Jambi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
butuh referensi |
|||
(453 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{
{{Kotakinfo provinsi
|nama
|nama lain = Djambi
|translit_lang1 = bahasa daerah
|translit_lang1_info1 = جمبي/جامبي
|translit_lang1_type1 = [[Abjad Jawi|Jawi]]
|julukan = {{Hlist|Bumi Melayu Jambi}}
|bendera = Flag of Jambi.svg
|lambang = Coat of arms of Jambi.svg
|foto = {{multiple image|border= infobox|total_width=300|image_style= border:1;
|perrow = 1/2/2/2
|image1=Kantor-gubernur-2.jpg
|caption1=<center> Kantor Gubernur Jambi
|image2=Gerbang menuju Candi Muaro Jambi.jpg
|caption2=<center>[[Candi Muaro Jambi]]
|image3=Pemandangan Gunung Kerinci dari Kebun Teh 07.jpg
|caption3=<center>[[Gunung Kerinci]]
|image4=TMII Jambi Pavilion.JPG
|caption4=<center>[[Anjungan Jambi]]
|image5=At ma krng.jpg
|caption5=<center>[[Taman Bumi Merangin-Jambi|Geopark Merangin]]
|image6=Gentala arasy saat senja.jpg
|caption6=<center>[[Gentala Arasy]]
|image7=Danau Kerinci dari Bukit Kayangan.jpg
|caption7=<center>[[Danau Kerinci]]
}}
|koordinat = 2º 45' - 0º 45' [[Lintang Selatan|LS]]<br/>101º 0' - 104º 55' [[Bujur Timur|BT]]<ref name="selayang">{{Cite web |url=http://www.pempropjambi.go.id/content.php?page=selayangpandang.php |title=''Selayang pandang Jambi''. Situs pemprov Jambi |access-date=2007-06-28 |archive-date=2007-06-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070626204459/http://www.pempropjambi.go.id/content.php?page=selayangpandang.php |dead-url=yes }}</ref>
|peta = Jambi in Indonesia.svg
|motto = "Sepucuk Jambi sembilan lurah" {{small|(Melayu: Wilayah Jambi yang dahulu dibagi menjadi sembilan daerah aliran sungai}})
|anthem = "Mars Provinsi Jambi" [[File:Mars Provinsi Jambi.mp3]]
|dasar hukum = UU No. 61 Tahun 1958
|hari jadi = {{tanggal lahir dan umur|1957|1|6}}
|ibukota = [[Kota Jambi]]
|kota besar = [[Kota Sungai Penuh]]
|kabupaten = 9
|kota = 2
|kecamatan = 144
|kelurahan = 171
|desa = 1399
|nama gubernur = [[Al Haris]]
|nama wakil gubernur = [[Abdullah Sani]]
|nama ketua DPRD = [[Edi Purwanto]]
|nama sekretaris daerah = Sudirman
|luas = 50160,05
|luasdaratan = 49734,55
|luasperairan = 425,50
|penduduk = 3795579
|tahun populasi = 30 Juni 2024
|populasi ref = <ref name="DUKCAPIL"/><ref name=JAMBI>{{cite web|url=https://jambi.bps.go.id/publication/2021/02/26/eb5974fa96bbeeb4f4dac89c/provinsi-jambi-dalam-angka-2021.html|title=Provinsi Jambi Dalam Angka 2021|website=www.jambi.bps.go.id|publisher=BPS Provinsi Jambi|accessdate=17 September 2021|format=pdf|pages=14, 77, 247}}</ref>
|kepadatan = auto
|agama = {{ublist |item_style=white-space;
|95,07% [[Islam]]
|{{Tree list}}
* 3,95% [[Kekristenan]]
** 3,37% [[Protestan]]
** 0,58% [[Katolik]]
{{Tree list/end}}
|0,89% [[Agama Buddha|Buddha]] |0,06% Kepercayaan |0,02% [[Konghucu]] |0,01% [[Hindu]]<ref name="DUKCAPIL"/>}}
|bahasa = {{Plainlist|[[Bahasa Indonesia|Indonesia]] (resmi), [[Bahasa Melayu Jambi|Melayu Jambi]], [[Bahasa Kerinci|Kerinci]], [[Bahasa Kubu|Kubu]]}}
|IPM = {{increase}} 73,73 ([[2023]])<br> {{fontcolor|#00726a|tinggi}}<ref name="IPM">{{cite web|url=https://jambi.bps.go.id/indicator/26/2132/1/-metode-baru-indeks-pembangunan-manusia-umur-harapan-hidup-hasil-long-form-sp2020-.html|title=Indeks Pembangunan Manusia (Umur Harapan Hidup Hasil Long Form SP2020) 2021-2023|website=www.jambi.bps.go.id|accessdate=29 Desember 2023}}</ref>
|lagu = {{Hlist|"[[Injit-Injit Semut]]"|"[[Pinang Muda]]"| "[[Selendang Mayang]]"}}
|rumah = [[Rumah Panggung (Jambi)|Rumah Panggung Kajang Lako]]
|senjata = [[Keris|Keris Siginjai]]
|zona waktu = [[Waktu Indonesia Barat|WIB]]
|utc = +07:00
|TNKB = BH
|kode pos = 36''xxx''-37''xxx''
|kode area = {{Collapsible list|
0740 — Mendahara - Muara Sabak (Kabupaten Tanjung Jabung Timur)|
0741 — Kota Jambi|
0742 — Tebing Tinggi - Kuala Tungkal (Kabupaten Tanjung Jabung Barat)|
0743 — Muara Bulian (Kabupaten Batanghari)|
0744 — Muara Tebo (Kabupaten Tebo)|
0745 — Sarolangun (Kabupaten Sarolangun)|
0746 — Bangko (Kabupaten Merangin)|
0747 — Muara Bungo (Kabupaten Bungo)|
0748 — Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci}}
|ISO = ID - JA
|flora = [[Cyrtostachys renda|Pinang merah]]
|fauna = [[Harimau sumatra]]
|dau = Rp1.444.166.395.000,-<ref>{{cite web|url=http://www.djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2019/09/2.-DAU.pdf |title=Rincian Alokasi Dana Alokasi Umum Provinsi/Kabupaten Kota Dalam APBN T.A 2020|website=www.djpk.kemenkeu.go.id|date=(2020)|accessdate=17 September 2021 |format=pdf}}</ref> (2020)
|web = {{URL|jambiprov.go.id}}
}}
'''Jambi''' adalah sebuah [[Provinsi di Indonesia|provinsi]] di [[Indonesia]] yang terletak di pesisir timur, di bagian tengah Pulau [[Sumatera]]. Ibukota Provinsi ini berada di [[Kota Jambi]]. Provinsi Jambi memiliki luas wilayah 50.160,05 km<sup>2</sup>, dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun 2024 sebanyak 3.795.579 jiwa.<ref name="DUKCAPIL">{{cite web|url=https://gis.dukcapil.kemendagri.go.id/peta/|title=Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2024|website=www.dukcapil.kemendagri.go.id|accessdate=2 November 2024|format=Visual}}</ref><ref name=JAMBI/>
Jambi merupakan wilayah yang terkenal dalam literatur kuno. Nama negeri ini, sering disebut dalam prasasti dan juga berita-berita [[Tiongkok]]. Ini merupakan bukti bahwa, orang Cina telah lama memiliki hubungan dengan Jambi, yang mereka sebut dengan nama Kien-pi atau Chan-pei. Diperkirakan, telah berdiri empat kerajaan [[Melayu Kuno]] di Jambi, yaitu kerajaan [[Kerajaan Koying|Koying]] (abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M), [[Kerajaan Kandali|Kantoli]] (abad ke-5) dan [[Kerajaan Sabak|Zabag]].<ref>[https://web.archive.org/web/20220901165143/https://nationalgeographic.grid.id/amp/13281668/kerajaan-melayu-kuno-sumatra-diduga-lebih-tua-daripada-sriwijaya Kerajaan Melayu Kuno Sumatra Diduga Lebih Tua Daripada Sriwijaya] Pada ''nationalgeographic'' 8 Februari 2012</ref><ref>[https://web.archive.org/web/20220901163643/https://daerah.sindonews.com/beritaamp/1271583/29/perjuangan-kerajaan-melayu-jambi-melepaskan-diri-dari-jajahan/ Perjuangan Kerajaan Melayu Jambi Melepaskan Diri dari Jajahan] Pada ''sindonews.com'' 7 Januari 2018</ref> Daerah pedalaman Jambi juga ditemukan [[Prasasti Karang Berahi]], prasasti ini berbahasa [[Melayu Kuno]] ditulis dalam aksara [[Aksara Pallawa|Pallawa]], dengan pertanggalan abad ke 7 Masehi.<ref>[https://web.archive.org/web/20221212105303/https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/prasasti-karangberahi/ Prasasti Karang Berahi] di ''kemdikbud.go.id''</ref>
Jambi juga terkenal mempunyai kompleks percandian agama [[Agama Hindu|Hindu]]-[[Agama Buddha|Buddha]] terluas di [[Asia Tenggara]], dengan luas 3981 hektare, yang dikenal dengan nama [[Candi Muaro Jambi]]. Kemungkinan besar merupakan peninggalan kerajaan [[Kerajaan Sriwijaya|Sriwijaya]] dan [[Kerajaan Melayu|Melayu]], yang diperkirakan berasal dari (abad ke-7–12 M). Candi Muara Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling terawat di Pulau [[Sumatra]].<ref>[https://web.archive.org/web/20220901163643/https://voi.id/amp/41380/melacak-jejak-sumber-sejarah-kerajaan-melayu-di-sumatra Melacak Jejak Sumber Sejarah Kerajaan Melayu di Sumatra] Pada ''voi.id'' 20 April 2021</ref>
== Sejarah ==
=== Asal nama ===
Ada beberapa versi tentang asal usul nama Jambi
# Versi pertama, Nama Jambi muncul sejak daerah yang berada di pinggiran [[Sungai Batanghari]] ini dikendalikan oleh seorang ratu bernama Putri Selaras Pinang Masak, yaitu semasa keterikatan dengan Kerajaan [[Majapahit]]. Waktu itu bahasa keraton dipengaruhi [[bahasa Jawa]], di antaranya kata pinang disebut ''jambe''. Sesuai dengan nama ratunya “Pinang Masak”, maka kerajaan tersebut dikenal dengan Kerajaan Melayu Jambe. Lambat laun rakyat setempat umumnya menyebut “Jambi”.{{cn}}
# Versi kedua, kemungkinan besar saat Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan baru, pohon pinang banyak tumbuh di sepanjang aliran Sungai Batanghari, sehingga nama itu yang dipilih oleh [[Orang Kayo Hitam]].{{cn}}
# Versi ketiga, berpedoman pada buku sejarah ''De Oudste Geschiedenis van de Archipel'' bahwa Kerajaan [[Melayu Jambi]] dari abad 7 s.d. abad 13 merupakan bandar atau pelabuhan dagang yang ramai. Di sini berlabuh kapal-kapal dari berbagai bangsa, seperti: [[Portugis]], [[India]], [[Mesir]], [[Cina]], [[Arab]], dan [[Eropa]] lainnya. Berkenaan dengan itu, sebuah legenda yang ditulis oleh Chaniago menceritakan bahwa sebelum Kerajaan Melayu jatuh ke dalam pengaruh [[Hindu]], seorang putri Melayu bernama Putri Dewani berlayar bersama suaminya dengan kapal niaga Mesir ke Arab, dan tidak kembali.{{cn}}
# Versi keempat, Pada rentang waktu abad ke-7 M hingga ke-11 M, berbagai nama bahkan terkadang ditulis secara tidak konsisten. Catatan-catatan dinasti [[Cina]] yang ada menunjukkan, menurut Wolters, bahwa Cina tidak terlalu tertarik dengan perubahan pusat kekuasaan selagi tidak mengganggu aktivitas perdagangan. Menurut analisis Groeneveld (1876 M), San-fo- ch'i dalam catatan dinasti [[Dinasti Song|Sung]] adalah Chan-pei (Jambi), namun menurut Coedès, nama itu mengindikasikan [[Sriwijaya]], yang juga memiliki nama lain Shi-li-fo-shi dan Svarnadvipa. Pendapat Pelliot memberikan penjelasan yang memungkinkan bahwa sejak masa dinasti Sung, pusat Sriwijaya telah berpindah ke Chan-pei (Jambi) sehingga Jambi dikenal dengan Sriwijaya. Ide ini menjelaskan catatan Chou Ch'ü-fei (1178 M) yang menyatakan bahwa pada tahun 1079 M kerajaan San-fo-ch'i mengirim utusan Kerajaan Chan-pei ke Cina. Jika alur pikir ini diterima maka bisa jadi San-fo-ch'i awalnya adalah nama untuk Sriwijaya yang berpusat di [[Kota Palembang|Palembang]], namun kemudian juga dilekatkan kepada Chan-pei (Jambi) disebabkan terjadinya perubahan pusat pemerintahan dari wilayah Palembang sekarang ke wilayah Jambi.<ref name=":1" />{{Rp|pages=69-70}}
[[File:Stamp of Indonesia - 2004 - Colnect 384890 - Indonesian Folktales - Putri Selaras.jpeg|jmpl|ki|200px|Putri Selaras Pinang Masak, istri dari Raja Melayu Jambi ke-1, pada prangko Indonesia (2004)]]
Pada waktu lain, seorang putri Melayu lain bernama Ratna Wali bersama suaminya berlayar ke Negeri Arab, dan dari sana merantau ke Ruhum Jani dengan kapal niaga Arab. Kedua peristiwa dalam legenda itu menunjukkan adanya hubungan antara orang Arab dan [[Mesir]] dengan Melayu. Mereka sudah menjalin hubungan komunikasi dan interaksi secara akrab.{{cn}}
Kondisi tersebut melahirkan interpretasi bahwa nama Jambi bukan tidak mungkin berasal dari ungkapan-ungkapan orang Arab atau Mesir yang berkali-kali ke pelabuhan Melayu ini. Orang Arab atau Mesir memberikan julukan kepada rakyat Melayu pada masa itu sebagai ”Jambi”, ditulis dengan aksara Arab:, yang secara harfiah berarti ’sisi’ atau ’samping’, secara kinayah (figuratif) bermakna ’tetangga’ atau ’sahabat akrab’.{{cn}}
Kata Jambi ini sebelum ditemukan oleh Orang Kayo Hitam atau sebelum disebut Tanah Pilih, bernama Kampung Jam, yang berdekatan dengan Kampung Teladan, yang diperkirakan di sekitar daerah Buluran Kenali sekarang. Dari kata Jam inilah akhirnya disebut “Jambi”.{{cn}}
Menurut teks Hikayat Negeri Jambi, kata Jambi berasal dari perintah seorang raja yang bernama Tun Telanai, untuk untuk menggali kanal dari ibu kota kerajaan hingga ke laut, dan tugas ini harus diselesaikan dalam tempo satu jam. Kata jam inilah yang kemudian menjadi asal kata Jambi.{{cn}}
=== Zaman kerajaan ===
[[Berkas:Peta Hindia Belanda Yang Menunjukkan Pulau Sumatera dan Madura.jpg|al=Peta Hindi Belanda yang menunjukkan Pantai Barat Sumatera, Kepulauan Kelapa, Madura, Bintang, Indragiri, dan Sungai Jambi.|jmpl|ki|Peta Hindia Belanda yang menunjukkan Pantai Barat Sumatera, Kepulauan Kelapa, Madura, Bintang, Indragiri, dan Sungai Jambi.]]
