Aksara Jawa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Mengembalikan suntingan oleh 미솔파 (bicara) ke revisi terakhir oleh Nyilvoskt
Tag: Pengembalian
 
Baris 1:
{{pp}}
#STEWA-22{{Teks Jawa}}
{{Infobox Writing system
|name=Aksara Jawa
|altname={{java|ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ}}
|type=[[abugida]]
|languages=[[Bahasa Jawa|Jawa]]<br/>, [[Bahasa Sunda|Sunda]]<br/>, [[Bahasa Madura|Madura]]<br/>, [[Bahasa Sasak|Sasak]]<br/>dll, [[Bahasa Melayu|Melayu]], [[bahasa Kawi|Kawi]], [[Sanskerta]]
|fam1={{hipotesis abjad aram-brahmi}}{{efn|name=fn1}}
|fam1=[[Abjad Proto-Sinaitic|Proto-Sinaitic]]
|fam2=[[AbjadAksara Fenisia|FenisiaPallawa]]
|fam3=[[Aksara Aramea|ArameaKawi]]
|fam4=[[Aksara Brahmi|Brahmi]]
|fam5=[[Aksara Pallawa|Pallawa]]
|fam6=[[Aksara Kawi|Kawi/Jawa Kuno]]
|sisters={{keluarga kawi}}
|time=± abad 13ke-15 hingga sekarang
|unicode=[httphttps://www.unicode.org/charts/PDF/UA980.pdf <ttcode>U+A980</ttcode>–<ttcode>U+A9DF</ttcode>]
|iso15924=Java
|imagesize=230px
|sample=Aksara Jawa.png
|sample=Aksara Jawa.svg
| footnotes = {{notelist|refs=
{{efn|name=fn1|Asal-usul Semitik dari aksara-aksara Brahmik tidak disetujui secara universal.}}}}
}}
{{Contains special characters|Javanese}}
 
'''Aksara Jawa''', juga dikenal sebagai '''Hanacaraka''', '''''Carakan''''',{{sfn|Poerwadarminta|1939|pp=627}} atau '''''Dentawyanjana''''',{{sfn|Poerwadarminta|1939|pp=68}} adalah salah satu [[aksara]] tradisional Indonesia yang berkembang di pulau [[pulau Jawa|Jawa]]. Aksara ini terutama digunakan untuk menulis bahasa [[bahasa Jawa|Jawa]], tetapi dalam perkembangannya juga digunakan untuk menulis beberapa bahasa daerah lainnya seperti bahasa [[bahasa Sunda|Sunda]], [[bahasa Madura|Madura]], [[bahasa Sasak|Sasak]], dan [[Bahasa Melayu|Melayu]], serta bahasa historis seperti [[Sanskerta]] dan [[bahasa Kawi|Kawi]]. Aksara Jawa merupakan turunan dari [[aksara Brahmi]] India melalui perantara [[aksara Kawi]] dan berkerabat dekat dengan [[aksara Bali]]. Aksara Jawa aktif digunakan dalam sastra maupun tulisan sehari-hari masyarakat Jawa sejak pertengahan abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-20 sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di [[DI Yogyakarta]], [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]],{{sfn|Behrend|1996|pp=161}}{{sfn|Everson|2008|pp=1}} dan [[Kota Cirebon|Cirebon]] serta [[Kabupaten Indramayu|Indramayu]]<ref>{{cite web|url=https://www.scribd.com/doc/48550229/SILABUS-BAHASA-INDRAMAYU|title=Silabus bahasa Indramayu Sekolah Dasar|last=Tarmid|first=Muhammad|location=Indramayu|publisher=UPTD Pendidikan Kecamatan Kroya|access-date=2021-03-20|archive-date=2023-10-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20231005064207/https://www.scribd.com/doc/48550229/SILABUS-BAHASA-INDRAMAYU|dead-url=no}}</ref> sebagai bagian dari muatan lokal, tetapi dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.
'''Aksara Jawa''' ({{ruby|{{Jav|ꦲ}}|a}}{{ruby|{{Jav|ꦏ꧀ꦱ}}|ksa}}{{ruby|{{Jav|ꦫ}}|ra}}{{ruby|{{Jav|ꦗ}}|ja}}{{ruby|{{Jav|ꦮ}}|wa}}), ''Hanacaraka'' ({{ruby|{{Jav|ꦲ}}|ha}}{{ruby|{{Jav|ꦤ}}|na}}{{ruby|{{Jav|ꦕ}}|ca}}{{ruby|{{Jav|ꦫ}}|ra}}{{ruby|{{Jav|ꦏ}}|ka}}), secara resmi dikenal sebagai ''Déntawyanjana'' ({{ruby|{{Jav|ꦢꦺ}}|dé}}{{ruby|{{Jav|ꦤ꧀ꦠ}}|nta}}{{ruby|{{Jav|ꦮꦾ}}|wya}}{{ruby|{{Jav|ꦚ꧀ꦗ}}|nyja}}{{ruby|{{Jav|ꦤ}}|na}}) dan ''Carakan'' ({{ruby|{{Jav|ꦕ}}|ca}}{{ruby|{{Jav|ꦫ}}|ra}}{{ruby|{{Jav|ꦏ}}|ka}}{{ruby|{{Jav|ꦤ꧀}}|n}}), adalah salah satu [[aksara]] tradisional [[Nusantara]] yang digunakan untuk menulis [[bahasa Jawa]] dan sejumlah bahasa daerah [[Indonesia]] lainnya seperti [[bahasa Sunda]] dan [[bahasa Sasak]]<ref name=uni>[http://std.dkuug.dk/jtc1/sc2/wg2/docs/n3319.pdf Proposal pengkodean aksara Jawa dalam UCS]</ref>. Aksara tradisional ini berkerabat dekat dengan [[aksara Bali]].
 
[[File:Aksara Jawa Nyk Ngayogyan Jejeg.svg|thumb|Tulisan Aksara Jawa menggunakan font [[Nyk Ngayogyan Jejeg]]]]
Dalam sehari-hari, penggunaan aksara Jawa umum digantikan dengan huruf Latin yang pertama kali dikenalkan [[Belanda]] pada abad ke-19.<ref name=af/> Aksara Jawa resmi dimasukkan dalam [[Unicode]] versi 5.2 sejak 2009. Meskipun begitu, kompleksitas aksara Jawa hanya dapat ditampilkan dalam program dengan teknologi [[Graphite SIL]], seperti browser [[Mozilla Firefox|Firefox]] dan beberapa prosesor kata ''open source'', sehingga penggunaannya tidak semudah huruf Latin. Kesulitan penggunaan aksara Jawa dalam media digital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang populernya aksara tersebut selain di kalangan preservasionis ANJAY MABAR.
Aksara Jawa adalah sistem tulisan [[abugida]] yang terdiri dari sekitar 20 hingga 33 aksara dasar, tergantung dari penggunaan bahasa yang bersangkutan. Seperti aksara [[Aksara Brahmi|Brahmi]] lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/ atau /ɔ/ yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan aksara Jawa adalah kiri ke kanan. Secara tradisional aksara ini ditulis tanpa spasi antarkata (''[[scriptio continua]]'')<ref>{{Cite journal|last=Widiarti|first=Anastasia Rita|last2=Pulungan|first2=Reza|date=28 April 2020|title=A method for solving scriptio continua in Javanese manuscript transliteration|url=http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844020306721|journal=Heliyon|language=en|volume=6|issue=4|pages=e03827|doi=10.1016/j.heliyon.2020.e03827|issn=2405-8440|access-date=2020-08-16|archive-date=2023-08-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20230823222156/https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844020306721|dead-url=no}}</ref> namun umum diselingi dengan sekelompok [[tanda baca]] yang bersifat dekoratif.
 
== Ciri-ciri ==
[[Berkas:Ciri aksara jawa.jpg|jmpl|Suku kata /ka/ ditulis dengan satu aksara. Tanda baca dapat mengubah, menambahkan, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Aksara memiliki beberapa bentuk untuk menulis nama, pengejaan asing, dan konsonan bertumpuk]]
 
Aksara Jawa adalah sistem tulisan [[Abugida]] yang ditulis dari kiri ke kanan. Setiap aksara di dalamnya melambangkan suatu suku kata dengan vokal {{IPAslink|a}} atau {{IPAslink|ɔ}}, yang dapat ditentukan dari posisi aksara di dalam kata tersebut. Penulisan aksara Jawa dilakukan tanpa spasi (''[[scriptio continua]]'')<ref name=jour/>, dan karena itu pembaca harus paham dengan teks bacaan untuk dapat membedakan tiap kata. Selain itu, dibanding dengan alfabet [[Latin]], aksara Jawa juga kekurangan tanda baca dasar, seperi titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru, dan tanda hubung.
 
Aksara Jawa dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Aksara dasar terdiri dari 20 suku kata yang digunakan untuk menulis [[bahasa Jawa]] modern, sementara jenis lain meliputi aksara ''swara'', tanda baca<ref name=ws>Daniels, Peter T and William Bright. The World's Writing Systems. Ed. Peter T Daniels and William Bright. New York: Oxford University Press, 1996.</ref>, dan angka Jawa<ref name=uni/>. Setiap suku kata dalam aksara Jawa memiliki dua bentuk, yang disebut ''nglegéna'' (aksara dasar), dan ''pasangan'' (kebanyakan dalam bentuk subskrip, ditulis di bawah aksara ''nglegéna'' yang digunakan untuk menulis gugus konsonan).
 
Kebanyakan aksara selain aksara dasar merupakan konsonan teraspirasi atau [[retrofleks]] yang digunakan dalam [[bahasa Jawa Kuno]] karena dipengaruhi [[bahasa Sanskerta]]. Selama perkembangan bahasa dan aksara Jawa, huruf-huruf ini kehilangan representasi suara aslinya dan berubah fungsi.
 
Sejumlah tanda diakritik yang disebut ''sandhangan'' berfungsi untuk mengubah vokal (layaknya [[harakat]] pada [[abjad Arab]]), menambahkan [[konsonan]] akhir, dan menandakan ejaan asing<ref name=jour>Soemarmo, Marmo. "Javanese Script." Ohio Working Papers in Linguistics and Language Teaching 14.Winter (1995): 69-103.</ref>. Beberapa tanda diakritik dapat digunakan bersama-sama, tetapi tidak semua kombinasi diperbolehkan.
 
== Sejarah ==
<!--[{{multiple image
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Naaischool te Bangsaredja op Java TMnr 10000683.jpg|kiri|jmpl|Aksara Jawa sedang diajarkan pada sekolah periode kolonial.]]
| align = left
| direction = vertical
| width = 400
| footer = Naskah ''Serat Selarasa'' koleksi British Library yang disalin pada tahun 1804 di [[Surabaya]]<br>'''Atas''' Halaman pembuka ''Serat Selarasa''<br>'''Bawah''' Detail salah satu halaman dengan gambaran pertunjukkan. Dua figur di paling kiri terlihat sedang [[macapat|melantunkan]] bacaan beraksara Jawa
| image1 = Mss jav 28 f001v.png
| image2 = Mss jav 28 f064v.jpg
| caption2 =
}}-->
Aksara Jawa merupakan salah satu aksara turunan [[aksara Brahmi|Brahmi]] di Indonesia yang sejarahnya dapat ditelusuri dengan runut karena banyaknya peninggalan-peninggalan yang memungkinkan penelitian [[epigrafi]]s secara mendetail. Akar paling tua dari aksara Jawa adalah aksara Brahmi di India yang berkembang menjadi [[aksara Pallawa]] di Asia Selatan dan Tenggara antara abad ke-6 hingga 8. Aksara Pallawa kemudian berkembang menjadi [[aksara Kawi]] yang digunakan sepanjang periode Hindu-Buddha Indonesia antara abad ke-8 hingga 15. Di berbagai daerah Nusantara, aksara Kawi kemudian berkembang menjadi aksara-aksara tradisional Indonesia yang salah satunya adalah aksara Jawa.<ref name="holle">{{Cite Journal|title=Tabel van oud-en nieuw-Indische alphabetten|last=Holle|first=K F|journal=Bijdrage tot de palaeographie van Nederlandsch-Indie|year=1882|place=Batavia|publisher=W. Bruining|oclc=220137657|url=http://dbooks.bodleian.ox.ac.uk/books/PDFs/590496015.pdf|page=xi, 9-35|access-date=2020-05-26|archive-date=2023-05-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20230519223932/http://dbooks.bodleian.ox.ac.uk/books/PDFs/590496015.pdf|dead-url=no}}</ref> Aksara Jawa modern sebagaimana yang kini dikenal berangsur-angsur muncul dari [[aksara Kawi]] pada peralihan abad ke-14 hingga 15 ketika ranah Jawa mulai menerima pengaruh Islam yang signifikan.<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books/about/Indonesian_Palaeography.html?id=cLUfAAAAIAAJ&redir_esc=y|title=Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia from the Beginnings to C. A.D. 1500|volume=4|isbn=9004041729|publisher=Brill|year=1975|first=J G de|last=Casparis}}</ref>{{sfn|Behrend|1996|pp=161-162}}
 
Selama kurang lebih 500 tahun antara abad ke-15 hingga awal abad ke-20, aksara Jawa aktif digunakan sebagai tulisan sehari-hari maupun sastra Jawa dengan cakupan yang luas dan beragam. Pada silang waktu tersebut, banyak daerah Jawa yang saling terpencil dan sulit berkomunikasi antara satu sama lainnya, sehingga aksara Jawa berkembang dengan berbagai macam variasi dan gaya penulisan yang digunakan silih-bergantian sepanjang sejarah penggunaannya.{{sfn|Behrend|1996|pp=162}}{{efn|Mengenai ragam langgam aksara Jawa, T E Behrend menulis sebagaimana berikut:{{Verse translation|lang=en|
Tulisan Jawa dan Bali adalah perkembangan modern [[aksara Kawi]], salah satu turunan [[aksara Brahmi]] yang berkembang di Jawa. Pada masa periode Hindu-Buddha, aksara tersebut terutama digunakan dalam literatur keagamaan dan terjemahan Sanskerta yang biasa ditulis dalam naskah daun [[lontar]].<ref name=uni/> Selama periode Hindu-Buddha, bentuk aksara Kawi berangsur-angsur menjadi lebih Jawa, tetapi dengan ortografi yang tetap. Pada abad ke-17, tulisan tersebut telah berkembang menjadi bentuk modernnya dan dikenal sebagai ''Carakan''<ref name=lang>Campbell, George L. Compendium of the World's Languages. Vol. 1. New York: Routledge, 2000.</ref> atau ''hanacaraka'' berdasarkan lima aksara pertamanya.
Javanese script was used over the entire period of Modern Javanese literature, and throughout the island, at a time when there was no easy means of communication between remote areas and no impulse towards standardization. As a result, there is a huge variety in historical and local styles of Javanese writing throughout the ages. The ability of a person to read a bark-paper manuscript from the town of Demak, say, written around 1700, is no guarantee that that person would also be able to make sense of a palm-leaf manuscript written at the same time only 50 miles away on the slopes of mount Merapi. The great differences between regional styles almost makes it seem that "Javanese script" is in fact a family of script, and not just one.{{sfn|Behrend|1996|pp=162}}
|Aksara Jawa digunakan sepanjang periode sastra Jawa modern, dan digunakan di seantero pulau Jawa, di masa ketika komunikasi antarwilayah sering kali sulit dan tidak terdapat dorongan untuk menstandarisasi aksara Jawa. Akibatnya, aksara Jawa memiliki berbagai langgam historis dan kedaerahan yang digunakan silih-berganti seiring waktu. Kemampuan seseorang untuk membaca naskah dluwang dari Demak yang ditulis pada tahun 1700-an, semisal, tidak menjadi jaminan orang yang sama dapat memahami aksara pada naskah lontar dari kaki gunung Merapi (sekitar 80 km dari Demak) yang ditulis pada periode waktu yang sama. Perbedaan yang sangat besar antara langgam-langgam daerah memberikan kesan bahwa "aksara Jawa" adalah sekumpulan aksara, alih-alih sebuah aksara tunggal.
|attr1=Behrend (1996:162)
}} }} Tradisi tulis aksara Jawa terutama terpupuk di lingkungan keraton pada pusat-pusat budaya Jawa seperti [[Yogyakarta]] dan [[Surakarta]], tetapi naskah beraksara Jawa dibuat dan dipakai dalam berbagai lapisan masyarakat dengan intensitas penggunaan yang bervariasi antardaerah. Di daerah [[Jawa Barat]], semisal, aksara Jawa terutama digunakan oleh kaum ningrat Sunda (''ménak'') akibat pengaruh politik [[dinasti Mataram]].{{sfn|Moriyama|1996|pp=166}} Namun begitu, kebanyakan masyarakat Sunda pada periode waktu yang sama lebih umum menggunakan abjad [[Pegon]] yang diadaptasi dari [[abjad Arab]].{{sfn|Moriyama|1996|pp=167}} Sebagian besar tulisan sastra Jawa tradisional dirancang untuk [[macapat|dilantunkan]] dalam bentuk [[tembang]], sehingga teks sastra tidak hanya dinilai dari isi dan susunannya, tetapi juga dari pelantunan dan pembawaan sang pembaca.{{sfn|Behrend|1996|pp=167-169}} Tradisi tulis Jawa juga mengandalkan penyalinan dan penyusunan ulang secara berkala karena media tulis yang rentan terhadap iklim tropis; akibatnya, kebanyakan naskah fisik yang kini tersisa merupakan salinan abad ke-18 atau 19 meski isinya sering kali dapat ditelusuri hingga purwarupa yang beberapa abad lebih tua.{{sfn|Behrend|1996|pp=161-162}}
<!--
Dengan lumrahnya penggunaan aksara Jawa dalam ranah publik, tumbuh pula upaya untuk menstandarisasi ortografi aksara Jawa dari praktek tradisional yang bervariasi. Salah satu upaya ini adalah [[lokakarya]] yang berlangsung di [[Sriwedari]], [[Surakarta]] pada tahun 1926. Lokakarya ini menghasilkan ''Wewaton Sriwedari'' (Ketetapan Sriwedari), yang merupakan salah satu landasan awal standardisasi penulisan aksara Jawa ke depannya.-->
 
== Media ==
''Carakan'' terutama digunakan oleh penulis dalam lingkungan kraton kerajaan seperti [[Surakarta]] dan [[Yogyakarta]] untuk menulis naskah berbagai subjek, di antaranya cerita-cerita (''serat''), catatan sejarah (''babad''), tembang kuno (''kakawin''), atau ramalan (''primbon''). Subjek yang populer akan berkali-kali ditulis ulang.<ref name=gol>Gallop, Annabel T. Golden Letters: Writing Traditions of Indonesia. Jakarta: Lontar Foundation, 2012. (baca online [http://library.lontar.org/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpklontar-ldl-4244 di sini])</ref> Naskah umum dihias dan jarang ada yang benar-benar polos. Hiasan dapat berupa tanda baca yang sedikit dilebih-lebihkan atau pigura halaman (disebut ''wadana'') yang rumit dan kaya warna.
{{multiple image
| align = left
| direction = vertical
| width = 250
| footer =
| image1 = COLLECTIE TROPENMUSEUM Verhaal van Yusup in het Javaans op lontarblad TMnr 499-1.jpg|Naskah lontar beraksara Jawa dengan isi ''[[Serat Yusuf]]''
| image2 = Serat yusuf.jpg
| caption1 = ''Serat Yusuf'' dalam naskah lontar, koleksi Tropenmuseum
| caption2 = ''Serat Yusuf'' dalam naskah kertas, koleksi [[Museum Sonobudoyo]]
}}
Sepanjang sejarahnya, aksara Jawa ditulis dengan sejumlah media yang berganti-ganti seiring waktu. [[Aksara Kawi]] yang menjadi nenek moyang aksara Jawa umum ditemukan dalam bentuk [[prasasti]] batu dan lempeng logam. Tulisan Kawi sehari-hari dituliskan menggunakan media [[lontar]], yakni daun [[siwalan|palem tal]] (''Borassus flabellifer'', disebut juga palem siwalan) yang telah diolah sedemikian rupa hingga dapat ditulisi. Lembar lontar memiliki bentuk persegi panjang dengan lebar sekitar 2,8 hingga 4&nbsp;cm dan panjang yang bervariasi antara 20 hingga 80&nbsp;cm. Tiap lembar lontar hanya dapat memuat beberapa baris tulisan, umumnya sekitar empat baris, yang digurat dalam posisi horizontal dengan pisau kecil kemudian dihitamkan dengan jelaga untuk meningkatkan keterbacaan. Media ini memiliki rekam jejak penggunaan yang panjang di seantero Asia Selatan dan Asia Tenggara.<ref>{{cite journal|url=https://www.researchgate.net/publication/41017543_Balinese_palm-leaf_manuscripts|title=Balinese palm-leaf manuscripts|first=H I R|last=Hinzler|year=1993|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|volume=149|issue=3|doi=10.1163/22134379-90003116|access-date=2020-05-08|archive-date=2023-04-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20230407140706/https://www.researchgate.net/publication/41017543_Balinese_palm-leaf_manuscripts|dead-url=no}}</ref>
 
Pada abad ke-13, [[kertas]] mulai diperkenalkan di Nusantara, hal ini berkaitan dengan penyebaran agama [[Islam]] yang tradisi tulisnya didukung oleh penggunaan kertas dan format buku [[kodeks]]. Ketika Jawa mulai menerima pengaruh Islam yang signifikan pada abad ke-15, bersamaan ketika aksara Kawi mulai bertransisi menjadi aksara Jawa modern, kertas menjadi lebih lumrah digunakan di Jawa dan penggunaan lontar hanya bertahan di beberapa tempat.{{sfn|Behrend|1996|pp=165-167}} Terdapat dua jenis kertas yang umum ditemukan dalam naskah beraksara Jawa: kertas produksi lokal yang disebut [[daluang]], dan kertas impor. Daluang (bahasa Jawa: ''dluwang'') adalah kertas yang terbuat dari tumbukan kulit pohon [[Daluang|saéh]] (''Broussonetia papyrifera'', disebut juga pohon glugu). Secara tampak, daluang cukup mudah dibedakan dengan kertas biasa dari warna cokelatnya yang khas dan tampilannya yang berserat-serat. Daluang yang dibuat dengan telaten akan memiliki permukaan yang mulus dan tahan lama dari macam-macam bentuk degradasi (terutama serangga), sementara daluang yang tidak bagus memiliki permukaan yang tidak rata dan mudah rusak. Daluang umum digunakan dalam naskah yang ditulis di [[keraton]] dan [[pesantren]] Jawa antara abad ke-16 dan 17.{{sfn|Behrend|1996|pp=165-167}}<ref name="tey">{{cite book|last=Teygeler|first=R|chapter=The Myth of Javanese Paper|url=https://www.academia.edu/35977126/The_myth_of_Javanese_paper|title=Timeless Paper|editor=R Seitzinger|publisher=Gentenaar & Torley Publishers|year=2002|isbn=9073803039|location=Rijswijk|language=EN|ref=harv|access-date=2020-05-08|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914035406/https://www.academia.edu/35977126/The_myth_of_Javanese_paper|dead-url=no}}</ref>
Pada tahun 1926, sebuah [[lokakarya]] di [[Sriwedari]], [[Surakarta]] menghasilkan ''Wewaton Sriwedari'' (Ketetapan Sriwedari), yang merupakan landasan awal standardisasi ortografi aksara Jawa.<ref name=ppaj>Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Tingkat I Jawa Tengah, dan Daerah Tingkat I Jawa Tengah. Pedoman Penulisan Aksara Jawa. Yogyakarta:Yayasan Pustaka Nusantara, 2003. (baca online [https://docs.google.com/viewer?a=v&pid=sites&srcid=ZGVmYXVsdGRvbWFpbnxoYW5hY2FyYWthbnxneDoyYmZjNmViZTcyNjI4OWEx di sini])</ref> Setelah kemerdekaan Indonesia, banyak panduan mengenai aturan dan ortografi baku aksara Jawa yang dipublikasikan, di antaranya ''Patokan Panoelise Temboeng Djawa'' oleh [[Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan]] pada 1946,<ref name=ppaj/> dan sejumlah panduan yang dibuat oleh Kongres Bahasa Jawa (KBJ) antara 1991 sampai 2006.<ref>[http://openlibrary.org/books/OL956760M/Kongres_Bahasa_Jawa_Semarang_15-20_Juli_1991 Makalah dari KBJ I]</ref><ref>[http://lib.balaibahasa.org/v2/catalog/index.php?p=show_detail&id=508 Makalah dari KBJ III]</ref> KBJ juga berperan dalam implementasi aksara Jawa di [[Unicode]].
 
Sebagian besar kertas impor yang digunakan di naskah-naskah Nusantara didatangkan dari [[Eropa]]. Pada awalnya, kertas Eropa hanya digunakan oleh sebagian kecil juru tulis Jawa karena harganya yang mahal–kertas yang dibuat dengan teknik Eropa pada masa itu hanya bisa diimpor dalam jumlah terbatas.{{efn|VOC berupaya untuk mendirikan pabrik kertasnya sendiri di Jawa yang beroperasi antara tahun 1665–1681. Namun pabrik tersebut tidak mampu memenuhi semua permintaan kertas di Jawa, sehingga suplai kertas terus mengandalkan pengiriman dari Eropa.<ref name="tey"/>}} Dalam administrasi kolonial sehari-hari, penggunaan kertas Eropa perlu disuplementasikan dengan kertas daluang Jawa serta kertas impor Tiongkok setidaknya hingga abad ke-19.<ref name="tey"/> Seiring meningkatnya jumlah kertas impor dan pengiriman yang lebih berkala, juru tulis di keraton dan permukiman urban makin memilih kertas Eropa sebagai media tulis utama sementara daluang kian diasosiasikan dengan naskah yang dibuat di pesantren dan desa.{{sfn|Behrend|1996|pp=165-167}} Bersamaan dengan meningkatnya impor kertas Eropa, teknologi cetak aksara Jawa juga mulai dirintis oleh sejumlah tokoh Eropa dan mulai digunakan secara luas pada tahun 1825. Dengan adanya teknologi cetak, materi beraksara Jawa dapat diperbanyak secara massal dan menjadi lumrah digunakan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa pra-kemerdekaan, seperti surat-surat, buku, koran, majalah, hingga pamflet, iklan, dan uang kertas.{{sfn|Molen|2000|pp=154-158}}
Namun dari itu, penggunaan aksara Jawa telah menurun sejak ortografi Jawa berbasis huruf latin ditemukan pada 1926,<ref name=af>[http://www.monotype.co.uk/NonLatin/wt_info/info_javanese.html AGFA Monotype: Javanese. Info aksara Jawa]</ref> dan sekarang lebih umum menggunakan huruf latin untuk menulis bahasa Jawa. Hanya beberapa majalah dan koran yang masih mencetak dalam aksara Jawa, seperti ''Jaka Lodhang''. Aksara Jawa masih diajarkan sebagai [[muatan lokal]] pada sekolah dasar dan sekolah menengah di provinsi yang berbahasa Jawa.
<!--[[Berkas:Aksara jawa-hindu.jpg|left|300px]]
{{clear}}
Referensi:<ref>http://ganeshana.org/in/file/artikel/budaya/09022009/Lampiran%202%20Aks%20Vokal%20dan%20Semivokal%206-2-09%20Panini.pdf</ref>
 
== Penggunaan ==
Sedangkan menurut Prof. [[Zoetmulder]], ejaan aksara Jawa adalah sebagai berikut:
{| class="wikitable" style="margin:0 auto;" align="center" colspan="2" cellpadding="3" style="font-size: 80%; width: 100%;"
|-
|state = {{{1<includeonly>|collapsed</includeonly>}}} align=center colspan=2 style="background:#D3D3D3; font-size: 100%;"| '''Penggunaan Aksara Jawa'''
|-
|align=center; colspan=2|
<gallery mode="packed" heights="200px">
Berkas:Serat jatipustaka.jpg| Halaman pembuka ''Serat Jatipustaka'' yang disalin pada tahun 1830, koleksi Museum Denver
Berkas:Babad-tanah-jawi.jpg| Halaman pembuka ''[[Babad Tanah Jawi]]'' yang disalin pada tahun 1862, koleksi Perpustakaan Kongres Amerika
Berkas:Groot Javaansch No.2 cursief - Lettergieterij Amsterdam.jpg| Contoh aksara Jawa cetak dalam katalog [[pabrik huruf]] [[Lettergieterij Amsterdam|"Amsterdam"]] tahun 1910
Berkas:Kajawen 1933-08-16-1 sampul.jpg|Sampul majalah ''[[Majalah Kajawen|Kajawèn]]'' edisi 65, tanggal 16 Agustus 1933
Berkas:TDKGM 01.147 Koleksi dari Perpustakaan Museum Tamansiswa Dewantara Kirti Griya.pdf|Dokumen [[Serat kekancingan|''kekancingan'']] yang dikeluarkan Keraton Yogyakarta pada tahun 1935, koleksi Museum Dewantara Kirti Griya
</gallery>
|}
[[Berkas:Serat Selarasa (1804) - BL MSS Jav 28 (page 128 crop).jpg|ka|400px|jmpl|Detail salah satu halaman dalam ''Serat Selarasa'' yang disalin pada tahun 1804 di [[Surabaya]]. Dua figur di paling kiri terlihat sedang [[macapat|melantunkan]] bacaan beraksara Jawa.]]
Selama kurang lebih 500 tahun antara abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-20, aksara Jawa aktif digunakan dalam berbagai lapisan masyarakat Jawa sebagai tulisan sehari-hari maupun sastra dengan cakupan yang luas dan beragam. Karena pengaruh tradisi lisan yang kuat, teks [[sastra Jawa|sastra tradisional Jawa]] hampir selalu disusun dalam bentuk [[tembang]] yang dirancang untuk [[macapat|dilantukan]], sehingga teks Jawa tidak hanya dinilai dari isi dan susunannya, tetapi juga dari [[irama]] dan [[nada]] pelantunan.{{sfn|Behrend|1996|pp=167-169}} Pujangga sastra Jawa umumnya tidak dituntut untuk menciptakan cerita dan karakter baru, peran pujangga adalah untuk menulis dan menyusun ulang cerita-cerita yang telah ada ke dalam gubahan yang sesuai dengan selera lokal dan perkembangan zaman. Akibatnya, karya sastra Jawa seperti ''[[Cerita Panji]]'' bukanlah sebuah teks dengan edisi otoriter yang menjadi rujukan teks lainnya, melainkan kumpulan variasi cerita dengan benang merah tokoh Panji.{{sfn|Behrend|1996|pp=172}} Genre sastra dengan akar paling kuno adalah [[wiracarita]] atau epos Sanskerta seperti [[Ramayana]] dan [[Mahabharata]] yang telah disadur sejak periode Hindu-Buddha dan memperkenalkan tokoh-tokoh pewayangan seperti [[Arjuna]], [[Srikandi]], [[Gatotkaca]], dan puluhan karakter lainnya yang kini akrab dalam masyarakat Jawa. Sejak masuknya Islam di Jawa, tokoh-tokoh dari sumber Timur Tengah seperti [[Hikayat Amir Hamzah|Amir Hamzah]] dan [[Nabi Yusuf]] juga menjadi salah satu subjek yang sering dituliskan. Terdapat pula tokoh-tokoh lokal yang sering kali mengambil latar semi legendaris di Jawa masa lampau, misal [[Cerita Panji|Pangeran Panji]], [[Damar Wulan]], dan [[Calon Arang]].{{sfn|Behrend|1996|pp=172-175}}
 
