Tan Malaka: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(142 revisi perantara oleh 82 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox
| name = Tan Malaka
| image = TanMalaka DariPendjara ed3.jpg
| alt = Tan Malaka
| caption = Tan Malaka di autobiografinya
| office = [[Daftar Ketua Umum Partai Komunis Indonesia|Hoofdbestuur Partai Komunis Indonesia]]
| order =
| primeminister =
| term_start = 25 Desember 1921
| term_end = 13 Februari 1922
| succeeding =
| president =
| predecessor = [[Semaun]]
| successor = [[Semaun]]
|
| birth_date = {{birth date|1897|6|2|df=y}}
| birth_place = [[Pandam Gadang, Gunuang Omeh, Lima Puluh Kota|Pandam Gadang]], [[Gunuang Omeh, Lima Puluh Kota|Gunuang Omeh]], [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|1949|2|21|1897|6|2|df=y}}
| death_place = [[Selopanggung, Semen, Kediri|Selopanggung]], [[Semen, Kediri|Semen]], [[Kabupaten Kediri|Kediri]], [[Indonesia]]
| restingplace = {{bulleted list|Ledok, [[Selopanggung, Semen, Kediri|Selopanggung]], [[Semen, Kediri|Semen]], [[Kabupaten Kediri|Kediri]] (1949—2019)|[[Pandam Gadang, Gunuang Omeh, Lima Puluh Kota|Pandam Gadang]], [[Gunuang Omeh, Lima Puluh Kota|Gunuang Omeh]], [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]], [[Indonesia]]
}}
| nationality = <!-- Kolom ini hanya untuk warga negara; atau pihak asing -->
| nickname = 23 nama samaran{{efn|Syaifudin menulis bahwa Tan Malaka menggunakan 23 alias. Malaka menggunakan Elias Fuentes, Esahislau Rivera, dan Alisio Rivera di Filipina. Selama di Singapura ia menggunakan Hasan Gozali. Ossorio digunakan ketika dia berada di Shanghai. Tan Min Sion saat berada di Burma. Selama di Hong Kong ia menggunakan 13 nama yang berbeda, salah satunya adalah Ong Song Lee. Di bagian lain Tiongkok ia menggunakan Cheung Kun Tat dan Howard Lee. Selama di Indonesia ia menggunakan Dasuki, Ramli Husein, dan Ilyas Husein.{{sfn|Syaifudin|2012|p=63}}}}
| alma_mater = Rijkswijk School, [[Haarlem]], [[Belanda]]
| occupation = {{hlist|[[Guru]]|[[politikus]]
| awards = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
| parents = <!-- Nama orang tua; termasuk hanya jika subjek secara independen sudah terkenal atau sangat relevan; bila ada rujukan/referensi, uraikan pada artikel; -->
}}}}
'''Ibrahim gelar Datuk Sutan Malaka''' juga dikenal sebagai '''Tan Malaka''' ({{lahirmati|Nagari Pandam Gadang, [[Gunuang Omeh, Lima Puluh Kota|Gunuang Omeh]], [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]]|2|06|1897|[[Selopanggung, Semen, Kediri|Desa Selopanggung]], [[Semen, Kediri|Semen]], [[Kabupaten Kediri|Kediri]]|21|02|1949}}) adalah seorang guru, [[Marxisme|Marxis]], pendiri [[Persatuan Perjuangan]] dan [[Partai Musyawarah Rakyat Banyak|Partai Murba]], gerilyawan dan mata-mata, [[Revolusi Nasional Indonesia|pejuang]] Indonesia, dan [[Pahlawan nasional Indonesia|pahlawan nasional]].<ref name="LOC">{{cite web|url=http://countrystudies.us/indonesia/14.htm|title=THE GROWTH OF NATIONAL CONSCIOUSNESS|publisher=[[Library of Congress]]|accessdate=7 Agustus 2012}}</ref> [[Tempo (majalah)|''Tempo'']] memberikan penghargaan kepada beliau sebagai “Bapak Republik Indonesia”.<ref>{{cite news|date=2 June 2021|title=Hari ini Kelahiran Tan Malaka, Pemberi Inspirasi Sukarno - Hatta|url=https://nasional.tempo.co/read/1468196/hari-ini-kelahiran-tan-malaka-pemberi-inspirasi-sukarno-hatta|publisher=Tempo|agency=Nasional Tempo|access-date=6 October 2021}}</ref>
== Masa muda ==
=== Keluarga dan masa kecil ===
[[Berkas:Rumah Kelahiran Tan Malaka.jpg|jmpl|275px|[[Rumah Kelahiran Tan Malaka|Rumah kelahiran Tan Malaka]]]]
Nama lengkap Tan Malaka adalah '''Ibrahim gelar Datuk Sutan Malaka'''.{{efn|Kata gelar dalam gelarnya, "Gelar Datuk Tan Malaka" menyiratkan bahwa ia adalah seorang penghulu andiko, atau kepala resmi dari sabuah parui (komunitas keturunan nenek moyang pihak ibu yang berhubungan dengan rumah ibu tertentu, komponen penting dari tatanan sosial Minangkabau).{{sfn|Mrázek|1972| p = 6}}}} Nama aslinya adalah Ibrahim, tetapi ia dikenal baik sebagai seorang anak dan orang dewasa sebagai Tan Malaka, sebuah nama kehormatan dan semi-bangsawan, ia mewarisi dari latar belakang bangsawan ibunya.{{sfn|Jarvis|1987| p = 41}} Ia lahir di [[Pandam Gadang, Gunuang Omeh, Lima Puluh Kota|Nagari Pandam Gadang]], [[Gunuang Omeh, Lima Puluh Kota|Gunuang Omeh]], [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]] yang saat itu berada di bawah kekuasaan [[Hindia Belanda]].{{sfn|Mrázek|1972| p = 6}} Tanggal lahirnya tidak jelas, dan bervariasi dari sumber ke sumber, tetapi kemungkinan antara tahun 1894 dan 1897.{{efn| name = Date of birth|Dalam "Kematian Tan Malaka" karya Djamaludin Tamin,{{sfn|Tamin|1965| p = 3}} dan Helen Jarvis ''Tan Malaka: Pejuang Revolusioner atau Murtad?'',{{sfn|Jarvis|1987| p = 41}} tanggal lahirnya tercantum pada tahun 1896, Tamin menyebutkan tanggal lahirnya yang tepat pada tanggal 2 Juni 1896. Sumber lain juga menyebutkan tanggal lahirnya yang berbeda, Wasid Suwarto menyebutkan tanggal 14 Oktober 1897.,{{sfn|Suwarto|2006| p = 29}} sedangkan Harry Poeze menyatakan bahwa Tan Malaka lahir sekitar tahun 1894.{{sfn|Poeze|2008| p = xv}}}}
