<ref>{{cite web|url=http://galeri-nasional.or.id/newss/201-pameran__aku_diponegoro|title=Aku Diponegoro|publisher=[[Национальная галерея Индонезии]]|date=4 февраля 2015|accessdate=2 декабря 2019|archive-date=2019-12-09|archive-url=https://web.archive.org/web/20191209175614/http://galeri-nasional.or.id/newss/201-pameran__aku_diponegoro|deadlink=no}}</ref><ref>{{Cite news|author=Agung Budi Santoso|url=https://edukasi.kompas.com/read/2015/02/04/172300527/Tiga.Lukisan.Raden.Saleh.Direstorasi|title=Tiga Lukisan Raden Saleh Direstorasi|publisher=[[Kompas.com]]|date=4 февраля 2015|accessdate=2 декабря 2019|editor-first=I Made|editor-last=Asdhiana|work=[[Kompas.com]]}}</ref>
 
Pada tahun 2014, lukisan tersebut dipindahkan dari Istana Merdeka ke Istana [[Gedung Agung]].<ref name="Direktorat">{{cite web|url=https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/public/objek/detailcb/PO2017101200002/lukisan-penangkapan-pangeran-diponegoro-karya-raden-saleh|title=Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro Karya Raden Saleh|publisher=[[Direktorat Jenderal Kebudayaan]]|date=|accessdate=2 декабря 2019|archive-date=2019-12-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20191204214750/https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/public/objek/detailcb/PO2017101200002/lukisan-penangkapan-pangeran-diponegoro-karya-raden-saleh|deadlink=yes}}</ref> Istana tersebut dibangun hanya selama pemberontakan Diponegoro dan arsiteknya adalah Antoine Payen yang merupakan guru seni Saleh.{{sfn|Guillot, Labrousse|1997|p=126}}<ref>{{cite web|url=http://presidenri.go.id/istana-yogyakarta|title=Istana Yogyakarta|publisher=[[Список президентов Индонезии|Президент Республики Индонезия]]|date=|accessdate=2 декабря 2019|archiveurl=https://web.archive.org/web/20190905045454/http://presidenri.go.id/istana-yogyakarta|archivedate=2019-09-05|deadlink=yes}}</ref> Lukisan tersebut berada di ruang pamer utama keraton, dalam koleksi [[Museum Istana Kepresidenan Yogyakarta]].<ref name="Pamuji" /><ref name="Direktorat" />
 
Sejumlah karya Saleh lainnya juga disimpan disana.<ref name="bagtwo">{{cite web|author=Kukuh Pamuji|url=https://setkab.go.id/mengenal-koleksi-benda-seni-kenegaraan-bag-2/|title=Mengenal Koleksi Benda Seni Kenegaraan (Bag-2)|publisher=[[Sekretariat Kabinet Republik Indonesia]]|date=23 февраля 2015|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2020-09-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20200927100752/https://setkab.go.id/mengenal-koleksi-benda-seni-kenegaraan-bag-2/|deadlink=no}}</ref> Pada tahun 2016, lukisan itu dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia, didedikasikan untuk peringatan 71 tahun kemerdekaan Indonesia dan dibuka oleh [[Presiden Jokowi]].<ref>{{cite web|url=https://setkab.go.id/istana-tampilkan-lukisan-bersejarah-dalam-pameran-lukisan-koleksi-istana-kepresidenan/|title=Istana Tampilkan Lukisan Bersejarah Dalam Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan|publisher=[[Sekretariat Kabinet Republik Indonesia]]|date=12 Juli 2016|accessdate=2 декабря 2019|archive-date=2020-11-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20201107063924/https://setkab.go.id/istana-tampilkan-lukisan-bersejarah-dalam-pameran-lukisan-koleksi-istana-kepresidenan/|deadlink=no}}</ref><ref>{{cite web|url=https://setkab.go.id/buka-pameran-seni-rupa-istana-presiden-jokowi-mudah-mudahan-bisa-menginspirasi-kita/|title=Buka Pameran Seni Rupa Istana, Presiden Jokowi: Mudah-mudahan Bisa Menginspirasi Kita|publisher=[[Sekretariat Kabinet Republik Indonesia]]|date=1 августа 2016|accessdate=2 декабря 2019|archive-date=2018-12-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20181208043039/http://setkab.go.id/buka-pameran-seni-rupa-istana-presiden-jokowi-mudah-mudahan-bisa-menginspirasi-kita/|deadlink=no}}</ref>
 
== Tanggapan ==
Lukisan yang bercirikan komposisi yang seimbang dan berkesinambungan ini dianggap sebagai salah satu mahakarya Saleh, contoh teknik artistiknya yang luar biasa serta semacam ikon [[seni rupa]] nasional [[Indonesia]].{{sfn|Kraus|2005|pp=282, 287}}<ref name="Pamuji" /><ref name="lupitan" />
 
