Hak asasi manusia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 114.125.45.98 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Mimihitam
Tag: Pengembalian
Zona Tenang (bicara | kontrib)
k Menambah Kategori:Manusia menggunakan HotCat
 
(71 revisi perantara oleh 27 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{artikel pilihan}}
{{Hak Asasi Manusia}}
'''Hak asasi manusia''' (disingkat '''HAM''', {{lang-en|human rights}}, {{lang-fr|droits de l'homme}}) adalah sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia. Hak asasi manusia berlaku kapanpunkapan saja, di manapunmana saja, dan kepada siapapunsiapa saja, sehingga sifatnya universal. HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut. Hak asasi manusia juga, tidak dapat dibagi-bagi, saling berhubungan, dan saling bergantung. Hak asasi manusia biasanya dialamatkan kepada negara, atau dalam kata lain, negaralah yang mengemban kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia, termasuk dengan mencegah dan menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh swasta. Dalam terminologi modern, hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi [[hak sipil dan politik]] yang berkenaan dengan [[kebebasan sipil]] (misalnya [[hak untuk hidup]], hak untuk tidak disiksa, dan [[kebebasan berpendapat]]), serta [[hak ekonomi, sosial, dan budaya]] yang berkaitan dengan akses ke [[barang publik]] (seperti hak untuk memperoleh pendidikan yang layak, hak atas kesehatan, atau hak atas perumahan).
 
Secara konseptual, hak asasi manusia dapat dilandaskan pada keyakinan bahwa hak tersebut "dianugerahkan secara alamiah" oleh alam semesta, Tuhan, atau [[nalar]]. Sementara itu, mereka yang menolak penggunaan unsur alamiah meyakini bahwa hak asasi manusia merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat. Ada pula yang menganggap HAM sebagai perwakilan dari klaim-klaim kaum yang tertindas, dan pada saat yang sama juga terdapat kelompok yang meragukan keberadaan HAM sama sekali dan menyatakan bahwa hak asasi manusiatersebut hanya ada karena manusia mencetuskan dan membicarakan konsep tersebut.

Dari sudut pandang hukum internasional, hak asasi manusia sendiri dapat dibatasi atau dikurangi dengan syarat-syarat tertentu. Pembatasan biasanya harus ditentukan oleh hukum, memiliki tujuan yang sah, dan [[diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis]]. Sementara itu, pengurangan hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat yang mengancam "kehidupan bangsa", dan pecahnya perang pun belum mencukupi syarat ini. Selama perang, [[hukum kemanusiaan internasional]] berlaku sebagai ''[[lex specialis]]''. Walaupun begitu, sejumlah hak tetap tidak boleh dikesampingkan dalam keadaan apapunapa pun, seperti hak untuk bebas dari [[perbudakan]] maupun [[penyiksaan]].
 
Masyarakat kuno tidak mengenal konsep hak asasi manusia universal seperti halnya masyarakat modern. Pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi manusia adalah konsep [[hak kodrati]] yang dikembangkan pada [[Abad Pencerahan]], yang kemudian memengaruhi wacana politik selama [[Revolusi Amerika]] dan [[Revolusi Prancis]]. Konsep hak asasi manusia modern muncul pada paruh kedua abad kedua puluh, terutama setelah dirumuskannya [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia]] (PUHAM) di [[Paris]] pada tahun 1948. Semenjak itu, hak asasi manusia telah mengalami perkembangan yang pesat dan menjadi semacam kode etik yang diterima dan ditegakkan secara global. Pelaksanaan hak asasi manusia di tingkat internasional diawasi oleh [[Dewan Hak Asasi Manusia PBB]] dan [[badan traktat PBB|badan-badan traktat PBB]] seperti [[Komite Hak Asasi Manusia PBB]] dan [[Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya]], sementara di tingkat regional, hak asasi manusia ditegakkan oleh [[Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa]], [[Pengadilan Hak Asasi Manusia Antar-Amerika]], serta [[Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk Afrika]]. [[Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik]] (ICCPR) dan [[Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya]] (ICESCR) sendiri telah [[ratifikasi|diratifikasi]] oleh hampir semua negara di dunia saat ini.
 
== Sejarah ==
{{main|Sejarah hak asasi manusia}}
[[Berkas:Magna Carta (British Library Cotton MS Augustus II.106).jpg|jmpl|kiri|200px|Piagam [[Magna Carta]] yang sering dianggap sebagai piagam hak pertama, walaupun piagam ini sangat berbeda dengan piagam HAM modern karena hanya menjamin hak-hak para bangsawan Inggris.{{sfn|Bates|2010|p=19}}]]
Upaya untuk menelusuri sejarah hak asasi manusia terganjalterhalang oleh perdebatan mengenai titik awalnya.{{sfn|Bates|2010|p=18}}{{sfn|Hoffmann|2011|p=4}} Secara umum dan abstrak, nilai-nilai yang mendasari hak asasi manusia (seperti [[keadilan]], [[kesetaraan politik|kesetaraan]], dan [[martabat]]) dapat ditemukan dalam berbagai masyarakat dalam sejarah.{{sfn|Brems|2001|p=17}} Konsep-konsep yang terkait dengan hak asasi manusia sudah dapat ditelusuri paling tidak semenjak dikeluarkannya [[Undang-undang Hammurabi|Undang-Undang Hammurabi]] di [[Babilonia]] pada abad ke-18 SM, dan juga dengan munculnya kitab-kitab agama.{{sfn|Bates|2010|p=18}} Apabila yang dijadikan tolok ukur adalah sejarah gagasan bahwa semua manusia memiliki [[hak kodrati]], konsep ini sudah ada setidaknya dari zaman [[Yunani Kuno]] dengan munculnya pemikiran filsuf-filsuf [[Stoikisme]].{{sfn|Bates|2010|p=18}} <!--Pada zaman [[Romawi Kuno|Romawi]], terdapat pula konsep yang serupa dengan ''ius humanum'', walaupun hak ini bukanlah hak yang dianggap alamiah dan berlaku untuk semua manusia, tetapi merupakan hak yang diciptakan oleh manusia.{{sfn|Hoffmann|2011|p=4}}--> AkanNamun, tetapiklaim-klaim historis semacam ini telah menuai kritikan karena dianggap menyamaratakan gagasan mengenai keadilan, apabilakesetaraan, sejarahdan HAMkemanusiaan dengan konsep hak asasi manusia modern.{{sfn|Donnelly|2007|p=284}}

Apabila yang ditelusuri adalah sejarah HAM modern yang ditegakkan secara hukum di tingkat nasional dan internasional saat ini, dapat dikatakan bahwamaka sejarahnya bermula dari piagam-piagam yang mencantumkan kebebasan-kebebasan yangdalam melindungi pemilik hak dari penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin,. dan dokumenDokumen yang mungkin bisa dianggap sebagai titik awalnyaawal adalahadanya HAM yaitu [[Magna Carta]] di [[Kerajaan Inggris]] dari tahun 1215.{{sfn|Bates|2010|p=18}}{{sfn|Brems|2001|p=17}} Namun, Magna Carta pun masih dianggap bermasalah, karena dokumen ini hanya melindungi para bangsawan yang kuat dari kekuasaan [[Raja Inggris]].{{sfn|Bates|2010|p=19}} Maka dari itu, masa yang dianggap sangat berpengaruh terhadap konsep HAM modern yang mencakup semua umat manusia adalah [[Abad Pencerahan]] pada abad ke-18 dengan munculnya tulisan-tulisan karya [[John Locke]] yang terkait dengan [[hukum kodrat]].{{sfn|Brems|2001|p=17}} Pakar hak asasi manusia [[Eva Brems]] bahkan membuat pernyataan yang lebih keras dalam bukunya yang berjudul ''Human Rights: Universality and Diversity'' (2001) dengan menyatakan bahwa "Sumber rumusan hak asasi manusia di tingkat internasional saat ini sulit untuk ditilik kembali ke masa sebelum Abad Pencerahan, atau di tempat di luar [[Eropa]] dan [[benua Amerika|Amerika]]. Gagasan bahwa [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia|PUHAM]] berakar dari segala kebudayaan tidaklah lebih dari sekadar mitos."{{sfn|Brems|2001|p=7}} Pakar HAM Jack Donnelly juga menulis bahwa "Tidak ada masyarakat, peradaban, atau budaya sebelum abad ketujuhbelas (...) yang telah memiliki praktik, atau bahkan visi, yang banyak didukung mengenai hak asasi manusia secara individual yang setara dan tak dapat dicabut."{{sfn|Donnelly|2007|p=284-285}}
 
=== Para pemikir pencerahan ===
Baris 23 ⟶ 28:
Gagasan Locke mengenai hak kodrati untuk pertama kalinya diejawantahkan secara hukum di [[Amerika Serikat]]. [[Deklarasi Hak-Hak Virginia]] yang dikeluarkan pada tanggal 12 Juni 1776 dianggap sebagai piagam hak pertama yang sejalan dengan konsep modern; dokumen tersebut tidak hanya mengakui bahwa semua manusia itu setara, bebas, dan memiliki hak-hak yang melekat pada dirinya, tetapi juga mencantumkan daftar hak-hak yang dilindungi, seperti hak untuk memperoleh [[proses hukum yang semestinya]] dan [[kebebasan berekspresi]].{{sfn|Bates|2010|p=21-22}} Setelah itu, [[Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat]] yang dikumandangkan pada tanggal 4 Juli 1776 berisi preambul yang sangat tersohor:
{{cquote2|Kami menganggap kebenaran-kebenaran ini terbukti sendiri, bahwa semua manusia diciptakan sama, bahwa mereka dianugerahi oleh Pencipta mereka hak-hak tertentu yang tidak bisa dipungkiri, di antaranya hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan. Bahwa untuk mengamankan hak-hak ini, Pemerintahan dilembagakan di antara manusia, kekuasaan mereka diperoleh dari persetujuan mereka yang diperintah; bahwa kapan saja setiap bentuk pemerintahan menghambat tujuan ini, maka hak rakyat untuk mengubah atau membubarkannya (...).{{sfn|Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat|1776}}}}
Pada tahun yang sama, ketika [[Revolusi Prancis]] tengah bergelora, [[Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara]] dimaklumkan oleh [[Majelis Nasional Prancis]] pada tanggal 26 Agustus 1789.{{sfn|Bates|2010|p=22}} Deklarasi ini turut menegaskan bahwa manusia memiliki hak yang alamiah dan tidak dapat dicabut.{{sfn|Tomuschat|2008|p=14}} Setelah itu, di negara yang sama, muncul pula [[Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara 1793]] dan [[Konstitusi Tahun III|Deklarasi Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Manusia dan Warga Negara]] 1795. Di Amerika Serikat, hak asasi turut diakui di tingkat negara bagian, seperti di [[New York (negara bagian)|New York]] pada tahun 1777 dan [[Massachusetts]] pada tahun 1780, serta di tingkat federal dalam bentuk [[Deklarasi Hak-Hak]] tahun 1791 yang merupakan sepuluh [[amendemen]] pertama terhadap [[Konstitusi Amerika Serikat]].{{sfn|Brems|2001|p=17}}
 
Deklarasi-deklarasi ini pada praktiknya tidak memiliki cakupan yang universal. Pada Abad Pencerahan, "manusia" dianggap sebagai laki-laki yang dapat melindungi dirinya sendiri, sehingga budak kulit hitam, perempuan, anak-anak, dan bahkan [[hamba tani]] tidak termasuk ke dalam cakupan. Banyak dari para perumus Deklarasi Hak-Hak di Amerika Serikat yang menerima institusi [[perbudakan]] dan menganggap wanita tidak layak untuk terlibat dalam urusan politik.{{sfn|Brems|2001|p=18}} Di Prancis, walaupun para perumus Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara tahun 1789 tidak membatasi cakupannya kepada orang Prancis saja, usulan "[[Deklarasi Hak Asasi Wanita dan Warga Negara Perempuan]]" yang dicetuskan oleh [[Olympe de Gouges]] pada tahun 1791 tidak digubris.{{sfn|Brems|2001|p=18}} Pada zaman tersebut, wanita juga dianggap memiliki kodrat irasional, sehingga [[Konvensi Nasional Prancis]] menyatakan pada tahun 1793 bahwa anak-anak, wanita, orang gila, dan tahanan tidak akan dianggap sebagai warga negara (untuk tahanan, sampai ia direhabilitasi).{{sfn|Brems|2001|p=19}} Walaupun begitu, dokumen-dokumen ini tetap berhasil mengubah gagasan Locke dan filsuf-filsuf pencerahan lainnya menjadi hukum positif. Selain itu, deklarasi-deklarasi ini juga menjadi terobosan karena mampu membatasi kekuasaan negara dengan berbagai cara, termasuk dengan melindungi hak-hak individu. Tatanan konstitusi semacam ini kemudian menyebar ke negara-negara lain, seperti [[Republik Batavia|Belanda]] pada tahun 1798, [[Konstitusi Spanyol 1812|Spanyol]] pada tahun 1812, [[Belgia]] pada tahun 1831, [[Liberia]] pada tahun 1847, [[Kerajaan Sardinia-Piemonte|Sardinia]] pada tahun 1848, dan [[Prusia]] pada tahun 1850.{{sfn|Bates|2010|p=25}}
Baris 35 ⟶ 40:
Konstitusi negara-negara Eropa pada abad ke-19 juga menghindari penyebutan konsep "hak asasi manusia" maupun "hak kodrati". Hak asasi manusia sudah tidak lagi disebutkan dalam Konstitusi Prancis setelah tahun 1799 dan baru muncul lagi pada tahun 1946.{{sfn|Hoffmann|2011|p=8}} Di tengah bergeloranya [[Revolusi 1848]], rancangan [[Konstitusi Frankfurt]] mengandung daftar "hak-hak dasar" (''Grundrechte''). Namun, seperti konstitusi-konstitusi lainnya pada zaman itu, hak-hak tersebut hanya dapat dinikmati oleh warga negara, seperti yang dapat dilihat dari namanya, ''Grundrechte des deutschen Volkes'', sehingga hak-hak tersebut bukanlah hak yang berlaku secara universal seperti halnya hak asasi pada zaman modern. Setelah kegagalan revolusi ini, [[positivisme hukum]], atau gagasan bahwa tidak ada hukum di luar undang-undang, berhasil menyingkirkan doktrin hukum kodrati sebagai justifikasi untuk menganugerahkan hak. Hak asasi manusia sendiri tidak disebutkan dalam [[Konstitusi Kekaisaran Jerman]] tahun 1871, dan daftar hak-hak dan kewajiban-kewajiban baru muncul lagi dalam [[Konstitusi Republik Weimar]] tahun 1919.{{sfn|Hoffmann|2011|p=9}} Di tingkat internasional, gagasan "hak kodrati" hanya dijadikan sebagai dalih untuk melancarkan misi pemberadaban.{{sfn|Hoffmann|2011|p=11}} Sebagai contoh, Prancis memiliki konsep ''mission civilisatrice'' sebagai pembenaran untuk "membebaskan" orang-orang Afrika dari kekuasaan pemimpin penduduk asli yang "terbelakang".{{sfn|Hoffmann|2011|p=8}} Pada masa itu, bangsa Eropa memang masih membedakan antara negara-negara yang "beradab" dengan masyarakat "tidak beradab" di luar Eropa dan Amerika. Hanya negara yang dianggap "beradab" yang memiliki hak, sementara wilayah masyarakat yang "tidak beradab" dapat sewaktu-waktu dicaplok oleh negara Eropa karena dianggap sebagai ''[[terra nullius]]'' ("tanah tak bertuan").{{sfn|Hoffmann|2011|p=10-11}}
 
