Gajah Mada: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 223.255.230.17 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Verosaurus Tag: Pengembalian |
k Perbaikan Pengetikan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(141 revisi perantara oleh 62 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Prime Minister
| name = Gajah Mada<br>𑼔𑼙𑼲𑽂𑼪𑼣
| nationality = {{flagicon|Indonesia|naval|size=23px}} [[Majapahit]]
| image
| caption
|
| monarch3 = [[Jayanegara]]
|
|
| office2 = Patih [[Kediri|Daha]]
| monarch2 = [[Jayanegara]]
<br/> [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]
| term_start2 = [[1321]]
|
| office1 = [[Patih|Patih Majapahit]]
|
| monarch1 = [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]<br/>[[Hayam Wuruk]]
| term_start1 = {{circa|1334}}{{sfn|Pigeaud|1960|p=83}}
| term_end1 = {{circa|1364}}
| predecessor1 = Arya Tadah
| successor1 = Gajah Enggon
| battles = Pemberontakan Ra Kuti<br>Pemberontakan Keta dan Sadeng <br> Perang Bedahulu<br>[[Perang Bubat]]<br>Padompo<ref group="Catatan">Sangat mungkin Gajah Mada masih berperan di Majapahit setelah peristiwa Bubat. Munandar menafsirkan bahwa beliau memimpin sendiri serangan ke Dompo bersama laksamana Wiramandalika Mpu Nala. Tafsir tentang peranan Gajah Mada dalam Padompo dapat dilihat di karya sastra koleksi Kesultanan Bima berjudul "Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa", hanya saja nama Gajah Mada tidak disebut secara langsung melainkan diibaratkan dengan Bima. Uraian kisahnya pun telah dilingkupi dengan berbagai mitos, legenda, dongeng, dan juga peristiwa sejarah sezaman ketika naskah itu pertama kali digubah dalam abad ke-17 dan 19. Lihat {{harvnb|Munandar|2010|pp=99–100}}</ref>
| allegiance = {{flagicon|Indonesia|naval
|size=23px}} [[Majapahit]]
| birth_date = [[1280]]
| birth_place = Tumapel
| death_date = [[1364]]
| death_place = {{flagicon|Indonesia|naval
|size=23px}} [[Majapahit]]
| spouse =
| blank1 = [[Agama]]
| data1 = [[Syaiwa]]{{sfn|Munandar|2010|p=127}} atau Siwa-Buddha<ref group="Catatan">Pengarcaan Gajah Mada sebagai Brajanata dan [[Bima (Mahabharata)|Bima]] menunjukkan bahwa ia adalah pemuja Siwa, tetapi agama Majapahit sendiri adalah campuran (sinkretisme) Hindu-Buddha, juga dikenal sebagai Siwa-Buddha.</ref>
}}
'''Gajah Mada''' (
Pasca Insiden Bubat thn 1357 Masehi, Beliau diasingkan Ke Desa Madakaripura ,Probolinggo Hingga Akhir Hayat dan Meninggal dunia pada Thn 1364 Masehi.
Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu [[Sumpah Palapa]], yang tercatat di dalam [[Pararaton]].<ref>Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka.</ref> Ia menyatakan tidak akan istirahat atau menikmati kesenangan sebelum berhasil menyatukan [[Nusantara]].<ref name=":02">{{Cite book|last=Purwanto|first=Heri|year=2023|title=Pararaton: Biografi Para Raja Singhasari–Majapahit|location=Tangerang Selatan|publisher=Javanica|isbn=978-623-98438-4-7}}</ref>{{Rp|363-364}} Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial.<ref>{{cite book |first=Restu |last=Gunawan |coauthors= |title=Muhammad Yamin dan cita-cita persatuan Indonesia |publisher=University of Michigan Press|year=2005 |isbn=}}</ref> Banyak masyarakat Indonesia masa sekarang yang menganggapnya sebagai [[pahlawan]] dan simbol [[nasionalisme]] Indonesia<ref>{{Cite web |url=http://www.eastjava.com/books/majapahit/html/gajah.html |title=Memory of Majapahit: Gajah Mada |access-date=2008-08-27 |archive-date=1999-10-14 |archive-url=https://web.archive.org/web/19991014025105/http://www.eastjava.com/books/majapahit/html/gajah.html |dead-url=no }}</ref> dan persatuan Nusantara.<ref>{{cite book |first=Muhammad |last=Yamin |coauthors= |title=[http://books.google.co.id/books?id=QE4ZK9pvA14C&lpg=PA85&dq=sejarah%20banjar&pg=PA85#v=onepage&q=sejarah%20banjar&f=false Gadjah Mada, pahlawan persatoean Noesantara] |publisher=Balai Poestaka |year=1945 |isbn= 9789794073230}} [http://books.google.co.id/books?id=QE4ZK9pvA14C&lpg=PR4&pg=PR4#v=onepage&q&f=false ISBN 979-666-195-0] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150405211000/http://books.google.co.id/books?id=QE4ZK9pvA14C&lpg=PR4&pg=PR4#v=onepage&q&f=false |date=2015-04-05 }}</ref>
== Penggambaran rupa ==
{{multiple image
| total_width = 250
| image1 =Kertolo Statue 5136 (310d).jpg
| image2 =Bima Statue 2776 (286b).jpg
|footer= Penggambaran Gajah Mada sebagai arca, kanan ke kiri:<br>
*Arca Brajanata, di Museum Nasional Indonesia, No.5136/310d.