Sejumlah kritikus memandang lukisan Saleh sebagai salah satu contoh pertama nasionalisme [[Asia]] dalam seni.{{sfn|Kraus|2005|p=260}}<ref name="Nurdiarsih" /> Werner Kraus mencatat bahwa dengan penggambaran de Kock di sisi kiri Diponegoro dan ini dianggap oleh [[orang Jawa]] sebagai sisi perempuan, Saleh menempatkannya di posisi kedua setelah Diponegoro. Kraus juga menunjukkan kepala perwira Belanda yang terlalu besar dan tak ada dalam sketsa awal, kelalaian Saleh yang disengaja seperti itu dapat membuat orang Jawa berpikir bahwa mereka semua adalah [[raksasa]], monster jahat.{{sfn|Kraus|2005|p=285}}<ref name="Nurdiarsih" /> Beberapa kritikus menganggap ini sebagai ketidakmampuan Saleh sebagai seniman; secara khusus Hermanus de Graaf menemukan gambar itu tidak terlalu indah karena ketidakseimbangan kepala dalam kaitannya dengan tubuh dan juga mencatat bahwa "penangkapan pangeran sebenarnya terjadi bukan di halaman depan dekat barisan tiang, seperti yang ditunjukkan pada gambar Saleh, tapi di dalam rumah".{{sfn|Kraus|2005|p=285}}
Lukisan tersebut telah dianggap menjadi salah satu adikarya Saleh.{{Sfn|Krauss|2005|p=282}} Krauss menganggapnya memiliki keseimbangan dan komposisi yang bagus.{{Sfn|Krauss|2005|pp=276–82}} Carey menganggap lukisan tersebut lebih "beranimasi" ketimbang karya Pieneman, dan menganggap sinar pagi menambah "kualitas transluken" pada "pemandangan Jawa yang luar biasa".{{Sfn|Carey|1982|p=2}} Namun, sejarawan H.J. de Graaf menyayangkan penggambaran kepala yang tak semestinya dalam lukisan tersebut, dan mempermasalahkan ketidakpadanan antara [[galeri (arsitektur)|galeri]] yang digambarkan dalam lukisan Saleh dan bagian dalam sebenarnya dari ruangan dimana penangkapan tersebut terjadi.<ref>dikutip dalam {{harvnb|Krauss|2005|p=286}}</ref>
 
Poin lainnya adalah tak ada bendera Belanda dalam lukisan Saleh, tidak seperti lukisan Pieneman yang berkibar bangga ditiup angin.{{sfn|Kraus|2005|p=286}} Selain itu, pada lukisan Saleh, struktur komposisinya tampaknya merupakan ″cerminan″ dari karya Pieneman.{{sfn|Taylor|2015|p=196}} Dalam hal ini menurut Kraus, kanvas Saleh memiliki makna ganda yaitu satu untuk orang Jawa dan satu untuk orang Belanda yang tak terbiasa dengan tradisi budaya Jawa dan tak dapat memahami bahwa karya itu adalah penghakiman pahit kekuasaan kolonial Belanda sedangkan Diponegoro sendiri adalah orang yang ditipu oleh tipu muslihat Belanda{{sfn|Kraus|2005|pp=285—286}}
Pada 2001, seniman asal [[Yogyakarta]] Rudi Winarso membuat sebuah parodi dari lukisan tersebut, yang menggambarkan Raden Saleh menunjukkan ''Penangkapan Pangeran Diponegoro'' kepada Diponegoro, sebagai dua orang yang dijadikan tahanan oleh Pieneman, De Kock, dan Raja William III; Winarso menyatakan bahwa lukisan tersebut dipakai untuk menyoroti sudut-sudut pandang kontras yang dipersembahkan oleh Saleh dan Pieneman dalam penggambaran mereka terhadap penangkapan Diponegoro.{{Sfn|Maharani|2013}} Pada 2010, koreografer Indonesia Sardono W. Kusumo memakai sebuah reproduksi skala besar dari lukisan tersebut sebagai sebuah [[Skrim (material)|skrim]] untuk drama opera ''Taking a Fresh Look at Diponegoro''.{{sfn|Taufiqurrahman|2010}} Sebuah adaptasi panggung, yang berdasarkan peristiwa tersebut, ditampilkan di Galeri Nasional Indonesia pada Juni 2012.{{sfn|Zakiya|2012}}
 
John Clark menulis bahwa lukisan itu adalah salah satu contoh paling awal dari ekspresi nasionalisme, sekaligus mewujudkan pesan yang tak biasa kepada raja Belanda dan dianggap sebagai penguasa yang agak liberal: "Anda melakukan ini pada kami, tetapi kami masih bersama Anda".{{sfn|Clark|1998|p=241}}{{sfn|Kraus|2005|pp=260, 294}} Sementara itu, tampaknya tidak mungkin orang Jawa memiliki cukup waktu untuk membiasakan diri dengan kanvas Saleh dan menemukan makna rahasianya, karena karya itu segera dikirim ke raja di Belanda.{{sfn|Taylor|2015|p=196}}
Penyair [[Taufiq Ismail]], setelah melihat lukisan tersebut pada 1995, menulis sebuah puisi pendek terkait lukisan tersebut:{{sfn|Zakiya|2012}}
 
