Sulaman Koto Gadang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
OrophinBot (bicara | kontrib) |
||
(101 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Sulam Minangkabau.jpg|al=Sulaman Koto Gadang|jmpl|300x300px|
'''Sulaman Koto Gadang''' adalah teknik kerajinan tangan menghias kain dengan benang yang dikerjakan secara tradisional
▲[[Berkas:Sulam Minangkabau.jpg|al=Sulaman Koto Gadang|jmpl|300x300px|Sulaman Koto Gadang]]
▲'''Sulaman Koto Gadang''' adalah teknik kerajinan tangan yang dikerjakan secara tradisional yang dimiliki oleh masyarakat [[Koto Gadang, IV Koto, Agam|Koto Gadang]], salah satu nagari di [[Kabupaten Agam]], [[Sumatra Barat]]. Sulaman ini dihasilkan dari pengetahuan masyarakat Koto Gadang dalam membentuk jalinan benang di atas kain yang diwariskan secara turun-temurun. Pengerjaannya sama sekali tidak menggunakan teknologi mesin, melainkan menggunakan peralatan sederhana dan bergantung pada keterampilan tangan. Keunikan sulaman Koto Gadang terletak pada gradasi warna dari motif yang dibuat. Teknik sulaman Koto Gadang menghasilkan jahitan yang tidak tebal dan tidak berlubang. Bila dibandingkan sulaman Koto Gadang dengan sulaman di luar Koto Gadang, seperti [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]], hasilnya lebih halus dan motifnya baik bagian muka maupun belakang sama-sama terlihat.
Sulaman Koto Gadang banyak dibuat untuk hiasan [[selendang]], [[baju kurung]], dan peralatan adat. Kebanyakan motif sulam adalah bunga dan daun. Hasil kerajinan sulam telah menjadi bagian kelengkapan pakaian adat perempuan Koto Gadang. Penggunaan kain sulam erat kaitannya dengan adat. Kain bersulam berwarna cerah dan sulaman yang rapat digunakan untuk kebutuhan pernikahan. Adapun kain berwarna
Di antara
==
Keterampilan menyulam telah berkembang di Koto Gadang setidaknya sejak abad ke-16.{{sfn|Ernatip|2012|pp=92}} Hampir setiap rumah tangga di Koto Gadang, terutama yang memiliki anak perempuan, pandai menyulam. Pengetahuan menyulam diwarisi secara turun temurun dari orang tua ke anak. Dalam pandangan adat, seorang perempuan dipandang terhormat jika peralatan yang dipakai saat menikah, seperti selendang, adalah hasil sulaman sendiri. Selendang bersulam Koto Gadang merupakan bagian kelengkapan pakaian adat.{{sfn|Ernatip|2012|pp=90}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=131}} Oleh karena itu, setiap rumah tangga di Koto Gadang mempunyai sekurang-kurangnya satu helai selendang.{{sfn|Ernatip|2012|pp=124}}
; Catatan kaki▼
Pada awalnya, selendang bersulam Koto Gadang hanya dipakai oleh orang Koto Gadang dan tabu apabila dipakai oleh orang di luar Koto Gadang. Bahkan, keterampilan menyulam tidak diajarkan kepada orang yang bukan asli Koto Gadang. Sulaman Koto Gadang mulai terkenal sejak berdirinya [[Kerajinan Amai Setia]] pada 1911. Didirikan oleh [[Roehana Koeddoes]], sekolah tersebut mengajarkan berrnacam-macam keterampilan rumah tangga untuk perempuan, termasuk menyulam, baik untuk perempuan Koto Gadang maupun dari luar Koto Gadang. Lama kelamaan, selendang bersulam Koto Gadang dikenal oleh orang dan bahkan banyak pesanan akan selendang tersebut. Salah seorang rekan Roehana yang seorang saudagar, Hadisah memasarkan hasil sulaman Koto Gadang ke istri pejabat-pejabat Belanda untuk dipakai atau dikirimkan ke kolega mereka di luar Minangkabau, yakni Eropa.{{sfn|Ernatip|2012|pp=75}}{{sfn|Kompas.com|27 September 2013}} Sementara itu, rekan Roehana yang lain, Rukbeny memperkenalkan selendang bersulam Koto Gadang ke luar daerah Sumatera Barat.{{sfn|Ernatip|2012|pp=132}}
