Abdul Khaliq Ghajadwani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Riznaldo (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
k ~PL
 
(8 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 95:
“Suatu hari ketika ia membaca Qur’an dihadapan Shaikh Sadruddin, ia sampai pada ayat: “Ajaklah dengan kerendahan hati, dan melalui kerahasiaan hatimu. Jelas, ia tidak menyukai siapapun yang melanggar batas kebenaran” [7:55].
Ayat ini membuatnya segera bertanya kepada Shaikh Sadruddin tentang kenyataan Zikr tanpa suara dan metodenya. Abdul Khaliq kembali bertanya: “Pada Zikir bersuara, kau harus menggunakan lidah dan orang bisa mendengar dan melihatmu, sedangkan pada zikr tanpa suara (zikr sirr), Setan bila mendengarmu, dimana Nabi bersabda dalam hadits: “Syaitan mengalir di dalam urat saraf anak Adam pada tempat mengalirnya darah,” Terus bagaimana, Oo…Shaikhnya Sadruddin, makna dari kalimat Ajak melalui kerahasiaan hatimu?” Shaikhnya menjawab, ‘O anakku, hal ini adalah pengetahuan spiritual surgawi yang tersembunyi, dan aku berdoa semoga Allah mengirim seorang wali Allah bagimu untuk memberi jawaban bagi lidah dan hatimu mengenai realitas zikir sirri ini.’
“Sejak saat itu Shaikh Abdul Khaliq al-Ghajdawani menunggu doanya dikabulkan. Suatu hari ia bertemu KhidrKhidir AS yang berkata kepadanya, “Sekarang, anakku, aku telah mendapat ijin dari Nabi SAW untuk memberikan inspirasi kepada lidah dan hatimu, Zikir yang tersembunyi (dengan angkanya?).’ ia memerintahnya untuk merendam diri dalam air dan untuk memulai melakukan zikir dalam hati (LAA ILLAHA ILLALLAH MUHAMMADUN RASUL ALLAH). Ia melakukan zikir ini setiap hari, Sampai Cahaya ilahiah, Hikmah illahiah, Cinta ilahiah dan Ketertarikan Illahiah terbuka dalam hatinya. Karena anugerah itulah, orang mulai tertarik dengan Abdul Khaliq dan mengikuti jalannya, dan ia menerima mereka untuk ikut di jalan Nabi.
 
“Dia adalah orang pertama dan guru di Jalan Sufi yang menjalankan Zikir Hati. Ketika syaikh spiritualnya, al-Ghawth ar-Rabbani, Yusuf al-Hamdani, datang ke Bukhara, dia melayaninya. Dia bercerita, Ketika berusia 22 tahun, Shaikh Yusuf al-Hamadani memohon Khidr agar terus menjagaku sampai wafatku.”
Baris 104:
“O anakku, kusarankan agar kau mencari pengetahuan dan perilaku benar serta rasa takut kepada Allah. Ikuti jejak para Salaf (generasi guru-guru pendahulumu) yang soleh. Pegang erat Sunah Nabi, dan berteman dengan orang beriman. Bacalah jurisprudensi dan riwayat hidup Nabi dan tafsir Qur’an. Hindari sifat sombong, dan lakukan ibadah shalat. Hati-hati dengan ketenaran dan bahayanya.
 
Bergaulah diantaradi antara orang kebanyakan dan jangan mencari kedudukan. Jangan berteman dengan raja dan anak-anaknya maupun para innovator. Tetap diam, jangan makan ataupun tidur berlebihan. Larilah dari manusia seperti kau lari dari singa. Lakukan khalwat. Makan yang halal dan tinggalkan sikap ragu kecuali bila diperlukan. Hindari cinta dunia karena hal itu akan mematikan hati. Jangan mempermalukan siapapun. Jangan mengagumi dirimu. Jangan berdebat dengan orang. Jangan bertanya pada siapapun kecuali Allah.
 