{{Multiple image
{| cellpadding=6
|align = right
|- style="vertical-align:top; white-space:nowrap;"
|direction = horizontal
| style="width:50%;"|
|image1 = JeanChrétienBaud.jpg
Aku termangu melihat lukisan itu...<br />
|width1 = 145
Kau beri adegan abad ke 19 yang begitu tegang...<br />
|caption1 = Baud
seorang Pangeran, pangeran, ditangkap dengan khianat<br />
|image2 = Raden Sarief Bastaman Saleh - Johannes Graaf van den Bosch.jpg
Wahai Raden Saleh Syarif Bustaman, betapa padat dan kaya isyarat lukisan Tuan
|width2 = 150
|}
|caption2 = Van den Bosch
|image3 = Posthumous Portrait of Herman Willem Daendels, Governor-General of the Dutch East Indies - Rd Saleh.jpg
|width3 = 148
|caption3 = Daendels
}}
 
Pada saat yang sama, kritikus lain, baik Indonesia maupun Barat, menunjukkan tak adanya unsur [[nasionalisme]] dalam gambar tersebut.{{sfn|Kraus|2005|pp=287—288}}<ref name="lupitan" /> Dengan demikian, [[Harsja W. Bachtiar]] menulis bahwa tidak ada alasan tersembunyi apapun dalam mempersembahkan lukisan itu sebagai hadiah kepada raja. Pada hematnya tindakan Saleh hanya merupakan refleksi dari hubungan antara punggawa dan tuannya, seniman dan pelindungnya.{{sfn|Kraus|2005|p=287}} Astrid Wright mengungkapkan pandangan yang sama mengenai penggambaran hasil sial yang tidak dapat diubah dari pemberontakan Jawa sebagai peringatan bagi para pemberontak potensial, sehubungan dengan itu dia menyarankan bahwa lukisan itu mungkin ditugaskan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda sendiri.{{sfn|Agus, Wright|2001|p=58}} Susie Protschki juga tak menemukan bukti perlawanan terhadap kekuasaan kolonial dalam lukisan itu, mencatat bahwa dengan mempersembahkan karyanya kepada raja Belanda Saleh mengakui otoritasnya atas tanah airnya.{{sfn|Protschky|2011|pp=74—75}} Dalam konteks ini dia dan kritikus lain telah menarik kesejajaran dengan sisa karya Saleh, beberapa potret gubernur jenderal Belanda yang digambarkan sebagai penguasa tak terbantahkan di Indobesia.{{sfn|Protschky|2011|pp=53—54, 74}}{{sfn|Taylor|2015|p=196}}
Misalnya, potret [[Jean Chrétien Baud]] (119 × 97 cm, 1835)<ref>{{cite web|url=https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-3799|title=Portrait of Jean Chrétien Baud, Governor-General ad interim of the Dutch East Indies, Raden Sarief Bastaman Saleh, 1835|publisher=[[Rijksmuseum]]|date=|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2021-08-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20210830054001/https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-3799|deadlink=no}}</ref>, [[Johannes van den Bosch]] (115 × 97 cm, 1836)<ref>{{cite web|url=https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-3798|title=Portrait of Johannes, Graaf van den Bosch, Governor-General of the Dutch East Indies, Raden Sarief Bastaman Saleh, 1836|publisher=[[Rijksmuseum]]|date=|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2016-03-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20160305025115/https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-3798|deadlink=no}}</ref>, [[Herman Willem Daendels]] (119 × 98 cm, 1838).<ref>{{cite web|url=https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-3790|title=Posthumous Portrait of Herman Willem Daendels, Governor-General of the Dutch East Indies, Raden Sarief Bastaman Saleh, 1838|publisher=[[Rijksmuseum]]|date=|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2020-01-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20200119055520/https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-3790|deadlink=no}}</ref>
 
Pada gilirannya, Peter Carey menunjukkan bahwa mempersembahkan lukisan itu sebagai hadiah kepada Raja Belanda adalah gerakan ambigu yang cerdik, karena matahari terbit yang digambarkan di latar belakang kanvas mengisyaratkan bahwa pelestarian kenangan Diponegoro, kejeniusan, dan penderitaannya suatu saat akan membawa pada pembebasan bangsa dari belenggu penjajahan.{{sfn|Carey|2007|pp=698—699}} Peter Carey juga mencatat bahwa matahari terbit yang digambarkan oleh Saleh membawa semacam kabut tembus pandang ke atmosfer lanskap Jawa yang megah.{{sfn|Carey|1982|p=2}} Meski penangkapan Diponegoro sebenarnya terjadi pada sore hari, menurut Kraus, matahari terbit sengaja dimasukkan oleh Saleh ke dalam komposisi dan melambangkan awal era baru dalam sejarah Jawa itu sendiri dan masa depan Indonesia secara keseluruhan.{{sfn|Kraus|2005|p=293}}
 
[[Berkas:Barend Wijnveld - Anno 1821. De overwinning bij Palembang - SA 5039 - Amsterdam Museum.jpg|290px|mini|kiri|"Kemenangan di [[Palembang]]" oleh Weinveld]]
[[Berkas:Abdication de charles quint Louis Gallait.jpg|288px|mini|kanan|Abdikasi Charles V, Halle]]
 
