Desa Adat Matabesi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kaka Iam (bicara | kontrib)
k Menambah Kategori:Desa Adat menggunakan HotCat
Bot5958 (bicara | kontrib)
k Perbarui referensi situs berita Indonesia
 
(20 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Kepala Suku Adat Matabesi.jpg|250px|jmpl|Pakaian Suku Adat Matabesi]]
'''Desa Adat Matabesi''' merupakan salah satu desa yang terletak di [[Kabupaten Belu]], Atambua, [[Nusa Tenggara Timur]]<ref>{{Cite web|url=https://travel.tribunnews.com/2017/03/07/kampung-adat-metabesi-melihat-makam-meo-lau-saberu-hingga-tempat-jatuhnya-bom-belanda-di-atambua|title=Kampung Adat Metabesi - Melihat Makam Meo Lau Saberu hingga Tempat Jatuhnya Bom Belanda di Atambua|website=Tribun Travel|language=id-ID|access-date=2019-08-22}}</ref>. Terdapat 13 suku yang menetap di desa adat Matabesi. Masing-masing suku memiliki rumah adat. Delapan rumah adat dari masing-masing suku dapat dilihat secara fisik. Sementara lima rumah suku yang tersisa, telah diupayakan oleh pemerintah setempat untuk dibangun kembali. Pemerintah bersama warga lokal telah berupaya untuk melakukan promosi untuk menjadikan rumah suku di Desa Adat Matabesi sebagai salah satu tujuan wisata di Nusa Tenggara Timur.<ref>{{Cite web|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/rumah-suku-matabesi-sederhana-tapi-bisa-tampung-13-kepala-keluarga.html|title=Rumah suku Matabesi, sederhana tapi bisa tampung 13 kepala keluarga|website=merdeka.com|language=en|access-date=2019-08-22}}</ref>
 
'''DesaKampung Adat Matabesi''' merupakan salah satu desa yang terletak di [[Kabupaten Belu]], [[Atambua]], [[Nusa Tenggara Timur]].<ref>{{Cite webnews|url=https://travel.tribunnews.com/2017/03/07/kampung-adat-metabesi-melihat-makam-meo-lau-saberu-hingga-tempat-jatuhnya-bom-belanda-di-atambua|title=Kampung Adat Metabesi - Melihat Makam Meo Lau Saberu hingga Tempat Jatuhnya Bom Belanda di Atambua|websitework=Tribun Travel[[Tribunnews|language=id-IDTribunnews.com]]|access-date=2019-08-22|date=2017-03-07|first=Sinta|last=Agustina}}</ref>. Terdapat 1312 suku yang menetap di desakampung adat Matabesi. MasingSuku-masing suku memilikiitu rumahdiantaranya adat.adalah DelapanUma rumahIsberan adatatau Uma Kakaluk sebagai pusat atau induk dari masing-masingkeduabelas suku, dapatUma dilihatBot, secaraUma fisik.Bei SementaraHale limauma rumahbot, sukuUma yangBei Hale tersisakiik, telahUma diupayakanBei Bere, olehUma pemerintahMatabesi setempatkiik, untukUma dibangunBa'a, kembali.Uma PemerintahMahein bersamaLulik, wargaUma lokalMeo, telahUma berupayaManehat, untukUma melakukanMane promosiIkun untukdan menjadikanUma rumahLokes. Masing-masing suku dimemiliki Desarumah Adatadat. MatabesiEnam sebagairumah salahadat satudari tujuanmasing-masing wisatasuku didapat Nusadilihat Tenggarasecara Timurfisik.<ref>{{Cite web|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/Sementara enam rumah- suku-matabesi-sederhana-tapi-bisa-tampung-13-kepala-keluarga.html|title=Rumah sukuyang Matabesitersisa, sederhanatelah tapidiupayakan bisaoleh tampungpemerintah 13setempat kepalauntuk keluarga|website=merdekadibangun kembali.com|language=en|access-date=2019-08-22}}</ref>
Masyarakat setempat pada umumnya menolak untuk merenovasi rumah suku. Hal ini dilakukan untuk menjaga keaslian atau kekhasan dari masing-masing rumah suku. Rumah Suku Adat Matabesi berbentuk bulat kerucut kha. Rumah adat ini berupa rumah panggung dan dapat diisi oleh 13 keluarga dari 13 suku desa Matabesi. Pada umumnya rumah ini dibangun sejak puluhan tahun yang lalu dan tidak pernah direnovasi untuk menjaga keasliannya.<ref>{{Cite web|url=https://bobo.grid.id/read/08680990/unik-rumah-adat-ini-bisa-menampung-13-keluarga|title=Unik! Rumah Adat Ini Bisa Menampung 13 Keluarga - Halaman 2 - Bobo.Grid.ID|website=Bobo.ID|language=id|access-date=2019-08-22}}</ref>
 
