Sam Ratulangi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
J. Noor Umarisa (bicara | kontrib)
k Perbaikan tata bahasa dan paragraf ~~~~
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi iOS
Ichwan Rezky (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(39 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{dablink|Ini adalah nama [[Orang Minahasa|Minahasa]], [[Marga Minahasa|marganya]] adalah ''[[Marga Minahasa|Ratulangi]]}}
 
{{Infobox Officeholder
| office = Gubernur Sulawesi
| order = ke-1
| term_start = 2 September 1945
| term_end = 30 Juni 1949
| president = [[Soekarno]]
| predecessor = ''Jabatan baru''
| successor = [[Bernard Wilhelm Lapian]]
| name = Sam Ratulangi
| image = Sam_Ratulangi_IPPHOS.jpg
| caption =
| birthname = Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi
| othername = Sam Ratulangi
| religion = [[Kristen Protestan]]
| nationality = {{flagicon|Indonesia}}= [[Indonesia]]
| birth_date = {{birth date|1890|11|5}}
| birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Tondano (kota)|Tondano]], [[MinahasaKeresidenan Manado]], [[Hindia Belanda]]
| location =
| occupation = [[Politikus]], [[Guruguru]], [[Jurnalisjurnalis]]
| parents = Jozias Ratulangi (ayah){{br}}Augustina Gerungan (ibu)
| spouse = Emilie Suzanne Houtman{{<br}}>Maria Catharina Josephine Tambajong
| children = Corneille Jose Albert Ratulangi{{ (Odie)<br}}>Emilia Augustina Ratulangi{{ (Zus Pangalila) <br}}>Milia Maria Matulanda Ratulangi{{ (Milly [[Lucky Ichwan Anwar]]) <br}}>Everdina Augustina Ratulangi{{ (Lani Sugandi) <br}}>Wularingan Manampira Ratulangi (Ukie [[Soedjoko]])
| death_date = {{death date and age|1949|6|30|1890|11|5}}
| death_place = {{flagicon|Indonesia}}= [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], [[Indonesia]]
| restingplace = {{flagicon|Indonesia}} [[Tondano]], [[Sulawesi Utara]], [[Hindia BelandaIndonesia]]
| relations = {{bulleted list|[[Rima Melati]] (keponakan)|
[[Wim Pangalila]] (menantu)|[[Lucky Ichwan Anwar]] (menantu)|
| alma_mater = Vrije Universiteit, [[Amsterdam]] <small>(lihat Note 1)</small>
[[Sugandi]] (menantu)|
[[Soedjoko]] (menantu)}}
}}
 
[[Dr.]] '''Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi''' ({{lahirmati|[[Tondano]], [[Sulawesi Utara]]|5|11|1890|[[Jakarta]]|30|6|1949}}), atau lebih dikenal dengan nama '''Sam Ratulangi''', adalah seorang politikus, jurnalis, dan guru dari [[Sulawesi Utara]], [[Indonesia]]. Ia adalah seorang [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Ratulangi juga sering disebut sebagai tokoh multidimensional. Ia dikenal dengan filsafatnya: "''Si tou timou tumou tou''" yang artinya: manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia. Ratulangi termasuk anggota [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] yang menghasilkan [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|Undang-Undang Dasar Republik Indonesia]] dan merupakan Gubernur [[Sulawesi]] pertama.
 
== KehidupanRiwayat awalhidup ==
=== Kehidupan awal ===
 
[[Berkas:Sam Ratulangi with cousin 1910.jpg|jmpl|ka|200px|Ratulangi (kanan) bersama sepupunya (1910)]]
Sam Ratulangi lahir pada tanggal 5 November 1890 di [[Tondano]], [[Minahasa]] yang pada saat itu merupakan bagian dari [[Hindia Belanda]]. Ia adalahmerupakan putra dari Jozias Ratulangi dan Augustina Gerungan.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 5.</ref> Jozias adalah seorang guru di ''Hoofden School'' (sekolah menengah untuk anak-anak dari kepala-kepala desa) di Tondano. Ia menerima pelatihan guru di [[Haarlem]], [[Belanda]] sekitar tahun 1880.<ref>[[#Straver2018|Straver (2018)]], p. 296.</ref> Augustina adalah putri dari Jacob Gerungan, Kepala Distrik (''Mayoor '') Tondano-Touliang.<ref name="Schouten 1998 p. 118">[[#Schouten1998|Schouten (1998)]], p. 118.</ref>
 
