Budaya Minangkabau: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib) |
|||
(37 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{
'''Budaya Minangkabau''' adalah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat [[Minangkabau]] dan berkembang di seluruh kawasan berikut daerah perantauan Minangkabau. Budaya ini merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di [[Nusantara]] yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis, dan sintetik, yang menjadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni [[Kebudayaan Jawa|budaya Jawa]] yang bersifat [[feodal]] dan sinkretik.<ref>
Berbeda dengan kebanyakan budaya yang berkembang di dunia yang menganut sistem patrilineal, budaya Minangkabau justru menganut sistem [[matrilineal]] baik dalam hal pernikahan, persukuan, warisan, gelar adat dan sebagainya.
Baris 6:
== Sejarah ==
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari [[Luhak|Luhak Nan Tigo]], yang kemudian menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo.<ref name="Kato">{{cite book|title=Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah|last= Kato|first=Tsuyoshi|authorlink=|coauthors=|year=2005|publisher=PT Balai Pustaka|location=|isbn=979-690-360-1|page=21|pages=|url=|accessdate=}}</ref> Saat ini wilayah budaya Minangkabau meliputi [[
[[Berkas:Pengguna Bahasa Minang di Sumatra.png|jmpl|Peta wilayah penggunaan Bahasa Minangkabau]]
Baris 14:
== Produk kebudayaan ==
=== Persukuan/klan ===
{{utama|Daftar suku Minangkabau}}
Persukuan atau suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan suatu kesatuan kelompok kekerabatan secara genealogis, di mana para anggotanya terikat oleh suatu garis keturunan yang sama dari satu leluhur. Suku juga menjadi basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata ''suku'' dalam [[Bahasa Minangkabau|Bahasa Minang]] dapat bermaksud ''satu perempat''. Hal ini dikaitkan dengan pendirian suatu [[nagari]] di [[Minangkabau]]. Suatu nagari dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu ([[Matrilineal Minangkabau|matilineal]]), dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama. <ref name="Datuk">{{cite book|last=Batuah|first=A. Dt.|last2=Madjoindo|first2=A. Dt.|year=1959|title=Tambo Minangkabau dan Adatnya|location=Jakarta|publisher=Balai Pustaka}}</ref>
Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.<ref name="Datuk">{{cite book|last=Batuah|first=A. Dt.|last2=Madjoindo|first2=A. Dt.|year=1959|title=Tambo Minangkabau dan Adatnya|location=Jakarta|publisher=Balai Pustaka}}</ref>
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut ''payuang'' (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah ''sapayuang'' disebut ''saparuik''. Sebuah ''paruik'' (perut) biasanya tinggal pada sebuah [[Rumah Gadang]] secara bersama-sama.<ref name="De Jong">{{cite book|last=De Jong|first=P.E de Josselin|year=1960|url=|title=Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political Structure in Indonesia|location=Jakarta|publisher=Bhartara|isbn=|doi=|authorlink=P. E. de Josselin de Jong|coauthors=}}</ref>
=== Kemasyarakatan dan filosofi ===
==== Kepemimpinan ====
Masyarakat Minangkabau memiliki filosofi bahwa "pemimpin itu hanyalah ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah." Artinya seorang pemimpin haruslah dekat dengan masyarakat yang ia pimpin, dan seorang pemimpin harus siap untuk dikritik jika ia berbuat salah.<ref>Syamdani, PRRI, Pemberontakan atau Bukan?, Media Pressindo, 2008</ref> Dalam konsep seperti ini, Minangkabau tidak mengenal jenis pemimpin yang bersifat diktator dan totaliter. Selain itu konsep budaya Minangkabau yang terdiri dari republik-republik mini, dimana nagari-nagari sebagai sebuah wilayah otonom, memiliki kepala-kepala kaum yang merdeka. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama, serta dipandang sejajar di tengah-tengah masyarakat.