Pada masa seusai [[Perang Dunia I]], perlindungan hak asasi manusia sama sekali tidak masuk ke dalam cakupan [[Piagam Liga Bangsa-Bangsa]],{{sfn|Beitz|2009|p=15}} walaupun perlindungan kelompok minoritas tetap menjadi perhatian dari organisasi internasional tersebut.{{sfn|Bates|2010|p=29-31}} Meskipun begitu, di tingkat nasional, muncul pergerakan-pergerakan hak asasi manusia, seperti [[Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia|Fédération Internationale des Droits de l’Homme]] yang didirikan di [[Paris]] pada tahun 1922. Organisasi tersebut menuntut dikeluarkannya deklarasi atau piagam hak asasi manusia dunia yang bersifat mengikat. Di kota yang sama, [[Académie Diplomatique Internationale]] yang didirikan oleh sejumlah pengacara internasional pada tahun 1926 merumuskan sebuah deklarasi, yang kemudian menginspirasi Deklarasi Hak Asasi Manusia Internasional yang dikeluarkan oleh [[Institut de droit international|Institut Hukum Internasional]] di New York pada tahun 1929.{{sfn|Beitz|2009|p=15-16}}
 
=== Pasca-Perang Dunia II ===
[[Berkas:EleanorRooseveltHumanRightsEleanor_Roosevelt_UDHR.pngjpg|ka|jmpl|upright=0.9|[[Eleanor Roosevelt]] sedang memegang teks [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia]] dalam [[bahasa Spanyol]] pada tahun 1949. Ia dikenal dengan pernyataannya di hadapan [[Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa]] bahwa suatu saat dokumen ini "dapat menjadi [[Magna Carta]] bagi seluruh umat manusia".{{sfn|Bates|2010|p=35}}]]
Pada saat berkecamuknya [[Perang Dunia II]], pada Januari 1941, [[Presiden Amerika Serikat]] [[Franklin Delano Roosevelt]] mencetuskan [[Empat Kebebasan]] yang menurutnya perlu dijamin oleh semua negara, yaitu "kebebasan mengeluarkan pendapat", "kebebasan beribadah kepada Tuhan dengan cara masing-masing", "hak untuk bebas dari kekurangan dan kemiskinan", serta "kebebasan dari ketakutan". Pada tanggal 14 Agustus 1941, Roosevelt dan [[Perdana Menteri Britania Raya]] [[Winston Churchill]] mengeluarkan [[Piagam Atlantik|Deklarasi Atlantik]] yang mengungkapkan harapan agar "manusia di semua negeri dapat menjalani hidup mereka bebas dari rasa takut atau kekurangan."{{sfn|Bates|2010|p=33}} Kemudian, pada awal tahun 1942, [[Deklarasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa]] dikumandangkan. Deklarasi yang menjadi cikal bakal [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] (PBB) ini ditandatangani oleh 47 negara yang menyatakan kesediaannya untuk mengikuti asas yang menyatakan bahwa "kemenangan mutlak atas musuh diperlukan untuk mempertahankan hidup, kebebasan, kemerdekaan, dan kebebasaankebebasan beragama, dan untuk memelihara hak asasi manusia dan keadilan di negeri mereka sendiri dan juga di negeri lain."{{sfn|Bates|2010|p=33}} Maka dari itu, hak asasi manusia pun menjadi salah satu aspirasi yang ingin diwujudkan oleh negara-negara Sekutu setelah mengalahkan [[Blok Poros]].{{sfn|Bates|2010|p=33}}
 
Seusai perang, aspirasi ini untuk pertama kalinya diejawantahkan dalam instrumen-instrumen hukum internasional. Mukadimah [[Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa]] yang ditetapkan pada tahun 1945 mengumandangkan tekad masyarakat PBB untuk:
{{cquote2|... menyelamatkan generasi penerus dari bencana perang, yang dua kali dalam hidup kita telah membawa kesedihan yang tak terhitung kepada umat manusia, dan menegaskan kembali keyakinan akan hak asasi manusia, atas martabat dan nilai pribadi manusia, dalam persamaan hak laki-laki dan perempuan dan bangsa-bangsa besar dan kecil, (...){{sfn|Piagam PBB|1945}}}}
Dengan ini, hak asasi manusia akhirnya menjadi perhatian masyarakat internasional, walaupun penyebutan istilah "hak asasi manusia" sebanyak enam kali dalam pasal-pasal Piagam PBB tidak membebankan kewajiban yang besar kepada negara-negara anggota.{{sfn|Bates|2010|p=34}} Mereka hanya diharuskan untuk mempromosikan "penghormatan hak asasi manusia seantero jagadjagat demikian pula pengejawantahannya serta kebebasan-kebebasan dasar bagi semua, tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama."{{sfn|Piagam PBB|1945}} Sebelumnya, terdapat usulan untuk mengambil langkah lebih lanjut. [[Chili]] dan [[Kuba]] bersedia menerima pasal-pasal yang menjamin hak-hak spesifik, sementara [[Panama]] pernah mengusulkan agar piagam tersebut mencantumkan daftar hak-hak asasi. Namun, usulan-usulan ini ditolak akibat kekhawatiran bahwa hal tersebut akan berdampak buruk terhadap [[kedaulatan]] masing-masing negara.{{sfn|Bates|2010|p=34}}
 
Pada tahun 1946, [[Komisi Hak Asasi Manusia PBB]] dibentuk dengan tugas untuk merumuskan Piagam Hak-Hak Internasional yang berlaku di seluruh dunia tanpa mengecualikan siapapunsiapa pun. Komisi ini kemudian memutuskan agar piagam semacam ini terdiri dari tiga bagian, yaitu sebuah deklarasi, sebuah konvensi yang berisi kewajiban-kewajiban hukum, serta bagian yang berisi tentang sistem pengawasan dan pengendalian. Tugas untuk merumuskan piagam ini diberikan kepada sebuah komite yang terdiri dari delapan anggota asal [[Australia]], Chili, [[Republik Tiongkok|Tiongkok]], [[Republik Keempat Prancis|Prancis]], [[Lebanon]], [[Britania]], [[Amerika Serikat]], dan [[Uni Soviet]], dan komite ini dikepalai oleh [[Eleanor Roosevelt]], istri mendiang Franklin Roosevelt. Maka dirumuskanlah [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia]] (PUHAM) yang dibuat berdasarkan rancangan dari ahli hukum [[Kanada]] [[John Peters Humphrey]] serta berdasarkan sebuah rancangan dari Britania Raya. Pada tanggal 10 Desember 1948, PUHAM diproklamasikan oleh 48 negara anggota PBB di [[Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa|Majelis Umum]].{{sfn|Bates|2010|p=35}}
 
{{quote|Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia...|Kalimat 1 dari Pembukaan Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia}}
Baris 56 ⟶ 61:
== Landasan konseptual ==
=== Analisis hak ===
Berdasarkan pemikiran yang dicetuskan oleh pakar hukum asal Amerika Serikat [[Wesley Newcomb Hohfeld]], "hak" dapat dianalisis dengan menggunakan empat macam "fenomena" yang menunjukkan hubungan antara hak dan kewajiban, yaitu "klaim", "keistimewaan" atau "kebebasan", "kuasa", dan "kekebalan". A dapat dikatakan memiliki hak-klaim yang menuntut B untuk melakukan sesuatu [[jika dan hanya jika]] B memiliki kewajiban kepada A untuk mengambil tindakan tersebut. Contohnya adalah hak atas kesehatan, karena hak ini membebankan kewajiban kepada negara untuk menjamin ketersediaan layanan kesehatan minimal.{{sfn|Kar|2013|p=109}} Kemudian, hak-kebebasan pada dasarnya adalah ketiadaan hak-klaim. A memiliki hak-kebebasan terhadap B untuk melakukan sesuatu jika dan hanya jika A tidak memiliki kewajiban terhadap B untuk tidak mengambil tindakan tersebut. Dalam kata lain, A tidak akan melanggar kewajiban terhadap B untuk tidak melakukan sesuatu jika A memutuskan untuk melakukan hal tersebut. Contohnya adalah hak atas kebebasan beragama. Hak atas kebebasan beragama biasanya dipandang sebagai ketiadaan hak-klaim dari negara terhadap rakyatnya untuk memeluk agama tertentu, sehingga siapapunsiapa pun tidak memiliki kewajiban terhadap negara untuk memeluk agama tertentu.{{sfn|Kar|2013|p=110}}
 
Hak-klaim dan hak-kebebasan dapat disebut sebagai "aturan primer" (''primary rules'') berdasarkan terminologi pakar hukum asal Britania Raya, [[H.L.A. Hart]], sebab keduanya berkaitan dengan aturan yang mewajibkan seseorang untuk mengambil atau menjauhi tindakan tertentu.{{sfn|Kar|2013|p=110-111}} Sementara itu, hak-kuasa dan hak-kekebalan dapat dikatakan sebagai "aturan sekunder" (''secondary rules''), yaitu aturan yang memberikan kemampuan kepada suatu pihak untuk mengubah aturan primer. Hak-kuasa pada dasarnya adalah hak apapunapa pun yang memberikan kemampuan kepada suatu pihak untuk mengubah hak-klaim atau hak-kebebasan. Contoh dari hak-kuasa adalah hak untuk merumuskan perjanjian dalam [[hukum perdata]]. Hak ini pada dasarnya memberikan kuasa kepada A untuk menganugerahkan hak-klaim baru kepada B yang membebankan kewajiban kepada A untuk melakukan hal tertentu. Sementara itu, hak-kekebalan merupakan ketiadaan hak-kuasa. Contohnya adalah pelarangan perbudakan: pemerintah tidak punya kuasa untuk memaksa rakyatnya menjadi budak, sehingga rakyat dapat dikatakan memiliki hak-kekebalan.{{sfn|Kar|2013|p=111}}
 
=== Hakikat ===
Baris 65 ⟶ 70:
Mazhab natural ini merupakan pandangan "tradisional" dalam bidang hak asasi manusia, tetapi seiring berjalannya waktu, semakin banyak yang beralih ke mazhab "deliberatif", yaitu sebuah mazhab yang menganggap hak asasi manusia sebagai nilai-nilai politik yang disepakati oleh suatu masyarakat. Mazhab ini menolak upaya untuk memasukkan unsur-unsur naturalistik ke dalam konsep hak asasi manusia. Para pendukung mazhab ini tetap ingin agar hak asasi manusia bersifat universal, tetapi mereka merasa bahwa hal ini hanya akan tercapai apabila semua orang menerima hak asasi manusia sebagai standar hukum dan politik terbaik untuk mengatur jalannya hidup masyarakat. Menurut mazhab deliberatif, salah satu cara untuk mengungkapkan nilai-nilai hak asasi manusia yang telah disepakati adalah melalui [[hukum tata negara]].{{sfn|Dembour|2010a|p=3}}
 
Mazhab yang ketiga, yaitu mazhab "protes", menyatakan bahwa hak asasi manusia menyampaikan klaim-klaim dari kaum miskin dan tertindas. Maka dari itu, hak asasi manusia dipandang sebagai klaim dan aspirasi yang berupaya mengubah ''[[status quo]]'' demi kepentingan kaum yang terpinggirkan.{{sfn|Dembour|2010a|p=3}} Sementara itu, mazhab "diskursus" mengklaim bahwa hak asasi manusia hanya ada karena orang-orang membicarakan konsep tersebut. Oleh sebab itu, tokoh-tokoh yang memiliki pandangan seperti ini merasa bahwa hak asasi manusia tidaklah dianugerahkan secara alamiah. Mereka tetap mengakui bahwa hak asasi manusia telah menjadi alat untuk mengemukakan klaim-klaim politik, tetapi mereka merasa khawatir dengan "imperialisme" berupa pemaksaan hak asasi manusia, dan mereka juga berupaya menunjukkan keterbatasan sistem hak asasi manusia yang bersifat individualistik. Pada saat yang sama, ada juga dari kalangan pendukung mazhab ini yang berpandangan bahwa hak asasi manusia kadang-kadang berdampak positif, tetapi mereka masih tidak percaya kepada hak asasi manusia dan menginginkan adanya proyek [[emansipasi]] yang lebih baik.{{sfn|Dembour|2010a|p=4}}
 