Ketika kajian mendalam mengenai bahasa dan sastra Jawa mulai menarik perhatian kalangan Eropa pada abad ke-19, timbullah keinginan untuk menciptakan aksara Jawa cetak agar materi sastra Jawa dapat mudah diperbanyak dan disebarluaskan. Upaya paling awal untuk menghasilkan aksara Jawa cetak dirintis oleh [[Paul van Vlissingen]] yang aksara Jawa cetaknya pertama kali digunakan dalam surat kabar ''Bataviasch Courant'' edisi bulan Oktober 1825.{{sfn|Molen|2000|pp=137}} Meski diakui sebagai suatu pencapaian teknis yang patut dipuji pada masa itu, aksara Jawa cetak Vlissingen dinilai memiliki gubahan bentuk yang canggung, sehingga upaya awal ini kemudian diteruskan oleh berbagai pihak seiring dengan berkembanganya kajian sastra Jawa.{{sfn|Molen|2000|pp=136-140}} Pada tahun 1838, [[Taco Roorda]] menyelesaikan [[Tuladha Jejeg|fon]] cetak untuk aksara Jawa yang ia gubah berdasarkan langgam penulisan [[Surakarta]]{{efn|Bagi kalangan Eropa abad ke-19, tulisan tangan Surakarta disetujui sebagai langgam aksara Jawa yang paling indah sehingga tokoh seperti [[J.F.C. Gericke]] menyarankan agar langgam Surakarta dijadikan panutan untuk membuat rancangan aksara Jawa yang layak.{{sfn|Molen|2000|pp=149-154}}}} dengan sedikit campuran elemen [[tipografi]] Eropa. Rancangan Roorda disambut dengan baik dan dengan cepat menjadi pilihan utama untuk mencetak segala tulisan yang beraksara Jawa. Sejak itu, bacaan beraksara Jawa, dengan [[Fon (tipografi)|fon]] Jawa yang digubah Roorda, menjadi lumrah beredar di khalayak umum dan diterapkan pula dalam berbagai materi selain sastra. Hadirnya teknologi cetak menumbuhkan industri percetakan yang selama seabad ke depan menghasilkan berbagai macam bacaan sehari-hari dalam aksara Jawa, dari surat administratif, buku pelajaran, hingga media massa populer seperti majalah [[majalah Kajawen|''Kajawèn'']] yang seluruh kolom dan artikelnya dicetak dengan aksara Jawa.{{sfn|Molen|2000|pp=154-158}}<ref name="astuti">{{Cite conference|last=Astuti|first=Kabul|title=Perkembangan Majalah Berbahasa Jawa dalam Pelestarian Sastra Jawa|url=https://www.academia.edu/5280381/Perkembangan_Majalah_Berbahasa_Jawa_dalam_Pelestarian_Sastra_Jawa|conference=International Seminar On Austronesian - Non Austronesian Languages and Literature|date=Oktober 2013|location=Bali|access-date=2020-05-09|archive-date=2023-04-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20230417113704/https://www.academia.edu/5280381/Perkembangan_Majalah_Berbahasa_Jawa_dalam_Pelestarian_Sastra_Jawa|dead-url=no}}</ref> Pada tingkat pemerintahan, salah satu bentuk penerapan aksara Jawa adalah penggunaannya sebagai salah satu teks legal multi-bahasa dalam [[:Commons:File:IND-78b-De Javasche Bank-5 Gulden (1937).jpg|uang kertas]] [[Gulden Hindia Belanda|Gulden]] yang disirkulasikan [[De Javasche Bank]].<ref>{{numis cite SCWPM|date=1994}}</ref>
[[Berkas:Jawa Zoetmulder.jpg|left|300px]]
{{clear}}
 
=== Kemunduran ===
[[Berkas:Palllawa1.jpg|thumb|Perubahan Aksara Pallawa ke aksara-aksara Nusantara]]
[[Berkas:Mesin ketik beraksara Jawa buatan pabrik Royal Bar-Lock.jpg|jmpl|ki|240px|Mesin tik beraksara Jawa yang pernah dipakai oleh [[Keraton Surakarta]] dari tahun 1917–1960 untuk surat-menyurat, membuat surat keputusan, dan pengumuman.<ref>{{Cite web|url=https://muspen.kominfo.go.id/koleksi/single?id=228|title=Mesin Ketik Huruf Jawa|last=|first=|date=|website=Museum Penerangan|access-date=8 November 2021|archive-date=2022-06-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20220625130959/https://muspen.kominfo.go.id/koleksi/single?id=228|dead-url=no}}</ref>]]
<ref>[http://www.ganeshana.org/file/artikel/budaya/16022009/TELAAH%20ABJAD%20HANACARAKA%2011-2-2009.pdf Telaah Abjad Hanacaraka]</ref>:
Seiring dengan meningkatnya permintaan bacaan masyarakat pada awal abad ke-20, penerbit Jawa mengurangi produksi materi beraksara Jawa karena alasan ekonomis: mencetak materi apa pun dengan aksara Jawa pada waktu itu memerlukan hingga dua kali lebih banyak bidang kertas dibanding mencetak materi yang sama dengan alih aksara Latin, sehingga produksi bacaan beraksara Jawa memakan lebih banyak waktu dan biaya.{{efn|Sebagaimana dituturkan oleh direktur Balai Poestaka [[D.A. Rinkes]] pada tahun 1920 dalam kata sambutan katalog buku-buku Jawa koleksi [[Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen|Bataviaasch Genootschap]]:<br>{{Verse translation|lang=nl|
Bovendien is voor den druk het Latijnsche lettertype gekozen, hetgeen de zaak voor Europeesche gebruikers aanzienlijk vergemakkelijkt, voor Inlandsche belangstellended geenszins een bezwaar oplevert, aangezien de Javaansche taal, evenals bereids voor het Maleisch en het Soendaneesch gebleken is, zeker niet minder duidelijk in Latijnsch type dan in het Javaansche schrift is weer te geven. Daarbij zijn de kosten daarmede ongeveer ⅓ van druk in Javaansch karakter, aangezien drukwerk in dat type, dat bovendien niet ruim voorhanden is, 1½ à 2 x kostbaarder (en tijdroovender) uitkomt dan in Latijnsch type, mede doordat het niet op de zetmachine kan worden gezet, en een pagina Javaansch type sleechts ongeveer de helft aan woorden bevat van een pagina van denzelfden tekst in Latijnsch karakter.{{sfn|Molen|1993|pp=83}}
|Selain itu, huruf Latin dipilih untuk pencetakan [buku berbahasa Jawa], hal ini tidak hanya memudahkan bagi pembaca Eropa, tetapi juga tidak dikeluhkan oleh pembaca Pribumi, karena bahasa Jawa, sebagaimana bahasa Melayu dan bahasa Sunda, terbukti tetap dapat dipahami dengan baik ketika ditulis menggunakan huruf Latin dan tidak kalah jelas dibanding penulisan yang menggunakan aksara Jawa. Dengan begitu, biaya dapat ditekan hingga ⅓ dari biaya cetak aksara Jawa, mengingat bahwa mencetak dengan aksara Jawa, yang peralatannya tidak selalu tersedia, bisa jadi 1½ hingga 2 kali lipat memakan lebih banyak biaya (dan waktu) dibanding mencetak dengan huruf Latin, dan mengingat pula aksara Jawa tidak dapat dicetak menggunakan mesin ''setting'', dan selembar teks beraksara Jawa hanya dapat memuat sekitar setengah jumlah kata dibanding lembar teks sama yang telah dialihaksarakan menjadi huruf Latin.
|attr1=Poerwa Soewignja dan Wirawangsa (1920:4), disadur oleh Molen (1993:83)
}} }} Dalam rangka menekan biaya dan menjaga agar harga buku tetap terjangkau bagi masyarakat, berbagai penerbit seperti [[Balai Pustaka]] kian mengutamakan penerbitan materi berhuruf Latin.{{sfn|Robson|2011|pp=25}} Meskipun begitu, masyarakat Jawa di awal abad ke-20 cenderung tetap menggunakan aksara Jawa dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kegiatan surat-menyurat, misal, penggunaan aksara Jawa dianggap lebih halus dan sopan daripada penggunaan huruf Latin, terutama dalam surat untuk orang yang lebih tua. Berbagai penerbit, termasuk Balai Pustaka sendiri, tetap mencetak buku, koran, dan majalah dalam aksara Jawa karena adanya minat pembaca yang memadai meski perlahan-lahan menurun. Penggunaan aksara Jawa baru mengalami kemunduran yang signifikan ketika Jepang [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|menduduki Indonesia]] pada tahun 1942.<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=jQ0KAQAAIAAJ&hl=id&source=gbs_book_other_versions_r&cad=4|title=Tata-sastra: ngewrat rembag 4 bab: titi-wara tuwin aksara, titi-tembung, titi-ukara, titi-basa|first=R. D. S.|last=Hadiwidjana|publisher=U.P. Indonesia|year=1967|page=9}}</ref> Beberapa penulis melaporkan adanya aturan Jepang yang melarang penggunaan aksara Jawa dalam ranah publik.{{efn|Meski dokumentasi atau catatan perintah resmi dari larangan tersebut tidak diketahui. Sebagai perbandingan, pemerintahan Jepang yang [[Pendudukan Jepang di Kamboja|menduduki Kamboja]] pada periode waktu yang sama justru menghapus upaya penggunaan huruf Latin yang dimulai [[Kamboja Prancis|pemerintahan kolonial Kamboja Prancis]] dan mengembalikan penggunaan [[aksara Khmer]] sebagai aksara resmi Kamboja.<ref name=Chandler>{{cite book|first=David P|last=Chandler|title=A History of Cambodia|publisher=Silkworm books|year=1993|isbn=9747047098|url=https://books.google.co.id/books/about/A_History_of_Cambodia.html?id=E8BRPgAACAAJ&redir_esc=y}}</ref>}} Namun tidak dipungkiri bahwa penggunaan aksara Jawa memang mengalami kemunduran yang signifikan pada zaman pendudukan Jepang. Program-program pendidikan pemerintahan yang baru didirikan setelah Indonesia merdeka berfokus pada pendidikan Bahasa Indonesia dan pemberantasan buta huruf Latin, sehingga penggunaan aksara tidak kembali sebagaimana semula pada periode pasca-kemerdekaan.<ref>{{cite journal|last=Lowenberg|first=Peter|journal=Studies in the Linguistic Sciences|volume=30|issue=1|date=2000|title=Writing and Literacy in Indonesia|url=https://www.researchgate.net/publication/32963154_Writing_and_literacy_in_Indonesia|page=135–148|access-date=2021-11-09|archive-date=2023-10-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20231005064205/https://www.researchgate.net/publication/32963154_Writing_and_literacy_in_Indonesia|dead-url=no}}</ref>{{sfn|Robson|2011|pp=27-28}}<!--Isu terakhir majalah ''Kajawèn'' terbit pada tahun 1942,<ref name="astuti"/> dan salah satu penggunaan resmi paling akhir aksara Jawa di masa awal Indonesia adalah cetak ulang Gulden De Javasche Bank dari tahun 1950 yang teks legalnya masih memuat aksara Jawa.<ref>{{cite book |last1=Cuhaj |first1=George S. |year=2010|title=Paper Money General Issues 1368–1960|work= |volume= |issue= |pages =885–886 |publisher=Krause Publications |doi= |url= |accessdate=|edition=13|isbn=978-1-4402-1293-2}}</ref>-->
{{clear}}<!-- Paksa buat baris baru agar subjudul tidak menjorok ke dalam. -->
 
=== Penggunaan kontemporer ===
Periode ini adalah periode ketika aksara Jawa berkembang pada zaman
{{multiple image
pemerintah Kolonial Hindia Belanda berkuasa atas tanah Jawa, yang diwakili tata tulis aksara Jawa keluaran ejaan Sriwedari yang terdapat
| align = right
pada teks-teks Jawa yang ditulis sebelum adanya tata eja aksara Jawa [[Kongres Bahasa Jawa]] II Malang (1996).
| direction = horizontal
| header = Perbandingan gaya aksara Jawa untuk papan nama instansi pemerintahan
| width = 200px
| image1 = Papan nama Kantor Ketahanan Pangan Surakarta (2).jpg
| width1 =
| caption1 = [[Tuladha Jejeg|Gagrag Surakarta]]. Aksara Jawa diletakkan di atas huruf Latin (Perwal Solo No. 3/2008).
| image2 = Javanese script use in government organization in Yogyakarta.jpg
| width2 =
| caption2 = [[nyk Ngayogyan|Gagrag Yogyakarta]]. Huruf Latin diletakkan di atas aksara Jawa (Pergub DIY No. 70/2019).
}}
Dalam ranah kontemporer, aksara Jawa hingga kini masih menjadi bagian dari pengajaran muatan lokal di [[DI Yogyakarta]], [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]], dan sebagian kecil [[Jawa Barat]]. Beberapa surat kabar dan majalah lokal memiliki kolom yang menggunakan aksara Jawa, dan aksara Jawa dapat ditemukan pada papan nama tempat-tempat umum tertentu. Akan tetapi, banyak upaya kontemporer untuk menerapkan aksara Jawa hanya bersifat simbolik dan tidak fungsional; tidak ada lagi, sebagai contoh, publikasi berkala seperti majalah ''Kajawèn'' yang isi substansialnya menggunakan aksara Jawa. Kebanyakan masyarakat Jawa hanya sadar akan keberadaan aksara Jawa dan mengenal beberapa huruf, tetapi jarang ada yang mampu membaca atau menulisnya secara substansial,<ref name="wahab">{{cite conference|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/3067/1/Kongres%20Bahasa%20Indonesia%20VIII%20Kelompok%20B%20Ruang%20Rote.pdf|conference=Kongres Bahasa Indonesia VIII|date=Oktober 2003|title=Masa Depan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah|first=Abdul|last=Wahab|publisher=Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Indonesia|volume=Kelompok B, Ruang Rote|page=8-9|access-date=2020-05-07|archive-date=2023-04-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20230417113704/https://repositori.kemdikbud.go.id/3067/1/Kongres%20Bahasa%20Indonesia%20VIII%20Kelompok%20B%20Ruang%20Rote.pdf|dead-url=no}}</ref><ref>{{cite book|last=Florida|first=Nancy K|year=1995|url=https://books.google.com/books?id=JtXWqGzfzGgC&pg=PA37&lpg=PA37&dq=read+javanese+script&source=bl&ots=ovWJe5iN1N&sig=it-50wOMvy1H8EaNhTKxUbebNnM&hl=en&sa=X&ei=Uep5U_6vAcHc8AXwnoC4Dw&redir_esc=y#v=onepage&q=read%20javanese%20script&f=false|title=Writing the Past, Inscribing the Future: History as Prophesy in Colonial Java|publisher=Duke University Press|isbn=9780822316220|page=37}}</ref> sehingga sampai tahun 2019 tidak jarang ditemukan papan nama di tempat umum yang penulisan aksara Jawa-nya memiliki banyak kesalahan dasar.<ref>{{cite web|last=Mustika|first=I Ketut Sawitra|date=12 Oktober 2017|title=Alumni Sastra Jawa UGM Bantu Koreksi Tulisan Jawa pada Papan Nama Jalan di Jogja|url=https://m.solopos.com/alumni-sastra-jawa-ugm-bantu-koreksi-tulisan-jawa-pada-papan-nama-jalan-di-jogja-859202|publisher=Solo Pos|location=Yogyakarta|editor1-first=Nina|editor1-last=Atmasari|access-date=8 Mei 2020|archive-date=2020-06-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20200612103203/https://m.solopos.com/alumni-sastra-jawa-ugm-bantu-koreksi-tulisan-jawa-pada-papan-nama-jalan-di-jogja-859202|dead-url=yes}}</ref><ref>{{cite web |last=Eswe |first=Hana |date=13 Oktober 2019 |title=Penunjuk Jalan Beraksara Jawa Salah Tulis Dikritik Penggiat Budaya |url=https://suarabaru.id/2019/10/13/penunjuk-jalan-beraksara-jawa-salah-tulis-dikritik-penggiat-budaya/ |publisher=Suara Baru |location=Grobogan |access-date=8 Mei 2020 |archive-date=2023-04-17 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230417113708/https://suarabaru.id/2019/10/13/penunjuk-jalan-beraksara-jawa-salah-tulis-dikritik-penggiat-budaya |dead-url=no }}</ref> Beberapa kendala dalam upaya revitalisasi penggunaan aksara Jawa termasuk perangkat elektronik yang sering kali mengalami kendala teknis untuk menampilkan aksara Jawa tanpa galat, sedikitnya instansi dengan kompetensi memadai yang dapat dikonsultasikan, dan kurangnya eksplorasi tipografi yang menarik bagi masyarakat.<ref name="wahab"/><ref name="radar"/> Meskipun begitu, upaya revitalisasi terus digeluti oleh sejumlah komunitas dan tokoh masyarakat yang aktif memperkenalkan kembali aksara Jawa dalam penggunaan sehari-hari, terutama dalam sarana digital.<ref name="radar">{{Cite news|url=https://radarjogja.jawapos.com/2020/02/27/bangkitkan-kongres-bahasa-jawa-setelah-mati-suri/|location=Bantul|title=Bangkitkan Kongres Bahasa Jawa Setelah Mati Suri|date=27 Februari 2020|author=Siti Fatimah|publisher=Radar Jogja|access-date=25 Mei 2020|archive-date=2020-06-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20200619201043/https://radarjogja.jawapos.com/2020/02/27/bangkitkan-kongres-bahasa-jawa-setelah-mati-suri/|dead-url=yes}}</ref>
 
== Bentuk ==
Perbedaan yang paling kentara adalah pemakaian aksara Murda pada periode ini, yang walaupun sebagian masih sama perlakuannya untuk aksara murda seperti pada
=== Aksara ===
periode-periode sebelumnya, tetapi sebagian sudah berubah fungsi sebagai huruf kapital layaknya dalam aksara Latin.
''Aksara'' adalah huruf dasar yang merepresentasikan satu suku kata. Aksara Jawa memiliki sekitar 45 aksara dasar, tetapi tidak semuanya digunakan dengan setara. Dalam perkembangannya, terdapat aksara yang tidak lagi digunakan sementara beberapa lainnya hanya digunakan pada konteks tertentu sehingga huruf-huruf dalam aksara Jawa dikelompokkan ke dalam beberapa jenis berdasarkan fungsi dan penggunaannya.
==== ''Wyanjana'' ====
''Aksara wyanjana'' (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦮꦾꦚ꧀ꦗꦤ) adalah aksara konsonan dengan vokal inheren /a/ atau /ɔ/. Sebagai salah satu aksara turunan [[aksara Brahmi|Brahmi]], aksara Jawa pada awalnya memiliki 33 aksara ''wyanjana'' untuk menuliskan 33 bunyi konsonan yang digunakan dalam bahasa [[Sanskerta]] dan [[bahasa Kawi|Kawi]]. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2008|pp=1-2}}<ref name="mardikawi">{{cite book|url=http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20186831-166.%20Serat%20Mardi%20Kawi%20Jilid%20I.pdf|title=Serat Mardi Kawi|volume=1|year=1930|publisher=De Bliksem|place=Solo|first=W J S|last=Poerwadarminta|page=9-12|access-date=2020-05-05|archive-date=2023-04-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20230416105659/https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20186831-166.%20Serat%20Mardi%20Kawi%20Jilid%20I.pdf|dead-url=no}}</ref>
 
{| class="wikitable" style="width:60%;"
Penggunaan (pengejaan) aksara Jawa pertama kali di[[lokakarya]]kan pada tahun 1926 untuk menyeragamkan tata cara penulisan menggunakan aksara ini, sejalan dengan makin meningkatnya volume cetakan menggunakan aksara ini, meskipun pada saat yang sama penggunaan [[aksara pegon|huruf arab pegon]] dan huruf Latin bagi teks-teks berbahasa Jawa juga meningkat frekuensinya. Pertemuan pertama ini menghasilkan [[Wewaton Sriwedari]] ("Ketetapan Sriwedari"), yang memberi landasan dasar bagi pengejaan tulisan. Nama Sriwedari digunakan karena lokakarya itu berlangsung di [[Sriwedari]], [[Surakarta]]. Alih-alih menuliskan "Ronggawarsita" (bentuk ini banyak dipakai pada naskah-naskah abad ke-19), dengan ejaan baru penulisan menjadi "Ranggawarsita", mengurangi penggunaan taling-tarung.
|+ style="text-align:center;" | ''Aksara Wyanjana'' (deret kuno)
[[Berkas:Javanese script01.jpg|thumb|250px|Plakat bilingual([[bahasa Portugis|Portugis]] dan [[bahasa Jawa|Jawa]]) yang memperingati pemugaran [[Taman Sari Yogyakarta|Taman Sari]] di kompleks [[Kraton Yogyakarta]]. Ditulis dengan aksara latin dan Jawa modern.]]
Periode ini adalah periode perkembangan aksara Jawa setelah [[kemerdekaan Indonesia]] hingga sekarang, yang dimulai dengan penerbitan buku ''Karti Basa'' oleh [[Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|Kementrian Pengadjaran, Pendidikan dan Keboedajaan]] pada tahun 1946 yang berisi ''Patokan Panoelise Temboeng Djawa nganggo Aksara Djawa sarta Angka'' (Pedoman Penulisan Kata Jawa dengan Aksara Jawa serta Angka), serta ''Patokan Panoelise Temboeng Djawa nganggo Aksara Latin'' (Pedoman Penulisan Kata Jawa dengan Huruf Latin), yang kemudian diterbitkan terpisah sebagai ''Tatanan Njerat Basa Djawi'' oleh Tjabang Bagian Bahasa Djawatan Kebudajaan Kementerian P.P. dan K. Jogjakarta pada tahun 1955, yang telah disesuaikan dengan [[Ejaan Republik|ejaan Soewandi]].
 
Perubahan pada masa ini banyak diprakarsai oleh Kongres Bahasa Jawa (KBJ), sbb;
 
* KBJ I 1991, ditindak lanjuti oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi DIY pada tahun anggaran 1992/1993, mengeluarkan pedoman yang membahas penyesuaian transliterasi bahasa Jawa dalam aksara Jawa dan latin, penulisan kata serapan, serta penulisan singkatan.
* KBJ II 1996 mengeluarkan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tiga gubernur (perda Jawa Tengah, No. 430/76/1996, DI Yogyakarta: No. 214/119/5280/1996, dan Jawa Timur No. 430/5052/0311/1996) yang menyelaraskan pengajaran tata cara penulisan di sekolah-sekolah di ketiga provinsi tersebut.<ref>[https://sites.google.com/site/hanacarakan/pustaka/Pedoman-Penulisan-Aksara-Jawa.pdf?attredirects=0&d=1 Pedoman Penulisan Aksara Jawa]</ref>.
* KBJ III 2001 menyederhanakan penulisan kata dasar + imbuhan
* KBJ IV 2006 berusaha meregistrasikan aksara Jawa dalam Unicode. Dibentuk tim khusus yang dikomandani oleh [http://ganeshana.org/ Hadiwaratama/Hadi Waratama] (Bandung), Ki [http://ki-demang.com Sudarto HS]/Ki Demang Sokowaten (Jakarta) dan Ki Bagiono Sumbogo/Djokosumbogo (Jakarta). Pada tanggal 1 Oktober 2009, aksara Jawa akhirnya diakui dalam standar Unicode versi 5.2 (tergabung dalam Amendemen 6).<ref>[http://www.unicode.org/versions/Unicode5.2.0/ Unicode 5.2.0]</ref>
 
Pada tanggal 17 dan 18 Mei 1996 para ahli bahasa Jawa dari Provinsi DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berkumpul di Yogyakarta dan menghasilkan buku [[Pedoman Penulisan Aksara Jawa]] yang diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Nusatama. Perbedaan yang paling kentara dalam pedoman yang baru ini adalah pemakaian aksara murda sudah dianggap seperti layaknya huruf kapital seperti pada penggunaan huruf kapital dalam aksara Latin.-->
 
== Aksara ==
Sebuah ''aksara'' ({{Java|ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​}}), adalah satuan terkecil yang merepresentasikan suku kata terbuka (Konsonan-Vokal) dengan vokal /a/ atau /ɔ/ tergantung dari posisinya.<ref name=jour/> Namun vokal juga tergantung dari dialek pembicara; dialek Jawa Barat cenderung menggunakan /a/ sementara dialek Jawa Timur lebih cenderung menggunakan /ɔ/. Aturan baku penentuan vokal aksara dideskripsikan dalam ''[[Wewaton Sriwedari]]'' sebagai berikut:
 
# Sebuah aksara dibaca dengan vokal {{IPA|/ɔ/}} apabila aksara sebelumnya mengandung ''sandhangan swara''.
# Sebuah aksara dibaca dengan vokal {{IPA|/a/}} apabila aksara setelahnya mengandung ''sandhangan swara''.
# Aksara pertama sebuah kata umumnya dibaca dengan vokal {{IPA|/ɔ/}}, kecuali dua aksara setelahnya merupakan aksara dasar. Jika begitu, aksara tersebut dibaca dengan vokal {{IPA|/a/}}.
 
Ketika ditransliterasikan ke dalam alfabet [[Latin]], sebuah aksara ditransliterasikan menjadi suku kata, bukan huruf.
 
<!--rujukan-->
<!--[[Berkas:Aksara_jawa-hindu.jpg]]-->
Terdapat 34 aksara konsonan dan 11 aksara suara (vokal) dalam aksara Jawa (di luar aksara tambahan<!--ra agung, ka sasak, nya murda-->), tetapi tidak semuanya digunakan dalam penulisan modern. Tabel berikut menunjukkan aksara Jawa dengan bunyi aslinya yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa Kuno dan Sanskerta<!--http://ganeshana.org/in/file/artikel/budaya/09022009/Lampiran%202%20Aks%20Vokal%20dan%20Semivokal%206-2-09%20Panini.pdf--> dalam sistem [[IAST]]
 