Ayahnya adalah '''HM. Rasad Caniago''', seorang buruh tani, dan ibunya '''Rangkayo Sinah Simabur''', putri seorang tokoh terpandang di desa tersebut. Sebagai seorang anak, Tan Malaka tinggal bersama orang tuanya di Suliki, mempelajari [[Islam|ilmu agama]] Islam yang kaffah, menghafalkan Quran diluar kepala serta mempelajari seni bela diri [[pencak silat]].{{sfn|Syaifudin|2012| pp = 53 – 54}} Pada tahun 1908, Tan Malaka bersekolah di [[Kweekschool]] (kini [[SMA Negeri 2 Bukittinggi]]), sekolah guru negeri, di [[Fort de Kock]].{{sfn|Mrázek|1972| p = 5}} Di Kweekschool, Tan Malaka belajar [[bahasa Belanda]] dan menjadi pemain sepak bola yang terampil.{{sfn|Syaifudin|2012| pp = 53 – 54}}{{sfn|Syaifudin|2012| p = 55}} Menurut gurunya, G. H. Horensma, meskipun Tan terkadang tidak patuh, dia adalah murid yang sangat baik.{{sfn|Syaifudin|2012| pp = 53 – 54}} Ia lulus pada tahun 1913, dan kembali ke desanya. Kepulangannya akan ditandai dengan penganugerahan gelar adat yang tinggi sebagai [[datuk]] dan tawaran tunangan. Namun, dia hanya menerima gelar.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 55}} Dia berhasil mendapatkan uang dari desa untuk melanjutkan pendidikannya ke luar negeri, dan dia berlayar ke [[Rotterdam]] pada tahun yang sama.{{sfn|Mrázek|1972| p = 6}}
=== Pendidikan di Belanda ===
Sesampainya di Belanda, Tan Malaka awalnya mengalami [[gegar budaya]]. Di sana, dia sangat meremehkan [[Iklim di Eropa|iklim Eropa Utara]]. Akibatnya, ia terinfeksi [[Pleuritis|radang selaput dada]] pada awal 1914, dan ia tidak sepenuhnya pulih sampai 1915.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 56}} Selama berada di Eropa, ia menjadi tertarik pada sejarah revolusi, serta teori revolusi sebagai sarana untuk mengubah masyarakat. Inspirasi pertamanya tentang masalah ini adalah dari buku ''De Fransche Revolutie'', yang awalnya diberikan oleh G. H. Horensma. Buku tersebut merupakan terjemahan bahasa Belanda dari sebuah buku oleh sejarawan Jerman, penulis, jurnalis, dan politikus [[Partai Demokrat Sosial Jerman]], Wilhelm Blos, yang berkaitan dengan [[revolusi Prancis]] dan peristiwa sejarah di Prancis dari tahun 1789 hingga 1804.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 57}} Setelah [[Revolusi Oktober|Revolusi Rusia]] Oktober 1917, Tan Malaka menjadi semakin tertarik pada [[komunisme]] dan [[sosialisme]] dan [[sosialisme reformis]]. Mulai membaca karya-karya [[Karl Marx]], [[Friedrich Engels]], dan [[Vladimir Lenin]].{{sfn|Syaifudin|2012| pp = 57 – 58}}
Dia juga mulai membaca karya-karya [[Friedrich Nietzsche]], yang menjadi salah satu panutan politik awalnya. Selama ini Tan Malaka semakin tidak menyukai budaya Belanda. Sebaliknya, ia lebih terkesan pada [[budaya Jerman]] dan [[Budaya Amerika Serikat|Amerika Serikat]]. Dia bahkan mendaftar untuk [[Angkatan Darat Kekaisaran Jerman|Angkatan Darat Jerman]], tetapi ditolak, karena tentara tidak menerima orang asing pada saat itu.{{sfn|Mrázek|1972| p = 7}} Di Belanda, ia bertemu [[Henk Sneevliet]], salah satu pendiri ''[[Indische Sociaal-Democratische Vereeniging]]'' (ISDV), cikal bakal [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI).{{sfn|Jarvis|1987| p = 41}} Tan Malaka juga menjadi tertarik pada ''Sociaal-Democratische Onderwijzers Vereeniging'' (Persatuan Guru Sosial Demokrat) selama ini.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 182}} Pada November 1919, Tan Malaka lulus, dan menerima [[diploma]] ''hulpacte''.{{efn|Tan Malaka sebenarnya ingin menerima ijazah ''hoofdacte'', yang lebih tinggi dari ijazah yang diterimanya. Namun, kesehatannya yang buruk menghalanginya untuk melanjutkan pendidikan lebih lanjut.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 58}}}}{{sfn|Syaifudin|2012| p = 58}}
=== Pengajaran dan jurnalisme ===
[[File:Tan Malaka, date unknown.png|thumb|170px|Potret Tan Malaka, {{circa|1920-an}}]]
Setelah lulus, ia meninggalkan Belanda dan kembali ke desanya. Ia menerima tawaran pekerjaan dari Dr. C.W. Janssen untuk mengajar anak-anak [[kuli]] perkebunan tembakau, di Sanembah, [[Tanjung Morawa, Deli Serdang|Tanjung Morawa]], [[Kabupaten Deli Serdang|Deli]], Sumatera Timur.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 58}}{{sfn|Syaifudin|2012| p = 184}} Dia pergi ke sana pada bulan Desember 1919, tetapi mulai mengajar hanya pada bulan Januari 1920.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 59}}{{sfn|Poeze|2008| p = xvi}} Dia menghasilkan propaganda subversif untuk kuli, yang dikenal sebagai ''Deli Spoor'',{{sfn|Syaifudin|2012| p = 184}} dan mulai belajar tentang kemerosotan [[Pribumi-Nusantara|masyarakat adat]] yang telah terjadi.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 59}} Selain mengajar, ia menjalin kontak dengan ISDV, dan menulis beberapa karya untuk pers.{{sfn|Jarvis|1987| p = 41}} Sebagai seorang jurnalis, ia menulis tentang perbedaan mencolok dalam kekayaan antara kapitalis dan pekerja, dalam salah satu karyanya yang paling awal, "Tanah Orang Miskin"; yang disertakan dalam ''[[Het Vrije Woord (surat kabar Hindia Belanda)|Het Vrije Woord]]'' edisi Maret 1920.{{sfn|Jarvis|1987| pp = 41–42}} Tan Malaka juga menulis tentang penderitaan para kuli di ''Sumatera Post''.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 184}}
