Begawi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tujuan: Penambahan konten dan penghapusan konten yang tidak benar.
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Authoramatir (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(11 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Underlinked|date=Februari 2023}}
'''Begawi''' atau yang kerap disebut dengan istilah lengkap '''Begawi Cakak Pepadun''' merupakan upacara adat masyarakat [[Lampung]] untuk memberikan gelar adat kepada seseorang. Adapun masyarakat etnis atau [[Suku Lampung|suku bangsa Lampung]] yang melaksanakan begawi adalah yang berasal dari kelompok adat Lampung Pepadun. Istilah Pepadun sendiri berasal dari nama salah satu perangkat yang digunakan dalam begawi, yaitu singgasana dari kayu yang menyimbolkan suatu status sosial dalam keluarga. Di singgasana inilah gelar adat diberikan setelah orang yang ingin mendapat kenaikan status dari gelar tersebut diharuskan memberikan uang dan menyembelih kerbau dengan jumlah tertentu (biasanya 2 kerbau atau lebih dan maharnya sekitaran 400 jutaan atau lebih, tergantung permintaan dari pihak perempuan. Namun rata-rata adat lampung pepadun khususnya di wilayah Kota Bumi atau Blambangan Lampung Utara, maharnya segitu).<ref name=":2">{{Cite web|url=https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/masyarakat-adat-lampung-pepadun|title=Masyarakat Adat Lampung Pepadun - Situs Budaya Indonesia|last=Kaya|first=Indonesia|website=IndonesiaKaya|language=Indonesia|access-date=2019-03-22}}</ref> Sementara itu, begawi dapat diartikan sebagai "suatu pekerjaan" atau "membuat gawi".<ref name=":3">Sarah Fadhilah Baihaqqi, (2017), Pewarisan Nilai Budaya Melalui Simbol Gelar Adat Lampung Buay Nunyai (Studi di Kelurahan Kotabumi Ilir, Kotabumi, Lampung Utara, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmi Politik Universitas Lampung, Hal. 3-19.</ref> Bagi masyarakat Lampung Pepadun, begawi cakak pepadun sifatnya wajib dilakukan oleh seseorang sebelum menyandang hak untuk menduduki posisi penyimbang yang dilakukan oleh lembaga perwatin adat.<ref name=":5">Ulul Azmi Muhammad, Iskandar Syah, Suparman Arif, (2017), ''Adat Turun Duwai pada Upacara Begawi di Kampung Komering Putih Lampung Tengah,'' PESAGI (Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah), Vol 5, No 5. Hal. 2-12.<br /></ref>
 
