Arung Palakka: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Spesifikasi tempat Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(40 revisi perantara oleh 30 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{multiple issues|section=|{{naratif}}{{refimprove}}}}
{{Infobox royalty
| embed =
| name = La Tenritatta Arung Palakka
| title =
| titletext =
| more =
| type =
| image =
| image_size =250px
| alt =
| caption =Arung Palakka di lukisan abad ke-17.
▲| succession = [[Penguasa monarki Kerajaan Bone|Sultan Bone]] ke-15
| moretext =
| reign =
| reign-type = Berkuasa
| coronation = 3 November 1672
Baris 24 ⟶ 23:
| regent =
| reg-type =
| succession1 =
| moretext1 =
Baris 37 ⟶ 35:
| regent1 =
| reg-type1 =
| succession2 =
| moretext2 =
Baris 50 ⟶ 47:
| regent2 =
| reg-type2 =
| succession3 =
| moretext3 =
Baris 63 ⟶ 59:
| regent3 =
| reg-type3 =
<!-- succession4 to succession9 are also available -->
| birth_name =
| birth_date = {{birth date|1634|09|15
| birth_place ={{flagicon image|Bendera Kesultanan Bone.png}} Lamatta, Mario Riwawo, [[Kabupaten Soppeng|Soppeng]], [[Kesultanan Bone]]
| death_date = {{death date and age|1696|04|6|1634|09|15|df=y}}
| death_place ={{flagicon image|Flag of the Dutch East India Company.svg}} [[Bontoala, Makassar|Bontoala]], [[Kota Makassar|Makassar]], [[Hindia Belanda]]
| burial_place =
| spouse = {{marriage|Sira
| spouse-type = Pasangan
| consort = <!-- yes or no -->
Baris 87 ⟶ 81:
| house =
| house-type =
| father = La
| mother =
| religion =
| occupation =
| signature_type =
| signature =
| module =
}}
'''Arung Palakka''' ({{lahirmati|Lamatta,
Arung Palakka bergelar
==
===
Arung Palakka La Tenri tatta lahir di Lamatta, [[Mario Riwawo, Soppeng|Mario-ri Wawo]], [[Kabupaten Soppeng|Soppeng]], pada tanggal 15 September 1634 sebagai anak dari pasangan La Pottobune', Arung Tana Tengnga'e Lompullé Soppeng, dan istrinya, We Tenri Suwi, Datu Mario-ri Wawo, anak dari La Tenri Ruwa Paduka Sri Sultan Adam, Arumpone Bone.<ref name="palakka"/>
Arung Palakka meninggal di [[Bontoala, Makassar|Bontoala]], [[Kesultanan Gowa]], pada tanggal 6 April 1696 dan dimakamkan di Bontobiraeng.<ref name="palakka"/>▼
=== Pernikahan ===
Baris 111 ⟶ 101:
=== Persekutuan dengan VOC ===
{{Unreferenced section}}
Arung Palakka adalah seorang jagoan yang ditakuti di
Batavia pada abad ke-17 adalah arena di mana kekerasan seakan dilegalisir demi pencapaian tujuan. Pada masa Gubernur
▲Arung Palakka adalah seorang jagoan yang ditakuti di seantero Batavia. Lelaki gagah berambut panjang dan matanya menyala-nyala ini memiliki nama yang menggetarkan seluruh jagoan dan pendekar di Batavia. Keperkasaan seakan dititahkan untuk selalu bersemayam bersamanya. Pria Bugis Bone dengan badik yang sanggup memburai usus ini sudah malang melintang di Batavia sejak tahun 1660-an, ketika ia bersama pengikutnya melarikan diri dari cengkeraman & keperkasaan [[Sultan Hasanuddin]].