Sejak Kerajinan Amai Setia berdiri, kegiatan menyulam menjadi pekeijaan yang digemari perempuan Koto Gadang. Selain dapat menghasilkan uang, pekerjaan menyulam bagi perempuan dianggap sebagai pekerjaan yang mulia.{{sfn|Ernatip|2012|pp=75}} Perempuan dapat bekerja di dalam rumah sambil mengurus keluarga. Saat ini, sulaman Koto Gadang menjadi produk yang diincar perempuan [[Paris]] dan [[Belanda]]. Meski tak seperti abad ke-19, perempuan Koto Gadang masih menghasilkan kain bersulam aneka motif dan cara pengerjaan.{{sfn|Kompas.com|27 September 2013}}
Penyebutan sulaman kadang disamakan dengan bordir karena memiliki persamaan. Perbedaannya terletak pada hasil dan cara pengerjaannya. Menurut Ernatip, peneliti Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Padang, penyebutan bordir di [[Orang Minangkabau|Minangkabau]] identik dengan sebuah kain yang memiliki hiasan yang dibuat oleh teknologi mesin, sedangkan apabila hiasan dikerjakan dengan keterampilan tangan rnaka lebih dikenal dengan sebutan sulaman.{{sfn|Ernatip|2012|pp=75}} Baik sulaman maupun bordir masih tetap eksis dalam masyarakat Minangkabau sebagai salah satu warisan masa lampau.{{sfn|Ernatip|2012|pp=76}}
== Peralatan dan bahan ==
Teknologi pembuatan sulaman Koto Gadang masih menggunakan [[teknologi tradisional]].{{sfn|Ernatip|2012|pp=79}} Peralatan utama untuk menyulam dikenal dengan nama ''pamedangan.'' Ukurannya yakni 200 x 60 cm. ''Pamedangan'' terbuat dari kayu pada bagian kerangkanya. Keempat kayu dirangkaikan menjadi empat persegi panjang dengan paku. Tinggi ''pamedangan'' yakni sekitar 30 cm mengikuti ukuran standar yang memudahkan bagi penyulam untuk duduk bersimpuh ataupun meluruskan kakinya di bawah ''pamedangan'' pada saat menyulam.{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=12}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=94}}
Untuk menyulam kain yang berukuran kecil, seperti [[saputangan]], bunga baju, dan sarung bantal maka digunakan alat bernama ''ram''.{{sfn|Ernatip|2012|pp=93}} Ram berbentuk bundar dengan diameter berkisar 20 cm sampai 50 cm. Ram terbuat dari dua buah besi ataupun kayu yang dibentuk melingkar dengan menggunakan alat pengunci.{{sfn|Ernatip|2012|pp=97}}
Peralatan utama dalam menyulam berikutnya yakni kelos. Kelos berfungsi untuk menggulung benang. Kelos terbuat dari batang kulit manis dengan panjang berkisar 15 cm sampai 20 cm. Jumlah kelos bergantung pada banyak warna benang yang akan digunakan.{{sfn|Ernatip|2012|pp=101}}
Adapun alat bantu dalam membuat sulaman yakni karton manila atau kertas minyak untuk membuat pola, kertas karbon untuk memindahkan pola, jarum jahit untuk membuat aneka tusukan pada kain, dan gunting untuk memutus benang. Kesederhaan peralatan membuat proses pembuatan sulaman Koto Gadang menjadi lama dan rumit serta membutuhkan kepiawaian atau keahlian dari penyulam karena semata-mata mengandalkan pekerjaan tangan dan bukan mesin.{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=12}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=107}}
Sementara itu, bahan-bahan yang digunakan untuk menyulam yakni kain dan benang. Kain yang digunakan yakni semua jenis kain seperti [[katun]], [[linen]], [[sutra]], atau [[wol]].{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=12}} Ukuran kain yang standar adalah dua meter untuk panjang dan lebar yang bervariasi dari 50 cm hingga 75 cm, tetapi ukuran lebar yang standar adalah 50 cm.{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=8}} Adapun benang sulam dapat berupa benang mauline dan benang katun.{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=6}}
== Pengerjaan ==