Provinsi Jambi secara geografis berada di pesisir timur persis di tengah Pulau Sumatra, ibu kotanya berada di kota Jambi. Provinsi Jambi adalah nama provinsi di Indonesia yang ibu kotanya memiliki nama sama dengan provinsi, selain Bengkulu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Gorontalo.
Jambi merupakan wilayah yang terkenal dalam literatur kuno. Nama negeri ini sering disebut dalam prasasti-prasasti dan juga berita-berita [[Tiongkok]]. Ini merupakan bukti bahwa, orang Cina telah lama memiliki hubungan dengan Jambi, yang mereka sebut dengan nama Chan-pei. Diperkirakan, telah berdiri tiga [[kerajaan Melayu]] Kuno di Jambi, yaitu [[Kerajaan Koying]] (abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M) dan [[Kerajaan Kandali|Kerajaan Kandali/ Kantoli]] (abad ke-5). Seiring perkembangan sejarah, kerajaan-kerajaan ini lenyap tanpa banyak meninggalkan jejak sejarah.{{cn}}
Dalam sejarah kerajaan di [[Nusantara]] wilayah Minanga Kamwa (nama Minang Kabau Kuno 1 M) adalah tanah asal pendiri [[Kerajaan melayu|Kerajaan Melayu]] dan [[Sriwijaya]] dari wilayah Minanga Kamwa inilah banyak lahir raja-raja di Nusantara, baik sekarang yg berada di [[Malaysia]], [[Brunei]] dan [[Indonesia]] di negeri Jambi ini pernah dikuasai oleh beberapa kekuatan besar, mulai dari Sriwijaya, [[Singosari]], [[Majapahit]], [[Malaka]] hingga Johor-Riau. Terkenal dan selalu menjadi rebutan merupakan tanda bahwa Jambi sangat penting pada masa dahulu.{{cn}}
====Kerajaan Hindu Buddha====
{{main|Kerajaan Sriwijaya}}
Perkembangan agama Hindu dan Buddha adalah sejarah penting bagi perkembangan Jambi pra-Islam. Pada masa ini, Jambi pernah menjadi salah satu wilayah penting bagi penyebaran agama dunia, khususnya di Asia. Kesimpulan tentang pentingnya posisi Jambi pada masa Hindu-Buddha tersebut terutama didasarkan pada penelitian- penelitian sejarah dan arkeologi di kawasan Candi Muaro Jambi yang bercorak Hindu-Buddha. Berdasarkan temuan-temuan di sekitar kawasan, candi ini diyakini sebagian besar dibangun mulai abad ke- 8-9 secara bertahap. Namun sejarawan Jambi, Fachruddin Saudagar, bahkan meyakini pembangunan candi telah dirintis sejak abad ke-4 di daerah yang merupakan daerah garis pantai purba berbentuk teluk bernama Teluk Wen yang menjorok hingga ke daerah [[Muara Tebo, Tebo Tengah, Tebo|Muara Tebo]] dan [[Sarolangun]]. Keberadaan candi ini menguatkan pendapat bahwa Melayu (Jambi) merupakan kerajaan Hindu tertua di Sumatra yang telah berdiri tahun 644 M.<ref name=":1" />{{Rp|pages=67}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een Hindoeïstisch beeld uit de oudheid in Kampong Solok Djambi Sumatra TMnr 10004913.jpg|al=Arca Hindu zaman dahulu di Kampung Solok, Jambi, Sumatra. Foto koleksi dari Wereldmuseum Amsterdam|jmpl|Arca Hindu zaman dahulu di Kampung Solok, Jambi, Sumatra. Foto koleksi dari Wereldmuseum Amsterdam]]
Waktu penyebaran agama Hindu dan Buddha di Jambi tidak bisa ditetapkan secara pasti. Prediksi yang memungkinkan disusun berdasarkan perkembangan [[Candi Muaro Jambi]] yang pada awalnya diperkirakan berfungsi sebagai tempat pendidikan agama Buddha di Nusantara. Dalam perjalanannya mempelajari agama Buddha, [[I-tsing|I'tsing]] (Yi Jing) sempat berkunjung dua kali di tanah Mo-lo-yeu untuk memperdalam pengetahuan tentang Buddha yaitu tahun 671 dan antara 689-695. Pentingnya negeri yang juga disebutnya Foshi ini sebagai tempat belajar agama Buddha, mendorong I'tsing menyarankan para agamawan Buddha untuk belajar dahulu 1-2 tahun di sini sebelum berangkat ke India. Selain itu, umumnya peneliti meyakini bahwa Candi Muaro Jambi pernah menjadi pusat Kerajaan Melayu tua dan Sriwijaya hingga abad ke-12 dengan raja terakhirnya Tun Telanai (1080-1168 M).{{Efn|text=Setelah periode ini tidak banyak catatan tentang nasib kompleks percandian Muaro Jambi hingga berdirinya Kesultanan Jambi yang bercorak Islam. Mengingat keberadaan situs ini mulai terbuka berkat kunjungan perwira Inggris bernama Kapten E. C. Crooke pada tahun 1820, artinya candi sudah runtuh pada masa perkembangan Kesultanan Jambi. Lihat antara lain Saudagar, Memasuki Gerbang Situs Sejarah Candi Muaro Jambi, hlm. 31- 41; Andaya, "The Search for the 'Origins' of Melayu", hlm. 315-330. Dalam pengantar terjemahannya, Chavannes berpendapat bahwa Mouo-louo-yu yang dimaksud I'tsing adalah Palembang sekarang. Referensi lain juga menganut pendapat yang sama. Lihat misalnya Abd. Rahman Hamid, Sejarah Maritim Indonesia, (Yogyakarta: Ombak, 2013), hlm. 48-49.}}<ref name=":1" />{{Rp|pages=67-68}}
Catatan I'tsing tersebut sekaligus menegaskan bahwa saat kedatangannya ke tanah Mo-lo-yeu, ajaran Buddha telah berkembang pesat di sana. Bukti penyebaran agama Hindu dan Buddha di sekitar Palembang dan Jambi juga didasarkan pada isi prasasti-prasasti zaman Sriwijaya yang menerangkan prosesi- prosesi dan sistem keyakinan yang mencerminkan nilai-nilai dan tradisi Hindu-Buddha. Setidaknya ada enam prasasti penting yaitu prasasti Talang Tuo yang ditemukan di sebelah Barat Bukit Siguntang bertahun 684 M, prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di sebelah Selatan Bukit Siguntang bertahun 682 M, prasasti Sabokingking, prasasti Kota Kapur di daerah Bangka bertahun 686 M, prasasti Karang Berahi di daerah Merangin, Jambi, dan prasasti Palas Pasemah di daerah Lampung. Mempertimbangkan catatan I'tsing dan penanggalan prasasti ini maka bisa dipahami bahwa ajaran Hindu dan Buddha telah tersebar di Palembang dan Jambi sejak awal abad ke-7 atau lebih awal lagi.<ref name=":1" />{{Rp|pages=68-69}}
Penetapan lokasi dan status Mo-lo-yeu dan [[Sriwijaya]], atau nama lainnya, serta dinamika hubungan antara keduanya tetap menjadi lahan analisis yang terbuka hingga saat ini, meskipun sudah seabad sejak para ilmuwan mulai melakukan kajian-kajian intensif terkait. Pendapat yang lebih umum adalah Mo-lo-yeu berlokasi di Jambi, sedangkan Sriwijaya awalnya berpusat di Palembang. Catatan I'tsing dan rekam peristiwa beberapa dinasti Cina adalah sumber utama yang menjelaskan keberadaan kerajaan-kerajaan tersebut sejak abad ke-7 M. Terlepas dari perdebatan tersebut, baik Mo-lo-yeu maupun Sriwijaya, merupakan kerajaan bertetangga di bawah pengaruh Buddha, bahkan sempat menjadi salah satu pusat pendidikan agama Buddha pada masanya.<ref name=":1" />{{Rp|page=69}}
Sepanjang abad ke-7 M hingga abad ke-14 M, Sriwijaya, termasuk Jambi di dalamnya, menjadi kerajaan besar yang berpengaruh di jalur perdagangan Selat Malaka. Kerajaan-kerajaan Sumatra cenderung bertumbuh di daerah pesisir Timur karena pertimbangan penguasaan jalur perdagangan yang memanfaatkan sungai-sungai besar bermuara ke Selat Malaka. Ibu kota kerajaan berperan sebagai "penjaga gawang" arus perdagangan di muara sungai (dalam istilah Melayu disebut ''kuala'') yang umumnya menjadi kota pelabuhan dagang. Namun, ibu kota kerajaan tidak selalu berada di tepi pantai sehingga sering kali tugas pengontrolan pelabuhan dagang dilakukan oleh ''syahbandar'', dan patroli laut didukung oleh ''Orang Laut'' yang loyal kepada kerajaan. Sementara di pantai Barat, jalur perdagangan cenderung membentuk garis sisir, yang memungkinkan komunitas lokal membangun pelabuhan dagang di mana saja. Karena itu pula, belasan pelabuhan dagang yang berdiri di sepanjang pantai Barat, cenderung memiliki independensi dan kesetaraan.<ref name=":1" />{{Rp|pages=71-72}}
Meskipun struktur politik ''Mo-lo-yeu'' diperkirakan muncul sejak abad ke-7 M, tidak berarti sebelumnya belum ada struktur politik di wilayah yang sekarang disebut Jambi. Sumber lain bahkan mencatat bahwa kerajaan Melayu (''Moloyou'') di Jambi terentang dari masa abad ke-3 M dengan nama Koying, abad ke-4 dengan nama ''The Hu Ph''o ([[Kabupaten Tebo|Tebo]]) dan abad ke-5 M dengan nama ''Kuntala'' ([[Kuala Tungkal (kota)|Kuala Tungkal]]) dan kemudian memanjang sampai abad ke-13 M dengan nama Melayu yang kemudian runtuh lalu muncul kerajaan baru bercorak Islam di abad ke-16 M. Sejarah [[Proto-Melayu|Melayu Tua]] berakhir di tanah Jambi dikaitkan dengan kisah terbunuhnya Tun Telanai sebagai penguasa terakhirnya. Naskah Hikayat Negeri Jambi menceritakan bahwa Tun Telanai terbunuh dalam perang melawan anaknya yang dibuang ke laut saat masih bayi dan kemudian menjadi putra mahkota [[Kerajaan Siam]]. Keberadaan Tun Telanai sebagai raja terakhir Jambi periode pra-Islam juga ditulis dalam naskah ISKJ{{Efn|text=Ini Sejarah Kesultanan Jambi Sejak Tahun 700 H; naskah salinan Ngebi Sutho Dilogo Priyayi Rajo Sari dalam aksara jawi berbahasa Melayu.}} pasal Silsilah Raja-raja Jambi.<ref name=":1" />{{Rp|page=72}}
====Kesultanan Islam====
{{main|Kesultanan Jambi}}
Setelah Koying, Tupo dan Kantoli runtuh, kemudian berdiri [[Kerajaan Melayu Jambi]]. Berita tertua mengenai kerajaan ini berasal dari T’ang-hui-yao yang disusun oleh Wang-p’u pada tahun 961 M, di masa pemerintahan [[Dinasti Tang]] dan Hsin T’ang Shu yang disusun pada awal abad ke-7 M di masa pemerintahan [[dinasti Sung]]. Diperkirakan, Kerajaan Melayu Jambi telah berdiri sekitar tahun 644/645 M, lebih awal sekitar 25 tahun dari Sriwijaya yang berdiri tahun 670. Harus diakui bahwa, sejarah tentang Melayu Kuno ini masih gelap. Sampai sekarang, data utamanya masih didasarkan pada berita-berita dari negeri Cina, yang terkadang sulit sekali ditafsirkan.{{cn}}
Namun, dibandingkan daerah lainnya di [[Sumatra]], data arkeologis yang ditemukan di Jambi merupakan yang terlengkap. Data-data arkeologis tersebut terutama berasal dari abad ke-9 hingga 14 M. Untuk keluar dari kegelapan sejarah tersebut, maka sejarah mengenai Kerajaan Melayu Jambi berikut ini akan lebih terfokus pada fase pasca abad ke-9, terutama ketika [[Adityawarman]] mendirikan Kerajaan [[Dharmasraya]] di daerah ini pada pertengahan abad ke-14 M. Ketika Sriwijaya berdiri, Kerajaan Melayu Jambi menjadi daerah taklukannya. Kemudian, ketika Sriwijaya runtuh akibat serangan [[Kerajaan Chola]] dari [[India]] pada tahun 1025 M, para bangsawan Sriwijaya banyak yang melarikan diri ke hulu Sungai [[Batang Hari]], dan bergabung dengan [[Kerajaan Melayu]] yang memang sudah lebih dahulu berdiri, tetapi saat itu menjadi daerah taklukannya. Lebih kurang setengah abad kemudian, sekitar tahun 1088 M keadaan berbalik, Kerajaan Melayu Jambi menaklukkan Sriwijaya yang memang sudah di ambang kehancuran.{{cn}}
Kerajaan Melayu Jambi mulai berkembang lagi, saat itu namanya adalah [[Dharmasraya]]. Hanya sedikit catatan sejarah mengenai Dharmasraya ini. Rajanya yang bernama [[Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa]] (1270–1297) menikah dengan Puti Reno Mandi. Dari pernikahan ini, kemudian lahir dua orang putri: [[Dara Jingga]] dan [[Dara Petak]] Menjelang akhir abad ke-13, Wangsa Kartanegara Dari [[Kerajaan Singhasari]], mengirim dua kali ekspedisi, yang kemudian dikenal dengan nama [[Ekspedisi Pamalayu]] I dan II. Dalam ekspedisi pertama, [[Kertanagara]] berhasil menaklukkan Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang memang sudah lemah. Berdasarkan [[Babad Tanah Jawi]] versi Mangkunegaran disebutkan bahwa, Kertanagara menaklukkan Jambi pada tahun 1275 M.{{cn}}
Pada tahun 1286 M, Kertanegara mengirimkan sebuah arca Amogapacha ke Kerajaan Dharmasraya. Raja dan rakyat Dharmasraya sangat gembira menerima persembahan dari Kertanegara ini. Sebagai tanda terima kasih Raja Dharmasraya pada Prabu Kartanegara, ia kemudian mengirimkan dua orang putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak untuk dibawa ke Singosari. Dara Jingga kemudian menikah dengan [[Mahesa Anabrang]] dan melahirkan [[Adityawarman]]. Ketika utusan Kertanegara ini kembali ke tanah Jawa, mereka mendapatkan Kerajaan Singasari telah hancur akibat serangan dari [[Kubilai Khan]] dari [[Dinasti Yuan]] yang dibantu [[Raden Wijaya]]. Raden Wijaya kemudian menyerang balik pasukan Kubilai Khan dan mengklaim seluruh wilayah Kerajaan Singasari, dan mendirikan Kerajaan Majapahit. Dara Petak kemudian dipersembahkan kepada Raden Wijaya untuk diperistri. Dari perkawinan ini, kemudian lahir [[Raden Kalagemet]].{{cn}}