Dengan filosofi tersebut, maka Minangkabau banyak melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah di berbagai bidang, baik itu politik, ekonomi, kebudayaan, dan keagamaan. Sepanjang abad ke-20, etnis Minangkabau merupakan salah satu kelompok masyarakat di Indonesia yang paling banyak melahirkan pemimpin dan tokoh pelopor.<ref>Audrey R. Kahin, Rebellion to Integration, West Sumatra and the Indonesian Polity 1926-1998, 2005</ref> Mereka antara lain
==== Pendidikan ====
Budaya Minangkabau mendorong masyarakatnya untuk mencintai pendidikan dan ilmu pengetahuan. Sehingga sejak kecil, para pemuda Minangkabau telah dituntut untuk mencari ilmu. Filosofi Minangkabau yang mengatakan bahwa ''"alam takambang manjadi guru''", merupakan suatu adagium yang mengajak masyarakat Minangkabau untuk selalu menuntut ilmu. Pada masa kedatangan Islam, pemuda-pemuda Minangkabau selain dituntut untuk mempelajari adat istiadat juga ditekankan untuk mempelajari ilmu agama. Hal ini mendorong setiap kaum keluarga, untuk mendirikan surau sebagai lembaga pendidikan para pemuda kampung.<ref>A.M.Z. Tuanku Kayo Khadimullah, Menuju Tegaknya Syariat Islam di Minangkabau: Peranan Ulama Sufi dalam Pembaruan Adat, Marja, 2007</ref>
Setelah kedatangan imperium Belanda, masyarakat Minangkabau mulai dikenalkan dengan sekolah-sekolah umum yang mengajarkan ilmu sosial dan ilmu alam. Pada masa [[Hindia Belanda]], kaum Minangkabau merupakan salah satu kelompok masyarakat yang paling bersemangat dalam mengikuti pendidikan Barat. Oleh karenanya, di
Semangat pendidikan masyarakat Minangkabau tidak terbatas di kampung halaman saja. Untuk mengejar pendidikan tinggi, banyak di antara mereka yang pergi merantau. Selain ke negeri [[Belanda]], [[Pulau Jawa|Jawa]] juga merupakan tujuan mereka untuk bersekolah. Sekolah kedokteran [[STOVIA]] di Jakarta, merupakan salah satu tempat yang banyak melahirkan dokter-dokter Minang. Data yang sangat konservatif menyebutkan, pada periode 1900 – 1914, ada sekitar 18% lulusan STOVIA merupakan orang-orang Minang.<ref>Elizabeth E. Graves, The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule in the Nineteenth Century, 1981</ref>
Baris 33 ⟶ 42:
{{Utama|Saudagar Minangkabau}}
Orang Minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang memiliki etos kewirausahaan yang tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya perusahaan serta bisnis yang dijalankan oleh pengusaha Minangkabau di seluruh Indonesia. Selain itu banyak pula bisnis orang-orang Minang yang dijalankan dari Malaysia dan Singapura. Wirausaha Minangkabau telah melakukan perdagangan di Sumatra dan Selat Malaka, sekurangnya sejak abad ke-7. Hingga abad ke-18, para pedagang Minangkabau hanya terbatas berdagang emas dan rempah-rempah. Meskipun ada pula yang menjual senjata ke [[Kerajaan Malaka]],
==== Demokrasi ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Produk budaya Minangkabau yang juga menonjol ialah sikap demokratis pada masyarakatnya. Sikap demokratis pada masyarakat Minang disebabkan karena sistem pemerintahan Minangkabau terdiri dari banyak nagari yang otonom, dimana pengambilan keputusan haruslah berdasarkan pada musyawarah mufakat. Hal ini terdapat dalam pernyataan adat yang mengatakan bahwa "bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat". [[Abdurrahman Wahid]] dan [[Nurcholish Madjid]] pernah mengafirmasi adanya demokrasi Minang dalam budaya politik Indonesia. Sila keempat Pancasila yang berbunyi ''Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan'' ditengarai berasal dari semangat demokrasi Minangkabau, yang mana rakyat/masyarakatnya hidup di tengah-tengah permusyawaratan yang terwakilkan.
==== Harta pusaka ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Dalam budaya Minangkabau terdapat dua jenis harta pusaka, yakni harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan warisan turun-temurun dari leluhur yang dimiliki oleh suatu keluarga atau kaum, sedangkan harta pusaka rendah merupakan hasil pencaharian seseorang yang diwariskan menurut [[hukum Islam]].
Baris 61 ⟶ 72:
Ulama Minangkabau yang paling keras menentang pengaturan harta pusaka tinggi yang tidak mengikuti hukum waris Islam adalah [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]], [[Syeikh Tahir Jalaluddin Al-Azhari]], dan [[Agus Salim]].<ref name="HAMKA_p23">{{cite book|last =Hamka|first =|authorlink =|coauthors =|title =Islam dan Adat Minangkabau|publisher =Pustaka Panjimas|year =1985|month =Agustus|location =Jakarta|url =|doi =|isbn =|page =23}}</ref> Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, imam dan khatib [[Masjidil Haram]] [[Mekkah]], menyatakan bahwa harta pusaka tinggi termasuk harta [[syubhat]] sehingga haram untuk dimanfaatkan. Dia konsisten dengan pendapatnya itu dan oleh sebab itulah ia tidak mau kembali ke [[ranah Minang]].<ref>Hamka (1985), p. 103.</ref> Sikap [[Abdul Karim Amrullah]] berbeda dengan ulama-ulama di atas. Dia mengambil jalan tengah dengan memfatwakan bahwa harta pusaka tinggi termasuk kategori wakaf, yang boleh dimanfaatkan oleh pihak keluarga namun tidak boleh diperjualbelikan.Namun bagaimanapun juga,bentuk wakaf yang seperti ini tentu tidaklah sama dengan wakaf yang disyari'atkan islam. Karena dalam pemanfaatannya hanya diperuntukkan bagi orang tertentu dengan aturan-aturan adat (bukan aturan islam). Lagipula adakalanya pusaka tinggi ini bisa digadaikan dalam situasi tertentu.