Tan Malaka pergi ke [[Batavia]] (sekarang [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]) ketika guru lamanya, G. H. Horensma, menawarinya pekerjaan sebagai guru; Namun, Tan Malaka menolak tawaran itu. Karena dia ingin mendirikan sekolahnya sendiri; di mana guru lamanya menerima alasannya dan mendukungnya.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 186}} Pada tahun [[Pemilihan umum Volksraad Hindia Belanda 1921|1921]], Tan Malaka terpilih menjadi anggota [[Volksraad]] sebagai anggota kelompok sayap kiri,{{sfn|Jarvis|1987| p = 42}} tetapi mengundurkan diri pada tanggal 23 Februari 1921.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 59}} Ia kemudian meninggalkan Batavia dan tiba di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]] pada awal Maret 1921, dan tinggal di rumah Sutopo, seorang mantan pemimpin dari [[Budi Utomo]]. Di sana, ia menulis proposal untuk Sekolah Tata Bahasa.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 186}} Di Yogyakarta, ia mengikuti Muktamar ke-5 organisasi [[Sarekat Islam]] dan bertemu dengan sejumlah tokoh Islam terkemuka, termasuk [[Oemar Said Tjokroaminoto|H.O.S. Tjokroaminoto]], [[Agus Salim]], Darsono, dan [[Semaun]].{{sfn|Syaifudin|2012| p = 59}} Kongres tersebut membahas topik keanggotaan ganda Sarekat Islam dan Partai Komunis (PKI). Agus Salim dan tokoh lainnya, [[Abdoel Moeis|Abdul Muis]], melarang, sedangkan Semaun dan Darsono sama-sama anggota PKI.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 186}}
=== Keterlibatan dengan PKI ===
Akibatnya, Sarekat Islam terpecah, membentuk Sarekat Islam Putih yang dipimpin oleh Tjokroaminoto, dan Sarekat Islam Merah yang dipimpin oleh Semaun dan berpusat di [[Kota Semarang|Semarang]].{{sfn|Syaifudin|2012| p = 187}} Usai kongres, Tan Malaka diminta Semaun pergi ke Semarang untuk bergabung dengan PKI. Dia menerima tawaran itu, dan pergi ke Semarang. {{sfn|Syaifudin|2012| p = 60}} Sesampainya di Semarang, ia jatuh sakit. Sebulan kemudian, ia telah kembali sehat, dan berpartisipasi dalam pertemuan dengan sesama anggota Sarekat Islam Semarang. Pertemuan tersebut menyimpulkan bahwa diperlukan saingan dari sekolah-sekolah yang dikelola pemerintah. Hal ini menyebabkan terciptanya sekolah baru, bernama Sekolah Sarekat Islam, yang akan lebih dikenal sebagai Sekolah Tan Malaka. Sekolah-sekolah tersebut menyebar ke [[Kota Bandung|Bandung]] dan [[Kota Ternate|Ternate]], dengan pendaftaran dimulai pada tanggal 21 Juni 1921.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 60}} Sekolah-sekolah tersebut merupakan alasan utama bagi gengsi Tan Malaka dan kebangkitan pesat PKI.{{sfn|Mrázek|1972| p = 10}} Sebagai pedoman sekolah, Tan Malaka menulis SI Semarang dan ''Onderwijs'', sebuah pedoman pengelolaan sekolah.{{sfn|Poeze|2008| p = xvi}}
Pada bulan Juni 1921, Tan Malaka menjadi ketua Serikat Pegawai Pertjitakan (Asosiasi Pekerja Percetakan), dan menjabat sebagai wakil ketua dan bendahara Serikat Pegawai Pelikan Hindia (SPPH; Persatuan Pekerja Minyak Hindia).{{sfn|Jarvis|1987| p = 42}} Antara Mei dan Agustus buku pertamanya, [[Soviet (dewan)|Sovjet]] atau [[Parlemen]]? (Soviet atau Parlemen?), yang dimuat dalam jurnal PKI, Soeara Ra'jat (Suara Rakyat); karyanya yang lain, termasuk artikel, diterbitkan di jurnal dan surat kabar PKI lain, [[Sinar Hindia]] (Bintang Hindia).{{sfn|Jarvis|1987| pp = 42 – 43}} Pada bulan Juni, ia menjadi salah satu pemimpin Revolusioner Vakcentrale (Federasi Serikat Pekerja Revolusioner),{{sfn|Jarvis|1987| p = 43}} dan pada bulan Agustus ia terpilih menjadi dewan redaksi jurnal SPPH, Soeara Tambang (Suara Penambang).{{sfn|Jarvis|1987| p = 42}} Tan Malaka kemudian menggantikan [[Semaun]], yang meninggalkan [[Hindia Belanda]] pada bulan Oktober, sebagai ketua PKI setelah kongres pada tanggal 24 – 25 Desember 1921 di Semarang. Perbedaan terlihat dari gaya kepemimpinan mereka, Semaun lebih berhati-hati, sedangkan Tan Malaka lebih radikal.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 60}}{{sfn|Jarvis|1987|p=43}} Di bawah kepemimpinannya, PKI menjalin hubungan baik dengan Sarekat Islam.{{sfn|Poeze|2008| p = xvi}}
== Hidup dalam pengasingan ==
=== Pengasingan di Eropa ===
[[File:Ibrahim Datoek Tan Malaka, vermoedelijk te Amsterdam, KITLV 17800.tiff|thumb|190px|Potret Tan Malaka, {{circa|1922}}]]
Pada 13 Februari 1922, ia mengunjungi sebuah sekolah di [[Kota Bandung|Bandung]], ia ditangkap oleh penguasa Belanda, yang merasa terancam dengan keberadaan Partai Komunis.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 60}} Dia pertama kali diasingkan ke [[Kota Kupang|Kupang]]; Namun, ia ingin diasingkan ke Belanda, dan dikirim ke sana oleh penguasa Belanda. Tetapi tanggal kedatangannya di Belanda masih diperdebatkan.{{efn|Syaifudin menyatakan bahwa ia tiba di Belanda pada 10 Maret,{{sfn|Syaifudin|2012| pp = 191 – 192}} sementara Helen Jarvis menyatakan bahwa dia tiba pada 24 Maret.{{sfn|Jarvis|1987| p = 43}}}}{{sfn|Jarvis|1987| p = 43}}{{sfn|Syaifudin|2012| pp = 191 – 192}} Di Belanda, ia bergabung dengan Partai Komunis Belanda (CPN) dan diangkat sebagai calon ketiga dari partai untuk [[Tweede Kamer|Dewan Perwakilan Rakyat]], pada pemilihan 1922.{{sfn|Poeze|2008| p = xvi}}{{sfn|Jarvis|1987| p = 43}} Dia adalah subjek kolonial Belanda pertama (karena dia berasal dari [[Hindia Belanda]]) yang pernah mencalonkan diri untuk jabatan di Belanda. Dia tidak berharap untuk terpilih karena di bawah sistem [[perwakilan berimbang]] yang digunakan, posisi ketiganya dalam tiket membuat pemilihannya sangat tidak mungkin. Tujuannya yang dinyatakan dalam pelarian bukan untuk mendapatkan platform untuk berbicara tentang tindakan Belanda di Indonesia, dan bekerja untuk membujuk CPN untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Meskipun dia tidak memenangkan kursi, dia menerima dukungan kuat yang tak terduga.{{sfn|Malaka & Jarvis 1991 Vol. 1| p = 81}} Sebelum penghitungan suara selesai, dia meninggalkan Belanda dan pergi ke [[Jerman]].{{sfn|Jarvis|1987| pp = 43 – 44}}