<center>
{| class="wikitable" style="width:100%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
|-
! rowspan="2" |Tempat pelafalan
| colspan="12" style="background:#ccf; text-align:center;"|'''Aksara Jawa'''
! colspan="2" |[[Bantuan:Pengucapan#Penyuaraan|Nirsuara]]
|- style="text-align:center; background:#f0f8ff;"
! colspan="2" |[[Bantuan:Pengucapan#Penyuaraan|Bersuara]]
| rowspan="2"|'''Tempat pelafalan'''
! rowspan="2" |[[Konsonan nasal|Sengau]]
| colspan="5"|'''Pancawalimukha'''
|! rowspan="2" "|'''[[Semivokal]]'''
|! rowspan="2" "|'''[[Sibilan]]'''
|! rowspan="2" |'''[[Konsonan celah suara|Celah]]'''
| colspan="2"|'''[[Vokal]]'''
| rowspan="2"|'''[[Diftong]]'''
|-
! Tidak [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]
! colspan=2|[[Bantuan:Pengucapan#Penyuaraan|Nirsuara]]
! [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]
! colspan=2|[[Bantuan:Pengucapan#Penyuaraan|Bersuara]]
! Tidak [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]
! [[Konsonan nasal|Sengau]]
! [[Aspirasi (linguistik)|Teraspirasi]]
! Pendek
! Panjang
|-
| style="text-align:center; "| '''[[Konsonan langit-langit belakang|Velar]]'''
| style="text-align:center; "| {{jav|ꦏ|18px|0}}<br>/ka/<br>ka
| style="text-align:center; "| {{jav|ꦑ|18px|0}}<br>/kʰa/<br>kha
| style="text-align:center; "| {{jav|ꦒ|18px|0}}<br>/ga/<br>ga
| style="text-align:center; "| {{jav|ꦓ|18px|0}}<br>/gʱa/<br>gha
| style="text-align:center; "| {{jav|ꦔ|18px|0}}<br>/ŋa/<br>ṅa/nga{{ref|nga|5}}
|
|
| style="text-align:center; "| {{jav|ꦲ|18px|0}}<br>/ha/<br>ha{{ref|ha|4}}
| style="text-align:center; "| {{jav|ꦄ|18px|0}}<br>/a/<br>a
| style="text-align:center; "| {{jav|ꦄꦴ|18px|0}}<br>/aː/<br>ā
|
|-
|! style="text-align:center; background:white;"|''' [[Konsonan langit-langit belakang|PalatalVelar]]'''
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav[[Berkas:Nglegena ka.png|ꦕ|18px|0}}30px]]<br>/t͡ʃa~t͡ɕa/<brhr>caka
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav[[Berkas:Uniform height Murda ka.png|ꦖ|18px|0}}30px]]<br>/t͡ʃʰa~t͡ɕʰa/{{ref|cha|1}}<brhr>chakha
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav[[Berkas:Nglegena ga.png|ꦗ|18px|0}}30px]]<br>/d͡ʒa~d͡ʑa/<brhr>jaga
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav[[Berkas:Uniform height Murda ga.png|ꦙ|18px}}30px]]<br>/d͡ʒʱa~d͡ʑʱa/<brhr>jhagha
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav[[Berkas:Nglegena nga.png|ꦚ|18px|0}}30px]]<br>/ɲa/<brhr>ña/nyaṅa{{ref label|nyanga|61}}
!
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦪ|18px|0}}<br>/ja/<br>ya
!
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦯ|18px|0}}<br>/ɕa/<br>śa
| style="text-align:center; background:white;"| [[Berkas:Nglegena ha.png|30px]]<br>ꦲ<hr>ha/a{{ref label|ha|5}}
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦅ/ꦆ|18px|0}}<br>/i/<br>i
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦇ|18px|0}}<br>/iː/<br>ī
| style="text-align:center; background:white;"|
|-
|! alignstyle="text-align:center;"|'''[[Konsonan tariklangit-belakanglangit|RetroflexPalatal]]'''
| style="text-align=:center;"| {{jav[[Berkas:Nglegena ca.png|ꦛ|18px|0}}30px]]<br>/ʈa/<brhr>{{lc:ṭa}}{{ref|tha|2}}ca
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Uniform height Murda ca.png|30px]]<br>ꦖ<hr>cha
| align=center| {{jav|ꦜ|18px|0}}<br>/ʈʰa/<br>{{lc:ṭha}}
| style="text-align=:center;"| {{jav[[Berkas:Nglegena ja.png|ꦝ|18px|0}}30px]]<br>/ɖa/<brhr>{{lc:ḍa}}{{ref|dha|2}}ja
| style="text-align=:center;"| {{jav[[Berkas:Mahaprana ja.png|ꦞ|18px|0}}30px]]<br>/ɖʱa/<brhr>{{lc:ḍha}}jha
| style="text-align=:center;"| {{jav[[Berkas:Nglegena nya.png|ꦟ|18px|0}}30px]]<br>/ɳa/<brhr>ña{{lc:ṇaref|nya|2}}
| style="text-align=:center;"| {{jav[[Berkas:Nglegena ya.png|ꦫ|18px|0}}30px]]<br>/ra~ɽa/<brhr>raya
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Uniform height Murda sa.png|30px]]<br>ꦯ<hr>śa{{ref label|sya|6}}
| align=center| {{jav|ꦰ|18px|0}}<br>/ʂ/<br>{{lc:ṣa}}
!
|
| style="text-align:center; "| {{jav|ꦉ|18px|0}}<br>/r̩~ɽ̍/<br>ṛ/re{{ref|re|7}}
| style="text-align:center; "| {{jav|ꦉꦴ|18px|0}}<br>/r̩ː~ɽ̍ː/<br>ṝ
|
|-
|! stylealign="text-align:center; background:white;"|'''[[Konsonan gigitarik-belakang|DentalRetrofleks]]'''
| align=center| [[Berkas:Nglegena tha.png|30px]]<br>ꦛ<hr>ṭa{{ref label|tha|3}}
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦠ|18px|0}}<br>/ta/<br>ta
| align=center| [[Berkas:Uniform height Mahaprana tha.png|30px]]<br>ꦜ<hr>ṭha
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦡ|18px|0}}<br>/tʰa/<br>tha
| style="text-align:=center;| background[[Berkas:white;"|Uniform {{jav|ꦢheight Murda da.png|18px|0}}30px]]<br>/da/<brhr>daḍa{{ref label|dha|4}}
| align=center| [[Berkas:Uniform height Mahaprana dha.png|30px]]<br>ꦞ<hr>ḍha
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦣ|18px|0}}<br>/dʱa/<br>dha
| align=center| [[Berkas:Uniform height Murda na.png|30px]]<br>ꦟ<hr>ṇa
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦤ|18px|0}}<br>/na/<br>na
| stylealign="text-align:center;| background[[Berkas:white;"|Nglegena {{javra.png|ꦭ|18px|0}}30px]]<br>/la/<brhr>la{{ref|la|3}}ra
| align=center| [[Berkas:Uniform height Mahaprana sa.png|30px]]<br>ꦰ<hr>ṣa
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦱ|18px|0}}<br>/sa/<br>sa
!
| style="text-align:center; background:white;"|
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦊ|18px|0}}<br>/l̩/<br>ḷ/le{{ref|le|8}}
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦋ|18px|0}}<br>/l̩ː/<br>ḹ
| style="text-align:center; background:white;"|
|-
|! style="text-align=:center;"|'''[[Konsonan bibirgigi|LabialDental]]'''
| style="text-align=:center;"| {{jav[[Berkas:Nglegena ta.png|ꦥ|18px}}30px]]<br>/pa/<brhr>pata
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Uniform height Murda ta.png|30px]]<br>ꦡ<hr>tha
| align=center| {{jav|ꦦ|18px}}<br>/pʰa/<br>pha
| style="text-align=:center;"| {{jav[[Berkas:Nglegena da.png|ꦧ|18px}}30px]]<br>/ba/<brhr>bada
| style="text-align=:center;"| {{jav[[Berkas:Nglegena dha.png|ꦨ|18px}}30px]]<br>/bʱa/<brhr>bhadha
| style="text-align=:center;"| {{jav[[Berkas:Nglegena na.png|ꦩ|18px}}30px]]<br>/ma/<brhr>mana
| style="text-align=:center;"| {{jav[[Berkas:Nglegena la.png|ꦮ|18px}}30px]]<br>/wa/<brhr>wala
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Nglegena sa.png|30px]]<br>ꦱ<hr>sa
|
!
|
| style="text-align:center;"| {{jav|ꦈ|18px}}<br>/u/<br>u
| style="text-align:center;"| {{jav|ꦈꦴ|18px}}<br>/uː/<br>ū
|
|-
! align=center|[[Konsonan bibir|Labial]]
| style="text-align:center; background:white;"|'''Velar-Palatal'''
| align=center| [[Berkas:Nglegena pa.png|30px]]<br>ꦥ<hr>pa
| style="text-align:center; background:white;" colspan=8|
| stylealign="text-align:center;| background[[Berkas:white;"|Uniform {{javheight Murda pa.png|ꦌ|18px|0}}30px]]<br>/e/<brhr>epha
| style="text-align:=center;| background[[Berkas:white;"|Nglegena ba.png|30px]]<br>ꦧ<hr>ba
| align=center| [[Berkas:Uniform height Murda ba.png|30px]]<br>ꦨ<hr>bha
| style="text-align:center; background:white;"| {{jav|ꦍ|18px|0}}<br>/ai̯/<br>ai
| align=center| [[Berkas:Nglegena ma.png|30px]]<br>ꦩ<hr>ma
| align=center| [[Berkas:Nglegena wa.png|30px]]<br>ꦮ<hr>wa
!
!
|-
| colspan="11" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | Catatan
<small>
:{{note|nga|1}} /ŋa/ sebagaimana nga dalam kata "mengalah"
:{{note|nya|2}} /ɲa/ sebagaimana nya dalam kata "menyanyi"
:{{note|nya|3}} /ʈa/ sebagaimana tha dalam kata bahasa Jawa "kathah"
:{{note|nya|4}} /ɖa/ sebagaimana dha dalam kata bahasa Jawa "padha"
:{{note|ha|5}} berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ dalam bahasa Kawi
Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Jawa modern:
:{{note|sya|6}} /ɕa/ mendekati pengucapan sya dalam kata "syarat"
</small>
|-
| align=center|'''Velar-Labial'''
| colspan=8|
| style="text-align:center;"| {{jav|ꦎ|18px}}<br>/o/<br>o
|
| style="text-align:center;"| {{jav|ꦎꦴ|18px}}<br>/au̯/<br>au
|}
Dalam perkembangannya, bahasa Jawa modern tidak lagi menggunakan keseluruhan aksara ''wyanjana'' dalam deret Sanskerta-Kawi. Aksara Jawa modern hanya menggunakan 20 bunyi konsonan dan 20 aksara dasar yang kemudian disebut sebagai ''aksara nglegena'' (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦔ꧀ꦭꦼꦒꦼꦤ). Sebagian aksara yang tersisa kemudian dialihfungsikan sebagai ''aksara murda'' (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦩꦸꦂꦢ) untuk menuliskan gelar dan [[nama diri|nama]] yang dihormati, baik nama tokoh legenda (misal [[Bima (Mahabharata)|Bima]] ditulis ꦨꦶꦩ) maupun nyata (misal [[Pakubuwana]] ditulis ꦦꦑꦸꦨꦸꦮꦟ).{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=11-13}} Dari 20 aksara ''nglegena'', hanya 9 aksara yang mempunyai bentuk ''murda'', oleh karena itu penggunaan ''murda'' tidak identik dengan penggunaan huruf kapital di dalam ejaan Latin;{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=11-13}} apabila suku kata pertama suatu nama tidak memiliki bentuk ''murda,'' maka suku kata kedua yang menggunakan ''murda''. Apabila suku kata kedua juga tidak memiliki bentuk ''murda'', maka suku kata ketiga yang menggunakan ''murda'', begitu seterusnya. Nama yang sangat dihormati dapat ditulis seluruhnya dengan ''murda'' apabila memungkinkan. Dalam penulisan tradisional, penerapan ''murda'' tidaklah selalu konsisten dan pada dasarnya bersifat pilihan, sehingga nama seperti ''Gani'' dapat dieja ꦒꦤꦶ (tanpa ''murda''), ꦓꦤꦶ (dengan ''murda'' di awal), atau ꦓꦟꦶ (seluruhnya menggunakan ''murda'') tergantung dari latar belakang dan konteks penulisan yang bersangkutan. Sisa aksara yang tidak termasuk ''nglegena'' maupun ''murda'' adalah ''aksara mahaprana''. Aksara ''mahaprana'' tidak memiliki fungsi dalam penulisan Jawa modern dan hanya digunakan dalam penulisan bahasa Sanskerta-Kawi.{{sfn|Everson|2008|pp=1-2}}{{efn|Contoh kata dengan aksara ''mahaprana'' yang digunakan dalam penulisan Kawi misal ''aṣṭa'' (ꦄꦰ꧀ꦛ, delapan)<ref>{{cite book|first=Petrus Josephus|url=http://sealang.net/ojed/|last=Zoetmulder|title=Old Javanese-English Dictionary|page=143, entri 4|year=1982|publisher=Nijhoff|editor-first1=Stuart Owen|editor-last1=Robson|isbn=9024761786|access-date=2020-05-08|archive-date=2023-06-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20230601111918/http://sealang.net/ojed/|dead-url=no}}</ref> dan ''nirjhara'' (ꦤꦶꦂꦙꦫ, air terjun).<ref>{{cite book|first=Petrus Josephus|url=http://sealang.net/ojed/|last=Zoetmulder|title=Old Javanese-English Dictionary|page=1191, entri 11|year=1982|publisher=Nijhoff|editor-first1=Stuart Owen|editor-last1=Robson|isbn=9024761786|access-date=2020-05-08|archive-date=2023-06-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20230601111918/http://sealang.net/ojed/|dead-url=no}}</ref>}}
</center>
{| class="wikitable""
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara Wyanjana'' (deret modern)
|-style="text-align:center;"
!
! ha/a{{ref label|ha|1}}
! na
! ca
! ra
! ka
! da
! ta
! sa
! wa
! la
! pa
! dha
! ja
! ya
! nya
! ma
! ga
! ba
! tha
! nga
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:10%; text-align:center;" | ''Nglegena''
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ha.png|30px]]<br>ꦲ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena na.png|30px]]<br>ꦤ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ca.png|30px]]<br>ꦕ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ra.png|30px]]<br>ꦫ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ka.png|30px]]<br>ꦏ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena da.png|30px]]<br>ꦢ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ta.png|30px]]<br>ꦠ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena sa.png|30px]]<br>ꦱ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena wa.png|30px]]<br>ꦮ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena la.png|30px]]<br>ꦭ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena pa.png|30px]]<br>ꦥ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda da.png|30px]]<br>ꦝ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ja.png|30px]]<br>ꦗ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ya.png|30px]]<br>ꦪ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena nya.png|30px]]<br>ꦚ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ma.png|30px]]<br>ꦩ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ga.png|30px]]<br>ꦒ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ba.png|30px]]<br>ꦧ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena tha.png|30px]]<br>ꦛ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena nga.png|30px]]<br>ꦔ
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:10%; text-align:center;" | ''Murda''
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda na.png|30px]]<br>ꦟ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ca.png|30px]]<br>ꦖ{{ref label|camur|2}}
| align="center" |[[Berkas:Uniform height ra agung.png|30px]]<br>ꦬ{{ref label|ragung|3}}
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ka.png|30px]]<br>ꦑ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ta.png|30px]]<br>ꦡ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda sa.png|30px]]<br>ꦯ
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda pa.png|30px]]<br>ꦦ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Murda nya.png|30px]]<br>ꦘ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ga.png|30px]]<br>ꦓ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ba.png|30px]]<br>ꦨ
!
!
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:10%; text-align:center;" | ''Mahaprana''
! align="center" |
! align="center" |
!
! align="center" |
!
| align="center" |[[Berkas:Nglegena dha.png|30px]]<br>ꦣ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana sa.png|30px]]<br>ꦰ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana dha.png|30px]]<br>ꦞ
| align="center" |[[Berkas:Mahaprana ja.png|30px]]<br>ꦙ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana tha.png|30px]]<br>ꦜ
! align="center" |
|-
| colspan="23" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|ha|1}} berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ tergantung kata yang bersangkutan
{{note|cha|1}} Hanya ditemukan dalam bentuk ''pasangan'' (lihat di bawah). Bentuk aslinya sudah tidak diketahui lagi<ref name=uni/><br>
:{{note|camur|2}} ca murda hanya teratestasi dalam bentuk [[#Pasangan|pasangan]],{{sfn|Everson|2008|pp=1}} bentuk aksara dasarnya merupakan rekonstruksi kontemporer
{{note|tha|2}}{{anchor|endnote_dha}} Ḍa dan ṭa lebih umum ditulis dha dan tha. Penulisan ini digunakan untuk membedakan dha /ɖa/ dan tha /ʈa/ [[Konsonan tarik-belakang|retroflex]] dalam bahasa Jawa modern dengan dha /d̪ha/ dan /t̪ha/ [[Aspirasi (linguistik)|teraspirasi]] dalam bahasa Jawa kuno.<br>
:{{note|ragung|3}} ra agung, memiliki fungsi yang serupa dengan aksara ''murda'' lainnya namun tidak dikenal secara luas karena penggunaannya yang terbatas di lingkungan kraton{{sfn|Everson|2008|pp=1-2}}
{{note|la|3}} Sebenarnya [[konsonan alveolar]], tetapi diklasifikasikan sebagai [[konsonan dental|dental]] (gigi).<br>
{{note|ha|4}} Dapat dibaca tanpa bunyi /h/, misalnya (/ɔnɔ/, transliterasi: ''ana'', arti: ada). Hanya berlaku dalam penulisan bahasa Jawa.<br>
{{note|nga|5}} Ṅa digunakan untuk menulis /ŋa/ dalam bahasa Sanskerta, sementara nga dalam bahasa Jawa.<br>
{{note|nya|6}} Ña digunakan untuk menulis /ɲa/ dalam bahasa Sanskerta, sementara nya dalam bahasa Jawa.<br>
{{note|re|7}} Ṛ dan ṝ digunakan untuk menulis bahasa Sanskerta. Dalam bahasa Jawa, hanya re yang digunakan.<br>
{{note|le|8}} Ḷ dan ḹ digunakan untuk menulis bahasa Sanskerta. Dalam bahasa Jawa, hanya le yang digunakan
</small>
|}
=== Konsonan ===
Ortografi Jawa modern mengabaikan pelafalan asli sejumlah aksara konsonan yang kemudian dialihfungsikan. Dari 34 bunyi di atas, 20 bunyi menjadi aksara dasar (''nglegéna'') sementara aksara lainnya dikategorikan sebagai ''murda'' dan ''mahaprana'' dengan "bunyi" yang sama dengan aksara nglegenanya.
 
==== ''Swara'' ====
Beberapa istilah dalam aksara Jawa menurut aturan bahasa Jawa modern:
''Aksara swara'' (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦱ꧀ꦮꦫ) adalah aksara yang digunakan untuk menulis suku kata yang tidak memiliki konsonan di awal, atau dalam kata lain suku kata yang hanya terdiri vokal. Pada awalnya, aksara Jawa memiliki 14 aksara vokal yang diwarisi dari tradisi tulis Sanskerta. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:<ref name="mardikawi"/>
* ''Aksara nglegéna''{{Jav|(ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦔ꧀ꦭꦼꦒꦺꦤ)|18px}}Aksara ini adalah aksara dasar untuk menulis [[bahasa Jawa]] modern.
{| class="wikitable" style="width:60%;"
* ''Aksara murda''{{Jav|(ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦩꦸꦂꦢ)|18px}}Bisa disebut juga sebagai ''aksara gedé,'' aksara ini digunakan pada penulisan suatu nama, umumnya nama tempat atau orang yang dihormati. Seperti terlihat dalam tabel di atas, tidak semua aksara mempunyai bentuk ''murda'', karena itu apabila suku kata pertama suatu nama tidak memiliki bentuk ''murda'', maka suku kata kedua yang menggunakan ''murda''. Apabila suku kata kedua juga tidak memiliki bentuk ''murda'', maka suku kata ketiga yang menggunakan ''murda'', begitu seterusnya. Nama yang sangat dihormati dapat ditulis seluruhnya dengan ''murda'' apabila memungkinkan. Misal, "[[Pakubuwana]]" ditulis dengan pa, ka, ba, dan na ''murda'' ({{jav|ꦦꦑꦸꦨꦸꦮꦟ|18px}}). Aksara murda tidak boleh diberi ''pangkon'' dan tidak perlu digunakan pada awal kalimat.
|+ style="text-align:center;" | ''Aksara Swara''
* ''Aksara mahaprana''{{Jav|(ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦩꦲꦥꦿꦤ)|18px|0}}Aksara ini dalah aksara yang secara harfiah berarti "dibaca dengan nafas berat". ''Mahaprana'' jarang muncul dalam penulisan aksara Jawa modern, oleh karena itu, seringkali tidak dibahas dalam buku mengenai aksara Jawa.<ref name=uni/>
|- style="text-align:center;"
 
! Tempat pelafalan
<center>
! [[Konsonan langit-langit belakang|Velar]]
{| class="wikitable" style="width:100%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
! [[Konsonan langit-langit|Palatal]]
! [[Konsonan bibir|Labial]]
! [[Konsonan tarik-belakang|Retrofleks]]
! [[Konsonan gigi|Dental]]
! Velar-Palatal
! Velar-Labial
|-
| colspan="21"! style="background:#ccf; text-align:center; "|'''Aksara Wyanjana (Konsonan)'''Pendek
|- style="background:#f0f8ff; text-align:center; "| [[Berkas:Vowel akara.png|25px]]<br>ꦄ<hr>a
| style="width:20%; text-align:center;"|'''Transkripsi''' [[File:vowel i kawi.png|25px]]<br>ꦅ<hr>i
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel ukara.png|25px]]<br>ꦈ<hr>u
| ha
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Ganten pa cerek2.png|25px]]<br>ꦉ<hr>ṛ/re{{ref label|re|1}}
| na
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Ganten nga lelet2.png|25px]]<br>ꦊ<hr>ḷ/le{{ref label|le|2}}
| ca
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel ekara.png|25px]]<br>ꦌ<hr>é{{ref label|e|3}}
| ra
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel okara.png|25px]]<br>ꦎ<hr>o
| ka
|-
| da
! style="text-align:center;"| Panjang
| ta
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel aakara.png|30px]]<br>ꦄꦴ<hr>ā
| sa
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel ikara.png|25px]]<br>ꦆ<hr>ī
| wa
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel uukara.png|25px]]<br>ꦈꦴ<hr>ū
| la
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Ganten pa cerek dirgha2.png|25px]]<br>ꦉꦴ<hr>ṝ/reu{{ref label|reu|4}}
| pa
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Ganten nga lelet raswadi2.png|25px]]<br>ꦋ<hr>ḹ/leu{{ref label|leu|5}}
| dha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel aikara.png|25px]]<br>ꦍ<hr>ai{{ref|ai|6}}
| ja
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Vowel aukara.png|25px]]<br>ꦎꦴ<hr>au{{ref|au|7}}
| ya
|-
| nya
| colspan="11" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
| ma
| ga
| ba
| tha
| nga
|- style="length:20%;"
| style="width:20%; text-align:center;"|'''Nglegéna'''
| align=center| {{jav|[[ꦲ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦤ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦕ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦫ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦏ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦢ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦠ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦱ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦮ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦭ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦥ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦝ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦗ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦪ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦚ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦩ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦒ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦧ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦛ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦔ]]|18px|0}}
|- style="length:20%;background:white;"
| style="width:20%; text-align:center;"|'''Murda'''
| colspan="1"|
| align=center| {{jav|[[ꦟ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦖ]]|18px|0}}
| colspan="1"|
| align=center| {{jav|[[ꦑ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦣ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦡ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦯ]]|18px|0}}
| colspan="2"|
| align=center| {{jav|[[ꦦ]]|18px|0}}
| colspan="3"|
| align=center| {{jav|[[ꦘ]]|18px|0}}{{ref|jnya|1}}
| colspan="1"|
| align=center| {{jav|[[ꦓ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦨ]]|18px|0}}
| colspan="2"|
|- style="length:20%;"
| style="width:20%; text-align:center;"|'''Mahaprana'''
| colspan="7"|
| align=center| {{jav|[[ꦰ]]|18px|0}}
| colspan="3"|
| align=center| {{jav|[[ꦞ]]|18px|0}}
| align=center| {{jav|[[ꦙ]]|18px|0}}
| colspan="5"|
| align=center| {{jav|[[ꦜ]]|18px|0}}
| colspan="1"|
|}
</center>
<small>
:{{note|re|1}} pa cerek, /rə/ sebagaimana re dalam kata "remah"
{{note|jnya|1}} Awalnya ''jnya'',{{jav|ꦗ꧀ꦚ|14px|0}}<ref name=uni/> namun pada perkembangannya menjadi huruf mandiri.
:{{note|le|2}} nga lelet, /lə/ sebagaimana le dalam kata "lemah"
:{{note|e|3}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Jawa modern:
: {{note|reu|4}} pa cerek dirgha, dalam bahasa Sanskerta sebenarnya hanya digunakan sebagai pelengkap sistem fonologi Pāṇini<ref name="woodard">{{cite book|title=The Ancient Languages of Asia and the Americas|first=Roger D|last=Woodard|url=https://books.google.co.id/books/about/The_Ancient_Languages_of_Asia_and_the_Am.html?id=UQpAuNIP4oIC&redir_esc=y|publisher=Cambridge University Press|year=2008|page=9|isbn=0521684943}}</ref>
:{{note|leu|5}} nga lelet raswadi, dalam bahasa Sanskerta sebenarnya hanya digunakan sebagai pelengkap sistem fonologi Pāṇini<ref name="woodard"/>
:{{note|ai|6}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
:{{note|au|7}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au kata "pantau"
</small>
|}
Sebagaimana aksara ''wyanjana'', bahasa Jawa modern tidak lagi menggunakan keseluruhan aksara ''swara'' dalam deret Sanskerta-Kawi, dan kini hanya aksara untuk vokal pendek yang umumnya diajarkan. Dalam penulisan modern, aksara ''swara'' digunakan untuk menggantikan aksara ''wyanjana'' ha ꦲ (yang pelafalannya bisa jadi ambigu karena berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/) pada nama atau istilah asing yang pelafalannya perlu diperjelas.{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=13-15}}
 
''Pa cerek'' ꦉ, ''pa cerek dirgha'' ꦉꦴ, ''nga lelet'' ꦊ, dan ''nga lelet raswadi'' ꦋ adalah [[Syllabic consonant|konsonan silabis]] yang dalam bahasa Sanskerta-Kawi dianggap sebagai huruf vokal.<ref name="woodard"/>{{sfn|Poerwadarminta|1930|pp=11}} Ketika digunakan untuk bahasa selain Sanskerta, pelafalan keempat aksara ini sering kali bervariasi. Dalam perkembangan bahasa Jawa modern, hanya ''pa cerek'' dan ''nga lelet'' yang digunakan; ''pa cerek'' dilafalkan /rə/ (sebagaimana re dalam kata "remah") sementara ''nga lelet'' dilafalkan /lə/ (sebagaimana le dalam kata "lemah"). Dalam pengajaran modern, aksara ini sering kali dipisahkan dari aksara ''swara'' menjadi kategori sendiri yang disebut ''aksara gantèn''. Kedua aksara ini wajib digunakan untuk mengganti tiap kombinasi ra+''pepet'' (ꦫꦼ → ꦉ) serta la+''pepet'' (ꦭꦼ → ꦊ) tanpa terkecuali.{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=20}}
=== Konsonan tambahan ===
Terdapat beberapa aksara yang dalam perkembangannya dianggap sebagai konsonan. ''Pa cerek'', ''nga lelet'', dan ''nga lelet raswadi'' awalnya adalah konsonan-vokalik /r̥/, /l̥/, dan /l̥:/ yang muncul pada perkembangan awal aksara Jawa karena pengaruh [[bahasa Sanskerta]]. Ortografi kontemporer mengelompokkan ketiganya sebagai aksara konsonan<ref name=uni/> yang bernama ''ganten'' atau "pengganti", dengan bunyi masing-masing /ɽə/, /ɭə/, dan /ɭɤ/. Aksara ini didefinisikan sebagai aksara dengan vokal tetap yang menggantikan setiap kombinasi ''ra+pepet'' ({{jav|ꦫꦼ|18px|0}} menjadi {{jav|ꦉ|18px|0}}), ''la+pepet'' ({{jav|ꦭꦼ|18px|0}} menjadi {{jav|ꦊ|18px}}), dan ''la+pepet+tarung'' ({{jav|ꦭꦼꦴ|18px|0}} menjadi {{jav|ꦋ|18px}}).<ref name=TJ/> Karena sudah memiliki vokal tetap, ketiga aksara tersebut tidak dapat dipasangkan dengan tanda baca vokal.
 
==== ''Rékan'' ====
Konsonanan tambahan lain meliputi ''ka sasak'' dan ''ra agung''. ''Ka sasak'' merupakan penulisan tradisional bunyi /qa/ yang digunakan dalam [[bahasa Sasak]], sedangkan ''ra agung'' pernah digunakan oleh sejumlah penulis untuk nama orang yang dihormati, terutama anggota kerajaan.<ref name=uni/>
''Aksara rékan'' (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦫꦺꦏꦤ꧀) adalah aksara tambahan yang digunakan untuk menulis bunyi asing.{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=16-17}} Aksara ini pada awalnya dikembangkan untuk menuliskan kata serapan dari [[bahasa Arab]], kemudian diadaptasi untuk kata serapan dari [[bahasa Belanda]], dan dalam penggunaan kontemporer juga digunakan untuk menulis kata-kata [[bahasa Indonesia]] dan [[bahasa Inggris|Inggris]]. Sebagian besar aksara ''rékan'' dibentuk dengan menambahkan diakritik ''cecak telu'' pada aksara yang bunyinya dianggap paling mendekati dengan bunyi asing yang bersangkutan. Sebagai contoh, aksara ''rékan'' fa ꦥ꦳ dibentuk dengan menambahkan ''cecak telu'' pada aksara ''wyanjana'' pa ꦥ. Kombinasi ''wyanjana'' dan ekuivalen bunyi asing tiap ''rékan'' bisa jadi berbeda antarpenulis karena ketiadaan persetujuan bersama dan lembaga bahasa yang mengatur.
 
Terdapat lima aksara rekan menurut Padmasusastra<ref>{{cite book|url=https://www.sastra.org/index.php?option=com_content&view=article&id=2677&catid=53|title=Layang Carakan|last=Padmasusastra|year=1917|page=16|access-date=2021-02-10|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914035409/https://www.sastra.org/index.php?option=com_content&view=article&id=2677&catid=53|dead-url=no}}</ref> dan Dwijasewaya:<ref>{{cite book|url=https://www.sastra.org/index.php?option=com_content&view=article&id=2156&catid=53|title=Paramasastra Jawa|last=Dwijasewaya|year=1910|page=21|access-date=2021-02-10|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914035637/https://www.sastra.org/index.php?option=com_content&view=article&id=2156&catid=53|dead-url=no}}</ref> kha, dza, fa, za, dan gha, tetapi menurut Hollander, terdapat sembilan:<ref>{{cite book|url=https://commons.wikimedia.org/w/index.php?title=File:Handleiding_bij_de_beoefening_der_Javaansche_Taal_1886.pdf&page=13|title=Handleiding bij de beoefening der Javaansche Taal en Letterkunde|first=J J de|last=Hollander|place=Leiden|year=1886|publisher=Brill|page=3|access-date=2021-02-10|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914035429/https://commons.wikimedia.org/w/index.php?title=File:Handleiding_bij_de_beoefening_der_Javaansche_Taal_1886.pdf&page=13|dead-url=no}}</ref>
Kebanyakan bunyi yang asing dalam [[bahasa Jawa]] ditulis dengan tanda baca ''cecak telu'' ({{jav|꦳|18px|0}}) di atas aksara yang bunyinya mendekati.<ref name=uni/><ref name=ws/> Aksara semacam itu disebut sebagai ''aksara rekan'' atau "aksara rekaan", yang diklasifikan berdasarkan bahasa asalnya. ''Rekan'' paling umum berasal dari [[bahasa Arab]] dan [[bahasa Belanda]]. Terdapat pula dua jenis ''rekan'' lainnya yang digunakan untuk menulis [[bahasa Sunda]] dan kata serapan [[bahasa Tionghoa]].
{| class="wikitable" style="width:40%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:9060%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara Rékan''
|-style="text-align:center;"
!
! style="width: 55px;" |ḥa
! style="width: 55px;" |kha
! style="width: 55px;" |qa
! style="width: 55px;" |dza
! style="width: 55px;" |sya
! style="width: 55px;" |fa/va
! style="width: 55px;" |za
! style="width: 55px;" |gha
! style="width: 55px;" |'a
|-
| colspan="5" style="background:#ccf;! text-align:center;" |'''Aksara Tambahan'''Jawa
| align=center| [[Berkas:Rekan ha2.png|25px]]<br>ꦲ꦳
|-style="background:#f0f8ff; text-align:center;"
| align=center| [[Berkas:Rekan kha2.png|25px]]<br>ꦏ꦳
| colspan="3"|'''Ganten'''
| align=center| [[Berkas:Rekan qa2.png|25px]]<br>ꦐ{{ref label|kasak|1}}
| rowspan="2"|'''Ka sasak'''
| align=center| [[Berkas:Rekan dza2.png|25px]]<br>ꦢ꦳
| rowspan="2"|'''Ra agung'''
| align=center| [[Berkas:Rekan sya2.png|25px]]<br>ꦱ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan fa2.png|25px]]<br>ꦥ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan za2.png|25px]]<br>ꦗ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan gha2.png|25px]]<br>ꦒ꦳
| align=center| [[Berkas:Rekan 'a2.png|25px]]<br>ꦔ꦳
|-
! text-align:center;" |Abjad Arab
! Nga lelet
| align=center| {{lang|ar|ح}}
! Nga lelet Raswadi
| align=center| {{lang|ar|خ}}
! Pa cerek
| align=center| {{lang|ar|ق}}
| align=center| {{lang|ar|ذ}}
| align=center| {{lang|ar|ش}}
| align=center| {{lang|ar|ف}}
| align=center| {{lang|ar|ز}}
| align=center| {{lang|ar|غ}}
| align=center| {{lang|ar|ع}}
|-
| colspan="23" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
| align=center| {{jav|ꦊ|18px}}
<small>
| align=center| {{jav|ꦋ|18px}}
:{{note|kasak|1}} aksara "ka Sasak", aslinya hanya digunakan dalam penulisan [[bahasa Sasak]]
| align=center| {{jav|ꦉ|18px|0}}
</small>
| align=center| {{jav|ꦐ|18px|0}}
| align=center| {{jav|ꦬ|18px|0}}
|}
 
{| class="wikitable" style="width:40%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
=== Diakritik ===
Diakritik (''sandhangan'' ꦱꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀) adalah tanda yang melekat pada aksara untuk mengubah vokal inheren aksara yang bersangkutan. Sebagaimana aksara, diakritik Jawa juga dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok tergantung dari fungsi dan penggunaannya.
 