▲Batavia pada abad ke-17 adalah arena di mana kekerasan seakan dilegalisir demi pencapaian tujuan. Pada masa Gubernur '''Jenderal Joan Maetsueyker''', kekerasan adalah udara yang menjadi napas bagi kelangsungan sistem kolonial. Kekerasan adalah satu-satunya mekanisme untuk menciptakan ketundukan pada bangsa yang harus dihardik dulu agar taat dan siap menjadi sekrup kecil dari pasang naik kolonialisme Eropa. Kekerasan itu seakan meneguhkan apa yang dikatakan filsuf Thomas Hobbes bahwa manusia pada dasarnya jahat dan laksana srigala yang saling memangsa sesamanya. Pada titik inilah Arung Palakka menjadi seorang perkasa bagi sesamanya.
Nama Arung Palakka terdapat pada sebuah Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), berisikan data sejarah tentang Batavia pada masa silam dengan sejarah yang kelam. Berbagai referensi itu menyimpan sekelumit kisah tentang pria yang patungnya dipahat dan berdiri gagah di tengah Kota
Arung Palakka adalah potret keterasingan dan menyimpan magma semangat yang menggebu-gebu untuk penaklukan. Ia terasing dari bangsanya, suku Bugis Bone yang kebebasannya terpasung. Namun, ia bebas sebebas merpati yang melesat dan meninggalkan jejak di Batavia. Ia sang penakluk yang terasing dari bangsanya. Malang melintang di kota sebesar Batavia, keperkasaannya kian membuncah tatkala ia membangun persekutuan yang menakutkan bersama dua tokoh terasing lainnya yaitu pria Belanda bernama [[Cornelis Speelman|Cornelis Janszoon Speelman]] dan seorang Ambon yang juga perkasa bernama [[Kapitan Jonker|Kapiten Jonker]]. Ketiganya membangun persekutuan rahasia dan memegang kendali atas VOC pada masanya, termasuk monopoli perdagangan emas dan hasil bumi.
Ketiga tokoh yang teralienasi ini adalah horor bagi jagoan pada masa itu. Speelman adalah petinggi VOC yang jauh dari pergaulan VOC. Dia tersisih dari pergaulan karena terbukti terlibat dalam sebuah perdagangan gelap saat masih menjabat sebagai Gubernur VOC di Coromandel tahun 1665. Arung Palakka adalah pangeran Bone yang hidup terjajah dan dalam tawanan [[Kerajaan Gowa]]. Ia memberontak dan bersama pengikutnya melarikan diri ke Batavia. VOC menyambutnya dengan baik dan memberikan daerah di pinggiran Kali Angke, hingga serdadu Bone ini disebut To Angke atau orang Angke. Sedang Kapiten Jonker adalah seorang panglima yang berasal dari Pulau Manipa, Ambon. Dia punya banyak pengikut setia, tetapi tidak pernah menguasai satu daerah di mana orang mengakuinya sebagai daulat. Akhirnya dia bergabung dengan VOC di Batavia. Rumah dan tanah luas di daerah Marunda dekat Cilincing diberikan VOC kepadanya. Wilayah tersebut sekarang bernama Pejongkeran.<ref>{{Cite web|title=Kapiten VOC bernama Joncker|url=https://historia.id/militer/articles/kapiten-voc-bernama-joncker-PG88V/page/1|website=Historia.id|access-date=28-05-2022}}</ref>
Baik Speelman, Arung Palakka, dan Kapiten Jonker sama-sama berangkat dari hal yang sama yaitu keterasingan.
Arung Palakka sangat populer sebab berhasil menaklukan Sumatra dan
Sedang Kapiten Jonker punya reputasi menangkap
Sayangnya, kisah menakjubkan dari tiga jagoan Batavia ini harus berakhir dalam waktu yang tidak lama. Musuh Speelman yaitu perwira asal Prancis bernama
== Arumpone Bone ==
Baris 143 ⟶ 133:
Berlatar belakang seperti itu, Andaya memulai riwayat tokohnya dengan membahas sejumlah ciri tertentu budaya masyarakat Sulawesi Selatan yang dikaitkannya dengan keadaan historis abad ke-17, terutama perkembangan Islam dan perdagangan internasional yang memuncak menjadi ketegangan antara [[Gowa]], Bone, dan VOC yang hadir di sana sejak tahun 1601. Ketegangan yang dia perlihatkan dengan rinci menjadi latar kelahiran serta mengisi pikiran masa kanak dan muda Arung Palakka.