Ciri-ciri utama dari mazhab-mazhab ini dapat dilihat di tabel berikut:
Baris 115 ⟶ 120:
== Ciri-ciri ==
[[Berkas:Harmony Day (5475651018).jpg|jmpl|ka|250px|Hak asasi manusia bersifat universal dan berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali.]]
Terlepas dari perbedaan pandangan mengenai hakikatnya, berdasarkan makna harfiahnya, hak asasi manusia umumnya dianggap sebagai hak yang dimiliki seseorang karena ia adalah seorang manusia.{{sfn|Donnelly|2007|p=282}} Hak asasi manusia bersifat "universal", atau dalam kata lain hak tersebut dimiliki oleh semua orang di seantero jagadjagat. Maka dari itu, konsep "universal" dalam artian ini berkaitan dengan cakupan penerapan hak asasi manusia yang memadukan cakupan wilayah (''ratione loci'') terluas dengan cakupan perorangan (''ratione personae'') yang juga paling luas. Bahkan dapat dikatakan bahwa penyebutan istilah geografis dalam makna dari konsep "universal" itu berlebihan, karena hak asasi manusia berlaku kepada semua orang tanpa terkecuali, sehingga tidak masalah orang itu sedang berada di mana. Dalam konsep ini juga terkandung pemahaman bahwa tidak ada manusia yang lebih rendah daripada yang lain, dan juga bahwa tidak ada manusia yang "bukan manusia", sehingga asas universal sangat terkait dengan asas kesetaraan dan non-diskriminasi.{{sfn|Brems|2001|p=4}} Hal ini juga menandakan bahwa hak asasi manusia tidak dapat dicabut (''inalienable'') karena seseorang tidak dapat mengubah ataupun meniadakan jati diri manusianya.{{sfn|Donnelly|2007|p=283}}
 
Hak asasi manusia bersifat subjektif, dalam artian selalu ada yang menjadi pemilik hak. Setiap hak juga memiliki objek, misalnya "[[kebebasan berkumpul]]". Hak selalu dialamatkan kepada suatu pihak atau pihak-pihak lain, dan hak asasi manusia utamanya diarahkan kepada negara.{{sfn|Nickel & Reidy|2010|p=41}} Maka dari itu, hak asasi manusia dapat dianggap memiliki hakikat ganda dalam artian yang dikumandangkan tidak hanya keberadaan hak-hak, tetapi juga kewajiban serta pihak yang menjadi pemegang kewajiban tersebut.{{sfn|Shelton & Gould|2013|p=562}} Setiap hak juga merincikan posisi normatif pemilik hak dan pihak yang dialamatkan oleh hak tersebut. Sebagai contoh, hak untuk menikah bukan berarti setiap orang bisa mengklaim bahwa ia harus menikah.{{sfn|Nickel & Reidy|2010|p=41}} Kandungan normatif dari hak tersebut menyatakan bahwa setiap orang bebas mengubah status hukum mereka untuk hidup bersama dengan orang lain yang bersedia, dan tidak ada yang bisa dipaksa untuk menikah ataupun menerima lamaran orang lain. Berbagai hak juga memiliki pengecualian, contohnya adalah kebebasan berkumpul yang tidak dapat menghentikan negara dalam upaya mereka untuk memberantas organisasi kriminal.{{sfn|Nickel & Reidy|2010|p=42}}
Baris 121 ⟶ 126:
Dari sudut pandang [[hukum internasional]], penerima hak asasi manusia adalah individu, dan hak asasi hanya dapat dialamatkan kepada negara. Oleh sebab itu, hak asasi manusia tidak dapat dialamatkan kepada pihak perorangan ataupun organisasi masyarakat yang bukan bagian dari pemerintah,{{sfn|Kälin & Künzli|2009|p=31}} walaupun pemerintah tetap diwajibkan untuk melindungi rakyatnya dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh swasta.{{sfn|Joseph|2010|p=155-156}} Hak asasi manusia pada dasarnya berlaku pada masa damai maupun perang, meskipun terdapat berbagai hak dapat dikurangi dalam keadaan darurat.{{sfn|Kälin & Künzli|2009|p=31}} Hak asasi manusia sendiri dilindungi di tingkat internasional dengan tujuan untuk menjaga martabat manusia, sehingga hak-hak tersebut haruslah hak yang bersifat mendasar.{{sfn|Kälin & Künzli|2009|p=32}}
 
[[Proklamasi Teheran]] pada tahun 1968 menyatakan bahwa hak asasi manusia bersifat utuh atau tidak dapat dibagi (''indivisible'').{{sfn|van Boven|2010|p=178}} Dalam [[Deklarasi dan Program Aksi Wina]] yang dikumandangkan pada tahun 1993, negara-negara juga mengakui bahwa hak asasi manusia bersifat "universal", "tidak dapat dibagi", "saling bergantung" (''interdependent''), dan "saling berhubungan" (''interrelated'').{{sfn|Kälin & Künzli|2009|p=20}} Hal ini ditegaskan kembali dalam [[Pertemuan Puncak Dunia 2005]] dan juga oleh Resolusi Majelis Umum PBB tahun 2006 yang mendirikan [[Dewan Hak Asasi Manusia|Dewan Hak Asasi Manusia PBB]].{{sfn|van Boven|2010|p=178-179}} Selain itu, Deklarasi dan Program Aksi Wina juga menyatakan bahwa "penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar tanpa membeda-bedakan atas dasar apapunapa pun merupakan aturan dasar hukum hak asasi manusia internasional",{{sfn|Deklarasi dan Program Aksi Wina|1993}} dan instrumen-instrumen hak asasi manusia di tingkat internasional menjamin hak kesetaraan dan non-diskriminasi.{{sfn|Moeckli|2010|p=189}}
 
== Jenis-jenis hak ==
Baris 131 ⟶ 136:
{{utama|Hak sipil dan politik|Hak ekonomi, sosial, dan budaya}}
Hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi "[[hak sipil dan politik]]" dan "[[hak ekonomi, sosial, dan budaya]]".{{sfn|van Boven|2010|p=174}} Pada dasarnya, hak ekonomi, sosial, dan budaya berupaya memastikan agar individu dapat mengakses [[barang publik]] tertentu seperti perumahan, pendidikan, atau layanan kesehatan.{{sfn|De Schutter|2010|p=253}} Oleh sebab itu, hak ekonomi, sosial, dan budaya membutuhkan investasi yang besar dari negara, sehingga hak-hak tersebut tidak dapat diwujudkan dalam sekejap.{{sfn|OHCHR|2008|p=9}}{{sfn|van Boven|2010|p=175}} ICESCR mengakui kenyataan ini, dan Pasal 2 ICESCR hanya mengharuskan negara untuk mengupayakan "perwujudan progresif" (''progressive realization''):{{sfn|van Boven|2010|p=174}}
{{cquote2|Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini, berjanji untuk mengambil langkah-langkah, baik secara individual maupun melalui bantuan dan kerjasamakerja sama internasional, khususnya di bidang ekonomi dan teknis sepanjang tersedia sumber dayanya, untuk secara progresif mencapai perwujudan penuh dari hak-hak yang diakui oleh Kovenan ini dengan cara-cara yang sesuai, termasuk dengan pengambilan langkah-langkah legislatif.{{sfn|ICESCR|1966}}}}
 
Di sisi lain, [[hak-hak sipil dan politik]] berurusan dengan [[kebebasan sipil]], contohnya adalah [[hak untuk hidup]], [[kebebasan berserikat]], [[kebebasan berkumpul]], [[kebebasan berekspresi]], atau [[hak atas peradilan yang jujur]]. Negara hanya diwajibkan untuk tidak melanggar kebebasan tersebut. Contohnya, negara dapat dengan mudah menghormati [[hak untuk hidup]] dengan tidak membantai rakyatnya, dan pemerintah juga tidak akan melanggar hak atas kebebasan berpendapat jika mereka tidak membredel media yang tidak disukainya. Dalam kata lain, kewajiban-kewajiban yang terkandung dalam [[Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik|ICCPR]] bersifat langsung (''immediate'').{{sfn|van Boven|2010|p=174}} Maka dari itu, perbedaan di antara keduanya berkenaan dengan kewajiban yang diemban oleh negara sehubungan dengan kedua jenis hak tersebut.{{sfn|van Boven|2010|p=174}}
 
Klasifikasi semacam ini sebenarnya tidak terkandung dalam [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia|PUHAM]], tetapi ketegangan antara [[Blok Barat]] dan [[Pakta Warsawa|Timur]] pada masa [[Perang Dingin]] mengakibatkan kemunculan kedua kategori ini. Negara-negara Barat yang memiliki [[ekonomi pasar]] mementingkan hak-hak sipil dan politik, sementara negara-negara [[komunis]] di Blok Timur mempunyai [[ekonomi terencana|ekonomi yang direncanakan dari pusat]] dan lebih mengutamakan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Hasilnya adalah dua perjanjian hak asasi manusia internasional yang terpisah, yaitu [[ICCPR]] dan [[ICESCR]].{{sfn|OHCHR|2008|p=9}} Saat ini perbedaan di antara keduanya sudah lagi tidak dianggap besar, dan bahkan [[Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia]] ({{lang-en|Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights}}, disingkat OHCHR) menganggapnya sebagai perbedaan yang dibuat-buat dan kontraproduktif.{{sfn|OHCHR|2008|p=8}} Sehubungan dengan kewajiban negara, [[Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya|ICESCR]] juga mengandung berbagai kewajiban dengan efek langsung (''immediate effect''). [[Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya]] dalam Komentar Umum No. 3 memberikan contoh berupa penghapusan diskriminasi dalam upaya perwujudan hak-hak dalam ICESCR sesuai dengan Pasal 2(2) dan 3, hak untuk membentuk dan bergabung dengan [[serikat buruh]] dan untuk berdemonstrasi dalam Pasal 8, serta perlindungan anak-anak dan pemuda dari eksploitasi ekonomi dan sosial dalam Pasal 10(3).{{sfn|van Boven|2010|p=174}} Berbagai kewajiban dalam ICCPR juga membutuhkan investasi dari negara, seperti pendirian sistem peradilan, pembangunan penjara yang memenuhi standar minimal untuk tahanan, atau pemberian bantuan hukum.{{sfn|OHCHR|2008|p=9}} Maka dari itu, secara konseptual, tidak ada lagi batas yang jelas di antara kedua kategori ini.{{sfn|van Boven|2010|p=175}}
 
Hak ekonomi, sosial, dan budaya lebih sering menuai kritikan karena dianggap sebagai sekadar "aspirasi" tanpa bisa ditegakkan secara hukum.{{sfn|van Boven|2010|p=175}} Walaupun begitu, dalam beberapa dasawarsa terakhir, semakin banyak pengadilan yang menegakkan hak semacam ini, contohnya adalah dengan mengeluarkan putusan yang memerintahkan kepada negara untuk menunda penggusuran, menyediakan layanan medis, atau menghubungkan kembali persediaan air.{{sfn|Langford|2008|p=3}} Sebagai ilustrasi, dalam perkara ''Minister of Health and Others v. Treatment Action Campaign and Others'' yang berkaitan dengan hak atas kesehatan dalam [[Konstitusi Afrika Selatan]], pemerintah [[Afrika Selatan]] menerapkan sebuah kebijakan yang membatasi akses terhadap [[obat antiretroviral]] (obat untuk meredam infeksi virus [[HIV]]) yang disebut [[NevirapineNevirapin]]. Obat yang dipakai untuk mencegah transmisi HIV dari ibu ke anak ini ini disediakan secara luas oleh produsennya, tetapi pemerintah Afrika Selatan membatasinya di klinik-klinik umum tertentu dengan alasan bahwa mereka ingin menguji coba obat ini dan karena mereka merasa masih kurang petugas yang mampu memberikan obat ini. [[Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan]] menolak argumen ini dan menegaskan bahwa obat ini mujarab, dan bahwa sumber daya tambahan yang perlu digelontorkan untuk melatih para petugas medis tidaklah besar bila dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dari pencegahan transmisi HIV dari ibu ke anak. Maka dari itu, Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan memutuskan bahwa kebijakan pemerintah terkait dengan pembatasan obat NevirapineNevirapin telah melanggar kewajiban untuk mengambil tindakan yang berada dalam batas wajar (''reasonable measure'') untuk menyediakan layanan kesehatan. Walaupun cakupannya hanya di tingkat nasional, perkara ini menunjukkan bahwa hak atas kesehatan (yang merupakan salah satu hak ekonomi, sosial, dan budaya) dapat ditegakkan secara hukum.{{sfn|Tobin|2012|p=206}}
 
=== Hak generasi pertama, kedua, dan ketiga ===
Baris 144 ⟶ 149:
 
=== Hak individu dan hak kolektif ===
PUHAM dan perjanjian-perjanjian HAM internasional memiliki pendekatan yang [[Individualisme|individualistik]], atau dalam kata lain, individulah[[individu]] yang menjadi penerima hak.{{sfn|van Boven|2010|p=176}} Pasal 27 ICCPR memang menyatakan bahwa "Di negara-negara yang memiliki kelompok minoritas berdasarkan suku bangsa, agama atau bahasa, orang-orang yang tergolong dalam kelompok minoritas tersebut tidak boleh diingkari haknya dalam masyarakat, bersama-sama anggota kelompoknya yang lain, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri, atau menggunakan bahasa mereka sendiri."{{sfn|ICCPR|1966}} Namun, perjanjian ini tidak menyebut "kelompok minoritas" sebagai penerima hak, tetapi malah menggunakan istilah "orang-orang yang tergolong ke dalam kelompok minoritas". Hal ini mungkin disebabkan oleh kekhawatiran bahwa pasal ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan [[separatisme|separatis]]. Pendekatan semacam ini juga digunakan oleh [[Deklarasi tentang Hak-Hak Orang-Orang yang Tergolong ke dalam Minoritas Nasional atau Etnis, Agama, dan Bahasa]] (1992).{{sfn|van Boven|2010|p=176}} Walaupun begitu, pendekatan yang lebih bersifat kolektivis dapat ditemui dalam [[Deklarasi tentang Hak-Hak Penduduk Asli]] (2007). Deklarasi tersebut menyebutkan hak-hak yang diberikan kepada kelompok penduduk asli sekaligus individu yang merupakan bagian dari kelompok tersebut. Contoh hak kolektif dalam deklarasi tersebut adalah [[hak penentuan nasib sendiri]] bagi kelompok penduduk asli, sementara contoh hak individu adalah hak untuk hidup bagi individu penduduk asli. Sebagai tambahan, sehubungan dengan hak penentuan nasib sendiri, Deklarasi dan Program Aksi Wina menganggap peniadaan hak tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia.{{sfn|van Boven|2010|p=177}}
 