==== ''Swara'' ====
''Sandhangan swara'' (ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦱ꧀ꦮꦫ) adalah ''sandhangan'' yang digunakan untuk mengubah vokal inheren /a/ menjadi vokal lainnya, sebagaimana berikut:{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=19-24}}
{| class="wikitable" style="width:60%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Sandhangan Swara''
|- style="text-align: center"
!colspan=6| Pendek
!colspan=6| Panjang
|- style="text-align: center"
!style="width: 80px;" | -a
!style="width: 80px;" | -i
!style="width: 80px;" | -u
!style="width: 80px;" | -é{{ref label|1|1}}
!style="width: 80px;" | -o
!style="width: 80px;" | -e{{ref label|2|2}}
! style="width: 80px;" |-ā
! style="width: 80px;" |-ī
! style="width: 80px;" |-ū
! style="width: 80px;" |-ai{{ref label|3|3}}
! style="width: 80px;" |-au{{ref label|4|4}}
! style="width: 80px;" |-eu{{ref label|5|5}}
|- style="text-align: center"
| -
| [[Berkas:Sandangan wulu.png|30px]]<br> ꦶ
| [[Berkas:Sandangan suku.png|30px]]<br> ꦸ
| [[Berkas:Sandangan taling.png|30px]]<br> ꦺ
| [[Berkas:Sandangan taling-tarung.png|30px]]<br> ꦺꦴ
| [[Berkas:Sandangan pepet.png|30px]]<br> ꦼ
| [[Berkas:Sandangan tarung.png|30px]]<br> ꦴ
| [[Berkas:Sandangan wulu melik.png|30px]]<br> ꦷ
| [[Berkas:Sandangan suku mendut.png|30px]]<br> ꦹ
| [[Berkas:Sandangan dirga mure.png|30px]]<br> ꦻ
| [[Berkas:Sandangan dirga mure-tarung.png|30px]]<br> ꦻꦴ
| [[Berkas:Sandangan pepet-tarung.png|30px]]<br> ꦼꦴ
|-
| colspan="6" style="background:#ccf; text-align: center;" |'''Aksara Rekan'''-
| style="text-align: center" |wulu
| style="text-align: center" |suku
| style="text-align: center" |taling
| style="text-align: center" |taling-tarung
| style="text-align: center" |pepet
| style="text-align: center" |tarung
| style="text-align: center" |wulu melik
| style="text-align: center" |suku mendut
| style="text-align: center" |dirga muré
| style="text-align: center" |dirga muré-tarung
| style="text-align: center" |pepet-tarung
|- style="text-align: center"
! ka
! ki
! ku
! ké
! ko
! ke
! kā
! kī
! kū
! kai
! kau
! keu
|- style="text-align: center"
| ꦏ
| ꦏꦶ
| ꦏꦸ
| ꦏꦺ
| ꦏꦺꦴ
| ꦏꦼ
| ꦏꦴ
| ꦏꦷ
| ꦏꦹ
| ꦏꦻ
| ꦭꦻꦴ
| ꦏꦼꦴ
|-
| colspan="12" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
! kha
<small>
! dza
:{{note|1|1}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
! fa
:{{note|2|2}} /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat", bunyi bahasa Kawi yang tidak berasal dari Sanskerta
! va
Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Jawa modern:
! za
:{{note|3|3}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
! gha
:{{note|4|4}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au dalam kata "pantau"
:{{note|5|5}} bunyi bahasa Kawi yang tidak berasal dari Sanskerta, dalam kajian Kawi umum diromanisasi menjadi ö
</small>
|}
Sebagaimana aksara ''swara'', hanya ''sandhangan ''vokal pendek yang umumnya diajarkan dan digunakan dalam bahasa Jawa kontemporer, sementara ''sandhangan'' vokal panjang digunakan dalam penulisan bahasa Sanskerta dan Kawi.
 
==== ''Panyigeging wanda'' ====
''Sandhangan panyigeging wanda'' (ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦥꦚꦶꦒꦼꦒꦶꦁꦮꦤ꧀ꦢ) digunakan untuk menutup suatu suku kata dengan konsonan, sebagaimana berikut:{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=24-28}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Sandhangan Panyigeging Wanda''
|- style="text-align: center"
!style="width:80px;" | [[nasal]]{{ref label|panyangga|1}}
!style="width:80px;" | -ng
!style="width:80px;" | -r
!style="width:80px;" | -h
!style="width:80px;" | pemati{{ref label|pangkon|2}}
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Sandangan panyangga.png|30px]]<br> ꦀ
| [[Berkas:Sandangan cecak.png|30px]]<br> ꦁ
| [[Berkas:Sandangan layar.png|30px]]<br> ꦂ
| [[Berkas:Sandangan wignyan.png|30px]]<br> ꦃ
| [[Berkas:Sandangan pangkon.png|30px]]<br> ꧀
|-
| alignstyle="text-align: center|" {{jav|ꦏ꦳|18px}} panyangga
| alignstyle="text-align: center|" {{jav|ꦢ꦳|18px}} cecak
| style="text-align=: center" | {{jav|ꦥ꦳|18px|0}}layar
| style="text-align=: center" | {{jav|ꦮ꦳|18px|0}}wignyan
| style="text-align=: center" | {{jav|ꦗ꦳|18px|0}}pangkon
|- style="text-align: center"
| align=center| {{jav|ꦒ꦳|18px|0}}
! kam
! kang
! kar
! kah
! k
|- style="text-align: center"
| ꦏꦀ
| ꦏꦁ
| ꦏꦂ
| ꦏꦃ
| ꦏ꧀
|-
| colspan="6" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|panyangga|1}} umumnya hanya ditemukan dalam salinan lontar Bali untuk menuliskan kata keramat seperti ''[[om|ong]]'' ꦎꦀ
:{{note|pangkon|2}} tidak digunakan untuk suku kata tertutup yang terjadi di tengah kata atau kalimat (lihat [[#Pasangan|pasangan]])
|}
 
==== Vokal''Wyanjana'' ====
''Sandhangan wyanjana'' (ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦮꦾꦚ꧀ꦗꦤ) digunakan untuk menuliskan gugus konsonan dengan [[semivokal]] dalam satu suku kata, sebagaimana berikut:{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=29-32}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Sandhangan Wyanjana''
|- style="text-align: center"
!style="width:80px;"| -re
!style="width:80px;"| -y-
!style="width:80px;"| -r-
!style="width:80px;"| -l-
!style="width:80px;"| -w-
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Sandangan keret.png|30px]]<br> ꦽ
| [[Berkas:Sandangan pengkal.png|30px]]<br> ꦾ
| [[Berkas:Sandangan cakra2.png|30px]]<br> ꦿ
| [[Berkas:Sandangan panjingan la.png|30px]]<br> ꧀ꦭ
| [[Berkas:Sandangan gembung wa.png|30px]]<br> ꧀ꦮ
|-
| style="text-align: center" | ''keret''
| style="text-align: center" | ''pengkal''
| style="text-align: center" | ''cakra''
| style="text-align: center" | ''panjingan la''
| style="text-align: center" | ''gembung''
|- style="text-align: center"
! kre
! kya
! kra
! kla
! kwa
|- style="text-align: center"
| ꦏꦽ
| ꦏꦾ
| ꦏꦿ
| ꦏ꧀ꦭ
| ꦏ꧀ꦮ
|}
 
=== Pasangan ===
Vokal murni umumnya ditulis dengan aksara ''ha'' sebagai konsonan kosong dengan tanda baca yang sesuai.
Vokal inheren dari tiap aksara dasar dapat dimatikan dengan penggunaan diaktrik ''pangkon''. Akan tetapi, ''pangkon'' normalnya tidak digunakan di tengah kata atau kalimat, sehingga untuk menuliskan suku kata tertutup di tengah kata dan kalimat, digunakanlah bentuk ''pasangan'' (ꦥꦱꦔꦤ꧀). Berbeda dengan ''pangkon'', ''pasangan'' tidak hanya mematikan konsonan yang diiringinya tetapi juga menunjukkan konsonan selanjutnya. Sebagai contoh, aksara ''ma'' (ꦩ) yang diiringi bentuk ''pasangan'' dari ''pa'' (꧀ꦥ) menjadi ''mpa'' (ꦩ꧀ꦥ). Bentuk ''pasangan'' setiap aksara ada di tabel berikut:{{sfn|Everson|2008|pp=2}}
 
{| class="wikitable" style="width:60%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
| colspan="8"+ style="background:#ccf; text-align: center;" | ''Aksara''Aksara Suaradan ''Pasangan''
|-style="text-align:center;"
! colspan="2"|
! ha/a
! na
! ca
! ra
! ka
! da
! ta
! sa
! wa
! la
! pa
! dha
! ja
! ya
! nya
! ma
! ga
! ba
! tha
! nga
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan="2" style="width:10%; text-align:center;" |Nglegena
! align="center" | Aksara
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ha.png|30px]]<br>ꦲ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena na.png|30px]]<br>ꦤ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ca.png|30px]]<br>ꦕ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ra.png|30px]]<br>ꦫ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ka.png|30px]]<br>ꦏ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena da.png|30px]]<br>ꦢ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ta.png|30px]]<br>ꦠ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena sa.png|30px]]<br>ꦱ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena wa.png|30px]]<br>ꦮ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena la.png|30px]]<br>ꦭ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena pa.png|30px]]<br>ꦥ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda da.png|30px]]<br>ꦝ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ja.png|30px]]<br>ꦗ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ya.png|30px]]<br>ꦪ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena nya.png|30px]]<br>ꦚ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ma.png|30px]]<br>ꦩ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ga.png|30px]]<br>ꦒ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena ba.png|30px]]<br>ꦧ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena tha.png|30px]]<br>ꦛ
| align="center" |[[Berkas:Nglegena nga.png|30px]]<br>ꦔ
|-
! align="center" | Pasangan
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ha.png|30px]]<br> ꧀ꦲ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena na.png|30px]]<br> ꧀ꦤ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ca.png|30px]]<br> ꧀ꦕ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ra.png|30px]]<br> ꧀ꦫ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ka.png|30px]]<br> ꧀ꦏ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena da.png|30px]]<br> ꧀ꦢ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ta.png|30px]]<br> ꧀ꦠ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena sa.png|30px]]<br> ꧀ꦱ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena wa.png|30px]]<br> ꧀ꦮ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena la.png|30px]]<br> ꧀ꦭ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena pa.png|30px]]<br> ꧀ꦥ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena dha.png|30px]]<br> ꧀ꦝ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ja.png|30px]]<br> ꧀ꦗ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ya.png|30px]]<br> ꧀ꦪ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena nya.png|30px]]<br> ꧀ꦚ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ma.png|30px]]<br> ꧀ꦩ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ga.png|30px]]<br> ꧀ꦒ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena ba.png|30px]]<br> ꧀ꦧ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena tha.png|30px]]<br> ꧀ꦛ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan nglegena nga.png|30px]]<br> ꧀ꦔ
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan="2" style="width:10%; text-align:center;" |Murda
! align="center" |Aksara
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda na.png|30px]]<br>ꦟ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ca.png|30px]]<br>ꦖ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height ra agung.png|30px]]<br>ꦬ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ka.png|30px]]<br>ꦑ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ta.png|30px]]<br>ꦡ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda sa.png|30px]]<br>ꦯ
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda pa.png|30px]]<br>ꦦ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Murda nya.png|30px]]<br>ꦘ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ga.png|30px]]<br>ꦒ
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Murda ba.png|30px]]<br>ꦨ
!
!
! '''a'''
! '''i'''
! '''u'''
! '''é'''
! '''o'''
|-
|! stylealign="width:20%; text-align:center;" | '''Pendek'''Pasangan
|! align="center|" {{jav|ꦲ|18px}}
| align="center" |[[Berkas:Pasangan {{javmurda na.png|ꦲꦶ|18px}}{{ref|i|1}} 30px]]<br>ꦟ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda ca.png|30px]]<br> ꧀ꦖ{{javref label|ꦲꦸ1|18px1}}
| align="center" |[[Berkas:Pasangan {{javlain-lain ra agung.png|ꦲꦺ|18px}}30px]]<br> ꧀ꦬ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan {{javmurda ka.png|ꦲꦺꦴ|18px}}30px]]<br> ꧀ꦑ
! align="center" |
|}
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda ta.png|30px]]<br> ꧀ꦡ
Selain cara tersebut, terdapat juga aksara-aksara yang merepresentasikan vokal murni bernama ''aksara swara'' ({{Jav|ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​ꦱ꧀ꦮꦫ}}) atau "aksara suara" yang digunakan untuk menandakan sebuah nama, seperti halnya aksara ''murda''. Sebagai contoh, kata sifat "ayu" (cantik) ditulis dengan huruf ''ha'' ({{jav|ꦲꦪꦸ}}). Namun untuk menulis seseorang yang bernama Ayu, aksara suara digunakan untuk mencegah kerancuan ({{jav|ꦄꦪꦸ}}). Aksara suara juga digunakan untuk mengeja istilah bahasa asing, misalnya elemen [[Argon]] ({{jav|ꦄꦂꦒꦺꦴꦤ꧀}}).<ref name=ppaj/><ref name=TJ/> Aksara suara tidak dapat dijadikan sebagai aksara pasangan sehingga aksara ''sigegan'' yang terdapat di depannya harus dimatikan dengan pangkon. Walaupun demikian aksara suara dapat diberi [[#Sandhangan|sandhangan]] wignyan, layar, dan cecak.
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda sa.png|30px]]<br> ꧀ꦯ
 
! align="center" |
{| class="wikitable" style="width:60%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
! align="center" |
| colspan="8" style="background:#ccf; text-align:center;"|'''Aksara Suara'''
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda pa.png|30px]]<br> ꧀ꦦ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda nya.png|30px]]<br> ꧀ꦘ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda ga.png|30px]]<br> ꧀ꦓ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda ba.png|30px]]<br> ꧀ꦨ
!
!
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan="2" style="width:10%; text-align:center;" |Mahaprana
! align="center" | Aksara
! align="center" |
! align="center" |
!
! align="center" |
!
| align="center" |[[Berkas:Nglegena dha.png|30px]]<br>ꦣ
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana sa.png|30px]]<br>ꦰ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana dha.png|30px]]<br>ꦞ
| align="center" |[[Berkas:Mahaprana ja.png|30px]]<br>ꦙ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Uniform height Mahaprana tha.png|30px]]<br> ꦜ
! align="center" |
|-
! align="center" | Pasangan
! align="center" |
! align="center" |
!
! align="center" |
!
| align="center" |[[Berkas:Pasangan murda da.png|30px]]<br> ꧀ꦣ
! '''a'''
! align="center" |
! '''i'''
| align="center" |[[Berkas:Pasangan mahaprana sa.png|30px]]<br> ꧀ꦰ
! '''u'''
! colspanalign="2center" |'''é'''
! colspanalign="2center" |'''o'''
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan mahaprana dha.png|30px]]<br> ꧀ꦞ
| align="center" |[[Berkas:Pasangan mahaprana ja.png|30px]]<br> ꧀ꦙ
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Pasangan mahaprana tha.png|30px]]<br>꧀ꦜ
! align="center" |
|-
| colspan="23" style="widthbackground:20%#F8F8F8;font-size:small; text-align:center;left" | '''PendekCatatan'''
| align=center| {{jav|ꦄ|18px}}
| align=center| {{jav|ꦆ|18px}}{{ref|i|1}}
| align=center| {{jav|ꦈ|18px}}
| colspan="2" align=center| {{jav|ꦌ|18px}}
| colspan="2" align=center| {{jav|ꦎ|18px}}
|-style="length:20%;background:white;"
| style="width:20%; text-align:center;"| '''Panjang'''
| align=center| {{jav|ꦄꦴ|18px}}
| align=center| {{jav|ꦇ|18px}}
| align=center| {{jav|ꦈꦴ|18px}}
| colspan="2" align=center| {{jav|ꦍ|18px}}{{ref|ai|2}}
| colspan="2" align=center| {{jav|ꦎꦴ|18px|}}{{ref|au|2}}
|}
<small>
:&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; tanda bulat (◌) pada karakter bukanlah bagian dari ''pasangan'', tetapi mengindikasikan posisi aksara yang diiringinya
{{note|i|1}} Dalam teks tua, ''aksara swara i'' {{jav|ꦆ|14px|0}} digunakan untuk /i:/ panjang, sementara /i/ pendek menggunakan sebuah huruf yang sekarang dikenal sebagai ''i kawi'' {{jav|ꦇ|14px|0}}.<br>
:{{note|1|1}} kerap digunakan sebagai bagian dari [[#Pepadan|''pepadan'']] yang tidak memiliki fungsi fonetis
{{note|ai dan au|2}} Menjadi sebuah [[diftong]].
:{{note|2|2}} pasangan dalam tabel ini merupakan bentuk yang digunakan dalam penulisan Jawa modern. Beberapa aksara memiliki bentuk pasangan yang berbeda dalam penulisan Sanskerta-Kawi
</small>
|}
 
Contoh pemakaian pasangan dapat dilihat sebagaimana berikut:
== Sandhangan ==
{| class="wikitable" summary="reordering"
''Sandhangan'' ({{Java|ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀}}) adalah sejenis aksara yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan tanda diakritik yang selalu digunakan bersama dengan aksara dasar. Ada tiga macam sandhangan, yaitu sandhangan suara yang berfungsi untuk mengubah vokal huruf dasar, layaknya [[harakat]] pada [[abjad Arab]], ''sandhangan sesigeg'' ({{Java|ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦱꦼꦱꦶꦒꦼꦒ꧀}}, sandhangan akhir suku kata), dan ''sandhangan wyanjana'' ({{Java|ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦮꦾꦤ꧀ꦗꦤ}}, sandhangan tengah suku kata).<ref name=ppaj/>
|-
! colspan=10 scope="col" | komponen
! scope="col" | penulisan
! align="center" | keterangan
|- align="center"
| [[Berkas:Nglegena ha.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Nglegena ka.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Sandangan pangkon.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Nglegena sa.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Nglegena ra.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Kata aksara.png|80px|link=|alt=aksara]]
| align="left"| a + (ka + (pangkon + sa)) + ra → a + (ka + (pasangan sa)) + ra = a(ksa)ra
|- align="center"
| [[Berkas:Nglegena ka.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Nglegena na.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Sandangan pangkon.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:Nglegena tha.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| [[Berkas:sandangan wulu.png|30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| [[Berkas:Kata kanthi.png|40px|link=|alt=aksara]]
| align="left"| ka + (na + (pangkon + tha) + -i) → ka + (na + (pasangan tha) + -i) = ka(nthi)
|}
 
=== SwaraAngka ===
Aksara Jawa memiliki lambang bilangannya sendiri yang berlaku selayaknya [[angka Arab]], tetapi sebagian bentuknya memiliki rupa yang persis sama dengan beberapa aksara Jawa, semisal angka 1 ꧑ dengan aksara ''wyanjana'' ga ꦒ, atau angka 8 ꧘ dengan aksara ''murda'' pa ꦦ. Karena persamaan bentuk ini, angka yang digunakan di tengah kalimat perlu diapit dengan tanda baca ''pada pangkat'' atau ''pada lingsa'' untuk memperjelas fungsinya sebagai lambang bilangan. Semisal, "tanggal 17 Juni" ditulis ꦠꦁꦒꦭ꧀꧇꧑꧗꧇ꦗꦸꦤꦶ atau ꦠꦁꦒꦭ꧀꧈꧑꧗꧈ꦗꦸꦤꦶ. Pengapit ini dapat diabaikan apabila fungsi lambang bilangan sudah jelas dari konteks, misal nomor halaman di pojok kertas. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2008|pp=4}}{{sfn|Darusuprapta|2002|pp=44-45}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" |Angka
|- style="text-align: center"
! 0
! 1
! 2
! 3
! 4
! 5
! 6
! 7
! 8
! 9
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Angka 0.png|30px]]<br>꧐
| [[Berkas:Angka 1.png|30px]]<br>꧑
| [[Berkas:Angka 2.png|30px]]<br>꧒
| [[Berkas:Angka 3.png|30px]]<br>꧓
| [[Berkas:Angka 4.png|30px]]<br>꧔
| [[Berkas:Angka 5.png|30px]]<br>꧕
| [[Berkas:Angka 6.png|30px]]<br>꧖
| [[Berkas:Angka 7.png|30px]]<br>꧗
| [[Berkas:Angka 8.png|30px]]<br>꧘
| [[Berkas:Angka 9.png|30px]]<br>꧙
|}
 
=== Tanda baca ===
''Sandhangan swara'' ({{Java|ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦱ꧀ꦮꦫ}}) atau sandhangan vokal merupakan sandhangan yang paling umum. Terdapat sembilan ''sandhangan swara'', tetapi vokal tertentu perlu ditulis dengan lebih daripada satu sandhangan. Hal ini terjadi pada ''sandhangan tarung''. Sandhangan swara dapat digunakan bersama ''sandhangan wyanjana''.
Teks tradisional Jawa ditulis tanpa spasi antarkata (''[[scriptio continua]]'') dan memiliki sejumlah tanda baca yang disebut ''pada'' (ꦥꦢ).
 
Sebagai pemisah antar kalimat, aksara Jawa menggunakan pada lungsi (꧉) apabila suku kata terakhir terbuka (tidak ada pangkon), tetapi menggunakan pada lingsa (꧈) apabila suku kata terakhir tertutup (menggunakan pangkon). Sebaliknya, sebagai pemisah antar anak kalimat, aksara Jawa menggunakan pada lingsa (꧈) apabila suku kata terakhir tertutup, tetapi menggunakan pemisah spasi apabila suku kata terakhir terbuka. Peraturan penulisan ini berbeda dengan penggunaan titik dan koma pada penulisan Latin, dan tidak jarang tidak dipahami dengan baik oleh pengguna aksara Jawa.
{| class="wikitable" style="width:60%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
 
Selain itu, dalam aksara Jawa tidak memiliki padanan untuk tanda baca [[tanda tanya]], [[tanda seru]], [[tanda hubung]], simbol-simbol matematika (termasuk [[garis miring]]), dan [[titik koma]]. Oleh karena itu<!--terkait tanda tanya dan tanda seru-->, suatu kalimat yang ditulis dalam aksara Jawa dapat diketahui sebagai kalimat interogatif (tanya) atau imperatif (perintah) dari konteksnya saja.
 
Berbagai bentuk pada sebagaimana berikut:
{| class="wikitable" style="width:80%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Pada''
|-style="text-align: center"
! rowspan=2|''lingsa''
! rowspan=2|''lungsi''
! rowspan=2|''adeg''
! rowspan=2|''adeg-adeg''
! rowspan=2|''pisèlèh''
! rowspan=2|''rerenggan''
! rowspan=2|''pangkat''
! rowspan=2|''rangkap''
! colspan=5| surat
! colspan=2| koreksi
|-
!''andhap''
| colspan="8" style="background:#ccf; text-align:center;"|'''Sandhangan swara'''
!''madya''
!''luhur''
!''guru''
!''pancak''
!''tirta tumètès''
!''isèn-isèn''
|-style="text-align: center"
| [[Berkas:pada lingsa1.png|15px]]<br>꧈
| [[Berkas:pada lungsi1.png|15px]]<br>꧉
| [[Berkas:pada adeg2.png|15px]]<br>꧊
| [[Berkas:pada adeg-adeg.png|15px]]<br>꧋
| [[Berkas:pada piseleh kiri kanan.png|30px]]<br>꧌...꧍
| [[Berkas:Pada rerenggan kiri kanan.png|55px]]<br>꧁...꧂
| [[Berkas:pada pangkat1.png|12px]]<br>꧇
| [[Berkas:pada rangkep.png|15px]]<br>ꧏ
| [[Berkas:pada surat andhap.png|40px]]<br>꧃
| [[Berkas:pada surat madya.png|40px]]<br>꧄
| [[Berkas:pada surat luhur.png|40px]]<br>꧅
| [[Berkas:pada guru1.png|32px]]<br>꧋꧆꧋
| [[Berkas:pada pancak1.png|32px]]<br>꧉꧆꧉
| [[Berkas:Pada tirta tumetes tiga.png|35px]]<br>꧞꧞꧞
| [[Berkas:Pada tirta isen-isen tiga.png|35px]]<br>꧟꧟꧟
|}
Dalam pengajaran modern, tanda baca yang paling sering digunakan adalah ''pada adeg-adeg'', ''pada lingsa'', dan ''pada lungsi'', yang masing-masing berfungsi untuk membuka paragraf (sebagaimana ''[[pillcrow]]''), memisahkan kalimat (sebagaimana [[koma (tanda baca)|koma]]), dan mengakhiri kalimat (sebagaimana [[tanda titik|titik]]). ''Pada adeg'' dan ''pada pisèlèh'' umumnya digunakan untuk mengapit sisipan di tengah teks seperti [[tanda kurung|kurung]] atau [[tanda petik|petik]], sementara ''pada pangkat'' berfungsi seperti [[titik dua]]. ''Pada rangkap'' kadang digunakan sebagai [[iteration mark|tanda pengulangan kata]] yang dalam bahasa Indonesia informal setara dengan penggunaan angka 2 untuk kata [[Reduplikasi|berulang]] (misal ''kata-kata'' ꦏꦠꦏꦠ → ''kata2'' ꦏꦠꧏ).{{sfn|Everson|2008|pp=4-5}}
 
Beberapa tanda baca tidak memiliki ekivalen dalam ejaan latin dan sering kali bersifat dekoratif, karena itu bentuk dan penggunaannya cenderung bervariasi antarpenulis, semisal ''rerenggan'' yang kadang digunakan untuk mengapit judul. Dalam surat-menyurat, seperangkat tanda baca digunakan di awal surat sebagai tanda pembuka dan kadang digunakan pula sebagai penanda status sosial dari sang pengirim surat; dari ''pada andhap'' yang rendah, ''pada madya'' yang menengah, hingga ''pada luhur'' yang tinggi. ''Pada guru'' kadang digunakan sebagai pilihan netral yang tidak memiliki konotasi sosial, sementara ''pada pancak'' digunakan untuk mengakhiri surat. Namun perlu diperhatikan bahwa bentuk dan fungsi ini merupakan kaidah yang digeneralisasi. Sebagaimana ''rerenggan'', tanda baca pemulai dan pengakhir surat dalam prakteknya bersifat dekoratif dan opsional, dengan beragam susunan bentuk yang bervariasi antara daerah dan juru tulis.{{sfn|Everson|2008|pp=4-5}}
 
Ketika terjadi kesalahan dalam penulisan naskah, beberapa juru tulis keraton menggunakan tanda koreksi khusus alih-alih mencoret bagian yang salah: ''tirta tumétès'' yang ditemukan di naskah-naskah Yogyakarta, dan ''isèn-isèn'' yang ditemukan di naskah Surakarta. Tanda koreksi ini langsung dibubuhkan mengikuti bagian yang salah sebelum penulis melanjutkan dengan penulisan yang benar. Semisal seorang juru tulis ingin menulis ''pada luhur'' ꦥꦢꦭꦸꦲꦸꦂ namun terlanjur menulis ''pada hu'' ꦥꦢꦲꦸ sebelum ia sadar kesalahannya, maka kata ini dapat dikoreksi menjadi ''pada hu···luhur'' ꦥꦢꦲꦸ꧞꧞꧞ꦭꦸꦲꦸꦂ atau ꦥꦢꦲꦸ꧟꧟꧟ꦭꦸꦲꦸꦂ.{{sfn|Everson|2008|pp=5}}
 
==== ''Pepadan'' ====
Selain tanda baca biasa, salah satu ciri khas penulis aksara Jawa adalah ''pepadan'' (ꦥꦼꦥꦢꦤ꧀), yakni seperangkat tanda baca penanda sajak yang bentuk dan pengerjaannya sering kali memiliki nilai artisik tinggi. Beberapa bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | ''Pepadan''
|-
! colspan=2 style="text-align: center"| pada kecil
!
! colspan=3 style="text-align: center"| pada besar
! '''a'''
! '''i'''
! '''u'''
! '''e'''
! '''é'''
! <!--colspan="2" -->|'''o'''
! '''eu'''
|-
| style="width:20%; text-align: center;"|[[Berkas:Pepadan '''Pendek'''from serat jayalengkara 9r.jpg|210px]]
| style="text-align: center"|[[Berkas:Pepadan from babad mataram 10r.jpg|210px]]
| align=center| {{jav||18px}}<br>
| style="text-align: center"|[[Berkas:Pepadan from serat jayalengkara 24r.jpg|210px]]
| align=center| {{jav|◌ꦶ|18px}}<br>wulu
| style="text-align: center"|[[Berkas:Pepadan from serat selarasa 44r.jpg|210px]]
| align=center| {{jav|◌ꦸ|18px}}<br>suku{{ref|suku|1}}
| style="text-align: center"|[[Berkas:Pepadan from jatikusuma 50v.jpg|210px]]
| align=center| {{jav|◌ꦼ|18px}}<br>pepet{{ref|pepet|2}}
| align=center| {{jav|◌ꦺ|18px}}<br>taling
| align=center| {{jav|◌ꦺꦴ|18px}}<br>taling tarung
| align=center| {{jav|◌ꦵ|18px}}<br>tolong{{ref|tolong|3}}
|-
| style="width:20%; text-align:center;"| '''Panjang'''
| align=center| {{jav|◌ꦴ|18px}}<br>tarung
| align=center| {{jav|◌ꦷ|18px}}<br>wulu melik
| align=center| {{jav|◌ꦹ|18px}}<br>suku mendhut{{ref|suku|1}}
| align=center| {{jav|◌ꦼꦴ|18px}}<br>pepet-tarung{{ref|eu|3}}
| align=center| {{jav|◌ꦻ|18px}}<br>dirga mure{{ref|ai|4}}
| align=center| {{jav|◌ꦻꦴ|18px}}<br>dirga mure tarung{{ref|au|4}}
| align=center| {{jav|ꦼꦴ|18px}}<br>dirga mutak
|-
| colspan=2 rowspan=2 style="text-align: center"| [[Berkas:Pada surat luhur.png|40px]]<br>꧅
| colspan=3 rowspan=2 style="text-align: center"| [[Berkas:Pada tembang purwa.png|120px]]<br>꧅ ꦧ꧀ꦖ ꧅
|}
Perangkat tanda baca ''pepadan'' dapat dikenal dengan berbagai nama dalam teks-teks tradisional. Behrend (1996) membagi ''pepadan'' ke dalam dua kelompok umum: ''pada kecil'' yang merupakan tanda baca tunggal, serta ''pada besar'' yang sering kali disusun berderet dari beberapa tanda baca. ''Pada kecil'' digunakan untuk menandakan pergantian [[bait (sastra)|bait]] yang biasanya muncul setiap 32 hingga 48 suku kata tergantung [[metrum]] yang digunakan. ''Pada besar'' digunakan untuk menandakan pergantian [[tembang]] (diikuti pula oleh metrum, [[irama]], dan citra pelantunan) yang biasanya muncul tiap 5 hingga 10 halaman, meski hal ini sangat tergantung dari susunan naskah yang bersangkutan.{{sfn|Behrend|1996|pp=188}} Pedoman penulisan aksara Jawa sering kali membagi pada besar menjadi tiga jenis pada, ''purwa pada'' ꧅ ꦧ꧀ꦖ ꧅ yang digunakan di awal tembang pertama, ''madya pada'' ꧅ ꦟ꧀ꦢꦿ ꧅ yang digunakan di pergantian tembang, dan ''wasana pada'' ꧅ ꦆ ꧅ yang digunakan di penutup tembang terakhir.{{sfn|Everson|2008|pp=4-5}} Namun karena bentuknya yang sangat bervariasi antarnaskah, tiga tanda baca ini sering kali melebur dan dianggap satu dalam praktek penulisan sebagian besar naskah Jawa.{{sfn|Behrend|1996|pp=190}}
<small>
 
