Suku Ketungau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
DYAHSARS (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Etnik
 
(22 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Suku Ketungau''' atau '''Suku Dayak Ketungau''' merupakan bagian dari [[Suku Dayak Iban|rumpun Iban]] yang mendiami beberapa desa di wilayah Provinsi [[Kalimantan Barat]], khususnya Kecamatan Tempunak, [[Kabupaten Sintang]], dan di Kecamatan Bengkayang, [[Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Mayoritas Suku Ketungau berada]]. Jumlah populasi berkisar 5.750 jiwa (pada tahun 1989). Kelompok Dayak Ketungau terdiri atas 39 subsuku bangsa, antara lain : Suku Bandur, Tabun, Begeleng, Demam, Senangkan, Rakawi, Malahui, Sekalau, Peturan, Bangun, Marakai, Marak, Laman Tawa, Laman Tuha, Kaluas, Kandau, Kelata, Batu, Sandai, Bangkang, Lomandau, Delang, Batang Kawa, Bulik, Mamah Darat, Rakunu Guhung, Beah, Beginci, Krinu, Kaung, Lauh, Pesaguan, Jelai, Kendawangan, Tulak, Kecurapan, Kayu Bunga, Putatah, dan Milanau. <ref>{{Cite book|title=Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesai|last=Hidayah|first=Zulyani|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|year=2015|isbn=|location=Jakarta|page=183}}</ref> Terdapat pula [[Suku Dayak Ketungau Tesae'|Suku Dayak Ketungau Tesaek]] yang mendiami wilayah di [[Kabupaten Sekadau]], Kalimantan Barat.
 
== KehidupanSistem Pertanian ==
Kabupaten Sintang mempunyai wilayah yang berbatasan dengan Serawak, Malaysia. <ref>{{Cite web|url=https://news.detik.com/berita/d-3603183/kelakar-dayak-di-perbatasan-garuda-di-dada-tapi-ringgit-di-perut|title=Kelakar Dayak di Perbatasan: Garuda di Dada tapi Ringgit di Perut|last=Damarjati|first=Danu|website=detiknews|access-date=2019-04-09}}</ref> Ma
 
=== Beumo ===
Letaknya yang cukup jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten membuat masyarakat Dayak Ketungau terbiasa hidup susah, tak pernah mengeluh, dan tetap tanggung jawab dengan hidup mereka sendiri. Meskipun teras negara tetangga lebih indah, akan tetapi nasionalisme masyarakatnya tak pernah usang sedikitpun. Mereka justru tumbuh menjadi masyarakat yang ulet, arif, pekerja keras, dan semangat. Ada banyak hal yang membuat masyarakat Dayak Ketungau dapat dikatakan sebagai Bangsa ‘paling’ tangguh di Indonesia.
Suku Dayak di Kalimantan Barat tidak bisa lepas dari salah satu sistem pertanian tradisional, yakni berladang. Berladang telah menjadi mata pencaharian Suku Dayak, termasuk Dayak Ketungau Sesat di Sekadau. Aktivitas berladang padi pada masyarakat Dayak Ketungau Sesat disebut dengan ''beumo''. ''Beumo'' merupakan suatu cara bertani dengan memanfaatkan hutan sebagai lahan. ''Beumo'' telah menjadi mata pencaharian utama masyarakat Dayak Ketungau Sesat yang diwariskan secara turun temurun, dan masih lestari hingga saat ini. Peralatan, proses, nama tempat, pertumbuhan padi, jenis tanah, hasil, dan tanda yang berkaitan dengan aktivitas ''beumo'' tersebut masih dijaga dengan baik sampai sekarang. Masyarakat Dayak Ketungau Sesat berpindah-pindah dalam mengolah lahan di perbukitan yang luas, menggunakan teknik tradisional membakar lahan dengan tetap mengedepankan kearifan lokal, panen setahun sekali, bergotong royong, dan adanya syukuran ketika selesai panen, yang biasa diskenal dengan ''begawai''. Alat yang digunakan dalam berladang berupa alat tradisional yang sudah ada secara turun temurun dan dibuat sendiri oleh masyarakat Dayak Ketungau Sesat menggunakan alat dan proses tradisional pula.Tahapan dalam ''Beumo'' (berladang padi) yaitu pramenanam, menanam, memanen, dan pascapanen. Tahap pramenanam diawali dengan ''manggol'' (memeriksa lahan) sampai dengan ''nganik'' (membersihkan kayu-kayu sisa pembakaran ladang). Tahap menanam diawali oleh ''nugal'' (menanam padi) sampai ''ngemabau'' (merumput). Tahap memanen diawali dari ''matah'' (mengambil semangat padi) sampai dengan ''mutei kemureik'' (memanen sisa-sisa padi yang belum dipanen). Tahap pascapanen diawali dengan ''beirik'' (proses mengirik padi) sampai dengan ''makai padei bareu'' (makan padi baru).<ref>{{Cite journal|last=Simon|first=Pabianus|year=2017|title=PERISTILAHAN DALAM BEUMO (BERLADANG PADI) PADA MASYARAKAT DAYAK KETUNGAU SESAT: KAJIAN SEMANTIK|url=https://media.neliti.com/media/publications/193915-ID-peristilahan-dalam-beumo-berladang-padi.pdf|journal=Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Untan|volume=6|issue=3|pages=|doi=}}</ref>
 