Arung Palakka lahir sekitar tahun
Meski dia terlibat aktif di Istana [[Gowa]] dan berkawan dengan para pemuda Makassar, siri’ dan pacce mengingatkannya selalu sebagai putra dari seorang Bugis pembuangan dan bahwa rakyatnya menderita. Awal 1660 dia merasa penderitaan itu semakin hebat karena harus menyaksikan 10.000 orang tua maupun muda diseret dari Bone ke Makassar atas perintah Sultan
Lantaran banyak yang sakit dan melarikan diri, seluruh bangsawan Bone dan Soppeng diperintahkan keluar dari istana, bekerja bersama rakyatnya. Ini melipatgandakan pelecehan siri’ yang sudah diderita oleh rakyat Bone dan Soppeng karena junjungannya dipaksa melakukan pekerjaan kasar yang tidak seharusnya. Pelecehan siri’ itu menjadi derita kolektif orang Bone dan Soppeng dan menebalkan pacce di antara mereka. Perlawanan pun dirancang.
Baris 161 ⟶ 151:
Ini sangat berlainan dengan tulisan para sejarawan Barat maupun sejarawan Indonesia yang melulu bergantung pada sumber Kerajaan Makassar dan/atau dokumen VOC. Mereka cenderung menggambarkan kepahitan dan pesimisme di kalangan para raja dan ningrat Makassar sebagai pantulan perasaan seluruh rakyat Makassar. Jadi, seharusnya masyarakat Sulawesi Selatan dapat menurunkan kadar emosional dan lebih rasional setiap mendiskusikan mengenai implikasi Perang Makassar.
Seusai Perang Makassar, Arung Palakka sangat memahami bahwa VOC telah menjadi kekuatan "di", tetapi bukan "milik", Sulawesi Selatan. Perbedaan ini disadari dan dimanipulasi untuk menciptakan dirinya sebagai salah satu penguasa atasan yang berhasil dalam sejarah Sulawesi Selatan. Jalan menuju ke sana dirintisnya tidak saja dengan kesadaran dia tidak akan berbalik melawan VOC yang telah memulihkan hidupnya dan rakyatnya, tetapi juga dengan selalu membuktikan kesetiaannya. Ia rela meninggalkan negerinya pada Mei 1678 untuk berperang membantu VOC menyelesaikan persoalan pengungsi Makassar pimpinan
Akhirnya, Andaya menyimpulkan Arung Palakka adalah tokoh yang diberkati visi dan kepiawaian politik yang kuat sehingga mampu menggunakan pengaruhnya dengan efektif terhadap negara lokal, bahkan membuat pemerintah pusat VOC di Batavia bergantung dan rela mengabaikan suara wakilnya di Fort Rotterdam agar membelenggu Arung Palakka yang memaksa mereka semua berbagi mimpinya akan Sulawesi Selatan bersatu.
Mimpi Arung Palakka yang dalam 30 tahun kekuasaannya berhasil diwujudkan, tetapi sekaligus membuat banyak
== Polemik dalam Perang Makassar ==
Sehubungan dengan semakin meningkatnya tekanan Kompeni Belanda, pada suatu malam, tepatnya pada Februari 1660, Sultan Hasanuddin memanggil Tobala Arung Tanette, selaku pejabat yang dipercaya oleh Kesultanan Makassar untuk memimpin orang Bone. Sultan Hasanuudin meminta agar Tobala Arung Tanette bisa menggalang kekuatan orang Bone guna memperkuat pertahanan Makassar yang akan berhadapan dengan Kompeni Belanda.