Ketika Kalagemet menjadi [[Raja Majapahit]] menggantikan ayahnya, ia memakai gelar Sri Jayanegara. Demikianlah, keturunan Dara Petak menjadi Raja, sementara keturunan Dara Jingga, yaitu Adityawarman, menjadi salah seorang pejabat di istana Majapahit. Hingga suatu ketika, tahun 1340 M, Adityawarman dikirim kembali ke [[Sumatra]], negeri leluhurnya, untuk mengurus daerah taklukan Majapahit, Dharmasraya. Namun, sesampainya di Sumatra, ia bukannya menjaga keutuhan wilayah taklukan Majapahit, malah kemudian berusaha untuk melepaskan diri dan mendirikan [[Suvarnabhumi|Kerajaan Swarnabhumi]]. Wilayahnya adalah daerah warisan Dharmasraya, meliputi wilayah Kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya.{{cn}}
Dengan ini, berarti eksistensi Dharmasraya telah diteruskan oleh kerajaan baru, yakni Suvarnabhumi. Pusat kerajaan diperkirakan berada di wilayah Desa jambi tulo-jambi kecil, maro sebo, muaro jambi, Jambi saat ini. Dalam perkembangannya, pusat kerajaan yang dipimpin Adityawarman ini kemudian berpindah ke Pagaruyung, hingga nama kerajaannya kemudian berubah menjadi [[Kerajaan Pagaruyung]], atau dikenal juga dengan Kerajaan Minangkabau. Akibat perpindahan pusat kerajaan ini, Jambi kemudian menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung (Minangkabau). Kejadian ini terjadi sekitar pertengahan abad ke-14.{{cn}}
Ketika [[Kerajaan Malaka]] muncul sebagai kekuatan baru di perairan Malaka pada awal abad ke-15, Jambi menjadi bagian wilayah kerajaan ini. Saat itu, Jambi merupakan salah satu bandar dagang yang ramai. Hingga keruntuhan Malaka pada tahun 1511 M di tangan [[Portugis]], Jambi masih menjadi bagian dari [[Malaka]]. Tak lama kemudian, muncul [[Kesultanan Johor|Kerajaan Johor-Riau]] diperairan Malaka sebagai ahli waris Kerajaan Malaka. Lagi-lagi, Jambi menjadi bagian dari kerajaan yang baru berdiri ini. Jambi memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu [[Johor]] berperang melawan Portugis di Malaka.{{cn}}
Kemudian, memanfaatkan situasi yang sedang tidak stabil di Johor akibat berperang dengan Portugis, Jambi mencoba untuk melepaskan diri. Dalam usaha untuk melepaskan diri ini, sejak tahun 1666 hingga 1673 M, telah terjadi beberapa kali peperangan antara Jambi melawan Johor. Dalam beberapa kali pertempuran tersebut, angkatan perang Jambi selalu mendapat kemenangan. Bahkan, Jambi berhasil menghancurkan ibu kota Johor, Batu Sawar. Jambi terbebas dari kekuasaan Johor. Namun, ini ternyata tidak berlangsung lama. Johor kemudian meminta bantuan orang-orang [[Bugis]] untuk mengalahkan Jambi. Akhirnya, atas bantuan orang-orang Bugis, Jambi berhasil dikalahkan Johor.{{cn}}
Sejarah awal Kesultanan Melayu Islam Jambi bisa diprediksi kurang lebih bersamaan dengan penyebaran Islam secara masif di Sumatra, yaitu pada abad kelima belas.<ref name=":5">{{Cite book|last=Locher-Scholten|first=Elabeth|date=2008|title=Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial; Hubungan Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda|location=Jakarta|publisher=Banana-KITLV|url-status=live}}</ref>{{Rp|page=43}} Naskah ISKJ, pasal Undang Namanya Hukum Adat bagian kedua pasal 36 menyebutkan bahwa Jambi berkonversi menjadi Islam lebih awal yaitu pada tanggal 1 Muharam 700 H/23 September 1300 M pada zaman [[Orang Kayo Hitam]] bin Datuk Paduka Berhala. Sementara itu, buku ''Jambi dalam Sejarah 1500-1942'' menyatakan bahwa Islam mulai berkembang di Jambi pada abad ke-14 M, bersamaan dengan dimulainya masa Kerajaan Jambi oleh Datuk Paduka Berhala. Merujuk pada dua referensi terakhir, penetapan waktu islamisasi Jambi menjadi kurang rasional jika dihadapkan pada perkiraan waktu pemerintahan Orang Kayo Hitam sebagai raja kedua Kesultanan Jambi yang ditulis pada 1500 M dalam referensi-referensi kontemporer. Penetapan waktu ini memberikan jarak hampir 200 tahun antara proses konversi orang Jambi menjadi Islam dengan dimulainya pemerintahan Orang Kayo Hitam. Penggambaran waktu ini juga tidak sesuai jika merujuk pada perkiraan tahun datangnya Datuk Paduka Berhala ke Jambi yang tertulis di makamnya yaitu tahun 1440 M dan meninggal pada tahun 1480 M.<ref name=":1" />{{Rp|pages=72-73}}
Merujuk pada penjelasan dalam naskah tersebut, islamisasi Jambi baru terjadi sekitar abad ke-15-16 melalui jalur [[Turki]]. Namun, belum ada bukti arkeologis maupun kajian pendukung lainnya yang mendukung teori ini. Pada abad ke-17, beberapa orang Arab diketahui telah berdiam di Jambi, termasuk dari klan [[sayyid]]. Sayyid Husin bin Ahmad Baraghbah tercatat datang ke Jambi tahun 1626 M, dan menurut informasi lisan masyarakat di sekitar makamnya di Seberang, Sayyid Husin merupakan tetua marga Baraghbah di Indonesia. Namun, penyebaran Islam bisa jadi telah berlangsung jauh lebih awal bahkan sejak abad ke-7 M sebagaimana pendapat sebagian sejarawan tentang waktu mulainya penyebaran Islam di Sumatra. Pendapat ini dimungkinkan dari rute pelayaran dagang Arab ke Cina yang harus melewati perairan Nusantara sejak jalur darat yang digunakan sepanjang masa Dinasti Umayyah terputus akibat perang.<ref>{{Cite book|last=Yakin|first=Ayang Utriza|date=2016|title=Sejarah Hukum Islam Nusantara Abad XIV-XIX M|location=Jakarta|publisher=Kencana|url-status=live}}</ref>{{Rp|pages=2-3}} <ref>{{Cite book|last=Iqbal|first=Muhammad|last2=Nasution|first2=Amin Husein|date=2010|title=Pemikiran Politik Islam dari masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer|location=Jakarta|publisher=Kencana|url-status=live}}</ref>{{Rp|pages=257-258}} <ref>{{Cite book|last=Ramulyo|first=Mohammad Idris|date=2004|title=Asas-asas Hukum Islam|location=Jakarta|publisher=Sinar Grafika|url-status=live}}</ref>{{Rp|pages=26-27}} Berlabuh di pesisir Jambi dan Palembang adalah hal yang sangat mungkin dilakukan oleh pelaut muslim pada masa itu mengingat daerah itu merupakan pelabuhan dagang penting pada masa Sriwijaya.<ref name=":1" />{{Rp|pages=73-74}}
Keberadaan negeri Melayu dan Sriwijaya juga telah muncul dalam catatan bangsa Arab dan Persia sejak pertengahan abad ke-9 dengan menyebut daerah Zabaj, Zabaq, atau Sribuja, meskipun beberapa ahli memperkirakan bahwa daerah yang dimaksud meliputi Sumatra bagian Selatan sampai ke Jawa.<ref>{{Cite book|last=Ferrand|first=Gabriel|date=1922|title=L'empire Sumatranais de Criwijaya|location=Paris|publisher=Libraire Orientaliste Paul Geuthner|url-status=live}}</ref>{{Rp|pages=52-121}} <ref>{{Cite book|last=Mudzhar|first=M. Atho|date=1993|title=Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia; Sebuah Studi tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988|location=Jakarta|publisher=INIS|url-status=live}}</ref>{{Rp|pages=13-15}} Korespondensi yang dilakukan oleh raja Sriwijaya pada khalifah Muawiyah dan Umar bin Abdul Aziz yang antara lain meminta dikirimnya ulama ke sriwijaya memperkuat argumen ini.<ref>{{Cite book|last=Azra|first=Azyumardi|date=2013|title=Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVII; Akar Pembaruan Islam Indonesia|location=Jakarta|publisher=Kharisma Putra Utama|url-status=live}}</ref>{{Rp|pages=20-31}} <ref>{{Cite book|last=Burhanuddin|first=Jajat|date=2017|title=Islam dalam Arus Sejarah Indonesia|location=Jakarta|publisher=Karisma|url-status=live}}</ref>{{Rp|pages=4-7}} Fakta-fakta tersebut menunjukkan kemungkinan penyebaran Islam di Jambi, bersama Palembang, telah dimulai pada abad ke-7 M, namun proses islamisasi dalam bentuk pembentukan kesatuan politik baru terjadi sekitar abad ke-14-15 M yang ditandai berdirinya cikal bakal [[Kesultanan Jambi]] bercorak Melayu-Islam.<ref name=":1" />{{Rp|page=74}}
Jika merujuk pada keterangan di atas, Kesultanan Jambi dapat dikatakan sebagai kesultanan Islam awal di Sumatra Tegah. Kerajaan Jambi telah menjadi Kerajaan Islam sejak masa pemerintahan Orang Kayo Hitam (1500 M), walaupun kemudian baru menggunakan istilah kesultanan, dan sultan sebagai penguasanya, pada masa pemerintahan Abdul Kahar bin Panembahan Kota Baru (1615-1643 M). Sementara itu, Kesultanan Palembang baru menjadi kesultanan Islam, sekaligus menjadi titik awal memisahkan diri dari Mataram, pada tahun 1659 M dengan sultan pertamanya Ki Mas Hindi bergelar Sultan Abd al-Rahman Khalifah al-Mukminin Sayidul Imam.<ref>{{Cite book|last=Wargadalem|first=Farida R.|date=2017|title=Kesultanan Palembang dalam Pusaran Konflik, (1804-1825)|location=Jakarta|publisher=KPG dan EFEO|url-status=live}}</ref>{{Rp|page=1}} Namun, kesimpulan yang hanya berdasar pada hikayat semacam ini tentu sangat lemah akurasinya. Masih butuh kajian lebih mendalam tantang hal ini.<ref name=":1" />{{Rp|pages=74-75}}
Sumber-sumber tertulis yang ada memulai cerita lahirnya Kerajaan Jambi dengan merujuk pada tokoh Datuk Paduka Berhala (Ahmad Barus II), seorang pangeran dari Turki anak dari Zain al-'Abidin.{{Efn|text=Dalam naskah UUPJ, nama Datuk Paduka Berhala disebut sebagai Ahmad Barus II, sedangkan dalam naskah ISKJ dan HNJ hanya disebut Datuk Paduka Berhala. Sementara nama ayah dari Datuk Paduka Berhala tertulis dalam naskah HNJ.}} Sumber lokal yang mencatat sejarah dan silsilah raja-raja Jambi adalah naskah Hikayat Negeri Jambi dengan versi lainnya Hikaijat Toean Telani, serta naskah UUPJ{{Efn|text=Undang-undang Pencacahan Jambi; naskah tulisan Ngebi Sutho Dilogo yang ditulis tahun 1899, sebelum ISKJ.}} dan ISKJ{{Efn|text=Karena kisah dalam kedua naskah ini hampir sama, maka selanjutnya hanya digunakan naskah ISKJ sebagai naskah yang lebih lengkap.}} yang dirujuk hampir persis dalam buku ''Jambi dalam Sejarah 1500-1942'' dengan menyertakan tahun berkuasa masing-masing raja. Adapun sumber Eropa, terdapat beberapa tulisan dalam laporan-laporan pejabat Belanda maupun laporan-laporan ekspedisi yang menjelaskan silsilah raja-raja Jambi, di antaranya adalah "Stamboom van het Vorstenhuis (Keraton) van Djambi"{{Efn|text=Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden dengan kode Or. 2304d/e/f, koleksi Van Hasselt, tahun 1882. Terdapat dua versi stamboom berukuran besar (berkisar 1 x 0,5 m) dengan garis silsilah yang hampir sama, hanya saja salah satunya lebih detail yaitu yang ditulis pada tanggal 25 Desember 1900 M. Jalur silsilah dalam naskah ini mirip dengan silsilah dalam ISKJ, dengan penulisan gelas-gelar yang lebih lengkap dan menempatkan Putri Pinang Masak sebagai penguasa pertama. Dalam katalog manual perpustakaan disebutkan bahwa naskah Or. 2304, bersama Or. 2305, merupakan material dari Ekspedisi Sumatra yang diterima tanggal 4 Juli 1882 sebagai hadiah 'Aardrijkskundig Genootschap' di Amsterdam.}} dan "Djambi Rapport Aug. '02 door Prof. dr. Snouck Hurgronje aan A. F. Folkersma"{{Efn|text=Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden dengan kode Or. 23.486/Mal. 9335. Dari lembar 105 sampai akhir dijelaskan tentang sultan-sultan Jambi dengan judul uraian "Sultan-sultan Jambi dan Penguasa lainnya" (Soeltans van Djambi en andere Machthebbers). Setelah judul terdapat nama 6 orang sultan dan masa pemerintahannya yaitu: Sultan Mohamad Paharuddin (+10 Januari 1841), Sultan Abdul Rahman Nasaruddin (1841-1855, saudara no. 1), Sultan Taha Saifuddin (1855-1858, anak no. 1), Sultan Ahmad Nasaruddin (1858-1881, saudara no. 1 dan 2, paman Taha), Sultan Mohamad Muhidin (1881-1885, anak no. 2, sepupu Taha), Sultan Ahmad Zainuddin (1885-1899, saudara Taha).}} Selain itu, tulisan Tideman dan Sigar, Barbara Watson Andaya, Elsbeth Locher-Scholten dan terakhir disertasi Annabel Teh Gallop adalah sumber paling penting tentang nama-nama sultan dan masa pemerintahannya.<ref name=":1" />{{Rp|pages=75-76}}
