Kujang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fery Hartono (bicara | kontrib)
menambahkan aksara Sunda
k clean up, removed stub tag
 
(44 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{disambig info}}
{{Infobox weapon
[[Berkas:Kujang.jpg|jmpl|280px|kiri|Kujang, senjata khas Sunda]]
| name = Kujang<br />{{nobold|{{Script|Sund|ᮊᮥᮏᮀ}}}}
[[Berkas:Kujangmonument.jpg|jmpl|280px|ka|Replika kujang pada monumen kota [[Bogor]]]]
| image = Kujang (8688254683).jpg
'''Kujang''' ([[Aksara Sunda Baku|aksara Sunda]]: {{Sund|ᮊᮥᮏᮀ}}) adalah sebuah [[senjata]] unik dari daerah [[Jawa Barat]]. Kujang mulai dibuat sekitar [[abad ke-8]] atau [[abad ke-9|ke-9]], terbuat dari [[besi]], [[baja]] dan bahan pamor, panjangnya sekitar 20 sampai 25 [[cm]] dan beratnya sekitar 300 [[gram]].
| image_size = 300
| caption = Kujang, senjata khas suku Sunda.
| origin = [[Indonesia]]
| type = Belati
<!-- Type selection -->| is_bladed = Yes
<!-- Service history -->| service =
| used_by = [[Suku Sunda]]
| wars = <!-- Production history -->
| designer =[[Suku Sunda]]
| design_date =
| manufacturer =
| unit_cost =
| production_date =
| number =
| variants = <!-- General specifications -->
| spec_label =
| weight = sekitar 300 gram
| length = 20-25cm
| part_length =
| width =
| height =
| diameter =
| crew = <!-- Bladed weapon specifications -->
| blade_type = Bermata tunggal, lengkung
| hilt_type = Tanduk kerbau, kayu
| sheath_type = Tanduk kerbau, kayu
| head_type =
| haft_type =
}}
'''Kujang''' ([[Aksara Sunda Baku|aksara Sunda]]: {{Sund|ᮊᮥᮏᮀ}}) adalah sebuah [[senjata]] khas [[Suku Sunda|Sunda]]. Kujang mulai dibuat sekitar [[abad ke-8]] atau [[abad ke-9|ke-9]], terbuat dari [[besi]], [[baja]], dan bahan pamor. Panjang kujang umumnya sekitar 20 sampai 25 [[cm]] dan beratnya sekitar 300 [[gram]].
 
Kujang merupakan perkakas yang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan juga melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi [[hak]] dan kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan, ataupun cindera mata.
Menurut ''[[Sanghyang siksakandaSiksa ngKandang karesianKaresian]]'' pupuh XVII, kujang adalah senjata kaum petani dan memiliki akar pada budaya pertanian masyarakat Sunda.
 
== Deskripsi ==
Secara etimologis, istilah "kujang" berasal dari kata ''kudihyang.'' ''Kudi'' merupakan kata dalam [[bahasa Sunda Kuno]] yang berarti senjata dengan kekuatan gaib dan sakti.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/kujang/|title=KUJANG|date=2015-12-17|website=Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya|language=id-ID|access-date=2020-07-11}}</ref> Kata ''Hyang'' juga berasal dari [[bahasa Sunda Kuno]] yang berarti dewa/dewi.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=DY7v18r2ZnYC|title=Widya Dharma Agama Hindu SMP kls 9|last=|first=|date=|publisher=Ganeca Exact|isbn=978-979-744-740-3|location=|pages=94|language=id|url-status=live}}</ref><ref>{{harvnb|Kerjasama Pusat Kajian Lintas Budaya|2011|p=62}}</ref> Sumber lain menyatakan bahwa Kujang berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia.<ref>{{Cite web|url=https://www.house-indonesia.com:443/id/inspired/magazine/685/kujang-,-senjata-tradisional-indonesia|title=Kujang, Senjata Tradisional Indonesia|website=House Sangkuriang Bandung|language=en-us|access-date=2020-07-11}}</ref>
 
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (''Hyang''), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Sunda. Sebagai lambang atau simbol dengan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Di samping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat.
Kujang dikenal sebagai benda tradisional masyarakat [[Jawa Barat]] ([[Sunda]]) yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti{{who}} menyatakan bahwa istilah "kujang" berasal dari kata ''kudihyang'' (''kudi'' dan ''Hyang''. Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti sebagaimana [[Prabu Siliwangi]].
 