Kampung adat Matabesi merupakan salah satu destinasi wisata berbasis budaya yang terdekat di kabupaten Belu (dua kilometer jauhnya dari pusat pemerintahan daerah). Suku Matabesi adalah salah satu suku yang memegang peran penting dalam struktur adat kerajaan atau ke-Nai-an Lidak (sepertiga wilayah Kabupaten Belu). Bila dianalogikan suku Matabesi adalah perdana menterinya kerajaan Lidak di masa itu.
<br />
 
Suku Matabesi sendiri berasal dari kata ''Mak ta'' dan ''Besi'' (arti harafiah; orang yang memotong besi/sesuatu yang kuat) yang berarti orang yang bertugas sebagai eksekutor/hakim/penengah/ahli strategi. Sehingga Matabesi bergelar ''Makerek Badaen'' istilah ini diberikan oleh suku tertua yakni suku Lawalu yang membuat Matabesi melekat erat dengan sebuah jabatan penting akan pengambilan keputusan atau kebijakan dalam tatanan kerajaan (Ke-Nai-an) Lidak seperti juru bicara, hakim, ahli strategi, penengah ataupun panglima perang. Betapa tersohornya Matabesi sehingga sering dijuluki dengan istilah lainnya seperti “''Manu Sesu Rai – Manu Lia Manas'' (Hakim yang tersohor).
 
== Sejarah Matabesi ==
Sesuai dengan penuturan ''Mako’an'' (Imam Adat) ringkasan perjalanan migrasi Suku Matabesi dapat digambarkan sebagi berikut:
 
Leluhur suku Matabesi datang dari Sinamuti Malaka yang diawali dengan perjalanan tiga leluhur yang dikenal dengan sebutan “''as na’in tolu besi nain tolu-ubu nain tolu bei nain tolu''”. Tiga leluhur bersaudara tersebut adalah: ''Nai Laka Besi'', ''Nai Mali Besi'', dan ''Nai Bei Luan''.<ref name="dailyvoyagers">{{Cite web|url=https://dailyvoyagers.com/blog/2019/09/28/desa-adat-suku-matabesi/|title=Desa Adat Suku Matabesi: Desa Asli yang Masih Menjaga Tradisi|last=Reinnamah|first=Darius Go|date=2019-09-27|website=DAILY VOYAGERS|language=en-US|access-date=2020-06-06}}</ref>
 
Melalui persinggahan pertama di ''Larantuka Baboe'', ketiga leluhur ini berurutan bergerak menuju ''Mutis Ornai'' (TTU), ''Weto Maubesi'' (Timor Leste), kembali ke ''Malaka'' dan melanjutkan ke ''Suai'' (Timor Leste) kembali lagi ke ''Wesei Wehali'' (Belu-Malaka), dan bermigrasi terus sampai berlabu di ''Lakaan-Lahurus'' (Belu). Dari Lakaan, mereka bergerak terus menuju ''Toro'' (Atambua Barat). Di Toro inilah mereka bertemu dengan 2 Suku Besar dan tertua yakni suku ''Lawalu'' dan ''Makluli Fahi.''
 