=== Hak-hak inti ===
Tanpa menghapuskan unsur keutuhan dari hak asasi manusia, beberapa hak dianggap lebih penting untuk mempertahankan nyawa manusia dan menegakkan martabatnya. Oleh sebab itu, hak-hak tersebut dipandang memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada yang lainnya dan memerlukan tanggung jawab khusus dari negara.{{sfn|van Boven|2010|p=181}} Sebagai contoh, hak untuk hidup dan pelarangan penyiksaan dianggap lebih utama daripada hak untuk beristirahat seperti yang dicantumkan dalam Pasal 24 PUHAM.{{sfn|van Boven|2010|p=181}} Biasanya hak yang dianggap sebagai "hak inti" adalah hak-hak sipil dan politik, tetapi filsuf Amerika Serikat [[Henry Shue]] juga telah mengidentifikasi sejumlah "hak-hak dasar" yang dianggap menjadi prasyarat demi tegaknya hak-hak lain, dan salah satu hak yang ia sebutkan adalah "hak untuk memperoleh sumber penghidupan minimal" yang sangat terkait dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya.{{sfn|Scheinin|2013|p=528}}
 
Perjanjian-perjanjian HAM internasional sendiri mengakui sejumlah hak yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan keberadaannya, dan hak tersebut boleh dikatakan sebagai "hak inti".{{sfn|van Boven|2010|p=182}} Menurut Pasal 4(2) ICCPR, hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan darurat meliputi hak untuk hidup, pelarangan penyiksaan atau "[[Perlakuan yang tidak manusiawi atau yang merendahkan martabat|perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia]]", pelarangan perbudakan, larangan menjebloskan seseorang ke penjara karena tidak mampu memenuhi kewajiban kontrak, [[asas legalitas]] dalam [[hukum pidana]], pengakuan bahwa semua orang setara di mata hukum, serta kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama.{{sfn|ICCPR|1966}}{{sfn|van Boven|2010|p=182}} Namun, [[Komite Hak Asasi Manusia PBB]] menyatakan dalam Komentar Umum No. 24 bahwa pasal ini tidak dapat dianggap sebagai bukti adanya hierarki dalam ICCPR.{{sfn|Scheinin|2013|p=530}}
 
== Tipologi kewajiban HAM ==
Baris 159 ⟶ 164:
 
=== ''Jus cogens'' ===
{{main|Jus cogens}}
Dalam [[hukum internasional]], terdapat beberapa norma yang telah memperoleh status ''[[jus cogens]]''. Pasal 53 [[Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian]] mendefinisikan ''jus cogens'' sebagai norma yang diakui dan diterima oleh komunitas internasional secara keseluruhan sebagai norma yang tidak dapat dikesampingkan dalam keadaan apapun dan hanya dapat diubah dengan norma yang memiliki sifat yang sama.{{sfn|de Wet|2013|p=541}}{{sfn|Chinkin|2010|p=113-114}} Penggunaan kata "secara keseluruhan" di sini bukan berarti bahwa suatu norma hanya akan mendapatkan status ''jus cogens'' apabila sudah diterima oleh semua negara tanpa terkecuali. Seperti yang ditegaskan oleh ketua Komite Perumusan Konvensi Wina, Mustafa Kamil Yasseen, sama sekali tidak ada iktikad untuk menetapkan hal tersebut; suatu norma akan menjadi ''jus cogens'' jika sudah diterima oleh banyak sekali negara, dan penolakan dari segelintir negara tidak akan menghentikannya.{{sfn|Kahgan|1997|p=775-776}}
 
Baris 168 ⟶ 174:
=== Dewan HAM PBB ===
[[Berkas:UN Geneva Human Rights and Alliance of Civilizations Room.jpg|jmpl|ka|250px|Ruang pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di [[Jenewa]], [[Swiss]].]]
Pasal 1 Piagam PBB mengakui hak asasi manusia sebagai salah satu tujuan utama organisasi internasional tersebut. Selain itu, Pasal 55 dan 56 mengharuskan negara anggota untuk mengambil tindakan kolektif maupun terpisah untuk memastikan penghormatan dan pengejawantahan hak asasi manusia di seantero jagadjagat tanpa mengecualikan siapapunsiapa pun. Dengan adanya landasan hukum ini, sejumlah lembaga hak asasi manusia telah dibentuk di bawah naungan PBB. Pada tahun 1946, [[Dewan Ekonomi dan Sosial PBB]] sebagai salah satu organ utama PBB mendirikan [[Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa|Komisi Hak Asasi Manusia]] yang terdiri dari 53 utusan dari negara-negara anggota PBB. Komisi ini berdiri selama 60 tahun dan telah melaksanakan berbagai kegiatan demi perlindungan dan pemberdayaan hak asasi manusia. Beberapa sumbangsih terpenting dari organisasi ini adalah perumusan PUHAM, ICCPR, dan ICESCR, serta pengembangan kemampuan lembaga PBB dalam melindungi dan mempromosikan HAM. Komisi ini pernah mendirikan [[Sub-Komisi Promosi dan Perlindungan Hak Asasi Manusia]] yang mempersiapkan berbagai kajian tematik dan mengizinkan [[masyarakat madani]] ikut serta dalam kegiatan-kegiatannya. Selain itu, Komisi HAM PBB juga telah berjasa dalam memperbaiki situasi hak asasi manusia di berbagai negara karena lembaga ini telah mengirim para ahli yang diberi mandat untuk menyelidiki masalah hak asasi manusia tertentu atau pelanggaran hak asasi manusia di negara tertentu, dan juga karena lembaga ini memiliki mekanisme rahasia yang memberi ruang bagi individu untuk melaporkan pelanggaran HAM berat dan sistematis di negara mereka.{{sfn|Schmidt|2010|p=392}} Namun, banyak pula yang mengkritik komisi ini karena politik internasional dirasa telah menghambat kinerja lembaga tersebut. Mantan [[Sekretaris Jenderal PBB]] [[Kofi Annan]] mengakui dalam laporannya pada tahun 2005 bahwa komisi tersebut sedang merosot kredibilitas dan profesionalismenya, dan negara-negara seringkalisering kali ingin menjadi anggota komisi tersebut bukan untuk melindungi hak asasi manusia, tetapi untuk melindungi negara mereka dari kritik sekaligus menyerang negara lain. Maka dari itu, Kofi Annan menyerukan reformasi yang mengubah sistemnya dari "penetapan standar" (seperti perumusan dan perundingan instrumen HAM baru) menjadi berpusat pada implementasi di lapangan untuk menanggulangi krisis dan kedaruratan HAM. Ia juga menolak usulan pendirian sebuah lembaga dengan keanggotaan yang terdiri dari semua negara, dan ia lebih mendukung pendirian sebuah dewan dengan jumlah anggota yang terbatas dan berperan sebagai badan subsider Majelis Umum PBB. Ia ingin agar dewan ini berperan sebagai "ruang peninjauan sejawat" dengan tugas untuk mengevaluasi pemenuhan semua kewajiban HAM yang diemban oleh semua negara, dan setiap negara anggota akan dipanggil secara berkala untuk melalui peninjauan menyeluruh terhadap rekam jejak HAM mereka. Awalnya usulan Kofi Annan menuai tanggapan negatif, tetapi perundingan tetap dapat dimulai pada musim panas tahun 2005.{{sfn|Schmidt|2010|p=393}} Berbagai permasalahan yang timbul (seperti soal jumlah anggota dan proses pengambilan keputusan) dapat diselesaikan, dan pada tanggal 15 Maret 2006, Majelis Umum PBB menetapkan Resolusi 60/251 yang mendirikan [[Dewan Hak Asasi Manusia PBB|Dewan Hak Asasi Manusia]].{{sfn|Schmidt|2010|p=394}}
 
Dewan Hak Asasi Manusia PBB terdiri dari 47 kursi keanggotaan, dan semua negara anggota PBB dapat menjadi bagian dari dewan tersebut asalkan mereka dipilih oleh Majelis Umum dengan dukungan [[Mayoritas|mayoritas sederhana]]. Keanggotaannya disesuaikan berdasarkan wilayah: terdapat 13 kursi khusus untuk negara-negara Asia, 13 untuk negara-negara Afrika, 8 untuk negara-negara Amerika Latin dan Karibia, 6 untuk negara-negara Eropa Timur, dan 7 untuk negara-negara Eropa Barat dan kelompok lainnya, sehingga negara-negara Afrika dan Asia secara otomatis memiliki suara mayoritas, dan hal ini sangatlahsangat berdampak terhadap kinerja dewan. Dewan HAM PBB bertemu paling tidak tiga kali dalam setahun, walaupun mereka juga dapat mengadakan sesi ''[[ad hoc]]''. Tugas utama dewan ini dijabarkan dalam Resolusi Majelis Umum PBB 60/251.{{sfn|Schmidt|2010|p=394}} Salah satunya adalah dalam menggelar [[Peninjauan Berkala Universal]] (''Universal Periodic Review'') yang menilai rekam jejak negara-negara anggota PBB. Setiap negara ditinjau empat tahun sekali, sehingga terdapat 48 negara yang ditinjau oleh Dewan setiap tahunnya.{{sfn|Schmidt|2010|p=395}} Peninjauan ini tidak bersifat mengikat, hanya dapat memberikan rekomendasi, bersifat melengkapi, dan tidak "bersaing" dengan prosedur-prosedur badan-badan traktat di PBB. Semenjak Juni 2006, Dewan juga mengadakan sesi-sesi khusus yang berupaya menanggapi pelanggaran hak asasi manusia yang serius di beberapa tempat, seperti di [[Republik Demokratik Kongo]], [[Darfur]], [[Myanmar]], [[Sri Lanka]], dan yang paling sering, [[Teritori Palestina|Palestina]].{{sfn|Schmidt|2010|p=397}} Selain itu, sebagai salah satu peninggalan Komisi HAM, Dewan HAM PBB memiliki mekanisme [[prosedur khusus Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa|prosedur khusus]] yang melibatkan ahli-ahli independen yang bekerja sendiri atau dalam suatu kelompok kerja untuk mengkaji situasi HAM di negara tertentu atau isu-isu tematik yang berkenaan dengan semua negara.{{sfn|Schmidt|2010|p=398}} Para ahli yang mendapatkan mandat prosedur khusus memiliki masa jabatan maksimal selama enam tahun, dan mereka dapat mengadakan misi pencari fakta atau menggelar kunjungan ke suatu negara. Namun, mereka hanya dapat mendatangi suatu negara jika diundang oleh negara tersebut.{{sfn|Schmidt|2010|p=399}} Sebagian besar pemegang mandat juga dapat meninjau keluhan dari individu atau kelompok-kelompok lainnya, dan beberapa dari mereka telah menghasilkan pendapat-pendapat yang bersifat otoritatif walaupun tidak mengikat.{{sfn|Schmidt|2010|p=400}} Sebagai tambahan, Paragraf 6 Resolusi Majelis Umum PBB 60/251 juga menyediakan "prosedur keluhan". Dengan ini, keluhan-keluhan dari korban atau perwakilan korban dapat disampaikan kepada Dewan, tetapi korban harus terlebih dahulu menghabiskan segala upaya untuk memperoleh pemulihan di tingkat nasional.{{sfn|Schmidt|2010|p=401}} Keluhan sendiri tidak dapat langsung dikirim ke Dewan dan harus diseleksi oleh Sekretariat OHCHR dan dua kelompok kerja yang berada di bawah naungan Dewan, yaitu Kelompok Kerja Komunikasi dan Kelompok Kerja Situasi. Keluhan yang berkenaan dengan situasi yang sedang dipertimbangkan dalam prosedur khusus di PBB atau dalam mekanisme perlindungan HAM regional tidak akan diterima.{{sfn|Schmidt|2010|p=401}}
 
Namun, Dewan HAM juga telah menuai banyak kritik akibat kentalnya unsur politisasi dalam tubuh dewan. Sebagai contoh, pada Mei 2009, anggota Dewan dari negara-negara [[Uni Eropa]] menghadapi kesulitan dalam mencari 16 dukungan dari negara anggota Dewan lainnya untuk menghimpun sesi khusus untuk membahas situasi HAM di Sri Lanka.{{sfn|Schmidt|2010|p=397}} Selain itu, akibat banyaknya kursi yang dimiliki oleh negara-negara Afrika dan Asia, terbentuk blok-blok regional yang dapat menentukan apakah akan meloloskan atau menolak suatu resolusi atas dasar politik. [[Organisasi Konferensi Islam]] sangat berpengaruh dalam hal ini. Faktor ini pula yang mengakibatkan munculnya kritik bahwa Dewan bertindak selektif atau bahkan bias. Sebagai contoh, Dewan HAM dianggap terlalu sering mengadakan sesi khusus mengenai Palestina, sementara upaya negara-negara Barat untuk mengadakan sesi khusus mengenai [[Zimbabwe]] gagal karena negara-negara Asia dan Afrika enggan mendukungnya.{{sfn|Schmidt|2010|p=398}}
Baris 222 ⟶ 228:
Hampir semua badan traktat (kecuali Subkomite Pencegahan Penyiksaan) juga dapat mengeluarkan "komentar umum" (''general comment''). Sementara itu, terminologi yang digunakan oleh Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial dan Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita adalah "rekomendasi umum".{{sfn|Schmidt|2010|p=408}} Komentar dan rekomendasi ini ditetapkan berdasarkan [[konsensus]] dan tidak mengikat secara hukum, tetapi penafsiran yang terkandung di dalamnya bersifat otoritatif dalam memandu upaya untuk memahami pasal-pasal dalam perjanjian terkait. Komentar umum dianggap sangat membantu karena banyak perjanjian yang dirumuskan dengan kata-kata yang tidak jelas maknanya atau rancu.{{sfn|Schmidt|2010|p=409}}
 