Pada masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan [[Suku Sunda|masyarakat Sunda]] karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno ''[[Sanghyang Siksa Kandang Karesian]]'' ([[1518]] M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah di antaranya di daerah [[Rancah, Ciamis]]. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat [[Suku Badui|Badui]] di [[Kabupaten Lebak]], [[Provinsi Banten]] dan Pancer Pangawinan di [[Sukabumi]], Provinsi Jawa Barat.
[[Kudi]] diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit{{fact}}. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904: 405-406). Sementara itu, Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.
 
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Provinsi Jawa Barat.
 
Pada masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah di antaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.
 
<blockquote class="toccolours" style="text-align:justify; width:45%; float:right; padding: 10px; display:table; margin-left:10px;">"Segala macam hasil tempaan, ada tiga macam yang berbeda. Senjata sang prabu ialah: pedang, abet (pecut), pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk membunuh. Senjata orang tani ialah: '''kujang''', baliung, patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengambil apa yang dapat dikecap dan diminum. Senjata sang pendeta ialah: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengerat segala sesuatu, Itulah ketiga jenis senjata yang berbeda pada sang prebu, pada petani, pada pendeta. Demikianlah bila kita ingin tahu semuanya, tanyalah pandai besi." <p style="text-align: right;">— [[Sanghyang siksakanda ng karesian]] pupuh XVII.
</blockquote>
 
Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.
 
== Bagian-bagian Kujang ==
Secara umum, kujang memiliki sisi tajaman dan bagian-bagian lain seperti: ''papatuk/congo'' (ujung kujang yang menyerupai panah), ''eluk/silih'' (lekukan pada bagian punggung), ''tadah'' (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan ''mata'' (lubang kecil yang ditutupi [[emas|logam emas]] dan perak).<ref>{{cite book|title=Koleksi Pilihan 25 Museum di Indonesia|author=Intan Mardiana N, Endang Sriwigati, Yuni Astuti Ibrahim & Andini Perdana|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|year=2009|editor=Agus Aris Munandar|id=5156648}}</ref> Selain dari bentuknya yang unik, bahan baku kujang cenderung tipis, bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.
 
== Bentuk dan fungsi ==
Karaktaristik sebuah kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian, antara lain: papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak). Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unik cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.
[[Image:Tijdschrift voor Indische Taal- Land- en Volkenkunde Deel XLVII.pdf|page=452|right|thumbnail|250px|Aneka rupa kujang dan [[badi]] dalam laporan Hurgronje tahun 1904|pra=Berkas:Tijdschrift_voor_Indische_Taal-_Land-_en_Volkenkunde_Deel_XLVII.pdf%3Fpage=452]]
Kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk.<ref>{{cite book|title=Sanghyang Raja Uyeg: dari sakral ke profan|author=Arthur S. Nalan|publisher=Humaniora Utama Press|year=2000|isbn=97-992-3137-X}}</ref> Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain: Kujang Pusaka (lambang keagungan dan perlindungan), Kujang Pangarak (untuk berperang),<ref>{{cite book|title=Tiga Sandera Terakhir|author=Brahmanto Anindito|publisher=Noura Books|year=2015|isbn=60-209-8947-X}}</ref> Kujang Pakarang (sebagai alat upacara)<ref>{{cite book|title=Kehidupan masyarakat Kanekes|author=Saleh Danasasmita & Anis Djatisunda|publisher=Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi), Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|year=1986|oclc=6801889}}</ref> dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang).<ref>{{cite web|url=http://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekarupa/article/view/483/651|title=Interpretasi Visual terhadap Bentuk dan Fungsi Kujang Huma Pamangkas dengan Uji ANOVA (Analysis Of Variance) dan VAS (Visual Analog Scale)|author=Edi Setiadi Putra|year=2011|publisher=Institut Teknologi Nasional|accessdate=21 February 2017}}</ref> Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Di samping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.<ref name=":1" />
 
== Sejarah bentuk ==
Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain: Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.
Nilai Kujang sebagai sebuah [[jimat]], pertama kali muncul dalam sejarah Kerajaan Sunda Pajajaran dan Panjalu. Tepatnya pada masa pemerintahan [[Bunisora|Prabu Kuda Lalean]]. Prabu Kuda Lelean juga dikenal sebagai Hyang Bunisora dan Batara Guru di Jampang karena menjadi seorang petapa atau resi yang mumpuni di Jampang, Sukabumi.
 