*Arca Bima, No.2776/286b.
}}
Penggambaran rupa Gajah Mada yang populer di media sebenarnya adalah imajinasi dari [[Mohammad Yamin]], di bukunya yang berjudul "Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara", terbit pertama kali tahun 1945. Pada suatu hari di tahun 1940-an, Yamin mengunjungi Trowulan untuk melihat lokasi bekas kerajaan Majapahit. Ia menemukan pecahan terakota, salah satunya celengan berupa wajah seorang pria berwajah gempal dan berambut ikal. Berdasar bentuk muka wajah celengan itu, Yamin menafsirkan seperti itulah wajah Gajah Mada sang pemersatu Nusantara. Yamin kemudian meminta seniman [[Henk Ngantung]] membuat lukisan seperti terakota tersebut. Hasil lukisan lalu dipampang sebagai sampul muka buku karya Yamin. Banyak orang yang menentang pendapat Yamin, karena mustahil wajah tokoh sebesar Gajah Mada dipampangkan di celengan. Hal semacam itu adalah penghinaan karena biasanya para pemuka negara pada zaman Hindu Buddha, termasuk Majapahit, diarcakan. Beberapa orang bahkan yakin bahwa wajah yang disangka Gajah Mada itu tidak lain adalah wajah Yamin sendiri.<ref>{{Cite book|last=Oktorino|first=Nino|date=2020|title=Hikayat Majapahit - Kebangkitan dan Keruntuhan Kerajaan Terbesar di Nusantara|location=Jakarta|publisher=Elex Media Komputindo|pages=128-129|url-status=live}}</ref>
Ada pula gambaran lain soal sosok Gajah Mada, berbeda dari yang diilustrasikan M. Yamin, yakni hasil penelitian arkeolog [[Universitas Indonesia]] Agus Aris Munandar. Dia mengilustrasikan Gajah Mada selayaknya sosok Bima dalam pewayangan, yakni berkumis melintang.<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-3106104/sejarawan-wajah-gajah-mada-karya-m-yamin-pertama-ada-tahun-1945|title=Sejarawan: Wajah Gajah Mada Karya M Yamin Pertama Ada Tahun 1945|last=Damarjati|first=Danu|date=29 Desember 2015|work=[[Detik.com|detikcom]]|access-date=14 Agustus 2019|archive-date=2023-04-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20230425002658/https://news.detik.com/berita/d-3106104/sejarawan-wajah-gajah-mada-karya-m-yamin-pertama-ada-tahun-1945|dead-url=no}}</ref> Dalam media populer, Gajah Mada kebanyakan ditampilkan bertelanjang dada, memakai kain sarung, dan menggunakan senjata berupa [[keris]]. Meskipun ini mungkin benar dalam tugas sipil, pakaian lapangannya mungkin berbeda: Seorang patih Sunda menerangkan, seperti yang tertulis dalam kidung Sundayana, bahwa Gajah Mada mengenakan ''[[karambalangan]]'' (lapis logam di depan dada—''[[Plastron|breastplate]]'') berhias timbul dari emas, bersenjata tombak berlapis emas, dan perisai penuh dengan hiasan dari intan berlian.<ref>Berg, Kindung Sundāyana (Kidung Sunda C), Soerakarta, Drukkerij “De Bliksem”, 1928.</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.nusantarareview.com/baju-baja-emas-gajah-mada.html|title=Baju Baja Emas Gajah Mada|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|date=6 August 2018|website=Nusantara Review|archive-url=https://web.archive.org/web/20230405135919/https://www.nusantarareview.com/baju-baja-emas-gajah-mada.html|archive-date=2023-04-05|dead-url=no|access-date=14 August 2019}}</ref>
{{multiple image
| total_width = 410
| image1 = Cuirass depicted in Borobudur, Divyavadana reliefs.jpg
| image2 = Patung Candi Singasari Baju Besi.jpg
| image3 = Seated Male Deity Holding a Cuirass (Chest Armour) last quarter of the 10th–first half of the 11th century.jpg
| footer = [[Baju zirah]] yang mungkin dipakai Gajah Mada, kiri ke kanan:<br>
*Sebuah [[kuiras]] yang dipersembahkan oleh seorang [[brahmana]], digambarkan di candi Borobudur.
