Hardjonagoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Stephensuleeman (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
 
(39 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Rumah Go Tik Swan 02.jpg|jmpl|ka|Rumah K.R.T. Hardjonagoro di Surakarta]]
'''Go Tik Swan''' dilahirkan pada [[11 Mei]] [[1931]] sebagai putra sulung keluarga Tjan di kota Solo ([[Surakarta]]). Karena kedua orangtuanya sibuk dengan usaha mereka, Tik Swan diasuh oleh kakeknya dari pihak ibu, [[Tjan Khay Sing]], seorang pengusaha batik di Solo. Ia mempunyai empat tempat pembatikan: dua di [[Kratonan]], satu di Ngapenan, dan satu lagi di Kestalan, dengan karyawan sekitar 1.000 orang.
'''Go Tik Swan''', umumnya dikenal dengan nama '''K.R.T. Hardjonagoro''' (lahir pada [[11 Mei]] [[1931]]—[[5 November]] [[2008]])<ref>{{Cite news|date=2008-11-05|title=Siang Ini Panembahan Hardjonagoro Dimakamkan|url=https://nasional.kompas.com/read/2008/11/06/05390493/~Regional~Jawa|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2021-05-11|archive-date=2022-03-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20220307174822/https://nasional.kompas.com/read/2008/11/06/05390493/~Regional~Jawa|dead-url=no}}</ref> adalah seorang budayawan dan sastrawan [[Indonesia]] yang menetap di [[Surakarta]]. Ia dilahirkan sebagai putra sulung keluarga Tionghoa yang termasuk golongan [[Cabang Atas]] atau priyayi Tionghoa di kota Solo ([[Surakarta]]). Karena kedua orangtuanya sibuk dengan pekerjaan mereka, Tik Swan diasuh oleh kakeknya dari pihak ibu, [[Tjan Khay Sing]], seorang pengusaha batik di Solo. Ia mempunyai empat tempat pembatikan: dua di [[Kratonan]], satu di Ngapenan, dan satu lagi di Kestalan, dengan karyawan sekitar 1.000 orang.
 
Sejak kecil Tik Swan biasa bermain di antara para tukang cap, dengan anak-anak yang membersihkan [[lilin|malam]] dari kain, dan mencucinya, mereka yang membubuhkan warna coklat dari kulit pohon soga, dan orang-orang yang menulisi kain dengan [[canting]].
 
Ia juga senang mendengarkan mereka menembang dan mendongeng tentang [[Dewi Sri]] dan berbagai cerita tradisional Jawa. Dari mereka ia belajar mengenal [[mocopatmacapat]], [[dalang|pedalangan]], [[gending]], [[Hanacaraka]], dan [[Tari Jawa|tarian Jawa]].
 
Tik Swan dikirim bersekolah di ''Neutrale Europesche Lagere School'' bersama warga kraton, anak-anak ningrat, anak-anak pemuka masyarakat, dan anak-anak pembesar Belanda. Ini disebabkan karena kedua orangtuanya adalah keturunan pemuka masyarakat Tionghoa pada saat itu. Ayahnya adalah cucu dari ''[[LieutenantKapitan Cina|Luitenant der Chinezen]]'' di [[Boyolali]] sedangkan ibunya cucu ''[[LieutenantKapitan Cina|Luitenant der Chinezen]]'' dari [[Surakarta]].
 
Tidak jauh dari rumah kakeknya, tinggallah Pangeran [[Hamidjojo]], putra [[Pakubuwana X|Paku Buwana X]], seorang indolog lulusan [[Universitas Leiden]] dan juga penari Jawa klasik. Di rumah sang pangeran selalu diadakan latihan tari yang sejak awal sudah mempesona Tik Swan. Sementara itu Pangeran [[Prabuwinoto]] membangkitkan minat Go Tik Swan pada karawitan Jawa.
 
== Telanjur sayang ==
Seusai perang, Tik Swan belajar di [[MULO]] di Semarang. Lulus dari VHO ''Voortgezet HogerHooger Onderwijs'' (VHO) di Semarang, orangtuanya ingin ia kuliah di [[Fakultas Ekonomi]] [[Universitas Indonesia]]. Namun ia sudah telanjur sayang dan jatuh cinta pada kebudayaan Jawa.
 
"Saya diam-diam masuk jurusan [[Sastra Jawa]] di [[Fakultas Sastra]] UI. Ketika ayah tahu, beliauia khawatir saya tidak bisa mencari nafkah yang memadai dengan memilih bidang itu," ceritanya.
 
Di Fakultas Sastra, ada dua pengajar yang dianggapnya berpengaruh besar terhadapnya Profesor Dr. [[Tjan Tjoe Siem]], seorang ahli sastra Jawa lulusan Leiden yang berasal dari Solo dan Profesor Dr. [[R.M.Ng. [[Poerbatjaraka]], seorang otodidak yang legendaris.
 