Saleh mungkin menemukan inspirasi dalam karya para pendahulunya, khususnya Belanda.{{sfn|Kraus|2005|pp=282, 290}}{{sfn|Taylor|2015|p=196}} Palet warna yang digunakan dalam ″Penangkapan Diponegoro″ mengingatkan pada lukisan kehidupan [[Horace Vernet]] dan [[Eugène Delacroix]] yang akrab dengan Saleh.{{sfn|Carey|1982|p=2}} Postur dan gerak tubuh de Kock mirip dengan yang digambarkan dalam karya orang Belanda Barend Weinveld yang berjudul "Kemenangan di Palembang" (39 × 56 cm, setelah 1835). Dalam lukisan tersebut, de Kock juga digambarkan mengirim Sultan [[Mahmud Badaruddin II]] dari [[Kesultanan Palembang]] ke pengasingan, sembilan tahun sebelum penangkapan Diponegoro.{{sfn|Kraus|2005|p=282}}{{sfn|Clark et al.|2006|p=45}}<ref>{{cite web|url=http://am.adlibhosting.com/amonline/details/collect/38314|title=De overwinning bij Palembang|publisher=[[Museum Amsterdam]]|date=|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2020-09-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20200929031810/http://am.adlibhosting.com/amonline/details/collect/38314|deadlink=no}}</ref> Rupanya, de Kock dilukis oleh Saleh dalam pose seperti itu, termasuk dibawah pengaruh lukisan Renaisans [[Italia]].{{sfn|Carey|1982|p=2}} Paralel juga dapat digambar dengan lukisan seniman Belgia Louis Galle berjudul "Abdikasi Charles V" (485 × 683 cm, 1841).{{sfn|Kraus|2005|p=290}}<ref>{{cite web|url=https://www.fine-arts-museum.be/fr/la-collection/louis-gallait-labdication-de-charles-quint?artist=gallait-louis-1&string=Gallait|title=L'abdication de Charles Quint|publisher=[[Museum Seni Rupa Murni Kerajaan Belgia]]|date=|accessdate=2 Desember 2019}}</ref>
 
″Penangkapan Diponegoro″ dan "Abdikasi Charles V" serupa dalam arah komposisi sepanjang diagonal serta solusi dinamis dari pose karakter khususnya 2 karakter sentral.{{sfn|Kraus|2005|p=293}} Turun takhta Charles V adalah titik balik dalam sejarah [[Belanda]] dan [[Belgia]]. Setelah kenaikan takhta [[Philip II]], pemberontakan Belanda pecah melawan kekuasaan [[Spanyol]].{{sfn|Kraus|2005|p=292}}
 
Saleh pasti melihat karya Halle di pameran lukisan [[Belgia]] di [[Dresden]], sehubungan dengan itu "Penangkapan", menurut Kraus dapat diartikan sebagai pernyataan yang ditujukan kepada pemerintah Belanda: "Perang kemerdekaan yang kita lakukan hari ini menyerupai perang yang anda lakukan 400 tahun yang lalu.”{{sfn|Kraus|2005|pp=292—293}}
 
== Dampak budaya ==
Pada tahun 1995, penyair [[Taufik Ismail]] mendedikasikan puisi berjudul "Pangeran Diponegoro" yang mendeskripsikan lukisan ini serta sebagai penghormatan kepada sang pelukis, Raden Saleh.<ref>{{cite web|author=M. Irwan Ariefyanto|url=https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/16/08/02/senggang/seni-budaya/12/06/05/m55ef2-pangeran-diponegoro|title=Pangeran Diponegoro|publisher=[[Republika.co.id]]|date=5 Juni 2012|accessdate=2 Desember 2019}}</ref><ref>{{cite web|author=Devi Anggraini Oktavika, Heri Ruslan|url=https://nasional.republika.co.id/berita/m5fhwp/taufiq-ismail-lukisan-raden-saleh-adalah-pusaka|title=Taufiq Ismail: Lukisan Raden Saleh adalah Pusaka|publisher=[[Republika.co.id]]|date=11 Juni 2012|accessdate=2 Desember 2019}}</ref> Pada tahun 2001, seniman [[Yogyakarta]] Rudy Vinarso membuat versi parodi lukisan itu, yang menggambarkan Saleh bersama Diponegoro sebagai tawanan oleh Pineman, de Kock, dan [[Raja Willem III]].<ref>{{Cite news|author=Shinta Maharani|url=https://seleb.tempo.co/read/533567/lukisan-parodi-penangkapan-diponegoro-dipamerkan/full&view=ok|title=Lukisan Parodi Penangkapan Diponegoro Dipamerkan|publisher=[[Tempo (majalah Indonesia)|Тempo]]|date=30 ноября 2013|accessdate=2 декабря 2019|work=[[Tempo.co]]}}{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
Pada tahun 2010, koreografer Indonesia [[Sardono Waluyo Kusumo|Sardono Kusumo]] menggunakan reproduksi lukisan skala besar sebagai latar belakang Opera Diponegoro berdasarkan buku [[Peter Carey (sejarawan)|Peter Carey]].<ref>{{Cite news|author=Ismi Wahid|url=https://seleb.tempo.co/read/227214/sardono-sosok-diponegoro-sangat-komplek/full&view=ok|title=Sardono: Sosok Diponegoro Sangat Komplek|publisher=[[Tempo (majalah Indonesia)|Тempo]]|date=20 Februari 2010|accessdate=2 Desember 2019|work=[[Tempo.co]]}}{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref><ref>{{cite web|author=Ajeng Ritzki Pitakasari|url=https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/11/03/lu36i9-peringati-ulang-tahun-diponegoro-sardono-w-kusumo-gelar-opera-sang-pahlawan|title=Peringati Ulang Tahun Diponegoro, Sardono W Kusumo Gelar Opera Sang Pahlawan|publisher=[[Republika.co.id]]|date=3 November 2011|accessdate=2 Desember 2019|archive-date=2020-06-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20200604093149/https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/11/03/lu36i9-peringati-ulang-tahun-diponegoro-sardono-w-kusumo-gelar-opera-sang-pahlawan|deadlink=no}}</ref> Pada tahun 2012, plot lukisan itu direproduksi dalam pertunjukan wayang kulit pada pameran karya Saleh di [[Galeri Nasional Indonesia]].<ref>{{cite web|author=Nazar Nurdin|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/13282348/pertama-kalinya-karya-besar-pionir-itu-untuk-indonesia|title=Pertama Kalinya, Karya Besar Pionir itu Untuk Indonesia|publisher=[[National Geographic]]|date=3 Juni 2012|accessdate=2 Desember 2019}}</ref>.
 