*[[Kawaca|Pakaian perang]] atau baju besi dari sebuah patung candi di Singasari.
*Patung dewa memegang sebuah [[kuiras]], dari [[Nganjuk]], [[Jawa Timur]], pada masa sebelumnya (abad ke-10 sampai ke-11).
}}
Menurut Munandar, pada awalnya Gajah Mada diarcakan sebagai tokoh Brajanata dalam [[Cerita Panji|cerita panji]], dan sebagai Bima dalam cerita [[Mahabharata]] pada masa kemudian. Pada awalnya Gajah Mada tidak langsung diarcakan sebagai tokoh Bima, ia diarcakan sebagai tokoh Brajanata karena kisah Panji lebih dulu dikenal daripada kegiatan pembuatan arca-arca Bima yang agaknya mulai berlangsung pada pertengahan abad ke-15. Pemuliaan Gajah Mada pada tahap pertama bersifat profan—adalah dalam bentuk pengarcaannya sebagai Brajanata, namun selanjutnya terjadi pemuliaan Gajah Mada dalam tahap kedua yang lebih bersifat sakral, yaitu disetarakan dengan Bima sebagai salah satu aspek Siwa.{{sfn|Munandar|2010|p=121}} Pada arca yang terdapat di Museum Nasional, arca tersebut digambarkan berbadan tegap, kumis melintang, rambut ikal berombak, di bagian puncak kepala terdapat ikatan rambut dengan pita membentuk seperti topi ''tekes''. Ia mengenakan busana dan perhiasan gelang dan kelat lengan atas berupa ular sebagaimana Bima.{{sfn|Munandar|2010|p=116–117}}
Arca Bima dibuat pada masa akhir Majapahit dalam pertengahan abad ke-15. Ciri-cirinya adalah: a) Memakai mahkota ''supit urang'' (rambutnya dibentuk 2 lengkungan di puncak kepala seperti jepitan udang), b) Berkumis melintang, c) Berbadan tegap, d) Memakai kain ''poleng'' (hitam-putih), e) Lingganya selalu digambarkan menonjol.{{sfn|Munandar|2010|p=116}} Pada arca Bima yang tersimpan di Museum Nasional, beliau digambarkan berdiri tegak dengan kedua tangan disamping tubuhnya, tangan kanan memegang ''[[Gada|gadha]]'', lingganya digambarkan menonjol menyingkirkan selendang yang menjuntai di antara 2 kaki, memakai ''upawita'' ular, mahkota supit urang, wajah sangar, kumis tebal melintang, rambut di atas dahinya digambarkan ikal membentuk seperti ''jamang'' (hiasan dahi).{{sfn|Munandar|2010|p=118}} Adanya kesamaan antara arca Brajanata sebagai perwujudan Gajah Mada dengan arca Bima bukanlah suatu kebetulan, melainkan terdapat konsepsi yang mendasarinya: Konsepsi itu berkembang seiring dengan semakin jauhnya jarak peristiwa sejarah dengan para pemujanya pada masa yang lebih kemudian.{{sfn|Munandar|2010|p=116}}
== Arti nama ==
Kata "Gajah" mengacu kepada hewan yang besar yang disegani hewan lainnya, dalam mitologi Hindu dipercaya sebagai ''[[wahana]]'' (hewan tunggangan) dari dewa Indra. Gajah juga dihubungkan dengan [[Ganesa]], dewa berkepala gajah berbadan manusia, putra [[Siwa]] dan [[Parwati]]. Adapun kata "Mada" dalam bahasa Jawa kuno artinya mabuk, bisa dibayangkan jika seekor gajah sedang mabuk, ia akan berjalan seenaknya, beringas, menerabas segala rintangan. Maka apabila dihubungkan dengan tokoh Gajah Mada, nama itu dapat ditafsirkan dalam 2 sifat, yaitu:{{sfn|Munandar|2010|p=12–13}}
# Ia menganggap dirinya sebagai wahana raja, pelaksana perintah-perintah raja, sebagaimana gajah [[Airawata]] menjadi wahana dewa Indra.