Pekerjaan membuat sulaman melalui beberapa tahap yakni membuat pola, memindahkan pola, memasang kain pada ''pamedangan'', membuat sulaman, membuat renda, dan memasang renda. Setiap tahap dikerjakan oleh masing-masing orang karena orang yang ahli membuat sulaman kadang kurang mahir membuat renda. Oleh karena itu, pengerjaan sulam jarang sekali yang dilakukan oleh satu orang saja. Untuk selendang, pengerjaannya bisa melibatkan dua atau tiga orang.{{sfn|Ernatip|2012|pp=106}}
Pola dibuat di atas karton manila atau kertas minyak menggunakan pensil atau pena. Biasanya, karton manila lebih sering digunakan karena karena dapat digunakan berulang-ulang dibandingkan kertas minyak. Ukuran kertas yang digunakan untuk pola yakni mengikuti ukuran kain untuk memudahkan proses pemindahan pola ke dasar kain. Namun, secara umum, pola yang dibuat hanya untuk setengah kain. Jika kain yang akan disulam berukuran 200 x 60 cm, berarti ukuran pola dibuat yakni sepanjang 100 x 60 cm dan yang setengahnya lagi dijiplak dari pola yang sudah jadi. Lamanya proses pembuatan pola bergantung pada kepiawaian perancang pola.{{sfn|Ernatip|2012|pp=108}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=109}}
Motif-motif yang dibuat umumnya motif flora seperti [[bunga matahari]], [[Mawar|bunga mawar]], [[Melati|bunga melati]], dan sebagainya.{{sfn|Ernatip|2012|pp=107}} Selain motif-motif flora, terdapat motif yang berasal dari fauna yang telah digubah atau distilirisasi, seperti burung dan sejenisnya, tetapi cenderung tidak digunakan saat sekarang.{{sfn|Ernatip|2012|pp=107}} Sebagaimana kerajinan Minangkabau pada umumnya, bentuk motif makhluk hidup tidak digambar secara utuh. Hal ini berkaitan dengan keyakinan masyarakat Minangkabau terhadap ketentuan agama Islam, yakni akan dianggap berdosa apabila menggambar makhluk hidup.{{sfn|Ranelis|Washinton|2016|pp=24}}
Setelah rancangan pola selesai, tahap berikutnya yakni meminahkan pola ke kain dengan [[kertas karbon]] berwarna mengikuti warna kain. Kertas karbon diletakkan di antara pola dan kain.{{sfn|Sri Mindayani|2017|pp=18}} Di sekeliling pola yang sudah diletakan di atas kain, dipasangi jarum pentul kain agar posisi pola terhadap kain maupun karbon tidak bergesar saat dilakukan penindisan. Penindisan dilakukan dengan menggunakan alat rader. Jika kain yang digunakan berbahan tipis dan berwama terang, pola dapat dijiplak langsung di atas kain dengan menempelkan pola ke kain menggunakan jarum pentul.{{sfn|Ernatip|2012|pp=109}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=110}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=111}}
Sebelum memasang kain pada ''pamedangan'', sekeliling kain bahan disambungkan dengan kain perca.{{sfn|Ernatip|2012|pp=111}} Kain perca dilipat dan pertemuan lipatan tersebut disambungkan ke kain bahan yang telah digambar pola sehingga membentuk sebuah rongga. Bagian rongga kain perca berfungsi untuk memasukkan kayu atau bilah bambu sehingga kain bahan dapat diregangkan.{{sfn|Sri Mindayani|2017|pp=18}} Tepi kain perca diikat ke kerangka ''pamedangan'' dengan tali atau kain pengikat. Ketika mengikat, kayu atau bilah bambu di tepi kain diregang sekuat-kuatnya agar kain bahan terentang rapi sehingga memudahkan ketika menyulam. Jarak satu tali ke tali yang lain sekitar 30 cm. Tali pengikat diikat mati agar tidak mudah lepas saat menyulam.{{sfn|Ernatip|2012|pp=95}}
== Teknik sulaman ==
Setelah kain dipasang pada ''pamedangan'', barulah dilakukan penjahitan benang ke dalam kain bahan. Cara penjahitan benang berbeda bergantung teknik yang digunakan. Teknik sulaman Koto Gadang yang terkenal ada dua, yakni sulaman sulaman ''suji caia'' dan ''kapalo samek''.