Jadi secara ''[[de jure]]'', wilayah Jambi dikuasai oleh Kerajaan Jambi yang cikal bakalnya didirikan oleh Datuk Paduka Berhala pada akhir abad ke-15 M. Kerajaan Jambi mulai bercorak Islam pada awal abad ke-17 M dengan raja pertama yang menggunakan gelar sultan adalah Pangeran Kedah gelar Sultan Abdul Kahar. Para sultan bertakhta di Tanah Pilih, sekitar Masjid al-Falah Kota Jambi sekarang, dan memerintah daerah Jambi dengan derajat keterikatan yang lemah sebagaimana umum ditemukan pada kerajaan-kerajaan di Sumatera dan Asia Tenggara lainnya. Daerah-daerah memiliki otonomi yang cukup besar terutama di daerah ''uluan''{{Efn|text=Istilah uluan lebih sering dipakai ketimbang ulu dalam sumber-sumber primer penelitian ini. Sebaliknya, istilah ilir tidak pernah dipakai dengan akhir -an. Karena itu, penulis memilih menggunakan kata uluan dengan makna yang lebih menunjukkan kawasan.}} yang menjadi pusat produksi barang-barang perdagangan semacam hasil hutan, lada, dan penambangan emas.<ref name=":1" />{{Rp|pages=6-7}}
Hubungan antara penguasa lokal dan kerajaan adalah hubungan redistribusi, di mana penguasa lokal menyuplai barang-barang yang diperoleh dari masyarakat kepada kerajaan dengan imbal balik peran serta dan bantuan dalam masalah-masalah yang dihadapi daerah seperti bencana alam, serangan orang luar, termasuk dalam penyelesaian konflik yang tidak bisa tuntas di daerah. Dengan kata lain, hubungan daerah dengan kesultanan sebagai pusat kekuasaan menggambarkan hubungan mutualisme yang jika semakin jauh wilayahnya maka semakin kendor ikatannya. Selain fakta geografis yang memisahkan wilayah ibu kota dengan pedalaman, kemampuan mengontrol daerah juga dipengaruhi oleh lemahnya struktur politik-pemerintahan kesultanan.<ref name=":1">{{Cite book|last=Sagala|first=Ismawati|date=2021|title=Islam dan Adat dalam Sistem Pemerintahan Jambi|location=Yogyakarta|publisher=Ombak|isbn=6022585953|pages=|url-status=live}}</ref>{{Rp|pages=7-8}}
=== Zaman Hindia Belanda ===
Pada saat [[Belanda]] masih menjajah wilayah [[Nusantara]], Jambi masih dalam bentuk kesultanan. Kesultanan Jambi memasuki masa kejayaan ekonomi pada abad ke-17 M. Pada masa ini, Jambi terlibat dalam perdagangan internasional di jalur [[Selat Malaka]] dengan negara-negara kawasan, imperium [[Tiongkok|Cina]], [[India]], [[Timur Tengah]], hingga [[Eropa]]. Kelompok-kelompok Arab mulai menetap di Jambi dan kemudian hari menjadi kelompok paling berpengaruh dalam kesultanan terutama setelah memasuki abad ke-19 M. Kesultanan Jambi juga mulai menjalin hubungan dengan bangsa Eropa melalui perusahaan dagang Belanda ''Vereenigde Oostindische Compagnie'' (VOC) yang masuk ke Jambi pada tahun 1615 M. Meski didasari motif utama kepentingan ekonomi, VOC juga terlibat dalam urusan politik kesultanan sejak masa-masa awal kedatangannya. Struktur politik-pemerintahan tradisional di Kesultanan Jambi yang telah berlangsung berabad-abad perlahan mengalami deviasi dengan kewenangan yang sebagian mulai beralih kepada Belanda melalui kontrak-kontrak yang dibuat sejak awal abad ke-17. VOC meninggalkan Jambi pada akhir abad ke-18 dan sejak itu Jambi tidak lagi memiliki hubungan resmi dengan Belanda.<ref name=":1" />{{Rp|page=9}}
Awal abad ke-19, Belanda kembali berusaha membangun hubungan dengan Jambi. Pada masa ini, Kesultanan Jambi berada dalam situasi krisis ekonomi dan krisis legitimasi yang memicu pergolakan internal. Sejak kemunduran ekonomi yang dimulai pada akhir abad k-17, perekonomian Kesultanan Jambi tidak pernah bangkit lagi. Krisis legitimasi yang disebabkan oleh persoalan moral memicu perang saudara pada tahun 1811 M pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Muhyiddin. Meskipun sultan berhasil mempertahankan takhta dengan bantuan sepupunya, Raden Rangga, konflik internal kesultanan tetap berlangsung hingga dekade ketiga abad ke-19.<ref name=":5" />{{Rp|pages=45-50}} Dalam kondisi konflik internal yang berkepanjangan, upaya negosiasi dengan Belanda berlangsung pasang-surut. Kesultanan bahkan terlibat konflik terbuka dengan Belanda yang berakhir dengan ditandatanganinya kontrak tahun 1833 M, melalui kontrak yang dibuat di Sungai Baung, sehingga disebut Piagam Sungai Baung, Kesultanan Jambi mengakui kedaulatan Belanda di Jambi. Sejak itu, Belanda kembali mengontrol perdagangan Jambi.<ref name=":1" /> {{Rp|pages=9-10}} Kontrak ditandatangani pada tanggal 14 November itu berisi dengan inti perjanjian sebagai berikut.<ref name=":1" />{{Rp|page=265}}
# Sultan Jambi menyerahkan diri dan negerinya kepada kebijakan dan pemerintahan Belanda.
# Belanda akan memberikan kehidupan yang pantas kepada sultan.
# Belanda berkedudukan di benteng Kumpeh dan nanti akan membangun benteng lain jika dibutuhkan.
# Belanda tidak ikut campur dalam urusan pemerintahan, tidak akan mengubah adat yang berlaku, serta tidak mengatur urusan pajak.
# Belanda mengendalikan bea-cukai perdagangan ke luar Jambi.
# Belanda dan kesultanan akan tolong-menolong dalam menghadapi musuh seperti dalam konflik di Padang dan lainnya.
# Pengembalian orang-orang pelarian ke asalnya.
Setahun kemudian, kontrak permanen ditandatangani yaitu tahun 1834 M. Setelah itu, hubungan Jambi-Belanda berjalan stabil di atas kertas, walaupun pada praktiknya isi kontrak tidak terlaksana secara optimal. Hubungan Jambi dengan Keresidenan Palembang yang membawahi Jambi sangat lemah, bahkan Residen Palembang tidak pernah lagi mengunjungi Jambi sejak tahun 1836 M. Hanya ada seorang perwira administratif yang berdiam di [[Muara Kumpeh, Kumpeh Ulu, Muaro Jambi|Muara Kumpeh,]] sampai kedatangan utusan Belanda di Kesultanan Jambi pada tahun 1852 M. Situasi internal Jambi tidak banyak berubah sampai masa pemerintahan Sultan Abdurrahman Nasruddin (r. 1841-1855 M).<ref name=":1" />{{Rp|page=266}}
Perubahan situasi politik terjadi ketika [[Thaha Syaifuddin dari Jambi|Sultan Thaha Saifuddin]] {{Efn|text=Peneliti Jambi terdahulu menggunakan ejaan yang variatif untuk nama Thaha Saifuddin. Penulis memilih menggunakan ejaan tersebut, selanjutnya diringkas Thaha, merujuk pada penulisan aksara Arab pada stempel yang digunakan oleh sultan serta keumuman penulisan dalam institusi resmi di Jambi saat ini. Dalam stempel resmi kesultanan tertulis طه سيف الدين yang jika ditransliterasi ke dalam aksara Latin menggunakan Turabian style menjadi Taha Sayf al-Din. Dalam diskusi tahun 2016 lalu, Elsbeth Locher-Scholten menjelaskan alasannya menggunakan ejaan Taha merujuk pada penulisan dalam dokumen-dokumen Belanda. Lebih jauh tentang ragam penulisan nama Sultan Thaha Saifuddin lihat Abid, "Saifuddin atau Safiuddin..." Kontekstualita 25, no. 2 (2010): hlm. 335-351.}} naik takhta menggantikan pamannya pada tahun 1855 M.<ref name=":1" />{{Rp|pages=9-10}} Karena sultan menolak mengakui kedaulatan Belanda atas Jambi sebagaimana yang diyakini Belanda berdasarkan perjanjian sebelumnya.<ref name=":1" />{{Rp|page=266}}
[[Berkas:Groepsportret met Sultan Thaha Syaifuddin van Djambi en zijn gevolg (1904).jpg|al=Potret bersama Sultan Thaha Saifuddin dari Jambi dan pengikutnya (1904)|jmpl|Potret bersama Sultan Thaha Saifuddin dari Jambi dan pengikutnya (1904)]]
Sejak berada di bawah pemerintahan Sultan Thaha, Kesultanan Jambi memasuki periode penting perseteruan panjang dengan pemerintah kolonial Belanda. Setelah perjanjian damai tahun 1833 M dibatalkan oleh sultan, ketegangan antara kedua pihak terus meningkat. Puncaknya, Belanda menganeksasi Kesultanan Jambi pada tahun 1858 M lalu mengangkat ''sultan bayang''{{Efn|text=Sultan boneka yang diangkat pemerintah Belanda di Jambi umum disebut dalam literatur-literatur terdahulu dengan istilah sultan bayang atau sultan kontrak.}} sebagai pengganti Sultan Thaha. Sementara itu, Sultan Thaha menyingkir ke ''ulu''{{Efn|text=Daerah sepanjang hulu sungai Batanghari, saat ini meliputi daerah Tembesi, Tebo, Sarolangun, Merangin dan Bungo.}} dan membentuk pusat pemerintahan di daerah [[Muara Tebo, Tebo Tengah, Tebo|Muara Tebo]] dan menguasai daerah ''uluan''. Meski pusat kesultanan di Tanah Pilih berhasil dikuasai, Belanda tetap memperhitungkan kekuatan Sultan Thaha yang memiliki legitimasi kuat di ''uluan'' bahkan memengaruhi tokoh-tokoh di lingkungan istana. Kedua pihak terlibat konflik dingin berkepanjangan sampai kemudian Belanda memulai ekspedisi militer pada awal abad ke-20. Sejumlah perlawanan sporadis terjadi di beberapa daerah ''uluan'' hingga pecah perang terbuka yang menyebabkan Sultan Thaha terbunuh pada tahun 1904 M. Setelah berhasil mematahkan perlawanan Sultan Thaha, Belanda secara resmi membubarkan kesultanan pada tahun yang sama lalu membentuk [[Keresidenan Jambi]] pada tahun 1906 M.<ref name=":1" />{{Rp|pages=10-11}}
{{main|Keresidenan Jambi}}
Perubahan besar terjadi dalam sistem pemerintahan setelah Belanda berhasil menguasai Jambi dan membubarkan kesultanan. Kolonialisme Belanda di Jambi abad ke-19 secara resmi dimulai melalui kontrak tahun 1833 M. Meski demikian, Belanda hanya menikmati otoritas dan pengaruh yang terbatas, bahkan cenderung tidak menguntungkan secara ekonomi.<ref name=":1" />{{Rp|page=329}}
Belanda baru benar-benar memberikan perubahan signifikan atas negeri Jambi setelah penaklukan tahun 1904 M. Setelah pemberlakuan pemerintahan keresidenan pada tahun 1906 M, Belanda melakukan serangkaian penataan model pemerintahan dan sistem hukum yang ada di kesultanan maupun di daerah. Perubahan paling menonjol adalah terjadinya peminggiran elite-elite tradisional serta pemberlakuan sistem administrasi dalam hukum adat. Sementara itu, persoalan-persoalan ekonomi dan keadilan juga muncul sebagai masalah yang terus mengganggu. Keadaan-keadaan ini menimbulkan polemik berkepanjangan yang sempat memicu beberapa gerakan pemberontakan, terutama peristiwa tahun 1916 M yang didalangi oleh Sarekat Abang berkedok Sarekat Islam. Setelah peristiwa ini, tidak pernah lagi ada perlawanan yang signifikan dilancarkan oleh rakyat Jambi kepada Belanda.<ref name=":1" />{{Rp|page=329}}
[[Berkas:Surat Sultan Thaha Saifuddin Jambi Ke Khalifah Utsmaniyah.png|al=Surat Sultan Thaha Saifuddin Jambi yang pernah dikirim ke Khalifah Utsmaniyah (1858)|jmpl|Surat Sultan Thaha Saifuddin Jambi yang pernah dikirim ke Khalifah Utsmaniyah (1858)]]
Pembubaran kesultanan dengan sendirinya berdampak terhadap koeksistensi Islam dan adat dalam sistem pemerintahan serta hukum di Jambi. Pembubaran kesultanan berarti bahwa Jambi bukan lagi sebuah negeri yang, setidaknya sejak pertengahan abad ke-19, secara ideologi politik merupakan negeri yang menganut ideologi Islam. Undang-undang Jambi tahun 1866 M dihapuskan dan diganti dengan Undang-undang Residensi Jambi (UURJ) buatan Belanda. Upaya-upaya menjadikan Jambi sebagai bagian dari [[Kesultanan Utsmaniyah]] juga terhenti sebab negeri Jambi tidak lagi memiliki seorang sultan berdaulat. Meskipun Kesultanan Utsmaniyah masih tetap populer dan menjadi harapan sejumlah kelompok sampai dasawarsa kedua abad ke-20, pada kenyataannya tak ada sosok berwenang untuk mewakili kepentingan politik mereka. Sistem musyawarah dalam suksesi kepemimpinan terbatas juga dihapuskan. Perubahan juga terjadi pada institusi keagamaan, yaitu qadi dan jajarannya. Jika sebelumnya institusi ini bersifat independen dalam urusan keagamaan dan pemutusan perkara hukum yang terkait dengan hukum Islam, UURJ menjadikan institusi keagamaan sebagai bagian dari sistem peradilan umum dengan penerapan birokratisasi ketat. Meskipun seorang hakim Islam harus masuk dalam proses peradilan dalam semua jenjang, dan putusan peradilan harus mengacu pada hukum agama dan hukum adat selagi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan secara umum, hakim Islam tidak lagi memiliki independensi untuk memutus perkara. Pengakuan terhadap hukum adat-islami juga mengalami distorsi di mana sejumlah aturan yang dianggap bertentangan dengan tradisi Eropa dilarang, seperti hukuman mati dan praktik "pembuktian ilahi", seperti menyelam, memegang besi panas dan sejenisnya, yang banyak dipraktikkan dan diakui dalam UUJ sebelumnya.<ref name=":1" />{{Rp|pages=329-330}}
