Arjuna Wisada Yoga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dekhayila (bicara | kontrib)
LaninBot (bicara | kontrib)
k Menghilangkan spasi sebelum tanda koma dan tanda titik dua
 
(26 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''''Arjuna Wisada Yoga''''' adalah sebuah bab dalam kitab ''[[Bhagawadgita]]''. Bab ini menceritakan keragu-raguan dalam diri [[Arjuna]], setelah ia menyaksikan saudara, guru, sahabat dan kerabatnya yang siap untuk bertempur di [[Kurukshetra]]. Ia menyadari dampak peperangan yang akan terjadi, dan dianggap bertentangan dengan ajaran [[Dharma]]. Bab ini juga menggambaran situasi dan kondisi yang berlangsung menjelang [[perang di Kurukshetra]], perang saudara terbesar dalam sejarah umat manusia.
 
Pertentangan ajaran [[dharma]] yang terjadi dalam diri [[Arjuna]], antara lain adalah:
Baris 11:
 
== Uraian dalam Bhagawad Gita ==
'''[[Arjuna]] Dalam Keragu-raguan dan Kehilangan Harapan'''
 
[[Dretarastra]] berkata, "Di tanah lapang kebenaran, di tanah lapang dari kerajaan [[Kuru]], sewaktu putra – putra-Kuputraku berkumpul bersama – samabersama–sama dengan putra – putraputra–putra [[Pandu]] dengan keinginan berperang, apa yang telah diperbuatnya, O [[Sanjaya]]?"
*[[Dretarastra]] berkata :
Di tanah lapang kebenaran, di tanah lapang dari kerajaan [[Kuru]], sewaktu putra – putra-Ku berkumpul bersama – sama dengan putra – putra [[Pandu]] dengan keinginan berperang, apa yang telah diperbuatnya, O [[Sanjaya]]?
 
Sanjaya berkata, "Jadi setelah [[Duryodana]] menyaksikan tentara daripada [[Pandawa]] yang telah teratur dan siap sedia untuk berperang, dia lalu segera mendekati gurunya yaitu [[Drona]], dan berkata sebagai berikut: "Saksikanlah, O [[Guru]], kekuatan tentara dari putra – putraputra–putra [[Pandu]] yang telah siap sedia diatur oleh [[DhrestadyumnaDrestadyumna]], sisyasiswa Paduka yang bijaksana, yaitu putra dari [[Drupada]]. Turut serta pula para [[pahlawan]] yang keahliannya, kebesarannya dalam hal panah – memanah sama dengan [[BhimaBima (tokoh Mahabharata)|Bima]] dan [[Arjuna]] di dalam peperangan sebagai [[Satyaki]], [[Wirata]] dan [[Drupada]] pahlawan [[kereta]] yang besar. [[DhrishtaketuDrestaketu]], [[CekitanahCekitana]] dan raja dari Kasi yang wiryawan, gagah perkasa, juga prajurit, [[Kuntiboja]] dan [[Saibya]] adalah orang – orangorang–orang yang terkemuka. [[Yudamanyu]], yang kuat dan [[Uttamauja]]Utamauja yang wirawan dan juga putra dari [[Subadra]] dan putra – putraputra–putra dari [[DrupadiDropadi]] semuanya adalah pahlawan – pahlawanpahlawan–pahlawan kereta yang besar. Ketahui juga, O [[Dwijati]] utama, pemimpin – pemimpinpemimpin–pemimpin dari tentaraku yang paling terkemuka diantaradi antara kita. Aku ingin menyebutkan namanya sekarang untuk diketahui. Paduka sendiri, [[BhismaBisma]], [[Karna]] dan [[KripaKrepa]], yang selalu unggul didalamdi dalam peperangan, [[Aswatama]], [[Wikarna]] dan juga putra dari [[Somadhata]]Somadata. Dan banyak pahlawan lainnya yang menyerahkan jiwanya untuk kepentinganku. Mereka dipersenjatai dengan bermacam–macam [[senjata]] dan semuanya mahir dalam peperangan. Inilah [[tentara]] kita yang dibela oleh [[BhismaBisma]] dan tak terbilang jumlahnya, sedangkan tentara mereka yang dibela oleh [[Bhima]]Bima adalah terbatas jumlahnya. Oleh karena itu semua hendaknya membantu [[Bhisma]]Bisma, berdiri teguh pada semua bagian depan dalam kedudukannya masing – masingmasing–masing."
'''''Ada dua pasukan'''''
 