Sam Ratulangi lahir pada tanggal 5 November 1890 di [[Tondano]], [[Minahasa]] yang pada saat itu merupakan bagian dari [[Hindia Belanda]]. Ia adalah putra dari Jozias Ratulangi dan Augustina Gerungan.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 5.</ref> Jozias adalah seorang guru di ''Hoofden School'' (sekolah menengah untuk anak-anak dari kepala-kepala desa) di Tondano. Ia menerima pelatihan guru di [[Haarlem]], [[Belanda]] sekitar tahun 1880.<ref>[[#Straver2018|Straver (2018)]], p. 296.</ref> Augustina adalah putri dari Jacob Gerungan, Kepala Distrik (''Mayoor '') Tondano-Touliang.<ref>[[#Schouten1998|Schouten (1998)]], p. 118.</ref>
 
Ratulangi mengawali pendidikannya di sekolah dasar Belanda (''[[Europeesche Lagere School]]''), lalu ia melanjutkannya di Hoofden School, keduanya di Tondano.<ref>[[#Sondakh2002|Sondakh (2002)]], p. 118.</ref> Pada tahun 1904, ia berangkat ke [[Jawa]] untuk masuk Sekolah Pendidikan Dokter Hindia ([[STOVIA]]) setelah menerima beasiswa dari sekolah tersebut. Namun sesampainya di [[Batavia]] (sekarang [[Jakarta]]), ia berubah pikiran dan memutuskan untuk belajar di sekolah menengah teknik ''Koningin Wilhelmina''.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 16.</ref> Ratulangi lulus pada tahun 1908 dan mulai bekerja pada konstruksi rel kereta api di daerah [[Parahyangan|Priangan]] selatan di [[Jawa Barat]]. Di sana ia mengalami perlakuan yang tidak adil dalam hal upah dan penginapan karyawan dibandingkan dengan karyawan [[Orang Indo|Indo (Eurasia)]].<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 17.</ref>
Baris 48 ⟶ 50:
=== Aktivisme nasional ===
 
Selama berada di Amsterdam, Ratulangi sering bertemu dengan [[Sosro Kartono]] (saudara [[Kartini|RA Kartini]]) dan tiga pendiri [[National Indische Partij]], [[Ernest Douwes Dekker]], [[Tjipto Mangoenkoesoemo]], dan [[Ki Hadjar Dewantara|Soewardi Soerjaningrat]]. Ratulangi juga aktif dalam organisasi [[Perhimpunan Indonesia]] (''Indische Vereeniging''). Dia terpilih sebagai ketua Perhimpunan Indonesia pada tahun 1914. Pada masa kepemimpinannya, Ratulangi mengundang pembicara-pembicara yang bersimpati pada perjuangan Indonesia, seperti [[Conrad Theodore van Deventer]] dan [[Jacques Henrij Abendanon]].<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], pp. 20, 21.</ref> Di Swiss, ia aktif di Asosiasi Mahasiswa Asia (''Associations d'étudiants asiatiques'') di mana ia bertemu [[Jawaharlal Nehru]] dari [[India]].<ref name="Pondaag 1966 p. 25">[[#Pondaag1966|Pondaag (1966)]], p. 25.</ref>
 
Ratulangi juga aktif dalam menulis artikel-artikel. Dalam satu artikel berjudul "Sarekat Islam" yang diterbitkan di ''Onze Kolonien'' (1913), Ratulangi menulis tentang pertumbuhan koperasi pedagang lokal [[Sarekat Islam]] dan juga memuji gerakan [[Boedi Oetomo]] di [[Indonesia]]. Menjelang akhir artikel tersebut, Ratulangi menulis:
Baris 64 ⟶ 66:
[[Berkas:Sam Ratulangi Volksraad (June 1927).jpg|jmpl|ka|200px|Ratulangi pada saat akan memberi pidato di Volksraad (1927)]]
 
Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 1919, Ratulangi pindah ke [[Yogyakarta]] untuk mengajar matematika dan sains di sekolah teknik ''[[SMK Negeri 2 Yogyakarta|Prinses Juliana School]]''.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 27.</ref> Setelah tiga tahun mengajar, ia pindah ke [[Bandung]] dan memulai perusahaan asuransi ''Assurantie Maatschappij Indonesia'' dengan [[Roland Tumbelaka]], seorang dokter yang juga berasal dari Minahasa. Ini adalah contoh pertama yang diketahui dari kata "[[Nama Indonesia|Indonesia]]" yang digunakan dalam dokumen resmi..<ref>[[#Kunkler2017|Künkler (2017)]], p. 181.</ref> Ada yang mencatat bahwa [[Soekarno]] pertama kali bertemu Ratulangi ketika ia mengunjungi Bandung untuk sebuah konferensi. Dia melihat nama perusahaan Ratulangi dengan kata "Indonesia". Dia penasaran dengan pemilik usaha ini dan bertemu dengan Ratulangi.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 30.</ref>
 