Sejak itu, Kujang secara berangsur-angsur dipergunakan para raja dan bangsawan kerajaan di Tanah Sunda sebagai lambang kewibawaan dan kesaktian. Suatu ketika, Prabu Kuda Lalean tengah melakukan tapa brata di suatu tempat. Tiba-tiba sang prabu mendapat ilham untuk mendesain ulang bentuk Kujang, yang selama ini dipergunakan sebagai alat pertanian.
== Mitologi ==
Menurut orang tua ada yang memberikan falsafah yang sangat luhur terhadap Kujang sebagai;
{{quote|'''Ku-Jang-ji rek neruskeun padamelan sepuh karuhun urang'''}} Janji untuk meneruskan perjuangan sepuh karuhun urang/ nenek moyang yaitu menegakan cara-ciri manusa dan cara ciri bangsa. Apa itu?
==== Cara-ciri Manusia ada 5 ====
# Welas Asih (Cinta Kasih),
# Tatakrama (Etika Berprilaku),
# Undak Usuk (Etika Berbahasa),
# Budi Daya Budi Basa,
# Wiwaha Yuda Na Raga ("Ngaji Badan".
==== Cara-ciri Bangsa ada 5 ====
# Rupa,
# Basa,
# Adat,
# Aksara,
# Kebudayaan
 
Anehnya, desain terbaru yang ada dibenak sang Prabu, bentuknya mirip dengan Pulau "Djava Dwipa", yang dikenal sebagai Pulau Jawa pada masa kini. Nah, setelah mendapat ilham itu, segera prabu Kuda Lalean menugaskan Mpu Windu Supa, seorang pandai besi dari keluarga kerajaan. Ia diminta membuat mata pisau seperti yang ada di dalam pikiran sang Prabu. Mulanya, Mpu Windu Supa gusar soal bentuk senjata yang mesti dibuatnya. Maka sebelum melakukan pekerjaan, Mpu Windu Supa melakukan meditasi, meneropong alam pikiran sang prabu. Akhirnya didapatlah sebuah bayangan tetang purwa rupa (prototype) senjata seperti yang ada dalam pikiran Kuda Lalean.
Sebetulnya masih banyak falsafah yang tersirat dari Kujang yang bukan sekadar senjata untuk menaklukan musuh pada saat [[perang]] ataupun hanya sekadar digunakan sebagai alat bantu lainnya.
 
Setelah meditasinya usai, Mpu Windu Supa memulai pekerjaannya. Dengan sentuhan-sentuhan magis yang diperkaya nilai-nilai filosofi spiritual, maka jadilah sebuah senjata yang memiliki kekuatan tinggi. Inilah sebuah Kujang yang bentuknya unik, dan menjadi sebuah objek bertenaga gaib. Senjata ini memiliki 2 buah karakteristik yang mencolok. Bentuknya menyerupai Pulau Jawa dan terdapat 3 lubang di suatu tempat pada mata pisaunya. Inilah sebuah senjata yang pada generasi mendatang selalu berasosiasi dengan Kerajaan Sunda Pajajaran.
== Sejarah Bentuk Kujang ==
[[Berkas:Kujang Wayang (foto dokumen Museum Prabu Geusan Ulun).jpg|jmpl|280px|kiri|Kujang Wayang adalah salah satu dari beberapa koleksi kujang yang dimiliki oleh [[Museum Prabu Geusan Ulun]]. MPGU merupakan museum paling lengkap di Tatar Pasundan yang memiliki dan mewarisi macam-macam kujang seperti era [[Siliwangi]] dan [[Kerajaan Pajajaran]] atau [[Kerajaan Sumedang Larang]] dan lain sebagainya]]
Nilai Kujang sebagai sebuah jimat atau azimat, pertama kali muncul dalam sejarah Kerajaan Padjadjaran Makukuhan dan Panjalu. Tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Kudo Lalean(disebut juga Prabu Kuda Lelean di tanah Sunda dan Kerajaan Panjalu Ciamis). Prabu Kuda Lelean / Kudo lalean juga dikenal sebagai Hyang Bunisora dan Batara Guru di Jampang karena menjadi seorang petapa atau resi yang mumpuni di Jampang (Sukabumi).
 