20. O Maharaja, denganDengan melihat putra – putraputra–putra Dhristarashtra[[Drestarastra]] yang telah teratur pada tempatnya siap sedia untuk berperang dan penembakan akan dimulai, maka [[Arjuna]] dengan Dwajapanji memakai simbol Hanuman[[Hanoman]] (monyet) mengambil panahnya dan lalu berkata kepada Krishna[[Kresna]] sebagai berikut :
*Sanjaya berkata :
Jadi setelah [[Duryodhana]] menyaksikan tentara daripada [[Pandawa]] yang telah teratur dan siap sedia untuk berperang, beliau lalu segera mendekati gurunya yaitu [[Drona]], dan berkata sebagai berikut :
 
23"O Achyuta, tempatkanlah keretaku di antara kedua tentara itu supaya aku dapat melihat mereka yang berdiri di sini dan mempunyai keinginan untuk berperang di medan perang ini, dengan siapa aku harus mengadu jiwa. Karena aku ingin melihat mereka yang berkumpul di sini, siap untuk berperang dan berhajat, benar untuk mencapai kemenangan di dalam peperangan ini demi cinta mereka pada putra Dhristarashtra[[Drestarastra]] yang berpikiran jahat itu."
"Saksikanlah, O [[Guru]], kekuatan tentara dari putra – putra [[Pandu]] yang telah siap sedia diatur oleh [[Dhrestadyumna]], sisya Paduka yang bijaksana, yaitu putra dari [[Drupada]]. Turut serta pula para [[pahlawan]] yang keahliannya, kebesarannya dalam hal panah – memanah sama dengan [[Bhima]] dan [[Arjuna]] di dalam peperangan sebagai [[Satyaki]], [[Wirata]] dan [[Drupada]] pahlawan [[kereta]] yang besar. [[Dhrishtaketu]], [[Cekitanah]] dan raja dari Kasi yang wiryawan, gagah perkasa, juga prajurit, [[Kuntiboja]] dan [[Saibya]] adalah orang – orang yang terkemuka. [[Yudamanyu]], yang kuat dan [[Uttamauja]] yang wirawan dan juga putra dari [[Subadra]] dan putra – putra dari [[Drupadi]] semuanya adalah pahlawan – pahlawan kereta yang besar. Ketahui juga, O [[Dwijati]] utama, pemimpin – pemimpin dari tentaraku yang paling terkemuka diantara kita. Aku ingin menyebutkan namanya sekarang untuk diketahui. Paduka sendiri, [[Bhisma]], [[Karna]] dan [[Kripa]], yang selalu unggul didalam peperangan, [[Aswatama]], [[Wikarna]] dan juga putra dari [[Somadhata]]. Dan banyak pahlawan lainnya yang menyerahkan jiwanya untuk kepentinganku. Mereka dipersenjatai dengan bermacam–macam [[senjata]] dan semuanya mahir dalam peperangan. Inilah [[tentara]] kita yang dibela oleh [[Bhisma]] dan tak terbilang jumlahnya, sedangkan tentara mereka yang dibela oleh [[Bhima]] adalah terbatas jumlahnya. Oleh karena itu semua hendaknya membantu [[Bhisma]], berdiri teguh pada semua bagian depan dalam kedudukannya masing – masing."
 
Jadi dengan ucapan [[Arjuna]] ini, [[Kresna]] lalu menarik kereta yang terbaik ke antara dua pasukan tentara. Di sana [[Arjuna]] melihat berdiri pada kedua belah pihak, nenek–nenek, mertua–mertua dan paman–paman, kakak–kakak, dan saudara sepupu, kepunyaannya sendiri anak–anak dan cucu–cucu, teman–teman, guru–guru dan juga teman–teman yang lainnya. Jadi setelah melihat semua kaum keluarga berdiri teratur, [[Arjuna]] lalu berbicara dengan berduka–cita, diliputi dengan penuh rasa belas kasihan. Ia diliputi oleh rasa maha kasih dan menyatakan ini dalam kesedihan.
 
Duka cita [[Arjuna ]]:
'''''Peniupan Sankhakala'''''
"O [[Kresna]], setelah aku melihat kaum keluargaku hadir di sini, ingin berperang anggota badanku tidak berdaya lagi dan mulut menjadi kering dan rambut tak bergerak lagi. Panah Gandiwa tergelincir dari tanganku dan kulit terbakar. Juga aku tak dapat berdiri tegak dan pikiranku goncang. ...Untuk kepentingan mereka kita mengingini kerajaan, kenikmatan dan kepuasan, kini semua mereka itu pada berdiri di sini di dalam medan perang, mempertaruhkan jiwa dan kekayaannya. Guru, putra, paman dan mertua, cucu dan ipar dan keluarga lainnya. Aku tak ingin membunuh mereka, meskipun aku terbunuh olehnya."
 