Yang perlu digaris bawahi sebenarnya dari penilaian tokoh agama yang menentang pusaka tinggi ini adalah bahwa adat sebagai ketentuan dari manusia bisa saja dihapus,namun ketetapan agama yang bersumber dari Allah adalah mutlak. Maka bentuk syubhat itu harus dihindari. Penghapusan adat itu dianggap mudah bagi kaum
"Adat basandi syarak,syarak basandi kitabullah"
Baris 70 ⟶ 81:
=== Seni ===
{{Bagian tanpa referensi}}
==== Arsitektur ====
[[Berkas:Pagaruyung Istana.jpg|jmpl|Istano Basa Pagaruyung sebuah replika istana asli Kerajaan Minangkabau yang sudah terbakar]]
Arsitektur Minangkabau merupakan bagian dari seni arsitektur khas Nusantara, yang wilayahnya merupakan kawasan rawan gempa. Sehingga banyak rumah-rumah tradisionalnya yang berbentuk panggung, menggunakan kayu dan pasak, serta tiang penyangga yang diletakkan di atas batu tertanam. Namun ada beberapa kekhasan arsitektur Minangkabau yang tak dapat dijumpai di wilayah lain, seperti atap bergonjong. Model ini digunakan sebagai bentuk atap rumah, balai pertemuan, dan kini juga digunakan sebagai bentuk atap kantor-kantor di seluruh
==== Masakan ====
{{Lihatpula|Masakan Minangkabau|Masakan Padang}}
Memasak makanan yang lezat merupakan salah satu budaya dan kebiasaan masyarakat Minangkabau. Hal ini dikarenakan seringnya penyelenggaraan pesta adat, yang mengharuskan penyajian makanan yang nikmat. Masakan Minangkabau tidak hanya disajikan untuk masyarakat Minangkabau saja,
[[Berkas:Rendang 3.JPG|jmpl|Rendang, masakan khas Minangkabau yang dinobatkan sebagai makanan terlezat di dunia]]
Baris 84 ⟶ 95:
==== Literasi ====
{{Bagian tanpa referensi}}Masyarakat Minangkabau telah memiliki budaya literasi sejak abad ke-12. Hal ini ditandai dengan ditemukannya aksara Minangkabau. [[Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah]] merupakan salah satu literatur masyarakat Minangkabau yang pertama. [[Tambo Minangkabau]] yang ditulis dalam [[Bahasa Melayu]], merupakan literatur Minangkabau berupa historiografi tradisional. Pada abad pertengahan, sastra Minangkabau banyak ditulis menggunakan [[Huruf Jawi]]. Pada masa ini, sastra Minangkabau banyak yang berupa dongeng-dongeng jenaka dan nasihat. Selain itu ada pula kitab-kitab keagamaan yang ditulis oleh ulama-ulama tarekat. Di akhir abad ke-19, cerita-cerita tradisional yang bersumber dari mulut ke mulut, seperti ''[[Kaba Cindua Mato|Cindua Mato]]'', ''[[Kaba Anggun Nan Tongga|Anggun Nan Tongga]]'', dan ''[[Malin Kundang]]'' mulai dibukukan.▼
▲Masyarakat Minangkabau telah memiliki budaya literasi sejak abad ke-12. Hal ini ditandai dengan ditemukannya aksara Minangkabau. [[Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah]] merupakan salah satu literatur masyarakat Minangkabau yang pertama. [[Tambo Minangkabau]] yang ditulis dalam [[Bahasa Melayu]], merupakan literatur Minangkabau berupa historiografi tradisional. Pada abad pertengahan, sastra Minangkabau banyak ditulis menggunakan [[Huruf Jawi]]. Pada masa ini, sastra Minangkabau banyak yang berupa dongeng-dongeng jenaka dan nasihat. Selain itu ada pula kitab-kitab keagamaan yang ditulis oleh ulama-ulama tarekat. Di akhir abad ke-19, cerita-cerita tradisional yang bersumber dari mulut ke mulut, seperti ''[[Kaba Cindua Mato|Cindua Mato]]'', ''[[Kaba Anggun Nan Tongga|Anggun Nan Tongga]]'', dan ''[[Malin Kundang]]'' mulai dibukukan.