'''Begawi''' atau yang kerap disebut dengan istilah lengkap '''Begawi Cakak PepadunGawi''' merupakan upacarasuatu perayaan atas hasil kerja adat dalam komunitas masyarakat [[Lampung]].<ref>{{Cite untukbook|last=Martiara|first=Rina|date=2014|url=https://www.worldcat.org/oclc/1038710147|title=Cangget memberikan: gelaridentitas adatkultural kepadaLampung seseorangsebagai bagian dari keragaman budaya Indonesia|location=Yogyakarta|isbn=978-979-8242-67-0|oclc=1038710147}}</ref> Salah satu bentuk paling penting dalam acara ini adalah Begawi Cakak Pepadun. Adapun masyarakat etnis atau [[Suku Lampung|suku bangsa Lampung]] yang melaksanakan begawiBegawi adalahCakak Pepadun hanyalah yang berasal dari kelompok adat Lampung Pepadun. Istilah Pepadun sendiri berasal dari nama salah satu perangkat yang digunakan dalam begawi, yaitu singgasana dari kayu yang menyimbolkan suatu status sosial dalam keluarga. Di singgasana inilah gelar adat diberikan setelah orang yang ingin mendapat kenaikan status dari gelar tersebut diharuskan memberikan uang dan menyembelih kerbau dengan jumlah tertentu (biasanya 2 kerbau atau lebih dan maharnya sekitaran 400 jutaan atau lebih, tergantung permintaan dari pihak perempuan. Namun rata-rata adat lampung pepadun khususnya di wilayah Kota Bumi atau Blambangan Lampung Utara, maharnya segitu).<ref name=":2">{{Cite web|url=https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/masyarakat-adat-lampung-pepadun|title=Masyarakat Adat Lampung Pepadun - Situs Budaya Indonesia|last=Kaya|first=Indonesia|website=IndonesiaKaya|language=Indonesia|access-date=2019-03-22}}</ref> Sementara itu, begawi dapat diartikan sebagai "suatu pekerjaan" atau "membuat gawi".<ref name=":3">Sarah Fadhilah Baihaqqi, (2017), Pewarisan Nilai Budaya Melalui Simbol Gelar Adat Lampung Buay Nunyai (Studi di Kelurahan Kotabumi Ilir, Kotabumi, Lampung Utara, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmi Politik Universitas Lampung, Hal. 3-19.</ref> Bagi masyarakat Lampung Pepadun, begawi cakak pepadun sifatnya wajib dilakukan oleh seseorang sebelum menyandang hak untuk menduduki posisi penyimbang yang dilakukan oleh lembaga perwatin adat.<ref name=":5">Ulul Azmi Muhammad, Iskandar Syah, Suparman Arif, (2017), ''Adat Turun Duwai pada Upacara Begawi di Kampung Komering Putih Lampung Tengah,'' PESAGI (Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah), Vol 5, No 5. Hal. 2-12.<br /></ref>
 
Upacara begawi cakak pepadun sekaligus menjadi penanda perbedaan kebudayaan antara masyarakat Lampung Pepadun yang mendiami wilayah tengah dan Lampung Saibatin yang mendiami daerah pesisir Lampung. Upacara adat besar yang disertai pemberian gelar atau juluk adok memang menjadi ciri khas dari adat Lampung Pepadun. Setiap orang memiliki kesempatan untuk melakukan peningkatan status adatnya dengan melakukan upacara ini yang mengharuskannya membayar sejumlah uang (dau) dan hewan ternak kerbau. Jumlah uang dan kerbau yang harus dibayarkan tergantung dari seberapa tinggi peningkatan status adat yang diinginkan, jika status adat yang diinginkan semakin tinggi, maka uang dan kerbau yang harus diserahkan jumlahnya juga semakin banyak.<ref name=":5" />
 
Dalam begawi, terkandung nilai-nilai egaliter dan keterbukaan karena setiap orang yang menyelenggarakannya bisa mendapatkan gelar adat sementara masyarakat Lampung Saibatin hanya mengenal pemberian gelar adat berdasarkan garis keturunan.<ref name=":2" /> Selain itu, dalam masyarakat Lampung Saibatin orang yang berhak menerima gelar adat hanya laki-laki yang sudah menikah. Ini tentu berkebalikan dengan apa yang ada dalam begawi yang dilakukan masyarakat Lampung Pepadun di mana perempuan dan orang yang belum menikah juga bisa mendapatkan gelar.<ref name=":1">Umi Kholifatun, (2016), Makna Gelar Adat terhadap Status Sosial pada Masyarakat Desa Tanjung Aji Keratuan Melinting, Skripsi Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS UNNES. Hal 4-5.</ref> Adat Lampung mengenal sifat keterbukaan ini dengan prinsip nengah nyappur, yaitu membuka diri kepada masyarakat agar memiliki pengetahuan luas, lalu neumi nyimah yang artinya bersikap murah hati dan ramah kepada setiap orang.<ref name=":0" />                         
 
