Operasi Lintas Udara Pertama: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi 'Setelah Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus di kumandangkan, pemuda dan rakyat Kalimantan sebagai salah satu wilayah I...' |
k fix |
||
(16 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Operasi Lintas Udara Pertama''' adalah operasi lintas udara yang pertama kali dengan tugas mempertahankan kemerdekaan RI di Kalimantan. Pasukan yang diterjunkan merupakan Paratroop pertama AURI berjumlah 13 orang yang kesemuanya putra asli Kalimantan mereka mempunyai misi rahasia yaitu menyusun dan membentuk pasukan gerilya untuk membantu perjuangan rakyat setempat. Menggunakan Pesawat RI-002, AURI berhasil menerobos blokade udara Belanda dan berhasil menerjunkan pasukan di darata Kalimantan pada tanggal 17 Oktober 1947.<ref>{{Cite book|title=Sejarah TNI Angkatan Udara Jilid 1 (1945-1949)|last=Dinas Perawatan Personel|first=Subdinas Sejarah|publisher=Dinas Perawatan Personel|year=2004|isbn=|location=Jakarta|pages=144-148|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah Penerjunan Pasukan Payung di Kalimantan|last=Dinas Penerangan Angkatan Udara|first=Subdinas Sejarah|publisher=Dispenau|year=2007|isbn=|location=Jakarta|pages=|url-status=live}}</ref>
Setelah Proklamasi kemerdekaan tanggal [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|17 Agustus]] di kumandangkan, pemuda dan rakyat [[Kalimantan]] sebagai salah satu wilayah [[Indonesia|RI]], berjuang melawan [[Pemerintahan Sipil Hindia Belanda|NICA]] yang bermaksud berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Oktober 1945, rakyat [[Kalimantan Selatan]] berhasil membentuk Pemerintah Daerah sebagai bagian dari Republik Indonesia, dengan Banjarmasin sebagai ibukotanya. Pasukan Sekutu yang pada waktu itu menduduki Kalimantan, pada tanggal 24 Oktober 1945 menyerahkan kekuasaan secara resmi kepada NICA. Tindakan ini langsung menimbulkan kemarahan rakyat setempat yang setia kepada Republik Indonesia. Mereka mulai membentuk barisan untuk menentang penjajah. Bantuan yang diharapkan melalui laut dari Jawa terhalang, karena Belanda menjalankan blokade di laut. Oleh karena itu, satu-satunya jalan yang dapat dilakukan adalah melalui udara.▼
== Latar belakang ==
Gubernur Kalimantan, Ir. Pangeran Muhammad Noor mengirim surat kepada KSAU Komodor Udara Suryadi Suryadarma, yang isinya meminta bantuan agar AURI bersedia melatih pemuda-pemuda asal Kalimantan, kemudian menerjunkan mereka kembali ke Kalimantan untuk berjuang membantu saudara-saudaranya. Pimpinan AURI kemudian mengadakan perundingan dengan Markas Besar Tentara. Akhirnya MBT sepakat untuk membentuk staf khusus yang bertugas menghimpun pasukan payung. Dalam hal ini KSAU dibantu Mayor Tjilik Riwut, yang berasal dari Kabupaten Kota Waringin. Dia adalah perwira operasi yang ditempatkan pada staf Sekretaris KSAU, Bagian Siasat Perang.▼
▲Setelah Proklamasi kemerdekaan tanggal [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|17 Agustus]] di kumandangkan, pemuda dan rakyat [[Kalimantan]] sebagai salah satu wilayah [[Indonesia|RI]],
▲[[Daftar Gubernur Kalimantan|Gubernur Kalimantan]], [[Pangeran Muhammad Noor|Ir. Pangeran Muhammad Noor]] mengirim surat kepada [[Kepala Staf TNI Angkatan Udara|KSAU]] Komodor Udara [[Soerjadi Soerjadarma|Suryadi Suryadarma]], yang isinya meminta bantuan agar [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara|AURI
Dalam waktu singkat, staf khusus berhasil merekrut sekitar 60 pejuang dari Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan juga dari Madura yang bersedia diterjunkan di Kalimantan. Mereka ditampung di Asrama Padasan, Warungboto, di dekat Maguwo. Adapun pelatih dari AURI adalah Opsir Udara I Sudjono, dibantu Opsir Muda Udara II Amir Hamzah, Opsir Muda Udara II Soerojo, Sersan Udara Mispar dan Kopral Muda Udara Matjasir.▼
▲Dalam waktu singkat, staf khusus berhasil merekrut sekitar 60 pejuang dari [[Kalimantan]], [[Sulawesi]], [[Jawa]], dan juga dari Madura yang bersedia diterjunkan di [[Kalimantan]]. Mereka ditampung di Asrama Padasan, Warungboto, di dekat [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Maguwo]]. Adapun pelatih dari [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara|AURI]] adalah Opsir Udara I Sudjono, dibantu Opsir Muda Udara II Amir Hamzah, Opsir Muda Udara II Soerojo, Sersan Udara Mispar dan Kopral Muda Udara Matjasir.