Bentuk Pulau Jawa sendiri merupakan filosofi dari cita-cita sang Prabu, untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil tanah Jawa menjadi satu kerajaan yang dikepalai Raja Pajajaran.
Sejak itu, Kujang secara berangsur-angsur dipergunakan para raja dan bangsawan Kerajaan itu sebagai lambang kewibawaan dan kesaktian. Suatu ketika, Prabu Kudo Lalean tengah melakukan tapa brata di suatu tempat. Tiba-tiba sang prabu mendapat ilham untuk mendesain ulang bentuk Kujang, yang selama ini dipergunakan sebagai alat pertanian.
Sementara tiga lubang pada pisaunya melambangkan Trimurti, atau tiga aspek Ketuhanan
dari agama Hindu, yang juga ditaati oleh Kuda Lalea. Tiga aspek Ketuhanan menunjuk kepada Brahma, Vishnu, dan Shiva. Trinitas Hindu (Trimurti) juga diwakili 3 kerajaan utama pada masa itu. Kerajaan-kerajaan itu antara lain Pengging Wiraradya, yang berlokasi di bagian Timur Jawa; Kerajaan Kambang Putih, yang berlokasi di bagian Utara Jawa, dan Kerajaan Sunda Pajajaran, berlokasi di Barat.
 
Bentuk Kujang berkembang lebih jauh pada generasi mendatang. Model-model yang berbeda bermunculan. Ketika pengaruh Islam tumbuh di masyarakat, Kujang telah mengalami reka bentuk menyerupai huruf Arab “Syin”. Ini merupakan upaya dari wilayah Pasundan, yakni Prabu Kian Santang(Dikenal juga dengan Nama Prabu Borosngora,dan Bunisora Suradipati dari kerajaan panjalu), yang berkeinginan meng-Islamkan rakyat Pasundan. Akhirnya filosofi Kujang yang bernuansa Hindu dan agama dari kultur yang lampau, direka ulang sesuai dengan filosofi ajaran Islam. Syin sendiri adalah huruf pertama dalam sajak (kalimat) syahadat di mana setiap manusia bersaksi akan Tuhan yang Esa dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Dengan mengucap kalimat syahadat dan niat di dalam hati inilah, maka setiap manusia secara otomatis masuk Islam.
Anehnya, desain terbaru yang ada di benak sang Prabu, bentuknya mirip dengan Pulau “Djawa Dwipa”, yang dikenal sebagai Pulau Jawa pada masa kini. Nah, setelah mendapat ilham itu, segera prabu Kudo Lalean menugaskan Mpu Windu Supo, seorang pandai besi dari keluarga kerajaan. Ia diminta membuat mata pisau seperti yang ada di dalam pikiran sang Prabu. Mulanya, Mpu Windu Supo gusar soal bentuk senjata yang mesti dibuatnya. Maka sebelum melakukan pekerjaan, Mpu Windu Supo melakukan meditasi, meneropong alam pikiran sang prabu. Akhirnya didapatlah sebuah bayangan tetang purwa rupa (prototype) senjata seperti yang ada dalam pikiran Kudo Lalean.
 