=== Kembali ke Minahasa ===
Baris 70 ⟶ 72:
Pada tahun 1923, Ratulangi dicalonkan oleh partai [[Jong Minahasa|Perserikatan Minahasa]] untuk menjadi sekretaris badan perwakilan daerah Minahasa di [[Manado]] (''Minahasa Raad''). Dia memegang posisi ini dari tahun 1924 hingga 1927. Selama di Minahasa Raad, Ratulangi memperjuangkan hak-hak yang lebih banyak untuk orang-orang Minahasa. Dia secara luas dikreditkan dengan membuat pemerintah kolonial menghapuskan kerja paksa (''Herendiensten'') di Minahasa. Dia juga berperan dalam pembukaan daerah [[Modoinding]] dan Kanarom di [[Minahasa Selatan]] untuk transmigrasi dan pembentukan yayasan untuk membiayai pendidikan siswa-siswa yang membutuhkan.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 32.</ref>
 
Pada tanggal 16 Agustus 1927, Ratulangi dan R. Tumbelaka memulai partai Persatuan Minahasa. Pada waktu itu, keanggotaan Perserikatan Minahasa termasuk orang-orang sipil dan militer. Beberapa anggota militer memberontak melawan Belanda dan karena tindakan mereka, mereka dilarang untuk berpartisipasi dalam organisasi politik. Ratulangi dan Tumbelaka memutuskan untuk membentuk partai baru, Persatuan Minahasa, yang hanya memiliki anggota sipil.<ref>[[#Leirissa1997|Leirissa (1997)]], p. 48.</ref> Keberadaan partai ini yang mewakili suatu wilayah di Sulawesi memberikan identitas lokal kepada anggota-anggotanya, tetapi juga mempunyai tujuan untuk mempromosikan persatuan secara nasional. Partai ini "menyerukan 'solidaritas semua kelompok penduduk Indonesia'". Ratulangi bersama [[Soetomo|Bung Tomo]] beserta sejumlah tokoh nasional mendirikan [[Partai Indonesia Raya]] (Parindra) tahun 1935 <ref>[[#Elson2008|Elson (2008)]], p. 66.</ref> Pada tahun 1939, Persatuan Minahasa adalah salah satu partai politik yang membentuk [[Gabungan Politik Indonesia]]. Partai-partai yang lainnya adalah [[Gerakan Rakyat Indonesia|Gerindo]], [[Partai Indonesia Raya|Parindra]], Pasundan, PPKI ([[Partai Katolik (Indonesia)|Persatuan Partai Katolik Indonesia]]), dan PSII ([[Partai Syarikat Islam Indonesia|Persatuan Sarekat Islam Indonesia]]).<ref>[[#Legge1988|Legge (1988)]], p. 133.</ref>
 
=== Anggota Volksraad ===
Baris 76 ⟶ 78:
Ratulangi diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat (''Volksraad'') pada tahun 1927 untuk mewakili rakyat di Minahasa. Ia terus mengusik hak-hak rakyat dan mendukung nasionalisme Indonesia dengan menjadi anggota Fraksi Kebangsaan yang dimulai oleh [[Mohammad Husni Thamrin]]. Dia adalah salah satu sponsor dari [[Petisi Soetardjo]] yang menyatakan keinginan untuk sebuah negara merdeka melalui reformasi bertahap dalam waktu sepuluh tahun.<ref>[[#Abeyasekere1973|Abeyasekere (1973)]], p. 84.</ref> Petisi ini melewati Volksraad, tetapi tidak diterima oleh pemerintah kolonial. Tanggapan terhadap petisi inilah yang memprakarsai pembentukan GAPI (yang telah dijelaskan sebelumnya).<ref>[[#Abeyasekere1973|Abeyasekere (1973)]], p. 88.</ref> Ratulangi tidak ragu untuk mengkritik pemerintah kolonial dan akhirnya dianggap sebagai risiko bagi mereka. Dia terus melayani di Volksraad sampai 1937, ketika dia ditangkap karena pandangan politiknya. Dia dipenjarakan selama beberapa bulan di [[Sukamiskin, Arcamanik, Bandung|Sukamiskin]] di Bandung.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], pp. 37–45.</ref>
 