Di [[Berlin]], ia bertemu dengan Darsono, seorang komunis Indonesia yang terkait dengan Biro [[Internasionale Ketiga|Komintern]] Eropa Barat, dan mungkin bertemu [[M. N. Roy|M.N. Roy]]. Tan Malaka kemudian melanjutkan ke [[Moskwa|Moskow]], dan tiba pada Oktober 1922 untuk berpartisipasi dalam Komite Eksekutif Komintern.{{sfn|Jarvis|1987| p = 44}} Pada Kongres Komintern Dunia Keempat di Moskow, Tan Malaka mengusulkan agar komunisme dan [[Pan Islamisme|Pan-Islamisme]] dapat berkolaborasi; Namun, usulannya ditolak oleh banyak orang.{{sfn|Poeze|2008| p = xvii}} Pada Januari 1923, ia dan Semaun diangkat menjadi koresponden ''Die Rote Gewerkschafts-Internationale'' (Serikat Merah Internasional).{{sfn|Jarvis|1987| p = 44}} Selama paruh pertama tahun 1923, ia juga menulis untuk jurnal-jurnal gerakan buruh Indonesia dan Belanda.{{sfn|Jarvis|1987| pp = 44–45}}
Ia juga menjadi agen Biro Timur [[Internasionale Ketiga|Komintern]] saat ia melaporkan pleno ECCI pada bulan Juni 1923.{{sfn|Jarvis|1987| p = 45}} Tan Malaka kemudian pergi ke [[Guangzhou|Canton]] (sekarang [[Guangzhou]]), tiba pada bulan Desember 1923,{{sfn|Jarvis|1987| p = 45}} dan mengedit jurnal bahasa Inggris, ''The Dawn'', untuk sebuah organisasi pekerja transportasi Pasifik.{{sfn|Jarvis|1987| p = 45}}{{sfn|Poeze|2008| p = xvii}} Pada Agustus 1924, Malaka meminta kepada pemerintah [[Hindia Belanda]] untuk mengizinkannya pulang karena sakit. Pemerintah menerima ini, tetapi karena persyaratan yang memberatkan, dia akhirnya tidak pulang. Pada bulan Desember 1924, PKI mulai runtuh, karena ditindas oleh pemerintah Belanda. Sebagai tanggapan, Tan Malaka menulis ''Naar de Republiek Indonesia'' (Menuju Republik Indonesia) yang diterbitkan di Kanton pada April 1925.{{sfn|Jarvis|1987| p = 45}} Di dalamnya dijelaskan keadaan dunia, dari Belanda yang mengalami krisis ekonomi, Hindia Belanda yang mendapat kesempatan untuk melakukan revolusi oleh gerakan nasionalis dan PKI, hingga prediksinya bahwa [[Amerika Serikat]] dan [[Kekaisaran Jepang|Jepang]] akan "menyelesaikan dengan pedang siapa di antara mereka yang lebih kuat di Pasifik".{{sfn|Jarvis|1987| pp = 45 – 46}}
=== Pengasingan di Asia ===
Pada Juli 1925, Tan Malaka pindah ke [[Manila]], [[Filipina]], karena lingkungan yang lebih mirip dengan Indonesia. Malaka tiba di Manila pada 20 Juli. Di sana, ia menjadi koresponden surat kabar nasionalis ''El Debate'' (Debat), yang diedit oleh Francisco Varona. Publikasi karyanya, seperti ''Naar de Republiek Indonesia'' edisi kedua (Desember 1925) dan Semangat Moeda (Semangat Muda; 1926) mungkin didukung oleh Varona. Di sana, Malaka juga bertemu dengan tokoh Filipina Mariano de los Santos, José Abad Santos, dan Crisanto Evangelista.{{sfn|Jarvis|1987| p = 46}}{{sfn|McVey|1965| p = 206}} Di Indonesia, PKI memutuskan untuk memberontak dalam waktu enam bulan setelah pertemuannya, yang diadakan sekitar bulan Desember 1925. Pemerintah menyadari hal ini dan mengasingkan beberapa pemimpin partai. Pada Februari 1926, [[Alimin]] pergi ke Manila untuk meminta persetujuan dari Tan Malaka.{{sfn|Jarvis|1987| p = 46}} Tan Malaka akhirnya menolak strategi ini, dan menyatakan bahwa kondisi partai masih terlalu lemah, dan tidak memiliki kekuatan untuk melakukan revolusi lagi.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 61}}{{sfn|Jarvis|1987| p = 46}}
Dia menggambarkan dalam otobiografinya tentang frustrasinya dan ketidakmampuannya untuk mengamankan informasi berkenaan peristiwa-peristiwa di Indonesia dari tempatnya di Filipina, dan kurangnya pengaruhnya dengan kepemimpinan PKI. Sebagai wakil [[Internasionale Ketiga|Komintern]] untuk [[Asia Tenggara]], Tan Malaka berargumen bahwa dia berwenang untuk menolak rencana PKI, sebuah pernyataan yang dalam retrospeksi dibantah oleh beberapa mantan anggota PKI.{{sfn|McVey|1965| p = 206}} Tan Malaka mengirim Alimin ke [[Singapura]] untuk menyampaikan pandangannya, dan memerintahkannya untuk mengadakan pertemuan dadakan antara para pemimpin. Melihat tidak ada kemajuan, dia pergi ke Singapura sendiri untuk menemui Alimin dan mengetahui bahwa [[Alimin]] dan [[Musso]] telah pergi ke [[Moskwa|Moskow]] untuk mencari bantuan untuk melakukan pemberontakan. Di Singapura, Tan Malaka bertemu Subakat, pemimpin PKI lainnya, yang berbagi pandangannya. Mereka memutuskan untuk menggagalkan rencana Musso dan Alimin. Selama periode ini ia menulis ''Massa Actie'' (Aksi Massa),{{sfn|Jarvis|1987| p = 46}} yang berisi pandangannya tentang revolusi Indonesia dan gerakan nasionalis.{{sfn|Jarvis|1987| pp = 46 – 47}} Dalam buku ini, ia mengusulkan ''Aslia'', sebuah federasi sosial antara negara-negara Asia Tenggara dan [[Wilayah Utara|Australia Utara]]. Buku itu dimaksudkan untuk mendukung usahanya membalikkan arah PKI dan mendapatkan dukungan dari kader-kader di pihaknya.{{sfn|Jarvis|1987| p = 47}}
=== Upaya penangkapan oleh Belanda ===
{{multiple image
| align = right
| total_width = 340
| image1 = Adam Malik 1962.jpg
| alt1 =
| link1 = Adam Malik
| caption1 = [[Adam Malik]]
| image2 = ChairulSaleh.jpg
| alt2 =
| link2 = Chaerul Saleh
| caption2 = [[Chaerul Saleh]]
| footer =
}}
Pada bulan Desember 1926, Tan Malaka pergi ke [[Bangkok]], di mana ia mempelajari kekalahan [[Partai Komunis Indonesia|PKI]]. Dia, bersama Djamaludin Tamin dan Subakat, mendirikan Partai Republik Indonesia pada awal Juni 1927, menjauhkan diri dari [[Internasionale Ketiga|Komintern]] serta, dalam manifesto partai baru, mengkritik PKI. Sementara partai memang memiliki keanggotaan kecil di dalam negeri, partai itu tidak pernah tumbuh menjadi organisasi besar; namun, dengan PKI bergerak di bawah tanah, itu adalah satu-satunya organisasi di akhir 1920-an yang secara terbuka menyerukan kemerdekaan segera bagi Indonesia. Beberapa kader partai termasuk [[Adam Malik]], [[Chaerul Saleh]], dan [[Mohammad Yamin]].{{sfn|Jarvis|1987| p = 47}}{{sfn|Syaifudin|2012| pp = 61 – 62}} Ia kemudian kembali ke [[Filipina]] pada Agustus 1927. Ia ditangkap pada 12 Agustus 1927 atas tuduhan memasuki wilayah Filipina secara ilegal. Dia dibantu oleh Dr. San Jose Abad membantunya di pengadilan, namun dia menerima vonis bahwa dia akan dideportasi ke Amoy ([[Xiamen]]), China.{{sfn|Jarvis|1987| p = 49}}