== BahasaUpacara Adat ==
 
Ba
=== Adat Besepie' ===
Pada sebagian sub suku Dayak, mengenal yang namanya bersunat. Disamping bermanfaat untuk kesehatan, bersunat menjadi adat kebudayaan yang memiliki ritual tertentu. Pada zaman dahulu, masyarakat Dayak Ketungau Sesat percaya bahwa jika seseorang belum Besepie’ (bersunat) maka ia tidak boleh menduduki jabatan dalam masyarakat, sulit mendapatkan jodoh, bahkan hidupnya dikucilkan. Saat ini, mereka percaya bahwa orang yang belum Besepie' tidak mempunyai harga diri dan dianggap belum dewasa. Besepie’ biasa dilakukan saat anak lelaki berumur 10-15 tahun, yang dipimpin oleh seorang ''Manang Sepie’'' (pemimpin upacara adat Besepie’). Dan memasang sepie’ biasanya dilakukan pagi hari.<ref name=":0" />
 
Upacara di awali dengan menggigit besi pihak yang di Sepie’ (yang disunat), kemudian ''Manang'' mengibas-ngibaskan ayam jago ke atas yang akan disunat (disebut Berebu), artinya M''anang'' menerangkan kepada penguasa alam dan orang-orang yang hadir bahwa akan ada lelaki yang melepas masa anak-anaknya dengan Besepie’. Setelah itu, dilaksanakan Nyepie’ dimana seseorang yang akan disepie’ harus mengenakan sarung. Lalu, mereka dibawa ke sungai untuk berendam dan ditunggui sampai ''Manang'' selesai menyiapkan ''Belanya’'' (bahan sajian). Adat Sepit dilakukan dengan ''Menara’'' (memberi sesajian dan memohon). Kemudian, dilanjutkan dengan ''Ngantung Ancak'' dan ''Ngante’ Tejuk'''''.''' ''Ancak'' digantungkan di atas pintu masuk, khusus untuk roh-roh.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://budaya-indonesia.org/Adat-Besepie-Bersunat-Dayak-Ketungau-Sesat-Kalimantan-Barat|title=Adat Besepie’ (Bersunat) Dayak Ketungau Sesat . Kalimantan Barat » Perpustakaan Digital Budaya Indonesia|website=budaya-indonesia.org|access-date=2019-04-09}}</ref>
 
=== Upacara Perkawinan ===
Upacara perkawinan pada masyarakat Dayak Ketungau mempunyai beberapa tahapan, seperti ''Empegaek'' (bertanya apakah lamaran pria diterima wanita), ''Pesurueh'' (dua orang yang akan menjadi saksi pernikahan), ''Besuran'' (''Pesurueh'' menanyakan kedua calon mempelai ingin tinggal di rumah laki-laki atau perempuan atau mungkin bertempat tinggal sendiri), ''Nyambuek'' tamu (mempelai wanita menyambut tamu dari keluarga mempelai pria), ''Madah Gawei'' (memberitahu masyarakat setempat bahwa akan dilaksanakan upacara perkawinan keesokan hari).<ref>{{Cite journal|last=Anci|first=Yosepa|year=2016|title=Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Dayak Ketungau, Desa Perongkan, Kecamatan Sekadau Hulu, Kabupaten Sekadau|url=http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/14963|journal=E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum UNTAN|volume=4|issue=3|pages=|doi=}}</ref>
 
== Referensi ==
<references /><br />
 
[[Kategori:Suku bangsa di Kalimantan Barat]]
[[Kategori:Kelompok etnik di Indonesia|Ketungau]]
[[Kategori:Dayak]]