''Suji caia'' adalah teknik sulaman yang menggunakan tingkatan gradasi warna benang.{{sfn|Evieta Fadjar|26 November 2012}} Beberapa warna benang saling menumpuk dan menyatu sehingga menghasilkan motif tumbuhan yang hidup. Gradasi wama benang umumnya dibuat pada motif [[Bunga|kembang]] dan [[daun]].{{sfn|Ernatip|2012|pp=123}} Warna yang digunakan sedikitnya lima tingkatan dan paling banyak sembilan tingkatan.{{sfn|Ernatip|2012|pp=112}} Pembuatan sulaman ''suji caia'' membutuhkan ketelitian dalam membuat komposisi warna yang tepat. Pengerjaan sulaman ''suji caia'' sulit membutuhkan waktu yang lama. Hasil ragam hias yang dihasilkan pengrajin Koto Gadang untuk selendang sulaman ''suji caia'' miliki motif yang umumnya bermotif flora dengan tingkatan warna yang bergradasi dari warna yang terang hingga gelap dari tiga hingga enam tingkatan warna untuk satu kuntum bunga.{{sfn|Doni Rahman|2015|pp=4}}
Adapun ''kapalo samek'' adalah teknik sulaman yang terbentuk dari bulatan-bulatan kecil pada kain. Proses pembuatannya yakni benang dililitkan pada jarum baru ditusukan pada kain sehingga benang lilitan itu timbul pada kain. Biasanya, bagian pinggir bunga dijahitkan benang emas, agar bentuk bunganya lebih nyata.{{sfn|Ernatip|2012|pp=114}}
Berhubung proses pembuatan sulaman baik ''suji caia'' maupun ''kapalo samek'' berlangsung dalam waktu lama, selama rentang waktu pengerjaankain bahan tetap dibiarkan pada ''pamedangan''. Oleh sebab itu, agar kain bahan tidak kena debu atau kotoran lain, maka ditutup dengan plastik. Plastik hanya dibuka ketika menyulam dan itu hanya pooa bagian yang sedang dikerjakan, sedangkan yang lainnya tetap tertutup plastik.{{sfn|Ernatip|2012|pp=114}}
== Hasil ==
Umumnya pakaian yang diberi hiasan sulaman adalah pakaian tradisional, terutama selendang. Selain itu, sulaman dapat dibuat untuk menghias bagian-bagian tertentu pada baju seperti pinggiran, sambungan, sudut yang dipandang perlu untuk dihias. Saat ini, sulaman telah dibuat untuk menghiasi seprai, kelambu, dan sebagainya.{{sfn|Ernatip|2012|pp=76}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=122}}
Selendang bersulam termasuk pakaian adat yang dipakai oleh seorang perempuan Koto Gadang. Pemakaian motif, warna, dan bahan selendang yang digunakan disesuaikan dengan status dan usia wanita yang memakai. Untuk wanita muda, biasanya wama yang dipakai adalah warna terang seperti merah dan motifnya agak rapat sehingga bahan dasar kain terlihat sedikit saja. Adapun bagi wanita yang sudah bekeluarga, kain yang digunakan yakni berwarna tua seperti nila atau hijau dan motif yang agak jarang.{{sfn|Ernatip|2012|pp=130}}{{sfn|Kompas.com|27 September 2013}}