Pada tahun 1932, Ratulangi adalah salah satu pendiri Persatuan Cendekiwan Indonesia (''Vereniging van Indonesische Academici'').<ref>[[#Pondaag1966| name="Pondaag (1966)]], p. 25.<"/ref> Ia juga termasuk dalam kelompok pemimpin gereja dan nasionalis (termasuk di antaranya [[Bernard Wilhelm Lapian|BW Lapian]] dan [[Alexander Andries Maramis|AA Maramis]]) yang menginginkan sebuah denominasi gereja yang bebas dan terpisah dari lembaga gereja resmi Hindia Belanda yang disebut [[Gereja Protestan di Indonesia|''Protestantsche Kerk di Nederlandsch-Indie'']] atau ''Indische Kerk''. Pada bulan Maret 1933, [[Kerapatan Gereja Protestan Minahasa]] (KGPM) didirikan.<ref>[[#Taroreh2012|Taroreh (2012)]], pp. 10.</ref>
 
Pada bulan Juni 1937, buku Ratulangi "Indonesia in de Pacific" diterbitkan.<ref>[[#Turner2017|Turner (2017)]], p. 35.</ref> Buku itu dianggap visioner dalam isinya, di mana Sam Ratulangi memperingatkan terhadap militerisasi [[Jepang]] dan meramalkan kemungkinan bahwa Jepang mungkin menyerang kepulauan Indonesia karena sumber daya alamnya yang tidak dimiliki Jepang. Dia menggambarkan peran utama Indonesia dan negara-negara lain di [[Asia Tenggara]] di sekitar ''Lingkar Pasifik'' dapat bermain di mana [[Samudra Pasifik]] bisa menyamai pentingnya [[Samudra Atlantik]].
 
Setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1938, Ratulangi menjadi editor ''Nationale Commentaren'', sebuah majalah berita berbahasa Belanda.<ref name="Pondaag 1966 p. 135">[[#Pondaag1966|Pondaag (1966)]], p. 135.</ref> Ia menggunakan majalah ini untuk menulis pendapat-pendapat yang menentang tindakan tidak adil pemerintah kolonial dan juga untuk membuat sesama orang Indonesia sadar akan keadaan pada saat itu. Pelanggan majalah itu termasuk kantor [[Daftar Perdana Menteri Belanda|Perdana Menteri Belanda]], [[Kementerian Urusan Tanah Jajahan Belanda|Kementerian Kolonial Belanda]], dan [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda]].<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], pp. 45, 48.</ref>
 
=== Pendudukan Jepang ===
Baris 90 ⟶ 92:
=== Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ===
 
Pada awal Agustus 1945, Ratulangi diangkat sebagai salah satu anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mewalikimewakili Sulawesi.<ref>[[#Kanahele1967|Kanahele (1967)]], p. 219.</ref> Pada saat Soekarno memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, Ratulangi hadir dalam upacara tersebut karena Ratulangi baru saja tiba di Batavia bersama para anggota PPKI lainnya dari wilayah timur untuk mengikuti rapat PPKI.<ref>[[#Pawiloy1987|Pawiloy (1987)]], p. 10.</ref> Rapat PPKI yang diadakan pada hari berikutnya menghasilkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan pengangkatan secara aklamasi Soekarno dan [[Mohammad Hatta]] sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Rapat-rapat itu juga membagi Indonesia ke dalam wilayah-wilayah administratif di mana Ratulangi diangkat menjadi Gubernur Sulawesi.<ref>[[#Elson2008|Elson (2008)]], p. xix.</ref>
 
=== Gubernur Sulawesi ===
Baris 96 ⟶ 98:
Setelah kembali ke Makassar dan secara resmi mengumumkan proklamasi kemerdekaan, Ratulangi dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Jepang pada awalnya belum siap menyerahkan senjata mereka.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 93.</ref> Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Australia Ivan Dougherty tiba pada bulan September 1945. Dougherty ditunjuk sebagai Gubernur Militer oleh pimpinan [[Blok Sekutu dalam Perang Dunia II|Sekutu]]. Kedatangannya mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah sipil Hindia Belanda (NICA) dan KNIL yang siap untuk mengambil alih daerah Hindia Belanda seperti sebelum perang. Dengan masuknya semua orang-orang asing tersebut, pemuda daerah di Sulawesi bersiap untuk berjuang dengan segala cara untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.<ref>[[#Pawiloy1987|Pawiloy (1987)]], p. 86.</ref> Bersamaan dengan ini, Ratulangi menerima dukungan dari raja-raja adat termasuk dari [[Kesultanan Bone]] dan [[Kedatuan Luwu]] yang menyatakan dukungan kepada Republik yang baru didirikan.<ref>[[#Abdullah2009|Abdullah (2009)]], p. 153.</ref>
 