Polisi Permukiman Internasional Kulangsu ([[Gulangyu]]), diberitahu tentang perjalanan Tan Malaka ke Amoy, menunggunya di pelabuhan dengan maksud menangkapnya untuk diekstradisi ke Hindia Belanda, karena Belanda ingin menangkapnya, dan akan membawanya ke [[Tempat Pengasingan Boven Digoel|kamp konsentrasi Boven-Digoel]]. Tetapi dia berhasil melarikan diri ketika kapten dan kru yang simpatik melindunginya, mempercayakan keselamatannya kepada seorang inspektur kapal. Inspektur kapal membawa Tan Malaka ke suatu tempat di desa Sionching dengan kenalan baru. Tan Malaka kemudian pergi ke [[Shanghai]] pada akhir tahun 1929.{{sfn|Jarvis|1987| p =4 9}} Poeze menulis bahwa Malaka mungkin telah bertemu Alimin di sana pada bulan Agustus 1931, dan membuat kesepakatan dengannya bahwa Malaka akan bekerja lagi untuk Komintern.{{sfn|Jarvis|1987|pp=49–50}} Malaka pindah ke Shanghai pada bulan September 1932 setelah serangan yang dilakukan oleh pasukan Jepang, dan memutuskan untuk pergi ke [[Kemaharajaan Britania|India]], menyamar sebagai Cina-Filipina dan menggunakan nama samaran. Ketika dia berada di [[Hong Kong]] pada awal Oktober 1932, dia ditangkap oleh pejabat Inggris dari Singapura, dan ditahan selama beberapa bulan.
Dia berharap memiliki kesempatan untuk memperdebatkan kasusnya di bawah hukum Inggris dan mungkin mencari [[Hak suaka|suaka]] di [[Britania Raya|Inggris]], tetapi setelah beberapa bulan diinterogasi dan dipindahkan antara bagian penjara "Eropa" dan "Cina", diputuskan bahwa dia akan diasingkan begitu saja dari Hong Kong tanpa tuduhan. Dia kemudian dideportasi lagi ke Amoy.{{sfn|Jarvis|1987| p = 50}}{{sfn|Malaka & Jarvis 1991 Vol. 2| pp = 33–52}} Tan Malaka kemudian melarikan diri sekali lagi, dan melakukan perjalanan ke desa Iwe di selatan Cina. Di sana, ia dirawat dengan pengobatan tradisional Tiongkok untuk penyakitnya. Setelah kesehatannya membaik pada awal tahun 1936, ia melakukan perjalanan kembali ke Amoy dan membentuk Sekolah Bahasa Asing.{{sfn|Jarvis|1987| p = 51}} Abidin Kusno berpendapat bahwa masa tinggal di Shanghai ini merupakan periode penting dalam membentuk tindakan Tan Malaka di kemudian hari selama revolusi Indonesia pada akhir 1940-an; kota pelabuhan itu secara nominal berada di bawah kedaulatan Cina tetapi pertama-tama didominasi oleh negara-negara Eropa dengan konsesi perdagangan di kota itu, dan kemudian oleh Jepang setelah invasi September 1932.{{sfn|Kusno|2003}}
Penindasan orang Tionghoa yang dia lihat di bawah kedua kekuatan ini, menurut Kusno, berkontribusi pada posisinya yang tanpa kompromi terhadap kolaborasi dengan Jepang atau negosiasi dengan Belanda pada 1940-an, ketika banyak nasionalis Indonesia terkemuka mengambil sikap yang lebih mendamaikan.{{sfn|Kusno|2003}} Pada Agustus 1937, ia pergi ke Singapura dengan identitas Tionghoa palsu dan menjadi guru. Setelah [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|Belanda menyerah kepada Jepang]], ia kembali ke Indonesia melalui [[Pulau Pinang|Penang]]. Ia kemudian berlayar ke [[Sumatra|Sumatera]] tiba di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] pada pertengahan tahun 1942, di mana ia menulis [[Madilog]]. Setelah merasa harus memiliki pekerjaan, ia melamar ke Badan Kesejahteraan Sosial dan segera dikirim ke tambang [[batu bara]] di [[Bayah, Lebak|Bayah]], pantai selatan [[Banten]].{{sfn|Jarvis|1987| p = 51}}
== Revolusi Nasional Indonesia ==
=== Menjadi oposisi pemerintahan ===
[[File:Ibrahim Datoek Tan Malaka, vermoedelijk te Jakarta, KITLV 141674.tiff|thumb|180px|Tan Malaka, {{circa|1945}}]]
Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi kemerdekaan Indonesia]], ia mulai bertemu dengan bangsanya sendiri dan generasi muda. Dia juga mulai menggunakan nama aslinya lagi, setelah 20 tahun menggunakan nama alias. Dia kemudian melakukan perjalanan ke Jawa dan melihat orang-orang kota [[Kota Surabaya|Surabaya]] [[Pertempuran Surabaya|berperang melawan Tentara India Inggris]] pada bulan November. Ia menyadari perbedaan perjuangan antara rakyat di beberapa tempat dengan para pemimpin di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Ia menilai para pemimpin terlalu lemah dalam bernegosiasi dengan Belanda.{{sfn|Jarvis|1987| p = 51}} Solusinya terhadap keterputusan yang dirasakan ini adalah dengan mendirikan [[Persatuan Perjuangan]] (Front Perjuangan, atau Aksi Bersatu), sebuah koalisi yang terdiri dari sekitar 140 kelompok yang lebih kecil, terutama tidak termasuk PKI. Setelah beberapa bulan berdiskusi, koalisi tersebut resmi dibentuk dalam sebuah kongres di [[Kota Surakarta|Surakarta]] pada pertengahan Januari 1946.{{sfn|Malaka & Jarvis 1991 Vol. 3| pp = 109–119}}