Menurut penelitian Ernatip dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Padang, masyarakat Koto Gadang saat ini banyak menekuni sulaman dan menjadikannya sebagai suatu pekerjaan yang menghasilkan uang. Selendang bersulaman Koto Gadang termasuk sulaman yang sangat halus dan rapi bila dibandingkan dengan sulaman daerah lain sehingga harga selendang bersulaman Koto Gadang relatif lebih mahal.{{sfn|Ernatip|2012|pp=133}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=124}} Pada saat ini, selendang sulaman ''suji caia'' dijual seharga Rp2.000.000 sampai Rp2.500.000 per helai, sedangkan selendang sulaman kapalo samek dijual dengan harga Rp1.750.000 hingga Rp2.250.000 per helai.{{sfn|Ernatip|2012|pp=124}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=76}} Namun, karena dikerjakan oleh tenaga manusia, pengerjaan sulaman Koto Gadang membutuhkan waktu yang lama. Untuk satu helai kain sulaman Koto Gadang membutuhkan waktu penyelesaian setidaknya dua bulan.{{efn|Satu helai selendang ''suji caia'' yang dikerjakan rata-rata enam sampai delapan jam dalam sehari baru bisa selesai selama dua sampai tiga bulan. Ini dilakukan oleh orang yang semata-mata pekerjaannya menyulam, sedangkan bagi masyarakat Koto Gadang, menyulam umumnya adalah pekerjaan sampingan, jadi tidaklah mustahil bila satu helai selendang dikerjakannya dalam waktu sampai enam bulan bahkan lebih.{{sfn|Ernatip|2012|pp=123}}}}
Selendang sulaman Koto Gadang sudah terkenal sampai ke mancanegara. Pengenalan selendang sulaman Koto Gadang ke dunia luar terus dilakukan, terutama oleh pengrajin itu sendiri. Berbagai pameran baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional ikut menampilkan selendang sulaman Koto Gadang sebagai produk kerajinan unggulan.{{sfn|Adityawarman|8 April 2011}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=76}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=133}} Dikenalnya sulaman Koto Gadang oleh masyarakat luas secara tidak langsung memberi peluang bagi pengrajin sulam untuk mendapatkan penghasilan yang lebih layak.{{sfn|Ernatip|2012|pp=135}}
Dalam gelaran Festival Sulam Bordir di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] pada 2012, ditampilkan karya selendang sulam sepanjang 20 meter yang menggunakan berbagai jenis teknik sulam dari Sumatera Barat, termasuk sulam ''suji caia'' dan ''kepalo samek'' dari Koto Gadang. Selendang tersebut mendapatkan penghargaan sebagai sulam terpanjang di dunia dari [[Museum Rekor Dunia Indonesia|Museum Rekor Indonesia]] (MURI).{{sfn|Kompas.com|4 Oktober 2012}}{{sfn|Tempo.co|5 Oktober 2012}}
== Lihat pula ==
* [[Kerajinan perak Koto Gadang]]
{{notelist}}
== Referensi ==
{{reflist|3}}
{{refbegin}}
* {{cite book|first1=|last1=Ernatip|year=2012|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/10876/1/bunga%20rampai%20budaya%20sumatera%20barat.pdf|title=Bunga Rampai Budaya Sumatera Barat, Budaya Masyarakat Minangkabau: Seni, Teknologi Tradisional, dan Hubungan Antar Budaya|location=Jakarta|work=Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang|publisher=[[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]]|chapter=Sulaman sebagai Manifestasi Teknologi Pakaian Tradisional: Kasus Nagari Kota Gadang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat|ref= {{sfnRef||Ernatip|2012}}}}