== Tujuan ==
Seperti telah diketahui sebelumnya, begawi bertujuan untuk memberikan gelar adat kepada seseorang. Melalui begawi, orang akan mendapatkan kenaikan status dalam adat melalui gelar suttan yang menandakan status paling tinggi.<ref name=":3" /> Selain Suttan gelar lain adalah dari yang tertinggi yaitu Suttan, Pengiran, Rajo, Ratu, Batin. Pada intinya, begawi merupakan acara penetapan seseorang menjadi penyimbang. Dalam adat Lampung Pepadun, penyimbang merupakan kedudukan adat paling tinggi yang dipegang oleh anak laki-laki tertua dari keturunan tertua. Orang yang memegang gelar penyimbang memiliki wewenang untuk menjadi penentu dalam pengambilan keputusan.<ref name=":2" /> Pembagian kewenangan ini adalah cerminan dari sistem kekerabatan masyarakat Lampung Pepadun yang bersifat patrilineal, yaitu mengikuti garis keturunan dari bapak. Karena itulah yang menjadi penyimbang adalah anak laki-laki tertua yang mewarisi kepemimpinan dari bapak dalam keluarga.<ref name=":3" />
 
Begawi juga berkaitan dengan ritus daur hidup di mana upacara ini juga menjadi bagian dari acara pernikahan. Dalam hal ini, Begawi bertujuan untuk memberikan gelar kepada pasangan pengantin yang melangsungkan pernikahannya. Dalam pelaksanaannya, Begawi diwarnai dengan berbagai prosesi mulai dari peragaan pencak silat, penyembelihan hewan, pemberian gelar atau cakak pepadun dan tarian Cangget, tarian cangget yaitu tarian yang diikuti oleh bujang gadis, 1 rumah mewakili sepasang bujang gadis untuk ikut acara cangget agung, setelah itu bujang gadis di jemput oleh penglaku (panitia) untuk ke sesat agung (rumah adat) setelah bujang gadis semua berkumpul dan menari satu persatu, talo dibunyikan dan petasan pun di bunyikan cangget agung berlangsung hingga pagi hari tidak hanya itu selesai acara bujang gadis di beri uang biasanya 1 orang 100 ribu rupiah. Bujang gadis yang turut serta acara cangget agung rata-rata berjumlah 200an.<ref>{{Cite web|url=https://www.kompas.tv/article/23114/begawi-adat-lampung-pesta-7-hari-7-malam|title=Begawi Adat Lampung, Pesta 7 Hari 7 Malam|website=KOMPAS.tv|language=id|access-date=2019-03-31}}</ref> Jika begawi diadakan saat seseorang menikah, maka gelar adat akan diberikan kepada mempelai pria dan wanita. Selain itu, gelar juga bisa diberikan saat penerimanya masih berusia belia dan belum akan menikah, gelar di juga bisa diberi waktu khitanan. Biasanya anak sultan juga begawi sewaktu khitanan dan memotong kerbau, acaranya pun sangat mewah. Seperti khitanan “Tihang Pengiran” anaknya “Suttan Rajo Saya” dari BuayBuway Unyi, Teluk Dalem, Lampung Timur. <ref name=":1" />
 
Bagaimana pentingnya gelar adat bagi masyarakat Lampung bisa dilihat dari pra-penyelenggaraan begawi. Untuk menyelenggarakan Begawi. tidak bisa sembarangan karena diperlukan keputusan dari majelis penyimbang untuk mengatur perihal pemberian gelar. Penyimbang sendiri adalah orang yang memiliki gelar suttan selaku gelar tertinggi. Dalam budaya Lampung sendiri memang dikenal sistem kasta.<ref name=":0">{{Cite webnews|url=https://nasional.kompas.com/read/2010/07/21/07154322/cakak.pepadun.simbol.strata.lampung|title=Cakak Pepadun, Simbol Strata Lampung|last=Media|firstwork=[[Kompas Cyber|website=KOMPAS.com]]|language=id|access-date=2019-03-21}}</ref>
 