Saat ini terdapat delapan badan traktat yang memiliki mekanisme yang menerima keluhan dari individu. Delapan badan tersebut adalah Komite Hak Asasi Manusia, Komite Menentang Penyiksaan, Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita, Komite Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Komite tentang Penghilangan Paksa, Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, serta Komite Hak-Hak Anak. Komite Hak Buruh Migran juga memiliki mekanisme keluhan individu seperti yang diatur dalam Pasal 77 Konvensi Buruh Migran, tetapi mekanisme untuk komite ini masih belum berlaku pada Januari 2019 karena jumlah negara yang mengeluarkan deklarasi untuk bergabung dengan mekanisme ini masih kurang dari 10. Mekanisme keluhan individu di badan traktat PBB tidak bersifat wajib, dan negara dapat bergabung dengan meratifikasi protokol yang berisikan mekanisme ini (untuk Komite Menentang Penyiksaan, Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, dan Komite tentang Penghilangan Paksa, dengan mengeluarkan deklarasi sesuai dengan pasal yang mengatur soal mekanisme masing-masing).{{sfn|OHCHR}} Oleh sebab itu, individu dari negara yang belum menyatakan resmi bergabung (baik itu lewat ratifikasi protokol ataupun deklarasi) tidak dapat memanjatkan keluhan kepada badan traktat terkait. Mekanisme keluhan di badan traktat PBB bersifat tertulis dan rahasia.{{sfn|Schmidt|2010|p=410}} Badan-badan traktat ini dapat mengeluarkan putusan sela (''interim measure'') sebagai perlindungan apabila keadaannya mendesak dan dapat mengakibatkan kerugian yang tidak dapat dipulihkan kepada pihak yang mengeluh, contohnya adalah perkara yang terkait dengan [[hukuman mati]] dan [[deportasi]]. Setiap komite juga akan meninjau beberapa prasyarat. Pihak yang mengeluh harus menjadi korban pelanggaran,{{sfn|Schmidt|2010|p=412}} pelanggaran harus terjadi setelah protokol yang berisi tentang mekanisme keluhan mulai berlaku untuk negara yang diadukan, dan keluhan harus terkait dengan hak yang terkandung dalam perjanjian terkait. Selain itu, keluhan tidak boleh diperiksa secara bersamaan dalam mekanisme pemulihan lainnya (misalnya di tingkat regional), dan pihak yang mengeluh harus sudah menghabiskan segala upaya untuk memperoleh pemulihan di tingkat nasional. Badan traktat sendiri membuat kesimpulan terkait dengan perkara-perkara ini berdasarkan konsensus, dan hasil peninjauan ini disebut "pandangan" (''views'') atau "pendapat" (''opinions'').{{sfn|Schmidt|2010|p=412}} Hal ini dianggap sebagai kelemahan badan-badan traktat, karena hasil peninjauan mereka tidak mengikat secara hukum, walaupun negara tetap diharapkan untuk menindaklanjuti hasil peninjauan badan traktat dan mengirim keterangan yang menjelaskan hal tersebut dalam waktu beberapa bulan setelah komite mengeluarkan pendapatnya.{{sfn|Schmidt|2010|p=413}}
 
== Perlindungan di tingkat regional ==
Sistem perlindungan hak asasi manusia juga telah muncul di tingkat regional setelah beberapa organisasi antarpemerintah memutuskan untuk menjadikan hak asasi manusia sebagai salah satu dari tujuan utama mereka.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=672}} Organisasi-organisasi tersebut meliputi [[Majelis Eropa]], [[Organisasi Negara-negara Amerika|Organisasi Negara-Negara Amerika]], dan [[Uni Afrika]].{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=675-682}} Mantan Pelapor Khusus PBB mengenai hak atas pangan, [[Olivier De Schutter]], berpendapat bahwa sistem di Eropa dan Amerika dengan rekam jejaknya yang panjang merupakan sistem perlindungan HAM yang paling "matang" dan "maju".{{sfn|De Schutter|2010|p=898}}
 
Kemunculan sistem regional dapat membantu upaya untuk mewujudkan HAM, karena dengan ini masyarakat madani mendapatkan lebih banyak ruang untuk didengar oleh pemerintah alih-alih harus mengantre dan berebut ruangan di PBB.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=672}} Selain itu, seringkalisering kali muncul keluhan bahwa sistem HAM PBB yang berpusat di kota [[Jenewa]] terlalu sulit untuk dijangkau, dan sistem regional memiliki keunggulan berupa lokasinya yang lebih dekat dengan masyarakat madani di kawasannya. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa mekanisme hak asasi manusia regional menjadikan sistem hak asasi manusia internasional lebih tanggap dan demokratis.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=673}} Namun, terdapat pula inisiatif di tingkat regional yang dianggap membahayakan HAM karena dinilai dapat merusak standar HAM yang telah ditetapkan di tingkat global dan juga akibat adanya kemungkinan bahwa mekanisme regional tersebut akan disalahgunakan untuk melindungi negara pelanggar HAM dari pengawasan. Contohnya adalah [[Piagam Hak Asasi Manusia Arab]] yang dikeluarkan pada tahun 1994, yang telah menuai kritikan karena dianggap lebih mundur daripada standar global. Pada tahun 2004, dikeluarkan rumusan piagam yang baru agar lebih sesuai dengan hukum HAM internasional, tetapi rumusan ini pun juga dikritik karena masih tidak sepenuhnya sejalan dengan standar global. Sementara itu, di [[Asia Tenggara]], [[Komisi Hak-Hak Asasi Manusia Antarnegara Perbara]] menetapkan [[Deklarasi Hak Asasi Manusia Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara|Deklarasi Hak Asasi Manusia Perbara]] pada November 2012.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=674}} Deklarasi ini telah disambut sebagai komitmen besar dari Perbara untuk melindungi HAM, tetapi pada saat yang sama, deklarasi ini juga dinilai "cacat" karena sama sekali tidak mendirikan mekanisme pengawasan yang berarti, dan juga akibat adanya asas "non-intervensi" dalam deklarasi tersebut yang dapat menghalangi kemampuan lembaga regional untuk melindungi HAM.{{sfn|Davies|2013|p=51}}
 
=== Eropa ===
Baris 236 ⟶ 242:
Saat ini, terdapat dua prosedur untuk membawa perkara ke Pengadilan HAM Eropa, yaitu aplikasi antarnegara atau aplikasi individual. Dalam aplikasi antarnegara, suatu negara dapat menuntut negara lain yang dianggap telah melanggar hak yang terkandung dalam Konvensi. Semua upaya untuk memperoleh pemulihan di tingkat domestik harus sudah dihabiskan, kecuali jika tuduhannya terkait dengan suatu undang-undang atau praktik administratif.{{sfn|Greer|2010|p=464-466}} Sementara itu, dalam prosedur aplikasi individual, korban pelanggaran HAM dapat membawa perkara ke pengadilan HAM Eropa jika mereka juga sudah menghabiskan segala upaya untuk mendapatkan pemulihan di tingkat nasional.{{sfn|Greer|2010|p=466-468}} Pengadilan ini juga berwenang mengeluarkan opini nasihat.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=683}}
 
Pengadilan HAM Eropa menjalankan asas "penafsiran otonom" yang berarti bahwa mereka dapat menetapkan makna dari pasal-pasal yang terkandung dalam konvensi terlepas dari pemaknaan di tingkat nasional. Pengadilan ini juga mengenal asas penafsiran evolutif atau dinamis agar Konvensi HAM Eropa tidak ketinggalan zaman.{{sfn|Greer|2010|p=471}} Selain itu, pengadilan ini dikenal dengan doktrin [[margin apresiasi]] (''margin of appreciation'') yang memberikan ruang kepadabagi negara anggota mengenaiuntuk menafsirkan cara untuk menerapkan standar HAM di tingkat nasional. Menurut pengadilan ini dalam perkara ''[[Sunday Times v. the United Kingdom]]'', tujuan utama Konvensi adalah untuk menetapkan standar internasional yang perlu dipatuhi, tetapi negara tetap bebas memilih tindakan macam apa yang dianggap sesuai untuk menerapkan standar tersebut. Doktrin ini tidak diterima di luar yurisdiksi pengadilan HAM Eropa, dan doktrin ini sendiri telah dikritik karena dapat berujung pada penerapan HAM yang terlalu relativistik. Walaupun begitu, margin apresiasi bukanlah doktrin yang statis. Salah satu cara untuk menemukan perubahan ini adalah dengan meninjau konsensus mengenai praktik tertentitertentu di antara negara anggota.{{sfn|Mégret|2010|p=133}}
 
Secara prinsipil, putusan Pengadilan HAM Eropa bersifat mengikat terhadap pihak yang terlibat dalam suatu perkara. Pada kenyataannya, putusan Pengadilan HAM Eropa juga berpengaruh terhadap negara-negara lain, dan anggota legislatif di berbagai negara Eropa seringkalisering kali mengkaji putusan-putusan pengadilan HAM Eropa terlebih dahulu untuk menghindari pelanggaran.{{sfn|Helfer|2008|p=136}} Pengadilan ini sendiri telah digadang-gadang sebagai "mahkota dan perhiasan" (''crown jewel'') dalam sistem perlindungan hak-hak sipil dan politik.{{sfn|Helfer|2008|p=125}} Setiap tahunnya, pengadilan ini dapat mengeluarkan lebih dari 1.500 putusan.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=685}} Namun, pengadilan ini menghadapi masalah besar akibat terlalu banyaknya perkara yang masuk dan membuat mereka kewalahan.{{sfn|Greer|2008|p=680-702}}
 
Majelis Eropa sendiri tidak hanya berurusan dengan hak sipil dan politik. [[Piagam Sosial Eropa]] telah ditetapkan di bawah naungan organisasi ini pada tahun 1961, dan kemudian piagam ini direvisi pada tahun 1991. Piagam ini mendirikan [[Komite Hak Sosial Eropa]] yang memiliki sistem laporan negara yang serupa dengan sistem di PBB.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=676}}
Baris 257 ⟶ 263:
Pada mulanya, hak asasi manusia tidak termasuk ke dalam tujuan Organisasi Kesatuan Afrika.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=679}} Meskipun begitu, pada tahun 2002, [[Uni Afrika]] menggantikan Organisasi Kesatuan Afrika, dan organisasi ini mengakui hak asasi manusia sebagai salah satu tujuan utamanya.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=681}}
 
Pada tahun 1981, negara-negara anggota Organisasi Kesatuan Afrika menetapkan [[Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk]]. Piagam ini cukup berbeda bila dibandingkan dengan piagam-piagam HAM internasional lainnya karena piagam ini mengakui "hak penduduk". Secara substansifsubstantif, piagam ini juga mencantumkan hak sipil dan politik, hak sosial, ekonomi, dan budaya, serta "hak solidaritas" (seperti hak atas pembangunan, perdamaian, dan lingkungan).{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=681}} Selain itu, dalam piagam ini terkandung "kewajiban" bagi individu terhadap komunitasnya, seperti kewajiban untuk keluarga dan negara.{{sfn|Heyns & Killander|2010|p=485}}
 
Piagam ini awalnya hanya menetapkan [[Komisi Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk Afrika]] sebagai lembaga pengawas, dan lembaga ini pertama kali berkumpul pada tahun 1987.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=681}} Namun, pada tahun 1998, Protokol tentang [[Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk Afrika]] ditetapkan di kota [[Addis Ababa]], [[Etiopia]], dan protokol ini mulai berlaku pada Januari 2004.{{sfn|Heyns & Killander|2010|p=492}} Para hakim pertamanya dipilih pada tahun 2006.{{sfn|Heyns & Killander|2013|p=681}} Pengadilan ini terdiri dari 11 hakim yang dinominasikan oleh negara anggota yang telah meratifikasi protokol, dan kemudian mereka dipilih oleh Majelis Uni Afrika.{{sfn|Heyns & Killander|2010|p=492}} Biasanya Komisi HAM Afrika akan membawa perkara ke pengadilan ini jika rekomendasi mereka tidak diikuti. Individu atau perwakilan individu juga dapat membawa perkara ke pengadilan ini, tetapi hanya merekajika yangnegara berasalbersangkutan daritelah negaramembuat deklarasi yang telahmenerima yurisdiksi meratifikasipengadilan protokoltersebut. Apabila pengadilan mendapati telah terjadi pelanggaran, maka pengadilan dapat mengeluarkan perintah yang memberikan pemulihan. Kemudian Dewan Eksekutif Uni Afrika akan mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan. Sementara itu, pengadilan ini juga dapat memberikan opini nasihat jika diminta oleh Uni Afrika atau organisasi Afrika yang diakui oleh uni tersebut.{{sfn|Heyns & Killander|2010|p=493}}
 