* {{cite book|first1=|last1=Ranelis|first2=Rahmad|last2=Washinton|year=2016|url=https://books.google.co.id/books?id=Nr1sDwAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|title=Rendo Bangku Koto Gadang|location=Padang Panjang|publisher=ISI Padang Panjang|ref= {{sfnRef|Ranelis|Washinton|2016}}}}
* {{cite journal|title=
* {{cite web|title=Diklat Sulam Rendo Rajut Minang BDI Padang Bekerja Sama dengan UPTD Kerajinan Industri Kota Bukittinggi|url=http://www.kemenperin.go.id/artikel/6511/Diklat-Sulam-Rendo-Rajut-Minang-BDI-Padang-Bekerjasama-dengan-UPTD-Kerajinan-Industri-Kota-Bukittinggi|work=Kemenprin.go.id|publisher=[[Kementerian Pertahanan Republik Indonesia]]||date=18 Juni 2013|ref= {{sfnRef|Kemenperin.go.id|18 Juni 2013}}}}
* {{Cite news|title=Melihat Proses Pembuatan Kain Sulam Koto Gadang|url=http://m.metrotvnews.com/video/newsline/eN4JLJOk-melihat-proses-pembuatan-kain-sulam-koto-gadang|work=[[MetroTV|Metrotvnews.com]]|publisher=[[MetroTV]]|date=16 Juni 2017|ref={{sfnRef|Metrotvnews.com|16 Juni 2017}}|access-date=2019-04-05|archive-date=2019-04-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20190417161246/http://m.metrotvnews.com/video/newsline/eN4JLJOk-melihat-proses-pembuatan-kain-sulam-koto-gadang|dead-url=yes}}
* {{
* {{cite thesis|title=Pengaruh Sikap Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Perajin Sulaman Tangan di Nagari Koto Gadang Sumatera Barat|url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35653/Chapter%20III-VI.pdf?sequence=3&isAllowed=y|publihser=Universitas Sumatera Utara|author=Sri Mindayani|year=2017|ref=
* {{Cite news|title=Merawat Budaya Melalui Selendang Sulam Suji Cair|url=https://gaya.tempo.co/read/444200/merawat-budaya-melalui-selendang-sulam-suji-cair/full&view=ok|work=[[Tempo.co]]|author=Evieta Fadjar|date=26 November 2012|ref={{sfnRef|Evieta Fadjar|26 November 2012}}|language=id}}{{Pranala mati|date=Oktober 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{Cite news|title=Museum Nasional Gelar Pameran Khas Kotogadang|url=https://www.antaranews.com/berita/253369/museum-nasional-gelar-pameran-khas-kotogadang|work=[[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|ANTARA News]]|publisher=[[LKBN Antara]]|author=Adityawarman|date=8 April 2011|ref= {{sfnRef|Adityawarman|8 April 2011}}|last=Adityawarman|editor-last=Wire|editor-first=PR}}
* {{Cite news|title=Sulam Terpanjang di Dunia Mendapatkan MURI|url=https://seleb.tempo.co/read/433921/sulam-terpanjang-di-dunia-mendapatkan-muri/full&view=ok|work=[[Tempo.co]]|date=5 Oktober 2012|ref={{sfnRef|Tempo.co|5 Oktober 2012}}|language=id}}{{Pranala mati|date=Oktober 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{Cite news|title=Sulam Sumbar Terpanjang di Dunia|url=https://nasional.kompas.com/read/2012/10/04/1207503/Sulam.Sumbar.Terpanjang.di.Dunia|work=[[Kompas.com]]|author=Christoporus Wahyu Haryo P.|date=4 Oktober 2012|ref= {{sfnRef|Kompas.com|4 Oktober 2012}}|editor-last=Diredja|editor-first=Tjahja Gunawan|first=Christoporus Wahyu Haryo|last=P}}
{{refend}}
[[Kategori:Pengetahuan
[[Kategori:Kerajinan tangan]]
[[Kategori:Kabupaten Agam]]
[[Kategori:Pakaian adat Minangkabau]]
|