Perkembangan sosial budaya di daerah Jambi sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak memuaskan. Pendidikan formal memang di selenggarakan oleh kekuasaan pemerintah Belanda, misalnya diselenggarakan pembukaan sekolah-sekolah, namun jumlahnya sangat terbatas. Sampai saat Proklamasi di kota Jambi hanya ada satu ''Hollandsch Inlandsche School''. Sudah tentu di samping pendidikan formal yang diadakan oleh Belanda, maka oleh masyarakat diselenggarakan pula pendidikan ilmu pengetahuan agama di surau-surau dan madrasah-madrasah.<ref name=":2" />{{Rp|page=3}}
=== Zaman Penjajahan Jepang ===
Pendudukan Jepang atas daerah Jambi dimulai dengan masuknya tentara Angkatan Darat Jepang yang dipimpin oleh Kolonel Namora melalui daerah Palembang dan Padang. Setelah Palembang jatuh ke tangan tentara Jepang pada tanggal 14 Februari 1942, maka dari Palembang tentara Jepang menyerbu masuk Lubuk Linggau, yang jatuh ke tangan Jepang pada tanggal 21 Februari 1942. Selanjutnya setelah Jepang menduduki Muara Rupit tanggal 23 Februari 1942, yang diikuti Sarolangun Rawas pada tanggal 24 Pebruari 1942, tentara Jepang menyerbu masuk daerah Jambi.<ref name=":4">{{Cite book|title=Monografi Daerah Jambi|publisher=Kantor Wilayah Departemen P dan K Propinsi Jambi|url-status=live}}</ref><ref name=":2" />{{Rp|page=17}}
Dari daerah Palembang, serbuan tentara Jepang diarahkan ke daerah Sarolangun Jambi, dan dapat diduduki Jepang tanggal 25 Februari 1942. Sehari kemudian Bangko dan Rantau Panjang diduduki pula. Kemudian setelah melakukan pertempuran sehari- semalam, pada tanggal 28 Februari 1942, Muara Bungo dapat diduduki tentara Jepang. Sedangkan Muara Tebo, baru diduduki tentara Jepang tanggal 2 Maret 1942. Di Muara Tebo tentara Jepang dibagi atas dua bagian, satu bagian bertugas untuk menyerang pertahanan tentara Belanda di Pulau Musang, dan satu bagian lagi bertugas untuk menyerang kota Jambi. Dalam pertempuran di Pulau Musang, Kolonel Namora tewas, sedangkan tentara Jepang yang bertugas menyerang Jambi di bawah pimpinan Kapten Orita dapat menduduki kota Jambi tanggal 4 Maret 1942.<ref name=":4" /><ref name=":2" />{{Rp|page=17}}
Adapun daerah Kerinci, dimasuki dan diduduki oleh tentara Jepang yang datang dari Padang. Padang diduduki Jepang pada tanggal 17 Maret 1942.{{Efn|text=Haji Janan Thaib, Wawancara, 23 Agustus 1978}}<ref name=":2" />{{Rp|pages=17-18}}
Setelah seluruh daerah Jambi dapat diduduki dan dikuasai oleh Jepang dalam waktu yang sangat singkat, maka pada tanggal 10 Maret 1942 disusunlah pemerintahan oleh bala tentara Jepang.<ref name=":2" />{{Rp|pages=18}}
Pada dasarnya susunan pemerintahan Belanda di daerah Jambi, oleh Jepang masih tetap dipertahankan. Perubahan yang dilakukan Jepang ialah mengganti nama dan istilah pemerintahan Belanda dengan istilah atau nama Jepang. Keresidenan ditukar dengan ''Syu'', sedangkan residen disebut ''Syucokan''. Afdeling yang dikepalai oleh Kontrolir{{Efn|text=Istilah yang dipakai di daerah Jambi untuk Kepala Afdeling yaitu Controleur; di daerah lain disebut kontrolur.}}) disebut ''Bunsyu'' dan dikepalai oleh ''Bunsyuco''. Onderafdeling/Distrik yang dikepalai oleh ''Demang'' ditukar dengan nama ''Gun'' yang dikepalai oleh ''Gunco''. Kemudian daerah Onderdistrik yang dikepalai oleh ''Asisten Demang'' disebut ''Fuku Gunco''.<ref name=":2" />{{Rp|pages=18}}
Secara struktural pemerintahan daerah Jambi pada masa pendudukan Jepang dapatlah digambarkan sebagai berikut:<ref name=":2" />{{Rp|pages=18-19}}
[[Berkas:Pemerintahan_Jambi_Zaman_Penjajahan_Jepang.jpg|jmpl|al=Struktur Pemerintahan Daerah Jambi Pada Masa Pendudukan Jepang|Struktur Pemerintahan Daerah Jambi Pada Masa Pendudukan Jepang]]
''Syucokan'' Jambi dalam menjalankan pemerintahan di daerah Jambi dibantu oleh:<ref name=":2" />{{Rp|page=18}}
# ''Somobuco'', Kepala Pemerintahan Umum.
# ''Keizabuco'', Kepala Perekonomian.
# ''Keimuboco'', Kepala Kepolisian.
Dalam pada itu, pimpinan Angkatan Perang Jepang setelah menguasai seluruh Sumatera dipusatkan di Bukit Tinggi, dan oleh karena Panglima Angkatan Perang Jepang di Sumatera merangkap pula sebagai Kepala Pemerintahan Sipil untuk seluruh Sumatra, maka ibukota Sumatra dipindahkan dari Medan ke Bukit Tinggi. Dengan demikian ''Syucokan'' Jambi tunduk kepada ''Gunzeikan'' yang berkedudukan di Bukit Tinggi.<ref>{{Cite book|title=Almanak Sumatra|publisher=Komando Petahanan Sumatra|url-status=live}}</ref>{{Rp|pages=198-199}}<ref name=":2" />{{Rp|page=18}}
Adapun dalam hal pembagian wilayah ''Jambi-syu'', Jepang tetap berpedoman kepada susunan wilayah zaman pemerintahan Belanda di Jambi. Oleh karena itu daerah Kerinci masih tetap masuk ke dalam Sumatra Barat. Sejalan dengan itu, maka ''Jambi-syu'' terdiri atas tujuh ''Bunsyu'' yaitu:{{Efn|text=R. Abdullah, Wawancara, 8 September 1979}} <ref name=":2" />{{Rp|pages=18, 20}}
#''Bunsyu'' Jambi (Jambi)
#''Bunsyu'' Tembisi (Muara Tembisi)
#''Bunsyu'' Tungkal (Kuala Tungkal)
#''Bunsyu'' Tebo (Muara Tebo)
#''Bunsyu'' Bungo (Muara Bungo)
#''Bunsyu'' Bangko (Bangko)
#''Bunsyu'' Sarolangun (Sarolangun)
Pada waktu Jepang menduduki daerah Jambi, maka garis politik ekonomi yang dijalankan oleh Pemerintah Jepang adalah sistem [[autarki]], yakni suatu sistem di mana segala daya, tenaga serta usaha di bidang perekonomian dipusatkan untuk kepentingan perang.<ref name=":2" />{{Rp|pages=23-24}}
Berdasarkan sistem autarki ini, daerah ''Jambi-Syu'' harus menjadi sumber kepentingan perang. Dalam rangka itu, pemerintahan Jepang di Jambi. ''Syu'' mengambil alih semua kegiatan dan pengawasan ekonomi, dan untuk itu dikeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat kontrol untuk mencegah timbulnya manipulasi serta meningkatkannya harga-harga barang.{{Efn|text=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=24}}
Dalam masa ini, semua harta milik orang-orang Belanda yang ada di daerah Jambi disita oleh Jepang, antara lain perkebunan-perkebunan teh dan kopi, bank, pabrik, serta perusahaan seperti pertambangan minyak, listrik, telekomunikasi, dan lain-lain.{{Efn|text=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=24}}
Sesuai dengan kepentingan perang Jepang, maka pemerintahan Jepang di daerah ''Jambi-Syu'' mengumumkan pula barang-barang yang dianggapnya penting, yakni barang-barang yang langsung kegunaannya bagi usaha perang, dan barang-barang yang tidak langsung kegunaannya bagi usaha perang Jepang dan mencakup barang-barang untuk kehidupan dan kebutuhan rakyat.{{Efn|text=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=24}}
Adapun barang-barang yang dianggap penting oleh Jepang antara lain seperti mobil, sepeda motor, agregat, dan berjenis-jenis barang yang terbuat dari baja, besi, dan aluminium. Untuk barang-barang yang dianggap penting ini ''Syucokan'' Jambi mewajibkan rakyat untuk melaporkannya, dan pada hakekatnya ''syucokan'' melarang memindahkan barang ke luar daerah Jambi-Syu. Barang-barang hasil perkebunan seperti teh, kopi, dan tembakau yang banyak terdapat di Kerinci dianggap sebagai barang kenikmatan, dan kurang berguna bagi usaha perang, sedangkan karet dianggap sebagai bahan penting. Oleh sebab itu kerusakan perkebunan karet di daerah Jambi pada masa pendudukan Jepang relatif kecil jika dibandingkan dengan kerusakan perkebunan kopi, teh, dan tembakau. Hal ini disebabkan karena rakyat petani teh dan kopi tersebut diwajibkan menanam tanaman lainnya untuk melipatgandakan bahan pangan, di samping kewajiban untuk menanam dan memelihara tanaman jarak yang diperlukan Jepang untuk bahan pelumas.{{Efn|text=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=24}}
Sejalan dengan politik autarki, pemerintah Jepang di daerah ''Jambi-Syu'' mengambil alih bank milik non-pribumi, dan menggantikannya dengan bank Jepang. Pajak yang tinggi dikenakan pada golongan non-pribumi karena dianggap golongan musuh Jepang di dalam perang yang sedang berlangsung. Di bidang perdagangan pemerintah Jepang menggunakan sistem monopoli, harga barang yang dijual ditentukan, dan rakyat memperoleh barang yang dibutuhkan melalui penyalur-penyalur yang telah ditentukan oleh Jepang.{{Efn|reference=A. Mukti Nazaruddin, wawancara, 20 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=25}}
Adanya peraturan dan pembatasan serta penguasaan sepenuhnya oleh Pemerintah merupakan ciri sistem ekonomi yang dilaksanakan oleh Jepang di daerah Jambi ketika itu.<ref name=":2" />{{Rp|page=25}}
Dengan adanya sistem autarki, rakyat daerah Jambi pada masa pendudukan Jepang dipaksa untuk menanam biji-biji jarak di pinggir jalan dan di halaman rumah, pohon-pohon kopi dan teh ditebang dan rakyat diperintahkan untuk menanam pangan seperti padi, ubi, dan jagung. Di samping itu rakyat dikerahkan pula untuk melakukan ''[[Rōmusha|romusya]]'' dan ''Kinrohosyi'' seperti membuat lubang-lubang yang diperlukan dalam perang yang dilakukan Jepang ketika itu. Sebagian rakyat lagi dipaksakan pula untuk memasuki heiho, demi pertahanan lokal dalam rangka kepentingan perang Jepang.{{Efn|text=A. Mukti Nazaruddin, wawancara, 23 Agustus 1979}} <ref name=":2" />{{Rp|page=27}}
Akibat banyaknya peraturan pembatasan dan pengawasan serta penindasan pemerintah bala tentara Jepang, rakyat di daerah Jambi sangat menderita. Perekonomian rakyat menjadi hancur, rakyat hidup dengan kemiskinan, dan kelaparan terjadi di mana- mana. Akibat adanya kelaparan tidak sedikit rakyat yang meninggal dunia pada masa ini. Kehidupan yang menyedihkan dialami oleh rakyat daerah Jambi pada masa ini, merupakan pula suatu kehidupan pahit yang belum pernah dialami pada masa-masa sebelumnya.<ref name=":2" />{{Rp|page=27}}
Di daerah Kerinci, dan daerah-daerah lain rakyat pada masa ini berpakaian tarak, yaitu pakaian yang terbuat dari bahan kulit kayu, dan banyak dijual di pasaran. Adapun kain goni sudah dianggap baik sebagai pakaian ketika ini, sedangkan kain blacu harganya sangat tinggi dan sangat sukar diperoleh, apa lagi bahan tekstil yang lebih halus dari blacu tidak dijumpai lagi untuk dapat dibeli oleh rakyat.<ref name=":2" />{{Rp|page=27}}
Perhubungan darat sebagai sarana komunikasi waktu itu, menghubungkan pula daerah Jambi dengan daerah Palembang dan Sumatra Barat yakni dengan adanya jalan-jalan yang menghubungkan daerah-daerah Bungo, Tebo, Sarolangun, dan Rawas. Sedangkan jalan ke tiap daerah ''Son'' (kecamatan) ketika ini sudah dapat dilalui mobil.{{Efn|text=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1979}} <ref name=":2" />{{Rp|page=28}}
Adapun jenis pengangkutan daerah tradisional yang penting ketika ini antara lain ialah lusoh (sejenis pedati yang ditarik ker- bau), gerobak, dan pedati. Pengangkutan darat dengan alat-alat tersebut makin besar artinya pada masa ini, karena mobil jumlah- nya sedikit dan itu pun merupakan barang penting untuk keperluan perang Jepang, sehingga pengawasan dan penguasaan atas mobil-mobil benar-benar diatur oleh Jepang.{{Efn|text=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1979}} <ref name=":2" />{{Rp|page=28}}
Pengangkutan udara hampir tidak mempunyai arti dalam bidang perekonomian rakyat di daerah Jambi, walaupun ada lapangan udara Paal Merah di Jambi, namun penggunaannya lebih diutamakan untuk kepentingan tentara Jepang. Pengangkutan laut demikian pula, pada masa ini kapal-kapal dagang tidak banyak yang masuk ke daerah Jambi.{{Efn|text=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1979}} <ref name=":2" />{{Rp|page=28}}
Dalam struktur pemerintahan Jambi-''Syu'', untuk urusan dan kegiatan perekonomian dibentuk ''Keizabu'' dan kepalanya disebut ''Keizabuco''. ''Keizabuco'' adalah pembantu syucokan untuk urusan perekonomian di dalam daerah Jambi-''Syu''.<ref name=":2" />{{Rp|page=28}}
Di samping ''Keizabu'', kegiatan perekonomian dilakukan pula oleh badan-badan perusahaan Jepang di antaranya ialah:<ref name=":2" />{{Rp|pages=28-29}}
# ''Mitsubishi Kaisya'' (MSK) yang bergerak dalam bidang pengumpulan hasil-hasil pertanian, perkebunan, dan hasil-hasil hutan.