Pada abad ke-20, sastrawan Minangkabau merupakan tokoh-tokoh utama dalam pembentukan bahasa dan sastra Indonesia. Lewat karya-karya mereka berupa novel, roman, dan puisi, [[sastra Indonesia]] mulai tumbuh dan berkembang. Sehingga novel yang beredar luas dan menjadi bahan pengajaran penting bagi pelajar di seluruh [[Indonesia]] dan [[Malaysia]], adalah novel-novel berlatarbelakang budaya Minangkabau. Seperti ''[[Tenggelamnya Kapal Van der Wijck]], Merantau ke Deli'' dan ''[[Di Bawah Lindungan Ka'bah (novel)|Di Bawah Lindungan Ka'bah]]'' karya [[Hamka]], ''[[Salah Asuhan]]'' karya [[Abdul Muis]], ''[[Sitti Nurbaya]]'' karya [[Marah Rusli]], dan ''[[Robohnya Surau Kami]]'' karya [[Ali Akbar Navis]]. Budaya literasi Minangkabau juga melahirkan tokoh penyair seperti [[Chairil Anwar]], [[Taufiq Ismail]] dan tokoh sastra lainnya [[Sutan Takdir Alisjahbana]].
Baris 93 ⟶ 102:
Dalam masyarakat Minangkabau, pantun dan pepatah-petitih merupakan salah satu bentuk seni persembahan dan diplomasi yang khas. Pada umumnya pantun dan pepatah-petitih menggunakan bahasa kiasan dalam penyampaiannya.<ref>Idrus Hakimy Dt Rajo Penghulu, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau, Remaja Rosdakarya, 1994</ref> Sehingga di Minangkabau, seseorang bisa dikatakan tidak beradat jika tidak menguasai seni persembahan. Meski disampaikan dengan sindiran, pantun dan pepatah-petitih bersifat lugas. Di dalamnya tak ada kata-kata yang ambigu dan bersifat mendua. Budaya pepatah-petitih, juga digunakan dalam sambah-manyambah untuk menghormati tamu yang datang. Sambah-manyambah ini biasa digunakan ketika tuan rumah (''si pangka'') hendak mengajak tamunya makan. Atau dalam suatu acara pernikahan, ketika pihak penganten wanita (''anak daro'') menjemput penganten laki-laki (''marapulai'').
Selain berkembang di
Contoh:<ref>Edwar Jamaris, Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau, Yayasan Obor Indonesia, 2001</ref>
[[Berkas:Ukiranminang.jpg|jmpl|ka|200px|Ukiran Minangkabau di dinding luar bagian depan Rumah Gadang]]
# ''Anak dipangku, kamanakan dibimbiang'' (Artinya
# ''Duduak marauk ranjau, tagak meninjau jarak'' (Artinya
# ''Dima rantiang dipatah, disinan sumua digali'' (Artinya
# ''Gadang jan malendo, cadiak jan manjua'' (Artinya
# ''Satinggi-tinggi tabang bangau, babaliaknyo ka kubangan juo'' (Artinya
# ''Solok salayo cawan pinggan,barih batatah batang Padi,harok kironyo ditarang bulan,palito nyalo denai padami'' (Artinya: Karena mengharapkan sesuatu yang belum pasti,yang sudah nyata dalam genggaman diabaikan/disia-siakan)
==== Ukiran ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Masyarakat Minangkabau sejak lama telah mengembangkan seni budaya berupa ukiran, pakaian, dan perhiasan. Seni ukir dahulunya dimiliki oleh banyak [[nagari]] di Minangkabau. Namun saat ini seni ukir hanya berkembang di nagari-nagari tertentu, seperti [[Pandai Sikek, Sepuluh Koto, Tanah Datar|Pandai Sikek]]. Kain merupakan media [[ukiran]] yang sering digunakan oleh masyarakat Minang. Selain itu ukiran juga banyak digunakan sebagai hiasan [[Rumah Gadang]]. Ukiran Rumah Gadang biasanya berbentuk garis melingkar atau persegi, dengan motif seperti tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Disamping itu motif lain yang dijumpai dalam ukiran Rumah Gadang adalah motif geometri bersegi tiga, empat, dan genjang. Jenis-jenis ukiran Rumah Gadang antara lain ''kaluak paku, pucuak tabuang, saluak aka, jalo, jarek, [[itiak pulang patang]], saik galamai'', dan ''sikambang manis''.
