Raden Wijaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mutaya (bicara | kontrib)
paragraf
Nusantara1945 (bicara | kontrib)
k Perbaikan Pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(245 revisi perantara oleh 67 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{pp-protected|reason=Penambahan isi halaman tanpa sumber|small=yes}}
{{refimprove}}
{{Infobox raja
| name = =Raden Wijaya
| title =Prabu Kertarajasa Jayawardhana<br />Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana<br />[[Penguasa monarki]] Kerajaan Majapahit
| image = [[Berkas:Illustration of Raden Wijaya.jpg|200px]]
| caption = Ilustrasi Raden Wijaya
| succession = Raja Pertama Majapahit
| reign =[[Berkas:Flag of the Majapahit Empire.svg|22x20px]] [[Majapahit]] (1293 - 1309)
| coronationreign = 15 [[KartikaBerkas:Naval Masaflag of Majapahit Kingdom.svg|Kartika22x20px]] 1215 [[SakaMajapahit]]<br /> ([[101293 November]]- [[1293]]1309)
| coronation = 15 Kartika 1215 [[Saka]]<br /> (10 November 1293)
| othertitles =Kertarajasa Jayawardhana
| full name = =Nararya Sanggramawijaya
| predecessor = =
| successor = =[[Jayanegara]]
| suc-type =Putera mahkota
| heir =[[Jayanegara]]
| queen = * =[[Tribhuwaneswari]]
| consort =[[Gayatri]] (Rajapatni)
| spouse 1 = =[[IndreswariTribhuwaneswari]] (Dara Petak)
| spouse 2 = =[[PrajnaparamitaNarendraduhita]]
| spouse 3 = [[NarendraduhitaSri Jayendra Dyah Dewi Prajña Paramita|Jayendradewi]]
| spouse 4 = =[[Gayatri]]
| spouse 5 = [[Dara =Petak|Indreswari]]
| spouse 6 = =
| issue = * =[[Jayanegara]]
* [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]
| royal house =
* [[Dyah Wiyat|Rajadewi Maharajasa]]
| dynasty =[[Wangsa Rajasa]]
| royal anthemhouse = [[Wangsa =Rajasa|Rajasa]]
| fatherdynasty = [[Wangsa =Rajasa]]
| royal anthem =
| mother =
| father = [[Dyah Lembu Tal]] menurut Nagarakretagama<ref>https://historia.id/amp/kuno/articles/asal-usul-raden-wijaya-P14Rz</ref>
| birth_date =
| birth_placemother =
| birth_name = Dyah Wijaya
| regnal name = Sri Narpati Kertarajasa Jayawardhana
| birth_date =
| birth_place =
| death_date = 1309
| death_place = [[Berkas:FlagNaval offlag theof Majapahit EmpireKingdom.svg|22x20px]] Majapahit
| date of burial =
| place of burial = Didharmakan di [[candi simping]], [[Blitar]]
| religion = [[Hindu]]
|}}Menurut [[Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara]] ,disusun oleh [[Kesultanan Cirebon]] termasuk kedalam [[Naskah Wangsakerta]]. Raden Wijaya adalah putra pasangan [[Rakyan Jayadarma]] dan [[Dyah Lembu Tal]]. Ayahnya adalah putra [[Prabu Guru Darmasiksa]], raja [[Kerajaan Sunda Galuh]], sedangkan ibunya adalah putri [[Mahisa Campaka]] dari [[Kerajaan Singhasari]]. Dengan demikian, Raden Wijaya merupakan perpaduan darah [[Suku Sunda|Sunda]] dan [[Suku Jawa|Jawa]].
}}
 
