Madraisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menghapus Kategori:Antropologi menggunakan HotCat
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
 
(19 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
'''Madraisme''' (disebut juga '''Agama Djawa Sunda''') adalah [[Agama asli Nusantara|aliran kepercayaan]] sejumlah masyarakat yang tersebar di daerah Kecamatan [[Cigugur, Kuningan]], [[Jawa Barat]].<ref name=":2">Didi Wiardi, “''Bertahan Untuk Tidak Gugur, Religi (Adat) Cigugur''” dalam Sisi Senyap Politik Bising, Budi Susanto, S.J. (ed.), Yogyakarta: [[Kanisius]], 2007, hlm. 172.</ref><ref>{{cite journal |last=Muttaqien |first=Ahmad |date=2013 |title=Spiritualitas Agama Lokal: Studi Ajaran Sunda Wiwitan Aliran Madrais di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat |journal=Al-Adyan |volume=8 |number=1}}</ref><ref>{{cite web|url=https://republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/08/10/11/6897-debudpar-akan-gelar-diskusi-sangkan-paraning-dumadi-|title=Debudpar Akan Gelar Diskusi "Sangkan Paraning Dumadi"|date=11-10-2008|website=Republika Online|access-date=15-04-2019|archive-date=2019-04-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20190415063114/https://republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/08/10/11/6897-debudpar-akan-gelar-diskusi-sangkan-paraning-dumadi-|dead-url=yes}}</ref> Agama tersebut juga dikenal sebagai ''Cara Karuhun Urang'' (tradisi nenek moyang), agama [[Sunda Wiwitan]], ajaran Madrais atau agama Cigugur.<ref name=":2" /> Agama Djawa Sunda (ADS) yang berdiri sekitar tahun 1925 di Cigugur, adalah salah satu agama lokal sekaligus juga komunitas masyarakat [[masyarakat adat]] yang berkembang di [[Jawa Barat]].<ref name=":2" /> Hal ini dikarenakan ADS, disamping meyakini dan mempertahankan ajaran pendahulunya, Kyai Madrais, juga berupaya melestarikan [[warisan]] adat leluhur.<ref name=":2" /> Sebagai kelompok minoritas [[agama]] [[lokal]], ADS sering mengalami hambatan dan ancaman berupa larangan [[negara]] dan tindakan-tindakan diskriminatif dari [[kelompok]] mayoritas agama resmi yang membuat komunitas ini semakin terpinggirkan dan terdesak secara [[politik]] dan [[kultural]].<ref name=":2">Didi Wiardi, “''Bertahan Untuk Tidak Gugur, Religi (Adat) Cigugur''” dalam Sisi Senyap Politik Bising, Budi Susanto, S.J. (ed.), (Yogyakarta: PT. Kanisius, 2007), h. 172.</ref>
[[Berkas:Burung_garuda_yang_tengah_mengepakan_sayap_berdiri_di_atas_lingkaran_bertuliskan_Purna_Wisada_Melambangkan_simbol_dari_Tri_Panca_Tunggal.jpg|jmpl|Burung garuda yang tengah mengepakan sayap berdiri di atas lingkaran bertuliskan Purna Wisada Melambangkan simbol dari Tri Panca Tunggal]]
[[Berkas:Ruang_Sri_Manganti_tiap_tahunnya_digunakan_untuk_menyelenggarakan_acara_Seren_Taun.jpg|jmpl|Ruang Sri Manganti tiap tahunnya digunakan untuk menyelenggarakan acara Seren Taun]]
 
== Kehidupan AgamaPerkembangannya di Cigugur ==
Dalam kehidupan beragama, Kelurahan Cigugur merupakan suatu [[wilayahkelurahan]] yang [[penduduk]]nyapenduduknya memeluk beraneka ragam agama.<ref name=":0" /> Hal ini dibuktikan dari data kependudukan yang menunjukkan jumlah pemeluk agama di Kelurahan Cigugur terdiri dari beragam agama, yaitu pemeluk [[Islam]] berjumlah 4.075 jiwa, [[Katolik]] 2.620 jiwa, [[Protestan]] 195 jiwa, Penghayat Kepercayaan 176 jiwa, [[Buddha]] 12 jiwa, dan [[Hindu]] 6 jiwa.<ref name=":0" /> Warga di Cigugur beragam, bersifat plural, bahkan di dalam sebuah keluarga pun terdapat keberagaman agama, antara agama [[orang tua]] dan [[anak]]-anaknya berbeda.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Qodim|first=Husnul|date=2017-12-31|title=Strategi Bertahan Agama Djawa Sunda (ADS) Cigugur|url=http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/KALAM/article/view/1912|journal=KALAM|volume=11|issue=2|pages=329|doi=10.24042/klm.v11i2.1912|issn=2540-7759}}</ref>
 