Jangan minta pelayanan orang lain. Layani syaikhmu dengan uang dan kekuatanmu dan jangan mengkritik tindakan mereka. Siapapun yang mengkritik mereka tidak akan aman karena ia tidak mengerti mereka. Lakukan perbuatan yang tulus dengan niat hanya untuk Allah. Berdoalah kepadaNya dengan kerendahan hati. Lakukan urusanmu sesuai aturan, jadikan masjid menjadi rumahmu perlakukan Temanmu Tuhanmu.”
 
== Prinsip-prinsip Ajaran Naqsyabandiyah ==
‘Abdul Khaliq al-Ghajdawani menuliskan paragraf berikut sebagai prinsip-prinsip Jalan Sufi Naqsyabandi:
Baris 112 ⟶ 113:
Hosh berarti “pikiran.” Dar berarti “masuk.” Dam berarti “nafas.” Menurut Abdul Khaliq al-Ghajdawani qs, artinya:
“Pencari yang bijak harus melindungi nafasnya dari ketidakpedulian, keluar dan masuk, agar hatinya selalu dalam Kehadirat Ilahiah; dan ia harus membangun nafasnya dengan penghambaan dan pelayanan kepada Tuhannya secara bergairah. Karena setiap nafas keluar dan masuk dengan Kehadirat adalah hidup dan tersambung dengan kehadirat illahiah. Setiap nafas keluar dan masuk tanpa perhatian adalah mati dan tidak bersambung dengan kehadirat illahiah.
Ubaidullah al-Ahrar q.s berkata, “Misi terpenting seorang pencari di Jalan ini adalah menjaga nafasnya, dan siapapun yang tidak bisa menjaga nafasnya, akan disebut dengan, akan disebut dengan, ‘kehilangan dirinya.’
Syekh Bahauddin Naqshbandi q.s berkata, “Jalan ini dibangun dari nafas. Maka menjadi suatu kehausankeharusan bagi siapapun untuk menjaga nafasnya pada saat menarik dan mengeluarkannya, yaitu pada interval penarikan dan pengeluaran.”
Shaikh Abul Janab Najmuddin al-Kubra menulis dalam bukunya, Fawatih al-Jamal, “Zikir adalah pengaliran didalam badan setiap makhluk hidup melalui nafas mereka – meski tanpa keinginan – sebagai tanda kepatuhan, sebagai bagian dari ciptaan mereka. Melalui nafas mereka, suara lafal “Ha” dari Nama Illahiah Allah terbentuk dari setiap ekshalasi dan inhalasi, sebagai tanda Zat Yang Tak Terlihat untuk menekankan Keunikan Tuhan. Maka dari itu, penting untuk hadir bersama nafas tersebut, untuk menyadari Esensi Sang Pencipta.”
Kata ‘Allah’ yang mencakup 99 Nama dan Atribut terdiri dari empat huruf, Alif, Lam, dan Hah (Allah). Kaum Sufisme mengatakan bahwa Esensi tidak terlihat (gaib) mutlak dari Allah SWT dinyatakan oleh huruf terakhir Alif, “Ha” Selain itu juga mewakili Gaib Mutlak “Diri-nya” (“He-ness”) dari Tuhan Yang Mulia (Ghayb al-Huwiyya al-Mutlaqa illah ‘azza wa jall). Huruf Lam pertama adalah untuk mengidentifikasi (tacrif) dan huruf Lam kedua adalah untuk penekanan (mubalagha).
Baris 140 ⟶ 141:
“Khalwat” berarti menyepi. Artinya diluar bersama orang-orang meski didalam teteap bersama Tuhan. Ada dua kategori khalwat. Pertama ialah khlawat eksternal dan kedua ialah khalwat internal.