Koalisi mengadopsi "Program Minimum", yang menyatakan bahwa hanya kemerdekaan penuh yang dapat diterima, bahwa pemerintah harus mematuhi keinginan rakyat, dan bahwa perkebunan dan industri milik asing harus dinasionalisasi.{{sfn|Malaka & Jarvis 1991 Vol. 3| pp = 109–119}} Persatuan Perjuangan memiliki dukungan rakyat yang luas, serta dukungan dalam tentara republik. Dengan Mayor Jenderal [[Soedirman|Sudirman]] menjadi pendukung kuat koalisi yang diorganisir Tan Malaka. Pada bulan Februari 1946, organisasi tersebut memaksa [[Peristiwa 3 Juli 1946|pengunduran diri sementara]] Perdana Menteri [[Sutan Syahrir|Sutan Sjahrir]], seorang pendukung negosiasi dengan Belanda, dan Sukarno berkonsultasi dengan Tan Malaka untuk mencari dukungannya.{{sfn|Kahin|1952| pp = 174 – 176}}{{sfn|Jarvis|1987| p = 52}} Namun, Tan Malaka tampaknya tidak mampu menjembatani perpecahan politik dalam koalisinya untuk mengubahnya menjadi kontrol politik yang sebenarnya, dan dia ditangkap tak lama kemudian,{{sfn|Mrázek|1972| p = 47}} dengan Sjahrir kembali memimpin kabinet Sukarno.{{sfn|Kahin|1952| pp = 174 – 176}}{{sfn|Mrázek|1972| p = 47}}
=== Mendirikan markas di Blimbing ===
Setelah dibebaskan, ia menghabiskan bulan-bulan berikutnya di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]], dan berusaha untuk membentuk sebuah partai politik baru, yang disebut [[Murba|Partai Murba]] (Partai Proletar), tetapi tidak dapat mengulangi keberhasilan sebelumnya dalam menarik pengikut. Ketika Belanda [[Operasi Kraai|merebut pemerintah nasional]] pada bulan Desember 1948, ia melarikan diri dari Yogyakarta, dan menuju ke pedesaan [[Jawa Timur]], di mana ia berharap akan dilindungi oleh pasukan [[gerilya]] anti-republik. Dia mendirikan markasnya di Blimbing, sebuah desa yang dikelilingi oleh sawah, dan menghubungkan dirinya dengan [[Zainal Sabaruddin Nasution|Mayor Sabarudin]], pemimpin Batalyon ke-38 yang terkenal akan sifat kejam dan bengisnya. Menurutnya, kelompok Mayor Sabarudin adalah satu-satunya kelompok bersenjata yang benar-benar berperang melawan Belanda.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 64}}
=== Penangkapan dan Kematian ===
[[Zainal Sabaruddin Nasution|Mayor Sabarudin]], bagaimanapun, berada dalam konflik dengan semua kelompok bersenjata lainnya. Pada 17 Februari 1949, para pemimpin [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] di Jawa Timur memutuskan bahwa Sabarudin dan rekan-rekannya akan ditangkap dan dihukum sesuai [[Hukum perang|hukum militer]]. Pada tanggal 19 Februari, mereka menangkap Tan Malaka di Blimbing. Pada tanggal 20 Februari, ''[[Korps Speciale Troepen]]'' (KST) Belanda kebetulan memulai serangan bernama "Operasi Harimau" dari kota [[Kabupaten Nganjuk|Nganjuk]] di Jawa Timur. Mereka maju dengan cepat dan brutal. Poeze menjelaskan secara rinci bagaimana prajurit TNI melarikan diri ke pegunungan dan bagaimana Tan Malaka yang sudah terluka masuk ke pos TNI dan langsung dieksekusi pada 21 Februari 1949. Tan Malaka ditembak mati di kaki Gunung Wilis, Selopanggung, Kabupaten Kediri setelah penangkapan dan penahanan di desa Patje. Menurut Poeze, tembakan itu diperintahkan oleh Letnan Dua Sukotjo dari batalyon Sikatan, divisi Brawijaya.{{sfn|Syaifudin|2012| p = 64}} Tidak ada laporan yang dibuat dan Malaka dimakamkan di hutan.{{sfn|Poeze|2007| p = 105}}
== Pemikiran ==
=== Marxisme dan agama ===
Tan Malaka berargumen dengan kuat bahwa komunisme dan Islam sejalan, dan bahwa di Indonesia, revolusi harus dibangun di atas keduanya. Oleh karena itu, dia adalah pendukung kuat dari aliansi lanjutan PKI dengan Sarekat Islam (SI), dan merasa terganggu ketika dia berada di pengasingan, PKI memisahkan diri dari SI. Dalam skala internasional, Tan Malaka juga melihat Islam memiliki potensi untuk menyatukan kelas pekerja di sebagian besar [[Afrika Utara]], [[Timur Tengah]], dan [[Asia Selatan]] melawan [[imperialisme]] dan [[kapitalisme]]. Posisi ini menempatkannya dalam oposisi terhadap banyak Komunis Eropa dan kepemimpinan Komintern, yang melihat keyakinan agama sebagai penghalang bagi revolusi proletar dan alat kelas penguasa.{{sfn|Jarvis|1987|p=44}}
=== Pendidikan ===
Menurut Harry A. Poeze, Malaka beranggapan bahwa pemerintah kolonial menggunakan sistem pendidikan untuk menghasilkan masyarakat pribumi terpelajar yang akan menindas rakyatnya sendiri. Malaka mendirikan Sekolah Sarekat Islam untuk menyaingi sekolah negeri.{{sfn|Syaifudin|2012|p=175}} Syaifudin menulis bahwa Malaka memiliki empat metode pengajaran yang berbeda: dialog, [[jembatan keledai]], diskusi kritis, dan sosiodrama.{{sfn|Syaifudin|2012|pp=223, 225, 231, 233}} Dalam metode dialog, Malaka menggunakan komunikasi dua arah saat mengajar.{{sfn|Syaifudin|2012|p=223}} Selama mengajar di Deli, ia mendorong siswa untuk mengkritik gurunya, atau orang Belanda itu, yang sering salah. Di sekolah SI, ia mempercayakan siswa yang mendapat nilai lebih tinggi untuk mengajar siswa yang nilainya lebih rendah.{{sfn|Syaifudin|2012|p=224}} Jembatan keledai terinspirasi oleh [[al-Ghazali]]; Selain menghafal ilmu, siswa juga diinstruksikan untuk memahami dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.{{sfn|Syaifudin|2012|pp=226–227}} Syaifudin menulis bahwa ini kebalikan dari konsep gaya bank, dan mirip dengan pembelajaran kontekstual.{{sfn|Syaifudin|2012|pp=227–228}} Pada diskusi kritis, Malaka tidak hanya secara verbal memberikan suatu masalah kepada siswa, tetapi berusaha untuk mengungkapkan masalah secara langsung,{{sfn|Syaifudin|2012|p=232}} metode ini mirip dengan metode pendidikan menghadapi masalah dari [[Paulo Freire]].{{sfn|Syaifudin|2012|p=231}} Dengan metode keempatnya, sosiodrama, Malaka bertujuan agar siswa memahami masalah sosial dan menyelesaikannya melalui role playing, serta memberikan hiburan untuk menghibur siswa setelah belajar.{{sfn|Syaifudin|2012|pp=233–234}}
=== Madilog dan Gerpolek ===
{{wikisource|Madilog}}
''[[Madilog]]'' dan ''[[Gerpolek]]'', keduanya acapkali dianggap merupakan karya penting dari Tan Malaka.