<!--== Menarik perhatian Soekarno ==
 
Ketika belajar di Jakarta, Tik Swan sering berkunjung ke rumah Prof. Poerbatjaraka dan berlatih menari Jawa di sana. Dalam perayaan Dies Natalis Universitas Indonesia ia bersama rombongannya diundang menari di istana. Tariannya sempat membuat Presiden [[Soekarno]] sangat terkesan karena Tik Swan memang menari dengan sangat bagus. Tik Swan pun saat itu sudah menggunakan nama ''Hardjono''.
<!--== Menarik perhatian Soekarno ==
"Saat belajar di Jakarta, paling tidak, seminggu tiga kali saya datang ke rumah Pak Poerba yang saat itu tinggal di Jl. Sumenep. Di sana saya latihan menari dibimbing Pak Kodrat dan Pak Wiradat, adik-adik beliau. Lalu dalam Dies Natalis U.I. kami diundang menari di istana."
 
Rupanya Presiden RI waktu itu, Ir. Soekarno, terkesan pada pemuda keturunan yang bisa menarikan tarian Jawa dengan bagusnya. Zaman itu memang boleh dikatakan tidak ada WNI yang tertarik menari Jawa atau memakai nama Indonesia, Go Tik Swan sudah mempunyai nama Hardjono.
 
Soekarno yang mencita-citakan pembauran itu lantas memberi perhatian khusus kepada Go Tik Swan. Apalagi waktu itu sebulan sekali ada acara kesenian di istana dan Hardjono rajin membantu Soewito Santoso menyelenggarakannya. Kemudian ia juga menjadi pengurus Ikatan Seni Tari Indonesia.
 
Bung Karno konon biasa menerima tamu pagi-pagi, mulai pukul 06:00. Tidak jarang Hardjono juga kelihatan di sana. Ketika ia bercerita akan membangun rumah di Surakarta, Soekarno yang arsitek lulusan Technische Hogeschool di Bandung (sekarang ITB) itu ingin melihat gambar rumah tersebut.
 
"Awal tahun 50-an 'kan model rumah memakai teras, " cerita Harjonagoro. "Teras depan rumah saja dirancang berbentuk bundar oleh arsitek Belanda. Gaya-nya art deco. Presiden Soekarno lantas berkata," Di masa yang akan datang nanti, jalan besar di depan rumahmu akan semakin ramai dilalui orang maupun kendaraan. Tidak akan nikmat lagi duduk-duduk di situ. Lebih baik kamu buat teras yang luas di belakang."
 
Ruang membatik
Menampung para pembatik tradisional di belakang rumahnya. Foto: HI
Pria gagah ini pun menurut. Dibuatnya sebuah teras lain yang luas dan bulat juga di belakang rumahnya. Depan teras itu ditanaminya dengan soka, kamboja dsb. yang bibitnya ia pilih di Bali . Kini, lebih dari 40 tahun kemudian, ia masih merasa nikmat duduk-duduk di situ.
 
"Di sinilah tempat saya menerima," katanya. Tamu-tamunya beragam, mulai menteri sampai wartawan, ilmuwan sampai duta besar.
 
== Pelopor Batik Indonesia ==
MengetahuiKetika kalaumengetahui bahwa keluarga Go Tik Swan Hardjono sudah turun-temurun mengusahakan batik, Soekarno lantas menyarankan agar ia menciptakan "Batik Indonesia". Anggota Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia itu (Ketuanya Emil Salim) merasaIa tergugah., Ialalu "pulang kampung"ke Solo untuk mendalami segala sesuatu tentang batik, termasuk sejarah dan falsafahnya.
 
IaHubungannya beruntungyang karenaakrab disayangidengan olehkeluarga kraton Solo memungkinkan Tik Swan Hardjono belajar langsung dari ibunda Susuhunan Paku Buwana XII yang memiliki pola-pola batik pusaka. Pola-pola batik langka yang tadinya tidak dikenal umum maupun pola-pola tradisional lain digalinya dan dikembangkannya tanpa menghilangkan ciri dan maknanya yang hakiki.
Mengetahui kalau keluarga Go Tik Swan Hardjono turun-temurun mengusahakan batik, Soekarno lantas menyarankan agar ia menciptakan "Batik Indonesia". Anggota Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia itu (Ketuanya Emil Salim) merasa tergugah. Ia "pulang kampung" untuk mendalami segala sesuatu tentang batik, termasuk sejarah dan falsafahnya.
 
Ia beruntung karena disayangi oleh ibunda Susuhunan Paku Buwana XII yang memiliki pola-pola batik pusaka. Pola-pola batik langka yang tadinya tidak dikenal umum maupun pola-pola tradisional lain digalinya dan dikembangkannya tanpa menghilangkan ciri dan maknanya yang hakiki.
 
Pola yang sudah dikembangkan itu diberinya warna-warna baru yang cerah, bukan hanya coklat, biru dan putih kekuningan seperti yang lazim dijumpai pada batik Solo-Yogya. Lahirlah yang disebut "Batik Indonesia".
 