Dalam pembicaraan itu, Tobala Arung Tanette mengatakan bahwa dia selaku pemimpin orang Bugis Bone dan demi menjaga harga diri dan martabat orang Bugis Bone, Tobala berjanji, bahwa dia bersama dengan orang Bugis Bone akan berperang bersama Sultan Hasanuddin dalam melawan Kompeni Belanda yang ingin menaklukkan Makassar sebagai bandar niaga maritisme terbesar di Kepulauan Nusantara Bagian Timur waktu itu.
Sebagai buktinya, Tobala segera memimpin 1000 orang Bugis Bone untuk pergi menjaga wilayah-wilayah yang berada di belakang wilayah Makassar dalam rangka bersiap siaga atas gerak gerik dari pasukan Kompeni Belanda. Selain itu, Tobala juga bertugas untuk melaporkan setiap usaha Kompeni Belanda yang ingin membujuk orang Bugis untuk bersatu melawan Makassar.
Sementara itu, pihak Kompeni Belanda telah mendapatkan laporan dari seorang pemberontak dari Bugis Mandar di Manado, bahwa beberapa bangsawan Makassar mengeluhkan akan sikap keras yang ditunjukkan oleh Sultan Hasanuddin selaku pemimpin mereka. Laporan orang Bugis Mandar ini diperkuat lagi oleh laporan yang dibawa oleh utusan Kompeni Belanda yang datang ke istana Makassar. Utusan Kompeni Belanda ini bernama Willem Bastingh.
Laporan itu menambahkan bahwa pasukan bayaran Makassar dari Banda juga siap membantu Kompeni Belanda jika Kompeni Belanda ingin melakukan serangan ke Makassar. Dengan laporan ini, Kompeni Belanda merasa cukup lega karena jalan untuk menaklukkan Makassar sebagai bandar niaga maritim terbesar di Kepulauan Nusantara bagian timur, yang selama ini telah menjadi batu sandungan bagi Kompeni Belanda dalam upaya meraih posisi sebagai penguasa tunggal atas perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara akan segera terwujud.
Setelah mendapatkan informasi ini, pada pertengahan tahun 1660 itu juga, Kompeni Belanda mengirimkan sebuah ekspedisi untuk menguji kekuatan Makassar. Kompeni Belanda dalam ekspedisi itu berhasil merebut Pelabuhan Panakukang. Setelah berhasil merebut Pelabuhan Panakukang dari tangan Makassar, Kompeni Belanda menempatkan empat kapal perang dengan senjata lengkap dan dua sekoci untuk mengamankan Benteng Panakukang dari Penguasa Makassar.
Selain itu, Kompeni Belanda juga telah menyiapkan persediaan makanan selama lima bulan untuk mendukung pasukan Belanda yang bertugas mengawal dan mengamankan Benteng Panakukang ini dari Penguasa Makassar. Menurut informasi dari Speelman, Sultan Hasanuddin sangat menyalahkan Karaeng Sumanna selaku pejabat Makassar yang bertanggung jawab dalam menangani pasukan Bone di bawah pimpinan Tobala Arung Tanete.
Atas dasar itu, Sultan Hasanuddin mengganti Karaeng Sumanna dengan Karaeng Karunrung. Kebijakan ini diambil oleh Sultan Hasanuddin dengan harapan Kesultanan Makassar tidak dipermalukan lagi oleh Kompeni Belanda.
Karaeng Karunrung memang sangat serius untuk melakukan mobilisasi atas orang Bone. Karaeng Karunrung langsung memberikan perintah kepada Tobala Arung Tanette untuk membawa orang Bone ke Makassar guna bekerja membantu pertahanan Makassar. Atas perintah Karaeng Karunrung itu, Tobala Arung Tanette berhasil membawa 10.000 orang Bone ke Makassar. Orang Bone yang berjumlah sekitar 10.000, tanpa memandang usia, baik tua, maupun muda, semuanya diseret paksa berjalan melintasi daerah bergelombang dan gunung-gunung tinggi menuju Makassar.