Manifestasi nilai Islam dalam senjata Kujang adalah memperluas area mata pisau yang menyesuaikan diri dengan bentuk dari huruf Syin. Kujang model terbaru seharusnya dapat mengingatkan si pemiliknya dengan kesetiannya kepada Islam dan ajarannya. Lima lubang pada Kujang telah menggantikan makna Trimurti. Kelima lubang ini melambangkan 5 tiang dalam Islam (rukun Islam). Sejak itulah model Kujang menggambarkan paduan dua gaya yang didesain Prabu Kudo Lalean dan Prabu Kian Santang. Namun wibawa Kujang sebagai senjata pusaka yang penuh “kekuatan lain” dan bisa memberi kekuatan tertentu bagi pemiliknya, tetap melekat.
Setelah meditasinya usai, Mpu Windu Supo memulai pekerjaannya. Dengan sentuhan-sentuhan magis yang diperkaya nilai-nilai filosofi spiritual, maka jadilah sebuah senjata yang memiliki kekuatan tinggi. Inilah sebuah Kujang yang bentuknya unik, dan menjadi sebuah objek bertenaga gaib. Senjata ini memiliki 2 buah karakteristik yang mencolok. Bentuknya menyerupai Pulau Jawa dan terdapat 3 lubang di suatu tempat pada mata pisaunya. Inilah sebuah senjata yang pada generasi mendatang selalu berasosiasi dengan Kerajaan Padjadjaran Makukuhan.
 
Dalam perkembangannya, senjata Kujang tak lagi dipakai para raja dan kaum bangsawan. Masyarakat awam pun kerap menggunakan Kujang sama seperti para Raja dan bangsawan. Di dalam masyarakat Sunda, Kujang kerap terlihat dipajang sebagai mendekorasi rumah.
Bentuk Pulau Jawa sendiri merupakan filosofi dari cita-cita sang Prabu, untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil tanah Jawa menjadi satu kerajaan yang dikepalai Raja Padjadjaran Makukuhan.
Sementara tiga lubang pada pisaunya melambangkan Trimurti, atau tiga aspek Ketuhanan
dari agama Hindu, yang juga ditaati oleh Kudo Lalea. Tiga aspek Ketuhanan menunjuk kepada Brahma, Vishnu, dan Shiva. Trinitas Hindu (Trimurti) juga diwakili 3 kerajaan utama pada masa itu. Kerajaan-kerajaan itu antara lain Pengging Wiraradya, yang berlokasi di bagian Timur Jawa; Kerajaan Kambang Putih, yang berlokasi di bagian Utara Jawa, dan Kerajaan Padjadjaran Makukuhan, berlokasi di Barat.
 
Konon ada semacam keyakinan yang berkait dengan keberuntungan, perlindungan, kehormatan, kewibawaan dan lainnya. Namun, ada beberapa takhayul yang dianggap sebagai pantangan yang tak boleh dilakukan. Yakni memajang Kujang secara berpasangan di dinding dengan mata pisau yang tajam sebelah dalam saling berhadapan. Ini merupakan tabu atau larangan. Selain itu, tidak boleh seorangpun mengambil fotonya sedang berdiri di antara 2 Kujang dalam posisi tersebut. Kabarnya, ini akan menyebabkan kematian terhadap orang tersebut dalam waktu 1 tahun, tidak lebih tetapi bisa kurang.
Bentuk Kujang berkembang lebih jauh pada generasi mendatang. Model-model yang berbeda bermunculan. Ketika pengaruh Islam tumbuh di masyarakat, Kujang telah mengalami reka bentuk menyerupai huruf Arab “Syin”. Ini merupakan upaya dari wilayah Pasundan, yakni Prabu Kian Santang(Dikenal juga dengan Nama Prabu Borosngora,dan Bunisora Suradipati dari kerajaan panjalu), yang berkeinginan meng-Islamkan rakyat Pasundan. Akhirnya filosofi Kujang yang bernuansa Hindu dan agama dari kultur yang lampau, direka ulang sesuai dengan filosofi ajaran Islam. Syin sendiri adalah huruf pertama dalam sajak (kalimat) syahadat dimana stiap manusia bersaksi akan Tuhan yang Esa dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Dengan mengucap kalimat syahadat dan niat di dalam hati inilah, maka setiap manusia secara otomatis masuk Islam.
 