# Ia adalah orang yang seakan-akan mabuk dan beringas apabila menghadapi berbagai rintangan yang akan menghambat kemajuan kerajaan. Sungguh merupakan pilihan nama yang tepat dan agaknya nama itu telah dipikirkan masak-masak maknanya sebelum dipakai untuk nama dirinya.{{sfn|Munandar|2010|p=12–13}}
Dalam prasasti Gajah Mada diketahui julukan lain beliau, yaitu Rakryan Mapatih Jirnnodhara. Mungkin nama itu hanya sekadar gelaran bagi Gajah Mada, tetapi dapat pula dipandang sebagai nama resminya. Arti kata ''Jirnnodhara'' adalah "pembangun sesuatu yang baru" atau "pemugar sesuatu yang telah runtuh/rusak". Dalam pengertian harfiah Gajah Mada adalah pembangun ''caitya'' bagi [[Kertanagara|Kertanegara]] yang semula belum ada. Dalam pengertian kiasan ia dapat dipandang sebagai pemugar dan penerus gagasan Kertanegara dalam konsep ''[[Dwipantara|Dwipantara Mandala]]''.{{sfn|Munandar|2010|p=77}}
== Lahirnya Gajah Mada ==
{{Cquote|''“Pada tahun saka 1213/1291 M, Bulan Jyesta, pada waktu itu saat wafatnya Paduka Bhatara yang dimakamkan di Siwabudha…Rakryan Mapatih Mpu Mada, yang seolah-olah sebagai yoni bagi Bhatara Sapta Prabhu, dengan yang terutama di antaranya ialah Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwarddhani, cucu-cucu putra dan putri paduka Bhatara Sri Krtanagarajnaneuwarabraja Namabhiseka pada waktu itu saat Rakryan Mapatih Jirnnodhara membuat caitya bagi para brahmana tertinggi Siwa dan Buddha yang mengikuti wafatnya paduka Bhatara dan sang Mahawrddhamantri (Mpu Raganatha) yang gugur di kaki Bhatara.”''}}
Demikian bunyi Prasasti Gajah Mada yang bertarikh 1273 saka atau tahun 1351. Sebagai mahamantri terkemuka, Gajah Mada dapat mengeluarkan prasastinya sendiri dan berhak memberi titah membangun bangunan suci (''caitya'') untuk tokoh yang sudah meninggal. Prasasti itu memberitakan pembangunan ''caitya ''bagi [[Kertanagara]]. Raja terakhir Singhasari itu gugur di istananya bersama patihnya, [[Mpu Raganata|Mpu Raganatha]] dan para brahmana Siva dan Buddha, akibat serangan tentara [[Jayakatwang]] dari
Menurut arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, agaknya Gajah Mada memiliki alasan khusus mengapa memilih membangunkan ''caitya
Menurut Agus, berdasarkan data prasasti, karya sastra, dan tinggalan arkeologis, ada dua alasan mengapa Gajah Mada memuliakan Kertanagara hingga mendirikan candi baginya. Pertama, Gajah Mada mencari legitimasi untuk membuktikan [[Sumpah Palapa]]. Dia berupaya keras agar wilayah Nusantara mengakui kejayaan Majapahit. Kertanagara adalah raja yang memiliki wawasan politik luas. Dengan wawasan ''Dwipantara Mandala'', dia memperhatikan daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa. Dengan demikian Gajah Mada seakan meneruskan politik pengembangan mandala hingga seluruh ''Dwipantara'' (Nusantara) yang awalnya telah dirintis oleh Kertanegara.
Kedua'', ''dalam masa Jawa Kuno, candi atau ''caitya ''pen-''dharma''-an tokoh selalu dibangun oleh kerabat atau keturunan langsung tokoh itu, seperti Candi Sumberjati bagi Raden Wijaya dibangun tahun 1321 pada masa Jayanegara; dan Candi Bhayalango bagi Rajapatmi Gayatri dibangun tahun 1362 oleh cucunya, Hayam Wuruk. Atas alasan itu, Gajah Mada masih keturunan dari Raja Kertanagara. Setidaknya Gajah Mada masih punya hubungan darah dengan Kertanagara.
Baris 38 ⟶ 89:
Gajah Mada mungkin memiliki eyang yang sama dengan Tribhuwana Tunggadewi. Bedanya Gajah Mada cucu dari istri selir, sedangkan Tribhuwana adalah cucu dari istri resmi Kertanagara. Dengan demikian, tidak mengherankan dan dapat dipahami mengapa Gajah Mada sangat menghormati Kertanagara karena Raja itu adalah eyangnya sendiri. Hanya keturunan Kertanegara saja yang akan dengan senang hati membangun ''caitya'' berupa Candi Singasari untuk mengenang kebesaran leluhurnya itu. Bahkan konsepsi Dwipantra Mandala dari Kertanagara mungkin menginspirasi dan mendorong Gajah Mada dalam mencetuskan Sumpah Palapa.<ref name="ReferenceA"/>
[[Berkas:Gajah-Mada.jpg|ka|150px|jmpl|Sebuah arca dari [[Museum Trowulan]]. Mohammad Yamin menggunakan arca tanah liat ini sebagai dasaran penggambaran rupa Gajah Mada.]]