Khalwat eksternal mermerlukan para pencari agar menyepikan dirinya di suatu tempat tanpa kehadiran manusia. Tinggal seorang diri, konsentrasi dan meditasi untuk Zhikrullah, mengingat Tuhan, demi pencapaian suatu tingkat dimana Kerajaan Surga menjadi wujud. Kalau kalian merantai rasa eksternal, maka rasa internal akan bebas mencapai Kerajaan Surga. Hal ini akan membawa kalian ke kategori kedua: khalwat internal.
Khalwat internal artinya menyepi diantaradi antara manusia. Sehingga hati para pencari harus hadir bersama Tuhannya dan tidak bersama CiptaanNya, sementara ia hadir secara fisik diantaradi antara manusia. Dikatakan bahwa, “Para pencari akan melakukan Zikir hati secara mendalam, bahkan jika ia masuk kedalam kerumunan, maka ia tidak akan mendengar suara mereka. Tingkatkan Zikir begitu menguasinya.
Manifestasi Kehadirat Illahiah menarik dan membuatnya tidak sadar akan semua kecuali Tuhannya. Inilah tingkatan tertinggi khalwat, dan dianggap sebagai khalwat sesungguhnya, seperti ditulis dalam Qur’an Suci: “Seseorang yang urusan atau keuntungan tidak menariknya untuk bersama Tuhan” [24:37]. Ini adalah jalan Naqsyabandi.
Khalwat terpenting dari para shaykh Naqsyabandi adalah khalwat internal. Mereka bersama Tuhan tetapi juga terus bersama orang. Sesuai sabdan Nabi, “aku punya dua sisi: satu menghadap Penciptaku dan yang satunya menghadap ciptaan.” Shaikh Naqshband menekankan kebaikan dari perkumpulan ketika ia berkata: Thoriqohuna as-suhbat wa-l-khairu fil-jamciyyat, “Jalan Kami adalah Pertemanan, dan Kebaikan ada dalam Perkumpulan.
Dikatakan bahwa orang beriman yang bisa bergaul dan ikut merasakan kesulitan orang lain adalah lebih baik dibandingkan dengan orang beriman yang menjauhi orang. Dalam hal tersebut Imam Rabbani berkata,
“Harus diketahui bahwa pencari, pada awalnya bisa melakukan khalwat eksternal untuk mengasingkan diri dari manusia, menghamba dan berkonsentrasi pada Allah, Yang Maha Kuasa dan Maha Agung, sampai ia mencapai tingkat yang lebih tinggi. Pada saat itu, ia akan dinasehatidinasihati oleh shaikhnya, seperti kata Sayyid al-Kharraz, ‘Kesempurnaan bukanlah pertunjukkan kekuatan hebat, tetapi kesempurnaan ialah untuk duduk bersama diantaradi antara orang lain, menjual dan membeli, menikah dan punya anak; tanpa pernah sedetikpun melupakan kehadirat Allah.”
Yang ke empat adalah khalwat dar anjuman, merasa sendiri ditengah keramaian, atau hatinya selalu bersama-sama dengan Allah SWT walaupun jasadnya berada ditengah-tengah orang banyak. Keadaan ini tidak mungkin bisa dicapai tanpa melalui latihan yang keras, diawali dengan banyak menyendiri lalu melakukan dzikir dan kontemplasi, atau berkhalwat selama tiga, lima, sepuluh, dua puluh dan empat puluh hari. Untuk melatih ini Syaikhuna mengajarkan teknik dzikir: ‘Dikerjakan di tengah hutan tanpa ada orang lain atau di ruangan khusus, sikap berdiri menghadap kiblat, lemaskan dan matikan badan, lidah dilipat kelangit-langit lalu tutup kedua telinga dengan jari telunjuk, konsentrasikan kepada bunyi dengungan yang muncul dan isi dengan dzikir lathif … Allah … Allah … Allah, kerjakan terus sampai muncul adanya gerakan-gerakan yang indah.’
 