'''Raden Wijaya''' atau '''Dyah Wijaya''' adalah pendiri dan raja pertama [[Kerajaan Majapahit]] yang memerintah pada tahun [[1293]]-[[1309]], bergelar '''Sri Kertarajasa Jayawardana''', atau lengkapnya '''Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana'''.
Kejayaan Raja Wijaya sebagai pendiri Majapahit dimulai dari peristiwa setelah Rakyan Jayadarma tewas diracun musuhnya, Lembu Tal pulang ke Singhasari membawa serta Wijaya. Dengan demikian, Raden Wijaya seharusnya menjadi raja ke-27 [[Kerajaan Sunda Galuh]]. Alih-alih menjadi Raja Sunda Galuh, ia mendirikan [[Majapahit]] setelah tewasnya raja [[Kertanegara]], raja [[Singhasari]] terakhir, yang merupakan sepupu ibunya.
[[File:Harihara Majapahit 1.JPG|thumb|150px||''Arca Harihara'' (paduan [[Siwa]] dan [[Wisnu]]) perwujudan [[Kertarajasa]] dari [[candi Simping]], [[Blitar]], kini koleksi [[Museum Nasional Republik Indonesia|Museum Nasional.]]]]
Menurut [[Nagarakretagama]] Raden Wijaya adalah anak dari [[Dyah Lembu Tal]], cucu [[Mahisa Campaka]] atau Narasinghamurti. Kakeknya ini, adalah anak dari [[Mahisa Wonga Teleng]], putra dari [[Ken Angrok]] dan [[Ken Dedes]]. Ken Angrok atau Sri Ranggah Rajasa adalah pendiri Dinasti Rajasa yang kemudian menurunkan raja-raja Singhasari dan Majapahit. Naskah ini memuji Lembu Tal sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani dan merupakan Ayah dari Raden Wijaya.
 
Dari genealoginya, Wijaya juga merupakan keponakan Kertanagara, Adapun Kertanagara adalah keturunan dari [[Anusapati]], putra Ken Dedes dan [[Tunggul Ametung]].<ref> Slamet Mulyana, (1979). Nagarakretagama dan tafsir sejarahnya. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.[https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=457778]</ref>
Kisah di atas mirip dengan ''[[Babad Tanah Jawi]]'' yang menyebut pendiri Kerajaan Majapahit bernama '''Jaka Sesuruh''' putra Prabu Sri Pamekas raja [[Kerajaan Pajajaran]], yang juga terletak di kawasan [[Sunda]]. Jaka Sesuruh melarikan diri ke timur karena dikalahkan saudara tirinya yang bernama [[Ciung Wanara|Siyung Wanara]]. Ia kemudian membangun [[Kerajaan Majapahit]] dan berbalik menumpas Siyung Wanara.
 
Menurut [[Prasasti Kudadu]] (1294),tertulis bahwasanya Lembu Tal (ayah raden wijaya) adalah anak Narasinghamurti.
Berita di atas berlawanan dengan ''[[Nagarakretagama]]'' yang menyebut Dyah Lembu Tal adalah seorang laki-laki, putra [[Narasinghamurti]]. Naskah ini memuji Lembu Tal sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani dan merupakan ayah dari Dyah Wijaya.
 
Menurut [[Prasasti Balawi]] (1305), [[Prasasti Sukamerta]] (1296), dan Kakawin ''Nagarakretagama'', Raden Wijaya menikah dengan empat orang putri [[Kertanagara]], raja terakhir [[Kerajaan Singhasari]], yaitu [[Tribhuwaneswari]], [[Narendraduhita]], [[Jayendradewi]], dan [[Gayatri]].
== Silsilah Keluarga ==
Raden Wijaya dalam [[prasasti Balawi]] tahun [[1305]] menyatakan dirinya sebagai anggota [[Wangsa Rajasa]]. Menurut ''[[Nagarakretagama]]'', Wijaya adalah putra [[Dyah Lembu Tal]], putra [[Narasinghamurti]]. Sedangkan menurut ''[[Pararaton]]'', Narasinghamurti alias Mahisa Campaka adalah putra [[Mahisa Wonga Teleng]] putra [[Ken Arok]] pendiri Wangsa Rajasa.<ref name="SNI410">Poesponegoro & Notosusanto, hlm. 410.</ref>
[[Berkas:Harihara_Majapahit_1.JPG|pra=https://wiki-indonesia.club/wiki/Berkas:Harihara_Majapahit_1.JPG|jmpl|Arca Harihara, dewa gabungan [[Siwa]] dan [[Wisnu]] sebagai penggambaran [[Kertarajasa]]. Semula berlokasi di [[Candi Simping]], [[Blitar]], kini menjadi koleksi [[Museum Nasional Republik Indonesia]].]]
'''Kertarajasa Jayawardhana''' atau disebut juga '''Raden Wijaya''' (lahir: ? - wafat: [[Majapahit]], [[1309]]) adalah pendiri [[Kerajaan Majapahit]] sekaligus raja pertama Majapahit yang memerintah pada tahun [[1293]]-[[1309]], bergelar '''Prabu Kertarajasa Jayawardana''', atau lengkapnya '''Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana'''.
 