== Biografi ==
Tidak ada informasi dalam sumber sejarah yang tersedia saat pada awal kehidupannya, kecuali bahwa ia dilahirkan sebagai seorang biasa yang kariernya naik saat menjadi ''Bekel'' (kepala pasukan) ''Bhayangkara'' (pengawal Raja) pada masa [[Jayanagara|Prabu Jayanagara]] (1309–1328). Terdapat sumber yang mengatakan bahwa ''Gajah Mada'' bernama lahir ''Mada,''<ref>''Lihat'': [[Lempengan Tembaga Batur]], [[Prasasti Bendasari]] dan [[Prasasti Prapancasarapura]]</ref> sedangkan nama ''Gajah Mada''<ref>''Lihat'': [[Prasasti Kediri I]], [[Prasasti Singasari]] dan [[Prasasti Walandit]]</ref> kemungkinan merupakan nama sejak menjabat sebagai patih.<ref>R. S. Subalidinata, Sumarti Suprayitno, Anung Tedjo Wirawan ''Sejarah dan perkembangan cerita murwakala dan ruwatan dari sumber-sumber sastra Jawa'', University of Michigan Press (1985)</ref>
Menurut [[Pararaton]], Gajah Mada sebagai komandan pasukan khusus [[Bhayangkara]] berhasil menyelamatkan [[Jayanagara|Prabu Jayanagara]] ([[1309]]–[[1328]]) ke desa Badander dan memadamkan pemberontakan Ra Kuti (salah seorang Dharmaputra, pegawai istana yang diistimewakan sejak masa Raden Wijaya). Sebagai balas jasa, dalam pupuh ''Désawarnana'' atau ''Nāgarakṛtāgama'' karya [[Prapanca]]<ref>''Désawarnana'' atau ''Nāgarakṛtāgama'' diitemukan pertama kali saat penyerangan di Puri Cakranegara, Lombok (1894), dengan teks dalam huruf Bali. Pada bulan Juli [[1978]], ditemukan kembali di beberapa tempat di Bali yaitu: di Amlapura (Karang Asem), di Geria Pidada, di Klungkung dan dua naskah lagi di Geria Carik Sideman.</ref> disebutkan bahwa Jayanagara mengangkat Gajah Mada menjadi patih [[Kahuripan]] (1319). Dua tahun kemudian, dia menggantikan Arya Tilam yang mangkat sebagai patih di Daha / [[Kediri]]. Pengangkatan ini membuatnya kemudian masuk ke strata sosial elitis istana Majapahit pada saat itu. Selain itu, Gajah Mada digambarkan pula sebagai "seorang yang mengesankan, berbicara dengan tajam atau tegas, jujur dan tulus ikhlas serta berpikiran sehat".<ref name="Hendrik Kern, Nāgarakṛtāgama">{{cite book |first=Hendrik |last=Kern |coauthors= |title=H. Kern: deel. De Nāgarakṛtāgama, slot. Spraakkunst van het Oudjavaansch |publisher=M. Nijhoff |year=1918 |isbn=}}</ref><ref>{{cite book |first=Stuart O. |last=Robson |coauthors= |title=Désawarnana (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca|publisher=Leiden: KITLV Press |year=1995 |isbn=}}</ref>
Pasca Jayanagara mangkat, Arya Tadah yang merupakan [[Mahapatih|Patih Amangkubhumi]] mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Ibusuri Gayatri yang menggantikan kedudukan Jayanegara dan menunjuk Patih Gajah Mada dari Daha/Kediri. Gajah Mada sebagai Patih Daha sendiri tak langsung menyetujuinya, tetapi ia ingin membuat jasa terlebih dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan [[Keta]] dan [[Sadeng]] yang saat itu sedang memberontak.
Tribuwana Wijayatunggadewi yang menjadi Rani Kahuripan menjadi pelaksana tugas pemerintahan Majapahit. Bahkan setelah Gayatri meninggal pada 1331, Tribhuwana Wijayatunggadewi tetap sebagai Maharani dari kerajaan Majapahit. Setelah [[Keta]] dan [[Sadeng]] dapat ditaklukan oleh Gajah Mada, barulah pada tahun [[1334]], Gajah Mada diangkat menjadi [[Mahapatih|Patih Amangkubhumi]] secara resmi menggantikan [[Arya Tadah]] (Mpu Krewes) yang sudah sepuh, sakit-sakitan, dan meminta pensiun sejak tahun [[1329]].