Sesampainya di Makassar, mereka dibagi berkelompok-kelompok dan bekerja bergiliran berdasarkan kelompoknya masing-masing. Mereka itu diberi tugas untuk menggali parit di sepanjang garis pertahanan di pantai pelabuhan Makassar, dari benteng paling selatan Barombong hingga ke benteng paling utara Ujung Tana. Selama di Makassar, hak-hak orang Bone sebagai pekerja sering dilanggar oleh pihak Kesultanan Makassar dan penderitaan orang Bone semakin bertambah ketika mandor-mandor yang mengawasi mereka bekerja bersikap kasar kepada orang Bone yang sedang bekerja.
Akibatnya, banyak orang Bone yang jatuh sakit dan melarikan diri, karena mereka sudah tidak tahan lagi dengan penderitaan mereka sebagai pekerja parit. Masalah ini ditanggapi dengan serius oleh Karaeng Karunrung. Karaeng Karunrung mengambil tindakan dengan mempekerjakan para bangsawan Bone bersama-sama dengan rakyat mereka demi mencapai target yang diinginkan.
Arung Palakka termasuk ke dalam para bangsawan Bone yang diturunkan mengawasi orang Bone dalam mengerjakan parit tersebut. Pada suatu hari, Arung Palakka menyaksikan dengan mata dan kepalanya sendiri kekejaman mandor atas orang Bone yang sedang bekerja. Mandor menangkap dan memukuli orang Bone itu di depan Arung Palakka.
Arung Palakka merasa tidak tahan melihat derita yang dialami oleh orang Bone ketika sedang bekerja. Dia berusaha memengaruhi dan meyakinkan Tobala Arung Tanette beserta bangsawan Bone lainnya untuk melarikan diri dari pekerjaan itu. Arung Palakka berhasil memengaruhi dan meyakinkan mereka. Setelah sepakat untuk melarikan diri, mereka mununggu waktu yang tepat untuk melarikan diri.
Hari yang ditunggu pun datang, yaitu hari libur pasca panen. Pada hari itu orang Makassar sedang merayakan hari panen yang diadakan di wilayah Tallo. Para mandor dan orang Makassar pada umumnya sedang sibuk dengan keramaian yang diadakan di Tallo. Dalam kondisi seperti inilah, orang Bone di bawah pimpinan Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette berhasil meninggalkan Makassar dan bergerak terus menuju Bone.
Mereka membutuhkan waktu selama empat hari untuk bisa sampai di Bone. Perjalanan selama empat hari itu, mereka tempuh dengan penuh kelelahan. Setelah sampai di Bone, atas persetujuan semua pihak, disusunlah rencana pemberontakan secara besar-besaran atas Kesultanan Makassar berkaitan dengan perlakuan yang tidak manusiawi dari pihak Kesultanan Makassar atas orang Bone yang sedang bekerja siang dan malam dalam menggali parit demi memperkuat pertahanan Kesultanan Makassar dalam menghadapi Kompeni Belanda.
Pemberontakan orang Bone ini dipimpin langsung oleh Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette. Sekitar 11.000 orang Bugis Bone dan Soppeng telah dipersiapkan oleh Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette guna melakukan perlawanan terhadap Kesultanan Makassar yang telah memperlakukan orang Bone dengan cara-cara yang kurang manusiawi.
Setelah mengetahui gerakan ini, Sultan Hasanuddin mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Karaeng Sumanna untuk menumpasnya. Pada awalnya, Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette berhasil membendung pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng Sumanna. Namun, setelah pasukan Makassar mendapat bantuan dari Wajo, Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette mengalami kekalahan. Arung Palakka dan Tobala Arung Tanette melakukan gerak mundur. Pasukan Makassar dan Wajo mengejar terus dan terjadi lagi pertempuran terbuka di daerah Bone Utara pada 11 Oktober 1660.