Dengan Tribhuwaneswari, Wijaya mempunyai seorang putra bernama, Jayanagara. Dengan Gayatri, Wijaya memperoleh dua putri. Putri sulung bernama [[Dyah Gitarja|Tribhuwana Wijayatunggadewi]]. Putri bungsu bernama [[Dyah Wiyat|Rajadewi Maharajasa]].<ref>Historia: Asal-usul Raden Wijaya.[https://historia.id/amp/kuno/articles/asal-usul-raden-wijaya-P14Rz]</ref>
== Nama Asli ==
Raden Wijaya merupakan nama yang lazim dipakai para sejarawan untuk menyebut pendiri [[Kerajaan Majapahit]]. Nama ini terdapat dalam ''[[Pararaton]]'' yang ditulis sekitar akhir abad ke-15. Kadang ''Pararaton'' juga menulisnya secara lengkap, yaitu '''Raden Harsawijaya'''. Padahal menurut bukti-bukti prasasti, pada masa kehidupan Wijaya (abad ke-13 atau 14) pemakaian gelar ''raden'' belum populer.
 
== Mendirikan Desa Majapahit ==
''[[Nagarakretagama]]'' yang ditulis pada pertengahan abad ke-14 menyebut pendiri Majapahit bernama '''Dyah Wijaya'''<ref name=":0">Riana, I. K. (2009). ''Kakawin dēśa warṇnana, uthawi, Nāgara kṛtāgama: masa keemasan Majapahit''. Penerbit Buku Kompas.</ref>. Gelar "''dyah''" merupakan gelar kebangsawanan yang populer saat itu dan menjadi cikal bakal gelar "''Raden''". Istilah ''Raden'' sendiri diperkirakan berasal dari kata ''Ra Dyah'' atau ''Ra Dyan'' atau ''Ra Hadyan''.
=== Kematian Kertanagara ===
Menurut [[Prasasti Kudadu]], pada tahun [[1292]] terjadi pemberontakan [[Jayakatwang]] bupati [[Gelanggelang]] terhadap kekuasaan [[Kerajaan Singhasari]]. Raden Wijaya ditunjuk [[Kertanagara]] untuk menumpas pasukan Gelanggelang yang menyerang dari arah utara Singhasari. Raden Wijaya berhasil memukul mundur musuhnya. Namun pasukan pemberontak yang lebih besar datang dari arah selatan dan berhasil menewaskan Kertanagara.
 
Menyadari hal itu, Dyah Wijaya melarikan diri, berlindung ke Terung di sebelah utara Singhasari. Namun karena terus dikejar-kejar musuh ia kemudian pergi ke arah timur. Dengan bantuan kepala desa Kudadu, ia berhasil menyeberangi Selat Madura untuk bertemu [[Arya Wiraraja]], penguasa ''Songeneb'' (nama lama [[Sumenep]]), penasehat raja Kertanegara yang merupakan murid dari Mahisa Campaka ([[Narasinghamurti]]), kakek Dyah Wijaya.
Nama asli pendiri Majapahit yang paling tepat adalah '''Nararya Sanggramawijaya''', karena nama ini terdapat dalam [[prasasti Kudadu]] yang dikeluarkan oleh Wijaya sendiri pada tahun [[1294]]. Gelar ''Nararya'' juga merupakan gelar kebangsawanan, meskipun gelar ''Dyah'' lebih sering digunakan.
 