{{note|suku|1}} Pasangan ka, ta, dan la, yang menempel dengan ''suku'' dan ''suku mendhut'' berubah bentuknya menjadi aksara dasar.<br>
''Pepadan'' adalah elemen aksara yang paling menonjol dalam naskah Jawa dan hampir selalu ditulis dengan kemampuan artisik tinggi yang meliputi kaligrafi, pewarnaan, hingga [[penyepuhan]] dengan [[kertas emas]].{{sfn|Behrend|1996|pp=189-190}} Dalam sejumlah naskah mewah, bentuk ''pepadan'' bahkan bisa menjadi petunjuk untuk tembang yang digunakan; ''pepadan'' dengan elemen sayap atau figur burung yang menyerupai gagak (''dhandhang'' dalam bahasa Jawa) merujuk pada tembang ''dhandhanggula'', sementara ''pepadan'' dengan elemen ikan mas merujuk pada tembang ''maskumambang'' (secara harfiah berarti "emas mengambang di air"). Salah satu pusat penulisan naskah dengan gubahan ''pepadan'' yang paling indah adalah [[skriptorium]] [[Kadipaten Pakualaman]] di Yogyakarta.{{sfn|Behrend|1996|pp=190}}<ref>{{cite book|title=Naskah-naskah Skriptorium Pakualaman|first=Sri Ratna|last=Saktimulya|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|place=Jakarta|year=2016|isbn=602424228X}}</ref>
{{note|pepet|2}} Aksara 'ra' dan 'la' tidak dapat dipasangkan dengan ''pepet'' (lihat bagian konsonan tambahan).<br>
 
{{note|tolong|3}} Hanya digunakan pada penulisan Sunda.<ref name=TJ/><br>
== Pengurutan ==
{{note|ai|4}} Menjadi sebuah [[diftong]].
Aksara Jawa modern umum diurutkan menggunakan deret Hanacaraka yang dinamakan berdasarkan lima aksara pertama dalam deret tersebut.{{efn|Setara dengan kata "alfabet" yang berasal dari nama dua huruf pertama dalam [[alfabet Yunani]] (A-B, alfa-beta) serta kata "abjad" yang berasal dari empat huruf pertama dalam [[abjad Arab]] (ا-ب-ج-د, alif-ba-jim-dal).}} Dalam urutan tersebut, ke-20 aksara dasar yang digunakan dalam bahasa Jawa modern membentuk sebuah [[pangram]] yang sering kali dikaitkan dengan legenda [[Aji Saka]].{{sfn|Robson|2011|pp=13-14}}{{sfn|Rochkyatmo|1996|pp=8-11}}<!--Terdapat pula berbagai versi dan legenda lainnya mengenai asal-usul legendaris hanacaraka, misal pada ''Serat Manik Maya'', asal-usul hanacaraka dikaitkan ke seorang tokoh bernama Empu Sangkaadi.{{sfn|Robson|2011|pp=13-14}}<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=2W25AAAAIAAJ&q=Javaansch+Leesboek&dq=Javaansch+Leesboek&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjFxsG_7KDpAhVBJHIKHTeWAK4Q6AEIbzAI|title=Javaansch Leesboek: vier verhalen uit de oudere Javaansche letterkunde
</small>
|year=1937|publisher=H.J. Paris|place=Amsterdam|first=M|last=Prijohoetomo|page=3, 10}}</ref>--> Asal-usul deret ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi deret Hanacaraka diperkirakan telah digunakan oleh masyarakat Jawa setidaknya sejak abad ke-15 ketika ranah Jawa mulai menerima pengaruh Islam yang signifikan.{{sfn|Everson|2008|pp=5-6}}<ref>{{cite journal|last=Ricci|first=Ronit|journal=Itinerario|volume=39|issue=03|date=Desember 2015|publisher=Leiden|doi=10.1017/S0165115315000868|title=Reading a History of Writing: heritage, religion and script change in Java|url=https://www.academia.edu/41523387/Reading_a_History_of_Writing_heritage_religion_and_script_change_in_Java|page=424|access-date=2020-06-18|archive-date=2023-09-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20230928054116/https://www.academia.edu/41523387/Reading_a_History_of_Writing_heritage_religion_and_script_change_in_Java|dead-url=no}}</ref> Terdapat berbagai macam tafsiran mengenai makna filosofis dan esoteris yang konon terkandung dalam urutan hanacaraka.{{sfn|Rochkyatmo|1996|pp=35-41}}{{sfn|Rochkyatmo|1996|pp=51-58}}
 
{| class="wikitable" style="width:80%;"
=== Sesigeg ===
|+ ''Deret Hanacaraka''
''Sandhangan sesigeg'' terdiri dari ''panyangga'', ''[[cecak (aksara Jawa)|cecak]]'', ''[[wignyan]]'', dan layar. Mereka memiliki fungsi yang sama seperti halnya karakter [[Devanagari]] [[candrabindu]], [[anuswara]], dan [[wisarga]].<ref name=uni/> Sandhangan sesigeg boleh digunakan bersama dengan sandhangan suara.
|-style="text-align:center;"
{| class="wikitable" style="width:30%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
|[[Berkas:Hanacaraka legend 1.png|200px]]
|[[Berkas:Hanacaraka legend 2.png|200px]]
|[[Berkas:Hanacaraka legend 3.png|200px]]
|[[Berkas:Hanacaraka legend 4.png|200px]]
|-
| align=center| {{java|ꦲꦤꦕꦫꦏ}}
| colspan="4" style="background:#ccf; text-align:center;"|'''Sandhangan Sesigeg'''
| align=center| {{java|ꦢꦠꦱꦮꦭ}}
| align=center| {{java|ꦥꦝꦗꦪꦚ}}
| align=center| {{java|ꦩꦒꦧꦛꦔ}}
|-
| align=center| ''(h)ana caraka''<br>ada dua utusan
! -m
| align=center| ''data sawala''<br>yang berselisih pendapat
! -ng
| align=center| ''padha jayanya''<br>sama kuatnya
! -h
| align=center| ''maga bathanga''<br>inilah mayat mereka
! -r
|-
| align=center| {{jav|ꦀ|18px|0}}<br>panyangga {{ref|panyangga|1}}
| align=center| {{jav|ꦁ|18px|0}}<br>cecak{{ref|cecak|2}}/<br />umatyaka
| align=center| {{jav|ꦃ|18px|0}}<br>wignyan
| align=center| {{jav|ꦂ|18px|0}}<br>layar
|}
<small>
{{note|panyangga|1}} ''Panyangga'' umumnya hanya digunakan untuk simbol suci Hindu {{jav|ꦎꦴꦀ|14px}}[[Om]]<ref name=TJ>Wihananto, R.S. Panduan Fonta Unicode Aksara Jawa (download PDF [https://sites.google.com/site/jawaunicode/unduh di sini])</ref>.<br>
{{note|cecak|2}} Posisi sedikit berubah apabila digunakan bersama dengan ''wulu'' dan ''pepet''. ''Cecak'' berada di sebelah kanan ''wulu'' dan ditulis di dalam ''pepet''<br>
</small>
 
Deret hanacaraka bukanlah satu-satunya cara untuk mengurutkan aksara Jawa. Untuk penulisan bahasa [[Sanskerta]] dan [[bahasa Kawi|Kawi]] yang memerlukan 33 aksara dasar, aksara Jawa dapat diurutkan berdasarkan [[fonologi|tempat pelafalannya]] (''warga'') menurut prinsip fonologi Sanskerta yang pertama kali dijabarkan oleh [[Pāṇini]].<ref name="mardikawi"/>{{sfn|Everson|2008|pp=5-6}} Deret ini, yang kadang disebut deret Kaganga berdasarkan tiga aksara pertamanya, merupakan deret standar dalam aksara-aksara turunan [[aksara Brahmi|Brahmi]] yang masih bisa digunakan untuk menulis bahasa Sanskerta, seperti aksara [[Devanagari|Dewanagari]], [[aksara Tamil|Tamil]], dan [[aksara Khmer|Khmer]].
=== Wyanjana ===
''Sandhangan wyanjana'' [[cakra (aksara Jawa)|cakra]], [[cakra keret]], dan [[pengkal]] berfungsi untuk membentuk gugus konsonan -ra, -re, dan -ya (misalnya "kra", "kre", dan "kya"). Ketiga sandhangan ini awalnya adalah pasangan dari aksara ra, pa cerek, dan ya sebelum dikhususkan menjadi sandhangan tersendiri dalam ortografi Jawa modern.
 
{| class="wikitable" style="width:80%;"
Sebagai sebuah pasangan, sandhangan wyanjana bersamaan dengan pasangan wa memiliki sifat ''panjingan'' ({{Java|ꦥꦚ꧀ꦗꦶꦁꦔꦤ꧀|18px}}), yaitu pasangan yang dapat menempel pada pasangan lain membentuk tiga tumpuk aksara.
|+ ''Deret Sanskerta (Kaganga)''
|-style="text-align:center;"
! colspan="5"|''Pancawalimukha''
! rowspan=3|[[Semivokal|''Ardhasuara'']]
! rowspan=3|[[Sibilan|''Ūṣma'']]
! rowspan=3|[[Konsonan celah suara|''Wisarga'']]
|-style="text-align:center;"
! [[Konsonan langit-langit belakang|''Kaṇṭya'']]
! [[Konsonan langit-langit|''Tālawya'']]
! [[Konsonan tarik-belakang|''Mūrdhanya'']]
! [[Konsonan gigi|''Dantya'']]
! [[Konsonan bibir|''Oṣṭya'']]
|-style="text-align:center;"
|[[Berkas:Labiaal.svg|95px]]
|[[Berkas:Dentaal.svg|95px]]
|[[Berkas:Retroflex.svg|95px]]
|[[Berkas:Palataal.svg|95px]]
|[[Berkas:Velaar.svg|95px]]
|-
| align=center| {{java|ꦏꦑꦒꦓꦔ}}
| align=center| {{java|ꦕꦖꦗꦙꦚ}}
| align=center| {{java|ꦛꦜꦝꦞꦟ}}
| align=center| {{java|ꦠꦡꦢꦣꦤ}}
| align=center| {{java|ꦥꦦꦧꦨꦩ}}
| align=center| {{java|ꦪꦫꦭꦮ}}
| align=center| {{java|ꦯꦰꦱ}}
| align=center| {{java|ꦲ}}
|-
| align=center| ka kha ga gha nga
| align=center| ca cha ja jha nya
| align=center| ṭa ṭha ḍa ḍha ṇa
| align=center| ta tha da dha na
| align=center| pa pha ba bha ma
| align=center| ya ra la wa
| align=center| śa ṣa sa
| align=center| ha
|}
 
== Contoh teks ==
{| class="wikitable" style="width:30%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
Berikut adalah cuplikan ''[[Serat katuranggan kucing|Serat Katuranggan Kucing]]'' yang dicetak pada tahun 1871 dengan bahasa dan ejaan Jawa modern.<ref name="gb">[https://books.google.co.id/books?id=BfRhOG2SfNoC&pg=PP7&hl=id&source=gbs_toc_r&cad=2#v=onepage&q&f=false ''Serat Katoerangganing ning Koetjing'' ({{script/Java|ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦏꦠꦸꦫꦁꦒꦤ꧀ꦤꦶꦁꦏꦸꦠ꧀ꦕꦶꦁ}})], diterbitkan oleh Percetakan GCT Van Dorp & Co di Semarang, tahun 1871. Pindaian Google Books dari koleksi Perpustakaan Nasional Belanda, No 859 B33.</ref>
{| class="wikitable"
|-
|! colspanrowspan="3"2 style="background:#ccf; text-align: center;"|'''Sandhangan Wyanjana''' Pada
! colspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Jawa
! rowspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Indonesia
|-
! style="text-align: center"| Aksara Jawa
! -ra-
! style="text-align: center"| Latin
! -re-
! -ya-
|-
| style="text-align=: center|" {{jav|ꦿ|18px|0}}<br>cakra {{ref|cakra|1}}7
| {{script/Java|꧅ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦱꦶꦫꦔꦶꦔꦸꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ ꦲꦮꦏ꧀ꦏꦺꦲꦶꦉꦁꦱꦢꦪ꧈ ꦭꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦶꦮꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦁꦥꦸꦠꦶꦃ꧈ ꦊꦏ꧀ꦱꦤꦤ꧀ꦤꦶꦫꦥꦿꦪꦺꦴꦒ꧈ ꦲꦫꦤ꧀ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦏꦿꦲꦶꦤꦤ꧀‍꧈ ꦠꦶꦤꦼꦏꦤꦤ꧀ꦱꦱꦼꦢꦾꦤ꧀ꦤꦶꦥꦸꦤ꧀‍꧈ ꦪꦺꦤ꧀ꦧꦸꦟ꧀ꦝꦼꦭ꧀ꦭꦁꦏꦸꦁꦲꦸꦠꦩ꧈ }}
| align=center| {{jav|ꦽ|18px}}<br>keret
| ''Lamun sira ngingu kucing, awaké ireng sadaya, lambung kiwa tèmbong putih, leksanira prayoga, aran wulan krahinan, tinekanan sasedyanira ipun, yèn bundhel langkung utama''
| align=center| {{jav|ꦾ|18px}}<br>pengkal
| Kucing yang berwarna hitam semua tetapi perut sebelah kirinya terdapat tèmbong (bercak) putih disebut wulan krahinan. Kucing ini membawa kebaikan berupa tercapainya semua keinginan. Lebih baik jika ekornya buṇḍel (membulat).
|-
| style="text-align: center" | 8
| {{script/Java|꧅ꦲꦗꦱꦶꦫꦔꦶꦔꦸꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ ꦭꦸꦫꦶꦏ꧀ꦲꦶꦉꦁꦧꦸꦤ꧀ꦠꦸꦠ꧀ꦥꦚ꧀ꦗꦁ꧈ ꦥꦸꦤꦶꦏꦲꦮꦺꦴꦤ꧀ꦭꦩꦠ꧀ꦠꦺ꧈ ꦱꦼꦏꦼꦭꦤ꧀ꦱꦿꦶꦁꦠꦸꦏꦂꦫꦤ꧀‍꧈ ꦲꦫꦤ꧀ꦝꦣꦁꦱꦸꦁꦏꦮ꧈ ꦥꦤ꧀ꦲꦢꦺꦴꦃꦫꦶꦗꦼꦏꦶꦤꦶꦥꦸꦤ꧀‍꧈ ꦪꦺꦤ꧀ꦧꦸꦟ꧀ꦝꦼꦭ꧀ꦤꦺꦴꦫꦔꦥꦲ꧈}}
| ''Aja sira ngingu kucing, lurik ireng buntut panjang, punika awon lamaté, sekelan sring tukaran, aran dhadhang sungkawa, pan adoh rijeki nipun, yèn bundhel nora ngapa''
| Kucing dengan bulu lurik hitam berekor panjang jangan dipelihara. Kucing itu disebut dhadhang sungkawa. Kehidupanmu akan sering bertengkar dan jauh dari rizki. Apabila ekornya buṇḍel, maka tidak masalah.
|}
<small>
{{note|cakra|1}} ''Cakra'' aslinya terpisah dari aksara, tetapi lebih umum ditulis menyambung dengan bagian depan aksara seperti pada contoh di atas.
</small>
 
Berikut adalah cuplikan dari ''[[Kakawin Ramayana|Kakawin Rāmāyaṇa]]'' yang dicetak pada tahun 1900 dengan bahasa dan ejaan Kawi.<ref>{{cite book|first=Hendrik|last=Kern|year=1900|title=Rāmāyaṇa Kakawin. Oudjavaansch heldendicht|place=’s Gravenhage|publisher=Martinus Nijhoff}}</ref><ref>{{cite book|last=Santoso|first=Soewito|year=1980|url=https://archive.org/details/RamayanaKakawinVol.2/page/n111/mode/2up|title=Rāmāyaṇa Kakawin|volume=II|p=398|publisher=International Academy of Indian Culture|location=New Delhi}}</ref>
== Pangkon dan pasangan ==
{| class="wikitable" style="margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
|-
! '''Pangkon'''
! rowspan=2 style="text-align: center"| Pada
! colspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Jawa
! rowspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Indonesia
|-
! style="text-align: center"| Aksara Jawa
! style="text-align: center"| Latin
|-
| style="text-align=: center|" {{jav|꧀|18px}} XVI<hr>31
| {{script/Java|꧅ꦗꦲ꧀ꦤꦷꦪꦴꦲ꧀ꦤꦶꦁꦠꦭꦒꦏꦢꦶꦭꦔꦶꦠ꧀꧈ ꦩꦩ꧀ꦧꦁꦠꦁꦥꦴꦱ꧀ꦮꦸꦭꦤꦸꦥꦩꦤꦶꦏꦴ꧈ ꦮꦶꦤ꧀ꦠꦁꦠꦸꦭꦾꦁꦏꦸꦱꦸꦩꦪꦱꦸꦩꦮꦸꦫ꧀꧈ ꦭꦸꦩꦿꦴꦥ꧀ꦮꦺꦏꦁꦱꦫꦶꦏꦢꦶꦗꦭꦢ꧉}}
| ''Jahnī yāhning talaga kadi langit, mambang tang pās wulan upamanikā, wintang tulya ng kusuma ya sumawur, lumrā pwekang sari kadi jalada.''
| Air jernih telaga bagaikan langit, seekor kura-kura mengambang di dalamnya bagai bulan, bintangnya adalah bunga-bunga yang bertebaran, menyebarkan sarinya bagaikan awan.
|}
''Pangkon'' ({{Java|ꦥꦁꦏꦺꦴꦤ꧀|18px}}) memiliki fungsi yang sama seperti halnya [[virama]] dalam [[aksara Brahmi]] lain, yakni membentuk konsonan akhir dengan menghilangkan vokal inheren suatu huruf dasar. Namun ''pangkon'' tidak boleh digunakan untuk konsonan akhir -r, -h, dan -ng karena ketiganya dapat ditulis dengan tanda baca tersendiri. Misal, konsonan akhir -r ditulis dengan ''layar'', tidak boleh dengan ''ra'' dan ''pangkon''.
 
== Perbandingan dengan aksara Bali ==
''Pangkon'' juga hanya boleh dipakai di akhir kalimat, dan apabila aksara mati terjadi di tengah kalimat, aksara tersebut perlu ditempeli dengan ''pasangan''. Misal, aksara ''na'' yang dipasangkan dengan ''pasangan da'', akan dibaca ''nda'' ({{jav|ꦤ꧀ꦢ|18px}}).<ref name=uni/> Pasangan dianggap sebagai varian dari glif aksara dasar, karena itu suatu aksara dan ''pasangan''-nya memiliki kode unicode yang sama. Pasangan akan terbentuk apabila aksara didahului oleh pangkon, misalnya ''pasangan da'' yang diketik dengan ''pangkon'' lalu ''da,'' menghasilkan {{jav|ꦤ꧀ꦢ}}.
Kerabat paling dekat dari aksara Jawa adalah [[aksara Bali]]. Sebagai keturunan langsung [[aksara Kawi]], aksara Jawa dan Bali masih memiliki banyak kesamaan dari segi struktur dasar masing-masing huruf. Salah satu perbedaan mencolok antara aksara Jawa dan Bali adalah sistem tata tulis; Tata tulis Bali cenderung bersifat konservatif dan mempertahankan banyak aspek dari ejaan Kawi yang tidak lagi digunakan dalam aksara Jawa. Sebagai contoh, kata ''desa'' dalam aksara Jawa kini ditulis ꦢꦺꦱ. Dalam tata tulis Bali kontemporer, ejaan ini dianggap sebagai ejaan kasar atau kurang tepat, karena ''desa'' adalah kosakata serapan Sanskerta yang seharusnya dieja sesuai pengucapan Sanskerta aslinya: ''deśa'' ꦢꦺꦯ, menggunakan aksara sa ''murda'' alih-alih aksara sa ''nglegena''. Seperti bahasa Jawa, [[bahasa Bali]] juga tidak lagi membedakan pelafalan seluruh aksara dalam deret Sanskerta-Kawi, termasuk antara sa ''nglegena'' dan sa ''murda'', tetapi ejaan asli selalu dipertahankan kapan pun memungkinkan. Salah satu alasannya agar sejumlah kata serapan dari bahasa Sanskerta-Kawi [[homofon|yang bunyinya sama]] dalam bahasa Bali dapat tetap dibedakan dalam tulisan, misal antara kata ''pada'' (ꦥꦢ, tanah/bumi), ''pāda'' (ꦥꦴꦢ, kaki), dan ''padha'' (ꦥꦣ, sama), serta antara kata ''asta'' (ꦲꦱ꧀ꦠ, adalah), ''astha'' (ꦲꦱ꧀ꦡ, tulang), dan ''aṣṭa'' (ꦄꦰ꧀ꦛ, delapan).<ref>{{cite book|last=Tinggen|first=I Nengah|year=1993|title=Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali|place=Singaraja|publisher=UD. Rikha|page=7}}</ref><ref>{{cite book|last=Medra|first=I Nengah|title=Pedoman Pasang Aksara Bali|place=Denpasar|publisher=Dinas Kebudayaan Pemerintah Daerah Tingkat I Bali|year=1998|url=http://www.babadbali.com/aksarabali/books/tobacaan.htm|page=44|access-date=2020-05-21|archive-date=2023-09-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20230928054059/http://www.babadbali.com/aksarabali/books/tobacaan.htm|dead-url=no}}</ref><ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=fqRkAAAAMAAJ&dq=kamus+inggris+bali+indonesia&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjUuJ3l66XpAhVIbSsKHYplDocQ6AEIKzAA|title=Kamus Inggris, Bali, Indonesia|first=I Gusti Made |last=Sutjaja|year=2006|publisher=Lotus Widya Suari bekerjasama dengan Penerbit Univ. Udayana|isbn=9798286855}}</ref>
 
Perbandingan bentuk kedua aksara tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut:
Pasangan dapat diberi ''sandhangan'', seperti halnya aksara dasar, dengan beberapa pengecualian pada penempatan. Sandhangan yang berada di atas diletakkan di atas aksara dasar, sementara sandhangan yang berada di bawah diletakkan di bawah pasangan. Sandhangan yang berada sebelum dan/atau sesudah aksara dipasang segaris dengan aksara. Sebuah aksara hanya boleh ditempel dengan satu pasangan, atau satu pasangan dengan satu ''panjingan''.
 
{| class="wikitable"
Tatacara penulisan Jawa Hanacaraka tidak mengenal spasi ([[''Scriptio continua'']]), sehingga penggunaan pasangan dapat memperjelas kluster kata.
|+ style="text-align: center;" | Aksara Dasar (konsonan)
|-style="text-align:center;"
!
! ka
! kha
! ga
! gha
! nga
! ca
! cha
! ja
! jha
! nya
! ṭa
! ṭha
! ḍa
! ḍha
! ṇa
! ta
! tha
! da
! dha
! na
! pa
! pha
! ba
! bha
! ma
! ya
! ra
! la
! wa
! śa
! ṣa
! sa
! ha/a
|-
! text-align:center;" |Jawa
| align=center| ꦏ
| align=center| ꦑ
| align=center| ꦒ
| align=center| ꦓ
| align=center| ꦔ
| align=center| ꦕ
| align=center| ꦖ
| align=center| ꦗ
| align=center| ꦙ
| align=center| ꦚ
| align=center| ꦛ
| align=center| ꦜ
| align=center| ꦝ
| align=center| ꦞ
| align=center| ꦟ
| align=center| ꦠ
| align=center| ꦡ
| align=center| ꦢ
| align=center| ꦣ
| align=center| ꦤ
| align=center| ꦥ
| align=center| ꦦ
| align=center| ꦧ
| align=center| ꦨ
| align=center| ꦩ
| align=center| ꦪ
| align=center| ꦫ
| align=center| ꦭ
| align=center| ꦮ
| align=center| ꦯ
| align=center| ꦰ
| align=center| ꦱ
| align=center| ꦲ
|-
! text-align:center;" |Bali
| align=center| {{script/Bali|ᬓ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬔ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬕ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬖ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬗ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬘ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬙ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬚ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬛ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬜ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬝ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬞ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬟ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬠ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬡ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬢ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬣ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬤ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬥ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬦ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬧ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬨ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬩ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬪ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬫ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬬ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬭ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬮ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬯ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬰ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬱ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬲ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬳ}}
|}
 
{| class="wikitable"
<center>
|+ style="text-align: center;" | Aksara Dasar (vokal)
{| class="wikitable" style="width:100%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
|-style="text-align:center;"
!
! a
! ā
! i
! ī
! u
! ū
! ṛ
! ṝ
! ḷ
! ḹ
! é{{ref label|1|1}}
! ai{{ref label|2|2}}
! o
! au{{ref label|3|3}}
|-
| colspan="21" style="background:#ccf;! text-align:center;" |'''Pasangan Wyanjana'''Jawa
|-style="background:#f0f8ff; text-align:=center;"| ꦄ
| align=center| ꦄꦴ
| style="width:20%; text-align:center;"|'''Transkripsi'''
| align=center| ꦅ
| ha
| align=center| ꦆ
| na
| align=center| ꦈ
| ca
| align=center| ꦈꦴ
| ra
| align=center| ꦉ
| ka
| align=center| ꦉꦴ
| da
| align=center| ꦊ
| ta
| align=center| ꦋ
| sa
| align=center| ꦌ
| wa
| align=center| ꦍ
| la
| align=center| ꦎ
| pa
| align=center| ꦎꦴ
| dha
| ja
| ya
| nya
| ma
| ga
| ba
| tha
| nga
|- style="length:20%;"
| style="width:20%; text-align:center;"|'''Nglegéna'''
| align=center| {{jav|◌꧀ꦲ|18px|0}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦤ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦕ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦫ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦏ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦢ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦠ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦱ|18px|0}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦮ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦭ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦥ|18px|0}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦝ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦗ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦪ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦚ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦩ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦒ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦧ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦛ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦔ|18px}}
|- style="length:20%;background:white;"
| style="width:20%; text-align:center;"|'''Murda'''
| colspan="1"|
| align=center| {{jav|◌꧀ꦟ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦖ|18px}}
| colspan="1"|
| align=center| {{jav|◌꧀ꦑ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦣ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦡ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦯ|18px}}
| colspan="2"|
| align=center| {{jav|◌꧀ꦦ|18px|0}}
| colspan="3"|
| align=center| {{jav|◌꧀ꦘ|18px}}
| colspan="1"|
| align=center| {{jav|◌꧀ꦓ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦨ|18px}}
| colspan="2"|
|- style="length:20%;"
| style="width:20%; text-align:center;"|'''Mahaprana'''
| colspan="7"|
| align=center| {{jav|◌꧀ꦰ|18px}}
| colspan="3"|
| align=center| {{jav|◌꧀ꦞ|18px}}
| align=center| {{jav|◌꧀ꦙ|18px}}
| colspan="5"|
| align=center| {{jav|◌꧀ꦜ|18px}}
| colspan="1"|
|-style="background:white; width:20%; text-align:center;"
| rowspan="3"|'''Tambahan'''
| colspan="3" style="background:#f0f8ff;" colspan="12"| Ganten
| rowspan="2" style="background:#f0f8ff;" colspan="4"| Ka sasak
| rowspan="2" style="background:#f0f8ff;" colspan="4"| Ra agung
|-
|! text-align=:center;" colspan="4"|Nga leletBali
| align=center| colspan="4"{{script/Bali|Nga lelet Raswadiᬅ}}
| align=center colspan="4"|Pa cerek{{script/Bali|ᬆ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬇ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬈ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬉ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬊ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬋ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬌ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬍ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬎ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬏ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬐ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬑ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬒ}}
|-
| colspan="34" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
| align=center colspan="4"| {{jav|◌꧀ꦊ|18px}}{{ref|nga|1}}
| align=center colspan="4"| {{jav|◌꧀ꦋ|18px}}
| align=center colspan="4"| {{jav|◌꧀ꦉ|18px|0}}
| align=center colspan="4"| {{jav|◌꧀ꦐ|18px}}
| align=center colspan="4"| {{jav|◌꧀ꦬ|18px}}
|}
</center>
<small>
:{{note|1|1}}/e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
{{note|nga|1}} Ada dua pendapat mengenai pasangan nga-lelet. Pendapat pertama: pasangan nga lelet adalah nga lelet yang diletakkan di bawah aksara nglegena, sehingga menyerupai aksara yang bertumpuk tiga (nga dan pasangan na). Pendapat kedua: pasangan nga lelet adalah pasanga la yang diberi pepet ({{jav| ꧀ꦭꦼ|18px}})
:{{note|2|2}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
:{{note|3|3}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au dalam kata "pantau"
</small>
|}
 
{| class="wikitable"
== Aksara numeral ==
|+ style="text-align: center;" | Diakritik
[[Sistem angka]] Jawa mempunyai numeralnya sendiri, yang hanya terdiri dari angka 0–9 sebagai berikut:
|- style="text-align: center"
 