Pada tahun 2022, [[Visinema Pictures|Visinema Picture]] mengangkat lukisan ini sebagai plot utama [[film drama]] [[Film aksi|aksi]] [[Film perampokan|perampokan]] berjudul ''[[Mencuri Raden Saleh]]'' yang disutradarai dan ditulis oleh [[Angga Dwimas Sasongko]], dan komplotan pencuri yang diperankan oleh [[Iqbaal Ramadhan]], [[Angga Yunanda]], [[Rachel Amanda]], [[Umay Shahab]], [[Aghniny Haque]], dan [[Ari Irham]].<ref>{{Cite news|last=Setiawan|first=Tri Susanto|date=2 Januari 2021|editor-last=Kistyarini|title=Angga Dwimas Sasongko Persiapkan Mencuri Raden Saleh|url=https://entertainment.kompas.com/read/2019/01/03/054250010/angga-dwimas-sasongko-persiapkan-mencuri-raden-saleh|work=[[Kompas.com]]|access-date=2022-09-02}}</ref><ref>{{Cite web|last=Fathurrozak|first=|date=18 Mei 2021|title=Ini Dia Para Pencuri Raden Saleh|url=https://mediaindonesia.com/weekend/405744/ini-dia-para-pencuri-raden-saleh|website=mediaindonesia.com|language=id|access-date=2022-09-02}}</ref>
 