== Sumpah Palapa ==
{{Main|Sumpah Palapa}}
Ketika pengangkatannya sebagai [[Perdana menteri|Patih Amangkubhumi]] pada tahun 1258 Saka ([[1336|1334]] [[Masehi|M]]) Gajah Mada mengucapkan [[Sumpah Palapa]] yang berisi bahwa ia tidak akan ''amukti palapa'' sebelum berhasil menaklukkan [[Nusantara]]. Sebagaimana tercatat dalam kitab ''[[Pararaton]]'' dalam teks [[Sastra Jawa Pertengahan|Jawa Pertengahan]] yang berbunyi sebagai berikut:<ref name=":02" />{{Rp|363}}{{cquote2|Sira Gajah Madapatih amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".}}Terjemahannya:{{cquote2|[Akhirnya] Gajah Mada menjadi patih mangkubumi, [tetapi] tidak ingin ''amukti palapa''. Gajah Mada [bersumpah], "Jika sudah takluk Nusantara, [maka] aku ''amukti palapa''. Jika [sudah] takluk Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, barulah aku ''amukti palapa''".}}[[Petrus Josephus Zoetmulder]] memaknai ''amukti palapa'' sebagai "menikmati suatu keadaan dimana segalanya bisa diambil", atau secara sederhana "menikmati kesenangan"; sedangkan menurut [[Slamet Muljana]] bermakna "menikmati istirahat".<ref name=":02" />{{Rp|364}}
Menurut sejarawan Slamet Muljana dalam ''Tafsir Sejarah Nagarakretagama'', sumpah Gajah Mada itu menimbulkan kegemparan. Para petinggi kerajaan seperti Ra Kembar, Ra Banyak, Jabung Tarewes, dan Lembu Peteng merespons dengan negatif. Tindakan mereka membuat Gajah Mada sangat marah karena ditertawakan. Hal ini diperkuat juga oleh Muhammad Yamin dalam ''Gajah Mada: Pahlawan Pemersatu Nusantara''. Gajah Mada pun meninggalkan paseban dan terus pergi menghadap Batara Kahuripan, Tribhuana Tunggadewi. Dia sangat berkecil hati karena dapat rintangan dari Kembar, walaupun Arya Tadah membantu sekuat tenaga.
Arya Tadah memang pernah berjanji akan memberi bantuan dalam segala kesulitan kepada Gajah Mada. Namun, menurut Slamet Muljana, Arya Tadah sebenarnya juga ikut menertawakan program politik Gajah Mada itu karena pada hakikatnya, Arya Tadah alias Empu Krewes tidak rela melihat Gajah Mada menjadi patih ''amangkubumi'' sebagai penggantinya. Pengepungan Sadeng dan Keta di Jawa Timur terjadi pada tahun 1331. Ketika itu yang menjadi
Gajah Mada melaksanakan politik penyatuan Nusantara selama 21 tahun, yakni antara tahun 1336 sampai 1357. Isi program politik ialah menundukkan negara-negara di luar wilayah Majapahit, terutama negara-negara di seberang lautan, yakni Gurun (Lombok), Seram, Tanjung Pura (Kalimantan), Haru (
===
Walaupun ada sejumlah pendapat yang meragukan sumpahnya, Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Dibantu oleh Laksamana Nala, Gajah Mada memulai kampanye penaklukannya dengan menggunakan pasukan laut ke daerah [[Sumatra|Swarnnabhumi]] (Sumatra) tahun [[1339]], pulau [[Bintan]], [[Tumasik]] (sekarang [[Singapura]]), [[Semenanjung Malaya]], kemudian pada tahun [[1343]] bersama dengan [[Arya Damar]] menaklukan [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] (di [[Bali]]) dan kemudian
Pada zaman pemerintahan [[Hayam Wuruk|Prabu Hayam Wuruk]] (
=== Dilema ===
Terdapat dua wilayah di [[Pulau Jawa]] yang terbebas dari invasi Majapahit yakni [[Pulau Madura]] dan [[Kerajaan Sunda]], karena kedua wilayah ini mempunyai keterkaitan erat dengan [[Raden Wijaya|Nararya Sanggramawijaya]] atau secara umum disebut dengan [[Raden Wijaya]] pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama dari Kerajaan Majapahit (
== Perang Bubat ==
Baris 76 ⟶ 124:
== Akhir hidup ==
{{cquote|''
Begitulah bunyi pemberitaan dalam ''[[Kakawin Nagarakretagama]]'' pupuh 70
Meski perannya di Kerajaan Majapahit begitu melegenda, akhir riwayat Gajah Mada hingga kini masih belum jelas. Arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar dalam ''Gajah Mada Biografi Politik'' menulis, ada berbagai sumber yang mencoba menjelaskan akhir hidup Gajah Mada. Sumber pertama adalah ''[[Kakawin Nagarakretagama]]'' yang ditulis oleh Mpu Prapanca itu mengisahkan akhir hidup Gajah Mada dengan kematiannya yang wajar pada tahun 1286 Saka ([[1364]] M). Dari cerita-cerita rakyat Jawa Timur, Gajah Mada dikisahkan menarik diri setelah Peristiwa Bubat dan memilih hidup sebagai pertapa di Madakaripura di pedalaman Probolinggo selatan, wilayah kaki pegunungan Bromo-Semeru. Di wilayah Probolinggo ini memang terdapat air terjun bernama Madakaripura yang airnya jatuh dari tebing yang tinggi. Di balik air terjun yang mengguyur bak tirai itu terdapat deretan ceruk dan satu goa yang cukup menjorok dalam dan dipercaya dulu Gajah Mada menjadi pertapa dengan menarik diri dari dunia ramai sebagai ''wanaprastha'' (menyepi tinggal di hutan) hingga akhir hayatnya.