Saat itu warna-warna cerah cuma dipakai pada batik Pekalongan, namuntetapi motif batik Pekalongan kebanyakan buketan (karangan bunga aneka warna) yang berbeda sekali dari motif batik Vorstenlanden (Solo dan Yogya) yang biasanya sarat makna.
<!--
 
== Dikoleksi museum mancanegara ==
 
Terobosan baru yang dilatar belakangi pemahaman yang mendalam tentang falsafah batik, selera yang baik dalam merancang pola, komposisi dan warna serta kehalusan pengerjaannya, menyebabkan batik Go Tik Swan menjadi rebutan kaum wanita golongan atas. Apalagi pemasarannya dilakukan oleh Ibu Soed, penggubah lagu anak-anak yang dekat dengan Bung Karno dan luas pergaulannya. Ibu Soed juga bisa memberi saran-saran yang berharga karena seleranya baik dalam memadukan warna dsb.
 
Baris 51 ⟶ 35:
 
Go Tik Swan pun mengajari Ibu Soed membuat batik. Nyonya Bintang Soedibjo itu kemudian kita kenal pula sebagai pembuat batik yang handal. Saat ini batik-batik Harjonagoro banyak yang menjadi koleksi museum-museum di Eropa, Amerika, Australia maupun koleksi pribadi orang-orang yang menghargai batik bermutu tinggi. Di masa Ir. Soekarno masih menjadi presiden, kalau ada tamu negara datang, maka Go Tik Swan sebagai anggota Panitia Negara Urusan Penerima Kepala Negara Asing bertanggung-jawab menyelenggarakan pameran batik di Istana Negara.
 
Dari petani kembali ke petani
 
Harjonagoro, penghasil batik tulis adiluhung itu tidak anti adanya pabrik-pabrik yang menghasilkan batik secara massal. "Karena pabrik-pabrik itu memberi nafkah kepada banyak orang kecil dan memperkenalkan pola dan motif yang tadinya eksklusif kepada masyarakat banyak. Orang Indonesia maupun asing jadi berkesempatan menghargai tradisi kita," dalihnya.
Baris 60 ⟶ 42:
Saat ini, di halaman belakang rumahnya, ada sebuah bangsal yang luas, beratap tinggi dan bersih. Dindingnya dari jalinan gedek yang artistik, rancangan Harjonagoro sendiri. Di dalamnya ada kira-kira sepuluh wanita lanjut usia sedang membatik dengan antengnya. Dari celah-celah gedek angin leluasa masuk, sehingga udara Solo yang panas terasa lebih sejuk di sana.
 
"Falsafah batik sebenarnya berakar pada petani, yang dibawa masuk ke keraton, lalu diperbaiki dan diperhalus. Baru kemudian timbul falsafah batik yang tidak berpijak pada pertanian. Karena berasal dari petani, mestinya harus mengalir kembali ke asalnya, yaitu masyarakat pertanian. Masyarakat itu, yang kini sudah bergeser menjadi masyarakat industri agraris dan sepanjang masa sengsara, mestinya diberi kesempatan mendapat bagian dari batik." Begitu keyakinan Harjonagoro yang pernah hidup di antara rakyat jelata (antara lain para pengrajin batik di rumah kakeknya) maupun lingkungan keraton.
 
"Karena berasal dari petani, mestinya harus mengalir kembali ke asalnya, yaitu masyarakat pertanian. Masyarakat itu, yang kini sudah bergeser menjadi masyarakat industri agraris dan sepanjang masa sengsara, mestinya diberi kesempatan mendapat bagian dari batik." Begitu keyakinan Harjonagoro yang pernah hidup di antara rakyat jelata (antara lain para pengrajin batik di rumah kakeknya) maupun lingkungan keraton.
 
Menjadi Empu Keris
 
Sejak menunjukkan kebolehan dan kepeduliannya pada kebudayaan, ia sering mendapat tugas muhibah dan diundang ke luar negeri untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia. Sementara itu di dalam negeri ia antara lain diangkat menjadi Ketua Pelaksana Art Gallery Suaka Budaya di Karaton Kasunanan Surakarta.
Baris 100 ⟶ 78:
Nama KRT Harjonagoro bisa dijumpai di banyak sekali buku dan artikel tentang batik, di dalam maupun di luar negeri. Semua itu dikumpulkannya dengan saksama. Namun sayang kali ia belum mengikuti jejak teman sekolahnya, Julius Tahija (mantan Caltex dan mantan pemilik Bank Niaga) yang sudah menuliskan riwayat hidupnya yang menarik. (HI)-->
 
== PranalaLihat luarpula ==
* [[Pasar Gede Harjonagoro]]
* [http://www.indomedia.com/intisari/1998/juni/hardjo.htm/ Penari, Pembatik, dan Empu Keris]
 
== Pranala luar ==
* [http://www.indomedia.com/intisari/1998/juni/hardjo.htm/ Penari, Pembatik, dan Empu Keris] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20050219054711/http://www.indomedia.com/intisari/1998/juni/hardjo.htm |date=2005-02-19 }}
{{Commonscat|K. R. T. Hardjonagoro}}
 
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Kelahiran Budayawan Indonesia1931]]
[[Kategori:Budayawan Tionghoa-Indonesia]]
[[Kategori:Tionghoa-Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Surakarta]]
[[Kategori:Marga Wu]]
[[Kategori:Ahli Jawa]]