=== Hutan Tarik dan Desa Majapahit ===
== Asal-Usul ==
Bersama Arya Wiraraja, Raden Wijaya merencanakan siasat untuk merebut kembali takhta dari tangan Jayakatwang. Wijaya berjanji, jika ia berhasil mengalahkan Jayakatwang, maka daerah kekuasaannya akan dibagi dua untuk dirinya dan Wiraraja. Siasat pertama pun dijalankan. Mula-mula, Wiraraja menyampaikan berita kepada Jayakatwang bahwa Wijaya menyatakan menyerah kalah. Jayakatwang yang telah membangun kembali kerajaan leluhurnya, yaitu [[Kerajaan Kadiri]] menerimanya dengan senang hati. Ia pun mengirim utusan untuk menjemput Wijaya di pelabuhan Jungbiru.
Menurut ''[[Pararaton]]'', Raden Wijaya adalah putra [[Mahisa Campaka]], seorang pangeran dari [[Kerajaan Singhasari]]. Ia dibesarkan di lingkungan Kerajaan Singhasari.
 
Siasat berikutnya, Wijaya meminta [[Tarik, Sidoarjo|Hutan Tarik]] di sebelah timur Kadiri untuk dibangun sebagai kawasan perburuan. Wijaya mengaku ingin bermukim di sana. Jayakatwang yang gemar berburu segera mengabulkannya tanpa curiga. Wiraraja pun mengirim orang-orang Songeneb yang dipimpin oleh anaknya, [[Ranggalawe]], untuk membantu Wijaya membuka hutan tersebut. Menurut ''Kidung Panji Wijayakrama'', salah seorang Madura menemukan buah maja yang rasanya pahit. Oleh karena itu, desa pemukiman yang didirikan Wijaya tersebut pun diberi nama [[Majapahit]].
Panggung sejarah Singhasari dan berlanjut hingga Majapahit dari segi pelaku utamanya dapat dipandang dari munculnya 3 dahan silsilah dalam pohon [[wangsa Rajasa]]. Pohon pertama adalah pohon [[Tunggul Ametung|Ametung]] dengan [[Ken Dedes]] yang menurun hingga [[Anusapati]], Wisnuwardhana, [[Kertanagara|Kertanegara]] hingga ke-empat putri yang menjadi ibu yang melahirkan raja-raja Majapahit. Belum lagi ranting dari dahan ini pastilah juga menjadi anggota utama keluarga Majapahit<ref>Sidomulyo, H. 2007. Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.</ref>. Dahan yang kedua dan ini menjadi penting adalah dari jalur Ken Arok dengan Ken Dedes yang menurunkan [[Mahesa Wong Ateleng|Mahisa Wongateleng]], [[Mahisa Campaka|Narasinghamurti]], [[Dyah Lembu Tal]], hingga Wijaya.<ref>Deny Yudo Wahyudi, 2013, KERAJAAN MAJAPAHIT: DINAMIKA DALAM SEJARAH NUSANTARA,  Malang: FIS, Universitas Negeri Malang.</ref>
 
