Sunario Sastrowardoyo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kehidupan pribadi - Istri |
|||
(74 revisi perantara oleh 36 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Officeholder
|honorific-prefix = <small>[[Profesor|Prof.]] [[Meester in de Rechten|Mr.]]</small>
|name = {{PAGENAME}}
|image = Soenario.jpg
|imagesize =
|caption =
|office2 = Menteri Luar Negeri Indonesia
|order2 = ke-7
|term_start2 = 1 Agustus 1953
|term_end2 = 24 Juli 1955
|succeeding2 =
|president2 = [[Soekarno]]
|predecessor2 = [[Moekarto Notowidigdo]]
|successor2 = [[Ide Anak Agung Gde Agung]]
|primeminister2 = [[Ali Sastroamidjojo]]
|office3 = Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|IAIN Al-Jami'ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah
|order3 = ke-2
|term_start3 = 1960
|term_end3 = 1963
|predecessor3 = [[Mahmoed Joenoes|Prof. Dr. H. Mahmoed Joenoes]]
|successor3 = [[Soenardjo|Prof. Drs. H. Soenardjo Abu Ngusman]]
|office4 = Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta|IAIN Al-Jami'ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah
|order4 = ke-3
|term_start4 = 1960
|term_end4 = 1972
|predecessor4 = [[Muchtar Jahja|Prof. Dr. H. Muchtar Jahja]]
|successor4 = [[Bakri Syahid|Kolonel Drs. H. Bakri Syahid]]
|birth_date = {{Birth date|1902|8|28}}
|birth_place = [[Madiun]], [[Keresidenan Madiun]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{Death date and age|1997|5|18|1902|8|28}}
|death_place = [[Jakarta]], [[Indonesia]]
|resting_place = [[Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata]]
|nationality = [[Indonesia]]
|party = [[Partai Nasional Indonesia]]
|spouse = Dina Marananta Pantouw
|relations = [[Dian Sastrowardoyo]] (cucu)
|children =
Prof. [[Carolina Felicita Gerardine Sunaryati Hartono]] ([[Medan]], 7 Juni 1931) <br>
Prof. [[Maria Antonia Astrid Sunarti Susanto]] ([[Makassar]], 4 Januari 1936) <br>
Sunardine Ilyas ([[Makassar]], 19 Maret 1939) <br>
Wuryastuti Sunario ([[Salatiga]], 6 November 1940) <br>
Irawan Sunario M. A ([[Jakarta]], 20 Juli 1943)<br>
|alma_mater =
|occupation =
|profession = [[Diplomat]]
|religion = [[Islam]]
|signature =
|website =
|footnotes =
}}
[[Profesor|Prof.]] [[Meester in de Rechten|Mr.]] '''Sunario Sastrowardoyo''' ({{lahirmati|[[Madiun]], [[Jawa Timur]]|28|8|1902|[[Jakarta]]|18|5|1997}}) adalah salah satu tokoh Indonesia pada masa pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pernah menjabat sebagai pengurus [[Perhimpunan Indonesia]] di [[Belanda]].
== Riwayat Hidup ==
Sunario lahir di [[Madiun]] pada tanggal [[28 Agustus]] [[1902]]. Ia adalah anak dari pasangan [[Sutejo Sastrowardoyo]] yang merupakan mantan wedana di [[Uteran, Geger, Madiun]] dan [[Suyati Kartokusumo]]. Sutejo Sastrowardoyo dan Suyati Kartokusumo memiliki 14 anak, ia merupakan anak pertama dan memiliki 13 adik.
=== Riwayat Pendidikan ===
Pada tahun [[1908]], Sunario masuk ke ''Frobelschool'' (sekolah taman kanak-kanak) di [[Madiun]]. Di [[sekolah]] tersebut, ia diajar oleh guru-guru wanita yang bernama ''Mejuffrouw'' Acherbeek dan ''Mejuffrouw'' Tien.
Setelah ia lulus dari ''Frobelschool'', ia masuk ke ''Europeesche Lagere School'' ([[ELS]]), yang merupakan [[Sekolah Dasar]] di [[Madiun]] tahun [[1909]] - [[1916]], Sunario tinggal di rumah kakeknya yang merupakan pensiunan Mantri Kadaster yang bernama Sastrosentono. Sunario termasuk murid yang cerdas dan tidak pernah tinggal kelas yang membuat orang tuanya bangga.