Ratulangi mampu mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak terkait dalam upaya menjaga perdamaian, tetapi keadaan damai hanya bertahan selama dua bulan. Ia mampu membentuk pemerintah daerah yang beroperasi selama sembilan bulan. Pada 5 April 1946, Ratulangi dan beberapa stafnya diambil dari rumah mereka dan ditahan oleh polisi militer Belanda. Mereka dipenjara selama tiga bulan kemudian diasingkan ke [[Serui (kota)|Pulau Serui]] di [[Kabupaten Kepulauan Yapen|Kepulauan Yapen]] di [[Papua Barat]].<ref name="Agung 1996 p. 51">[[#Agung1996|Agung (1996)]], p. 51.</ref>
 
=== Pengasingan di Serui ===
Baris 106 ⟶ 108:
== Kembali dari pengasingan dan kematian ==
 
[[Berkas:Hatta ratulangi sukarno.jpg|jmpl|ka|200px|Ratulangi bersama Soekarno, [[Fatmawati]], dan Hatta (1948)]]
 
[[Berkas:Sam Ratulangi's Remains Arriving in Manado 1 August 1949.jpg|jmpl|ka|200px|Jenazah Ratulangi tiba di Manado (1949)]]
 
Pada 23 Maret 1948, setelah penandatanganan [[Perjanjian Renville]], Belanda melepaskan Ratulangi dan rekan-rekannya.<ref>[[#Agung1996| name="Agung (1996)]], p. 51.<"/ref> Mereka dipindahkan ke [[Surabaya]] dan kemudian dikawal ke garis demarkasi dekat [[Mojokerto]] dan [[Jombang]] di mana mereka menuju ke ibu kota republik di Yogyakarta.<ref>[[#Andoko1975|Andoko et al. (1975)]], p. 60.</ref> Mereka disambut dengan hangat oleh masyarakat di Yogyakarta dan sebuah acara penyambutan diadakan oleh Soekarno.<ref name="Masykuri 1985 p. 105">[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 105.</ref> Ratulangi ditunjuk sebagai penasihat khusus untuk pemerintah Indonesia dan anggota delegasi Indonesia dalam negosiasi dengan Belanda. Dia juga mengunjungi pasukan di [[Jawa Timur]] dan menghadiri konferensi keuangan di [[Kaliurang]].<ref>[[#Pondaag1966| name="Pondaag (1966)]], p. 135.<"/ref> Sekitar waktu ini, ia sudah mulai mengalami masalah dengan kesehatannya.<ref>[[#Toer1985|Toer et al. (1985)]], p. 466.</ref>
 
Pada tanggal 10 November 1948, sebuah manifesto diumumkan oleh [[Radio Republik Indonesia]] yang mendesak rakyat Indonesia di bagian timur yang berada di bawah kendali Belanda untuk menjaga persatuan mereka dengan Republik Indonesia agar suatu hari Indonesia secara sepenuhnya akan menjadi merdeka. Manifesto ini disebut Manifes Ratulangie atau Manifes Djokja. Yang ikut menandatangani manifesto ini adalah TST. Diapari, [[I Gusti Ketut Pudja]], [[Pangeran Muhammad Noor]], WST. Pondaag, dan [[Sukarjo Wiryopranoto]].<ref>[[#Masykuri1985| name="Masykuri (1985)]], p. 105.<"/ref> Titik pertama dari manifesto ini berbunyi:
 
{{quote|Bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Republik Indonesia tidak hanya mengenai kepentingan lahir dan batin bagi bangsa Indonesia, yang tergabung dalam Republik Indonesia, akan tetapi juga meliputi kemerdekaan dan kehormatan bangsa Indonesia seluruhnya, serta pengakuan hak dasar rakyat itu untuk hidup bebas dan merdeka atas bumi, bagian dari dunia ini yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada mereka.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], pp. 105, 106.</ref>}}
 