Pada Juli 2008, Majelis Uni Afrika telah mengeluarkan Protokol tentang Statuta [[Mahkamah Kehakiman dan Hak Asasi Afrika]]. Mahkamah ini rencananya akan menggantikan Pengadilan HAM Afrika setelah protokolnya mulai berlaku. Mahkamah yang baru ini akan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian urusan umum dan bagian hak asasi manusia.{{sfn|Heyns & Killander|2010|p=492}} Protokol ini baru akan berlaku setelah diratifikasi oleh 15 negara anggota, dan pada tahun 2018, hanya ada 6 negara anggota Uni Afrika yang telah meratifikasi protokol ini.{{sfn|Uni Afrika}}
Baris 265 ⟶ 271:
== Implementasi di tingkat nasional ==
[[Berkas:Canadian Museum for Human Rights, The Forks, Winnipeg (500013) (12024148485).jpg|jmpl|ka|250px|[[Museum Hak Asasi Manusia Kanada]] di kota [[Winnipeg]].]]
Standar hak asasi manusia yang ditetapkan di tingkat internasional pada akhirnya perlu diimplementasikan melalui sistem hukum di tingkat nasional.{{sfn|Ando|2013|p=698}} Suatu negara dapat menerima perjanjian HAM internasional dengan cara ratifikasi, aksesi, atau suksesi. Ratifikasi merupakan tindakan yang secara resmi menyatakan persetujuan untuk terikat dengan suatu perjanjian internasional. Ratifikasi biasanya didahului oleh penandatanganan perjanjian oleh perwakilan negara, dan ratifikasi hanya dapat dilaksanakan setelah memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam [[hukum tata negara]].{{sfn|Ando|2013|p=699}} Sebagai contoh, [[Konstitusi Amerika Serikat]] mengatur bahwa suatu perjanjian baru dapat diratifikasi oleh [[presiden Amerika Serikat|Presiden]] setelah disetujui oleh dua pertiga suara di [[Senat Amerika Serikat|Senat]].{{sfn|Ando|2013|p=699-700}} Sementara itu, aksesi adalah pernyataan kesediaan suatu negara untuk terikat kepada suatu perjanjian setelah perjanjian tersebut sudah mulai berlaku. Suksesi sendiri adalah pewarisan perjanjian setelah dibubarkannya suatu negara, contohnya adalah [[Rusia]] yang mewarisi kewajiban ICCPR dari [[Uni Soviet]].{{sfn|Ando|2013|p=699}} Ketika suatu negara sedang meratifikasi atau melakukan aksesi terhadap suatu perjanjian, mereka dapat mengeluarkan "reservasi" yang mengesampingkan atau mengubah hak atau kewajiban yang dibebankan oleh suatu perjanjian terhadap negara tersebut. Pasal 19 Konvensi Wina tidak mengizinkan reservasi yang dilarang oleh suatu perjanjian atau reservasi yang bertentangan dengan tujuanmaksud dan maksudtujuan dari perjanjian tersebut. Sebagai contoh, Amerika Serikat ketika meratifikasi ICCPR mengeluarkan reservasi yang mengesampingkan penerapan Pasal 6(5) yang melarang pengganjaran hukuman mati terhadap seseorang yang dijatuhi hukuman tersebut sebelum mereka mencapai usia 18 tahun. Reservasi ini ditolak oleh negara-negara Eropa lainnya karena dianggap bertentangan dengan tujuanmaksud dan maksudtujuan dari ICCPR. Negara juga dapat mengeluarkan "deklarasi penafsiran" ketika meratifikasi suatu perjanjian, dan kadang-kadang muncul pertanyaan mengenai apakah "deklarasi" yang dikeluarkan oleh suatu negara hanya sekadar "deklarasi" atau merupakan sebuah "reservasi". Misalnya, Mesir mengeluarkan deklarasi bahwa mereka "menerima, mendukung, dan meratifikasi" ICCPR setelah mempertimbangkan isi dari hukum [[syariah]] dan "fakta bahwa hukum tersebut tidak bertentangan dengan ICCPR".{{sfn|Ando|2013|p=700}} Banyak anggota Komite Hak Asasi Manusia PBB yang merasa bahwa hukum Mesir terlalu timpang dengan isi dari ICCPR, dan mereka menyarankan agar deklarasinya diklarifikasi atau dicabut.{{sfn|Ando|2013|p=700-701}} Terkait dengan dampak dari reservasi itu sendiri, Pasal 21 Konvensi Wina mengatur bahwa reservasi yang ditolak oleh suatu negara dapat dianggap tidak berlaku antara negara yang mengeluarkan reservasi dengan negara yang menolak reservasi tersebut.{{sfn|VCLT|1969}} Akan tetapi, pada tahun 1994, Komite Hak Asasi Manusia menyatakan dalam Komentar Umum No. 24 bahwa mereka dapat menentukan apakah suatu reservasi itu sah atau tidak, dan mereka akan memutus reservasi yang dianggap tidak sesuai. Komite HAM PBB sendiri tidak memberikan justifikasi yang kuat, dan pernyataan ini telah dikritik oleh berbagai negara seperti Amerika Serikat, Britania Raya, dan Prancis.{{sfn|Moloney|2004|p=165}} Dari sudut pandang normatif, ada yang berpendapat bahwa reservasi perlu diizinkan agar semakin banyak negara yang mau terikat dengan perjanjian HAM. Namun, reservasi terhadap perjanjian HAM telah dikritik karena dianggap mengancam keutuhan dari perjanjian tersebut, sehingga kemampuan untuk membatalkan reservasi dirasa perlu untuk semakin memperkuat perlindungan HAM di tingkat internasional.{{sfn|Moloney|2004|p=155-156, 160}}
 
Setiap negara memiliki aturannya sendiri sehubungan dengan tata cara untuk memasukkan perjanjian HAM internasional ke dalam hukum nasional. Secara umum, terdapat dua macam cara, yaitu "penerimaan langsung" dan "penerimaan khusus" atau "individual". Penerimaan langsung berarti bahwa pasal-pasal dalam perjanjian yang telah diratifikasi dapat langsung digunakan di pengadilan nasional. Contoh negara-negara yang menggunakan pendekatan ini adalah Amerika Serikat dan Jepang. Sementara itu, Britania Raya dan negara-negara yang pernah menjadi jajahannya memiliki sistem penerimaan khusus, yang berarti bahwa isi dari suatu perjanjian HAM harus dituangkan ke dalam undang-undang nasional terlebih dahulu sebelum dapat dipakai di pengadilan nasional. Sebagai ilustrasi, Britania Raya telah menetapkan ''[[Human Rights Act 1998]]'' pada tahun 2000, sehingga rakyat Britania dapat membawa perkara mengenai pelanggaran Konvensi HAM Eropa ke pengadilan nasional.{{sfn|Ando|2013|p=702}} Terkait dengan posisi perjanjian HAM internasional dalam hierarki hukum nasional, setiap negara juga memiliki sistemnya sendiri. Negara seperti Belanda memberikan kedudukan tertinggi kepada perjanjian internasional, dan perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang dasar tetap dianggap sah jika perjanjian tersebut disetujui oleh dua per tiga suara di [[Eerste Kamer]] dan [[Tweede Kamer]]{{sfn|Ando|2013|p=703}} Di sisi lain, terdapat negara seperti Prancis yang Jepang yang menyatakan bahwa perjanjian internasional kedudukannya lebih rendah daripada undang-undang dasar, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan hukum biasa. Sementara itu, di Amerika Serikat, perjanjian internasional memiliki kedudukan yang sama dengan hukum federal, sehingga hukum federal yang ditetapkan sesudahnya dapat mengesampingkan perjanjian yang telah diratifikasi sesuai dengan asas ''[[lex posterior derogat legi priori]]'' ("hukum terbaru mengesampingkan hukum yang lama").{{sfn|Ando|2013|p=704}}
Baris 273 ⟶ 279:
Dari sudut pandang hukum hak asasi manusia internasional, tidak semua hak bersifat absolut dan berbagai hak dapat dibatasi penerapannya. Terdapat dua cara yang dapat digunakan oleh negara untuk membatasi suatu hak, yaitu dengan memenuhi syarat-syarat yang dicantumkan dalam suatu pasal (disebut pembatasan atau ''limitation'') atau dengan menangguhkan kewajiban hak asasi manusia tertentu di tengah keadaan darurat (disebut pengurangan atau ''derogation''). Walaupun begitu, seperti yang telah dijabarkan dalam uraian mengenai ''jus cogens'' di atas, terdapat sejumlah hak yang tidak dapat dikesampingkan dalam keadaan apapun, seperti hak untuk tidak disiksa.{{sfn|Mégret|2010|p=140}}
 
Terkait dengan ''limitation'', praktik penerapan hak asasi manusia seringkalisering kali menimbulkan ketegangan antara hak individu dengan kepentingan bersama. Contohnya adalah orang yang dijebloskan ke penjara setelah melalui proses hukum yang adil; orang tersebut tidak akan bisa menggunakan hak untuk tidak ditahan secara sembarangan untuk keluar dari penjara. Dalam konvensi-konvensi internasional (seperti ICCPR dan Konvensi HAM Eropa), hak-hak yang dapat dibatasi biasanya memiliki persyaratan tiga rangkap yang perlu dipenuhi sebelum negara dapat membatasi hak tersebut, yaitu:{{sfn|Mégret|2010|p=141}}
# Pembatasan harus ditentukan oleh hukum (''prescribed by law'')
# Pembatasan diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang dianggap sah (''legitimate aim'')
# Pembatasan dianggap [[diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis]] (''necessary in a democratic society'')
 
Sebagai contoh, Pasal 21 ICCPR menyatakan bahwa "hak untuk berkumpul secara damai harus diakui", tetapi pasal tersebut masih mengizinkan pembatasan "yang ditentukan sesuai dengan hukum, dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik, atau ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan atau moral umum, atau perlindungan atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain."{{sfn|ICCPR|1966}}
Baris 296 ⟶ 302:
== Kritik partikularisme ==
{{Quote box|width=25em|align=right|quote="Konsep hak asasi manusia merupakan produk sejarah. Hak asasi manusia sangat erat kaitannya dengan keadaan sosial, politik, dan ekonomi, dan juga sejarah, budaya, dan nilai-nilai tertentu dari suatu negara. Maka dari itu, kita tidak sepatutnya dan juga tidak dapat menjadikan standar hak asasi manusia dan model dari negara tertentu sebagai satu-satunya yang tepat dan menuntut agar negara-negara lain juga mengikutinya."|salign=right |source=— Kepala Delegasi [[Republik Rakyat Tiongkok|Tiongkok]], [[Liu Huaqiu]], pada tanggal 17 Juni 1993 selama [[Konferensi Internasional Hak Asasi Manusia]] di [[Wina]], [[Austria]].{{sfn|Brems|2001|p=62}} }}
{{Quote box|width=25em|align=right|quote="Dari segi budaya dan sejarah, masyarakat Barat berbeda dengan masyarakat non-Barat. Namun argumen itu sendiri memperlihatkan kenyataan bahwa latar belakang budaya dan sejarah negara-negara non-Barat berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, konsep partikularistik tersebut tak dapat digeneralisasi sebagai konsep yang berbeda secara linear hanya dengan masyarakat Barat. Kenyataan bahwa sebuah masyarakat pada dasarnya adalah individualistik dan bahkan kapitalistik, tidak otomatis berarti bahwa dengan menerima konsep universitasuniversalitas hak asasi manusia, maka semua manusia dibatasi untuk menganut konsep tersebut. Hak asasi manusia merupakan rumusan berbagai hak dasar yang inheren dalam diri setiap manusia. Perbedaan latar belakang budaya dan sejarah antara masing-masing bangsa tidak berarti terdapat perbedaan dalam hak asasi itu sendiri."|salign=right |source=— Pakar hukum [[Indonesia]] [[Adnan Buyung Nasution]] dalam menanggapi argumen partikularistik.{{sfn|El Muhtaj|2017|p=5-6}}}}
Sifat "universal" hak asasi manusia telah menghadapi gempuran dari sejumlah pandangan yang disebut "[[relativisme budaya]]" atau "partikularisme",{{sfn|Brems|2001|p=22}} walaupun penggunaan istilah "relativisme budaya" telah dikritik karena istilah tersebut merupakan nama sebuah mazhab dalam bidang [[antropologi]] di Barat, sehingga menimbulkan asumsi bahwa klaim-klaim hak asasi manusia dari sudut pandang non-Barat memiliki argumen yang sama dengan mazhab antropologi tersebut. Aliran partikularisme sangat berpengaruh di kawasan Asia Timur, Afrika, dan [[dunia Islam]]. Pada dasarnya, tokoh-tokoh yang berpandangan partikularis menegaskan bahwa hak asasi manusia merupakan ciptaan Barat, sehingga konsep ini dirasa tidak cocok untuk diberlakukan di kawasan lainnya. Selain itu, mereka juga mengkritik sistem hak asasi manusia internasional yang dianggap terlalu didominasi oleh negara-negara Barat dan konsep-konsep yang berasal dari kawasan tersebut.{{sfn|Brems|2001|p=27}}
 
Di Asia, salah satu kritik partikularisme yang paling terkenal berasal dari tulisan-tulisan para tokoh yang tergolong ke dalam "mazhab Singapura". Pemikiran-pemikiran mazhab ini dirintis oleh [[Perdana Menteri Singapura]] [[Lee Kuan Yew]] dan kemudian dikembangkan oleh beberapa pejabat tinggi di [[Kementerian Luar Negeri Singapura]], seperti [[Tommy Koh]], [[Bilahari Kausikan]], dan [[Kishore Mahbubani]].{{sfn|Brems|2001|p=36}} Mazhab ini sama sekali tidak menolak keberadaan hak asasi manusia sebagai hak "universal", tetapi mereka mengkritik kekentalan pengaruh Barat dalam sistemnya, dan mereka juga berkeyakinan bahwa konsep "hak asasi manusia universal" merupakan ciptaan Barat. Mereka menegaskan bahwa "hak asasi manusia" dan "demokrasi" merupakan nilai-nilai yang dibentuk oleh sejarah dan pengalaman suatu bangsa, sehingga bagi mereka, standar Barat dari akhir abad ke-20 tidak dapat dianggap sebagai standar universal.{{sfn|Brems|2001|p=36-37}} Selain itu, salah satu ciri khas dari mazhab Singapura adalah klaim yang berkaitan dengan "nilai-nilai Asia". Menurut mereka, masyarakat Asia lebih [[komunitarianisme|mengutamakan komunitas]] daripada [[individualisme|individu]].{{sfn|Brems|2001|p=41}} Dalam kata lain, orang-orang Asia dianggap lebih mengutamakan kewajiban kepada keluarga, tetangga, atau bangsa.{{sfn|Brems|2001|p=42}} Dengan menggunakan dalil-dalil ini, para penulis dari mazhab Singapura menyatakan bahwa hak yang universal hanyalah hak-hak inti, contohnya adalah hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam ICCPR, sementara Koh semakin mempersempit cakupan hak-hak inti ini menjadi pelarangan penyiksaan, perbudakan, pembunuhan, dan genosida. Mereka tidak menolak keberadaan hak yang lain, tetapi dari sudut pandang mereka, perbedaan dalam upaya untuk menafsirkan hak-hak tersebut tidak dapat dihindari.{{sfn|Brems|2001|p=43}}
 
Di tingkat internasional, [[Deklarasi Bangkok 1993]] dinilai sebagai ancaman terhadap universalisme. Walaupun negara-negara Asia yang mengeluarkan deklarasi tersebut mengakui bahwa hak asasi manusia bersifat universal, menurut mereka penafsirannya harus mempertimbangkan "kekhususan" nasional dan regional serta berbagai latar belakang sejarah, budaya, dan agama.{{sfn|Brems|2001|p=58}} Kalimat semacam ini kemudian juga dapat ditemui dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perbara 2012.{{sfn|Wu|2016|p=277}} [[Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam]] yang ditetapkan pada tahun 1990 oleh [[Organisasi Konferensi Islam]] juga dianggap sebagai salah satu bentuk partikularisme.{{sfn|Brems|2001|p=259-260}} Di dalamnya tercantum konsep-konsep Islami yang tidak dapat ditemui dalam instrumen-instrumen HAM internasional, seperti Pasal 1(b) tentang amal saleh dan ketakwaan sebagai hal yang dapat membuat seseorang lebih unggul daripada yang lain, Pasal 4 tentang perlindungan jasad dan pemakaman, atau Pasal 22(b) tentang hak untuk membelamelakukan yang[[amar benarmakruf dan memperingatkan yangnahi mungkar]]. Deklarasi ini juga sangat sering mengacu kepada hukum syariah, dan Pasal 1(a) memiliki kekhususan tersendiri karena mengumandangkan bahwa semua manusia disatukan oleh ketundukan kepada Allah dan merupakan keturunan [[Adam]]. Selain itu, beberapa hak yang diakui di tingkat internasional dan regional sama sekali tidak disebutkan dalam deklarasi ini, seperti kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan berserikat, serta pernyataan kesetujuan dari kedua mempelai sebagai syarat perkawinan.{{sfn|Brems|2001|p=260}}
 