Mengingat sempitnya waktu, mereka hanya mendapat latihan di darat saja, berupa latihan teori terjun dan cara melipat payung. Mereka tidak sempat dilatih terjun dari pesawat. Lamanya latihan pun hanya satu minggu. Pada akhir latihan, terpilih 12 orang putra Kalimantan yang semua paham bahasa Dayak Kahayan, ditambah dua orang dari PHB AURI, yaitu Opsir Muda Udara I Hari Hadisumantri dari Semarang sebagai montir radio, dan Sersan Udara F.M Soejoto dari Ponorogo yang bertugas menjadi juru radio. Adapun pasukan payung berjumlah 14 orang ini, dipimpin Iskandar yang berasal dari Kabupaten Sampit, Kalimantan Selatan.▼
▲Mengingat sempitnya waktu, mereka hanya mendapat latihan di darat saja, berupa latihan teori terjun dan cara melipat payung. Mereka tidak sempat dilatih terjun dari pesawat. Lamanya latihan pun hanya satu minggu. Pada akhir latihan, terpilih 12 orang putra [[Kalimantan]] yang semua paham bahasa [[Kahayan|Dayak Kahayan]], ditambah dua orang dari PHB [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara|AURI]], yaitu Opsir Muda Udara I
== Jalannya operasi ==
Pesawat yang digunakan adalah [[Dakota RI-002]] dengan pilot yang dipercayakan lagi kepada Bob Earl Freeberg. Adapun yang menjadi co-pilot adalah Opsir Udara III Makmur Suhodo dan Operator Penerjun Opsir Muda Udara III Amir Hamzah. Mayor [[Tjilik Riwut]] bertindak sebagai penunjuk daerah penerjunan.
Pesawat berangkat dari Yogyakarta pada tanggal 17 Oktober 1947 pukul 02.30 dini hari, dan waktu menunjukkan pukul 05.30 ketika melayang di atas kawasan rawa-rawa [[Kalimantan]]. [[Tjilik Riwut]] sempat ragu, tetapi setelah yakin bahwa mereka sudah ada di atas daerah Sepanbiha, maka para pemuda itu pun mulai melakukan penerjunan. Djarni batal meloncat karena takut. Adapun ke–13 anggota pasukan payung yang berhasil mendarat dengan selamat adalah
Operasi pertama yang berlangsung pada tanggal 17 Oktober 1947 ini, disertai ''dropping'' alat-alat perlengkapan dan perbekalan untuk bergerilya di hutan. Beberapa orang tersangkut pohon-pohon tinggi rimba raya, tetapi tidak menjadi rintangan untuk mendarat tanpa cacat. Mereka baru berkumpul pada hari ketiga. Ternyata mereka tidak mendarat di Sepanbiha, tetapi dekat Kampung Sambi, di antara [[Sungai Seruyan]] di barat laut [[Rantau Pulung, Kutai Timur|Rantau Pulut]], [[Kotawaringin]]. Tidak semua ''parachut'' dapat ditemukan kembali, demikian juga persediaan amunisi, bahan makanan, alat perkemahan dan ''veldbed''. Andaikata tidak ada pengkhianatan dari Albert Rosing, seorang Lurah Kampung Mayang, yang menyebabkan mereka masuk perangkap, setelah 35 hari di hutan, pasti mereka berhasil.
Pada dini hari tanggal 23 November 1947, ketika orang masih tidur nyenyak, di sebuah ladang tepi Sungai Koleh (anak Sungai Seruyan), mereka dihujani peluru oleh sepasukan tentara [[Belanda]] yang menyerang dari 3 jurusan. Akibatnya tiga orang gugur seketika, yaitu Letnan Udara II Anumerta Iskandar, Sersan Mayor Udara Anumerta Achmad Kosasih, dan Kapten Udara Anumerta
Mereka dibawa ke [[Kota Banjarmasin|Banjarmasin]], dan kemudian ditawan di Penjara Bukitduri, [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Tidak lama di Jakarta mereka dibawa kembali ke Banjarmasin, setelah itu mereka dikirim lagi ke Jakarta, masuk Penjara Glodok, kemudian dipindah ke Penjara Cipinang, lalu dijebloskan ke Penjara Bukit Batu di [[Nusakambangan|Nusa Kambangan]]. Pada waktu mendekati penandatanganan [[Konferensi Meja Bundar|KMB di Den Haag]], Belanda, mereka ditarik kembali ke Glodok dan akhirnya dikembalikan ke
Demikianlah operasi penerjunan pasukan payung ini dilaksanakan sekaligus merupakan operasi lintas udara (linud) pertama bagi [[Tentara Nasional Indonesia|Angkatan Bersenjata Republik Indonesia]]. Meskipun tugas operasi [[Kalimantan]] itu gagal, tetapi kisah ''paratroop'' tersebut merupakan suatu peristiwa gemilang. Ini membuktikan bahwa para pejuang kemerdekaan dalam keadaan serba darurat dapat membina kekuatan yang tidak boleh dianggap remeh. Peristiwa inilah yang kemudian diperingati sebagai hari Pasukan Khas Angkatan Udara.
Untuk mengenang dan menghormati kepahlawanan para pelopor penerjunan
Setelah sampai di Banjarmasin mereka bertemu dengan Mayor Eddie dan mendapat keterangan, bahwa
Pada tanggal 21 Maret 1950 tepat pukul12.00 siang mereka sampai di daerah Sampit dan disini tinggal selama dua hari untuk mencari perlengkapan-perlengkapan lainnya berupa tiga buah peti jenazah dan sebuah perahu lagi.
Setelah itu mereka memperoleh keterangan, bahwa jenazah-jenazah yang mereka cari telah dipindahkan ke Makam Pahlawan Tubangmanjul.
Jalannya pengambilan jenazah ini mendapat perhatian penduduk sangat besar dari penduduk setempat, mereka tidak lupa mengadakan upacara selamatan untuk menghormati arwah para pahlawannya dengan tari-tarian selamatan, dan tari-tarian adat yang sekaligus menunjukkan pula rasa duka citanya.
== Referensi ==
<references />
[[Kategori:Operasi militer]]
|