== Kujang dalam lambang daerah==
Manifestasi nilai Islam dalam senjata Kujang adalah memperluas area mata pisau yang menyesuaikan diri dengan bentuk dari huruf Syin. Kujang model terbaru seharusnya dapat mengingatkan si pemiliknya dengan kesetiannya kepada Islam dan ajarannya. Lima lubang pada Kujang telah menggantikan makna Trimurti. Kelima lubang ini melambangkan 5 tiang dalam Islam (rukun Islam). Sejak itulah model Kujang menggambarkan paduan dua gaya yang didesain Prabu Kudo Lalean dan Prabu Kian Santang. Namun wibawa Kujang sebagai senjata pusaka yang penuh “kekuatan lain” dan bisa memberi kekuatan tertentu bagi pemiliknya, tetap melekat.
Beberapa kabupaten di [[Provinsi Jawa Barat]], dan [[Negara Pasundan]], menggunakan kujang di dalam lambang daerahnya.
 
=== Negara Pasundan ===
Dalam perkembangannya, senjata Kujang ta. k lagi dipakai para raja dan kaum bangsawan. Masyarakat awam pun kerap menggunakan Kujang sama seperti para Raja dan bangsawan. Di dalam masyarakat Sunda, Kujang kerap terlihat dipajang sebagai omendekorasi rumah.
[[Negara Pasundan]] menggunakan siluet kujang pada lambangnya. Menurut pemerintah Negara Pasundan, penggunaan siluet kujang pada lambang Negara Pasundan menunjukkan perkembangan ketatanegaraan yang masih muda dari Negara Pasundan.<ref>{{harvnb|Pemerintah Negara Pasundan|1949|p=139}}</ref> Wali Negara Pasundan [[Wiranatakoesoema V]] serta Kepolisian Negara Pasundan juga menggunakannya dalam lambang pribadi dan instansinya.<ref name=":0">{{Cite web|url=http://hubert-herald.nl/INHOUD.htm|title=JAWA BARAT|last=de Vries|first=Hubert|date=|website=hubert-herald.nl|access-date=2020-07-11}}</ref>
 
=== Provinsi Jawa Barat ===
Konon ada semacam keyakinan yang berkait dengan keberuntungan, perlindungan, kehormatan, kewibawaan dan lainnya. Namun, ada beberapa takhayul yang dianggap sebagai pantangan yang tak boleh dilakukan. Yakni memajang Kujang secara berpasangan di dinding dengan mata pisau yang tajam sebelah dalam saling berhadapan. Ini merupakan tabuatau larangan. Selain itu, tidak boleh seorangpun mengambil fotonya sedang berdiri di antara 2 Kujang dalam posisi tersebut. Kabarnya, ini akan menyebabkan kematian terhadap orang tersebut dalam waktu 1 tahun, tidak lebih tetapi bisa kurang.
[[Jawa Barat|Provinsi Jawa Barat]] menggunakan kujang sebagai lambang Pancasila. Lima lubang yang terdapat pada kujang di lambang daerah Jawa Barat melambangkan kelima sila dalam Pancasila.<ref name=":0" />
 
== Rujukan ==
{{Reflist}}
 
== Daftar pustaka ==
# Keris and other weapons of Indonesia, Mubirman, Yayasan Pelita Wisata, Jakarta, 1970.
* {{Cite book|author=Pemerintah Negara Pasundan| year= 1949| title=Negara Pasundan satu tahun, 24 April 1948-1949| location =Bandung|url=https://books.google.co.id/books?id=Xz6OVh1_YH0C|ref=harv}}
* {{Cite book|author=Kerjasama Pusat Kajian Lintas Budaya| title=Politik jati diri urang Sunda dalam memperkuat pembangunan karakter bangsa|url=https://books.google.co.id/books?id=MiHShdPD_5AC|publisher=Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata|location=Bandung|ref=harv}}
* Keris and other weapons of Indonesia, Mubirman, Yayasan Pelita Wisata, Jakarta, 1970.
 
== Pranala luar ==
* [http://www.sundanet.com/?p=219 Sejarah Kujang]
 
#* [http://wwwekorisanto.sundanetblogspot.com/?p=2192009/08/kujang-senjata-masyarakat-sunda-1.html Kujang, Senjata Masyarakat Sunda]
# [http://ekorisanto.blogspot.com/2009/08/kujang-senjata-masyarakat-sunda-1.html]
 
{{senjata Indonesia}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Senjata tajam]]
[[Kategori:Budaya Sunda|Kujang]]
[[Kategori:Alat]]
[[Kategori:Senjata tradisional Indonesia|Kujang]]