Tulude: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dianmasoara (bicara | kontrib) halaman sedang ditulis dihapus |
Badak Jawa (bicara | kontrib) Membalikkan revisi 25043481 oleh Vian Acr (bicara) bukan tempat yang tepat untuk menulis kalimat tersebut Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(11 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 12:
|header4 = Digelar Setiap 31 Januari
}}
'''Tulude''' / '''Tuludê''' / '''Tuludé''', merupakan upacara adat tahunan yang
Upacara adat ini digelar setahun sekali, tepatnya di akhir bulan Januari, yakni pada tanggal 31. Acara ini juga dihayati secara simultan sebagai peringatan Hari Ulang Tahun Kab. Kepulauan Sangihe.
Upacara adat ini digelar setahun sekali, tepatnya di akhir bulan Januari pada tanggal 31. Masyarakat suku Sangihe mengadakan upacara adat Tulude karena bisa mengungkapkan rasa syukur. Dulunya upacara Tulude ini dipenuhi dengan hal-hal mistis namun dengan masuknya agama ditengah masyarakat, hal mistis tersebut perlahan mulai menghilang. Meskipun demikian sebagian besar dari masyarakat tersebut masih mempercayai apa yang disebut dengan kekuatan jahat atau hal-hal yang berbau mistis.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://gemala.me/upacara-tulude/|title=Upacara Tulude|last=admin|date=2016-06-12|website=Thank God I Surf|language=en-US|access-date=2019-11-26}}</ref>▼
Dewasa ini, masyarakat suku Sangihe mengadakan upacara adat Tulude sebagai momen untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas berkat yang diberikan, baik dalam bidang kelautan dan perikanan, maupun pertanian, dsb.
▲
== Arti Lainnya Dari Tulude ==
Tulude dalam bahasa Sangihe berasal dari kata "Suhude" yang berati Tolak, hal ini menolak tahun yang lama dan siap menerima tahun yang baru. Sedangkan Mandullu'u Tonna dalam arti sempit kalau bahasa masyarakat Talaud Mandulu’u yaitu "Lanttu" menolak atau meninggalkan. Sedangkan "Tonna" adalah "Tahun". Tulude atau Mandullu’u Tonna ini mirip dengan perayaan budaya pengucapan syukur bagi masyarakat di [[Minahasa]]. Selain itu, juga sebagai media komunikasi antar budaya masyarakat Sangihe dan Talaud, yang berisi ucapan syukur. Banyak nilai luhur yang diwariskan oleh para leluhur, seperti nilai etika, moral, patriotik.<ref>{{Cite
== Sejarah singkat Tulude ==
Pada masa awal beberapa abad-abad lalu, pelaksanaan upacara adat Tulude dilaksanakan oleh para leluhur masyarakat Nusa Utara (kepulauan Sangihe, Talaud dan Sitaro). pada setiap tanggal 31 Desember, di mana tanggal ini merupakan penghujung dari tahun yang akan berakhir. Pada saat Kristen dan Islam masuk ke wilayah Sangihe dan Talaud di abad ke-19, upacara adat Tulude ini kemudiaan diisi dengan muatan-muatan penginjilan dan tradisi kekafiran perlahan-lahan mulai hilang. Pada hari pelaksanaannya tanggal 31 Desember, biasanya ada kesepakatan adat. Upacara adat ini kemudian dialihkan ke tanggal 31 Januari
== Tahapan Upacara ==
Upacara adat ini dihelat melewati beberapa tahapan. Dua minggu sebelum digelar, seorang tetua adat menyelam ke dalam lorong bawah laut yang berada di Gunung Banua Wuhu. Tetua adat ini membawa sepiring nasi putih dan emas yang dipersembahkan kepada Banua Wuhu yang bersemayam di lorong tersebut. Usai menggelar ritual penyelaman tersebut, dimulailah rangkaian perhelatan upacara Tulude yang diawali dengan pembuatan kue adat Tamo di rumah salah seorang tetua adat, sehari sebelum pelaksanaan. Upacara Tulude dilaksanakan pada malam hari, dengan persiapan yang dimulai sejak sore hari.<ref name=":1" />
Kemudian, diisi dengan persiapan pasukan pengiring, penari tari ''Gunde'', tari salo, tari kakalumpang, tari empat wayer, kelompok nyanyian [[masamper]], penetapan tokoh adat pemotong kue adat tamo, penyiapan tokoh adat pembawa ucapan Tatahulending Banua, tokoh adat pembawa ucapan doa keselamatan, seorang tokoh pemimpin upacara yang disebut Mayore Labo, dan penyiapan kehadiran Tembonang u Banua (pemimpin negeri sesuai tingkatan pemerintahan pelaksanaan upacara seperti kepala desa, camat, bupati/walikota atau gubernur) bersama Wawu Boki (isteri pemimpin negeri)serta penyebaran undangan kepada seluruh anggota masyarakat untuk hadir dengan membawa makanan untuk acara Saliwangu Banua (pesta rakyat makan bersama).
Upacara diawali dengan Sasake Pato yaitu melambangkan beberapa petinggi (pejabat pemerintah, tokoh adat) menaiki perahu, memimpin perahu yang meluncur dengan berani. Meluncur ditengah lautan yang terombang-ambing gelombang, dan harus mengemudikannya dengan baik, lurus tak berbelok, menuju pantai bahagia. Kemudian petinggi tersebut turun dari perahu yang disertai sorak sorai, berjalan diiringi bunyi-bunyian tambur dan tagonggong. Pada puncak upacara Tulude akan dipersembahkan kue Tamo yang terbuat dari dodol berhiaskan cabe, udang, serta aneka hiasan lainnya dan berbentuk kerucut. Dengan diiringi tarian dari tetua adat, serta ucapan-ucapan syukur perlahan-lahan Tamo dihantarkan ke hadapan para petinggi Sangihe. Lalu dibacakanlah doa-doa untuk kebaikan dalam bahasa Sangihe. Dan perlahan Tamo tersebut di potong.
== Referensi ==
<references />
[[Kategori:Budaya Sulawesi]]
|