Keanekaragaman agama yang dipeluk oleh penduduk di Cigugur tidak menyebabkan hubungan antar pemeluk yang berbeda agama renggang dan [[kaku]].<ref name=":0" /> [[Sikap]] toleransi dan saling menghargai di antara mereka justru nampaktampak [[harmonis]].<ref name=":0" /> Keharmonisan hubungan, dibuktikan dengan adanya kerja sama dan sikap saling gotong-royong antar [[umat]] beragama dalam pembangunan berbagai [[rumah]] [[ibadah]] di Cigugur.<ref name=":0" /> Mesjid Al-Hidayah yang didirikan pada tanggal 01 [[Januari]] 2005. [[Mesjid]] ini dibangun di wilayah, dengan mayoritas warganya adalah penganut Katolik, namun mereka berusaha membantu pendirian mesjid guna memudahkan masyarakat [[muslim]] dalam beribadah. <ref name=":0" />
 
Keanekaragaman agama yang dipeluk oleh penduduk di Cigugur tidak menyebabkan hubungan antar pemeluk yang berbeda agama renggang dan [[kaku]].<ref name=":0" /> [[Sikap]] toleransi dan saling menghargai di antara mereka justru nampak [[harmonis]].<ref name=":0" /> Keharmonisan hubungan, dibuktikan dengan adanya kerja sama dan sikap saling gotong-royong antar [[umat]] beragama dalam pembangunan berbagai [[rumah]] [[ibadah]] di Cigugur.<ref name=":0" /> Mesjid Al-Hidayah yang didirikan pada tanggal 01 [[Januari]] 2005. [[Mesjid]] ini dibangun di wilayah, dengan mayoritas warganya adalah penganut Katolik, namun mereka berusaha membantu pendirian mesjid guna memudahkan masyarakat [[muslim]] dalam beribadah. <ref name=":0" />
== Asal-usul ==
Pendiri Madrais adalah [[Pangeran]] Sadewa Alibasa Kusuma Wijaya Ningrat yang dikenal dengan Pangeran Madrais atau [[Kyai]] Madrais.<ref name=":3" /> Madrais merupakan anak dari Pangeran Alibasa (Pangeran Gebang yang ke sembilan) dari pernikahannya dengan R. Kastewi, keturunan ke[[lima]] dari Tumenggung Jayadipura Susukan.<ref name=":3" /> Ketika lahir namanya adalah Pangeran Sadewa Alibasa yang dalam silsilah keluarga disebut dengan Pangeran Surya Nata atau Pangeran Kusuma Adiningrat.<ref name=":3">P. Djatikusuma, ''Spritual Culture of Karuhun Urang Tradition'', (Cagar Budaya Nasional, Cigugur Kuningan Jawa Barat, 1999), h. 1.</ref>
Baris 24 ⟶ 27:
 