== Menjadi Raja Majapahit ==
Menurut prasasti Balawi dan ''Nagarakretagama'', Raden Wijaya menikah dengan empat orang putri [[Kertanagara]], raja terakhir [[Kerajaan Singhasari]], yaitu [[Tribhuwaneswari]], [[Narendraduhita]], [[Jayendradewi]], dan [[Gayatri]]. Sedangkan menurut ''Pararaton'', ia hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja, serta seorang putri dari [[Kerajaan Malayu]] bernama [[Dara Petak]], yaitu salah satu dari dua putri yang dibawa kembali dari [[Melayu]] oleh pasukan yang dulunya dikirim oleh Kertanagara yang dikenal dengan nama [[Ekspedisi Pamalayu]] pada masa kerajaan [[Singhasari]]. Dara Petak merupakan salah seorang putri [[Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa]] Raja Melayu dari [[Kerajaan Dharmasraya]] <ref name="Muljana">Slamet Muljana, 2005, ''Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara'', Yogyakarta: LKiS, ISBN 979-98451-16-3.</ref>.
{{Main|Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa}}
=== Perang melawan Jayakatwang ===
Catatan [[Dinasti Yuan]] mengisahkan, pada tahun [[1293]], pasukan [[Mongol]] sebanyak 20.000 orang yang dipimpin ''[[Ike Mese]]'', ''Kau Hsing'' dan ''Shih Pi'' mendarat di [[Jawa]] untuk menyerang [[Kertanagara]], karena pada tahun [[1289]] Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim [[Kubilai Khan]] raja Mongol.
 
Raden Wijaya memanfaatkan [[Invasi Yuan-Mongol ke Jawa|kedatangan pasukan Mongol]] ini untuk menghancurkan [[Jayakatwang]]. Ia pun mengajak Ike Mese untuk bekerjasama. Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan [[Wangsa Rajasa]] di Jawa dari tangan Jayakatwang, dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk kepada bangsa Mongol.
Menurut prasasti Sukamerta dan prasasti Balawi, Raden Wijaya memiliki seorang putra dari Tribhuwaneswari bernama [[Jayanagara]].<ref name="SNI427">Poesponegoro & Notosusanto, hlm. 427.</ref>Sedangkan Jayanagara menurut ''Pararaton'' adalah putra Dara Petak, dan menurut ''Nagarakretagama'' adalah putra Indreswari. Sementara itu, dari Gayatri lahir dua orang putri bernama [[Dyah Gitarja]] dan [[Dyah Wiyat]].
 
Jayakatwang yang mendengar persekutuan Wijaya dan Ike Mese segera mengirim pasukan Kadiri untuk menghancurkan mereka. Namun pasukan itu justru berhasil dikalahkan oleh pihak Mongol. Selanjutnya, gabungan pasukan Mongol, Majapahit dan Madura bergerak menyerang [[Daha]], ibu kota Kerajaan Kadiri. [[Jayakatwang]] akhirnya kalah dan ditawan bersama putranya ''Ardharaja'' dalam kapal Mongol.
Namun ada juga pendapat lain, dimana Raden Wijaya juga mengambil [[Dara Jingga]] yang juga salah seorang putri Kerajaan Melayu sebagai istrinya selain dari Dara Petak, karena Dara Jingga juga dikenal memiliki sebutan ''sira alaki dewa'' — dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa.
 
=== Perang melawan Yuan-Mongol (Tartar) ===
== Mendirikan Desa Majapahit ==
Setelah Jayakatwang dikalahkan, Wijaya meminta izin pada pihak Mongol untuk kembali ke Majapahit mempersiapkan penyerahan dirinya. Ike Mese mengizinkannya tanpa curiga. Sesampainya di [[Canggu, Jetis, Mojokerto|Canggu]], Majapahit, Wijaya dan pasukannya membunuh para prajurit Mongol yang mengawalnya.
Menurut [[Prasasti Kudadu]], pada tahun [[1292]] terjadi pemberontakan [[Jayakatwang]] bupati Gelang-Gelang terhadap kekuasaan [[Kerajaan Singhasari]]. Raden Wijaya ditunjuk [[Kertanegara]] untuk menumpas pasukan Gelang-Gelang yang menyerang dari arah utara Singhasari. Wijaya berhasil memukul mundur musuhnya. Namun pasukan pemberontak yang lebih besar datang dari arah selatan dan berhasil menewaskan Kertanagara.
 