Pendekatan partikularisme yang dilandaskan pada perbedaan budaya sendiri telah dikritik karena mengasumsikan bahwa budaya itu bersifat statis dan tidak pernah berubah. Selain itu, pandangan ini seolah memberikan ruang bagi praktik-praktik budaya yang tidak bisa diterima secara etika.{{sfn|Dembour|2010b|p=75-76}} Walaupun begitu, pakar hak asasi manusia asal Belgia, Marie-Bénédicte Dembour, berpendapat bahwa perdebatan antara universalisme dan partikularisme akan selalu muncul setiap kali ada upaya untuk menetapkan suatu standar bersama.{{sfn|Dembour|2010b|p=77}} Dalam yurisdiksi pengadilan HAM Eropa sendiri terdapat sebuah doktrin hukum yang dianggap dapat merukunkan kedua pandangan ini, yaitu doktrin margin apresiasi. Dengan diterapkannya doktrin ini, standar yang sama dapat memiliki penerapan yang berbeda-beda di setiap negara anggota Majelis Eropa. Contohnya adalah dalam kasus [[penistaan agama]]. Pengadilan HAM Eropa memberikan margin apresiasi yang luas kepada negara-negara anggota untuk menentukan cakupan pembatasan terhadap pendapat yang dapat menyinggung agama dalam perkara ''Wingrove v. the United Kingdom'', karena menurut mereka tidak ada satu standar yang seragam di Eropa terkait dengan "perlindungan hak-hak orang lain" sebagai salah satu alasan yang dapat digunakan untuk membatasi hak atas kebebasan berpendapat. Akibatnya, walaupun negara-negara anggota Majelis Eropa secara hukum melindungi kebebasan berpendapat, penerapannya dalam kasus penistaan agama berbeda-beda di setiap negara;{{sfn|Brems|2008|p=66-67}} berbagai negara di Eropa (seperti [[Belanda]] dan [[Britania Raya]]) memperbolehkan pendapat yang secara terang-terangan menghina suatu agama, sementara beberapa negara yang lain diizinkan membatasi pendapat semacam itu dengan menggunakan [[hukum pidana]] (contohnya adalah [[Austria]] dan [[Yunani]]).{{sfn|Gatti|2015|p=49-51}}
 
== Lihat pula ==
* [[Pertentangan antar hak asasi manusia]]
* [[Konsepsi politik hak asasi manusia]]
* [[Pendidikan hak asasi manusia]]
 
== Catatan kaki ==
Baris 313 ⟶ 324:
* {{cite book|last=Beitz|first=Charles R|title=The Idea of Human Rights|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2009|isbn=9780199572458|url=https://books.google.at/books?id=McJl4x0-EegC&printsec=frontcover&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Beitz|2009}}}}
* {{cite book|authorlink=Eva Brems|last=Brems|first=Eva|title=Human Rights: Universality and Diversity|url=https://books.google.at/books?id=INlkqsHpIFEC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|year=2001|publisher=Martinus Nijhoff|location=[[Den Haag]]|isbn=9789041116185|ref={{sfnref|Brems|2001}}}}
* {{cite book|last=De Schutter|first=Olivier|authorlink=Olivier De Schutter|title=International Human Rights Law|publisher=Cambridge University Press|location=Cambridge |year=2010|isbn=9780511779312|url=https://www.cambridge.org/core/books/international-human-rights-law/8275EE329C2E6C88CD1577293470A78A|ref={{sfnref|De Schutter|2010}}|access-date=2019-01-16|archive-date=2023-04-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20230426123108/https://www.cambridge.org/core/books/international-human-rights-law/8275EE329C2E6C88CD1577293470A78A|dead-url=no}}
* {{cite book|last1=El Muhtaj|first1=Majda|title=Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 sampai dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002|publisher=Kencana|location=Jakarta|year=2017|orig-year=2005|edition=2|isbn=9786021186657|url=https://books.google.co.id/books?id=hl1ADwAAQBAJ&pg=PA5#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|El Muhtaj|2017}}}}
* {{cite book|last1=Joseph|first1=Sarah|last2=Castan|first2=Melissa|title=The International Covenant on Civil and Political Rights: Cases, Materials, and Commentary|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2013|isbn=9780199641949|url=https://books.google.co.id/books?id=wdkVAAAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=de&source=gbs_ge_summary_r&cad=0|ref={{sfnref|Joseph & Castan|2013}}}}
* {{cite book|last1=Kälin|first1=Walter|last2=Künzli|first2=Jörg|title=The Law of International Human Rights Protection|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2009|isbn=9780191018688|url=https://books.google.at/books?id=4cj-lLD_LjEC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Kälin & Künzli|2009}}}}
* {{cite book|last=Tobin|first=John|title=The Right to Health in International Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2012|isbn=9780199603299|url=https://books.google.co.id/books?id=QT9svXIepwMC&printsec=frontcover&hl=de&source=gbs_ge_summary_r&cad=0|ref={{sfnref|Tobin|2012}}}}
* {{cite book|last=Tomuschat|first=Christian|authorlink=Christian Tomuschat|title=Human Rights: Between Idealism and Realism|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2008|orig-year=2003|edition=2|isbn=9780199232741|url=https://www.amazon.com/Human-Rights-Between-Idealism-Realism/dp/B0089A84YW|ref={{sfnref|Tomuschat|2008}}|access-date=2019-01-14|archive-date=2022-05-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220511122340/https://www.amazon.com/Human-Rights-Between-Idealism-Realism/dp/B0089A84YW|dead-url=no}}
{{refend}}
 
Baris 325 ⟶ 336:
* {{cite book|last1=Ando|first1=Nisuke|editor-last1=Shelton|editor-first1=Dinah|title=The Oxford Handbook of International Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2013|chapter=National Implementation and Interpretation|isbn=9780199640133|url=https://books.google.at/books?id=1MxoAgAAQBAJ&printsec=frontcover|ref={{sfnref|Ando|2013}}}}
* {{cite book|last=Bates|first=Ed|editor-last1=Moeckli|editor-first1=Daniel|editor-last2=Shah|editor-first2=Sangeeta|editor-last3=Sivakumaran|editor-first3=Sandesh|title=International Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2010|chapter=History|isbn=9780198767237|url=https://books.google.at/books?id=lV-cAQAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Bates|2010}}}}
* {{cite book|last=Brems|first=Eva|editor-last1=Meerts|editor-first1=Pauk|title=Culture and International Law|publisher=Hague Academic Press|location=Den Haag|year=2008|chapter=Accommodating Diversity in International Human Rights: Legal Techniques|isbn=9789067042833|url=https://www.springer.com/us/book/9789067042833|ref={{sfnref|Brems|2008}}|access-date=2019-01-22|archive-date=2021-06-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20210606063709/https://www.springer.com/us/book/9789067042833|dead-url=no}}
* {{cite book|last=Chinkin|first=Christine|editor-last1=Moeckli|editor-first1=Daniel|editor-last2=Shah|editor-first2=Sangeeta|editor-last3=Sivakumaran|editor-first3=Sandesh|title=International Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2010|chapter=Sources|isbn=9780198767237|url=https://books.google.at/books?id=lV-cAQAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Chinkin|2010}}}}
* {{cite book|last1=Claude|first1=Richard Pierre|last2=Weston|first2=Burns H|editor-last1=Claude|editor-first1=Richard Pierre|editor-last2=Weston|editor-first2=Burns H.|title=Human Rights in the World Community: Issues and Action|edition=3|publisher=Pennsylvania University Press|location=Philadelphia|year=2006|chapter=Issues|isbn=9780812219487|url=https://books.google.at/books?id=enyHJgQvF0AC&pg=PA8&lpg=PA8#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Claude & Weston|2006}}}}
* {{cite book|last1=de Wet|first1=Erika|editor-last1=Shelton|editor-first1=Dinah|title=The Oxford Handbook of International Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2013|chapter=''Jus Cogens'' and Obligations ''Erga Omnes''|isbn=9780199640133|url=https://books.google.at/books?id=1MxoAgAAQBAJ&printsec=frontcover|ref={{sfnref|de Wet|2013}}}}
* {{cite book|last=Dembour|first=Marie-Bénédicte|editor-last1=Moeckli|editor-first1=Daniel|editor-last2=Shah|editor-first2=Sangeeta|editor-last3=Sivakumaran|editor-first3=Sandesh|title=International Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2010|chapter=Critiques|isbn=9780198767237|url=https://books.google.at/books?id=lV-cAQAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Dembour|2010b}}}}
* {{cite book|last=Gatti|first=Mauro|editor-last1=Bosch|editor-first1=Míriam Díez|editor-last2=Torrents |editor-first2=Jordi Sánchez |title=On Blasphemy|publisher=Blanquerna Observatory|location=Barcelona|year=2015|chapter=Blasphemy in European Law|url=https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2677651|ref={{sfnref|Gatti|2015}}|access-date=2019-02-08|archive-date=2022-05-22|archive-url=https://web.archive.org/web/20220522164617/https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2677651|dead-url=no}}
* {{cite book|last=Greer|first=Steven|editor-last1=Moeckli|editor-first1=Daniel|editor-last2=Shah|editor-first2=Sangeeta|editor-last3=Sivakumaran|editor-first3=Sandesh|title=International Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2010|chapter=Europe|isbn=9780198767237|url=https://books.google.at/books?id=lV-cAQAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Greer|2010}}}}
* {{cite book|last=Hoffmann|first=Stefan-Ludwig|authorlink=Stefan-Ludwig Hoffmann|editor-last1=Hoffmann|editor-first1=Stefan-Ludwig|title=Human Rights in the Twentieth Century|publisher=Cambridge University Press|location=Cambridge|year=2011|chapter=Introduction: Genealogies of Human Rights|isbn=9780198767237|url=https://www.amazon.com/Human-Rights-Twentieth-Century-History/dp/0521142571|ref={{sfnref|Hoffmann|2011}}|access-date=2019-01-15|archive-date=2022-05-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220511122345/https://www.amazon.com/Human-Rights-Twentieth-Century-History/dp/0521142571|dead-url=no}}
* {{cite book|last=Joseph|first=Sarah|editor-last1=Moeckli|editor-first1=Daniel|editor-last2=Shah|editor-first2=Sangeeta|editor-last3=Sivakumaran|editor-first3=Sandesh|title=International Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2010|chapter=Sources|isbn=9780198767237|url=https://books.google.at/books?id=lV-cAQAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Joseph|2010}}}}
* {{cite book|last=Langford|first=Malcolm|editor-last1=Langford|editor-first1=Malcolm|title=Social Rights Jurisprudence: Emerging Trends in International and Comparative Law|publisher=Cambridge University Press|location=Cambridge|year=2008|chapter=The Justiciability of Social Rights: From Practice to Theory|isbn=9780521678056|url=https://www.cambridge.org/at/academic/subjects/law/human-rights/social-rights-jurisprudence-emerging-trends-international-and-comparative-law?format=PB&isbn=9780521678056|ref={{sfnref|Langford|2008}}|access-date=2019-01-19|archive-date=2021-02-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20210201173416/https://www.cambridge.org/at/academic/subjects/law/human-rights/social-rights-jurisprudence-emerging-trends-international-and-comparative-law?format=PB&isbn=9780521678056|dead-url=no}}
* {{cite book|last=Mégret|first=Frédéric|editor-last1=Moeckli|editor-first1=Daniel|editor-last2=Shah|editor-first2=Sangeeta|editor-last3=Sivakumaran|editor-first3=Sandesh|title=International Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2010|chapter=Nature of Obligations|isbn=9780198767237|url=https://books.google.at/books?id=lV-cAQAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Mégret|2010}}}}
* {{cite book|last=Moeckli|first=Daniel|editor-last1=Moeckli|editor-first1=Daniel|editor-last2=Shah|editor-first2=Sangeeta|editor-last3=Sivakumaran|editor-first3=Sandesh|title=International Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2010|chapter=Equality and Non-Discrimination|isbn=9780198767237|url=https://books.google.at/books?id=lV-cAQAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Moeckli|2010}}}}
Baris 348 ⟶ 359:
* {{cite book|last=Toebes|first=Brigit|editor-last1=Cholewka|editor-first1=Patricia A.|editor-last2=Motlagh|editor-first2=Mitra M.|title=Health Capital and Sustainable Socioeconomic Development|publisher=Taylor & Francis Group|location=Boca Raton/London/New York|year=2008|chapter=Taking a Human Rights Approach to Healthcare Commercialization|isbn=9781420046915|url=https://books.google.at/books?id=Lkwn_dPPm0UC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|Toebes|2008}}}}
* {{cite book|last=van Boven|first=Theo|authorlink=Theo van Boven|editor-last1=Moeckli|editor-first1=Daniel|editor-last2=Shah|editor-first2=Sangeeta|editor-last3=Sivakumaran|editor-first3=Sandesh|title=International Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2010|chapter=Categories of Rights|isbn=9780198767237|url=https://books.google.at/books?id=lV-cAQAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|ref={{sfnref|van Boven|2010}}}}
* {{cite book|last=Wu|first=Chien-Huei|editor-last1=Lo|editor-first1=Chang-fa|editor-last2=Li |editor-first2=Nigel |editor-last3=Lin |editor-first3=Tsai-yu|title=Legal Thoughts between the East and the West in the Multilevel Legal Order: A Liber Amicorum in Honour of Professor Herbert Han-Pao Ma|publisher=Springer|location=Berlin|year=2016|chapter=Human Rights in ASEAN Context: Between Universalism and Relativism|isbn=9789811019944|url=https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2920471|ref={{sfnref|Wu|2016}}|access-date=2019-01-22|archive-date=2022-05-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220511122347/https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2920471|dead-url=no}}
{{refend}}
 