=== Konsep ketuhanan ===
Dalam keyakinan ADS, posisi [[Tuhan]] berada di posisi yang tertinggi, tempat yang berada di atas segala-galanya.<ref name=":3" /> Tuhan begitu sempurna karena sifat-Nya.<ref name=":3" /> Tuhan tidak berada di sisi yang jauh, tapi selalu dekat.<ref name=":3" /> Bahkan, tidak dapat dipisahkan dari ciptaan-Nya, terutama dari [[manusia]] yang merupakan makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna.<ref name=":3" /> Para penghayat ADS menyebut Tuhan dengan sebutan Gusti Sikang Sawiji-Wiji. Wiji artinya adalah inti, yaitu inti dari kelangsungan kehidupan di [[dunia]].<ref name=":3" /> Sebagai inti dari segala kehidupan, eksistensi Tuhan dapat ditransformasikan menjadi daya atau [[energi]] yang sifatnya konkritkonkret.<ref name=":3" /> Dalam hal ini, Tuhan melekat pada setiap ciptaan-Nya atau dengan kata lain inheren pada setiap entitas yang ada.<ref name=":3" /> Tuhan adalah penyebab eksistensi manusia di muka [[bumi]] karena itu keberadaan manusia tergantung sepenuhnya pada eksistensi Tuhan.<ref name=":3" /> Adanya manusia merupakan bukti yang paling riil dari adanya Tuhan.<ref name=":3" /> Pemahaman Agama Jawa Sunda tentang Tuhan bisa pula ditelisik melalui ungkapan Tri Panca Tunggal.<ref name=":3" /> Penganut ADS meyakini bahwa manusia dan Tuhan adalah manunggal.<ref name=":3" /> Arti kata manunggal adalah menyatu, karena dalam pandangan ageman ini tidak ada keterpisahan antara Tuhan sebagai Pencipta dan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya.<ref name=":3" /> Dengan kata lain, penyatuan itu telah lengkap karena adanya kemanunggalan yang sempurna antara Tuhan yang transenden dan Tuhan yang imanen.<ref name=":3" />
 
=== Pikukuh tilu ===
Baris 33 ⟶ 36:
* Ratu-raja 3: Cipta [[rasa]] dan karsa atau Sir, Rasa dan Pikir. Dalam hidup kita selalu diselubungi oleh macam ragam kehendak atau keinginan oleh karena itu kita harus selalu waspada terhadap jalannya Sir, Rasa dan Pikir, sesuai dengan kehendak sang Pencipta atau tidak;<ref name=":8" />
* Ratu-raja 2: hukum keseimbangan dalam hidup atau adanya sifat berpasangan.<ref name=":8" /> Manusia harus sadar jangan sampai tergerak oleh pengaruh [[nafsu]] yang tidak selaras dengan sifat manusia dan sifat bangsa;<ref name=":8" />
* Ratu-raja 4: aktifitasaktivitas sepasang tangan dan sepasang kaki. Ketika kita menggunakan kedua tangan dan kedua kaki hendaklah waspada dan sadar dalam gerak dan tingkah laku serta tindakan, Karena harus sesuai dengan sifat dan cara-ciri sebagai manusia;<ref name=":8" />
* Ratu-raja 5: disebut dengan panca indera. Kita harus waspada suatu menggunakan panca indera, karena panca indera merupakan [[jembatan]] penghubung antara kita dan alam sekitar;<ref name=":8" />
* Ratu-raja lilima: sifat dari fungsi indera artinya walaupun dalam sifat panca indera kita sama, tetapi sifat-sifat bangsa yang satu dengan yang lain berbeda cara-cirinya;
Baris 48 ⟶ 51:
 
==== Kematian ====
Untuk menghadapi kematian biasanya pengikut Madrais yang menghadapi sakarotul maut oleh kawan-kawannya ditunggu sambil dikatakan ''wajon lawan'', artinya ayo lawan, dan bila ia meninggal mereka berkata: ''Hih Bet olehan'' sama artinya dengan Lo, tukang kalah.<ref name=":6" /> Setiap warga pengikut Agama Djawa Sunda (ADS) yang meninggal dunia, [[jenazah]]nya dibungkus dengan [[kain]] [[hitam]], dimasukkan ke dalam [[peti]] mati [[kayu]] [[jati]].<ref name=":6" /> Setelah dimasukkan ke dalam liang [[kubur]], tempat peristirahatan jenazah itu ditaburi dengan [[arang]], [[kapur]] dan [[beras]] di sekitar peti mati.<ref name=":6" /> Posisi [[orang]] yang [[meninggal]] itu diatur dengan sedemikian rupa, di mana posisi [[kaki]] dan [[tangan]]nya harus agak terlipat (mentongkrong), dan sebisanya [[makam]] dari jenazah itu tidak berada satu tempat dengan pemakaman umat beragama lain, termasuk dengan makam orang Islam.<ref name=":6">S, Suwarno Imam. 2005. ''Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa''. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada</ref>
 