# ''Tozan Noji'', yang bergerak di lapangan pertanian dan pertenunan.
# ''Namora'', perusahaan yang bergerak di lapangan pertambangan dan industri.
# ''Kawasaki Zidhozu'', yang bergerak di bidang pengangkutan.<ref>{{Cite book|last=Nazaruddin|first=A. Mukti|title=Jambi Sepintas lalu dari Zaman ke Zaman|url-status=live}}</ref>{{Rp|page=5}}
Badan-badan atau lembaga perekonomian lainnya tidak dibentuk oleh Jepang di daerah Jambi.<ref name=":2" />{{Rp|page=29}}
Pada masa pendudukan Jepang di daerah Jambi terjadi perubahan yang penting artinya bagi perkembangan pendidikan dan pengajaran dengan dihapuskannya perbedaan pengajaran bagi golongan Belanda dan golongan [[Pribumi-Nusantara|Pribumi]]. Oleh Pemerintah Jepang diselenggarakan pendidikan dan pengajaran dengan sistem dan jenis sebagai berikut:<ref name=":2" />{{Rp|page=29}}
# ''Hutsukogakko'' (Sekolah Dasar tiga tahun)
# ''Kotokogakko'' (Sekolah Dasar lima tahun)
# ''Cukogakko'' (Sekolah Lanjutan Pertama)
# ''Hoangka'' (Sekolah Guru)
# ''Renseika'' (Sekolah Guru sejenis KPG){{Efn|text=A. Mukti Nazaruddin, wawancara, 21 September 1979}}
Di Sungai Penuh, Sekolah Dasar disebut ''Kokumin Gakko'', dan dikenal juga dengan sebutan SESNI atau Sekolah Sambungan Nippon-Indonesia, dipimpin oleh Panggabean, Arsyad, dan kemudian Yakub.<ref name=":6">{{Cite book|title=Sejarah Perjuangan Fisik Rakyat Kerinci|publisher=Tim Sejarah Budaya Kerinci|url-status=live}}</ref>{{Rp|page=5}} <ref name=":2" />{{Rp|page=29}}
Di sekolah-sekolah pelajaran [[bahasa Jepang]] merupakan mata pelajaran wajib, sedangkan [[bahasa Belanda]] dilarang. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar mulai dilaksanakan di sekolah.<ref name=":2" />{{Rp|page=29}} Hal itu karena bahasa Belanda dilarang oleh pemerintah Jepang, dan sebagai gantinya bahasa Jepang mulai diterapkan dalam dunia pendidikan dan pergaulan sehari-hari. Selanjutnya bahasa Indonesia mulai menonjol, karena dipergunakan secara resmi. Hal ini menggembirakan rakyat di daerah Jambi, sebab bahasa Indonesia sangat mudah dipahami, karena [[Bahasa Melayu Jambi|bahasa daerah Jambi]] mempunyai dasar yang sama dan tidak banyak perbedaannya dengan [[bahasa Indonesia]]. Kalaupun ada perbedaannya, maka perbedaan itu hanyalah perbedaan bunyi yang manifestasinya tampak dalam dialek yang ada di dalam bahasa daerah Jambi.<ref name=":2" />{{Rp|pages=30-31}}
Pada umumnya di sekolah yang diadakan Jepang ketika ini, pengajaran pengetahuan umum kurang diutamakan. Sekolah pada masa itu terutama ditujukan untuk mempelajari bahasa Jepang, ''taiso'', olahraga, serta mementingkan pendidikan semangat. Murid-murid seringkali diharuskan melakukan kerjabakti seperti membersihkan bengkel, asrama dan mengumpulkan bahan untuk membuat pertahanan, dan sebagainya. Sebagian waktu belajar, juga dipakai untuk menanami halaman sekolah dan pinggir-pinggir jalan dengan pohon jarak, yang dapat menghasilkan bahan penting bagi kelangsungan perang.{{Efn|reference=Raden Haji Syarif, wawancara, 31 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|pages=29-30}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Indonesische jongens tijdens hun soldatentraining door de Japanners TMnr 10001989.jpg|al=Anak-anak Indonesia saat pelatihan tentara Jepang (Sekitar 1945)|jmpl|Anak-anak Indonesia saat pelatihan tentara Jepang (Sekitar 1945)]]
Latihan jasmani yang berupa latihan kemiliteran mengisi sebagian besar kegiatan murid-murid setiap hari. Untuk menanamkan semangat Jepang, maka tiap hari murid-murid harus mengucapkan sumpah pelajar dalam bahasa Jepang dan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo.{{Efn|reference=Raden Haji Syarif, wawancara, 31 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=30}}
Dengan demikian, keadaan sekolah serta jalan pengajaran dan pendidikan pada masa pendudukan Jepang di daerah Jambi, hanya dititik-beratkan kepada memperluas bahasa Jepang serta memperdalam pendidikan semangat ''[[Bushido|busyido]]'' cara Jepang.{{Efn|reference=A. Mukti Nazaruddin, wawancara, 23 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=30}}
Kebudayaan masyarakat daerah Jambi pada masa itu bertolak dari kebudayaan masa lalu, yang dalam segi tertentu terdapat penonjolan-penonjolan di samping ada pula yang diabaikan atau tidak memperoleh kesempatan untuk ditonjolkan sebagai akibat dari suasana politik yang dilakukan Jepang.<ref name=":2" />{{Rp|page=30}}
Seni ukir dan seni pahat, yang pada masa pemerintahan Belanda tidak dikembangkan, semakin diabaikan masyarakat pada masa pendudukan Jepang. Sedangkan seni musik, terutama musik Barat dilarang oleh Jepang, musik Jepang sebagai gantinya mulai diperkenalkan dengan mewajibkan rakyat menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa Jepang. Adapun seni [[pencak silat]] pada saat ini mulai ditonjolkan karena sejalan dengan semangat perang Jepang.<ref name=":2" />{{Rp|page=30}}
Berdasarkan perkiraan pada masa pendudukan Jepang sembilan puluh tujuh persen dari pendudukan daerah Jambi adalah penganut [[Islam di Jambi|Islam]]. Adapun penduduk non-Islam di daerah Jambi terdiri dari [[Suku Kubu|suku anak dalam]], [[suku Bajau]], dan penduduk pendatang dari [[Jawa]], [[Tapanuli]], [[Kabupaten Flores Timur|Flores]], dan [[Tiongkok|Cina]].{{Efn|reference=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=31}}
Penduduk Jambi merupakan penganut agama Islam yang taat, walaupun begitu sisa-sisa dari kepercayaannya terhadap alam gaib dan makhluk-makhluk [[supernatural]] masih terdapat di kalangan penduduk tersebut, sebagaimana tampak dalam upacara di tempat-tempat keramat, sesajen dan mantra-mantra.<ref name=":2" />{{Rp|page=31}}
Secara keseluruhan perkembangan agama Islam pada masa ini, tidak dihalang-halangi oleh pemerintah Jepang. [[Madrasah|Madrasah-madrasah]] boleh berjalan seperti biasa, namun karena sulitnya penghidupan rakyat, anak-anak tidak banyak yang masuk belajar di madrasah. Kedudukan ''Hoofd'' [[Penghulu]] sebagai tokoh agama tidak diganggu-gugat oleh Jepang, dan tetap menjalankan tugasnya sebagaimana biasa. Demikian pula kedudukan guru agama pada masa-masa ini tidak diganggu Jepang, bahkan Jepang berusaha untuk mempengaruhi guru-guru, ulama, serta tokoh-tokoh agama untuk turut mempropagandakan [[Perang Asia Timur Raya|perang suci Asia Timur Raya]], supaya dimenangkan oleh Jepang.{{Efn|reference=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1997, R.H. Syarif, wawancara, 31 Agustus 1979 dan A. Mukti Nazaruddin, wawancara, 21 September 1979}}
Dalam rangka inilah pimpinan Badan Penerangan Jepang untuk Asia Timur Raya mengumpulkan guru-guru agama dan melakukan pertemuan besar di [[Singapura]].{{Efn|reference=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1997, R.H. Syarif, wawancara, 31 Agustus 1979 dan A. Mukti Nazaruddin, wawancara, 21 September 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=31}}
Tokoh-tokoh agama pada masa pendudukan Jepang antara lain ialah:<ref name=":2" />{{Rp|pages=31-32}}
# ''Hoofd'' Penghulu Ja'far.
# Haji Abdul Somad.
# KH. Sargawi.
# KH. Nawawi.
# Guru Rozali.{{Efn|reference=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1997, R.H. Syarif, wawancara, 31 Agustus 1979 dan A. Mukti Nazaruddin, wawancara, 21 September 1979}}
Salah satu dari tokoh agama daerah Jambi tersebut yakni KH. Nawawi berhasil menjadi penasihat pemerintah Jepang di bidang agama untuk daerah Jambi. Dengan usahanya sebagai penasihat bidang agama, anak-anak gadis di daerah Jambi terlepas dari paksaan Jepang untuk mengikuti sekolah-sekolah Jepang.{{Efn|reference=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1979.}}<ref name=":2" />{{Rp|page=31}}
Selama pendudukan Jepang di daerah Jambi, segala bentuk komunikasi massa diatur dan diawasi oleh pemerintah Jepang. Satu-satunya surat kabar daerah Jambi yang diselenggarakan oleh pemerintah Jepang yakni ''Jambi Shimbun''. Sebagian besar berita dari ''Jambi Shimbun'' adalah berita-berita tentang perjalanan perang Asia Timur Raya dan menyiarkan aturan-aturan negeri.{{Efn|reference=Haji A. Thaib Hanafiah, wawancara, 17 Agustus 1979.}}<ref name=":2" />{{Rp|page=32}}
''Jambi'' ''Shimbun'' ini dipimpin oleh Tenma, Suky, Matsoda, dan lain-lain. Selain ''Jambi Shimbun'' surat kabar lain yang beredar di daerah ini ialah ''Sumatra Shimbun Kai'', yang diterbitkan oleh persekutuan surat kabar ke Sumatra. ''Sumatra Shimbun Kai'' ini, di bawah pengawasan ''Gunseikanbu'' bagian ''Hodobu'' (Penerangan Tentara). Selain penerbitan-penerbitan resmi dari pemerintah Jepang, maka surat kabar dan penerbitan lainnya tidak diperbolehkan oleh Jepang.{{Efn|reference=Raden Haji Syarif, wawancara, 31 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=32}}
===Zaman Kemerdekaan Indonesia===
Kekalahan Jepang tidak segera diketahui umum berkat sensor yang ketat, namun para pemuda mengetahuinya. Menurut [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Proklamasi 17 Agustus 1945]] tersebut, daerah Jambi termasuk dalam wilayah Republik Indonesia. Adapun berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diterima di daerah Jambi pada tanggal 18 Agustus 1945. Karena pada tanggal 18 Agustus 1945, dr. [[A.K. Gani]] dari Palembang melalui telepon menyampaikan berita Proklamasi dan bahwa Indonesia telah merdeka. Berita Proklamasi Kemerdekaan melalui telepon ini diterima oleh [[R. Soedarsono|R. Sudarsono]], pimpinan buruh di Pertambangan Minyak Jambi.{{Efn|reference=R. Abdullah, wawancara, 23 Juli 1978}}<ref name=":7">{{Cite book|title=Propinsi Sumatera Tengah|publisher=Kementerian Penerangan|url-status=live}}</ref>{{Rp|page=258}}<ref name=":2" />{{Rp|page=45}}
Kemudian berita Proklamasi Kemerdekaan ini disebarluaskan ke seluruh pelosok daerah Jambi, dan hanya dalam be- berapa hari setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 dilakukan, maka rakyat di daerah Sarolangun, Bangko, Bungo, Tebo, Batanghari, Tungkal dan Kerinci sudah mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka.{{Efn|reference=Dasiba, Wawancara, 5 Agustus 1978}}<ref name=":2" />{{Rp|pages=45-46}}
Tersiarnya berita kemerdekaan Indonesia disambut dengan tempik sorak dan kegembiraan oleh rakyat di daerah Jambi yang selama masa penjajahan diliputi oleh peristiwa-peristiwa yang menyedihkan, kehidupan yang melarat dan penindasan. Selanjutnya dengan adanya penerangan-penerangan dari pemuka- pemuka rakyat mengenai kewajiban untuk memelihara dan mempertahankan kemerdekaan itu, maka secara spontan alim-ulama, golongan adat, pemuda, cerdik pandai, bersatu dalam satu barisan rakyat yang siap terjun ke dalam perjuangan kemerdekaan.<ref name=":6" />{{Rp|page=3}}<ref name=":2" />{{Rp|page=46}}
Setelah berita Proklamasi Kemedekaan Indonesia didengar oleh rakyat di daerah Jambi, maka Sang Merah Putih mulai dikibarkan walaupun mendapat sanggahan keras dari pihak Pemerintah Jepang.<ref name=":2" />{{Rp|page=46}}
Pada tanggal 22 Agustus 1945, walaupun ada larangan dan penjagaan tentara Jepang, para pemuda antara lain R. Husin Akip dan Amin Aini berhasil mengibarkan Sang Merah Putih di puncak [[Menara Air Kota Jambi|menara air Jambi]].{{Efn|reference=H. A. Thaib Hanafiah, Wawancara, 17 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=46}}
Tiga hari kemudian, di muka Kantor Polisi Jambi, dilakukan pengibaran Sang Merah Putih dengan upacara yang sangat sederhana. Pengibaran Sang Merah Putih ini dilaksanakan oleh 4 orang wanita yaitu Zuraida, Nurmaina, Serik dan Nursiah.{{Efn|reference=R. H. Syarif, wawancara, 31 Agustus 1979}}<ref name=":2" />{{Rp|page=46}}
Selanjutnya, yakni pada waktu sesudah diterima telegram dari Medan bahwa dr. Sagaf Yahya diangkat menjadi Residen Daerah Jambi, maka Sang Merah Putih dikibarkan di mana-mana pada kantor-kantor pemerintah dalam daerah Keresidenan Jambi.<ref name=":7" />{{Rp|page=256}}<ref name=":2" />{{Rp|page=46}}
Sebelum dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, daerah Jambi secara struktural merupakan daerah keresidenan, bagian dari Provinsi Sumatra. Kemudian tatkala Sumatra terbagi atas tiga provinsi yaitu Provinsi Sumatra Utara, Provinsi Sumatra Tengah dan Provinsi Sumatra Selatan, maka Keresidenan Jambi yang terdiri atas Kabupaten Merangin, Kabupaten Batanghari, dan Kotapraja Jambi masuk ke dalam propinsi [[Sumatera Tengah|Sumatra Tengah]]. Akan tetapi dengan adanya Undang-undang No. 61 Tahun 1958, maka Propinsi Sumatra Tengah menjelma menjadi tiga propinsi yakni: Provinsi [[Sumatera Barat|Sumatra Barat]], Provinsi [[Riau]] dan Provinsi Jambi.{{Efn|text=Lihat Lembaran Negara Tahun 1958 No.112}} Tepatnya sejak tanggal 6 Januari 1957, daerah Jambi menjadi Daerah Tingkat I yang terdiri atas satu Kotamadya dan lima Kabupaten yaitu:<ref name=":2">{{Cite book|last=Zainuddin|first=|last2=Bujang Sh|first2=Ibrahim|last3=Kahar|first3=Thabran|last4=Mukti|first4=Asnawi|date=1979|title=Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949) Daerah Jambi|location=Jakarta|publisher=DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN, DIREKTORAT SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL, PROYEK INVENTARISASI DAN DOKUMENTASI KEBUDAYAAN DAERAH|pages=|url-status=live}}</ref>{{Rp|page=1}}
