Golongan putih: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Bot: Mengganti kategori Neologisme 1970-an dengan Neologisme tahun 1970-an |
||
(48 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{
'''Golongan putih'''
== Sejarah ==
Golongan putih (golput) pada dasarnya adalah sebuah gerakan moral yang dicetuskan pada 3 Juni 1971 di Balai Budaya Jakarta, sebulan sebelum hari pemungutan suara pada pemilu pertama
== Konteks ==
Pangkopkamtibda Djakarta menyatakan Golput sebagai organisasi terlarang dan pamflet tanda gambar golput mesti dibersihkan. Sejumlah diskusi yang digelar anasir golput juga dilarang oleh Komando Keamanan Langsung (Kokamsung) Komda Metro Jaya. Kokamsung sempat pula memanggil para eksponen Golput, yaitu Arief Budiman, Julius Usman, Imam Walujo, Husin Umar, dan Asmara Nababan. Larangan serupa juga dilakukan di Jawa Tengah. Bahkan Menteri Luar Negeri [[Adam Malik]] menyebut golput sebagai golongan setan. Menyambut minggu tenang, Golput sebagai gerakan moral membuat memorandum berisi seruan agar masyarakat menggunakan haknya dengan keyakinan. Siapa pun dipersilakan memilih atau tidak memilih. Memorandum berbunyi, "''kalau ada jang merasa lebih baik tidak memilih daripada memilih, bertindaklah atas dasar kejakinan itu pula''"
Adapun jenis - jenis Golput yang ada di Indonesia menurut Nyarwi Ahmad sebagai berikut<ref>{{citation |first=Nyarwi |last=Ahmad |title=Golput Pasca Orde Baru: Merekonstruksi Ulang Dua Perspektif |url=https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/10972/8213 |date=Maret 2009 |jurnal=Jurnal Ilmu Sosial dan Politik |no=3 |vol=12 |pages=281-305}}</ref><ref>{{citation |url=https://m.kbr.id/nasional/02-2019/ketahui_5_jenis_golput_dalam_pemilu/98793.html |title=Ketahui 5 Jenis Golput dalam Pemilu |author=Adi Ahdiat |date=06 Feb 2019 |access-date=11 April 2019}}</ref>:▼
==
▲Adapun jenis
Golput Teknis adalah mereka yang gagal menyalurkan hak pilihnya, contohnya tidak bisa datang ke tempat pencoblosan, keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah, atau namanya tidak terdaftar sebagai pemilih akibat kesalahan penyelenggara Pemilu.▼
===
▲Golput Teknis adalah mereka yang gagal menyalurkan hak pilihnya, contohnya tidak bisa datang ke tempat pencoblosan (TPS) karena suatu alasan, seperti di luar domisili,<ref>{{cite web|url=https://www.gatra.com/news-592733-pemilu-2024-warga-palembang-gagal-memilih-mulai-tps-cepat-tutup-hingga-masalah-domisili.html|title=Warga Palembang Gagal Memilih: Mulai TPS Cepat Tutup, hingga Masalah Domisili|website=gatra.com|access-date=2024-02-14}}</ref> keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah, atau namanya tidak terdaftar sebagai
Pemilih hantu atau ghost voter mengacu pada nama-nama yang ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), namun setelah dicek ternyata tidak memenuhi syarat sebagai pemilih karena berbagai alasan.▼
▲Pemilih hantu atau ''ghost voter'' mengacu pada nama-nama yang ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),
Misalkan saja, nama yang terdaftar di DPT ternyata sudah meninggal, atau nama pemilih ternyata terdaftar ganda dan sudah mencoblos di tempat lain.
▲==='''Golput Ideologis'''===
Golput Ideologis adalah mereka yang tidak mencoblos karena tidak percaya pada sistem ketatanegaraan yang tengah berlaku. Kelompok Golput Ideologis ini menganggap negara sebagai korporat yang dikuasai sejumlah elit dan tidak memegang kedaulatan rakyat secara mutlak. Golput Ideologis juga digambarkan sebagai bagian dari gerakan ''anti-state'' yang menolak kekuasaan negara.