== Istilah-istilah keagamaan ==
Baris 59 ⟶ 62:
* Pikukuh tilu merupakan ajaran kuno suku sunda, istilah ini merupakan frase ber[[bahasa Sunda]] di lihat dari segi bahasa pikukuh tilu berasal dari dua kata, pikukuh dan tilu, pikukuh berarti yang bermakna suatu hal yang harus dipegang teguh karena sudah menjadi satu kepastian.<ref name=":1" /> Sedangkan kata tilu merupakan kata bilangan yang dalam bahasa Indonesia berarti tiga, jadi secara sederhana pikukuh tilu, bisa diartikan tiga hal yang harus senantiasa dipegang dalam kehidupan.<ref name=":1" />
 
== Cara menyebarkanPenyebaran ajaran ==
[[Wayang]] menjadi media yang ampuh dipakai oleh Madrais dalam menyebarkan ajarannya.<ref name=":1" /> Biasanya [[murid]]nya menonton dan Madrais menjadi [[dalang]]nya, selain wayang Madrais juga mengajarkan ajarannya melalui [[Tayuban]] atau [[tari]]-tarian.<ref name=":1" /> Nuansa [[hiburan]] dalam penyebaran ajaran ADS sangat disukai oleh pengikutnya karena tingkat [[pendidikan]] dan pemahaman masyarakat Cigugur Kuningan pada saat itu masih rendah, maka melalui pertunjukan [[seni]], inti sari ajaran ADS mudah masuk dan diserap oleh pengikutnya ditambah pengetahuan dasar tentang ajaran Islam sangat lemah di antara mereka.<ref name=":1" /> Setiap [[bulan]] [[maulud]] murid-murid Madrais berkumpul di Cigugur, mereka datang dari [[Cirebon]], [[Sumedang]], [[Garut]] jumlahnya hampir 2500 orang.<ref name=":1" /> Pada waktu itu Madrais hanya dengan menggunakan [[cawat]] saja tiarap di atas api unggun yang dinyalakan di dalam suatu [[dapur]], sehingga Madrais dan api terhalang oleh tembok.<ref name=":1" /> Dari tubuh Madrais keluar keringat bercucuran yang ditampung dalam satu tempat yang penuh air, air campuran dengan keringat Madrais ini di bagi-bagikan kepada pengikutnya yang disambut sebagai berkah dari sang guru.<ref name=":1" />
 
Baris 71 ⟶ 74:
 
Sebagai akibat larangan tersebut, secara hukum status sekitar 2.000 orang penganut PACKU tersebut menjadi [[ilegal]] dan secara politik menjadi tidak benar (''legally and politically incorrect'').<ref name=":7" /> Menghadapi situasi tersebut, sebagian besar dari mereka segera kembali menjadi Katolik yang diterima kembali dengan penuh curiga, sebagian kecil masuk Islam, beberapa masuk Kristen Pasundan.<ref name=":7" /> Sisanya termasuk Pangeran Djatikusumah beserta keluarganya tetap menyatakan diri secara resmi sebagai penghayat aliran kepercayaan.<ref name=":7" />
 
<br />
 
== Rujukan ==
<{{references />|2}}
 
== Pranala luar ==
* [https://tirto.id/mengenal-sunda-wiwitan-dan-agama-sunda-yang-lain-cvhD Kepercayaan di Tatar Sunda]
* [https://indonesia.ucanews.com/2016/07/13/8-agama-asli-indonesia-ini-tak-pernah-diakui-oleh-pemerintah-sejak-dulu/ Agama Kepercayaan yang tidak pernah diakui pemerintah] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190415072434/https://indonesia.ucanews.com/2016/07/13/8-agama-asli-indonesia-ini-tak-pernah-diakui-oleh-pemerintah-sejak-dulu/ |date=2019-04-15 }}
 
{{Agama di Indonesia}}
 
[[Kategori:AgamaKepercayaan tradisional Indonesia]]
[[Kategori:JawaOrganisasi Barataliran kepercayaan Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Sunda]]
[[Kategori:Sunda Wiwitan]]
[[Kategori:Filsafat Sunda]]
[[Kategori:Teologi Sunda]]
[[Kategori:Agama di Indonesia]]
[[Kategori:Organisasi agama yang didirikan tahun 1925]]
[[Kategori:Organisasi agama yang didirikan tahun 1982]]
[[Kategori:Pendirian tahun 1925 di Hindia Belanda]]
[[Kategori:Pendirian tahun 1982 di Indonesia]]