!
{| class="wikitable" style="width:40%; margin:auto; clear:both; margin:0; font-size:90%;"
! -a
! -ā
! -i
! -ī
! -u
! -ū
! -ṛ
! -ṝ
! -é{{ref label|1|1}}
! -ai{{ref label|2|2}}
! -o
! -au{{ref label|3|3}}
! -e{{ref label|4|4}}
! -eu{{ref label|5|5}}
! -m
! -ng
! -r
! -h
! pemati
|- style="text-align: center"
! Jawa
| -
| ꦴ
| ꦶ
| ꦷ
| ꦸ
| ꦹ
| ꦽ
| ꦽꦴ
| ꦺ
| ꦻ
| ꦺꦴ
| ꦻꦴ
| ꦼ
| ꦼꦴ
| ꦀ
| ꦁ
| ꦂ
| ꦃ
| ꧀
|- style="text-align: center"
! Bali
| -
|{{script/Bali| ᬵ}}
|{{script/Bali| ᬶ}}
|{{script/Bali| ᬷ}}
|{{script/Bali| ᬸ}}
|{{script/Bali| ᬹ}}
|{{script/Bali| ᬺ}}
|{{script/Bali| ᬻ}}
|{{script/Bali| ᬾ}}
|{{script/Bali| ᬿ}}
|{{script/Bali| ᭀ}}
|{{script/Bali| ᭁ}}
|{{script/Bali| ᭂ}}
|{{script/Bali| ᭃ}}
|{{script/Bali| ᬁ}}
|{{script/Bali| ᬂ}}
|{{script/Bali| ᬃ}}
|{{script/Bali| ᬄ}}
|{{script/Bali| ᭄}}
|- style="text-align: center"
!
! ka
! kā
! ki
! kī
! ku
! kū
! kṛ
! kṝ
! ké
! kai
! ko
! kau
! ke
! keu
! kam
! kang
! kar
! kah
! k
|- style="text-align: center"
! Jawa
| ꦏ
| ꦏꦴ
| ꦏꦶ
| ꦏꦷ
| ꦏꦸ
| ꦏꦹ
| ꦏꦽ
| ꦏꦽꦴ
| ꦏꦺ
| ꦏꦻ
| ꦏꦺꦴ
| ꦭꦻꦴ
| ꦏꦼ
| ꦏꦼꦴ
| ꦏꦀ
| ꦏꦁ
| ꦏꦂ
| ꦏꦃ
| ꦏ꧀
|- style="text-align: center"
! Bali
| {{script/Bali|ᬓ}}
| {{script/Bali|ᬓᬵ}}
| {{script/Bali|ᬓᬶ}}
| {{script/Bali|ᬓᬷ}}
| {{script/Bali|ᬓᬸ}}
| {{script/Bali|ᬓᬹ}}
| {{script/Bali|ᬓᬺ}}
| {{script/Bali|ᬓᬻ}}
| {{script/Bali|ᬓᬾ}}
| {{script/Bali|ᬓᬿ}}
| {{script/Bali|ᬓᭀ}}
| {{script/Bali|ᬓᭁ}}
| {{script/Bali|ᬓᭂ}}
| {{script/Bali|ᬓᭃ}}
| {{script/Bali|ᬓᬁ}}
| {{script/Bali|ᬓᬂ}}
| {{script/Bali|ᬓᬃ}}
| {{script/Bali|ᬓᬄ}}
| {{script/Bali|ᬓ᭄}}
|-
| colspan="2120" style="background:#ccfF8F8F8;font-size:small; text-align:center;left" | '''AngkaCatatan'''
<small>
|- style="background:#f0f8ff; text-align:center;"
:{{note|1|1}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
| '''Angka&nbsp;Arab'''
:{{note|2|2}} [[diftong]] /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
| '''1''' || '''2''' || '''3''' || '''4''' || '''5''' || '''6''' || '''7''' || '''8''' || '''9''' || '''0'''
:{{note|3|3}} [[diftong]] /aw/ sebagaimana au dalam kata "pantau"
|- style="text-align:center;" valign="top"
:{{note|4|4}} /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat"
! Angka&nbsp;Jawa
:{{note|5|5}} /ɨ/ sebagaimana eu dalam kata bahasa Sunda "peyeum". Dalam alih aksara bahasa Kawi, diromanisasi menjadi ö<ref name="mardikawi"/>
| {{jav|꧑|h=0}} || {{jav|꧒|h=0}} || {{jav|꧓|h=0}} || {{jav|꧔|h=0}} || {{jav|꧕|h=0}} || {{jav|꧖|h=0}} || {{jav|꧗|h=0}} || {{jav|꧘|h=0}} || {{jav|꧙|h=0}} || {{jav|꧐|h=0}}
</small>
|- style="text-align:center;" valign="top"
! Nama (jawa)
| {{jav|ꦱꦶꦗꦶ}} || {{jav|ꦭꦺꦴꦫꦺꦴ}} || {{jav|ꦠꦼꦭꦸ}} ||{{jav|ꦥꦥꦠ꧀}} || {{jav|ꦭꦶꦩ}} || {{jav|ꦤꦼꦩ꧀}} || {{jav|ꦥꦶꦠꦸ}} || {{jav|ꦮꦺꦴꦭꦸ}} || {{jav|ꦱꦔ}} || {{jav|ꦤꦺꦴꦭ꧀}}
|- style="text-align:center;" valign="top"
! Nama (latin)
| siji || loro || telu || papat || lima || nem || pitu || wolu || sanga || nol
|}
 
{| class="wikitable" style="width:40%;"
Lebih dari separuh karakter angka Jawa memiliki bentuk yang serupa dengan karakter huruf Jawa, yaitu 1 {{Java|꧑|h=0}}dengan ''ga'' {{Java|ꦒ|h=0}}, 2 {{Java|꧒}}dengan ''nga lelet'' {{Java|ꦊ}}, 6 {{Java|꧖|h=0}}dengan ''Aksara E'' {{Java|ꦌ|h=0}}, 7 {{Java|꧗|h=0}}dengan ''la'' {{Java|ꦭ|h=0}}, 8 {{Java|꧘|h=0}}dengan ''pa murda'' {{Java|ꦦ|h=0}}, dan 9 {{Java|꧙|h=0}}dengan ''ya'' {{Java|ꦪ|h=0}}. Untuk menghindari kerancuan, angka yang muncul dalam teks diapit dengan penanda angka yang disebut ''pada pangkat'' ({{Java|꧇|h=0}}). Misal, "Selasa 19 Maret 2013" ditulis dengan: {{java|ꦱꦼꦭꦱ꧇꧑꧙꧇ꦩꦉꦠ꧀꧇꧒꧐꧑꧓꧇}}supaya tidak dibaca "Selasa ''gaya'' Maret 2013"
|+ style="text-align: center;" | Angka
|- style="text-align: center"
!
! 0
! 1
! 2
! 3
! 4
! 5
! 6
! 7
! 8
! 9
|- style="text-align: center"
! Jawa
| ꧐
| ꧑
| ꧒
| ꧓
| ꧔
| ꧕
| ꧖
| ꧗
| ꧘
| ꧙
|- style="text-align: center"
! Bali
| {{script/Bali|᭐}}
| {{script/Bali|᭑}}
| {{script/Bali|᭒}}
| {{script/Bali|᭓}}
| {{script/Bali|᭔}}
| {{script/Bali|᭕}}
| {{script/Bali|᭖}}
| {{script/Bali|᭗}}
| {{script/Bali|᭘}}
| {{script/Bali|᭙}}
|}
 
{| class="wikitable"
Untuk menulis angka yang lebih besar daripada 9, gabungkan dua angka atau lebih di atas seperti halnya [[angka Arab]]. Misalnya, 21 ditulis dengan menggabungkan 2 dan 1 menjadi; {{Java|꧇꧒꧑꧇}}. Dengan cara kerja yang sama, 90 ditulis dengan {{Java|꧇꧙꧐꧇}}.<ref name=jour/>
|+ style="text-align: center;" | Tanda Baca
 
Terkadang, ''pada lungsi'' digunakan sebagai penanda angka.<ref name=TJ/><!--contoh--> Untuk alasan kepraktisan, angka Jawa biasa digantikan dengan [[angka Arab]] untuk menghindari kemiripan dan mempermudah penghitungan matematika.
 
== Tanda baca ==
Dalam aksara Jawa, tanda baca yang tersedia hanya [[koma]], [[titik]], dan pengapit (berfungsi sebagai [[tanda kurung]] atau [[tanda petik]], dengan perbedaan aturan penulisan). Dibanding dengan alfabet Latin, aksara Jawa tidak memiliki [[tanda seru]], [[tanda tanya]], [[tanda hubung]], [[garis miring]], [[titik dua]], [[titik koma]], [[petik tunggal]] maupun simbol-simbol matematika umum, seperti [[tambah]], [[kurang]], [[sama dengan]]. Namun aksara Jawa memiliki tanda baca-tanda baca khusus yang tidak terdapat dalam sistem penulisan lainnya.
 
Secara sederhana, tanda baca dapat dibedakan menjadi dua: umum dan khusus. Tanda baca umum digunakan di penulisan biasa, sementara tanda baca khusus digunakan dalam penulisan karya sastra (puisi, dll.)
 
{|
|- valign="top"
|
{| class="wikitable" style="font-size:90%;"
|-
|! colspanrowspan="3"2 style="background:#ccf; text-align: center;"|'''Tanda baca umum'''Jawa
!''pada lingsa''
|- style="background:#f0f8ff; text-align:center;"
| !'''Simbol'pada lungsi''
| !'''Nama'pada pangkat''
!''pada adeg-adeg''
| '''Fungsi'''
!''pada luhur''
|- align="center"
| {{jav|꧊}}
|align="left"| Pada adeg
|align="left"| [[Tanda kurung]] atau [[tanda petik|petik]]
|- align="center"
| {{jav|꧋}}
|align="left"| Pada adeg-adeg
|align="left"| Mengawali suatu paragraf
|- align="center"
| {{jav|꧌}}
|align="left"| Pada piseleh
|align="left"| Berfungsi seperti halnya ''pada adeg''
|- align="center"
| {{jav|꧍}}
|align="left"| Pada piseleh terbalik
|align="left"| Berfungsi seperti halnya ''pada adeg''
|- align="center"
| {{jav|꧈}}
|align="left"| Pada lingsa
|align="left"| [[Koma]]{{ref|koma|1}} atau tanda singkatan
|- align="center"
| {{jav|꧉}}
|align="left"| Pada lungsi
|align="left"| [[Titik]]
|- align="center"
| {{jav|꧇}}
|align="left"| Pada pangkat
|align="left"| Tanda angka{{ref|pangkat|2}} atau [[titik dua]]
|- align="center"
| {{jav|ꧏ}}
|align="left"| Pada rangkep
|align="left"| Tanda penggandaan kata{{ref|rangkep|3}}
|}
|
{| class="wikitable" style="font-size:90%;"
|-
| colspan="3" style="background:#ccf; text-align: center;"|'''Tanda baca khusus'''{{ref|khusus|4}} (tunggal)
|- style="background:#f0f8ff; text-align: center;" | ꧉
| style="text-align: center" | ꧇
| '''Simbol'''
| style="text-align: center" | ꧋
| '''Nama'''
| style="text-align: center" | ꧅
| '''Fungsi'''
|- align="center"
| {{jav|꧁}} {{jav|꧂}}
|align="left"| Rerengan kiwa lan tengen
|align="left"| Mengapit judul
|- align="center"
| {{jav|꧅}}
|align="left"| Pada luhur
|align="left"|Mengawali sebuah surat untuk orang yang lebih tua atau berderajat lebih tinggi
|- align="center"
| {{jav|꧄}}
|align="left"| Pada madya
|align="left"| Mengawali sebuah surat untuk orang yang sebaya atau berderajat sama
|- align="center"
| {{jav|꧃}}
|align="left"| Pada andhap
|align="left"| Mengawali sebuah surat untuk orang yang lebih muda atau berderajat lebih rendah
|-
|! colspanrowspan="3"2 style="background:#ccf; text-align: center;"| '''Tanda baca khusus''' (kombinasi)Bali
!''carik siki''
|- align="center"
!''carik parérén''
| {{jav|꧋​꧆꧋}}
!''carik pamungkah''
|align="left"| Pada guru
!''panti''
|align="left"| Mengawali sebuah surat tanpa membedakan umur atau derajat
!''pamada''
|- align="center"
|-
| {{jav|​꧉꧆꧉}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭞}}
|align="left"| Pada pancak
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭟}}
|align="left"| Mengakhiri suatu surat
|- alignstyle="text-align: center" | {{script/Bali|᭝}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭚}}
| {{jav|​꧅ꦧ꧀ꦕ꧅}} <br>atau<br>{{jav|​꧅ꦧ꧀ꦖ꧅}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali|᭛}}
|align="left"| Purwapada
|align="left"| Mengawali sebuah tembang atau puisi
|- align="center"
| {{jav|​꧄ꦟ꧀ꦢꦿ꧄}}
|align="left"| Madyapada
|align="left"| Menandakan bait baru
|- align="center"
| {{jav|​꧃ꦆ꧃}}
|align="left"| Wasanapada
|align="left"| Mengakhiri tembang atau puisi.<ref name=jour/><ref name=ws/>
|}
|}
 
{| class="wikitable"
<small>
|+ style="text-align: center;" | Contoh Kalimat (bahasa Kawi)
{{note|koma|1}} Terdapat dua peraturan khusus mengenai penggunaan koma.<ref name=jour/><!--contoh-->
|-
:a. Koma tidak ditulis setelah kata yang berujung ''pangkon''.
! style="text-align: center"| Jawa
:b. Koma menjadi titik apabila tetap ditulis setelah ''pangkon''.
| {{script/Java|꧅ꦗꦲ꧀ꦤꦷꦪꦴꦲ꧀ꦤꦶꦁꦠꦭꦒꦏꦢꦶꦭꦔꦶꦠ꧀꧈ ꦩꦩ꧀ꦧꦁꦠꦁꦥꦴꦱ꧀ꦮꦸꦭꦤꦸꦥꦩꦤꦶꦏꦴ꧈ ꦮꦶꦤ꧀ꦠꦁꦠꦸꦭꦾꦁꦏꦸꦱꦸꦩꦪꦱꦸꦩꦮꦸꦫ꧀꧈ ꦭꦸꦩꦿꦴꦥ꧀ꦮꦺꦏꦁꦱꦫꦶꦏꦢꦶꦗꦭꦢ꧉}}
{{note|pangkat|2}} Lihat [[#Aksara numeral|aksara numeral]] di atas.<br>
|-
{{note|rangkep|3}} Fungsinya mirip seperti simbol 2 atau <sup>2</sup> dalam ortografi bahasa Indonesia lama yang menandakan kata berulang<ref name=TJ/>, misal pada kata "orang<sup>2</sup>" (orang-orang). Karakter ini pada dasarnya adalah [[angka Arab]] dua (٢), tetapi tidak memiliki fungsi angka dalam aksara Jawa. Karakter tersebut diproposalkan sebagai karakter independen karena sifat dwi-arah angka Arab.<ref name=uni/><br>
! style="text-align: center"| Bali
{{note|khusus|4}} Tanda baca khusus memiliki banyak varian karena sifatnya yang ornamental, dihias berdasarkan selera dan kemampuan penulis.<ref name=uni/>
| {{script/Bali|᭛ᬚᬳ᭄ᬦᬷᬬᬵᬳ᭄ᬦᬶᬂᬢᬮᬕᬓᬤᬶᬮᬗᬶᬢ᭄᭞ ᬫᬫ᭄ᬩᬂᬢᬂᬧᬵᬲ᭄ᬯᬸᬮᬦᬸᬧᬫᬦᬶᬓᬵ᭞ ᬯᬶᬦ᭄ᬢᬂᬢᬸᬮ᭄ᬬᬂᬓᬸᬲᬸᬫᬬᬲᬸᬫᬯᬳᬸᬭ᭄᭞ ᬮᬸᬫ᭄ᬭᬧ᭄ᬯᬾᬓᬂᬲᬭᬶᬓᬤᬶᬚᬮᬤ᭟}}
</small>
|-
 
! style="text-align: center"|
=== Tanda baca arkais ===
| ''Jahnī yāhning talaga kadi langit, mambang tang pās wulan upamanikā, wintang tulya ng kusuma ya sumawur, lumrā pwékang sari kadi jalada.''<br>(Kakawin Rāmāyaṇa XVI.31)
{|
|- align="center"
| {{jav|꧞}}
|align="left"| Tirta tumétés
|align="left"| Tanda koreksi yang digunakan di [[Keraton Yogyakarta]]
|- align="center"
| {{jav|꧟}}
|align="left"| Isèn-isèn
|align="left"| Tanda koreksi yang digunakan di [[Keraton Surakarta]]
|}
 
== Penggunaan dalam bahasa Madura ==
''Tirta tumétés'' dan ''Isèn-isèn'' adalah semacam tanda koreksi yang berguna untuk menandakan salah tulis.<ref name=TJ/> Namun dalam penulisan digital, kedua karakter ini sudah tidak dipergunakan lagi. Dalam penulisan manuskrip, apabila terjadi kesalahan penulisan, maka penyalin mengoreksi bagian yang salah dengan menulis tanda tersebut sebanyak tiga kali. ''Tirta tumétés'' digunakan oleh penulis Yogyakarta, sementara ''Isèn-isèn'' digunakan oleh penulis Surakarta. Sebagai contoh, seorang penyalin naskan ingin menulis ''pada luhur'' namun salah tulis menjadi ''pada wu...'', maka penyalin akan melanjutkan dengan menulis ''pada wu---luhur''. Penyalin dari Yogyakarta menulis: {{java|ꦥꦢꦮꦸ꧞꧞꧞ꦭꦸꦲꦸꦂ}}, sementara penyalin dari Surakarta akan menulis:{{java|ꦥꦢꦮꦸ꧟꧟꧟ꦭꦸꦲꦸꦂ}}<ref name=uni/>
Aksara Jawa di dalam [[bahasa Madura]] disebut ''Carakan Madhurâ'' atau ''Carakan Jhâbân'' (aksara yang berasal dari Jawa). Apabila dalam penggunaan bahasa Jawa tiap aksara dapat merepresentasikan suara /a/ atau /ɔ/, maka dalam bahasa Madura mewakili suara /a/ atau /ɤ/. Bentuk ''carakan Madhurâ'' sendiri terdiri dari ''aksara ghâjâng'' (''aksara nglegena''), ''aksara rajâ'' atau ''murdâ'' (''aksara murda''), ''aksara sowara'' atau ''swara'' (''aksara swara''), dan ''aksara rèka'an'' (''aksara rékan''). Terdapat pula ''pangangghuy'' (''sandhangan'') yang terdiri dari ''pangangguy aksara'' (''sandhangan swara''), ''pangangghuy panyèghek'' (''sandhangan panyigeging wanda''), dan ''pangangghuy panambâ'' (''sandhangan wyanjana'').<ref name="sekkaranomi">{{Cite book|last=Hamzah|first=Bambang Hartono|last2=Sayunani|first2=Isya|last3=Gani|first3=Abdul|first4=Rusliy|last5=Dradjid|first5=H.M.|first6=Zaini|date=2014|title=Sekkar Anom I|publisher=Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur|editor-last=Ghazali|editor-first=A. Syukur|pages=148|language=Madura|editor-last2=Poerno|editor-first2=Heru Asri|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|last=Sukardi|first=A.|date=2005|url=|title=Kasustraan Madura Kembang Sataman|location=Jember|publisher=Dinas Pendidikan Kabupaten Jember|isbn=|edition=2|pages=|language=Madura|url-status=live}}</ref>{{sfn|Kiliaan|1897|p=89}}<ref>{{Cite book|last=Wedhawati|first=|date=2001|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/16353/|title=Tata Bahasa Jawa Mutakhir|location=Jakarta|publisher=Pusat Bahasa|isbn=9796851415|pages=39-40|access-date=2021-02-15|archive-date=2023-04-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20230417083014/https://repositori.kemdikbud.go.id/16353/|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite book|last=Davies|first=William D.|date=2010|url=https://books.google.com/books?id=mflajowwD5oC&pg=PA53|title=A Grammar of Madurese|location=Berlin|publisher=Walter de Gruyter|lang=en|isbn=9783110224443|page=53}}</ref>
 
=== Urutan aksaraPerbandingan ===
=== Hanacaraka ===
Aksara Jawa umum diurutkan dengan '''urutan Hanacaraka''', yaitu mengacu pada lima aksara pertama<ref>Bandingkan kata "[[alfabet]]" yang mengacu pada dua huruf pertama Yunani ([[alfa]] dan [[beta]]), dan "[[kaganga]]" yang mengacu pada tiga aksara pertama)</ref>. Urutan tersebut membentuk sebuah puisi atau [[pangram]] 4 bait yang menceritakan tentang tokoh dongeng bernama ''[[Aji Saka]]'' dalam dongeng yang menceritakan tentang terciptanya aksara Jawa<ref>{{cite web |url=http://www.joglosemar.co.id/hanacaraka/hanacaraka.html |title=Javanese Characters and Aji Saka |author= |date= |work= |publisher=Joglosemar |accessdate=29 March 2012}}</ref>. Puisi tersebut diceritakan sebagai berikut:
 
Secara garis besar, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan bahasa Jawa. Meski demikian, dalam bahasa Madura tidak terdapat perbedaan penggunaan konsonan aspirat dan tanaspirat.{{sfn|Kiliaan|1897}}
<gallery mode="packed">
{| class="wikitable"
File:Hanacaraka legend 1.png|{{java|ꦲꦤꦕꦫꦏ|18px|0}}<br>''Hana caraka''<br>Terdapat dua utusan/pembawa pesan.
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara Ghâjâng'' (''Aksara Nglegena'')
File:Hanacaraka legend 2.png|{{java|ꦢꦠꦱꦮꦭ|18px|0}}<br>''Data sawala''<br>Mereka berbeda pendapat.
|- style="text-align: center;"
File:Hanacaraka legend 3.png|{{java|ꦥꦝꦗꦪꦚ|18px|0}}<br>''Padha jayanya''<br>Mereka berdua sama kuatnya.
!
File:Hanacaraka legend 4.png|{{java|ꦩꦒꦧꦛꦔ|18px|0}}<br>''Maga bathanga''<br>Inilah mayat mereka.
! ha
</gallery>
! na
! ca
! ra
! ka
! da
! dha
! ta
! sa
! wa
! la
! pa
! ḍa
! ḍha
! ja
! jha
! ya
! nya
! ma
! ga
! gha
! ba
! bha
! tha
! nga
|- style="text-align: center"
! Jawa
| ꦲ
| ꦤ
| ꦕ
| ꦫ
| ꦏ
| ꦢ
| ꦣ
| ꦠ
| ꦱ
| ꦮ
| ꦭ
| ꦥ
| ꦝ
| ꦞ
| ꦗ
| ꦙ
| ꦪ
| ꦚ
| ꦩ
| ꦒ
| ꦓ
| ꦧ
| ꦨ
| ꦛ
| ꦔ
|- style="text-align: center"
!
! ha
! na
! ca
! ra
! ka
! da/dha
!
! ta
! sa
! wa
! la
! pa
! ḍa/ḍha
!
! ja/jha
!
! ya
! nya
! ma
! ga/gha
!
! ba/bha
!
! tha
! nga
|- style="text-align: center"
! Madura
| ꦲ
| ꦤ
| ꦕ
| ꦫ
| ꦏ
| ꦢ
!
| ꦠ
| ꦱ
| ꦮ
| ꦛ
| ꦥ
| ꦝ
!
| ꦗ
!
| ꦪ
| ꦚ
| ꦩ
| ꦒ
!
| ꦧ
!
| ꦛ
| ꦔ
|}
 
''Aksara rèka'an'' dalam bahasa Madura yang diajarkan di sekolah-sekolah hanya ada lima buah, sedangkan dalam ''Madoereesche Spraakkunst'' dan ''Sorat tjarakan Madurah'' berturut-turut terdapat tujuh dan sembilan buah:<ref>{{Cite book|last=Hamzah|first=Bambang Hartono|last2=Sayunani|first2=Isya|last3=Gani|first3=Abdul|first4=Zaini|first5=Rusliy|last6=Dradjid|first6=H.M.|date=2015|title=Sekkar Anom 2|location=Surabaya|publisher=Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur|pages=155|language=Madura|url-status=live}}</ref>{{sfn|Kiliaan|1897|p=97}}
Namun dari itu, pengurutan ini tidak menjelaskan posisi aksara lainnya, terutama murda dan mahaprana. Selain itu, pengurutan ini berbeda jauh dengan urutan asli aksara Jawa yang mengikuti kaidah [[bahasa Sanskerta]].
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | ''Aksara Rèka'an'' (''Aksara Rékan'')
!
! ha
! kha
! dza
! fa/va
! za
! gha
! 'a
! ta
! sya
! la
|- style="text-align: center"
! Aksara Jawa
| ꦲ꦳
| ꦏ꦳
| ꦢ꦳
| ꦥ꦳
| ꦗ꦳
| ꦒ꦳
| ꦔ꦳
| ꦠ꦳
| ꦯ꦳
| ꦭ꦳
|- style="text-align: center"
! Abjad Arab
| ح
| خ
| ذ
| ف
| ز
| ع
| غ
| ط
| ش
| ل
|- style="text-align: center"
! Bahasa Belanda
| ''h''
| ''ch''
!
| ''f/v''
!
| ''g''
!
!
!
!
|- style="text-align: center"
! Contoh
| ꦲ꦳ꦺꦴꦏꦺꦴꦩ꧀
| ꦲꦏ꦳ꦺꦫꦠ꧀
| ꦢ꦳ꦶꦏ꧀ꦏꦺꦂ
| ꦭꦥ꦳ꦭ꧀
| ꦗ꦳ꦏꦠ꧀
| ꦒ꦳ꦲꦶꦧ꧀
| ꦔ꦳ꦏꦺꦫꦠ꧀
| ꦠ꦳ꦫꦺꦏ꧀
| ꦯ꦳ꦫꦠ꧀
| ꦭ꦳ꦲꦶꦧ꧀
|- style="text-align: center"
! Transliterasi
| ''hokom''
| ''akhèrat''
| ''dzikkèr''
| ''lafal''
| ''zâkat''
| ''ghaib''
| ''{{`}}akèrat''
| ''tarèk''
| ''syarat''
| ''laib''
|}
 
Perbedaan lainnya yaitu penggunaan ''wignyan'' yang dalam bahasa Jawa berfungsi sebagai akhiran ''-h'', sedangkan dalam bahasa Madura menjadi akhiran ''-{{`}}'' seperti pada tabel berikut:<ref name="sekkaranomi" /><ref>{{Cite book|last=Ashadi|first=Moh. Makhfud|last2=al Farouk|first2=Ghazi|date=1992|title=Kosa Kata Basa Madura|location=Surabaya|publisher=Sarana Ilmu|language=Madura|url-status=live}}</ref>
=== Kaganga ===
{| class="wikitable"
Aksara Jawa juga dapat disusun dengan '''urutan Kaganga''' yang mengikuti kaidah [[Sanskerta]] [[Panini]]<ref name=uni/>, sehingga memiliki paralel dengan urutan aksara-aksara India lainnya. Urutan ini dipakai dengan mengacu pada aksara-aksara Jawa Kuno pada periode Hindu-Buddha, dan sekarang dipakai sebagai urutan aksara Jawa dalam [[Unicode]]. Dengan urutan ini, setiap aksara dapat mewakili bunyi unik yang digunakan dalam [[bahasa Jawa kuno]]. Urutannya sebagai berikut:
|+ style="text-align: center;" | ''Pangangghuy'' (''Sandhangan'')
! colspan="5" | ''Pangangghuy aksara''
! colspan="4" | ''Pangangghuy panyèghek''
! colspan="5" | ''Pangangghuy panambâ''
|- style="text-align: center"
! i
! è
! o
! u
! e
! -ng
! -r
! -'
! pemati
! -r-
! -re
! -y-
! -l-
! -w-
|- style="text-align: center"
| ꦶ
| ꦺ
| ꦺꦴ
| ꦸ
| ꦼ
| ꦁ
| ꦂ
| ꦃ
| ꧀
| ꦿ
| ꦽ
| ꦾ
| ꧀ꦭ
| ꧀ꦮ
|- style="text-align: center"
| ''cèthak''
| ''lèngè''
| ''lèngè-longo''
| ''soko''
| ''petpet''
| ''cekcek''
| ''lajâr''
| ''bisat''
| ''papatèn''
| ''pèḍer''
| ''perper''
| ''sokomaljâ''
| ''la rangkep''
| ''wa rangkep''
|- style="text-align: center"
! pi
! pè
! po
! pu
! pe
! pang
! par
! pa'
! p
! pra
! pre
! pya
! pla
! pwa
|- style="text-align: center"
| ꦥꦶ
| ꦥꦺ
| ꦥꦺꦴ
| ꦥꦸ
| ꦥꦼ
| ꦥꦁ
| ꦥꦂ
| ꦥꦃ
| ꦥ꧀
| ꦥꦿ
| ꦥꦿ
| ꦥꦾ
| ꦥ꧀ꦭ
| ꦥ꧀ꦮ
|}
 
=== Contoh penggunaan ===
<center>
Berikut penggunaan ''carakan'' dalam ''Bab oreng megha djhoeko e'tana Djhaba sareng Madhoera'' (Bab orang menangkap ikan di Tanah Jawa dan Madura) disertai dengan ejaan bahasa Madura modern.<ref>{{Cite book|last=Koesoemo|first=R. Sosro Danoe|last2=M. Partosoegondo|first2=|date=1922|title=Bab oreng megha djhoeko e'tana Djhaba sareng Madhoera|publisher=Balai Poestaka|language=Madura|url-status=live}}</ref>
{|
{| class="wikitable"
! colspan="2" | Bahasa Madura
! rowspan="2" | Bahasa Indonesia
|-
! Aksara Jawa
|{{jav|ꦏꦐꦑꦒꦓꦔ|18px|0}}
! Latin
|-
| {{Script/Java|ꦥꦫꦲꦺꦴꦥꦩꦺꦒꦃꦲꦤ꧀ꦤꦺꦥꦺꦴꦤ꧀ꦗꦸꦏꦺꦴꦃꦏꦺꦔꦺꦁꦧꦶꦢꦃꦲꦒꦶꦢꦢ꧀ꦢꦶꦝꦸꦧꦂꦤ꧇}}
|{{jav|ꦕꦖꦗꦘꦙꦚ|18px}}
| ''Parao pamèghâ'ânnèpon jhuko' kèngèng bhidhâ'aghi dhâddhi ḍu bârna:''
| Perahu penangkap ikan dapat dibedakan menjadi dua macam:
|-
| {{Script/Java|꧑꧇ ꦥꦫꦲꦺꦴ꧈ ꦱꦺꦲꦺꦧꦝꦶꦝꦫꦶꦏꦗꦸꦧꦸꦁꦏꦺꦴꦭ꧀ꦱꦺꦲꦺꦭꦺꦴꦧꦔꦺ꧉ ꦧꦝꦱꦺꦲꦺꦱꦺꦩ꧀ꦧꦸꦏꦗꦸꦥꦺꦴꦭꦺꦲꦺꦥꦺꦁꦒꦶꦂ꧈ ꦧꦝꦱꦺꦧꦸꦤ꧀ꦠꦼꦤ꧀꧈}}
|{{jav|ꦛꦜꦝꦞꦟ|18px|0}}
| ''1. Parao, sè èbhâḍhi ḍâri kaju bungkol sè èlobângè. Bâḍâ sè èsèmbu kaju polè è pèngghir, bâḍâ sè bhunten''
| 1. Perahu, yang dibuat dari kayu bulat yang dilubangi. Ada yang ditambah kayu lagi di pinggir, ada yang tidak
|-
| {{Script/Java|꧒꧇ ꦥꦫꦲꦺꦴꦱꦺꦲꦺꦧꦝꦶꦝꦫꦶꦥꦥꦤ꧀ꦫꦧ꧀ꦠꦼꦤ꧀ꦧꦤ꧀ꦱꦢꦗ꧉}}
|{{jav|ꦠꦡꦢꦣꦤ|18px|0}}
| ''2. Parao sè èbhâḍhi papan rabten bân sadhâjâ.''
| 2. Perahu yang dibuat dari papan dan seluruhnya.
|}
 
== Penggunaan dalam bahasa Sunda ==
[[Berkas:Page 21 of Kitab tjatjarakan Soenda make aksara Walanda.png|jmpl|260x260px|Aksara Cacarakan]]
Aksara Jawa di dalam [[bahasa Sunda]] disebut ''Aksara Sunda Cacarakan,''{{Sfn|Rosyadi|1997|pp=16}} ''Aksara Sunda Basisir Kalér,''{{Sfn|Rosyadi|1997|pp=51}} ''Aksara Sunda Jawa,''{{Sfn|Coolsma|1985|pp=7}} atau ''Cacarakan'' (aksara yang berasal dari Jawa) saja.<ref>{{Cite journal|last=Ruhaliah|first=R.|date=2010|title=Jejak penjajahan pada naskah Sunda: Studi kasus pada Surat Tanah|journal=Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara|volume=1|issue=1|pages=49-60}}</ref> Dari sudut pandang tata bahasa Sunda, istilah "''cacarakan''" tebentuk dari [[kata dasar]] "''caraka''" yang mengalami proses [[reduplikasi]] dengan [[dwipurwa]] yang ditambah [[akhiran]] ''-an''.{{Sfn|Ekadjati|1999}} Bentuk ''cacarakan'' sendiri terdiri dari ''aksara ngalagena'' (''aksara nglegena''), ''aksara gedé'' (''aksara murda''), dan ''aksara panambah'' (''aksara swara''). Terdapat pula ''sandangan'' (''sandhangan'') dan ''pada'' (''pada'').{{Sfn|Holle|1862}}
 
