Usaba Sumbu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k fix |
||
(8 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Usaba Sumbu''' adalah ritual adat agama di [[Kabupaten Karangasem]] yang masih dapat dijumpai di beberapa Desa Pakraman, seperti di Desa Timbrah, Desa Pertima, [[Karangasem, Karangasem|Kecamatan Karangasem]], [[Kabupaten Karangasem]]. [[Bali]]. Ritual Usaba Sumbu
== Sejarah ==
Usaba Sumbu yang dilengkapi dengan tradisi Guling Siyu ini berasal dari kata usaba yang memiliki arti sebagai upacara, guling artinya babi yang dipotong secara utuh yang kemudian perutnya diisi dengan bumbu bumbu tradisional dan kemudian dijarit kembali lalu dibakar diatas bara api dengan cara diputar putar. Sedangkan siyu memiliki arti sebagai seribu sehingga Tradisi Guling Siyu dapat dikatakan sebagai persembahan suci kehadapan Ida Sang [[Sang Hyang Widhi|Hyang Widhi]] dalam bentuk sesajen dan guling dalam jumlah ribuan oleh masyarakat [[Desa Timbrah.]]<ref>{{Cite book|title=Katalog warisan budaya takbenda indonesia|last=|first=|publisher=direktorat warisan dan diplomasi budaya|year=2018|isbn=|location=jakarta|pages=63-64|url-status=live}}</ref>▼
Usaba Sumbu telah ada sejak abad ke-16. Dalam [[Babad Dalem]], Desa Adat Bungaya tergolong sebagai desa tua yang merupakan bagian pemerintahan Dalem Waturenggong. Dalam perkembangannya, I Gusti Alit Ngurah Bungaya, keturunan Pangeran Asak mengukuhkan Raja Gelgel Dalem Dimade sebagai Pemacek Desa Bungaya abad ke-18. Upacara Usaba Sumbu merupakan simbolisasi rasa syukur atas kemakmuran dan ketangguhan [[Kerajaan Gelgel]], yang ditandai dengan Sumbu berbentuk seperti penjor dengan aneka hasil pertanian, jaja, daging babi, dan daun kelapa serta berbagai macam bunga<ref>{{Cite news|url=https://baliexpress.jawapos.com/read/2018/06/14/81512/usaba-sumbu-simbol-ketangguhan-dan-kemakmuran-di-bungaya|title=Usaba Sumbu, Simbol Ketangguhan dan Kemakmuran di Bungaya|last=JawaPos.com|date=2018-06-14|work=[[Jawa Pos|JawaPos.com]]|language=id|access-date=2020-07-11|archive-date=2019-09-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20190921055254/https://baliexpress.jawapos.com/read/2018/06/14/81512/usaba-sumbu-simbol-ketangguhan-dan-kemakmuran-di-bungaya|dead-url=yes}}</ref>
== Upacara ==
Usaba Sumbu yang dilaksanakan dengan tradisi Guling Siyu memiliki kegunaan kompleks dalam lingkup masyarakat yang memiliki nilai budaya, nilai persaudaraan dan nilai ekonomi. Tradisi ini masih tetap bertahan sebagai sebuah jati diri budaya dari masyarakat Desa Pakraman Timbrah yang menggambarkan kehidupan sehari hari mereka.▼
▲Secara etimologis, Usaba Sumbu
▲Usaba Sumbu yang dilaksanakan dengan tradisi Guling Siyu memiliki kegunaan kompleks dalam lingkup masyarakat yang memiliki nilai budaya, nilai persaudaraan dan nilai ekonomi. Tradisi ini masih tetap bertahan sebagai sebuah
Nilai persaudaraan terlihat dari saling berbagi kepada sesama yang belum bisa memberikan guling sebagai persembahan karena satu dan lain alasan maupun dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak memadai. Nilai ekonomi yang dapat dipetik dari tradisi ini adalah meningkatnya ekonomi masyarakat yang dikarenakan adanya permintaan pemasokan babi maupun ayam dan ternak lainnya sehingga masyarakat membuk usaha ternak ataupun beternak untuk persiapan dipergunakan sendiri. Hal tersebut secara tidak langsung meningkatkan perekonomian warga setempat<ref>{{Cite web|url=https://baliexpress.jawapos.com/read/2018/06/14/81512/usaba-sumbu-simbol-ketangguhan-dan-kemakmuran-di-bungaya|title=Usaba Sumbu, Simbol Ketangguhan dan Kemakmuran di Bungaya|last=JawaPos.com|date=2018-06-14|website=baliexpress.jawapos.com|language=id|access-date=2019-09-21}}</ref>.▼
▲Nilai persaudaraan terlihat dari saling berbagi kepada sesama yang belum bisa memberikan guling sebagai persembahan karena satu dan lain alasan maupun dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak memadai. Nilai ekonomi yang dapat dipetik dari tradisi ini adalah meningkatnya ekonomi masyarakat yang dikarenakan adanya permintaan pemasokan babi maupun ayam dan ternak lainnya sehingga masyarakat membuk usaha ternak ataupun beternak untuk persiapan dipergunakan sendiri. Hal tersebut secara tidak langsung meningkatkan perekonomian warga setempat.<ref>{{Cite
== Rujukan ==
Baris 11 ⟶ 15:
[[Kategori:Budaya Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Bali]]
|