Tumpeng: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wijaya muti (bicara | kontrib) k menusun kalimat di awal |
|||
(52 revisi perantara oleh 26 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox food/wikidata
|caption=Tumpeng
|alternate=-
|region=[[Jawa Tengah]] <br> [[Jawa Timur]] <br> [[Daerah Istimewa Yogyakarta|D.I. Yogyakarta]]
|creator=Orang Jawa
|course=
|served=Hangat
|main_ingredient=[[Nasi]] berbentuk kerucut, [[urap]] (sayuran yang direbus dan dicampur dengan kelapa parut yang dibumbui), [[serundeng]], [[ayam bakar]], [[Ayam goreng (Nusantara)|ayam goreng]], [[tempe]] kering, [[telur pindang]], [[telur dadar]] yang diiris, teri kacang
|variations=[[Tumpeng robyong]], tumpeng nasi putih, tumpeng nasi uduk, tumpeng nasi kuning (selamatan)
|other=
}}
{{Sidebar masakan Indonesia}}
[[Berkas:Tumpeng-Jawa.jpg|jmpl|250px|Sego Tumpeng]]
[[Berkas:
'''
Tumpeng biasa disajikan di atas ''[[tampah]]'' (wadah berbentuk bundar tradisional yang terbuat dari anyaman bambu) yang telah dialasi daun pisang.<ref>Kisah Sejarah dan Makna Tumpeng yang Ternyata Filosofis Banget![https://www.idntimes.com/food/dining-guide/prila-arofani/kisah-sejarah-dan-makna-tumpeng#page-2]</ref><ref>Apa Itu Tumpeng? Ternyata Ini Rahasia di Balik Sajian Nasi yang Berbentuk Kerucut[https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/09/07/230155278/apa-itu-tumpeng-ternyata-ini-rahasia-di-balik-sajian-nasi-yang-berbentuk]</ref><ref>Mengungkap Filosofi Jenis Lauk di Nasi Tumpeng[https://investor.id/lifestyle/297351/mengungkap-filosofi-jenis-lauk-di-nasi-tumpeng]</ref>
▲'''Nasi Tumpeng''' adalah cara penyajian [[nasi]] yang berdibentuk [[kerucut]] dan ditata bersama dengan lauk-pauknya; karena itu disebut pula 'nasi tumpeng'. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa [[nasi kuning]], meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau [[nasi uduk]]. Cara penyajian nasi ini khas [[Jawa]] atau masyarakat [[Suku Betawi|Betawi]] keturunan Jawa dan biasanya dibuat pada saat [[kenduri]] atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia sudah mengenal kegiatan ini secara umum.
== Sejarah dan Tradisi ==
Masyarakat di [[pulau Jawa]], [[Bali]] dan [[Pulau Madura|Madura]] memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting, seperti perayaan kelahiran atau ulang tahun serta berbagai acara syukuran lainnya. Meskipun demikian kini hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran [[gunung berapi]]. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para [[hyang]], atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan [[Hindu]], nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci [[Mahameru]], tempat bersemayam [[dewa|dewa-dewi]].
Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi [[Islam]] Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri ''Slametan'' pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa
Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.
Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.<ref>{{aut|Nurjannah, R.}} (2017). [http://eprints.uny.ac.id/20862/1/Rina%20Nurjannah%2009209241033.pdf ''Makna simbolik yang terdapat pada kesenian tradisional Bokoran dalam upacara adat mitoni di Desa Sidanegara Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga'']. Skripsi pada Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. (tidak diterbitkan)</ref>
Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di [[Yogyakarta]] misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.
'''Kesalahan Saat Membagikan Tumpeng'''
Sering kita jumpai masyarakat awam bahkan hingga kaum pelaku tradisi dan budaya masih salah dalam memperlakukan tumpeng. Orang-orang dalam acara yang menggunakan tumpeng memotong bagian atas tumpeng secara horizontal, hal ini sangatlah keliru. Bagian atas tumpeng melambangkan Tuhan dan bagian bawah melambangkan kawula-Nya, sehingga tumpeng itu juga adalah simbol dari penyatuan Tuhan dan hamba-Nya atau dalam bahasa Jawa disebut "''manunggaling kawula Gusti''". Sehingga jika tumpeng itu dipotong bagian atasnya secara horizontal maka terputuslah penyatuan antara Tuhan dan hamba-Nya. Tumpeng dapat dibelah di bagian tengah dari bagian dasar ke puncak sehingga terpisah menjadi 2 kemudian dikeduk dari bawah ke atas agar bagian bawah dan atas dapat menyatu, baru setelah itu dibagikan.<ref>{{Cite web|last=Khairunnisa|first=Syifa Nuri|date=2020-08-19|title=Jangan Potong Puncak Tumpeng, Begini Cara yang Benar|url=https://www.kompas.com/food/read/2020/08/10/121200075/jangan-potong-puncak-tumpeng-begini-cara-yang-benar|website=Kompas.com|access-date=2024-08-16}}</ref>
== Lauk-pauk ==
Tidak ada lauk-pauk baku untuk menyertai
Lomba merias tumpeng cukup sering dilakukan, khususnya di kota-kota di [[Jawa Tengah]] dan [[Yogyakarta]], umtuk memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan.
== Variasi ==
* ''[[Tumpeng Robyong]]'' - Tumpeng ini biasa disajikan pada [[upacara siraman]] dalam [[pernikahan adat Jawa]]. Tumpeng ini diletakkan di dalam ''bakul'' dengan berbagai macam sayuran. Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai.
* ''Tumpeng Nujuh Bulan'' - Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas ''tampah'' yang dialasi daun pisang.
* ''Tumpeng Pungkur'' - digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.
Baris 31 ⟶ 46:
* ''Tumpeng Nasi Kuning'' - warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya.
* ''Tumpeng Nasi Uduk'' - Disebut juga ''tumpeng tasyakuran''. Digunakan untuk peringatan Maulud Nabi.
*
Dalam [[Serat Centhini]], yakni semacam kitab ensiklopedia kebudayaan [[Jawa]] dari awal abad XIX, disebutkan tidak kurang dari sembilan rupa tumpeng yang perlu disiapkan sebagai ''[[sajen]]'' dalam pertunjukan [[wayang kulit]] dan ruwatan. Aneka tumpeng ini dituliskan pada tembang (pupuh) ke-157 bait 2-3. Disebutkan, antara lain, ''tumpĕng tutul'', ''tumpĕng lugas'', ''tumpĕng kĕndhit'', ''tumpĕng pucuk lombok bang'' (tumpeng dengan [[cabai merah]] di pucuknya), ''tumpĕng magana isi janganan'' (tumpeng megana isi sayuran), ''tumpĕng magana isi wak ayam'' (tumpeng megana isi ayam), ''tumpĕng rajĕg dom-wajane'', ''tumpĕng tigan ing pucuk'' (dengan [[telur]] di pucuknya), dan ''tumpĕng sĕmbur''.<ref>{{aut|Ranggasutrasna, R.Ng.}} ''dkk.'' (1814). ''Serat Suluk Tambangraras'' (Serat Centhini) [https://archive.org/details/seratcenthini/centhini02/page/n363/mode/2up Jil. '''II''': 365 (Pupuh 157: 2-3)]</ref>
== Pranala luar ==▼
== Referensi ==
{{reflist|2}}
▲== Pranala luar ==
▲{{Masakan Indonesia}}
{{Makanan-stub}}{{Masakan Indonesia}}
[[Kategori:
[[Kategori:Nasi]]
[[Kategori:Budaya Jawa]]
|