Baris 84 ⟶ 132:
Adapun ''Kidung Sunda'' menyebutkan bahwa Gajah Mada tidak meninggal. Kidung ini membeberkan bahwa Gajah Mada moksa dalam pakaian kebesaran bak Dewa Visnu. Dia moksa di halaman kepatihan kembali ke khayangan. Namun, Agus Aris Munandar menyatakan bahwa akhir kehidupan Gajah Mada lenyap dalam uraian ketidakpastian karena dia malu dengan pecahnya tragedi Bubat. Selanjutnya, menurut Agus, bisa ditafsirkan bahwa Gajah Mada memang sakit dan meninggal di Kota Majapahit atau di area ''Karsyan'' yang tak jauh dari sana. Itu sebagaimana dengan keterangan kembalinya Rajasanagara ke ibu kota Majapahit dalam ''Nagarakretagama'', segera setelah mendengar sang patih sakit.
Absennya Gajah Mada dalam politik Majapahit meninggalkan luka bagi sang raja. Hayam Wuruk sangat bersedih. Bahkan dikisahkan raja itu begitu putus asa. Dia langsung menemui ibunya, kedua adik, dan kedua iparnya untuk membicarakan pengganti kedudukan sang [[
Hayam Wuruk pun mengadakan sidang Dewan Sapta Prabu untuk memutuskan pengganti Gajah Mada. Karena tidak ada satu pun yang sanggup menggantikan Patih Gajah Mada, Hayam Wuruk kemudian memilih empat Mahamantri Agung dibawah pimpinan Mpu Nala Tanding untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Mereka pun digantikan oleh dua orang mentri yaitu Gajah Enggon dan Gajah Manguri. Akhirnya Hayam Wuruk memutuskan untuk mengangkat Gajah Enggon sebagai [[
== Penghormatan ==
Baris 94 ⟶ 142:
[[Universitas Gadjah Mada]] di [[Yogyakarta]] adalah universitas negeri yang dinamakan menurut namanya. [[Satelit]] [[telekomunikasi]] Indonesia yang pertama dinamakan [[Satelit Palapa]], yang menonjolkan perannya sebagai pemersatu telekomunikasi rakyat Indonesia. Banyak kota di Indonesia memiliki jalan yang bernama Gajah Mada, namun menarik diperhatikan bahwa tidak demikian halnya dengan kota-kota di Jawa Barat.