Oleh mandat kedua suku besar tersebut Suku Matabesi diberikan ulayat dengan predikat ''Makerek Badaen'' beserta 3 bukit batu suci yakni ''Sumeta, Ro’o Fau'' dan ''Kaku’a'' sebagai benteng mulia (''Batak bot Tolu-Tuik Bot Tolu'') yang selanjutnya akan menjadi ''Manaran'' bukti eksistensi Suku Matabesi sebagai ''Mauk Mai Tan – Mauk Tur Hein'' (Pendatang masa lalu-Pemilik/Tuan Tanah). Ketiga Bukit Batu tersebut akan menjadi Manaran yang berperan sebagai ''Foho'' atau ''Wadah Suci'' untuk Sang Pencipta.
 
Dalam perjalanannya, ketiga leluhur ini mengajarkan tata laksana peradaban baru yang lebih modern pada waktu itu. Adapun yang lebih melekat dan krusial yang diajarkan ketiga leluhur tersebut adalah tentang beradaptasi dengan lingkungan dan ilmu pengetahuan (teknologi rekayasa) atau dalam sebutan [[Bahasa Tetun]], ''"makerek no badaen"''.
 
Suku primitif (dalam bahasa setempat “''melus-mauk tur hein''”) di wilayah yang didatangi tersebut adalah suku Lawalu, mak luli fahi, dan beberapa suku kecil lainnya mempercayai suku Matabesi untuk sebuah peran penting dalam tatanan Kerajaan Lidak. Suku Matabesi diberikan ulayat sepenuhnya oleh suku-suku tersebut dan ditugaskan sebagai ''Makerek Badaen'' (sebuah jabatan untuk mengatur sebuah pemerintahan secara sosio-politik, sosio-humanitas, dan hukum adat) sehingga Suku Matabesi tidak lagi dianggap sebagai tamu melainkan disebut sebagai pemilik tanah (''Mauk Maitan-Mauk Turhein'').
 
== Sistem Perkawinan ==
Sistem perkawinan di suku Matabesi menganut [[Partialisme|patrialisme]] (garis keturunan Bapak). Karena itu, apabila seorang pria menikahi wanita, maka ia diwajibkan memberikan maskawin (''hafoli-faen'') sesuia nilai yang ditetapkan oleh pihak orang tua wanita. Penerapan aturan tersebut dimaksudkan untuk memasukkan sang wanita itu ke dalam suku pria. Ketentuan setelah perkawinan adalah ''Ulun Sorun-Hare Ulun-Batar Ulun'' yang sering didaraskan dalam bahasa tetun “''Nalaka hai, Naroma badut iha fuk dato-Tahan dato ba sisawan ba lororaik'' (hak suku ibu untuk mengambil anak sulung dan atau anak bungsu menjadi pewaris suku ibu).
 
== Sebutan adat ==
Ada beberapa sebutan adat dalam tatanan agama asli suku Matabesi atau budaya orang Lidak pada umumnya yakni: ''Nai Luli Waik - Nai Manas Waik,'' ''Lolo liman la to’o - Bi’i ain la dais, atau'' ''Iha fulan fohon - iha fitun fohon.'' Hal ini mencakup kepercayaan akan sang Pencipta Alam Semesta. Masyarakat adat suku Matabesi selalu menyebutnya dalam do’a dan ritual adat dengan beberapa gelar tersebut untuk menghormati dan menjunjung sang Khalit.
== Tugas dan peran masyarakat adat ==
Tugas dan peran masyarakat adat suku Matabesi diantaranya sebagai berikut :
* ''Fukun'' (kepala suku)
* ''Mako’an'' (imam adat atau imam spritual)
* ''Matas'' (sesepuh dalam rumah suku)
* ''Fatuk husu - Ai hus''u (lelaki tertua di dalam suku calon Matas)
* ''Uluk man-ai lais'' (lelaki muda di dalam suku penghubung informasi)
* ''Makleat'' (penjaga alam, lahan dan ternak)
* ''Makerek'' (pengukir kayu dan batu)
* ''Badaen'' (penempa besi)
* ''Dauk atau dikin hitu abut hitu'' (ahli herbal)
* ''Makdok'' (ahli nujum)
* ''Tato’os'' (pekerja kebun)
* ''Ko’a tua'' (pengiris tuak)
* ''Ha han fahi-kari manu'' (peternak babi-Ayam)
* ''Tama rai'' (pemburu hewan liar)
* ''Tama lia'' (siswa atau murid)
 