=== Perbandingan ===
Secara garis besar, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan bahasa Jawa. Penggunaan ''aksara murda'' dan ''aksara gedé'' juga relatif sama. Meski demikian, dalam bahasa Sunda tidak terdapat [[Da (aksara Jawa)|da dental]] dan [[Tha|ta retrofleks]]. Bentuk huruf ''nya'' juga berbeda (perhatikan tabel berwarna kuning).{{Sfn|Holle|1862}}
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" |''Aksara Ngalagena (Aksara Nglegena)''
!
!
!ha
!na
!ca
!ra
!ka
!da
!ta
!sa
!wa
!la
!pa
!dha
!ja
!ya
!nya
!ma
!ga
!ba
!tha
!nga
|-
!Jawa
|{{jav|ꦥꦦꦧꦨꦩ|18px|0}}
!''Nglegena''
| align="center" |ꦲ
| align="center" |ꦤ
| align="center" |ꦕ
| align="center" |ꦫ
| align="center" |ꦏ
| align="center" |ꦢ
| align="center" |ꦠ
| align="center" |ꦱ
| align="center" |ꦮ
| align="center" |ꦭ
| align="center" |ꦥ
| align="center" |ꦝ
| align="center" |ꦗ
| align="center" |ꦪ
| align="center" |ꦚ
| align="center" |ꦩ
| align="center" |ꦒ
| align="center" |ꦧ
| align="center" |ꦛ
| align="center" |ꦔ
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan="4" |Sunda
! style="width:10%; text-align:center;" |''Ngalegena''
| align="center" |ꦲ
| align="center" |ꦤ
| align="center" |ꦕ
| align="center" |ꦫ
| align="center" |ꦏ
|style="background: yellow;" align="center"|ꦝ
| align="center" |ꦠ
| align="center" |ꦱ
| align="center" |ꦮ
| align="center" |ꦭ
| align="center" |ꦥ
!
| align="center" |ꦗ
| align="center" |ꦪ
|style="background: yellow;" align="center" |ꦤ꧀ꦚ
| align="center" |ꦩ
| align="center" |ꦒ
| align="center" |ꦧ
!
| align="center" |ꦔ
|-
!''Pasangan''
|{{jav|ꦪꦫꦬꦭ|18px|0}}
| align="center" |꧀ꦲ
| align="center" |꧀ꦤ
| align="center" |꧀ꦕ
| align="center" |꧀ꦫ
| align="center" |꧀ꦏ
|style="background: yellow;" align="center" |꧀ꦝ
| align="center" |꧀ꦠ
| align="center" |꧀ꦱ
| align="center" |꧀ꦮ
| align="center" |꧀ꦭ
| align="center" |꧀ꦥ
!
| align="center" |꧀ꦗ
| align="center" |꧀ꦪ
|style="background: yellow;" align="center" |꧀ꦚ
| align="center" |꧀ꦩ
| align="center" |꧀ꦒ
| align="center" |꧀ꦧ
!
| align="center" |꧀ꦔ
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:10%; text-align:center;" |''Gedé''
! align="center" |
| align="center" |ꦟ
| align="center" |ꦖ
! align="center" |
| align="center" |ꦑ
! align="center" |
| align="center" |ꦡ
| align="center" |ꦯ
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |ꦦ
!
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |ꦘ
! align="center" |
| align="center" |ꦓ
| align="center" |ꦨ
!
!
|-
!''Pasangan''
|{{jav|ꦮꦯꦰꦱꦲ|18px|0}}
!
| align="center" |꧀ꦟ
| align="center" |꧀ꦖ
!
| align="center" |꧀ꦑ
!
| align="center" |꧀ꦡ
| align="center" |꧀ꦯ
!
!
| align="center" |꧀ꦦ
!
!
!
| align="center" |꧀ꦘ
!
| align="center" |꧀ꦓ
| align="center" |꧀ꦨ
!
!
|}
</center>
 
''Aksara panambah'' (ꦔ꦳ꦏ꧀ꦱꦫꦥꦤꦩ꧀ꦧꦃ) adalah aksara tambahan yang digunakan untuk menulis suku kata yang tidak memiliki konsonan di awal, atau dalam kata lain suku kata yang hanya terdiri vokal. Walau mirip dengan ''aksara swara'', ''cacarakan'' hanya mengambil bentuk ''aksara swara i'' (ꦆ) dari aksara Jawa, sisanya diganti dengan ''nga cecek tilu'' (ꦔ꦳) + ''sandangan''. Selengkapnya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{Sfn|Holle|1862}}
=== Hanacaraka yang diperluas ===
{| class="wikitable" style="width:60%;"
<!--''Extended'' Hanacaraka-->
|+ style="text-align:center;" |''Aksara Panambah (Aksara Swara)''
Kalangan neo-konservatif Jawa juga mengemukakan urutan alternatif yang dengan ciri kedua urutan di atas. Aksara disusun berdasarkan urutan ''hanacaraka'', tetapi aksara ''murda'' dan ''mahaprana'' diikutsertakan beserta bunyi aslinya sebagaimana dalam urutan ''kaganga''. Hal ini dianggap memudahkan pelafalan dan berguna untuk menulis bahasa asing bahkan bahasa Sanskerta yang masih banyak digunakan terutama untuk motto kesatuan, organisasi bahkan motto NKRI. Berikut urutan ke-36 aksara Jawa sesuai bunyi abjad fonetis internasional ([[Alfabet Fonetis Internasional|IPA]]):
!
<center>
![[Konsonan langit-langit belakang|Velar]]
{| class="wikitable" style="text-align:center;"
![[Konsonan langit-langit|Palatal]]
|- bgcolor="#f0f0f0"
![[Konsonan bibir|Labial]]
| ɦa || na || ɳa || tʃa || tʃʰa || ɾa || ɾɾa || ka || qa || kʰa
![[Konsonan tarik-belakang|Retrofleks]]
![[Konsonan gigi|Dental]]
!Velar-Palatal
!Velar-Labial
!
|-
!''Aksara''
| {{Java|ꦲ|18px|0}}|| {{Java|ꦤ|18px|0}} || {{Java|ꦟ|18px|0}} || {{Java|ꦕ|18px|0}} || {{Java|ꦖ|18px|0}} || {{Java|ꦫ|18px|0}} || {{Java|ꦬ|18px|0}} || {{Java|ꦏ|18px|0}} || {{Java|ꦐ|18px|0}} || {{Java|ꦑ|18px|0}}
| style="text-align:center; " |ꦔ꦳
|- bgcolor="#f0f0f0"
----a
| d̪a || d̪ʱa || t̪a || t̪ʰa || sa || ʃa || ʂa ||| ʋa || la ||
| style="text-align:center;" |ꦆ
|- bgcolor="#f0f0f0"
----i
| style="text-align:center;" |ꦔ꦳ꦸ
----u
| style="text-align:center; " |ꦉ
----ṛ/re{{ref label|re|1}}
| style="text-align:center;" |ꦊ
----ḷ/le{{ref label|le|2}}
| style="text-align:center;" |ꦔ꦳ꦺ
----é{{ref label|é|3}}
| style="text-align:center;" |ꦔ꦳ꦴ
----o
| style="text-align:center;" |ꦔ꦳ꦼ
----e/eu{{ref label|e|4}}
|-
!''Pasangan''
| {{Java|ꦢ|18px|0}} || {{Java|ꦣ|18px|0}} || {{Java|ꦠ|18px|0}} || {{Java|ꦡ|18px|0}} || {{Java|ꦱ|18px|0}} || {{Java|ꦯ|18px|0}} || {{Java|ꦰ|18px|0}} || {{Java|ꦮ|18px|0}} || {{Java|ꦭ|18px|0}} ||
| align="center" |꧀ꦲ꦳
|- bgcolor="#f0f0f0"
| align="center" |꧀ꦲ꦳ꦶ
| pa || pʰa || ɖa || ɖʱa || dʒa || dʒɲa || dʒʱa || ya || ɲa ||
| align="center" |꧀ꦲ꦳ꦸ
| align="center" |꧀ꦉ
| align="center" |꧀ꦭꦼ
| align="center" |꧀ꦲ꦳ꦺ
| align="center" |꧀ꦲ꦳ꦴ
| align="center" |꧀ꦲ꦳ꦼ
|-
| colspan="9" |'''Catatan''' <small>
| {{Java|ꦥ|18px|0}} || {{Java|ꦦ|18px|0}} || {{Java|ꦝ|18px|0}} || {{Java|ꦞ|18px|0}} || {{Java|ꦗ|18px|0}} || {{Java|ꦘ|18px|0}} || {{Java|ꦙ|18px|0}} || {{Java|ꦪ|18px|0}} || {{Java|ꦚ|18px|0}} ||
: {{note|re|1}} pangreureu, /rə/ sebagaimana re dalam kata "rendah"
|- bgcolor="#f0f0f0"
: {{note|le|2}} pangwilet, /lə/ sebagaimana le dalam kata "lemah"
| ma || ɡa || ɡʱa || ba || bʱa || ʈa || ʈʰa || ŋa || ||
: {{note|é|3}} /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"
|-
: {{note|e|4}} juga dibaca eu /ɨ/
| {{Java|ꦩ|18px|0}} || {{Java|ꦒ|18px|0}} || {{Java|ꦓ|18px|0}} || {{Java|ꦧ|18px|0}} || {{Java|ꦨ|18px|0}} || {{Java|ꦛ|18px|0}} || {{Java|ꦜ|18px|0}} || {{Java|ꦔ|18px|0}} || ||
|}
</center>
 
<!--[[Berkas:Jawa-neo-konservatif.png|400px|Susunan 35 Aksara Jawa menggunakan urutan hanacaraka.]]-->
<!--== Penulisan kata ==
=== Kata dasar ===
Kata dasar yang suku pertamanya dapat dilafalkan secara bervariasi, penulisan suku pertama pada kata dasar itu sesuai dengan pelafalan yang dikehendaki. Misalnya: bae/wae, punika/menika, nagara/negara, wasana/wusana, warna/werna, perlu/prelu, makaten/mekaten, dll. Kala dasar yang suku pertamanya mengandung unsur bunyi ɔ terutup nasal, suku kedua (terakhir) terbuka mengandung unsur bunyi ɔ, suku pertama ditulis tanpa sandangan taling tarung, sesuai dengan ejaan bahasa Jawa dengan huruf Latin. Misalnya: tampa, kandha, rangka, sangga, dll. Kata dasar yang suku kata pertamanya mengandung unsur bunyi ɔ terbuka, suku kata kedua (terakhir) mengandung unsur bunyi ɔ tertutup, kedua suku kata itu ditulis dengan sandangan taling tarung.
 
=== Kata turunan ===
==== Akhiran ====
Kata turunan yang bentuk dasamya berakhir konsonan, apabila mendapatkan akhiran yang berwujud vokal atau akhiran yang berawal vokal, konsonan akhir bentuk dasar itu ditulis rangkap. Misalnya: adus->adusa (ditulis adussa), pangan->panganan (ditulis pangannan), kacang->kacange (ditulis kacangnge), kancing->kancingen (ditulis kancingngen). Kata turunan yang bentuk dasamya berakhir vokal atau konsonan n (sigeg na), apabila bentuk dasar itu mendapatkan
akhiran -i (konfiks [[me-i]] dalam bahasa Indonesia) atau akhiran -ana (akhiran [[-lah]] dalam bahasa Indonesia) akan muncul bunyi konsonan n di antara bentuk dasar dan akhiran tersebut, dan selalu dalam bentuk aksara na rangkap (na diberi pasangan na). Misalnya: mari->mareni (ditulis marenni)/marenana (ditulis marennana), takon->nakoni (ditulis nakonni)/takonana (ditulis takonnana), tunggu->nunggoni (ditulis nunggonni)/tunggonana (ditulis tunggonnana), pépé->mèpèni (ditulis mèpènni)/pèpènana (ditulis pèpènnana). Kata turunan yang bentuk dasamya berakhir vokal, apabila bentuk dasar itu mendapatkan akhiran -é (akhiran [[-nya]] dalam bahasa Indonesia) akan muncul bunyi konsonan n di antara bentuk dasar dan akhiran tersebut, tetapi aksara 'na'-nya tidak dirangkap.
 
Selain perkecualian di atas, kata turunan yang bentuk dasamya berakhir vokal jika diberi [[akhiran]], maka kata turunan itu ditulis sesuai dengan pelafalannya (tidak selalu sesuai dengan penulisan Latinnya). Misalnya: turu->turua (ditulis turuwa), bali->balia (ditulis baliya), dst.
 
==== Awalan ====
Kata turunan yang dibentuk dari kala dasar mendapatkan
awalan (prefiks) nasal 'ang-', 'an-', 'am-', 'any-' (awalan [[me-]]/men-/mem-/meng-/meny- dalam bahasa Indonesia), apabila bunyi (konsonan atau vokal) awal kata
dasamya luluh (bersenyawa dengan awalan nasalnya), aksara 'ha' yang mengawali awalan nasal itu dapat dituliskan ataupun tidak. Misalnya: isi->ngisi juga dapat ditulis angisi (hangngisi), tantang->nantang juga dapat ditulis anantang (hanantang), puter->muter juga dapat ditulis amuter (hamuter), sebar->nyebar juga dapat ditulis anyebar (hanyebar). Namun apabila bunyi awal kata dasamya ''tidak'' luluh, aksara 'ha' yang mengawali awalan nasal itu ''harus'' dituliskan. Misalnya: dadi->andadi (bukan ndadi), buwang->ambuwang (bukan mbuwang), gawa->anggawa (bukan nggawa), jaluk->anjaluk (bukan njaluk).
 
=== Kata ulang dan majemuk ===
Kata turunan yang dibentuk melalui proses prereduplikasi atau [[dwipurwa]], penulisan suku awal yang diulang itu sesuai dengan pelafalannya.
 
Kata turunan yang dibentuk melalui proses reduplikasi penuh atau [[dwilingga]], apabila bentuk dasamya berawal vokal dan berakhir konsonan, vokal awal bentuk dasar itu tidak berubah (tidak dirangkap) walaupun pelafalannya terdengar dirangkap. Misalnya abang->abang-abang (bukan abang-ngabang), anget->anget-anget (bukan anget-tanget), iris->iris-iris (bukan iris-siris), enak->enak-enak (bukan enak-kenak). Demikian pula halny6a dengan kata majemuk, walaupun secara pelafalan terdengar dirangkap, tetapi penulisannya sama dengan tulisan Latinnya. Misalnya: bedhil angin (tidak ditulis ''bedhil langin''), mangan ati (tidak ditulis ''mangan nati''), mangsuk angin (tidak ditulis ''mangsuk kangin''), buntut urang (tidak ditulis ''buntut turang'').-->
 
<!--
Alteaven: Ini sumbernya mana?
Benny: Menurut mas Revi dari Jason Glavy
== Gaya penulisan (''Gagrag'') ==
Gaya aksara Jawa dapat dibedakan berdasarkan bentuk umum ataupun daerah asal. Dari segi bentuk, gaya terbagi atas ''ngetumbar'' yang melengkung dan "mbata" yang kaku. Dari daerah asal, terdapat gaya [[Surakarta]] dan [[Yogyakarta]].
 
[[Berkas:Gagrag Jawa.jpg|200px]]
 
Berdasarkan '''Bentuk aksara''' Penulisan aksara Jawa dibagi menjadi 3 yakni:
* Ngetumbar
[[Berkas:aj-ngtmbr.png]]
* Mbata Sarimbag
[[Berkas:aj-bs.png]]
 
{{br}}
{{br}}
Berdasarkan '''Daerah Asal''' Pujangga/Manuskrip, dikenal gaya penulisan aksara Jawa:
 
* Jogjakarta
[[Berkas:Aj-jogja.png]]
* Surakarta
[[Berkas:Aj-solo.png]]
* Lainnya
[[Berkas:Carakan_Gagrag_Pujakesuma.png]]<br><br>
[[Berkas:Carakan_Gagrag_Linge.png]]
-->
 
== Penggunaan ==
[[Berkas:Ratan Gajah Mada.jpg|jmpl|170px|Aksara Jawa yang dipakai pada papan nama jalan di [[Surakarta]].]]
Aksara Jawa sampai sekarang masih diajarkan di sekolah-sekolah wilayah berbahasa Jawa<ref>[http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0609/25/humaniora/2973155.htm Bahasa Jawa? Ih, "Boring" Banget]. Kompas daring 25-09-2006. Diakses 6-5-2009.</ref> seperti [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]], dan [[DI Yogyakarta]], sebagai bagian dari muatan lokal kelas 3 hingga 5 SD.<ref name="Wahab">Abdul Wahab. [http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=20&row= Masa depan bahasa, sastra, dan aksara daerah]. Nawala.</ref> Walaupun demikian, penggunaan sehari-hari, seperti dalam media cetak atau televisi, masih sangat terbatas dan terdesak oleh penggunaan [[aksara Latin]] yang lebih mudah diakses. Beberapa surat kabar dan majalah lokal memiliki kolom yang menggunakan aksara Jawa. Namun selain itu, usaha-usaha revivalisasi hanya bersifat simbolik dan tidak fungsional, seperti pada penulisan nama jalan. Salah satu penghambatnya adalah tidak adanya pengembangan [[ortografi]] dan [[tipografi]] aksara<ref name="Wahab"/>, serta digitalisasi komputer yang sulit dilakukan karena kompleksitas aksara Jawa.
 
== Penggunaan di luar bahasa Jawa ==
=== Bahasa Sunda ===
Aksara Jawa juga dapat digunakan untuk menulis [[bahasa Sunda]]. Namun aksara dimodofikasi dan dikenal dengan nama ''Cacarakan''. Salah satu perbedaan terlihat dari tidak digunakannya huruf ''dha'' dan ''tha'', sehingga konsonan dasarnya hanya terdiri dari 18 huruf. Perbedaan juga terlihat dari penyederhanaan vokal /o/ menjadi tanda baca tunggal ''tolong'' ({{jav|ꦵ|18px}}),<ref name=TJ/> dan bentuk huruf "nya" yang berbeda<ref name=TJ/>.<!--[[Berkas:cacarakan.png|center|200px|Aksara "Nya" dalam penulisan Sunda dituliskan dengan menggunakan aksara "Na" yang mendapat pasangan "Nya".]]-->
 
=== Bahasa Bali ===
[[Aksara Bali]] pada dasarnya hanyalah varian tipografik. Seperti Sunda, Bali juga tidak menggunakan huruf ''dha'' dan ''tha''. Namun karakter yang tidak digunakan lagi di Jawa masih digunakan untuk menulis kata serapan [[Sanskerta]] dan [[bahasa Jawa kuno|Jawa Kuno]].<ref>{{cite web |url=http://www.babadbali.com/aksarabali/alphabet.htm |title=The Balinese Alphabet, v0.6|author=Ida Bagus Adi Sudewa |date=14 May 2003 |work= |publisher=Yayasan Bali Galang|accessdate=9 November 2013}}</ref>
 
Bahasa Sunda mengenal tujuh fonem vokal.<ref>{{cite book|last=Müller-Gotama|first=Franz|date=2001|year=|title=Sundanese|place=Munich|publisher=LINCOM Europa|isbn=|series=Languages of the World. Materials|volume=369|pages=}}</ref> Walau begitu, ''cacarakan'' tidak membedakan vokal ''eu'' [ɨ] dan ''e'' [ə].{{efn|Salah satu contohnya dapat dilihat dalam buku ''Dongéng-dongéng Pieunteungeun'' di mana kata ''deui'' ditulis sebagai ꦝꦼꦆ ''de-i''.}} Sandangan dapat dilihat dalam tabel berikut:{{Sfn|Coolsma|1985|pp=6}}{{Sfn|Coolsma|1985|pp=7}}{{Sfn|Holle|1862}}
{| class=wikitable width=100%
{| class="wikitable" style="width:60%;"
|+ style="text-align: center;" |''Sandangan''
! style="width: 80px;" |-a
! style="width: 80px;" |-i
! style="width: 80px;" |-u
! style="width: 80px;" |-é
! style="width: 80px;" |-o
! style="width: 80px;" |-e/-eu
!style="width:80px;" | -ng
!style="width:80px;" | -r
!style="width:80px;" | -h
!style="width:80px;" |-r-
!style="width:80px;" |-y-
! style="width:80px;" | pemati
|- style="text-align: center"
| -
|ꦶ
|ꦸ
|ꦺ
|ꦴ
|ꦼ
|ꦁ
|ꦂ
|ꦃ
|ꦿ
|ꦾ
|꧀
|-
| style="text-align: center" | -
|[[Berkas:Hanacaraka-jawa.svg|pus|370px|Hanacaraka gaya Jawa]]
| style="text-align: center" |''panghulu''
|[[Berkas:Hanacaraka-bali.svg|pus|370px|Hanacaraka gaya Bali]]
| style="text-align: center" |''panyuku''
|- bgcolor="#f0f0f0"
| style="text-align: center" |''panéléng''
| Hanacaraka gaya Jawa
| style="text-align: center" |''panolong''
| Hanacaraka gaya Bali
| style="text-align: center" |''pamepet''
| style="text-align: center" |''panyecek''
| style="text-align: center" |''panglayar''
| style="text-align: center" |''pangwisad''
| style="text-align: center" |''panyakra''
| style="text-align: center" |''pamingkal''
| style="text-align: center" |''pamaéh''
|- style="text-align: center"
!ka
!ki
!ku
!ké
!ko
!ke/keu
!kang
!kar
!kah
!kra
!kya
!k
|- style="text-align: center"
|ꦏ
|ꦏꦶ
|ꦏꦸ
|ꦏꦺ
|ꦏꦴ
|ꦏꦼ
|ꦏꦁ
|ꦏꦂ
|ꦏꦃ
|ꦏꦿ
|ꦏꦾ
|ꦏ꧀
|}
 
=== BahasaContoh Sasakpenggunaan ===
Berikut penggunaan ''cacarakan'' dalam ''Dongéng-dongéng Pieunteungeun'' (Dongeng-dongeng Sebagai Cerminan) disertai dengan ejaan bahasa Sunda modern.<ref>{{Cite book|last=Moesa (.R.Hadji.)|first=Moehamad|date=1867|url=https://books.google.co.id/books?id=0hm2yOwsEgkC|title=Dongeng-dongeng pingĕntĕngĕn|language=su|access-date=2020-05-08|archive-date=2023-04-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20230417194925/https://books.google.co.id/books?id=0hm2yOwsEgkC|dead-url=no}}</ref>
{{sect-stub}}
 
=== Bahasa Madura ===
Aksara Jawa juga digunakan di Madura sejak zaman Kerajaan Daha/Panjalu/Kediri hingga Majapahit. Meskipun begitu, aksara Pegon (huruf Arab versi Jawa) menggantikan penggunaan aksara Jawa di Madura sejak awal kesultanan Demak.
{{sect-stub}}
 
=== Bahasa Indonesia dan bahasa asing ===
[[Berkas:Solo Grand Mall 2011 Bennylin 01.jpg|jmpl|Sebuah mall di [[Surakarta]], [[Jawa Tengah]].]]
Karena sifatnya yang fonetis, aksara Jawa dapat dipakai untuk menulis bahasa Indonesia dan kata serapan bahasa asing. Hal ini dapat dilihat pada tempat-tempat umum di wilayah berbahasa Jawa, terutama di [[Surakarta]], [[Yogyakarta]] dan sekitarnya. Kata dari bahasa asing ditulis sebagaimana kata tersebut diucap, bukan berdasarkan pengejaannya. Sebagai contoh, "Solo Grand Mall" ditransliterasikan menjadi {{java|ꦱꦺꦴꦭꦺꦴꦒꦿꦺꦤ꧀ꦩꦭ꧀}}sesuai dengan reka pengucapan dalam bahasa Jawa "Solo Grèn Mal".
 
<!--== Integrasi dalam sistem komputer ==
Aksara Jawa banyak digunakan dalam percetakan Hindia Belanda abad 19, tetapi perkembangannya berhenti menjelang Perang Dunia II dan digantikan oleh sistem ortografi Latin yang dikenalkan Belanda<ref>[http://www.monotype.co.uk/NonLatin/wt_info/info_javanese.html AGFA Monotype: Javanese]alternative link: http://www.monotypefonts.com/Library/Non-Latin-Library.asp?show=info&lan=javanese</ref>. Ketika sistem informasi elektronik muncul, terjadi sejumlah usaha revitalisasi aksara Jawa dengan mengintegrasikannya ke dalam sistem komputer, yang telah dilakukan sejak 1983 oleh peneliti dari [[Universitas Leiden]] (dipimpin [[Willem van der Molen]]) dan pada 1987 oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan<ref>Ibu Sedyati: http://yulian.firdaus.or.id/2005/04/20/unicode-hanacaraka/comment-page-4/#comment-13818</ref>. Integrasi ini diperlukan agar setiap karakter dalam aksara Jawa memiliki kode unik yang diakui di seluruh dunia. Namun karena penggunaan yang menurun dan kompleksitas ''rendering'', upaya ini berjalan dengan lambat.
 
== Unicode ==
Pada pertengahan tahun 1993 dan Maret 1998, Jeroen Hellingman mengajukan proposal untuk mendaftarkan aksara Jawa ke [[Unicode]]. Selanjutnya sekitar 2002, [[Jason Glavy]] membuat "[[font]]" aksara Jawa<ref>http://yulian.firdaus.or.id/2005/04/20/unicode-hanacaraka/comment-page-4/#comment-3246</ref> yang diedarkan secara bebas dan juga mengajukan proposal ke Unicode. Namun kedua proposal ini tidak diterima, dan baru sejak awal 2005 dilakukan usaha bertahap yang nyata untuk mengintegrasikan aksara Jawa ke dalam Unicode setelah [[Michael Everson]] membuat suatu ''code table'' sementara untuk didaftarkan. Kelambatan ini terjadi karena kurangnya dukungan dari masyarakat pengguna aksara Jawa.
 
Pada Kongres Bahasa Jawa (KBJ) IV 2006, mulai terhimpun dukungan dari masyarakat pengguna serta usaha untuk meregistrasi aksara Jawa dalam standar Unicode mulai intensif dilaksanakan. Tim khusus Registrasi Unicode aksara Jawa berhasil dibentuk dengan dikomandani oleh [http://ganeshana.org/ Hadiwaratama/Hadi Waratama] (Bandung), Ki [http://ki-demang.com Sudarto HS]/Ki Demang Sokowaten (Jakarta) dan Ki Bagiono Sumbogo/Djokosumbogo (Jakarta). Kerja keras selama kurang lebih 3 tahun ini akhirnya membuahkan hasil dengan telah diterimanya aksara Jawa sebagai aksara yang diakui dalam standar Unicode versi 5.2 (tergabung dalam Amendemen 6) yang keluar pada tanggal 1 Oktober 2009.<ref>[http://www.unicode.org/versions/Unicode5.2.0/ Unicode 5.2.0]</ref> Dalam pernyataan resmi di situs Unicode, disebutkan orang-orang yang terlibat dalam upaya penstandaran aksara Jawa ini adalah: Bagiono Djokosumbogo, Michael Everson (teknis), Hadiwaratama (ketua tim), Donny Harimurti, Sutadi Purnadipura, dan Ki Demang Sokowaten.<ref>http://www.unicode.org/acknowledgements/Unicode6.0.0/techcontrib.html</ref><ref>http://www.unicode.org/acknowledgements/Unicode6.0.0/editorial.html lebih lanjut tentang Michael Everson</ref>
 
Sebenarnya dalam aksara-aksara Nusantara, aksara Jawa merupakan yang ke-5 untuk diakui Unicode, setelah aksara Bugis, aksara Bali (keduanya sejak 5.0<ref>http://www.unicode.org/versions/Unicode5.0.0/Acknowledge.pdf</ref><ref>[http://yulian.firdaus.or.id/2005/04/20/unicode-hanacaraka/comment-page-4/#comment-4841 Proses komputerisasi aksara Bali]</ref>), aksara Rejang dan aksara Sunda (keduanya sejak 5.1<ref>http://www.unicode.org/acknowledgements/Unicode6.0.0/techcontrib.html</ref>) telah diakui. Dibandingkan dengan aksara Bali (aksara Nusantara lain dengan kompleksitas yang sama dilihat dari segi ''rendering'') aksara Jawa perlu waktu pengembangan yang lebih lama hingga akhirnya diterima dalam [[Unicode]].
-->
 
== Font ==
{| class="wikitable"
! colspan="2" | Bahasa Sunda
|+ Perbandingan tampilan beberapa font Jawa
! rowspan="2" |Bahasa Indonesia
|- align="center" bgcolor="#f0f0f0"
| '''JG Aksara Jawa''', oleh Jason Glavy
|-
| [[Berkas:Sample JG! Aksara Jawa.png|700px]]
! Latin
|-
| {{Script/Java|꧄ ꦠꦸꦮꦤ꧀ ꦮꦶꦤ꧀ꦠꦼꦂꦗꦸꦫꦸꦧꦱ꧈ ꦗꦼꦤꦼꦁꦔꦤ꧀ꦤꦤꦤꦸꦔꦁꦒꦶꦠ꧀꧈ ꦩꦶꦤ꧀ꦝꦃꦏꦼꦤ꧀ꦏꦧꦱꦗꦮ꧈}}
|- align="center" bgcolor="#f0f0f0"
| ''Tuwan Winter jurubasa, Jenenganana nu nganggit, Mindahkeun ka basa Jawa,''
| '''Tuladha Jejeg''', oleh R.S. Wihananto
|Tuwan Winter sang ahli bahasa, Beliau yang menulis, Yang menerjemahkan ke bahasa Jawa,
|-
| {{Script/Java|ꦔ꦳ꦪꦼꦤꦝꦶꦱꦭꦶꦤ꧀ꦝꦼꦆ꧈ ꦝꦶꦱꦸꦤ꧀ꦝꦏꦼꦤ꧀ꦱꦏꦭꦶ꧈ ꦏꦸꦏꦮꦸꦭꦔ꦳ꦸꦫꦁꦒꦫꦸꦠ꧀꧈}}
| [[Berkas:Sample Tuladha Jejeg.png|700px]]
| ''Ayeuna disalin deui, Disundakeun sakali, Ku kawula urang Garut,''
|- align="center" bgcolor="#f0f0f0"
|Sekarang disalin lagi, Diterjemahkan ke bahasa Sunda, Oleh saya orang Garut,
| '''Aturra''', oleh Aditya Bayu
|-
| {{Script/Java|ꦔ꦳ꦫꦶꦔ꦳ꦤꦸꦝꦶꦥꦭꦂ꧈ ꦔ꦳ꦸꦫꦁꦱꦸꦤ꧀ꦝꦠꦩ꧀ꦧꦃꦫꦗꦶꦤ꧀꧈ ꦫꦺꦪꦕꦿꦶꦠꦧꦫꦶꦱ꧀ꦲ꦳ꦼꦤ꧀ꦠꦼꦁꦏꦭꦏꦸꦮꦤ꧀꧉}}
| [[Berkas:Sample Aturra.png|700px]]
| ''Ari anu dipalar, Urang Sunda tambah rajin, Réa crita baris eunteung kalakuan.''
|- align="center" bgcolor="#f0f0f0"
|Harapannya, Orang Sunda tambah rajin, Banyak cerita sebagai cerminan perbuatan.
| '''Adjisaka''', oleh Sudarto HS/Ki Demang Sokowanten
|}
 