===
Golput Pragmatis adalah mereka yang tidak ikut mencoblos karena menganggap Pemilu tidak memberi keuntungan langsung bagi pemilih. Golput jenis ini menilai bahwa mencoblos ataupun tidak mencoblos, diri mereka tidak akan merasakan pengaruh ataupun perubahan apa-apa. Golput jenis ini memandang proses politik seperti Pemilu secara setengah-setengah, percaya sekaligus tidak percaya, tren golput ini meningkat salah satu faktornya karena pemilu berdekatan dengan libur panjang.<ref>{{citation |url=https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190204045400-32-366160/waspada-libur-panjang-buat-angka-golput-pemilu-2019-meningkat |title=Waspada Libur Panjang Buat Angka Golput Pemilu 2019 Meningkat |author=CNN Indonesia |date=4 Februari 2019 |access-date=11 April 2019 |archive-date=2023-08-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230807101137/https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190204045400-32-366160/waspada-libur-panjang-buat-angka-golput-pemilu-2019-meningkat |dead-url=no }}</ref>
▲==='''Golput Politis'''===
=== Golput Politis ===
Golput Politis adalah orang-orang yang percaya pada negara dan Pemilu. Hanya saja, kelompok ini tidak mau mencoblos karena merasa kandidat-kandidat dalam Pemilu tidak mampu mewadahi kepentingan serta preferensi politik mereka.
== Statistik ==
Sejak [[Pemilu 1955]] angka Golput cenderung terus naik. Bila dihitung dari pemilih tidak datang dan suara tidak sah,golput pada pemilu 1955 sebesar
{| class="wikitable"
![[Pemilihan umum di Indonesia|Pemilu Legislatif]]
!Persentase golput (sumber: Tirto)<ref name=tirto>{{cite web |title=Gelombang Golput yang Tak Pernah Surut |url=https://tirto.id/gelombang-golput-yang-tak-pernah-surut-cVnc |author=Desi Purnamasari |date=28 Agustus 2018 |access-date=11 April 2019 |archive-date=2023-01-12 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230112150415/https://tirto.id/gelombang-golput-yang-tak-pernah-surut-cVnc |dead-url=no }}</ref>
!Persentase golput (sumber: Data Jurnal<ref name=nyarwi />)
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|1955]]
|8.60%
|12,34%
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1971|1971]]
|3.40%{{decrease}}
|6,67%{{decrease}}
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1977|1977]]
|3.50%{{increase}}
|8,40%{{increase}}
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1982|1982]]
|3.50%{{
|9,61%{{increase}}
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1987|1987]]
|3.60%{{increase}}
|8,39%{{decrease}}
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1992|1992]]
|4.90%{{increase}}
|9,05%{{increase}}
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1997|1997]]
|6.40%{{increase}}
|10,07%{{increase}}
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1999|1999]]
|7.30%{{increase}}
|10.40%{{increase}}
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 2004|2004]]
|15.90%{{increase}}
|23,34%{{increase}}
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 2009|2009]]
|29.10%{{increase}}
|29%{{increase}}
|-
|[[Pemilihan umum legislatif Indonesia 2014|2014]]
|24.89%{{decrease}}
|{{n/a|data tidak tersedia}}
|}
{| class="wikitable"
!colspan=2|[[Pemilihan umum di Indonesia#Pemilihan umum presiden dan wakil presiden|Pemilu presiden dan wakil presiden]]
!Persentase golput <ref name=tirto /><ref name=nyarwi />
|-
|rowspan=2 align=center|[[Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004|2004]]
Baris 79 ⟶ 94:
|colspan=2 align=center|[[Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2014|2014]]
|29.01%{{increase}}
|-
|colspan=2 align=center|[[Pemilihan umum Presiden Indonesia 2019|2019]]
|18,03%{{decrease}}{{refn|group=catatan| Pada Pemilu 2019, pemilihan legislatif dan eksekutif dilaksanakan serentak.}}
|}
== Dasar hukum ==
Klausul yang dijadikan dalil pembenaran logika golput dalam Pemilu di [[Indonesia]] yaitu UU No 39/1999 tentang HAM Pasal 43. Selanjutnya, UU No 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil Politik yaitu di Pasal 25 dan dalam UU No 10/2008 tentang Pemilu disebutkan di Pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: "WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Dalam klausul tersebut kata yang tercantum adalah "hak" bukan "kewajiban". Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamendemen pada 1999-2002, tercantum dalam Pasal 28 E: "Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali". Hak memilih di sini termaktub dalam kata "bebas". Artinya bebas digunakan atau tidak.{{butuh rujukan}}
==
{{reflist|group="catatan"}}
== Referensi ==
{{Reflist}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Gerakan politik]]
[[Kategori:Istilah politik]]
[[Kategori:Neologisme tahun 1970-an]]
[[Kategori:Pemilihan umum]]
[[Kategori:Neologisme politik]]
|