Pada 19 April 1293, Raden Wijaya memimpin pasukannya menyerang tentara Mongol. Tentara Mongol yang sedang berpesta di Daha diserbu oleh pasukan Majapahit. Setelah kehilangan 3.000 orang tentaranya, Ike Mese memutuskan mundur. Sisa pasukan Mongol akhirnya meninggalkan Jawa pada 24 April 1293.
Menyadari hal itu, Raden Wijaya melarikan diri hendak berlindung ke Terung di sebelah utara Singhasari. Namun karena terus dikejar-kejar musuh ia memilih pergi ke arah timur. Dengan bantuan kepala desa Kudadu, ia berhasil menyeberangi Selat Madura untuk bertemu [[Arya Wiraraja]] penguasa ''Songeneb'' (nama lama [[Sumenep]]).
 
Kemudian Wijaya menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit yang pertama dengan gelar '''Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardana'''. Menurut ''Kidung Harsa Wijaya'', penobatan tersebut terjadi pada tanggal 15 [[Kartika Masa|bulan Kartika]] tahun 1215 [[Saka]], atau bertepatan dengan [[12 November]] [[1293]].
Bersama Arya Wiraraja, Raden Wijaya merencanakan siasat untuk merebut kembali takhta dari tangan Jayakatwang. Wijaya berjanji, jika ia berhasil mengalahkan Jayakatwang, maka daerah kekuasaannya akan dibagi dua untuk dirinya dan Wiraraja. Siasat pertama pun dijalankan. Mula-mula, Wiraraja menyampaikan berita kepada Jayakatwang bahwa Wijaya menyatakan menyerah kalah. Jayakatwang yang telah membangun kembali negeri leluhurnya, yaitu [[Kerajaan Kadiri]] menerimanya dengan senang hati. Ia pun mengirim utusan untuk menjemput Wijaya di pelabuhan Jungbiru.
 
== Masa Pemerintahan ==
Siasat berikutnya, Wijaya meminta Hutan Tarik di sebelah timur Kadiri untuk dibangun sebagai kawasan wisata perburuan. Wijaya mengaku ingin bermukim di sana. Jayakatwang yang gemar berburu segera mengabulkannya tanpa curiga. Wiraraja pun mengirim orang-orang Songeneb untuk membantu Wijaya membuka hutan tersebut. Menurut ''Kidung Panji Wijayakrama'', salah seorang Madura menemukan buah maja yang rasanya pahit. Oleh karena itu, desa pemukiman yang didirikan Wijaya tersebut pun diberi nama [[Majapahit]].
Dalam memerintah Majapahit, Raden Wijaya mengangkat para pengikutnya yang dulu setia dalam perjuangan. [[Arya Wiraraja]] dan [[Ranggalawe]] sebagai pasangguhan, [[Nambi]] diangkat sebagai [[patih]] [[Majapahit]], [[Lembu Sora]] sebagai [[patih]] [[Daha]].
 
Pada tahun [[1294]] Wijaya juga memberikan anugerah kepada pemimpin desa Kudadu di wilayah [[Gunung Butak]] yang dulu melindunginya saat pelarian menuju [[Pulau Madura]]. Raden Wijaya juga membentuk [[Dharmaputra (jabatan)|Dharmaputra]], pasukan elit yang beranggotakan tujuh orang, yaitu [[Ra Kuti]], [[Ra Semi]], [[Ra Tanca]], [[Ra Wedeng]], [[Ra Yuyu]], [[Ra Banyak]], dan [[Ra Pangsa]].
== Menjadi Raja Majapahit ==
Catatan [[Dinasti Yuan]] mengisahkan pada tahun [[1293]] pasukan [[Mongol]] sebanyak 20.000 orang dipimpin [[Ike Mese]] mendarat di [[Jawa]] untuk menghukum [[Kertanagara]], karena pada tahun [[1289]] Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim [[Kubilai Khan]] raja Mongol.
 