Dalam pertempuran ini, Tobala tewas di tangan pasukan Makassar dan Wajo, sedangkan Arung Palakka berhasil meloloskan diri dan mengungsi ke Pegunungan Macini. Pasukan Makassar dan Wajo tetap melakukan pengejaran terhadap Arung Palakka, tetapi mereka kehilangan jejak. Merasa tidak aman bersembunyi di daerah Bone, karena selalu menjadi incaran dari pasukan Makassar, Arung Palakka berusaha bisa keluar dari daerah Bone.
Pada 25 Desember 1660, Arung Palakka didampingi Arung Bila, Datu Patojjo, Arung Appanang bersama para pengikutnya sekitar 400 orang berhasil sampai di Pantai Palette. Arung Palakka di pantai ini bersumpah akan terus berjuang untuk membebaskan Bone dan Soppeng dari kekuasaan Makassar. Setelah bersumpah, berlayarlah Arung Palakka bersama para pengikutnya menuju wilayah Buton.
Sultan Buton menerima baik kedatangan Arung Palakka beserta pengikutnya dan bersedia memberikan perlindungan kepada mereka. Arung Palakka di kemudian hari memutuskan berangkat ke Batavia untuk membangun kerja sama dengan Kompeni Belanda dalam upaya membebaskan Bone dan Soppeng dari kekuasaan Makassar.
Pihak Kompeni Belanda menerima baik tawaran kerja sama ini dan menempatkan pengikut Arung Palakka untuk bermukim di Muara Angke. Tiga tahun kemudian, Arung Palakka bersama Kompeni Belanda sudah siap menghadapi Makassar sebagai musuh bersama mereka dengan kepentingan yang berbeda. Arung Palakka memerangi Makassar karena ingin membebaskan Bone dari kekuasaan Makassar, sedangkan Kompeni Belanda menyerang Makassar dalam rangka ingin mengokohkan dirinya sebagai penguasa tunggal atas perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara.
Sesuai rencana, pada 24 November 1666, Cornelis Speelman dan Arung Palakka berlayar menuju Makassar dari Batavia siap menyerang Makassar. Pasukan Speelman ini terdiri atas 21 kapal dan 1.870 orang prajurit (818 pelaut Belanda, 578 tentara Belanda, dan 395 pasukan pribumi). Pasukan utama pribumi berasal dari Ambon di bawah pimpinan Kapten Joncker dan dari Bugis Bone di bawah pimpinan Arung Palakka.
Pada 19 Desember 1666, Speelman dan Arung Palakka sampai di pelabuhan Makassar. Sesampainya di pelabuhan Makassar, Speelman langsung memberikan ancaman kepada Sultan Hasanuddin. Selanjutnya, Speelman mengibarkan “bendera merah sebagai tanda serangan akan segera dimulai” pada 21 Desember 1966. Bersamaan dengan itu, ditembakkan dua meriam dari kapal Kompeni Belanda ke arah Benteng Somba Opu, sebagai benteng pertahanan utama Sultan Hasanuddin.
Pasukan Makassar membalas serangan Kompeni Belanda itu dengan menembakkan meriam pula dari benteng Somba Opu, Panakkukang, dan Ujung Pandang. Selain itu, Sultan Hasanuddin juga mengerahkan pasukan laut untuk menyerang Kompeni Belanda. Serangan laut ini membuat Speelman menjadi kewalahan karena di luar perhitungannya.
Berhubung cuaca yang kurang mendukung dan kuatnya pertahanan Sultan Hasanuddin, Speelman mengurungkan niatnya untuk menyerang terlebih dahulu. Speelman melanjutkan pelayaran menuju timur guna memperkuat kekuatan dalam rangka meruntuhkan Makassar. Speelman berlayar terus dan akhirnya sampai di Buton pada Januari 1667. Namun, terjadi pertempuran antara armada Speelman dengan pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng Bontomarannu. Dalam pertempuran ini, Speelman berhasil meraih kemenangan.