“Jadi[[Sanjaya]] berkata, "Jadi setelah berbicara di medan perang, [[Arjuna]] sambil membuang [[panah]] dan busurnya[[busur]]nya lalu terhenyak di atas tempat duduk [[kereta]] dengan pikiran yang susah dan sedih”sedih."
Untuk menggembirakan [[Duryodhana]], maka [[Bhisma]] yang kuat dan yang tertua diantara para [[Kuru]] lalu berteriak dengan keras bagai singa dan meniup [[sankhakala]]. Dan dengan mengikuti [[Bhisma]] lalu segera terompet dan tambur dan serompet dari tanduk [[lembu]], berbunyi tiada putus – putusnya, gemuruhlah suaranya. Dan sesudah berada di dalam kereta yang besar, yang ditarik oleh kuda putih, [[Madhawa]] dan [[Pandawa]] ([[Krishna]] dan [[Arjuna]]) lalu meniup terompetnya yang terkeramat. [[Krishna]] meniup [[Pancajanya]], [[Arjuna]] ([[Dhananjaya]]) [[Dewadatta]] dan [[Bhima]] ([[Wrikodara]]) yang dengan hati yang keras [[sankhakala]] yang luar biasa itu dengan nama [[Paundra]]. Semua kejadian ini menyatakan bahwa mereka sudah siap sedia untuk bertempur. Raja [[Yudhistira]], putra dari [[Kunti]], meniup terompetnya yang bernama [[Anantawijaya]] dan [[Nakula]] dan [[Sahadewa]] juga meniup terompetnya dengan nama [[Soghosa]] dan [[Manipushpaka]]. Dan raja dari Kasi yang ahli dalam panah – memanah, [[Srikandi]] prawira yang besar, [[Dhrestadyumna]] dan [[Wirata]] dan [[Satyaki]] yang tak dapat ditaklukkan. O raja – diraja, [[Drupada]] dan putra – putra dari [[Drupadi]] dan putra dari [[Subadra]] yang bersenjatakan kuat dari segala pihak masing–masing meniup [[sankhakala]]. Suara yang guruh – gemuruh itu, yang melalui angkasa dan ini merobek – robek hati dari putra – putra [[Dhrestarastra]].
 
== Lihat pula ==
* ''[[Bhismaparwa]]''
 
{{bhagawadgita}}
'''''Arjuna meninjau ke medan'''''
 