Pada tahun 1295, Raden Wijaya mengangkat anaknya, [[Jayanagara]], sebagai [[yuwaraja]] atau raja muda di Kadiri atau Daha. Pemerintahannya diwakili oleh Lembu Sora yang disebutkan dalam ''Prasasti Pananggungan'' menjabat sebagai patih Daha.
Raden Wijaya memanfaatkan [[Invasi Yuan-Mongol ke Jawa|kedatangan pasukan Mongol]] ini untuk menghancurkan [[Jayakatwang]]. Ia pun mengajak Ike Mese untuk bekerjasama. Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Pulau Jawa dari tangan Jayakatwang, dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk kepada bangsa Mongol.
 
===Pemberontakan Ranggalawe===
Jayakatwang yang mendengar persekutuan Wijaya dan Ike Mese segera mengirim pasukan Kadiri untuk menghancurkan mereka. Namun pasukan itu justru berhasil dikalahkan oleh pihak Mongol. Selanjutnya, gabungan pasukan Mongol dan Majapahit serta Madura bergerak menyerang [[Daha]], ibu kota Kerajaan Kadiri. Jayakatwang akhirnya menyerah dan ditawan dalam kapal Mongol.
{{Main|Pertempuran Sungai Tambak Beras}}
Pada tahun [[1295]] seorang tokoh licik bernama [[Mahapati]] menghasut Ranggalawe untuk memberontak. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Nambi sebagai patih, dan menjadi perang saudara pertama yang melanda Majapahit. Setelah Ranggalawe tewas, Wiraraja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian wilayah kerajaan. Wijaya mengabulkannya. Maka, sejak saat itu, wilayah kerajaan Majapahit terbagi menjadi dua, di mana Majapahit sebelah barat dikuasai oleh Wijaya dan di timur dikuasai oleh Wiraraja dengan ibu kota di Lamajang (nama lama [[Lumajang]]).
 
===Pembunuhan Lembu Sora===
Setelah Jayakatwang dikalahkan, Wijaya meminta izin untuk kembali ke Majapahit mempersiapkan penyerahan dirinya. Ike Mese mengizinkannya tanpa curiga. Sesampainya di Majapahit, Wijaya membunuh para prajurit Mongol yang mengawalnya. Ia kemudian memimpin serangan balik ke arah Daha di mana pasukan Mongol sedang berpesta kemenangan. Serangan mendadak itu membuat Ike Mese kehilangan banyak prajurit dan terpaksa menarik mundur pasukannya meninggalkan Jawa.
{{Main|Ken Sora}}
Pada tahun [[1300]] terjadi peristiwa pembunuhan Lembu Sora, paman Ranggalawe. Pada saat pemberontakan Ranggalawe, Lembu Sora berada di pihak Majapahit. Namun, pada ''pertempuran Tambak Beras'' ketika Ranggalawe dibunuh dengan kejam oleh [[Kebo Anabrang]], Sora yang merupakan paman Ranggalawe merasa tidak tahan, kemudian berbalik membunuh Anabrang.
 
Peristiwa terbunuhnya Kebo Anabrang dijadikan alasan oleh Mahapati untuk menghasut Nambi, bahwa Lembu Sora akan memberontak terhadap Majapahit, sehingga terjadi suasana perpecahan antara Lembu Sora dan Nambi. Pada puncaknya, Lembu Sora dan kedua kawannya, yaitu ''Gajah Biru'' dan ''Jurudemung'' tewas dibantai kelompok Nambi sewaktu dalam perjalanan menuju istana Majapahit.
Wijaya kemudian menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit. Menurut ''Kidung Harsa Wijaya'', penobatan tersebut terjadi pada tanggal 15 [[Kartika Masa|bulan Kartika]] tahun 1215 [[Saka]], atau bertepatan dengan [[12 November]] [[1293]].
 