== Blok Unicode ==
{{Utama|Javanese (blok Unicode)}}
Aksara Jawa resmi dimasukkan ke dalam [[Unicode]] sejak Oktober 2009 dengan dirilisnya Unicode versi 5.2. Blok Unicode aksara Jawa terletak pada kode U+A980–U+A9DF. Terdapat 91 kode yang mencakup 53 huruf, 19 tanda baca, 10 angka, dan 9 vokal. Sel abu-abu menunjukkan titik kode yang belum terpakai.
{{Tabel Unicode Aksara Jawa}}
: ''Lihat pula [[:jv:Wikipedia:Unicode/Aksara Jawa|Tabel alternatif Unicode aksara Jawa yang diurutkan berdasarkan hanacaraka]]''
 
== Galeri ==
<!-- Dimohon untuk tidak menambahkan foto lagi karena sudah terlalu banyak. Disarankan untuk menambahkannya ke galeri foto Wikimedia Commons, https://commons.wikimedia.org/wiki/Javanese_script. -->
{| class="wikitable" style="margin:0 auto;" align="center" colspan="2" cellpadding="3" style="font-size: 80%; width: 100%;"
|-
|align=center colspan=2|
| [[Berkas:Sample Adjisaka.png|700px]]
<gallery mode="packed" heights="200px">
Berkas:Facsimile of the Ciéla Map.jpg| Faksimil peta Kerajaan Timbanganten dari [[Ciela, Bayongbong, Garut|Desa Ciéla, Garut]], mungkin dari 1500an ke atas.
<!--Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Steen met tekst Grissee TMnr 60046661.jpg|Prasasti beraksara Jawa dari sekitar abad ke-18 di kompleks makam Kyai Tumenggung Pusponegoro, [[Gresik]], [[Jawa Timur]]-->
<!--Serat jayalengkara wulang 02v-03r.jpg| Salah satu halaman ''Serat Jaya Lengkara Wulang'' yang disalin pada tahun 1803, koleksi British Library-->
Berkas:Mss jav 28 f013v.png| Salah satu halaman ''Serat Damar Wulan'' yang disalin pada tahun 1804, koleksi British Library
Berkas:IND-(NethEastInd)-Government recepis-5 Gulden (1846) unsigned remainder.jpg|Lembar obligasi pemerintahan Hindia Belanda seharga 5 Gulden/Rupiah tahun 1846, dengan nominal yang dieja dengan huruf Latin, abjad [[huruf Pegon|Pégon]], dan aksara Jawa
Berkas:Bromartani.jpg|Koran ''[[Bromartani]]'', koran pertama berbahasa dan beraksara Jawa yang pertama terbit pada tahun 1855.
<!--Berkas:Book title commemorating Wilhelmina's ascension-Semarang 1898.jpg|Halaman judul buku kenang-kenangan yang merayakan kenaikan [[Ratu Wilhelmina]], dicetak di Semarang tahun 1898-->
<!--Berkas:Serat bratayudha.jpg| Salah satu halaman ''Serat [[Baratayuda|Bratayudha]]'' yang disalin pada tahun 1902, koleksi Widya Budaya-->
<!--Berkas:Serat damar wulan f.2r.jpg|Halaman pembuka ''Serat Damar Wulan'' yang disalin sekitar abad ke-18, koleksi British Library-->
<!--Berkas:Javanese advertisement - droste's cacao.jpg|Iklan Droste's Cacao-->
<!--Berkas:Javanese advertisement - lampoe osram.jpg|Iklan Lampoe Osram-->
<!--Berkas:Bocah mangkunagaran.jpg|''Bocah Mangkunagaran'' (1937), kumpulan cerita dan informasi mengenai wilayah [[praja Mangkunegaran|Mangkunegara]]-->
<!--Berkas:IND-78b-De Javasche Bank-5 Gulden (1937).jpg|Uang kertas 5 Gulden yang dikeluarkan [[De Javasche Bank]] tahun 1937, dengan peringatan pemalsuan multiaksara yang termasuk aksara Jawa-->
Berkas:Mesin ketik beraksara Jawa buatan pabrik Royal Bar-Lock dilihat dari dekat.jpg|Detail tombol-tombol mesin tik aksara Jawa bermerek Royal Bar-Lock yang pernah dipakai oleh [[Keraton Surakarta]] dari tahun 1917 hingga 1960, koleksi Museum Penerangan
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Demonstratieauto van de Dienst der Volksgezondheid ca. 1925 TMnr 60012956.jpg|Mobil yang digunakan Dinas Kesehatan Rakyat (''Dienst der Volks Gezondheid'') sekitar tahun 1925
Berkas:Prasasti Pakubuwana X.jpg|[[Prasasti Pakubuwana X]] yang memperingati pembangunan sejumlah gapura di Surakarta pada tahun 1938
<!--Berkas:Netherlands Indies-94-De Javasche Bank-100 Gulden (1946).jpg|Uang kertas 100 Gulden yang dikeluarkan De Javasche Bank tahun 1946, seri Gulden terakhir dengan aksara Jawa yang dicetak ulang pada tahun 1950-->
Berkas:Jalan Slamet Riyadi (Road sign in Surakarta).jpg|Penggunaan aksara Jawa pada papan nama jalan di Surakarta. Terdapat kesalahan penulisan pada kata ''brigjen'' yang seharusnya ditulis dengan diaktrik ''taling'' agar dibaca ''brigjèn''. [[:Commons:File:Jalan Slamet Riyadi.jpg|Papan nama di jalan yang sama namun ruas yang berbeda]] juga menunjukkan ketidakseragaman ejaan.
<!--Berkas:"+arya+" ꦥꦥꦤ꧀ ꦢꦭꦤ꧀ ꦕꦶꦥ꧀ꦠ ꦩꦔꦸꦤ꧀ꦏꦸꦱꦸꦩ papan nama jalan cipto mangunkusumo cirebon 2020.jpg|Papan nama jalan di Cirebon-->
<!--Berkas:Tanda bahaya listrik dalam bahasa Belanda, Melayu dan Jawa.jpg|Tanda bahaya listrik dalam bahasa Belanda, Melayu dan Jawa di Surabaya-->
Berkas:Javanese script in modern use.jpg|Dekorasi kontemporer dengan elemen desain aksara Jawa
Berkas:Yogyakarta Sultanate Hamengkubhuwono X Emblem.svg|Lambang [[Kesultanan Yogyakarta]] dengan stilisasi aksara Jawa di bidang tengahnya
<!--Berkas:"+Arya+" pintu masuk makam buyut tambi 2014.jpg|Pintu masuk situs makam Buyut Tambi di [[Indramayu]], [[Jawa Barat]] menggunakan aksara Jawa. Terdapat kesalahan penulisan pada aksara sa (terbalik) dan pada kata ''kramat'' yang seharusnya ditulis dengan ''sandhangan cakra'' alih-alih ''pasangan'' ra.-->
<!--Berkas:Cireundeu.jpg|Tanda selamat datang di kampung adat Cireundeu, [[Kota Cimahi|Cimahi]].-->
<!--Berkas:Bumialitjpg.jpg|Penggunaan Cacarakan di Pasucian Bumi Alit, [[Panjalu, Ciamis]].-->
<!-- Dimohon untuk tidak menambahkan foto lagi karena sudah terlalu banyak. Disarankan untuk menambahkannya ke galeri foto Wikimedia Commons, https://commons.wikimedia.org/wiki/Javanese_script -->
</gallery>
|}
 
== Lihat pula ==
* dengan sampel teks baris pertama [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia]] dalam bahasa Jawa.
* [[Bahasa Jawa]]
* [[Sastra Jawa]]
* [[Kongres Aksara Jawa]]
* [[Aksara Nusantara]]
*[[Jawanisasi (aksara)]]
 
== Catatan ==
Pada tahun 2013, terdapat sejumlah font pendukung aksara Jawa yang beredar luas: '''Hanacaraka/Pallawa''' oleh Teguh Budi Sayoga,<ref>{{cite web |url=http://hanacaraka.fateback.com/dok&down.htm|title=Hanacaraka|author=Teguh Budi Sayoga |date=September 2004 |work= |publisher=|accessdate=9 November 2013}}</ref> '''Adjisaka''' oleh Sudarto HS/Ki Demang Sokowanten,<ref>{{cite web |url=http://www.adjisaka.com/ |title=Adjisaka|author=Ki Demang Sokowanten |date=1 November 2009|work= |publisher=|accessdate=9 November 2013}}</ref> '''JG Aksara Jawa''' oleh Jason Glavy,<ref>{{cite web |url=http://www.reocities.com/jglavy/asian.html|title=JG Aksara Jawa|author=Jason Glavy |date=16 December 2006|work= |publisher=|accessdate=9 November 2013}}</ref> '''Carakan Anyar''' oleh Pavkar Dukunov,<ref>{{cite web |url=https://sites.google.com/site/hanacarakan/font|title=Carakan Anyar|author=Pavkar Dukunov |date=Nov 25, 2011|work= |publisher=Hanang Hundarko|accessdate=9 November 2013}}</ref> dan '''Tuladha Jejeg''' oleh R.S. Wihananto,<ref>{{cite web |url=https://sites.google.com/site/jawaunicode/|title=Tuladha Jejeg, Javanese Unicode font|author=R.S. Wihananto |date=|work= |publisher=|accessdate=9 November 2013}}</ref> yang berbasiskan teknologi [[Graphite (SIL)]]. Font lain yang edaran terbatas termasuk '''Surakarta''' yang dibuat oleh Matthew Arciniega pada 1992 untuk ''screen'' font [[Macintosh|Mac]],<ref>[http://luc.devroye.org/fonts-46330.html Matthew Arciniega's page]</ref> dan '''Tjarakan''' yang dikembangkan AGFA Monotype sekitar tahun 2000.<ref>[http://www.monotype.co.uk/NonLatin/wt_glyphs/gr_javanese.html AGFA Monotype: Javanese. Glyph repertoire]</ref> Terdapat juga font berbasis symbol bernama '''Aturra''' yang dikembangkan Aditya Bayu sejak 2012-2013.<ref>{{cite web |url=http://alteaven.deviantart.com/art/Aturra-Java-365645184 |title=Aturra, font for Javanese|author=Aditya Bayu Perdana |date=1 September 2013 |work= |publisher=|accessdate=9 November 2013}}</ref>
{{notelist}}
 
== Rujukan ==
Karena kompleksitas aksara Jawa, banyak font aksara Jawa menggunakan metode input non-konvensional dibanding aksara [[Brahmi]] lain, dan memiliki sejumlah masalah. Semisal, penggunaan JG Aksara Jawa dapat menimbulkan konflik dengan tulisan lain karena font tersebut menggunakan kode berbagai tulisan selain Jawa.<ref>[[:jv:Pitulung:Aksara Jawa|Pitulung: Aksara Jawa]]</ref>
{{reflist}}
 
=== Daftar pustaka ===
Secara teknis, dapat dikatakan bahwa font Tuladha Jejeg adalah yang paling lengkap. Font tersebut mampu menampilkan bentuk kompleks dan mendukung semua karakter Jawa dengan basis [[Unicode]]. Hal ini dicapai dengan penggunaan teknologi teknologi [[Graphite SIL]]. Namun karena tidak banyak tulisan yang butuh dukungan sekompleks Jawa, penggunaan terbatas pada program yang mendukung Graphite, seperti browser [[Firefox]], dan [[Mozilla Thunderbird|Thunderbird]] email client. Font ini juga digunakan untuk tampilan aksara Jawa di situs-situs [[Wikimedia Foundation]], seperti situs [[Wikipedia]].<ref name=TJ/>
* {{cite journal|last=Arps|first=B|url=https://openaccess.leidenuniv.nl/handle/1887/15216|title=How a Javanese Gentleman put his Library in Order|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|year=1999|issue=3|volume=155|page=416-469|ref=harv}}
<!--[[Berkas:KB Javanese-NoAltGr.svg|600px|jmpl|nir|Keyboard layout aksara Jawa]]-->
* {{cite journal|last=Behrend|first=T E|url=https://www.researchgate.net/publication/41017542_Manuscript_production_in_nineteenth-century_Java_Codicology_and_the_writing_of_Javanese_literary_history|title=Manuscript Production in Nineteenth Century Java. Codicology and the Writing of Javanese Literary History|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|year=1993|volume=149|issue=3|doi=10.1163/22134379-90003115|pages=407-437|ref=harv}}
* {{cite book|last=Behrend|first=T E|chapter=Textual Gateways: the Javanese Manuscript Tradition|url=https://archive.org/details/illuminationswri0000kuma|title=Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia|editor=Ann Kumar|editor2=John H. McGlynn|publisher=Lontar Foundation|year=1996|isbn=0834803496|location=Jakarta|language=EN|ref=harv}}
* {{Cite book|last=Coolsma|first=Sierk|year=1985|url=https://archive.org/details/tata-bahasa-sunda/|title=Tata Bahasa Sunda|location=Jakarta|publisher=(Penerbit Asli) Fa. A.W. Sijthoff|pages=|translator-last=Widjajakusumah, Rusyana|translator-first=Husein, Yus|oclc=13986971|ref=harv|orig-year=1904|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Ekadjati|first=Edi S.|date=1999|url=https://books.google.co.id/books?printsec=frontcover&vid=LCCN99503487&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false|title=Direktori Edisi Naskah Nusantara|location=Jakarta|publisher=Yayasan Obor Indonesia dan Masyarakat Pernaskahan Nusantara|isbn=9794613347|ref=harv|url-status=live}}
* {{cite journal|url=http://std.dkuug.dk/jtc1/sc2/wg2/docs/n3319.pdf|first=Michael|last=Everson|title=Proposal for encoding the Javanese script in the UCS|journal=ISO/IEC JTC1/SC2/WG2|issue=N3319R3|date=6 Maret 2008|publisher=Unicode|ref=harv}}
* {{cite book|last=Molen|first=Willem van der|year=1993|title=Javaans Schrift|publisher=Rijksuniversiteit te Leiden|journal=Vakgroep Talen en Culturen van Zuidoost-Azië en Oceanië, Rijksuniversiteit te Leiden|place=Leiden|volume=Semaian 8|isbn=90 73084 09 1|language=nl|url=https://books.google.co.id/books?id=8FNTAAAACAAJ&dq=javaans+schrift&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwi42vnx_J3pAhVWbn0KHRTPDeYQ6AEIKDAA|ref=harv}}
* {{cite book|last=Molen|first=Willem van der|year=2000|chapter=Hoe Heft Zulks Kunnen Geschieden? Het Begin van de Javaanse Typografie|publisher=Vakgroep Talen en Culturen van Zuidoost-Azië en Oceanië, Rijksuniversiteit te Leiden|title=Woord en Schrift in de Oost. De betekenis van zending en missie voor de studie van taal en literatuur in Zuidoost-Azie|editor=Willem van der Molen|place=Leiden|volume=Semaian 19|language=nl|url=https://books.google.co.id/books/about/Woord_en_schrift_in_de_Oost.html?id=TQjZAAAAMAAJ&redir_esc=y|isbn=9074956238|page=132-162|ref=harv}}
* {{cite Journal|last=Moriyama|first=Mikihiro|url=https://kyoto-seas.org/pdf/34/1/340108.pdf|journal=Southeast Asian Studies|volume=34|issue=1|date=Juni 1996|title=Discovering the 'Language' and the 'Literature' of West Java: An Introduction to the Formation of Sundanese Writing in 19th Century West Java|pages=151-183|ref=harv}}
* {{cite book|url=https://www.sastra.org/katalog/judul?ti_id=75|title=Baoesastra Djawa|last=Poerwadarminta|first=W.J.S|publisher=J.B. Wolters|year=1939|isbn=0834803496|location=Batavia|language=JV|ref=harv}}
* {{cite Journal|url=https://research.monash.edu/en/publications/javanese-script-as-cultural-artifact-historical-background|last=Robson|first=Stuart Owen|year=2011|title=Javanese script as cultural artifact: Historical background|journal=RIMA: Review of Indonesian and Malaysian Affairs|volume=45|issue=1-2|page=9-36|ref=harv}}
* {{cite book|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/7638/1/PELESTARIAN%20DAN%20MODERNISASI%20AKSARA%20DAERAH.pdf|title=Pelestarian dan Modernisasi Aksara Daerah: Perkembangan Metode dan Teknis Menulis Aksara Jawa|last=Rochkyatmo|first=Amir|date=1 Januari 1996|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|language=id|ref=harv}}
*{{Cite book|last=Rosyadi|date=1997|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/14862/1/Pelestarian%20dan%20usaha%20pengembangan%20aksara%20daerah%20sunda.pdf|title=Pelestarian Dan Usaha Pengembangan Aksara Daerah Sunda|location=Jakarta|publisher=Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Pusat Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan|ref=harv|url-status=live}}
 
==== AksaraPedoman rekaan Arabpenulisan ====
* {{cite conference|url=https://archive.org/details/wewaton-sriwedari|conference=Kongres Sriwedari|year=1926|title=Wawaton Panjeratipoen Temboeng Djawi mawi Sastra Djawi dalasan Angka|author=Koemisi Kasoesastran ing Sriwedari, Soerakarta|publisher=Landsdrukkerij|place=Weltevreden|ref=harv}} Dikenal juga sebagai ''Wewaton Sriwedari'' atau ''Paugeran Sriwedari''. Terjemahan bahasa Indonesia dapat dibaca [https://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/pengetahuan-bahasa/2520-sastra-sriwedari di sini]
{{Utama|Aksara rekaan Arab}}
* {{cite book|last=Darusuprapta|title=Pedoman Penulisan Aksara Jawa|place=Yogyakarta|publisher=Yayasan Pustaka Nusantara bekerja sama dengan Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Tingkat I Jawa Tengah, dan Daerah Tingkat I Jawa Timur|year=2002|isbn=979-8628-00-4|url=https://archive.org/details/pedoman-penulisan-aksara-jawa-2002|ref=harv}}
Aksara Rekaan Arab adalah aksara jawa yang diubah untuk menuliskan Bahasa Arab. Abjad ini digunakan sebagai transliterasi Bahasa Arab terutama untuk keperluan religius.
 
Bahasa Sanskerta dan Kawi
Beberapa bukti penggunaan Aksara Rekaan Arab terutama pada terjemahan Kitab Suci Al-Quran yang berjudul Kuran Jawi yang dibuat oleh R.M. Bagus Ngarpah (R.M. Bagus 'Arfah) pada tahun 1905 Masehi terutama digunakan pada kata-kata Bahasa Arab yang tidak terdapat pada Bahasa Jawa walaupun sebelum itu Aksara Rekaan Arab sudah digunakan dalam upaya pada awal penyebaran Agama Islam secara intens terutama sejak masa Kekhalifahan Demak dan kerajaan-kerajaan islam di tanah jawa setelah periodenya.
 
* {{cite book|url=https://archive.org/details/serat-mardi-kawi/W.%20J.%20S.%20Poerwadarminta%20-%20Serat%20Mardi%20Kawi%2C%20Jilid%20I%20%281931%29|title=Serat Mardi Kawi|volume=1|year=1930|publisher=De Bliksem|place=Solo|first=W J S|last=Poerwadarminta|ref=harv}}
== Unicode ==
* {{cite book|url=https://archive.org/details/serat-mardi-kawi/W.%20J.%20S.%20Poerwadarminta%20-%20Serat%20Mardi%20Kawi%2C%20Jilid%20II%20%281931%29|title=Serat Mardi Kawi|volume=2|year=1931|publisher=De Bliksem|place=Solo|first=W J S|last=Poerwadarminta|ref=harv}}
Aksara Jawa resmi dimasukkan ke dalam [[Unicode]] sejak Oktober, 2009, dengan dirilisnya Unicode versi 5.2. Blok Unicode aksara Jawa terletak pada kode U+A980–U+A9DF. Terdapat 91 kode yang mencakup 53 huruf, 19 tanda baca, 10 angka, dan 9 vokal. Sel abu-abu menunjukkan titik kode yang belum terpakai.
* {{cite book|url=https://archive.org/details/serat-mardi-kawi/W.%20J.%20S.%20Poerwadarminta%20-%20Serat%20Mardi%20Kawi%2C%20Jilid%20III%20%281931%29|title=Serat Mardi Kawi|volume=3|year=1931|publisher=De Bliksem|place=Solo|first=W J S|last=Poerwadarminta|ref=harv}}
{{Tabel Unicode Aksara Jawa}}
:* Lihat pula [[:jv:Wikipedia:Unicode/Aksara Jawa|Tabel alternatif Unicode aksara Jawa yang diurutkan berdasarkan hanacaraka]]
 
Bahasa Sunda
<!--=== Program konversi ===
Selain itu sebelum terdaftar di Unicode, aksara Jawa juga pernah beredar ''font'' serta ''software'' aksara Jawa oleh Yanis Cahyono pada tahun 2001 yang diberi nama "Aljawi"<ref>[http://sites.google.com/site/fontaksarajawa font aksara jawa standar yogyakarta (aljawi)]</ref>, hampir bersamaan disusul Ermawan Pratomo membuat font hanacaraka pada tahun 2001{{fact}}. Selain itu ada pula program pengkonversi font Carakan-Latin oleh Bayu Kusuma Purwanto (2006), yang dapat diekspor ke dalam html<ref>[http://carakan.blogspot.com/2008/05/publikasi-carakan.html Carakan]. Aplikasi pengkonversi Aksara Jawa Hanacaraka ke aksara Latin (''vica versa'')</ref>, dan Setya Amrih Prasadja yang membuat ''font'' Rama Setya yang berdasarkan Serat Rama Cirebonan<ref>http://smada-zobo.jimdo.com/unduhan/</ref> dan Hanacaraka JG Setya (turunan JG Aksara Jawa). Program konversi lain yang beredar antara lain adalah OnScreen Keyboard Jawa oleh Wisudyantoro<ref>http://wisudyantoro.blogspot.com/2010/05/onscreen-keyboard-jawa.html</ref><ref>[http://yonk1991.xtgem.com/jagad%20jawa/nulis%20jawa keyboard jawa versi ''online''] dan [http://yonk1991.xtgem.com/jagad%20jawa/translate transliterasi ''online''] oleh Yayong Ditya K</ref>-->
 
* {{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=AupPpeV6EZUC&pg=PP18&dq=Soendasch+spel-+en+lees+boek,+met+Soendasche+letter&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwilx6H1taPpAhUPzTgGHUiXDFoQ6AEIKzAA#v=onepage&q&f=false|title=Soendasch spel- en lees boek, met Soendasche letter|year=1862|publisher=Landsdrukkerij|place=Batavia|first=K F|last=Holle|ref=harv}}
== Galeri ==
<gallery>
Berkas:Gajah Wong Aksara Jawa.png|Nama [[Kereta api Gajah Wong|KA Gajah Wong]] dalam bentuk Aksara Jawa.
Berkas:Serat bratayudha.jpg|Gambar figur [[wayang]] dalam ''Serat Bratayudha''
Berkas:Serat damar wulan f.2r.jpg|Halaman pembuka ''Serat Selarasa''
Berkas:Sam Kok (in Javaans schrift recto zijde).JPG|Naskah terjemahan [[Kisah Tiga Negara]] yang ditulis tangan
Berkas:Raden Segara (Madurese in Javanese script-published in 1890) (cropped).jpg|''Raden Sagara'' dengan [[bahasa Madura]] dan aksara tercetak
Berkas:Book tittle commemorating Wilhelmina's ascension-Semarang 1898.jpg|Pengaruh Eropa pada sebuah buku yang dicetak di Semarang, 1898
Berkas:Ratan Gajah Mada.jpg|Papan nama jalan di [[Surakarta]] dengan huruf latin dan aksara Jawa
Berkas:Bank sign in Javanese.jpg|Papan nama bank dengan aksara Jawa
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Steen met tekst Grissee TMnr 60046661.jpg|Prasasti beraksara Jawa di [[Gresik]]
Berkas:Javanese script01.jpg|Plakat berbahasa [[Bahasa Portugis|Portugis]] dan [[Bahasa Jawa|Jawa]] di [[Tamansari]], [[Yogyakarta]]
Berkas:Prasasti Pakubuwana X.jpg|Prasasti Pakubowono X, 1938
Berkas:Serat Kalatidha-Leiden01.jpg|Salah satu puisi-puisi tembok [[Leiden]], ''Serat Kalatidha'', dengan aksara Jawa
Berkas:Coat of arms of Yogyakarta.svg|Lambang [[DI Yogyakarta]] menggunakan aksara Jawa
Berkas:Yogyakarta Sultanate Hamengkubhuwono X Emblem.svg|Aksara yang dibentuk pada lambang [[Kesultanan Yogyakarta]]
Berkas:Macan putih.jpg|Kaligrafi Jawa kontemporer
Berkas:Excavator with Javanese script in Surabaya.jpg|Alat penggaruk dengan tulisan aksara Jawa di Surabaya
</gallery>
 
Bahasa Madura
== Referensi ==
 
{{reflist}}
* {{Cite book|url=https://archive.org/details/madoereeschespr01kiligoog|title=Madoereesche spraakkunst|last=Kiliaan|first=Hendrik Nicolaas|date=1897|location=Batavia|publisher=Landsdrukkerij|ref=harv}}
* {{cite book|url=https://books.google.com/books?id=FuTuSGlAMXoC&pg=PP1|title=Sorat tjarakan Madurah|year=1866|place=Batavia|ref={{harvid|Sorat tjarakan Madurah|1866}}}} <!-- Nama penulis tidak diketahui, format sfn: {{sfn|Sorat tjarakan Madurah|1866|p=x}} -->
 
== Pranala luar ==
{{commons category}}
{{commons category|Manuscripts in Javanese script|Naskah Aksara Jawa}}
{{commons category|Printed Javanese Script |Publikasi Cetak Aksara Jawa}}
=== Koleksi digital ===
* [https://www.bl.uk/manuscripts/ Koleksi naskah British Library]
* [http://khastara.perpusnas.go.id/ Koleksi naskah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia]
* [https://www.sastra.org/katalog Koleksi naskah Yayasan Sastra Lestari]
* [https://widyapustaka.webnode.com/paugeran/ Koleksi acuan Widyapustaka] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20211214103733/https://widyapustaka.webnode.com/paugeran/ |date=2021-12-14 }}
* [https://sea.lib.niu.edu/islandora/object/SEAImages%3Alontar?display=list ''Southeast Asia Digital Library'' kompilasi Northern Illinois University]
 
=== Naskah digital ===
* [https://www.loc.gov/item/2012320671/ ''Babad Tanah Jawi''] (1862) koleksi Perpustakaan Kongres AS no. DS646.27
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=Sloane_MS_1403E Catatan utang pada selempir lontar] (1708) koleksi British Library no. Sloane MS 1403E
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=MSS_Malay_A_3 Kamus bahasa Melayu-Jawa-Madura] dari awal abad ke-19, koleksi British Library no. MSS Malay A 3
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=Add_MS_12341 Kumpulan dokumen Keraton Yogyakarta] (1786–1812) koleksi British Library no. Add Ms 12341
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=Or_15932 ''Papakem Pawukon''] dari Bupati Sepuh Demak di Bogor (1814) koleksi British Library no. Or 15932
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=Add_MS_12337 ''Wejangan Hamengkubuwana I''] (1812) koleksi British Library no. Add MS 12337
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=Add_MS_45273 ''Raffles Paper'' - vol III] (1816) kumpulan surat-surat yang diterima Raffles dari penguasa-penguasa Nusantara, koleksi British Library no. Add MS 45273
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=MSS_Jav_24 ''Serat Jaya Lengkara Wulang''] (1803) koleksi British Library no. MSS Jav 24
* [https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=MSS_Jav_28 ''Serat Selarasa''] (1804) koleksi British Library no. MSS Jav 28
* [http://khastara.perpusnas.go.id/web/detail/335633/usana ''Usana Bali''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200619221833/http://khastara.perpusnas.go.id/web/detail/335633/usana |date=2020-06-19 }} (1870) salinan Jawa dari sebuah lontar Bali berjudul sama, koleksi Perpustakaan Nasional Indonesia no. CS 152
<!--* [https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Bharata-Yuddha_oudjavaansch_heldendicht.pdf Bharata-Yuddha; oudjavaansch heldendicht] (1903) Bharatayuddha dalam bahasa dan ejaan Kawi[https://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=MSS_Jav_36 ''Babad Mataram'' dan ''Babad ing Sangkala''] (1738) koleksi British Library no. MSS Jav 36-->
* [https://books.google.co.id/books?id=0hm2yOwsEgkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false ''Dongèng-dongèng Pieuntengen''] (1867) kumpulan dongeng berbahasa Sunda dan beraksara Jawa yang dikompilasikan oleh [[Muhammad Musa]]
 
=== Lainnya ===
* [http://std.dkuug.dk/jtc1/sc2/wg2/docs/n3319.pdf Proposal Unicode untuk aksara Jawa]
* [https://www.unicode.org/L2/L2019/19004-javanese-keret.pdf Dokumentasi Unicode mengenai diakritik KERET]
* [https://www.unicode.org/L2/L2017/17038-cakra.pdf Dokumentasi Unicode mengenai diakritik CAKRA]
* [https://www.unicode.org/L2/L2019/19083-javanese-pengkal.pdf Dokumentasi Unicode mengenai diakritik PENGKAL]
* [https://www.unicode.org/L2/L2019/19003-javanese-tolong.pdf Dokumentasi Unicode mengenai diakritik TOLONG]
* [https://blogs.bl.uk/asian-and-african/javanese/ Blog Studi Asia-Afrika British Library, topik Jawa]
* [https://www.omniglot.com/writing/javanese.htm Artikel aksara Jawa] di omniglot.com
* [https://r12a.github.io/pickers/java/ ''Character Picker'' aksara Jawa] oleh Richard Ishida
* [https://bennylin.github.io/transliterasijawa/ Laman transliterasi aksara Jawa oleh Benny Lin]
* Unduh fon aksara Jawa di situs web [https://sites.google.com/site/jawaunicode/main-page Tuladha Jejeg] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20211027132347/https://sites.google.com/site/jawaunicode/main-page |date=2021-10-27 }}, [https://aksaradinusantara.com/fonta/aksara/jawa Aksara di Nusantara], atau repositori [https://github.com/googlefonts/noto-fonts/tree/main/hinted/ttf/NotoSansJavanese Google Noto]
 
{{Aksara Jawa}}
{{Aksara}}
{{Bahasa Jawa}}
{{artikel bagus}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Aksara Jawa| ]]
[[Kategori:Aksara Nusantara|Jawa]]
[[Kategori:Rumpun aksara Brahmi|Jawa]]
[[Kategori:Bahasa Jawa]]