# [[Kota Jambi|Kotamadya Jambi]]
# [[Kabupaten Batanghari]]
# [[Kabupaten Tanjung Jabung]]
# [[Kabupaten Bungo Tebo]]
# [[Kabupaten Sarolangun Bangko]]
# [[Kabupaten Kerinci]]{{Efn|text=Lihat Lembaran Negara Tahun 1958 No.112}}.
Luas daerah Propinsi Jambi tersebut di atas diperkirakan 53.244 kilometer persegi<ref name=":3">{{Cite book|date=1978|title=Geografi Budaya Daerah Jambi|publisher=Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jambi|pages=6|url-status=live}}</ref>, dengan jumlah penduduk 1.245.941 jiwa, terletak antara 0°45'-2°45' Lintang Selatan dan 101°10′-104°55′ Bujur Timur<ref name=":3" />, dengan batas-batas sebagai berikut:<ref name=":2" />{{Rp|pages=1-2}}
# Sebelah utara dengan [[Riau|Provinsi Riau]]
# Sebelah Selatan dengan [[Sumatera Selatan|Provinsi Sumatra Selatan]] dan [[Bengkulu|Provinsi Bengkulu]].
# Sebelah timur dengan [[Selat Berhala]]
# Sebelah barat dengan [[Sumatera Barat|Provinsi Sumatra Barat]].
== Politik dan pemerintahan ==
=== Gubernur ===
{{Utama|Daftar gubernur Jambi}}
[[Berkas:Kantor Gubernur Jambi - Jambi City, JA (25-11-2022).jpg|jmpl|250px|center|Kantor Gubernur Jambi]]
[[Gubernur]] adalah pemimpin tertinggi di pemerintahan provinsi Jambi, yang bertanggungjawab atas wilayah tersebut. Saat ini, [[gubernur]] atau kepala daerah yang menjabat di provinsi Jambi ialah [[Al Haris]], didampingi wakil gubernur [[Abdullah Sani]]. Mereka pemenang pada [[Pemilihan umum Gubernur Jambi 2020]]. [[Al Haris|Haris]] merupakan gubernur Jambi ke-10. Haris dan Abdullah dilantik oleh presiden [[Republik Indonesia]], [[Joko Widodo]] di [[Istana Negara]] Jakarta pada 7 Juli 2021, untuk masa jabatan [[2021]]-[[2024]].<ref name="GUBERNUR">{{Cite news|url=https://nasional.kompas.com/read/2021/07/07/09004581/presiden-lantik-gubernur-wakil-gubernur-jambi-sore-ini|title=Presiden Lantik Gubernur-Wakil Gubernur Jambi Sore ini|first=Dian Erika|last=Nugraheny|date=7 Juli 2021|work=[[Kompas.com]]|access-date=27 Juli 2022|editor-last=Rastika|editor-first=Icha|archive-date=2022-09-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20220910211821/https://nasional.kompas.com/read/2021/07/07/09004581/presiden-lantik-gubernur-wakil-gubernur-jambi-sore-ini|dead-url=no}}</ref>
{| class="wikitable" style="background:#ffffef; float:center; text-align:center"
! {{Abbr|No.|Number}}
! Potret
! Gubernur
! Mulai menjabat
! Akhir menjabat
! Potret
! [[Wakil Gubernur Jambi|Wakil Gubernur]]
! Periode
! Referensi
|-
! style="background:#D3D3D3; color:black"| 10
| [[Berkas:Gubernur Jambi Al Haris.jpg|100px]]
| [[Al Haris]]
| 7 Juli 2021
| [[Daftar gubernur dan wakil gubernur di Indonesia|Petahana]]
| [[Berkas:Wagub Jambi Abdullah Sani.jpg|100px]]
| [[Abdullah Sani]]
| 12 <br/><small> ([[Pemilihan umum Gubernur Jambi 2020|2020]])
| <ref name="GUBERNUR"/>
|}
=== Kabupaten dan Kota ===
{{utama|Daftar
{{:Daftar kabupaten dan kota di Jambi}}
== Demografi ==
=== Penduduk ===
[[File:RITUAL MANDI SAFAR.jpg|jmpl|200px|Ritual Mandi Safar di wilayah Pesisir Pantai Timur Provinsi Jambi, Desa Air Hitam Laut]]
Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0,45° Lintang Utara, 2,45° Lintang Selatan dan antara 101,10°–104,55° Bujur Timur. Di sebelah Utara berbatasan dengan [[Provinsi Riau]], sebelah Timur dengan Selat Berhala, sebelah Selatan berbatasan dengan [[Provinsi Sumatera Selatan]] dan sebelah Barat dengan [[Provinsi Sumatera Barat]] dan [[Provinsi Bengkulu]]. Kondisi geografis yang cukup strategis di antara kota-kota lain di provinsi sekitarnya membuat peran provinsi ini cukup penting terlebih lagi dengan dukungan sumber daya alam yang melimpah. Kebutuhan industri dan masyarakat di kota-kota sekelilingnya didukung suplai bahan baku dan bahan kebutuhan dari provinsi ini.{{cn}}
Luas Provinsi Jambi 50.160,05 km² dengan jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2022 berjumlah 3.631.136 jiwa<ref>{{Cite web|title=Jumlah Penduduk menurut Wilayah dan Jenis Kelamin, di JAMBI - Dataset - Long Form Sensus Penduduk 2020 - Badan Pusat Statistik|url=http://sensus.bps.go.id/topik/tabular/sp2022/189|website=sensus.bps.go.id|access-date=2024-01-02}}</ref>. Sebelumnya di tahun 2010, provinsi ini memiliki populasi sebanyak 3.088.618 jiwa (Data BPS hasil sensus 2010). Jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2006 berjumlah 2.683.289 jiwa (Data SUPAS Proyeksi dari BPS Provinsi Jambi. Jumlah Penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2005 sebesar 2.657.536 (data SUSENAS) atau dengan tingkat kepadatan 50,22 jiwa/km2. Tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,96% dengan PDRB per kapita Rp9.523.752,00 (Angka sementara dari BPS Provinsi Jambi. Untuk tahun 2005, PDRB per kapita sebesar Rp8.462.353). Sedangkan sebanyak 46,88% dari jumlah tenaga kerja Provinsi Jambi bekerja pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan; 21,58% pada sektor perdagangan dan 12,58% pada sektor jasa. Dengan kondisi ketenagakerjaan yang sebagian besar masyarakat di provinsi ini sangat tergantung pada hasil pertanian,perkebunan sehingga menjadikan upaya pemerintah daerah maupun pusat untuk mensejahterakan masyarakat adalah melalui pengembangan sektor pertanian{{cn}}
====
{| class="wikitable sortable"
!Kabupaten/Kota
!Laki-laki
!Perempuan
!Jumlah
|-
|1501. Kerinci
|127.245
|126.618
|253.863
|-
|1502. Merangin
|181.850
|175.727
|357.577
|-
|1503. Sarolangun
|152.133
|145.958
|298.091
|-
|1504. Batang Hari
|160.228
|152.981
|313.209
|-
|1505. Muaro Jambi
|212.776
|200.054
|412.830
|-
|1506. Tanjung Jabung Timur
|119.368
|114.796
|234.164
|-
|1507. Tanjung Jabung Barat
|167.242
|157.214
|324.456
|-
|1508. Tebo
|177.090
|167.726
|344.816
|-
|1509. Bungo
|190.083
|183.261
|373.344
|-
|1571. Jambi
|311.616
|307.937
|619.553
|-
|1572. Sungai Penuh
|49.638
|49.595
|99.233
|-
! colspan="1" rowspan="1" |1.849.269
! colspan="1" rowspan="1" |1.781.867
! colspan="1" rowspan="1" |3.631.136
|}
=== Suku bangsa ===
[[Berkas:Kajang Leko Rumah adat Jambi.jpg|jmpl|200px|ki|[[Rumah Panggung Kajang Lako]], rumah adat Jambi]]
Masyarakat Jambi merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari masyarakat asli Jambi dan juga pendatang. Penduduk asli provinsi Jambi termasuk [[Suku Jambi|Suku Melayu Jambi]], [[Suku Batin|Batin]], Penghulu, Pindah, [[Suku Kerinci|Kerinci]] dan [[Suku Kubu|Suku Anak Dalam]].<ref name="SukuJambi">{{Cite news|url=https://tribunjambitravel.tribunnews.com/2021/03/16/mengenal-4-suku-asli-jambi-orang-sad-paling-awal-datang-ke-jambi|title=Mengenal 4 Suku Asli Jambi, Orang SAD Paling Awal Datang Ke Jambi|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|accessdate=10 September 2021|first=Wahyu|last=Herliyanto|language=id|archive-date=2021-09-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20210910060437/https://tribunjambitravel.tribunnews.com/2021/03/16/mengenal-4-suku-asli-jambi-orang-sad-paling-awal-datang-ke-jambi|dead-url=no}}</ref> Suku Batin dan Penghulu kebudayaannya berunsur [[Suku Melayu|Melayu]] dan beberapa mengalami perpaduan dengan budaya Minangkabau, banyak bermukim di [[Kabupaten Bungo]], [[Merangin]], [[Tebo]], dan [[Sarolangun]]. Sedangkan Suku Pindah, kebudayaannya perpaduan Melayu dan budaya Palembang yang bermukim dibeberapa kecamatan di [[Kabupaten Batanghari]] dan Sarolangun. Sementara Suku Kerinci berada di daerah [[Kabupaten Kerinci]] dan [[Kota Sungai Penuh]]. Adat istiadat dan budaya Suku Kerinci masih serumpun atau dekat dengan Minangkabau yang juga menganut sistem matrilineal.{{cn}}
[[File:FESTIVAL TUDUNG LINGKUP (2).jpg|jmpl|200px|Festival Tudung Lingkup di Kota Jambi Seberang]]
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam [[Sensus Penduduk Indonesia 2010]], provinsi Jambi jumlah penduduknya 3.069.771 jiwa. Penduduk asli provinsi Jambi yakni Suku Jambi sudah termasuk semua sub-suku [[Suku Jambi|Melayu Jambi]] (Batin, Penghulu, Pindah) merupakan etnis terbanyak yakni sebanyak 1.083.396 jiwa (35,30%) dan suku [[Suku Kerinci|Kerinci]] berada di urutan ketiga, sebanyak 254.125 jiwa (8,27%). Kemudian etnis pendatang terbanyak berasal dari etnis [[Suku Jawa|Jawa]] sebanyak 893.156 jiwa (29,10%). Selain itu juga ada suku yang berasal dari suku [[Suku Melayu|Melayu]] di luar orang Jambi sebanyak 164.979 jiwa (5,37%), kemudian [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] sebanyak 163.760 jiwa (5,33%), [[Suku Batak|Batak]] 106.249 jiwa (3,46%), [[Suku Banjar|Banjar]] 102.237 jiwa (3,33%), [[Suku Bugis|Bugis]] 96.145 jiwa (3,13%), [[Suku Sunda|Sunda]] 79.203 jiwa (2,58%), asal [[Sumatera Selatan]] 57.663 jiwa (1,88%), [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] 37.246 jiwa (1,21%) dan suku lain lainnya 31.612 (1,04%).<ref name="SUKU">{{cite web|url=https://www.bps.go.id/publication/2012/05/23/55eca38b7fe0830834605b35/kewarganegaraan-suku-bangsa-agama-dan-bahasa-sehari-hari-penduduk-indonesia.html|title=Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia|website=www.bps.go.id|accessdate=10 September 2021|pages=36-41|format=pdf|archive-date=2021-05-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20210508052427/https://www.bps.go.id/publication/2012/05/23/55eca38b7fe0830834605b35/kewarganegaraan-suku-bangsa-agama-dan-bahasa-sehari-hari-penduduk-indonesia.html|dead-url=no}}</ref>
{| class="wikitable sortable" style="font-size:90%;"
|-
|+'''Suku bangsa di provinsi Jambi tahun 2010'''
|- style="background-color:#cfc;"
! style="background:#E0F0FF;" |No
! style="background:#E0F0FF;" |Suku
! style="background:#E0F0FF;" |Jumlah [[2010]]
! style="background:#E0F0FF;" |%
|-
| 1
| [[Suku Jambi|Jambi]]
! style="text-align: right;" | 1.083.396
! style="text-align: right;" | 35,30%
|-
| 2
| [[Suku Jawa|Jawa]]
| style="text-align: right;" | 893.156
| style="text-align: right;" | 29,10%
|-
| 3
| [[Suku Kerinci|Kerinci]]
| style="text-align: right;" | 254.125
| style="text-align: right;" | 8,27%
|-
| 4
| [[Suku Melayu|Melayu]] di luar Jambi
| style="text-align: right;" | 164.979
| style="text-align: right;" | 5,37%
|-
| 5
| [[Suku Minangkabau|Minangkabau]]
| style="text-align: right;" | 163.760
| style="text-align: right;" | 5,33%
|-
| 6
| [[Suku Batak|Batak]]
| style="text-align: right;" | 106.249
| style="text-align: right;" | 3,46%
|-
| 7
| [[Suku Banjar|Banjar]]
| style="text-align: right;" | 102.237
| style="text-align: right;" | 3,33%
|-
| 8
| [[Suku Bugis|Bugis]]
| style="text-align: right;" | 96.145
| style="text-align: right;" | 3,13%
|-
| 9
| [[Suku Sunda|Sunda]]
| style="text-align: right;" | 79.203
| style="text-align: right;" | 2,58%
|-
| 10
| asal [[Sumatera Selatan]]
| style="text-align: right;" | 57.663
| style="text-align: right;" | 1,88%
|-
| 11
| [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]]
| style="text-align: right;" | 37.246
| style="text-align: right;" | 1,21%
|-
| 12
| Suku Lainnya
| style="text-align: right;" | 31.612
| style="text-align: right;" | 1,04%
|-
!