== Prosesi ==
Dalam penyelenggaraan begawi cakak pepadun terdapat sejumlah prosesi yang harus dijalani sebelum ke acara inti. Seperti pernikahan pada umumnya, awalnya dilakukan acara lamaran yang dalam hal ini disebut dengan ngakuk muli.  Setelahnya, sidang marga atau pepung marga akan d igelardigelar untuk mendiskusikan pelaksanaan begawi agar berjalan dengan baik pada hari yang ditentukan. Selanjutnya, pihak perempuan dijemput di rumah adat menuju rumah laki-laki dengan menggunakan kereta kencana (khatow) Sementara mempelai perempuan duduk di kereta kencana, mempelai laki-laki berjalan di depannya dengan diiringi lantunan dzikir dari kitab barzanji. Ada pula acara lain seperti acara tari-tarian (cangget), juga ritual mencuci kaki yang disebut turun diway.<ref>Iqbal Al Ghozi, (2017),Makna Filosofis di Dalam Prosesi Begawi Adat Cakak Pepadun di Keluharan Menggala Kota Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. Hal 53-55.</ref>
 
Dalam rangkaian prosesi, dilakukan juga musyawarah adat yang disebut upacara Merwatin dan dilanjutkan dengan penyerahan uang sidang yang ditaruh di sigeh (tempat sirih). Selain musyawarah adat, dalam tahap ini juga diadakan penyembelihan kerbau yang dagingnya dimasak untuk jamuan kepada penyimbang.<ref>{{Cite web|url=http://www.pariwisatalampung.com/2018/07/09/cakak-pepadun-2/|title=Cakak Pepadun|website=www.pariwisatalampung.com|language=en-US|access-date=2019-03-28}}{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
Acara turun diway diumumkan dan ditandai dengan pemukulan canang (alat musik gamelan khas lampung) oleh penglaku. Sampai tahap ini, pengantin baik itu mempelai pria (mengian) dan perempuan (majuwmajew) akan menyandang gelar dipatcahdi hajiPatcah Aji. Sambil diiringi oleh lebuw kelamou, menulung, para penyimbang, kedua mempelai yang mengenakan pakaian kebesaran raja dan ratu berjalan beriring-iringan dengan membawa tombak yang digantungi kibuk ulow wou (kendi khas Lampung). Kedua mempelai selanjutnya duduk didampingi oleh tuwalau anau (orang tua kedua mempelai), lebou kelamou (paman mempelai), menulung (kakak mempelai), dan sai tuha tuha (tetua keluarga). Sambil duduk, jempol kaki kedua mempelai dipertemukan oleh lebou kelamu, menulung, dan batang pangkal.<ref name=":5" />
 
Berikutnya, jempol kaki dan ibu jari kedua mempelai dipertemukan di atas kepala kerbau oleh lebou kelamou, menulung, dan batang pangkal selaku perwakilan pihak keluarga. Setelah upacara pertemuan jari kedua mempelai, acara dilanjutkan dengan musek, yaitu disuapinya kedua mempelai dengan makanan oleh batang pangkal, lebou kelamo, dan benulung, selanjutnya diteruskan oleh tuwalau anau. Pembagian uang kepada peyimbang kemudian dilakukan sebagai tahapan berikutnya hingga canang ditabuh lagi yang menandakan inai adek (pemberian gelar dimulai).<ref name=":5" />
 
Pemberian gelar kepada mempelai oleh lebaw kelamo, benulung, batang pangkal, dan para penyimbang sekaligus menjadi akhir dari acara turun diway. Sebagai penutup acara, para penyimbang dan penglakuw tuho (orang tua yang dipercaya untuk mengatur acara) pun menyampaikan pesan kepada kedua mempelai dalam bentuk nasihan dan pantun.<ref name=":5" /> Dalam begawi, acara bisa menghabiskan waktu hingga tujuh hari dan tujuh malam serta kerbau antara dua hingga tujuh ekor. Kerbau inilah yang disembelih dan dagingnya dikonsumsi bagi masyarakat kampung yang hadir. Rangkaian acara begawi dilakukan di nuwo batangan (penyelenggara gawi) atau balai adat yang disebut sesat.<ref name=":6" />
 
== Masa kini ==