Setelah menyelesaikan pendidikan di ELS, Sunario melanjutkan sekolahnya ke [[MULO]], yang merupakan singkatan dari ''Meer Uitgebreid Lager Onderwijs'' (sejenis dengan [[Sekolah Menengah Pertama]]) di [[Madiun]]. Ia bersekolah disini hanya 1 tahun, dan pada tahun [[1917]] ia pindah ke ''Rechtschool'' (setingkat dengan SMK/Sekolah Menengah Kejuruan Hukum) di [[Batavia]]. Di Batavia, ia tinggal di rumah pamannya, yang bernama Kusman dan Kunto. Di ''Rechschool'', ia belajar hukum dan belajar [[bahasa Prancis]]. Sewaktu ia bersekolah disitu, ia menjadi anggota [[Jong Java]].<ref>M.D., Sagiman. [[1993]]. ''90 Tahun Prof. Mr. Sunario, Manusia Langka Indonesia''. Jakarta: PT Rosda Jayaputra Jakarta.</ref>
Setelah ia menyelesaikan pendidikannya di ''Rechtschool'', ia melanjutkan pelajarannya ke [[Belanda]]. Ia berangkat ke Belanda dengan biaya sendiri dengan menaiki kapal sampai ke [[Genoa]], lalu meneruskan perjalanan dengan kereta api ke [[Brussel]], [[Belgia]] dan menginap disana semalam. Setelah itu, ia pergi ke [[Den Haag]] dan mengganti kereta api menuju [[Leiden]]. Di Leiden, ia diterima di [[Universitas Leiden]] dan mengikuti kuliah doktoral, sehingga pada tahun [[1925]] ia meraih gelar ''Mr.'' atau ''Meester in de Rechten'' yang artinya ahli dalam ilmu hukum. Ia menerima ijazah pada tanggal [[15 Desember]] dan ditandatangani oleh Prof. C. van Vollenhoven dan Prof. N.Y. Krom. Selama di [[Belanda]], ia menjadi anggota [[Perhimpunan Indonesia]].
Sunario adalah salah satu tokoh yang berperan aktif dalam dua peristiwa yang menjadi tonggak sejarah nasional [[Indische Vereeniging|Manifesto 1925]] dan [[Sumpah Pemuda|Konggres Pemuda II]].
Ketika Manifesto Politik itu dicetuskan, ia menjadi Pengurus [[Indische Vereeniging|Perhimpunan Indonesia]] bersama Hatta di mana Sunario menjadi Sekretaris II sementara Hatta menjadi bendahara I. Akhir Desember [[1925]], ia meraih gelar ''Meester in de Rechten'' kemudian pulang ke Indonesia. Aktif sebagai pengacara, ia membela para aktivis pergerakan yang berurusan dengan polisi Hindia Belanda. Ia menjadi penasihat panitia Kongres Pemuda II tahun 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Dalam kongres tersebut, Sunario menjadi pembicara dengan makalah "''Pergerakan Pemuda dan Persatuan Indonesia''."<ref>[http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0210/28/opini/suna42.htm Sunario, Tokoh Sumpah Pemuda dan Manifesto Politik 1925] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20081015213131/http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0210/28/opini/suna42.htm |date=2008-10-15 }}, Kompas 28 Oktober 2002</ref>
Setelah Indonesia merdeka, Sunario menjadi anggota dan kemudian Badan Pekerja KNIP ([[Komite Nasional Indonesia Pusat]]). Ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 1953-1955. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri Mr. Sunario menjabat sebagai Ketua Delegasi RI dalam [[Konferensi Asia Afrika]] di [[Bandung]] pada tahun 1955. Ketika menjadi Menlu, Sunario juga menandatangani Perjanjian tentang Dwi kewarganegaraan etnis Cina dengan [[Chou En Lai]].
Ia juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Inggris periode [[1956]] - [[1961]]. Setelah itu Sunario diangkat sebagai guru besar politik dan [[hukum internasional]] lalu menjadi Rektor [[Universitas Diponegoro]], [[Semarang]] (1963-1966) dan menjadi Rektor [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|IAIN Al-Jami'ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah]] (1960-1972)[http://www.uin-suka.ac.id/page/universitas/1] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111221222454/http://www.uin-suka.ac.id/page/universitas/1 |date=2011-12-21 }} yang merupakan cikal bakal [[Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga|UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta]] serta [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|UIN Syarif Hidayatullah Jakarta]].
Pada [[1968]], Sunario berprakarsa mengumpulkan pelaku sejarah Sumpah Pemuda, dan meminta kepada [[Ali Sadikin|Gubernur DKI Ali Sadikin]] untuk mengelola dan mengembalikan gedung di Kramat Raya 106 milik [[Sie Kong Liang]] yang telah berganti-ganti penyewa dan pemilik kepada bentuknya semula. Tempat ini disepakati menjadi Gedung Sumpah Pemuda, tetapi usulan mengganti nama jalan Kramat Raya menjadi jalan Sumpah Pemuda belum tercapai.<ref>[http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/10/27/LK/mbm.20081027.LK128566.id.html Kebangsaan Sunario] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20081218165623/http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/10/27/LK/mbm.20081027.LK128566.id.html |date=2008-12-18 }}, Majalah Tempo 27 Oktober 2008</ref>
Setelah pensiun, dia diangkat sebagai [[Panitia Lima]] tahun [[1974]]. Panitia itu dibentuk pemerintah karena muncul kehebohan di kalangan masyarakat tentang siapa sebetulnya penggali Pancasila. Panitia ini diketuai oleh [[Mohammad Hatta|Bung Hatta]]. Anggota lainnya adalah [[Ahmad Subardjo]], [[A. A. Maramis]], dan [[Abdoel Gaffar Pringgodigdo|A. G. Pringgodigdo]], tokoh-tokoh yang ikut merumuskan [[Piagam Jakarta]] tahun 1945.