[[
Bagi [[
{{wikisource|GERPOLEK|Gerpolek}}
Baris 62 ⟶ 145:
Di sisi lain, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik Indonesia akibat [[Perjanjian Linggajati]] 1947 dan [[Perjanjian Renville|Renville]] 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi [[Sutan Syahrir]] dan Perdana Menteri [[Amir Syarifuddin]], Tan Malaka merintis pembentukan [[Murba|Partai Murba]], [[7 November]] [[1948]] di Yogyakarta.
Setelah pemberontakan PKI/FDR di Madiun ditumpas pada akhir November 1948, Tan Malaka menuju Kediri dan mengumpulkan sisa-sisa pemberontak PKI/FDR yang saat itu ada di Kediri, dari situ ia membentuk pasukan Gerilya Pembela Proklamasi. Pada bulan Februari 1949, Tan Malaka ditangkap bersama beberapa orang pengikutnya di [[Pethok]], [[Kediri]], [[Jawa Timur]] dan mereka ditembak mati di sana. Tidak ada satupun pihak yang tahu pasti dimana makam Tan Malaka dan siapa yang menangkap dan menembak mati dirinya dan pengikutnya.
Menurut penuturan [[Harry A. Poeze]], seorang Keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden [[Soekarno]] [[28 Maret]] [[1963]] menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional.
Setelah melalui berbagai penelusuran dan keterangan para saksi hidup, pada tahun 2007 ditemukan sebuah makam di Desa Selopanggung, Kediri, yang diyakini sebagai makam Tan Malaka.
Pada 21 Februari 2017, jenazah Tan Malaka secara simbolis dipindahkan dari Kediri ke Sumatera Barat. Hal ini diupayakan oleh keluarga besar Tan Malaka dan kelompok yang tergabung dalam Tan Malaka Institute. Karena gagal membawa jenazah Tan Malaka secara utuh, mereka memutuskan untuk memulangkannya secara simbolis, yakni dengan membawa tanah dari pekuburan Tan Malaka.<ref>{{cite web|last=Firman|first=Tony|url=https://tirto.id/jenazah-tan-malaka-sang-pemimpin-adat-dijemput-keluarga-cjrL|title=Jenazah Tan Malaka Sang Pemimpin Adat Dijemput Keluarga|date=2017-02-21|website=[[Tirto.id]]|language=id|access-date=2017-11-20}}</ref>
== Tan Malaka dalam fiksi ==
Baris 72 ⟶ 159:
Dengan julukan ''Patjar Merah Indonesia'', Tan Malaka merupakan tokoh utama beberapa roman picisan yang terbit di [[Kota Medan|Medan]]. Roman-roman tersebut mengisahkan petualangan ''Patjar Merah'', seorang aktivis politik yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dari kolonialisme Belanda. Karena kegiatannya itu, ia harus melarikan diri dari Indonesia dan menjadi buruan polisi rahasia internasional.