== MasaAkhir PemerintahanHayat ==
Menurut ''[[Nagarakretagama]]'', Raden Dyah Wijaya meninggal dunia pada tahun [[1309]].<ref name=":0">Riana, I. K. (2009). ''Kakawin dēśa warṇnana, uthawi, Nāgara kṛtāgama: masa keemasan Majapahit''. Penerbit Buku Kompas.</ref> Ia dimakamkan di Antahpura dan dicandikan di [[Candi Simping|Simping]], [[Blitar]], sebagai Harihara, atau perpaduan [[Wisnu]] dan [[Siwa]].
Dalam memerintah Majapahit, Wijaya mengangkat para pengikutnya yang dulu setia dalam perjuangan. [[Nambi]] diangkat sebagai [[patih]] [[Majapahit]], [[Lembu Sora]] sebagai [[patih]] [[Daha]], [[Arya Wiraraja]] dan [[Ranggalawe]] sebagai pasangguhan. Pada tahun [[1294]] Wijaya juga memberikan anugerah kepada pemimpin desa Kudadu yang dulu melindunginya saat pelarian menuju [[Pulau Madura]].
 
Raden Dyah Wijaya digantikan [[Jayanagara]] sebagai raja penerusnya.
Pada tahun [[1295]] seorang tokoh licik bernama [[Mahapati]] menghasut Ranggalawe untuk memberontak. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Nambi sebagai patih, dan menjadi perang saudara pertama yang melanda Majapahit. Setelah Ranggalawe tewas, Wiraraja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian wilayah kerajaan. Wijaya mengabulkannya. Maka, sejak saat itu, wilayah kerajaan pun hanya tinggal setengah, di mana yang sebelah timur dipimpin oleh Wiraraja dengan ibu kota di Lamajang (nama lama [[Lumajang]]).
 
== Silsilah Dyah Wijaya ==
Pada tahun [[1300]] terjadi peristiwa pembunuhan Lembu Sora, paman Ranggalawe. Dalam pemberontakan Ranggalawe, Sora memihak Majapahit. Namun, ketika Ranggalawe dibunuh dengan kejam oleh [[Kebo Anabrang]], Sora merasa tidak tahan dan berbalik membunuh Anabrang. Peristiwa ini diungkit-ungkit oleh Mahapati sehingga terjadi suasana perpecahan. Pada puncaknya, Sora dan kedua kawannya, yaitu Gajah Biru dan Jurudemung tewas dibantai kelompok Nambi di halaman istana.
 
=== Akhir HayatKeluarga ===
 
Menurut ''[[Nagarakretagama]]'', Raden Wijaya meninggal dunia pada tahun [[1309]]<ref name=":0" />. Ia dimakamkan di Antahpura dan dicandikan di Simping sebagai Harihara, atau perpaduan [[Wisnu]] dan [[Siwa]].
'''Kakek'''
*Mahisa Campaka, anak dari Mahisa Wonga Teleng, anak dari Ken Angrok dan Ken Dedes.<ref name="SNI410">Poesponegoro & Notosusanto, hlm. 410.</ref>
 
'''Orang Tua'''
* Raden Lembu Tal, putra Mahisa Campaka (Narasinghamurti), penguasa Kediri bawahan Tumapel.
 
'''Permaisuri'''
*Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari.
 
'''Selir'''
*Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita.
*Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita.
*Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri.
 
'''Anak'''
Raden Wijaya digantikan [[Jayanagara]] sebagai raja penerusnya.
*Dengan [[Dara Petak|Indreswari]], Wijaya mempunyai seorang putra bernama,
**[[Jayanagara]] (kemudian diangkat menjadi anak Tribhuwaneswari).
*Dengan Gayatri, Wijaya memperoleh dua putri.
**Si sulung bernama [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]].
**Si bungsu bernama [[Dyah Wiyat|Rajadewi Maharajasa]].
 
== Kepustakaan ==
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
* Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka
* R.M. Mangkudimedja. 1979. ''Serat Pararaton Jilid 2''. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Baris 118 ⟶ 147:
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Sejarah Sunda]]
[[Kategori:Dinasti Rajasa]]