! Provinsi Jambi
! style="text-align: right;" | 3.069.771
! style="text-align: right;" | 100%
|-
|}
===
Sebagian besar masyarakat Jambi memeluk agama [[Islam]] yaitu sebesar 95,07%, sedangkan selebihnya merupakan pemeluk agama [[Kristen]] 3,95% di mana [[Protestan]] sebesar 3,37% dan [[Katolik]] sebesar 0,58%. Sebagian lagi memeluk agama [[Agama Buddha|Buddha]] yakni 0,89%, kemudian penganut kepercayaan sebanyak 0,06%, [[Konghucu]] sebanyak 0,02% dan sebagian kecil pemeluk agama [[Hindu]] sebanyak 0,01%, yang umumnya berada di [[Kota Jambi]].<ref name="DUKCAPIL"/>
Agama Islam umumnya dianut etnis asli provinsi Jambi yakni Melayu Jambi yang banyak tinggal di Sarolangun, Kerinci, Tanjung Tebo. Kemudian etnis Jawa, Sunda, Sunda, Bugis dan Minang sebagai etnis pendatang juga kebanyakan memeluk agama Islam. Sementara agama Kristen (Protestan dan Katolik) umumnya dianut oleh penduduk etnis Batak, Nias, dan sebagian Tionghoa. Agama Buddha dan Konghucu dianut penduduk etnis Tionghoa, sedangkan sebagian kecil pemeluk agama Hindu berasal dari etnis Bali dan peranakan India.{{cn}}
=== Bahasa ===
{{main|Bahasa di Jambi}}
Di Provinsi Jambi, terdapat berbagai macam bahasa yang digunakan oleh penduduknya, yaitu bahasa Indonesia, Bahasa Melayu (dialek Jambi), Bajau Tungkal Satu, Banjar, Bugis, Jawa, Kerinci,dan Minangkabau.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Bahasa di Provinsi Jambi|url=https://petabahasa.kemdikbud.go.id/provinsi.php?idp=Jambi|website=Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia|access-date=24 Januari 2021|archive-date=2021-05-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20210515041441/https://petabahasa.kemdikbud.go.id/provinsi.php?idp=Jambi|dead-url=no}}</ref> Tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat bahasa yang belum terpetakan karena melihat dari luas wilayah, batas wilayah, sejarah, hingga perkembangan Provinsi Jambi. Bahasa-bahasa yang ada di daerah Jambi sejalan dengan penyebaran penduduknya, sehingga bahasanya ditemukan pada daerah tertentu dan memiliki ciri khas dialeknya masing-masing.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Kusmana, Murfi Saputra, Julisah Izar|first=Ade|date=2 Desember 2018|title=Pemetaan Bahasa Daerah Di Provinsi Jambi|url=https://doi.org/10.22437/titian.v2i02.5810|journal=Universitas Jambi|volume=02|issue=02|pages=|doi=}}</ref>
Dari sekian banyak bahasa, [[bahasa Melayu]] dan [[bahasa kerinci]] merupakan bahasa asli provinsi Jambi. Bahasa Melayu yang dominan digunakan masyarakat provinsi Jambi adalah [[Bahasa Melayu Jambi]]. Bahasa Melayu Jambi juga sebagai pemersatu dialek bahasa Melayu didaerah setiap kabupaten/kota,dan juga digunakan untuk berinteraksi antar suku yang ada di provinsi Jambi.{{cn}}
[[Berkas:Stamps of Indonesia, 056-10.jpg|jmpl|ka|200px|Prangko [[Republik Indonesia]] bertema Provinsi Jambi ([[2010]]).]]
Dengan kondisi suhu udara berkisar antara 23 °C sampai dengan 34 °C dan luas wilayah 53,435 km2 di antaranya sekitar 60% lahan merupakan kawasan perkebunan dan kehutanan yang menjadikan kawasan ini merupakan salah satu penghasil produk perkebunan dan kehutanan utama di wilayah Sumatra. [[Kelapa sawit]] dan [[karet]] menjadi tanaman perkebunan primadona dengan luas lahan perkebunan kelapa sawit mencapai 400.168 hektare serta karet mencapai 595.473 hektare. Sementara itu, nilai produksi kelapa sawit sebesari 898,24 ribu ton pertahun. Hasil perkebunan lainnya adalah karet, dengan jumlah produksi 240,146 ribu ton per tahun, kelapa dalam (''virgin coconut'') 119,34 ribu ton per tahun, casiavera 69,65 ribu ton per tahun, serta teh 5,6 ribu ton per tahun. Sementara produksi sektor pertanian yang dihasilkan oleh kawasan bagian barat Provinsi Jambi yaitu beras kerinci, kentang, kol/kubis, tomat, dan kedelai.{{cn}}
Potensi kekayaan alam di Provinsi Jambi adalah [[minyak bumi]], [[gas bumi]], [[batubara]] dan timah putih. Jumlah potensi minyak bumi Provinsi Jambi mencapai 1.270,96 juta m<sup>3</sup> dan gas 3.572,44 miliar m<sup>3</sup>. Daerah cadangan minyak bumi utama di struktur Kenali Asam, Kecamatan Jambi Luar Kota, [[Kabupaten Muaro Jambi]] dengan jumlah cadangan minyak 408,99 juta barrel. Sedangkan cadangan gas bumi utama di Struktur Muara Bulian, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batanghari dengan jumlah cadangan 2.185,73 miliar m<sup>3</sup>. {{Butuh rujukan}}
===
==== [[Minyak bumi]]====
Cadangan minyak bumi Provinsi Jambi sebesar 1.270,96 juta m<sup>3</sup>. Cadangan minyak bumi antara lain terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, struktur Kenali Asam, Kecamatan Jambi Luar Kota dan Kabupaten Muaro Jambi.{{cn}}
====[[Gas bumi]]====
Cadangan gas bumi Provinsi Jambi sebesar 3.572,44 miliar m<sup>3</sup>. Cadangan tersebut sebagian besar terdapat di Struktur Muara Bulian, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batang Hari dengan jumlah cadangan 2.185,73 miliar m3.{{cn}}
====[[Batu bara]]====
Cadangan batubara Provinsi Jambi sebesar 18 juta ton, yang merupakan batubara kelas kalori sedang yang cocok digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik. Cadangan terbesar dijumpai di Kabupaten Bungo.{{cn}}
====[[Perkebunan]]====
Komoditas perkebunan yang sangat dominan adalah Karet dan Kelapa Sawit. Hal ini didukung dengan program Pemerintah Derah Provinsi Jambi yaitu “Pengembangan Kelapa Sawit Sejuta Hektar” serta “Replanting Karet”. Selain itu, casiavera juga banyak dibudidayakan terutama di daerah Kerinci.<ref>{{Cite book|last=Suryana|first=Dayat|date=2012-10-16|url=https://books.google.co.id/books?id=LMlyDwAAQBAJ&dq=Cadangan+minyak+bumi+Provinsi+Jambi+sebesar+1.270,96+juta+m3.+Cadangan+minyak+bumi+antara+lain+terdapat+di+Kabupaten+Tanjung+Jabung+Timur,+struktur+Kenali+Asam,+Kecamatan+Jambi+Luar+Kota+dan+Kabupaten+Muaro+Jambi&source=gbs_navlinks_s|title=Provinsi-Provinsi di Indonesia|publisher=CreateSpace Independent Publishing Platform|isbn=978-1-4801-2226-0|language=id|access-date=2022-08-05|archive-date=2023-01-24|archive-url=https://web.archive.org/web/20230124082422/https://books.google.co.id/books?id=LMlyDwAAQBAJ&dq=Cadangan+minyak+bumi+Provinsi+Jambi+sebesar+1.270,96+juta+m3.+Cadangan+minyak+bumi+antara+lain+terdapat+di+Kabupaten+Tanjung+Jabung+Timur,+struktur+Kenali+Asam,+Kecamatan+Jambi+Luar+Kota+dan+Kabupaten+Muaro+Jambi&source=gbs_navlinks_s|dead-url=no}}</ref>
== Pariwisata ==
{{utama|Daftar tempat wisata di Jambi}}
=== Potensi Wisata ===
[[Berkas:Gerbang menuju Candi Muaro Jambi.jpg|jmpl|220px|Situs [[Candi Muaro Jambi]]]]
[[Berkas:Kebun Teh Kayu Aro Kerinci.jpg|jmpl|220px|[[Kebun Teh Kayu Aro|Perkebunan Teh Kayu Aro]] dengan latar [[Gunung Kerinci]]]]
Provinsi Jambi terdiri dari 11 kabupaten/kota. Sarana dan prasarana di Jambi saat ini sudah tersedia dengan cukup baik. Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk mengakses berbagai tempat objek wisata di [[Kota Jambi]] maupun [[kabupaten]] lainnya di
Objek wisata yang ada di Jambi cukup banyak.
Ada dua objek di lokasi ini yaitu
Candi Muaro Jambi merupakan komplek percandian Agama [[Hindu]]-[[Buddha]] yang terdapat di
====[[Taman Bumi Merangin-Jambi|Geopark Merangin]]====
====[[Air Terjun Sigerincing]]====
Air Terjun Sigerincing memiliki ketinggian sekira kurang lebih 40-60 meter, terletak di kabupaten [[Merangin]]. Air terjun ini merupakan bagian dari aliran sungai [[Batang Tembesi]] yang berhulu di [[Gunung Masurai]].
Salah satu tempat wisata di Jambi terbaik dan terkenal sejak
Kondisi alam sekitar Danau Gunung Tujuh sangat begitu indah dan alami serta memiliki air yang begitu jernih. Keindahan Danau dilengkapi oleh barisan hamparan tujuh gunung yang mengelilinginya. Pada beberapa titik di pinggir danau terbentang pasir yang menyerupai pantai. Danau Gunung tujuh ini terdapat di
Danau ini memiliki luas sekitar 30 x 30 meter. Jernihnya air di Danau ini membuat dasarnya terlihat secara jelas, walaupun memiliki kedalaman air yang tidak terukur. Selain itu
== Budaya dan seni ==
[[File:TARIAN SANGKUT DAK MENYAUH.jpg|jmpl|180px|ka|Tari Sangkut Dak Menyauh, pertunjukan tari tentang menangkap ikan secara tradisional dengan alat yang dikenal sebagai ''lukah'' oleh masyarakat Provinsi Jambi]]
Jambi merupakan sebuah provinsi yang terletak di timur pulau Sumatra. Masyarakat Jambi terdiri dari beberapa macam suku pribumi seperti [[Suku Jambi|Suku Melayu Jambi]], [[Suku Kerinci]], [[Suku Batin]], [[Suku Anak Dalam]], hingga keturunan atau rumpun [[Minang]]. Tak heran jika provinsi ini mempunyai berbagai macam tradisi dan budaya.
=== Musik tradisional ===
[[Berkas:Stamp of Indonesia - 2015 - Colnect 667016 - Cangor Jambi.jpeg|200px|jmpl|ki|Alat musik Cangor Jambi, pada Prangko Indonesia, 2015]]
Musik Jambi banyak dipengaruhi oleh nuansa Melayu dan Arab, diantaranya adalah alat musik tradisional, seperti [[Gambus|Gambus Jambi]], [[Gendang|Gendang Melayu]], [[Seruling|Sekdu]], [[Rebana|Kompangan]], [[Marawis]], Cangor dan Kelintang Jolo. Sedangkan untuk lagu daerah Jambi, diantaranya adalah [[Injit-Injit Semut]], [[Pinang Muda]], [[Selendang Mayang]], dan Batanghari
=== Tari tradisional ===
Secara garis besar seni tari dari provinsi Jambi adalah dari adat budaya etnis Melayu dan Kerinci. Terdapat beberapa macam jenis tari tradisional khas Jambi, di antaranya tari [[Tari Sekapur Sirih|Sekapur Sirih]], [[Tari Selampit Delapan|Selampit Delapan]], [[Tari Inai|Inai]], [[Tari Rantak Kudo|Rentak Kudo]], Mengaup dan Rentak Besapih.
=== Masakan khas ===
{{utama|Masakan Jambi}}
[[Berkas:Nasi Gmk.jpg|jmpl|200px|ka|Nasi gemuk, salah satu hidangan masakan Jambi yang populer.]]
[[Berkas:KUE PADAMARAN.jpg|200px|jmpl|ki|Kue padamaran]]
Masakan Jambi atau Hidangan Jambi adalah makanan khas Jambi atau jenis kuliner yang berkembang di provinsi Jambi, Indonesia. Masakan ini banyak berbahan dasar ikan yang didukung oleh banyaknnya sungai di provinsi Jambi. Rempah-rempah juga pada umumnya tidak jauh berbeda dengan masakan dari Sumatera Barat. Budaya Melayu, dan Minangkabau juga memengaruhi racikan kuliner provinsi Jambi.
Beberapa contoh makanan dari Jambi yang cukup populer adalah [[Nasi gemuk]], [[Tempoyak]], [[Kerutup ikan]], [[Daging masak hitam]], [[Gulai tepek ikan]], [[Gulai terjun daging|Gulai terjun]], dan [[Gulai tekuyung]].
Setiap kawasan di provinsi Jambi, memiliki makanan sebagai ciri khas daerah, yang biasa dijadikan sebagai buah tangan (oleh-oleh) misalnya: kota Jambi terkenal dengan [[Kue padamaran]] dan [[Kopi|Kopi AAA]], sedangkan Kerinci dengan [[Dodol Kentang]] dan [[Teh|Teh Kayu Aro]], lalu Merangin dengan [[Gelamai perentak]] dan [[Kopi jangkat]], kemudian Batanghari dengan [[Kue cepak kapung]], dan Muaro Jambi terkenal dengan [[Pempek sambal]] dan Nanas Tangkit.{{cn}}
== Lihat pula ==
* [[Daftar tempat wisata di Jambi]]
* [[Daftar tokoh Jambi]]
* [[Masakan Jambi]]
== Catatan kaki ==
== Referensi ==
{{reflist|2}}
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.jambiprov.go.id/ Situs web resmi pemerintah provinsi Jambi] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130905204059/http://www.jambiprov.go.id/ |date=2013-09-05 }}
* {{id}} [http://indonesia.travel/id/discover-indonesia/region-detail/25/jambi Situs web resmi pariwisata Indonesia]
* {{id}} [http://berita3jambi.com Informasi Tentang Jambi] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20210507015818/http://berita3jambi.com/ |date=2021-05-07 }}
* {{id}} [https://kompaswisata.com/makanan-khas-jambi/ Makanan khas Jambi]
Baris 284 ⟶ 643:
{{coor title dm|1|45|S|102|49|E|region:ID_type:adm1st_scale:2000000|display=title}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Jambi| ]]
[[Kategori:Provinsi di Indonesia]]
[[Kategori:Negara dan wilayah yang didirikan tahun 1957]]
|