Salah satu roman ''Patjar Merah'' yang terkenal adalah roman karangan [[Matu Mona]] yang berjudul ''Spionnage-Dienst''. Nama ''patjar merah'' sendiri berasal dari karya
Dalam cerita-cerita tersebut selain Tan Malaka muncul juga tokoh-tokoh PKI dan PARI lainnya, yaitu [[Musso]] (sebagai ''Paul Mussotte''), [[Alimin]] (''Ivan Alminsky''), [[Semaun]] (''Semounoff''), [[Darsono]] (''Darsnoff''), [[Djamaluddin Tamin]] (''Djalumin'') dan
Belakangan, selepas reformasi kemudian muncul pula dua novel yang mengisahkan perjalanan hidup Tan Malaka. Tiga buku pertama ditulis oleh [[Matu Mona]], sementara yang keempat dan kelima ditulis oleh
* ''Spionnage-Dienst'' (1938)<ref>{{cite book |last=Mona |first=Matu |authorlink= |title=Patjar merah Indonesia |url=http://books.google.co.id/books/about/Spionnage_dienst.html?id=UivAYgEACAAJ&redir_esc=y |accessdate=17 Juni 2013|year=1938 |publisher=Centrale Courant en Boekhandel |location= |isbn= |page=179}}</ref>
* ''Rol Patjar Merah Indonesia cs'' (1938)
* ''Panggilan Tanah Air'' (1940)
* ''Moetiara Berloempoer: Tiga Kali Patjar Merah Datang Membela'' (1940)
* ''Patjar Merah Kembali ke Tanah Air'' (1940)
* ''Setan Merah: Muslihat Internationale Tan Malaka'' (2012)<ref>{{cite book |last= Dantovski |first= Peter |authorlink= |title= Setan Merah: Muslihat Internationale Tan Malaka |url= http://www.goodreads.com/book/show/15974898-setan-merah |accessdate=11 Februari 2016|year=2012 |publisher= Indie Book Corner |location= |isbn= 6028794503 |page=491}}</ref>
* ''Tan
* ''Tan
Pada tahun 2018, film berjudul ''[[Maha Guru Tan Malaka]]'' dirilis.<ref>{{Cite web|last=developer|first=medcom id|date=2018-04-22|title=Sempat Dilarang, Pemutaran Film Maha Guru Tan Malaka tetap Berlangsung|url=https://www.medcom.id/hiburan/film/yNLd8P6N-sempat-dilarang-pemutaran-film-maha-guru-tan-malaka-tetap-berlangsung|website=medcom.id|language=id|access-date=2022-12-16}}</ref>
== Bibliografi ==
Baris 99 ⟶ 188:
* ''Pari dan PKI'' (1927)
* ''Pari International'' (1927)
* ''Manifesto Bangkok'' (1927)
* ''Aslia Bergabung'' (1943)
* ''Muslihat'' (1945)
Baris 108 ⟶ 197:
* ''Pidato Purwokerto'' (1946)
* ''Pidato Solo'' (1946)
* ''[[Madilog]]'' (1948)
* ''Islam dalam Tinjauan Madilog'' (1948)
* ''[[Gerpolek]]'' (1948)
* ''Pidato Kediri'' (1948)
* ''Pandangan Hidup'' (1948)
Baris 130 ⟶ 219:
'''Bibliografi'''
{{refbegin}}
* {{cite journal |last = Jarvis |first = Helen |year = 1987 |title = Tan Malaka: Revolutionary or Renegade? |journal = Bulletin of Concerned Asian Scholars |volume = 19 |issue = 1 |pages = 41–55 |issn = 0007-4810 |url = http://criticalasianstudies.org/assets/files/bcas/v19n01.pdf |ref = harv |access-date = 2013-06-17 |archive-date = 2011-08-11 |archive-url = https://web.archive.org/web/20110811043214/http://criticalasianstudies.org/assets/files/bcas/v19n01.pdf |dead-url = yes }}
* {{cite book |title = Nationalism and Revolution in Indonesia |url = https://archive.org/details/nationalismrevol0000kahi |last = Kahin |first = George McT. |year = 1952 |location = Ithaca, New York |publisher = Cornell University Press |isbn = 978-0-87727-734-7 |ref = harv }}
* {{cite journal |last = Kusno |first = Abidin |date = November 2003 |title = From City to City: Tan Malaka, Shanghai, and the Politics of Geographical Imagining |journal = Singapore Journal of Tropical Geography |volume = 24 |issue = 3 |pages = 327–339 |publisher = Blackwell Publishing |doi = 10.1111/1467-9493.00162 |ref = harv | issn=0129-7619 }}
* {{cite book |last = Malaka |first = Tan |last2 = Jarvis |first2 = Helen |title = From Jail to Jail |year = 1991 |location = Athens, Ohio |publisher = Ohio University Center for International Studies |series = Research in International Studies, Southeast Asia Series |volume = 1 |ref = {{sfnRef|Malaka & Jarvis 1991 Vol. 1}} }}
* {{cite book |last = Malaka |first = Tan |last2 = Jarvis |first2 = Helen |title = From Jail to Jail |year = 1991 |location = Athens, Ohio |publisher = Ohio University Center for International Studies |series = Research in International Studies, Southeast Asia Series |volume = 2 |ref = {{sfnRef|Malaka & Jarvis 1991 Vol. 2}} }}
* {{cite book |last = Malaka |first = Tan |last2 = Jarvis |first2 = Helen |title = From Jail to Jail |year = 1991 |location = Athens, Ohio |publisher = Ohio University Center for International Studies |series = Research in International Studies, Southeast Asia Series |volume = 3 |ref = {{sfnRef|Malaka & Jarvis 1991 Vol. 3}} }}
* {{cite magazine |last = McInerney |first = Andy |date = 1 January 2007 |title = Tan Malaka and Indonesia's Freedom Struggle |magazine = Socialism and Liberation |url = http://www.pslweb.org/liberationnews/news/07-01-01-tan-malaka-indonesias-freedom-s.html |volume = 4 |issue = 1 |ref = harv |access-date = 2013-06-17 |archive-date = 2012-08-20 |archive-url = https://web.archive.org/web/20120820095802/http://www.pslweb.org/liberationnews/news/07-01-01-tan-malaka-indonesias-freedom-s.html |dead-url = yes }}
* {{cite book |last = McVey |first = Ruth T. |title = The Rise of Indonesian Communism |url = https://archive.org/details/riseofindonesian00mcve |year = 1965 |location = Ithaca, New York |publisher = Cornell University Press |isbn = |ref = harv }}
* {{cite journal |last = Mrázek |first = Rudolf |date = October 1972 |url = http://cip.cornell.edu/seap.indo/1107127733 |title = Tan Malaka: A Political Personality's Structure of Experience |journal = Indonesia |volume = 14 |pages = 1–48 |publisher = Cornell University's Southeast Asia Program |location = Ithaca, New York |doi = 10.2307/3350731 |ref = harv }}
* {{cite book |last = Poeze |first = Harry A. |title = Verguisd en vergeten: Tan Malaka, de linkse beweging en de Indonesische Revolutie, 1945–1949 |year = 2007 |publisher = KITLV |location = Leiden |isbn = 978-90-6718-258-4 |ref = harv }}
Baris 144 ⟶ 233:
* {{cite book |title = Tan Malaka: Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis |author = Syaifudin |year = 2012 |publisher = Ar-Ruzz Media |location = Yogyakarta |isbn = 978-979-25-4911-9 |ref = harv }}
* {{cite book |title = Kematian Tan Malaka |last = Tamin |first = Djamaludin |year = 1965 |publisher = Tanpa keterangan penerbit |ref = harv }}
* {{cite book |title = Of Self and Nation: Autobiography and the Representation of Modern Indonesia |url = https://archive.org/details/ofselfnationauto0000wats |last = Watson |first = C.W. |year = 2000 |location = Honolulu |publisher = University of Hawaii Press. |isbn = 978-0-8248-2281-1 |ref = harv }}
{{refend}}
== Pranala luar ==
{{wikiquote-id}}
*
{{Pahlawan Indonesia}}
Baris 161 ⟶ 250:
[[Kategori:Tokoh pejuang yang dibuang]]
[[Kategori:Orang hilang di Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh pejuang Minangkabau]]
[[Kategori:Cerdik Pandai Minangkabau]]
[[Kategori:Politikus Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh dari Lima Puluh Kota]]
[[Kategori:Tokoh Kediri]]
[[Kategori:Tokoh dari Kecamatan Gunuang Omeh]]
[[Kategori:Tokoh dari Kecamatan Semen]]
[[Kategori:Filsuf Indonesia]]
[[Kategori:Tan Malaka]]
|