Speelman berhasil meraih kemenangan mutlak di Buton karena orang Bugis Bone dan Soppeng yang berada di bawah komando Karaeng Bontomarannu berbalik arah melawan pasukan Makassar. Mereka tahu bahwa di dalam pasukan Speelman ada Arung Palakka yang datang dari Batavia untuk membebaskan mereka dari kekuasaan Makassar.
Melihat situasi yang kurang menguntungkan ini, Sultan Hasanuddin berusaha menormalkan hubungannya dengan Bone. Sultan Hasanuddin mengeluarkan pernyataan bahwa Kerajaan Bone sudah bebas dari Kesultanan Makassar. Pernyataan ini diikuti dengan tindakan mengembalikan La Maddarameng sebagai Raja Bone yang sah. Pada Februari 1667, La Maddarameng sudah kembali menjadi Raja Bone yang sah seperti yang dulu lagi.
Kebijakan Sultan Hasanuddin ini belum mampu membuat Bone kembali percaya kepada Sultan Hasanuddin. Setelah diangkat kembali sebagai Raja Bone, La Maddrameng berkata kepada rakyat Bone bahwa dia menjadi raja hanyalah untuk sementara waktu, yaitu sampai datangnya Arung Palakka untuk menggantikannya.
Dalam situasi seperti ini, berangkatlah Speelman dan Arung Palakka bersama pasukannya dari wilayah Buton dan siap melakukan perang terbuka dengan Sultan Hasanuddin dan Karaeng Karunrung. Tanggal 19 Juni 1667, mereka semua berlayar menuju Makassar dengan tujuan yang sudah bulat, yaitu meruntuhkan kejayaan Makassar.
Sesampainya di wilayah Makassar, perang pun segera berkecamuk. Perang ini berlangsung selama dua tahun. Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan total setelah Speelman dan Arung Palakka berhasil meruntuhkan dan menguasai Benteng Somba Opu pada 24 Juni 1969.
Dalam catatan sejarah, Kompeni Belanda mengakui bahwa Perang Makassar merupakan perang yang begitu hebat dalam upaya menjadi penguasa tunggal atas perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara. Ketangguhan dan kegigihan Sultan Hasanuddin dalam Perang Makassar sangat diakui oleh Kompeni Belanda. Mereka menggelarinya dengan julukan istimewa, yaitu “Ayam Jantan dari Timur”, ''De Haantjes van Het Osten''.
Beberapa sejarawan ada yang menafsirkan jika Belanda tidak dibantu dengan pasukan Arung Palakka, mereka tidak akan mampu mengalahkan Kesultanan Makassar saat itu. Hal ini dikarenakan Makassar memiliki angkatan laut yang sangat tangguh.
== Wafat ==
▲Arung Palakka meninggal di [[Bontoala, Makassar|Bontoala]], [[Kesultanan Gowa]], pada tanggal 6 April 1696 dan dimakamkan di Bontobiraeng. Kabupaten Gowa<ref name="palakka" />
== Referensi ==
{{reflist}}
S. Hady & MSA. Pamulu (2021) [https://isbn.perpusnas.go.id/Account/SearchBuku?searchTxt=978-623-95721-2-9&searchCat=ISBN Lontara Bilang, catatan harian Raja Bone XV La Tenri Tatta Arung Palakka]. Penerbit Turikalengna, Makassar.
<ref>{{Cite web|url=https://www.riauonline.id/2019/05/
[[Kategori:Arumpone Bone]]
[[Kategori:Kesultanan Bone]]
[[Kategori:Tokoh dari Soppeng]]
[[Kategori:Tokoh dari Bone]]
[[Kategori:Sejarah Minangkabau]]
|