Norma - norma yang menjadi nilai luhur masyarakat adat Suku Matabesi di antaranya :
* ''Neter Taek'' (saling menghormati)
* ''Notar no Kbadan'' (perbuatan susila)
* ''Ukun Badu'' (taat Hukum dan Peraturan)
* ''Hadomi no Hadosan'' (saling mengasihi)
* ''Hadinan no Haklaran'' (saling menghargai)
 
Pada tahun 2018, pemerintah pusat melalui platform indonesiana bersama komunitas lokal Fohorai mempromosikan kegiatan rutin tahunan dari suku Matabesi yakni ritual Rai Fohon atau ritual adat atas makanan padi ladang yang telah di panen. Pemerintah bersama warga lokal telah berupaya untuk melakukan promosi untuk menjadikan rumah suku di Kampung Adat Matabesi sebagai salah satu tujuan wisata di Nusa Tenggara Timur.<ref>{{Cite news|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/rumah-suku-matabesi-sederhana-tapi-bisa-tampung-13-kepala-keluarga.html|title=Rumah suku Matabesi, sederhana tapi bisa tampung 13 kepala keluarga|work=[[Merdeka.com]]|access-date=2019-08-22|editor-last=Moerti|editor-first=Wisnoe|first=Ananias|last=Petrus}}</ref>
 
== Sistem pemukiman ==
Rumah adat (''Uma'') atapnya berbentuk seperti perahu terbalik dibuat dengan menutupi fondasi utama dan bahkan ujung bawah atapnya nyaris menyentuh tanah. Tidak ada jendela di rumah adat ini. Di dalam Uma dengan model rumah panggung ini, belasan keluarga dapat hidup berdampingan. Dapat dikatakan rumah adat ini mirip seperti Rumah Niang milik masyarakat Waerebo. Desa ini sangatlah luas dan setiap Uma memiliki nama dan fungsi dan tingkatan yang berbeda. Yang terletak di sebelah makam dan merupakan Uma tertinggi adalah Uma Meo, atau rumah panglima. Selain sebagai rumah tinggal, rumah ini sering kali digunakan untuk acara adat, seperti Upacara ''Leno Urat''.<ref name="dailyvoyagers"/>
 
Masyarakat setempat pada umumnya menolak untuk merenovasi rumah suku. Hal ini dilakukan untuk menjaga keaslian atau kekhasan dari masing-masing rumah suku. Rumah Sukuadat AdatSuku Matabesi berbentuk bulat kerucut khadengan dua tiang agung sebagai Bei Mane dan Bei Feto (perwakilan dari leluhur pria dan wanita). Rumah adat suku Matabesi bercerita dengan filosofi hidup masyarakat dengan alam sebagai tanda harmonis. Rumah adat ini berupa rumah panggung dan dapat diisi oleh 1312 keluarga dari 1312 suku desa Matabesi. Pada umumnya rumah ini dibangun sejak puluhan tahun yang lalu dan tidak pernah direnovasi untuk menjaga keasliannya.<ref>{{Cite web|url=https://bobo.grid.id/read/08680990/unik-rumah-adat-ini-bisa-menampung-13-keluarga|title=Unik! Rumah Adat Ini Bisa Menampung 13 Keluarga - Halaman 2 - Bobo.Grid.ID|website=Bobo.ID|language=id|access-date=2019-08-22}}</ref>
 
== Referensi ==
{{Reflist}}
 
[[Kategori:Desa Adatadat]]
[[Kategori:Desa adat di Nusa Tenggara Timur]]
[[Kategori:Budaya Indonesia]]
[[Kategori:Kampung Tradisional]]
[[Kategori:Atambua, Belu]]
[[Kategori:Kampung di Indonesia]]