=== Jurnal ===
{{refbegin|2}}
* {{cite journal |last=Davies|first=Mathew|title=The ASEAN Synthesis: Human rights, Non-intervention, and the ASEAN Human Rights Declaration|journal=Georgetown Journal of International Affairs|volume=14|year=2013|page=51-58|url=https://www.jstor.org/stable/pdf/43134411.pdf?seq=1#page_scan_tab_contents|ref={{sfnref|Davies|2013}}|access-date=2019-01-18|archive-date=2020-06-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20200616102349/https://www.jstor.org/stable/pdf/43134411.pdf?seq=1#page_scan_tab_contents|dead-url=no}}
* {{cite journal |last=Dembour|first=Marie-Bénédicte |title=What Are Human Rights? Four Schools of Thought|journal=Human Rights Quarterly|volume=32|month=Februari|year=2010|month=Februari|page=1-20|url=https://www.jstor.org/stable/40390000?seq=1#page_scan_tab_contents|ref={{sfnref|Dembour|2010a}}|access-date=2019-01-16|archive-date=2022-05-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220511122346/https://www.jstor.org/stable/40390000?seq=1#page_scan_tab_contents|dead-url=no}}
* {{cite journal |last=Donnelly|first=Jack|title=The Relative Universality of Human Rights|journal=Human Rights Quarterly|volume=29|year=2007|page=281–306|url=https://www.jstor.org/stable/20072800|ref={{sfnref|Donnelly|2007}}|access-date=2019-01-17|archive-date=2022-12-18|archive-url=https://web.archive.org/web/20221218095546/https://www.jstor.org/stable/20072800|dead-url=no}}
* {{cite journal |last=Greer|first=Steven|title=What's Wrong with the European Convention on Human Rights?|journal=Human Rights Quarterly|volume=30|year=2008|page=680-702|url=https://www.jstor.org/stable/20072864?seq=1#page_scan_tab_contents|ref={{sfnref|Greer|2008}}|access-date=2019-01-18|archive-date=2022-05-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220511122345/https://www.jstor.org/stable/20072864?seq=1#page_scan_tab_contents|dead-url=no}}
* {{cite journal |last=Helfer|first=Laurence R.|title=Redesigning the European Court of Human Rights: Embeddedness as a Deep Structural Principle of the European Human Rights Regime|journal=European Journal of International Law|volume=19|year=2008|page= 125–159|url=https://academic.oup.com/ejil/article/19/1/125/430843|ref={{sfnref|Helfer|2008}}|access-date=2019-01-18|archive-date=2022-05-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220511123841/https://academic.oup.com/ejil/article/19/1/125/430843|dead-url=no}}
* {{cite journal |last=Kahgan|first=Carin|title=Jus Cogens and the Inherent Right to Self-Defense|journal=ILSA Journal of International and Comparative Law|volume=3|year=1997|page=767-827|url=https://core.ac.uk/download/pdf/51089205.pdf|ref={{sfnref|Kahgan|1997}}|access-date=2019-02-26|archive-date=2022-05-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220511122338/https://core.ac.uk/download/pdf/51089205.pdf|dead-url=no}}
* {{cite journal |last=Moloney|first=Roslyn|title=Incompatible Reservations to Human Rights Treaties: Severability and the Problem of State Consent|journal=Melbourne Journal of International Law|volume=5|year=2004|page= 155–168|url=https://law.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0010/1680427/Moloney.pdf|ref={{sfnref|Moloney|2004}}|access-date=2019-01-21|archive-date=2022-11-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20221125082225/https://law.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0010/1680427/Moloney.pdf|dead-url=no}}
* {{cite journal |last=Nugraha|first=Ignatius Yordan|title=Human Rights Derogation during Coup Situations|journal=The International Journal of Human Rights|volume=22|year=2018|page=194-206|url=https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13642987.2017.1359551|ref={{sfnref|Nugraha|2018}}}}
{{refend}}
Baris 370 ⟶ 381:
=== Deklarasi dan Perjanjian ===
{{refbegin|2}}
* {{cite web |url=https://photos.state.gov/libraries/amgov/4110/declaration/Indonesian.pdf |archiveurl=httphttps://www.webcitation.org/75i4gVYyp?url=https://photos.state.gov/libraries/amgov/4110/declaration/Indonesian.pdf|archivedate=26 Januari 2019-01-26|title= Deklarasi Kemerdekaan|publisher=Kedutaan Besar Amerika Serikat|accessdate=15 Januari 2019|ref={{sfnref|Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat|1776}}|dead-url=no}}
* {{cite web |url=https://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/vienna.aspx |archiveurl=https://web.archive.org/web/20181220144002/https://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/vienna.aspx|archivedate=20 Desember 2018|title= Deklarasi dan Program Aksi Wina|publisher=[[Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia]]|accessdate=16 Januari 2019|ref={{sfnref|Deklarasi dan Program Aksi Wina|1993}}}}
* {{cite web |url=https://treaties.un.org/doc/publication/unts/volume%201155/volume-1155-i-18232-english.pdf |archiveurl=https://web.archive.org/web/20181130151302/https://treaties.un.org/doc/publication/unts/volume%201155/volume-1155-i-18232-english.pdf|archivedate=30 November 2018|title=Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian|publisher=Perserikatan Bangsa-Bangsa|accessdate=21 Januari 2019|ref={{sfnref|VCLT|1969}}}}
Baris 376 ⟶ 387:
* {{cite web |url=https://kontras.org/baru/Kovenan%20Sipol.pdf |archiveurl=https://web.archive.org/web/20180205051243/https://kontras.org/baru/Kovenan%20Sipol.pdf|archivedate=5 Februari 2018|title=Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik|accessdate=16 Januari 2019|ref={{sfnref|ICCPR|1966}}}}
* {{cite web |url=https://www.ohchr.org/EN/UDHR/Documents/UDHR_Translations/inz.pdf |archiveurl=https://web.archive.org/web/20180328172411/https://www.ohchr.org/EN/UDHR/Documents/UDHR_Translations/inz.pdf|archivedate=28 Maret 2018|title= Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia|publisher=Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia|accessdate=15 Januari 2019|ref={{sfnref|PUHAM|1948}}}}
* {{cite web |url=httphttps://www.un.org/en/sections/un-charter/un-charter-full-text/ |archiveurl=https://web.archive.org/web/20180413024446/http://www.un.org/en/sections/un-charter/un-charter-full-text/|archivedate=13 April 2018|title= Piagam PBB|publisher=Perserikatan Bangsa-Bangsa|accessdate=15 Januari 2019|ref={{sfnref|Piagam PBB|1945}}}}
{{refend}}
 
=== Sumber daring ===
{{refbegin}}
* {{cite web |url=https://www.ohchr.org/EN/HRBodies/TBPetitions/Pages/HRTBPetitions.aspx|archiveurl=httphttps://www.webcitation.org/75VLMulSZ?url=https://www.ohchr.org/EN/HRBodies/TBPetitions/Pages/HRTBPetitions.aspx|archivedate=17 Januari 2019-01-17|title=Human Rights Bodies - Complaints Procedures|publisher=Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia|accessdate=18 Januari 2019|ref={{sfnref|OHCHR}}|dead-url=no}}
* {{cite web |url=https://au.int/sites/default/files/treaties/7792-sl-protocol_on_the_statute_of_the_african_court_of_justice_and_human_rights_3.pdf|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180628212440/https://au.int/sites/default/files/treaties/7792-sl-protocol_on_the_statute_of_the_african_court_of_justice_and_human_rights_3.pdf|archivedate=28 Juni 2018|title=List of Countries which Have Signed, Ratified/Acceded to the Protocol on the Statue of the African Court of Justice and Human Rights|publisher=[[Uni Afrika]]|accessdate=19 Januari 2019|ref={{sfnref|Uni Afrika}}}}
{{refend}}
Baris 387 ⟶ 398:
== Bacaan lanjut ==
{{refbegin|2}}
* {{id}} {{cite book|last=Iskandar|first=Pranoto|title=Hukum HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual|publisher=IMR Press|location=Cianjur|year=2012|origyear=2010|edition=2|isbn=9786029648041|url=httphttps://books.google.co.id/books?id=vH7xe16WSw0C&lpg=PP1&hl=id&pg=PP1#v=onepage&q&f=false}}
* {{en}} {{cite book|last1=Alston|first1=Philip|last2=Goodman|first2=Ryan|title=International Human Rights|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|edisi=2|year=2012|isbn=9780199578726|url=https://www.amazon.com/International-Human-Rights-Philip-Alston/dp/0199578729|access-date=2019-01-22|archive-date=2022-05-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220511122537/https://www.amazon.com/International-Human-Rights-Philip-Alston/dp/0199578729|dead-url=no}}
* {{en}} {{cite book|last=Fredman|first=Sandra|title=Comparative Human Rights Law|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2018|isbn=9780199689415|url=https://global.oup.com/academic/product/comparative-human-rights-law-9780199689415|access-date=2019-01-17|archive-date=2023-08-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20230813031808/https://global.oup.com/academic/product/comparative-human-rights-law-9780199689415?cc=us&lang=en&|dead-url=no}}
* {{en}} {{cite book|last=Nowak|first=Manfred|title=U.N. Covenant on Civil and Political Rights: CCPR commentary|publisher=N.P. Engel|location=[[Kehl]]|year=2005|isbn=3883571342|url=https://books.google.at/books/about/U_N_Covenant_on_Civil_and_Political_Righ.html?id=R-Z4QgAACAAJ&redir_esc=y}}
* {{en}} {{cite book|last1=Saul|first1=Ben|last2=Kinley|first2=David|last3=Mowbray|first3=Jacqueline |title=The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights: Commentary, Cases, and Materials|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2014|isbn=9780199640300|url=httphttps://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law/9780199640300.001.0001/law-9780199640300|access-date=2020-10-15|archive-date=2022-09-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20220928134501/https://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law/9780199640300.001.0001/law-9780199640300|dead-url=no}}
* {{en}} {{cite book|last1=Nowak |first1=Manfred|last2=McArthur|first2=Elizabeth|title=The United Nations Convention Against Torture: A Commentary|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2008|isbn=9780199280001|url=https://global.oup.com/academic/product/the-united-nations-convention-against-torture-9780199280001?cc=at&lang=en&|access-date=2019-01-22|archive-date=2020-06-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20200616100853/https://global.oup.com/academic/product/the-united-nations-convention-against-torture-9780199280001?cc=at&lang=en&|dead-url=yes}}
* {{en}} {{cite book|last1=Rainey|first1=Bernadette |last2=Wicks|first2=Elizabeth |last3=Ovey|first3=Clare |title=Jacobs, White, and Ovey: The European Convention on Human Rights|edition=7|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2017|isbn=9780198767749|url=https://global.oup.com/academic/product/jacobs-white-and-ovey-the-european-convention-on-human-rights-9780198767749?cc=at&lang=en&|access-date=2019-01-22|archive-date=2020-06-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20200616124902/https://global.oup.com/academic/product/jacobs-white-and-ovey-the-european-convention-on-human-rights-9780198767749?cc=at&lang=en&|dead-url=yes}}
* {{en}} {{cite book|last=Medina Quiroga|first=Cecilia|title=The American Convention on Human Rights: Crucial Rights and Their Theory and Practice|publisher=Intersentia|location=Cambridge|year=2016|edition=2|isbn=9781780683218|url=https://intersentia.com/en/the-american-convention-on-human-rights-2nd-edition.html|access-date=2019-01-22|archive-date=2019-01-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20190123071555/https://intersentia.com/en/the-american-convention-on-human-rights-2nd-edition.html|dead-url=yes}}
* {{en}} {{cite book|last=ViljoenSmet|first=FransStijn|title=InternationalResolving Conflicts between Human Rights: LawThe inJudge's AfricaDilemma|publisher=Oxford University PressRoutledge|location=OxfordAbingdon|year=2012|edition=22017|isbn=97801996455969781317218685|url=https://wwwbooks.amazongoogle.combe/International-Human-Rights-Law-Africa/dp/0199645590books?id=zCslDwAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false}}
* {{en}} {{cite book|last=Viljoen|first=Frans|title=International Human Rights Law in Africa|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2012|edition=2|isbn=9780199645596|url=https://www.amazon.com/International-Human-Rights-Law-Africa/dp/0199645590|access-date=2019-01-22|archive-date=2022-05-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220511122536/https://www.amazon.com/International-Human-Rights-Law-Africa/dp/0199645590|dead-url=no}}
{{refend}}
 
== Pranala luar ==
* {{en}} [httphttps://www.ohchr.org Situs web resmi Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20081212022541/http://www2.ohchr.org/english/issues/defenders/declaration.htm |date=2008-12-12 }}
* {{en}} [https://www.echr.coe.int/Pages/home.aspx?p=home Situs web resmi Pengadilan HAM Eropa] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070406134310/http://www.echr.coe.int/ |date=2007-04-06 }}
* {{en}} [httphttps://www.corteidh.or.cr/index.php/en Situs web resmi Pengadilan HAM Antar-Amerika] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230724124149/https://www.corteidh.or.cr/index.php/en |date=2023-07-24 }}
* {{en}} [httphttps://www.african-court.org/en/ Situs web resmi Pengadilan HAM Afrika] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220119051539/https://african-court.org/en/ |date=2022-01-19 }}
* {{en}} [http://www1.umn.edu/humanrts Perpustakaan Hak Asasi Manusia Universitas Minnesota] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160608033305/http://www1.umn.edu/humanrts/ |date=2016-06-08 }}
* {{en}} [https://www.hrw.org/ Situs web resmi Human Rights Watch] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200301093532/https://www.hrw.org/ |date=2020-03-01 }}
* {{id}} [httphttps://referensi.elsam.or.id/ Referensi Hak Asasi Manusia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230702011132/https://referensi.elsam.or.id/ |date=2023-07-02 }} di situs web ELSAM
{{Authority control}}
 
{{Instrumen HAM}}
 
[[Kategori:Hak asasi manusia| ]]
[[Kategori:Hubungan internasional]]
[[Kategori:Hukum internasional]]
[[Kategori:Manusia]]