== Referensi ==
{{refsreflist|25em2}}
 
== KutipanDaftar karyapustaka ==
{{Refbegin|40em2}}
* {{cite book|author=Дёмин Л. М.|title=Из яванского дневника|url=https://books.google.ru/books?id=v7ktAQAAIAAJ&q=дипонегоро+пинеман&dq=дипонегоро+пинеман&hl=ru&sa=X&ved=0ahUKEwjBr-Xiwo3mAhWHwsQBHUgiBDgQ6AEIKTAA|серия=Рассказы о странах Востока|location=Москва|publisher=Издательство «Наука»|year=1978|allpages=211|ref={{sfnref|Дёмин|1978}}}}{{ref-ru}}
* {{Cite web
* {{cite book|author=Дёмин Л. М.|title=Загадочный принц: Раден Салех и его время|url=https://books.google.ru/books?id=TYkyAAAAIAAJ&q=Загадочный+принц:+Раден+Салех+и+его+время&dq=Загадочный+принц:+Раден+Салех+и+его+время&hl=ru&sa=X&ved=0ahUKEwj4p8qf-I_mAhXuwsQBHeHTDpgQ6AEIKTAA|location=Москва|publisher=Издательство «Наука»|year=1990|allpages=189|ref={{sfnref|Дёмин|1990}}}}{{ref-ru}}
|title=Diponegoro
* {{cite book|author=Michael Adas|title=Prophets of Rebellion: Millenarian Protest Movements against the European Colonial Order|url=https://books.google.ru/books?id=2IrXbMe1E78C&dq=isbn:9781469610023&hl=ru&source=gbs_navlinks_s|location=Chapel Hill|publisher=The University of North Carolina Press|year=2012|allpages=272|isbn=9781469610023|ref={{sfnref|Adas|2012}}}}{{ref-en}}
|archiveurl=http://www.webcitation.org/5kwbOFGYo
* {{cite book|author=Agus T. D., Wright A.|title=Hendra Gunawan: a great modern Indonesian painter|url=https://books.google.ru/books?hl=ru&id=agnWAAAAMAAJ&dq=Wright+A+great+modern+painter+2001&focus=searchwithinvolume&q=despite+revisionist|location=Singapura|publisher=Archipelago Press|year=2001|allpages=236|isbn=9789814068222|ref={{sfnref|Agus, Wright|2001}}}}{{ref-en}}
|archivedate=31 October 2009
* {{cite book|author=Syed Farid al-Attas|ответственный=Sanaz Fotouhi, Esmail Zeiny|часть=The Arrest of Diponegoro: Visual Orientalism and Its Alternative|url часть=https://brill.com/view/book/edcoll/9789004357013/B9789004357013_003.xml|title=Seen and Unseen: Visual Cultures of Imperialism|url=https://books.google.ru/books?id=DjI9DwAAQBAJ&dq=28+March+1830+Magelang++De+Kock%27s+home&hl=ru&source=gbs_navlinks_s|location=Leiden|publisher=BRILL|year=2017|allpages=228|pages=17—33|isbn=9789004357013|ref={{sfnref|Alatas|2017}}}}{{ref-en}}
|url=http://encarta.msn.com/encyclopedia_761584175/diponegoro.html
* {{cite book|author=Carey P. B. R.|title=Raden Saleh, Dipanagara and the Painting of the Capture of Dipanagara at Magělang (28 March 1830)|url=https://www.jstor.org/stable/41492909|location=Kuala Lumpur|publisher=Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society|year=1982|allpages=142|pages=1—25|выпуск=55|номер=1 (242)|ref={{sfnref|Carey|1982}}}}{{ref-en}}
|work=MSN Encarta
* {{cite book|author=Carey P. B. R.|title=The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and the End of an Old Order in Java, 1785—1855|url=https://books.google.ru/books?hl=ru&id=7JEMAQAAMAAJ&dq=The+Power+of+Prophecy%3A+Prince+Dipanagara+and+the+End+of+an+Old+Order+in+Java%2C+1785-1855&focus=searchwithinvolume&q=KITLV+Press|location=Leiden|publisher=KITLV Press|year=2007|allpages=964|isbn=9789067183031|ref={{sfnref|Carey|2007}}}}{{ref-en}}
|accessdate=31 October 2009
* {{cite book|author=Clark J.|title=Modern Asian Art|url=https://books.google.ru/books?id=45lKJeywX_MC&dq=Clark%2C%20John%2C%20Modern%20Asian%20Art%2C%20Sydney&hl=ru&source=gbs_similarbooks|location=Honolulu|publisher=University of Hawaii Press|year=1998|allpages=344|isbn=9780824821425|ref={{sfnref|Clark|1998}}}}{{ref-en}}
|ref={{SfnRef|Encarta}}
* {{cite book|author=Clark J., Peleggi M., Sabapathy T. K.|title=Eye of the Beholder: Reception, Audience, and Practice of Modern Asian Art|url=https://books.google.ru/books?id=g59PAAAAMAAJ&q=saleh+Kasteele+Koninklijk+Kabinet+van+Zeldzaamheden&dq=saleh+Kasteele+Koninklijk+Kabinet+van+Zeldzaamheden&hl=ru&sa=X&ved=0ahUKEwjH3OKmi5DmAhUiwqYKHS4gD8gQ6AEIMzAB|location=Sidney|publisher=Wild Peony|year=2006|allpages=324|isbn=9781876957100|ref={{sfnref|Clark et al.|2006}}}}{{ref-en}}
}}
* {{cite book|author=Dhaimeler D. H.|title=Les artistes francophones inspirés par l'Indonésie: peintres, sculpteurs, graveurs|url=https://books.google.ru/books?id=ptWfAAAAMAAJ&q=saleh+Payen+Schelfhout+Kruseman+Delacroix+Vernet&dq=saleh+Payen+Schelfhout+Kruseman+Delacroix+Vernet&hl=ru&sa=X&ved=0ahUKEwi3xq-AgpLmAhVd4KYKHRaIBQgQ6AEIQTAD|location=|publisher=Centre Culturel Français de Jakarta / Duta Fine Arts Foundation|year=2000|allpages=207|isbn=9789799614506|ref={{sfnref|Dhaimeler|2000}}}}{{ref-fr}}
* {{Cite journal
* {{cite book|author=Gafur A.|title=Siti Hartinah Soeharto: First Lady of Indonesia|url=https://books.google.ru/books?id=yNkLAAAAIAAJ&q=Fighting+the+lion+diponegoro+Juliana+Soeharto+1970&dq=Fighting+the+lion+diponegoro+Juliana+Soeharto+1970&hl=ru&sa=X&ved=0ahUKEwiFlqLWopXmAhU04KYKHeySCRQQ6AEIKTAA|location=Jakarta|publisher=Pt. Citra Lamtoro Gung Persada|year=1992|allpages=556|isbn=9789798085123|ref={{sfnref|Gafur|1992}}}}{{ref-en}}
|last=Krauss
* {{cite book|author=Guillot C., Labrousse P.|title=Raden Saleh, un artiste-prince à Paris|url=https://www.persee.fr/doc/arch_0044-8613_1997_num_54_1_3419|location=Paris|издание=Archipel|year=1997|allpages=312|pages=123—152|volume=54|ref={{sfnref|Guillot, Labrousse|1997}}}}{{ref-fr}}
|first=Werner