==== Tarian ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Tari-tarian merupakan salah satu corak budaya Minangkabau yang sering digunakan dalam pesta adat ataupun perayaan pernikahan. Tari Minangkabau tidak hanya dimainkan oleh kaum perempuan tapi juga oleh laki-laki. Ciri khas tari Minangkabau adalah cepat, keras, menghentak, dan dinamis. Adapula tarian yang memasukkan gerakan silat ke dalamnya, yang disebut [[randai]]. Tari-tarian Minangkabau lahir dari kehidupan masyarakat Minangkabau yang egaliter dan saling menghormati. Dalam pesta adat ataupun perkawinan, masyarakat Minangkabau memberikan persembahan dan hormat kepada para tamu dan menyambutnya dengan tarian galombang. Jenis tari Minangkabau antara lain: [[Tari Piring]], [[Tari Payung]], [[Tari Pasambahan]], dan [[Tari Indang]].
[[Berkas:Tari Piring.jpg|jmpl|Tari piring
==== Bela diri ====
Baris 120 ⟶ 130:
Pencak silat memiliki dua filosofi dalam satu gerakan. Pencak (mancak) yang berarti bunga silat merupakan gerakan tarian yang dipamerkan dalam acara adat atau seremoni lainnya. Gerakan-gerakan mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin karena untuk pertunjukkan.<ref>[http://www.youtube.com/watch?v=a_rS_qPvJfo video yang memperlihatkan gerakan mencak.]</ref> Sedangkan silat merupakan suatu seni pertempuran yang dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakannya diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan melumpuhkan lawan.<ref>[http://www.youtube.com/watch?v=4e45RhGgRgo&feature=fvw Contoh aplikasi gerakan silek]</ref>
Orang yang mahir bermain silat dinamakan pendekar (''pandeka''). Gelar pendekar ini pada zaman dahulunya dikukuhkan secara adat oleh ninik mamak dari nagari yang bersangkutan. Kini pencak silat tidak hanya diajarkan kepada generasi muda Minangkabau saja,
==== Musik ====
Baris 126 ⟶ 136:
Budaya Minangkabau juga melahirkan banyak jenis alat musik dan lagu. Di antara alat musik khas Minangkabau adalah [[saluang]], [[talempong]], rabab, serta bansi. Keempat alat musik ini biasanya dimainkan dalam pesta adat dan perkawinan. Kini musik Minang tidak terbatas dimainkan dengan menggunakan empat alat musik tersebut. Namun juga menggunakan istrumen musik modern seperti orgen, piano, gitar, dan drum. Lagu-lagu Minang kontemporer, juga banyak yang mengikuti aliran-aliran musik modern seperti pop, hip-hop, dan remix.
Sejak masa kemerdekaan Indonesia, lagu Minang tidak hanya dinyanyikan di
Semaraknya industri musik Minang pada paruh kedua abad ke-20, disebabkan oleh banyaknya studio-studio musik milik pengusaha Minang. Selain itu, besarnya permintaan lagu-lagu Minang oleh masyarakat perantauan, dan menjadi faktor kesuksesan industri musik Minang.<ref>majalah.tempointeraktif.com [http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/09/SEL/mbm.20110509.SEL136656.id.html Gairah Rekaman Daerah, Geliat Superstar Desa] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111005203400/http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/09/SEL/mbm.20110509.SEL136656.id.html |date=2011-10-05 }}</ref>
[[Berkas:D2D 9786 wikimedia2020 deni dahniel festival Budaya Miangkabau.jpg|jmpl|Festival Budaya Miangkabau]]
==== Upacara dan festival ====
{{Bagian tanpa referensi}}
* ''[[Tabuik]]''
* ''[[Makan bajamba]]''
Baris 140 ⟶ 152:
* ''[[Pacu jawi]]''
* ''[[Pacu itiak]]''
* ''Adu kabau (ditiadakan)''
* ''Sabuang ayam (ditiadakan)''
* ''[[Baroncah]]''{{fact}}
* ''[[Bakaua]]''
== Lihat pula ==
Baris 150 ⟶ 163:
== Referensi ==
== Pranala luar ==
* [[A.A. Navis]], Alam terkembang jadi Guru, Bandung, 1982
* [http://www.west-sumatra.com Thousands pictures of West Sumatra.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190309084148/http://www.west-sumatra.com/ |date=2019-03-09 }}
▲{{reflist|2}}
[[Kategori:Minangkabau]]
[[Kategori:Budaya Indonesia|Minangkabau]]
|