Pada waktu [[Agresi Militer Belanda II]], Yogyakarta dikuasai Belanda dan para pemimpin Indonesia termasuk Soekarno dan Hatta ditangkap dan diasingkan ke [[Pulau Bangka|Bangka]]. Ratulangi ditangkap oleh Belanda pada tanggal 25 Desember 1948. Dia dipindahkan ke Jakarta pada tanggal 12 Januari 1949 untuk kemudian dipindahkan ke Bangka. Namun, karena masalah kesehatannya, ia diizinkan tinggal di Jakarta sebagai tahanan rumah.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 108.</ref> Ratulangi meninggal pada tanggal 30 Juni 1949. Ratulangi dimakamkan sementara di [[Tanah Abang, Jakarta Pusat|Tanah Abang]].<ref name="Masykuri 1985 p. 109">[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 109.</ref> Pada tanggal 23 Juli 1949, jenazahnya diangkut ke Manado dengan kapal [[Koninklijke Paketvaart Maatschappij|KPM]] ''Swartenhondt''.<ref>[[#HetDagblad1949|Het Dagblad (23 Juli 1949)]].</ref> Kapal itu sampai di Manado pada tanggal 1 Agustus 1949. Pada hari berikutnya, jenazah Ratulangi dibawah dan dimakamkan di kampung halamannya di Tondano.<ref>[[#Masykuri1985| name="Masykuri (1985)]], p. 109.<"/ref>
 
== Keluarga ==
Baris 124 ⟶ 126:
Ratulangi menikah dua kali. Ia menikah dengan Emilie Suzanne Houtman dan memiliki dua anak, Corneille Jose Albert 'Odie' Ratulangi dan Emilia Augustina 'Zus' Ratulangi. Ratulangi dan Houtman bercerai pada tahun 1926. Ratulangi menikah dengan Maria Catharina Josephine 'Tjen' Tambajong pada tahun 1928. Mereka memiliki tiga anak, Milia Maria Matulanda 'Milly' Ratulangi, Everdina Augustina 'Lani' Ratulangi, dan Wularingan Manampira 'Uki' Ratulangi.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 117.</ref>
 
Kedua saudara perempuan Ratulangi, Wulan Kayes Rachel Wilhelmina Ratulangi dan Wulan Rachel Wilhelmina Maria Ratulangi, mencapai prestasi tinggi. Wulan Kayes adalah wanita Indonesia pertama yang lulus ujian ''klein-ambtenaars'' untuk pekerjaan pemerintah tingkat rendah pada tahun 1898. Nilai ujiannya lebih tinggi daripada laki-laki yang mengikuti ujian yang sama. Wulan Rachel adalah wanita Indonesia pertama yang menerima sertifikat dasar ''hulpacte'' untuk pendidikan dasar di Belanda pada tahun 1912.<ref>[[#Schouten1998| name="Schouten (1998)]], p. 118.<"/ref>
 
== Penghargaan dan peninggalan ==
 
[[Berkas:LIndonesia indonesia-20000-rupiah-2016-pn-158a-a 20000r o.jpg|jmpl|200px|Uang kertas Rp. 20.000 dengan gambar Ratulangi]]
 
Pada bulan Agustus 1961, Ratulangi secara anumerta dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Soekarno.<ref>[[#Mirnawati2012|Mirnawati (2012)]], p. 162.</ref> Ia juga menerima secara anumerta [[Bintang Gerilya]] pada tahun 1958, [[Bintang Mahaputra Adipradana]] pada tahun 1960, dan [[Daftar tanda kehormatan di Indonesia#Tanda Kehormatan Satyalancana|Bintang Satyalancana]] pada tahun 1961.<ref>[[#Suwondo1978|Suwondo (1978)]], p. 122.</ref>
Baris 135 ⟶ 137:
 
== Catatan ==
 
{{reflist|group="Note"}}
 
== Referensi ==
 
{{Reflist|26em}}
 
'''Sumber referensi'''
 
{{refbegin|32em}}
* {{cite book
Baris 511 ⟶ 510:
 
{{Authority control}}
 
{{DEFAULTSORT:Ratulangi, Sam}}
[[Kategori:Gubernur Sulawesi Utara]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Guru Indonesia]]
[[Kategori:Wartawan Indonesia]]
[[Kategori:Alumni Universitas Zurich]]
[[Kategori:Tokoh Minahasa]]
[[Kategori:Marga Ratulangi]]
[[Kategori:Tokoh Sulawesi Utara]]
[[Kategori:Tokoh dari Minahasa]]
[[Kategori:Tokoh dari Tondano]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Gubernur Sulawesi Utara]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Adipradana]]
[[Kategori:Penerima Bintang Gerilya]]