* {{cite book|author=James J.|title=The Glamour of Strangeness: Artists and the Last Age of the Exotic|url=https://books.google.ru/books?id=RatnCwAAQBAJ&dq=diponegoro+saleh+kris&hl=ru&source=gbs_navlinks_s|location=New York|publisher=Farrar, Straus and Giroux|year=2016|allpages=384|isbn=9780374711320|ref={{sfnref|James|2016}}}}{{ref-en}}
|title=Raden Saleh's Interpretation of the Arrest of Diponegoro: An Example of Indonesian "proto-nationalist" Modernism
* {{cite book|author=Harry Judge, Robert Blake|title=Oxford Illustrated Encyclopedia: World history from 1800 to the present day|url=https://books.google.ru/books?hl=ru&id=w4KRttJEi2oC&dq=OXFORD+ILLUSTRATED+ENCYCLOPEDIA+Volume+4+WORLD+HISTORY+1800+TO+THE+PRESENT+DAY&focus=searchwithinvolume&q=ratu+adil|location=Oxford|publisher=Oxford University Press|year=1988|allpages=391|volume=IV|isbn=9780198691365|ref={{sfnref|Judge, Blake|1988}}}}{{ref-en}}
|url=http://www.persee.fr/web/revues/home/prescript/article/arch_0044-8613_2005_num_69_1_3934
* {{cite book|author=Miklouho-Maklai B. L.|title=Exposing Society's Wounds: Some Aspects of Contemporary Indonesian Art Since 1966|url=https://books.google.ru/books?id=w9afAAAAMAAJ&q=saleh+uncle+cousin+diponegoro&dq=saleh+uncle+cousin+diponegoro&hl=ru&sa=X&ved=0ahUKEwjNsuzvi5LmAhXGD5oKHaDbB28Q6AEIKTAA|location=|publisher=Flinders University of South Australia|year=1991|allpages=125|isbn=9780725805005|ref={{sfnref|Miklouho-Maklai|1991}}}}{{ref-en}}
|work=Archipel
* {{cite book|author=Knol M., Raben R., Zijlmans K.|title=Beyond the Dutch: Indonesia, the Netherlands, and the Visual Arts from 1900 Until Now|url=https://books.google.ru/books?id=TfdIAQAAIAAJ&q=28+March+1830+Magelang++De+Kock%27s+home&dq=28+March+1830+Magelang++De+Kock%27s+home&hl=ru&sa=X&ved=0ahUKEwiZmrGTuY3mAhUq2aYKHfg4DB8Q6AEIPDAC|location=Amsterdam|publisher=KIT Publishers|year=2009|allpages=199|isbn=9789460220593|ref={{sfnref|Knol et al.|2009}}}}{{ref-en}}
|volume=69
* {{cite book|author=Kraus W.|title=Raden Saleh's Interpretation of the Arrest of Diponegoro: an Example of Indonesian «proto-nationalist» Modernism|url=https://www.persee.fr/doc/arch_0044-8613_2005_num_69_1_3934|location=Paris|издание=Archipel|year=2005|allpages=320|pages=259—294|выпуск=69|volume=I|ref={{sfnref|Kraus|2005}}}}{{ref-en}}
|year=2005
* {{cite book|author=Kraus W.|title=Raden Saleh dan Karyanya|url=https://books.google.ru/books?id=osx7DwAAQBAJ&dq=Penangkapan+Pangeran+Diponegoro+Kanvas+112+179&hl=ru&source=gbs_navlinks_s|location=Jakarta|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|year=2018|allpages=454|isbn=9786024248413|ref={{sfnref|Kraus|2018}}}}{{ref-id}}
|pages=259–94
* {{cite book|author=Protschky S.|title=Images of the Tropics: Environment and Visual Culture in Colonial Indonesia|url=https://books.google.ru/books?id=nURlAAAAQBAJ&redir_esc=y|location=Leiden|publisher=BRILL|year=2011|allpages=184|isbn=9789004253605|ref={{sfnref|Protschky|2011}}}}{{ref-en}}
|ref=harv
* {{cite book|author=Scalliet M.-O.|title=Le retour du fils prodige: Raden Saleh à Java (1851—1858)|url=https://www.persee.fr/doc/arch_0044-8613_2008_num_76_1_4103|location=Paris|издание=Archipel|year=2008|allpages=333|pages=151—204|volume=76|ref={{sfnref|Scalliet|2008}}}}{{ref-fr}}
}}
* {{cite book|author=Scott C.|title=Cultural Diplomacy and the Heritage of Empire: Negotiating Post-Colonial Returns|url=https://books.google.ru/books?id=s729DwAAQBAJ&hl=ru&source=gbs_navlinks_s|location=London|publisher=Routledge|year=2019|allpages=202|isbn=9781351164221|ref={{sfnref|Scott|2019}}}}{{ref-en}}
* {{Cite news
* {{cite book|author=Taylor J. G.|title=Environment, Trade and Society in Southeast Asia: A Longue Durée Perspective|url=https://books.google.ru/books?id=Bme8rQEACAAJ&dq=Environment,+Trade+and+Society+in+Southeast+Asia&hl=ru&sa=X&ved=0ahUKEwj7vpvbmp3mAhVHUZoKHfxbB54Q6AEIKTAA|location=Leiden|publisher=BRILL|year=2015|allpages=262|pages=181—202|isbn=9789004288041|ref={{sfnref|Taylor|2015}}}}{{ref-en}}
|title=Raden Saleh's masterpieces to undergo restoration
* {{cite book|author=Vadi V., Schneider H. E. G. S.|title=Art, Cultural Heritage and the Market: Ethical and Legal Issues|url=https://books.google.ru/books?id=UO25BAAAQBAJ&dq=diponegoro+saleh+kris&hl=ru&source=gbs_navlinks_s|location=Heidelberg, New York, Dordrecht, London|publisher=Springer Science & Business Media|year=2014|allpages=342|isbn=9783642450945|ref={{sfnref|Vadi, Schneider|2014}}}}{{ref-en}}
|last=Rulistia
* {{cite book|author=Wassing-Visser R.|title=Royal gifts from Indonesia: historical bonds with the House of Orange-Nassau (1600—1938)|url=https://books.google.ru/books?id=p6jpAAAAMAAJ&q=28+March+1830+Magelang++De+Kock%27s+home&dq=28+March+1830+Magelang++De+Kock%27s+home&hl=ru&sa=X&ved=0ahUKEwiZmrGTuY3mAhUq2aYKHfg4DB8Q6AEIRDAD|location=Den Haag|publisher=House of Orange-Nassau Historic Collections Trust|year=1995|allpages=256|isbn=9789040097928|ref={{sfnref|Wassing-Visser|1995}}}}{{ref-en}}
|first=Novia D.
* {{cite book|author=June Yap|title=Retrospective: A Historiographical Aesthetic in Contemporary Singapore and Malaysia|url=https://books.google.ru/books?id=NHkuDwAAQBAJ&dq=Sardono+Waluyo+Kusumo+Diponegoro+%D1%8B%D1%84%D0%B4%D1%83%D1%80&hl=ru&source=gbs_navlinks_s|location=Lanham|publisher=Lexington Books|year=2017|allpages=366|isbn=9781498555821|ref={{sfnref|Yap|2017}}}}{{ref-en}}
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2013/08/02/raden-saleh-s-masterpieces-undergo-restoration.html
{{Refend}}
|work=The Jakarta Post
 