Baris 174 ⟶ 175:
Yang kedelapan adalah yad dasyt, mengosongkan hati dari yang lain selain Allah SWT. Syaikhuna mengajarkan teknik yang tinggi untuk mengosongkan hati dari yang lain, dengan melakukan latihan yang sungguh-sungguh, terhadap kaifiat dzikir ini: ‘Kerjakan dzikir Jahr dan dzikir lathaif secara bersamaan, yaitu pada saat lidah mengucap Laa Ilaaha Illallaah, bersamaan dengan itu hati menyebut Allah .. Allah .. Allah, kerjakan ini sebanyak-banyaknya. Lalu setelah itu, meningkat dengan melipat lidah kelangit-langit, tetap mempertahankan gerakan dzikir jahr, akan tetapi yang menyebut Laa Ilaaha Illallaah adalah lidah hati, bersamaan dengan itu, lidah hati yang lain menyebut Allah … Allah … Allah dilakukan sebanyak-banyaknya sampai tenggelam dihadirat-Nya.
 
Disamping delapan prisip naqsyabandi ini, karya beliau yang agung dan masih dikerjakan oleh pengikut tarekat ini adalah Dzikir Khatm Khawajkan, dari segi bahasa memberikan pengertian Dzikir penutup para Khwaja (guru). Dan mempunyai keutamaan bagi yang membacanya, yaitu akan dipenuhi segala kebutuhannya, diperoleh apa yang diinginkannya, dicegah dari berbagai bencana, dinaikan kedudukannya beberapa derajat, serta muncul berbagai tajalli. Pekerjaan dzikir ini merupakan rukun bagi tarekat naqsyabandiyah, disamping dzikir ism zat (Allah) dan nafi isbat (Laa Ilaaha Illallaah). Dalam membaca dzikir ini ada beberapa etika yang harus dipenuhi terlebih dahulu, salah satunya adalah menutup pintu, ini dapat memberikan pengertian menutup pintu lahiriyah, yaitu pintu ruang dzikir dan menutup pintu batiniyah, yaitu menutup hati dari yang lain kecuali Allah selama membacanya. Lalu dikemudian hari Syaikh Ahmad Al Faruqi As Sirhindi Al Imam Rabbani (semoga Allah mensucikan ruhnya) menyusun juga khatm khawjakan dalam versi yang lain. Oleh karenanya pengikut tarekat naqsyabandiyah dapat melakukan satu diantaradi antara keduanya.
 
Kami sampaikan bahwa bahkan jika kalian mencapai level ilmu yang tinggi dan kalian menggunakan ilmu itu untuk memperlihatkan keajaiban, itu dilarang (tidak dapat diterima). Dan keajaiban hendaknya kalian simpan untuk kalian sendiri, kalian jangan memperlihatkan ego kalian. Ketika seseorang melakukan sesuatu, ia merasa telah melakukan suatu amal/perbuatan besar, kalian ingin memperlihatkan (siapa) diri kalian. Itulah sebabnya mengapa awliyaullah, khususnya kummal dari kaliber tinggi di antara Mata Rantai Emas, telah diperintahkan untuk tidak memperagakan keajaiban. Semua yang kalian lihat pada diri mereka tidak dianggap kejaiban; itu semua hanya masalah biasa yang mereka teteskan (semprotkan) di sekitar murid mereka agar semua murid tetap saling mendekat. Namun keajaiban sesungguhnya yang mereka lakukan adalah apa yang mereka kerjakan terhadap hati kalian dan membuat kalian bercahaya dan membawa kalian menghadap Nabi (s) sekali setiap dua puluh empat jam.
Baris 190 ⟶ 191:
Ia berkata, "Aku mengambilmu sebagai satu mayat di tangan pemandi mayat." Ia tidak berkata apa pun. "Jadi jika kau menerima, aku dapat membukanya untukmu. Jika kau tidak menerima, tidak ada izin untuk bukaan." Ia berkata, "Ya sayyidii aku menerima." Jadi apa yang harus dilakukan Syekh `Abdul-Khaliq al-Ghajdawani Qaddasallahu Sirrahu? Ia berkata akan membawanya jika ia menerima (syarat itu); ia berkata, "Aku terima." Beliau berkata, "Jangan, kau harus mati terlebih dulu. Aku akan menghancurkanmu. Apakah kau siap untuk dihancurkan?" "Menghancurkan aku? Bagaimana?" Masih saja ia punya pertanyaan (menggambarkan keraguan). Bukannya berkata, "Ya," ia berkata, "Bagaimana?" "Aku akan menembakmu. Kau terima jika aku menembakmu?" Ia lalu berpikir, "Bagaimana? Dengan sepucuk senjata?" Mereka tidak memerlukan senjata, awliyaullah. Dengan sebuah busur dan anak panah, mereka tidak memerlukan itu. Mereka akan menghancurkan kalian dengan ujian.
Beliau berkata, "Ya waladii jika kau memberikan hidupmu kepadaku sekarang, karena kau memiliki semua penampakan ini, kau dapat memberikan hidupmu sekarang dan menghancurkan egomu dalam cara yang akan kuperlihatkan kepadamu. Aku akan membawamu sepajang jalan itu dalam waktu tiga jam, bukan dalam satu saat. Dalam tiga jam." Awliyaullah dapat mengambil satu saat, namun tiga jam adalah seperti mencuci pakaianmu di dalam mesin cuci dan mengeringkannya. Jadi ia harus memandikan dan mengeringkannya, namun dengan apakah ia akan mencuci dan dengan apakah ia akan mengeringkannya? Beliau berkata, "Aku akan mencucimu dengan apa yang telah mereka gunakan untuk mencuciku. Dan ketika aku mencucimu, kau akan mulai mengerti ilmu yang kau capai pada Hari Perjanjian. Jadi siapkan dirimu."
 