20. O Maharaja, dengan melihat putra – putra Dhristarashtra yang telah teratur pada tempatnya siap sedia untuk berperang dan penembakan akan dimulai, maka Arjuna dengan Dwaja memakai simbol Hanuman (monyet) mengambil panahnya dan lalu berkata kepada Krishna sebagai berikut :
21. – 22.
O achyuta, tempatkanlah keretaku diantara kedua tentara itu supaya aku dapat melihat mereka yang berdiri di sini dan mempunyai keinginan untuk berperang di medan perang ini, dengan siapa aku harus mengadu jiwa.
23. Karena aku ingin melihat mereka yang berkumpul di sini, siap untuk berperang dan berhajat, benar untuk mencapai kemenangan di dalam peperangan ini demi cinta mereka pada putra Dhristarashtra yang berpikiran jahat itu.
24. Jadi dengan ucapan Arjuna ini, Krishna lalu menarik kereta yang terbaik ke antara dua pasukan tentara, O Dhristarashtra.
25. Di hadapan Bhisma, Drona dan semua raja – raja lalu berkata : “ O Arjuna lihatlah para Kuru berkumpul di sini”.
26. Di sana Arjuna melihat berdiri pada kedua belah pihak, nenek – nenek, mertua – mertua dan paman – paman, kakak – kakak, dan saudara sepupu, kepunyaannya sendiri anak – anak dan cucu – cucu, teman – teman, guru – guru dan juga teman – teman yang lainnya.
27. Jadi setelah melihat semua kaum keluarga berdiri teratur, Arjuna lalu berbicara dengan berduka – cita, diliputi dengan penuh rasa belas kasihan.
28. – 29.
Ia diliputi oleh rasa Maha Kasih dan menyatakan ini dalam kesedihan ;
Duka cita Arjuna :
“O Krishna, setelah aku melihat kaum keluargaku hadir di sini, ingin berperang anggota badanku tidak berdaya lagi dan mulut menjadi kering dan rambut tak bergerak lagi.
30. Panah Gandiwa tergelincir dari tanganku dan kulit terbakar. Juga aku tak dapat berdiri tegak dan pikiranku goncang.
31. Aku melihat ciri – ciri yang tidak baik.
O Krishna, pun juga aku tak melihat adanya suatu kebaikan dengan membunuh orang – orangku di dalam peperangan.
32. Aku tak mengingini kemenangan, kerajaan dan kesukaan. Apakah gunanya kerajaan itu bagi kita, O Krishna dan apakah pula gunanya kesenangan dan hidup ini ?
33. Untuk kepentingan mereka kita mengingini kerajaan, kenikmatan dan kepuasan, kini semua mereka itu pada berdiri di sini di dalam medan perang, mempertaruhkan jiwa dan kekayaannya.
34. Guru – guru, bapak – bapak, putra – putra, dan juga nenek – nenek, laki – laki, paman – paman dan mertua – mertua, cucu – cucu dan ipar – ipar dan keluarga lainnya.
35. O Krishna, aku tak ingin membunuh mereka, meskipun aku tebunuh olehnya. Meskipun untuk kekuasaan di Tri Loka apalagi hanya untuk kekuasaan di bumi ini saja.
36. Kenikmatan apakah yang akan dilimpahkan atas diri kita setelah membunuh putra – putra Dhristarashtra? Hanya dosalah balasannya atas diri kita jika membunuh penjahat – penjahat ini.
37. Jadi tidaklah patut kita membunuh putra – putra Dhristarashtra yaitu keluarga kita. Sesungguhnya, O Krishna, bagaimanakah kita dapat bergembira dengan jalan membunuh orang – orang kita?
38. Mereka dengan pikiran diliputi oleh perasaan loba dan tamak tidak melihat kesalahan dalam menghancurkan keluarga dan juga tidak tahu berdosalah jika berduhaka terhadap teman.
39. Tapi kita, O Krishna, yang mengetahui bahwa menghancurkan keluarga itu dosa, apakah sebabnya kita tidak mempunyai kebijaksanaan untuk dapat melepaskan diri dari perbuatan durhaka itu.
40. Keluarga yang di dalam keadaan keruntuhan, Dharmanya menemui ajalnya. Jika Dharma menemui ajalnya seluruh keluarga diliputi perasaan A-Dharma.
41. Dan jika A-Dharma meliputi suasana, O Krishna maka para wanita dari kaum keluarga menjadi jatuh moralnya dan bila para wanita moralnya jatuh, O Krishna, maka terjadilah kekacauan alam manusia.
42. Kekacauan alamnya ini, adalah sebenarnya alam neraka bagi keluarga dan juga bagi mereka yang menghancurkannya. Karena jiwa dari leluhur mereka tidak ada yang menghaturi sajen.
Ini adalah menunjukkan upacara yang dinamakan Sraddha didalam agama Hindu. Yang terpenting didalam upacara ini adalah memberikan sumbangan yang berupa buah pikiran yang berguna kepada keluarga dari yang meninggal dan kepada semua mereka yang telah menduduki Pitra – Loka, tempat yang buat sementara waktu, segera sesudah meninggal. Upacara ini disertai dengan sajen yang nyata. Orang – orang yang miskin juga diberi makanan disini yang maksudnya agar mereka dapat memperoleh kebahagiaannya.
43. Dari perbuatan yang salah dari mereka yang merusak keluarga dan mengacaukan keadaan alam manusia, maka lenyaplah jati dharma dan kula dharma yang dari zaman dahulu.
Jati dharma – dharma yang dianut menurut kelahirannya.
Kula dharma – dharma yang dianut menurut keluarga.
44. O Krishna, kita dapat mendengar, bahwa tinggal di dalam neraka adalah tak dapat disingkirkan bagi mereka yang Kula dharmanya telah menemui kehancuran.
45. Aduh, sungguh besar dosa yang kita perbuat dengan mengambil keputusan untuk membunuh keluarga sendiri yang didorong oleh perasaan loba untuk kepuasan kerajaan.
46. Adalah sebetulnya jauh lebih baik jika putra – putra dari Dhristarashtra dengan memegang senjata, membunuh aku dalam peperangan, selama aku tinggal diam yang tanpa senjata dan tanpa perlawanan.
47. Sanjaya berkata :
“Jadi setelah berbicara di medan perang, Arjuna sambil membuang panah dan busurnya lalu terhenyak di atas tempat duduk kereta dengan pikiran yang susah dan sedih”.
Didalam Upanishad dari Bhagawad Gita, Brahmavidya, ilmu tentang abadi, Yoga Sastra dan pembicaraan antara Sri Krishna dan Arjuna.
 
{{hindu-stub}}
 
[[Kategori:Bhagawadgita]]