Buku-buku fiksi kesejarahan dan sandiwara radio sampai sekarang masih sering menceritakan Gajah Mada dan perjuangannya memperluas kekuasaan Majapahit di
==
* Gajah Mada memiliki kampanye untuk peradaban Melayu dalam paket ekspansi game ''[[Age of Empires II: The Age of Kings|Age of Empires II]]'', ''Rise of the Rajas''. Kampanye tersebut berkisar pada berdirinya kerajaan Majapahit dengan invasi Mongol, penaklukan Nusantara setelah Sumpah Palapa dan Tragedi Bubat yang menyebabkan kejatuhannya. Beliau juga muncul di ''[[Age of Empires II: Definitive Edition|Age of Empires II Definitive Edition]]''.<ref>{{Cite news|url=https://www.jawapos.com/oto-dan-tekno/teknologi/22/12/2016/wow-ada-kerajaan-majapahit-dan-gajah-mada-di-game-age-of-empire-cobain-yuk/|title=Wow, Ada Kerajaan Majapahit dan Gajah Mada di Game Age of Empire, Cobain Yuk!|last=JawaPos.com|date=22 Desember 2016|work=JawaPos.com|language=id|access-date=6 Oktober 2019|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914030945/https://www.jawapos.com/oto-dan-tekno/teknologi/22/12/2016/wow-ada-kerajaan-majapahit-dan-gajah-mada-di-game-age-of-empire-cobain-yuk/|dead-url=no}}</ref>
*Gajah Mada muncul dalam paket ekspansi Brave New World untuk video game PC Sid Meier's ''[[Civilization V]]'' sebagai pemimpin peradaban Indonesia.<ref>{{Cite news|url=https://www.merdeka.com/teknologi/gajah-mada-dan-majapahit-hadir-di-game-civilization-v.html|title=Gajah Mada dan Majapahit hadir di game Civilization V|work=[[Merdeka.com]]|language=id|access-date=6 Oktober 2019|last=Susanto|first=Dwi Andi|editor-last=Susanto|editor-first=Dwi Andi|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914031016/https://www.merdeka.com/teknologi/gajah-mada-dan-majapahit-hadir-di-game-civilization-v.html|dead-url=no}}</ref>
*Gajah Mada dimunculkan dalam dua episode sinetron ''[[Lorong Waktu (seri televisi 1999)|Lorong Waktu 2]]'' dengan diperankan oleh [[Diding Yacob]].<ref>{{cite web |url=https://www.vidio.com/watch/112180-lorong-waktu-2-episode-18 |title=Lorong Waktu 2 Episode 18: Zidan Mencari Nenek Moyangnya (Bag 1) |author=<!--Not stated--> |date= |website=[[Vidio.com]] |publisher=[[Demi Gisela Citra Sinema]] dan [[SCTV]] |access-date=7 April 2021 |quote= |archive-date=2021-10-15 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211015220408/https://www.vidio.com/watch/112180-lorong-waktu-2-episode-18 |dead-url=no }}</ref><ref name=manusiapurba>{{cite web |url=https://www.vidio.com/watch/2111810-lorong-waktu-2-episode-19 |title=Lorong Waktu 2 Episode 19: Zidan Mencari Nenek Moyangnya (Bag 2) |author=<!--Not stated--> |date= |website=[[Vidio.com]] |publisher=[[Demi Gisela Citra Sinema]] dan [[SCTV]] |access-date=7 April 2021 |quote= |archive-date=2021-04-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210420222457/https://www.vidio.com/watch/2111810-lorong-waktu-2-episode-19 |dead-url=no }}</ref>
* Sinetron berjudul ''[[Gajah Mada (sinetron)|Gajah Mada]]'' pernah ditayangkan di MNCTV pada tahun 2013.
* Gajah Mada juga disebut sebagai Perdana Menteri [[Majapahit]] dalam anime ''[[Joukamachi no Dandelion]]''.<ref>{{Cite news|url=https://www.idntimes.com/hype/entertainment/rizal/unsur-indonesia-di-dalam-anime-jepang-1/13|title=Tak Disangka, 13 Anime Ini Punya Unsur Indonesia di Dalamnya|work=IDN Times|language=id|access-date=21 April 2020|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914031000/https://www.idntimes.com/hype/entertainment/rizal/unsur-indonesia-di-dalam-anime-jepang-1/13|dead-url=no}}</ref>
*Novel seri [[Gajah Mada (roman)|Gajah Mada]] oleh [[Langit Kresna Hariadi]] yang diterbitkan pada tahun 2004.<ref>{{Cite web|title=Gajah Mada Series by Langit Kresna Hariadi|url=https://www.goodreads.com/series/65061-gajah-mada|website=www.goodreads.com|access-date=2021-03-08|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914031050/https://www.goodreads.com/series/65061-gajah-mada|dead-url=no}}</ref>
== Lihat pula ==
* [[Prasasti Gajah Mada]]
* [[Nagarakretagama]]
* [[Hindu di Indonesia]]
* [[Agama Hindu di Asia Tenggara]]
* [[Universitas Gajah Mada]]
* [[
== Catatan ==
<references group="Catatan" />
== Kepustakaan ==
{{reflist|2}}
== Pustaka ==
* {{id}} {{cite book |first=Agus Aris |last=Munandar |title=Gajah Mada: Biografi Politik |publisher=Komunitas Bambu |location=Jakarta |year=2010 |isbn=979-3731-72-9 |ref=harv}}
* {{en}} {{cite book |first=Theodoor Gautier Thomas |last=Pigeaud |title=Java in the 14th Century: A Study in Cultural History, Volume III: Translations |edition=3 (revisi) |publisher=Martinus Nijhoff |location=The Hague |year=1960 |isbn=978-94-011-8772-5 |ref=harv}}
* {{id}} {{cite book |first=Muhammad |last=Yamin |title=Gadjah Mada, Pahlawan Persatoean Noesantara |publisher=Balai Poestaka |year=1945 |isbn=9794073237 |ref=harv}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Kematian 1364|Mada]]
|