|date=2 August 2013
== Pranala luar ==
|archivedate=4 October 2014
* {{cite web|url=https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/public/objek/detailcb/PO2017101200002/lukisan-penangkapan-pangeran-diponegoro-karya-raden-saleh|title=Penangkapan Pangeran Diponegoro|publisher=[[Direktorat Jenderal Kebudayaan]]|lang=id|access-date=2019-12-01|archive-date=2019-12-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20191204214750/https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/public/objek/detailcb/PO2017101200002/lukisan-penangkapan-pangeran-diponegoro-karya-raden-saleh|deadlink=yes}}
|accessdate=4 October 2014
 
|archiveurl=http://www.webcitation.org/6T4N9yL8u
{{Cagar budaya peringkat nasional di Indonesia}}
|ref=harv
 
|page=27
{{Authority control}}
}}
* {{cite book
|title=Images of the Tropics: Environment and Visual Culture in Colonial Indonesia
|last=Protschky
|first=Susie
|url=http://books.google.co.id/books?id=nURlAAAAQBAJ
|ref=harv
|year=2011
|location=Leiden
|publisher=KITLV Press
|isbn=978-1-299-78406-2
|series= Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde
|volume=270
}}
* {{Cite news
|title=The journey of sainted Javanese prince Diponegoro
|last=Taufiqurrahman
|first=M.
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/25/the-journey-sainted-javanese-prince-diponegoro.html
|work=The Jakarta Post
|date=25 February 2010
|archivedate=4 October 2014
|accessdate=4 October 2014
|archiveurl=http://www.webcitation.org/6T4NuXLFO
|ref=harv
}}
* {{Cite web
|title=The Arrest of Diepo Negoro by Lieutenant-General Baron De Kock
|publisher=Rijksmuseum
|accessdate=10 October 2014
|archivedate=10 October 2014
|url=https://www.rijksmuseum.nl/en/collection/SK-A-2238
|archiveurl=http://www.webcitation.org/6T3v5MA1T
|ref={{SfnRef|Rijksmuseum}}
}}
* {{Cite news
|title=Pertama Kalinya, Karya Besar Pionir itu Untuk Indonesia
|trans_title=For the First Time, The Masterpiece of that Pioneer is for Indonesia
|last=Zakiya
|first=Zika
|url=http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/06/pertama-kalinya-karya-besar-pionir-itu-untuk-indonesia
|work=National Geographic
|date=3 June 2012
|archivedate=4 October 2014
|accessdate=4 October 2014
|archiveurl=http://www.webcitation.org/6T4On7j91
|ref=harv
}}
{{refend}}
{{artikel pilihan}}
 
[[Kategori:Benda cagar budaya di Indonesia]]
[[Kategori:Cagar budaya peringkat nasional]]
[[Kategori:Cagar budaya di Yogyakarta]]
[[Kategori:Karya tentang kolonialisme]]
[[Kategori:Lukisan tahun 1857]]
[[Kategori:Lukisan perang]]
[[Kategori:Diponegoro]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Karya seni]]
[[Kategori:Lukisan]]