== Kehidupan Pribadi ==
Sunario yang beragama [[Islam]] dan berasal dari Jawa Timur ini menikah dengan Dina Marananta Pantouw atau [[Dien Pantouw,]] gadis [[Minahasa]] beragama [[Protestan]] yang ditemuinya saat berlangsung [[Kongres Pemuda 1928]]. Dien Pantouw berkontribusi pada kelahiran Sumpah Pemuda yang secara spesifik membicarakan keterlibatan perempuan di bidang politik dan pendidikan, serta peran penting perempuan dalam persatuan Indonesia. Kehadiran Dien Pantouw bersama dengan jajaran perempuan lain yang hadir dalam [[Sumpah Pemuda]] ini menjadi landasan awal pentingnya dilaksanakan [[Kongres Perempuan Indonesia]] pada Desember 1928<ref>{{Cite web|title=Siaran Pers|url=https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-dalam-memperingati-hari-sumpah-pemuda-2024|website=Komnas Perempuan {{!}} Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan|language=en|access-date=2024-11-01}}</ref>. Keduanya mulai berkirim surat hingga kemudian menikah pada tanggal 7 Juli 1930.<ref>{{Cite web|last=Sani|first=Ahmad Faiz Ibnu|date=2021-10-28|title=Deretan Tokoh Perempuan di Balik Sumpah Pemuda|url=https://nasional.tempo.co/read/1522314/deretan-tokoh-perempuan-di-balik-sumpah-pemuda|website=Tempo.co|access-date=2023-11-18}}</ref><ref name="inews">{{Cite web|last=Yasmin|first=Puti Aini|date=2022-10-25|title=Sunario Sastrowardoyo, Kakek Dian Sastro yang Juga Pencetus Sumpah Pemuda|url=https://www.inews.id/news/nasional/sunario-sastrowardoyo-kakek-dian-sastro-yang-juga-pencetus-sumpah-pemuda/all|website=iNews.id|access-date=2023-11-18}}</ref> Dari pernikahannya dengan Dien Pantouw, ia memiliki lima anak.<ref name="inews" /> Ia merupakan kakek dari artis nasional [[Dian Sastrowardoyo]].<ref>{{Cite web|last=Raditya|first=Iswara N.|title=Jejak Panjang Pengabdian Sunario Sastrowardoyo|url=https://tirto.id/jejak-panjang-pengabdian-sunario-sastrowardoyo-coZu|website=tirto.id|language=id|access-date=2018-12-08}}</ref> Sunario wafat pada tanggal 18 Mei [[1997]] saat berusia 94 tahun di [[Rumah Sakit Medistra]], Jakarta, dan dikebumikan di [[Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata]].<ref name="inews" /> Sementara itu, istrinya wafat tiga tahun lebih awal pada tahun [[1994]].
== Referensi ==
{{
{{kotak mulai}}
{{s-off}}
{{Kotak_suksesi |jabatan = [[Menteri Luar Negeri]] Indonesia |tahun = 1953–1955 |pendahulu = [[Moekarto Notowidigdo]] |pengganti =[[Ide Anak Agung Gde Agung]]}}
{{s-dip}}
{{kotak suksesi
| jabatan = [[Daftar Duta Besar Indonesia untuk Britania Raya|Duta Besar Indonesia untuk Britania Raya]]
| tahun = 1956–1961
| pendahulu = [[Soepomo]]
| pengganti = [[B. M. Diah|Burhanuddin Mohammad Diah]]
}}
{{s-aca}}
{{Kotak_suksesi |jabatan = [[Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta]] |tahun = 1960–1963|pendahulu = [[Mahmoed Joenoes|Prof. Dr. H. Mahmoed Joenoes]] |pengganti = [[Soenardjo|Prof. Drs. H. Soenardjo Abu Ngusman]]}}
{{Kotak_suksesi |jabatan = [[Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta]] |tahun = 1960–1972|pendahulu = [[Muchtar Jahja|Prof. Dr. H. Muchtar Jahja]] |pengganti = [[Bakri Syahid|Kolonel Drs. H. Bakri Syahid]]}}
{{Kotak_selesai}}
{{DEFAULTSORT:Soenario, Prof}}
[[Kategori:Profesor Indonesia]]
[[Kategori:
[[Kategori:Rektor Universitas Diponegoro]]
[[Kategori:Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta]]
[[Kategori:Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh dari Madiun]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Nasional Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Indonesia]]
[[Kategori:
[[Kategori:Duta Besar Indonesia untuk Britania Raya]]
|