== Perkataan Petunjuknya dan Petunjuk PerkataanyaPerkataannya ==
 
Beliau sentiasa berada dalam hal keadaan Khauf dan ketakutan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga walau di mana saja beliau duduk, beliau akan duduk seolah-olah dirinya akan dibunuh. Pada suatu hari ketika berada di tempat ibadatnya, beliau sibuk dengan menangis. Para sahabatnya bertanya kepada beliau, “Dengan segala kelebihan yang Allah Ta’ala telah kurniakan kepadamu, mengapa kamu begitu Khauf ketakutan dan menangis?
Baris 206 ⟶ 208:
Pada suatu ketika, seorang Khadim datang kepadanya lalu bertanya apakah arti Faraghat? Syeikh ‘Abdul Khaliq Ghajdawani q.s pun berkata,
“arti Faraghat pada hati ialah seseorang itu tidak menemui sebarang jalan untuk mencintai Dunia bukan bermakna dia bebas dari sebarang urusan Dunia. Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyatakan menerusi Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Fa Iza Faraghta Fansab” pada Surah Alam Nasyrah ayat 7 yang mafhumnya, “Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain,” yaitu bermaksud bahwa kosongkanlah hatimu kemudian sibukkanlah diri dengan mengingati Kami.
Sesungguhnya bagi Para Ahlullah, dalam urusan jual beli mereka dan perbualan/perbincangan hubungan mereka sesama makhluk tidak menjadikan ingatan Zikir terhadap Allah Ta’ala itu sebagai suatu kesukaran. Kerana itulah Allah Ta’ala memuji jamaahjemaah golongan tersebut dan inilah yang dimaksudkan sebagai para lelaki yang sebenar menerusi FirmanNya,
 
“Para lelaki yang tidak dilalaikan pada mereka perniagaan dan tidak pula jual beli dari mengingati Allah Ta’ala.”
Baris 224 ⟶ 226:
Khalifa keempat yaitu 'Arif ar-Rayukari q.s. Pada khalifa keempat inilah Abdul Khaliq qs menurunkan Rahasia Rantai Emas Naqsyabandi di mana makamnya sering di ziarahi sampai sekarang.
 
== PranaraPranala Luarluar ==
http://farid.zainalfuadi.net/sanad-emas-ke-11-abdul-khaliq-al-Ghajdawani/{{Pranala mati|date=Juni 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/6-masyaikh/abdul-khaliq-al-Ghajdawani{{Pranala mati|date=Mei 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
https://web.archive.org/web/20120303111446/http://www.naqshbandi.org/chain/9.htm
Omar Ali Shah (1998). The Rules or Secrets of the Naqshbandi Order. Tractus Books. ISBN 2-909347-09-5.