Era Demokrasi Liberal (1950–1959): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Nuguseo (bicara | kontrib)
 
(87 revisi perantara oleh 47 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{More citations needed|date=September 2020}}
{{rapikan}}
{{Infobox former country
{{Underlinked|date=Oktober 2016}}
{{Sejarah|conventional_long_name = Republik Indonesia}}
|government_type = [[Negara kesatuan]] [[republik parlementer]]
|event_start = [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia|Dibentuk]]
|date_start = 17 Agustus
|year_start = 1950
 
|event_end = [[Dekret Presiden 5 Juli 1959|Dibubarkan]]
'''Era 1950-1959''' adalah era di mana presiden [[ERLANGGA AHMAD ROSADI] memerintah menggunakan konstitusi UUDS Republik [[Indonesia]] 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. TROPTOPTOPTROPTOP
|date_end = 5 Juli
|year_end = 1959
|event1 = [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|Pemilu legislatif 1955]]
|date_event1 = 29 September 1955
|p1 = Republik Indonesia Serikat
|flag_p1 = Flag_of_Indonesia.svg
|s1 = Orde Lama (1959–1965)
|flag_s1 = Flag_of_Indonesia.svg
|image_flag = Flag of Indonesia.svg
|flag = Flag of Indonesia
|image_coat = National emblem of Indonesia Garuda Pancasila.svg
|capital = [[Jakarta]]
|official_languages = [[Bahasa Indonesia]]
|symbol_type_article = [[Lambang negara Indonesia|Lambang negara]]
|image_map = [[File:Location Indonesia 1957.svg|240px]] <!--DO NOT REMOVE THE BRACKETS, OR THE MAP WILL BE BLANK!-->
|image_map_caption = Republik Indonesia pada tahun 1957
|currency = [[Rupiah]]
|leader1 = [[Soekarno]]
|year_leader1 = 1950–1959
|title_leader = [[Presiden Indonesia|Presiden]]
|representative1 = [[Mohammad Hatta]]
|year_representative1 = 1950–1956
|title_representative = [[Wakil Presiden Indonesia|Wakil Presiden]]
|deputy1 = [[Mohammad Natsir]] (pertama){{efn|Perdana Menteri kelima, tetapi menjadi yang pertama di NKRI setelah dibubarkannya RIS. }}
|deputy2 = [[Djuanda Kartawidjaja]] (terakhir)
|year_deputy1 = 1950–1951
|year_deputy2 = 1957–1959
|title_deputy = [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]]
|legislature = [[Dewan Perwakilan Rakyat Sementara]] (1950-1956)<br>[[Badan Konstituante]] (1956-1959)
|today = [[Indonesia]]
}}
 
'''Era Demokrasi Liberal (1950–1959)''' yang dikenal pula dengan '''Era Demokrasi Parlementer''' adalah era ketika Presiden [[Soekarno]] memerintah menggunakan konstitusi [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia]] 1950. Periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 (sejak pembubaran [[Republik Indonesia Serikat]]) sampai 5 Juli 1959 (keluarnya [[Dekret Presiden 5 Juli 1959|Dekret Presiden]]). Pada masa ini terjadi sejumlah peristiwa penting, seperti [[Konferensi Asia–Afrika]] di Bandung, [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|pemilihan umum pertama di Indonesia]] dan pemilihan [[Konstituante]], serta periode ketidakstabilan politik yang berkepanjangan, dengan tidak ada kabinet yang bertahan selama dua tahun.
== Latar Belakang ==
Pada masa orde lama, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa peralihan. Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan presidensial, parlementer, demokrasi liberal, dan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin. Berikut penjelasan sistem pemerintahan masa [[Soekarno|Ir. Soekarno dan ERLANGGA AHMAD ROSADI]]:
 
== Latar belakang ==
'''Masa Pemerintahan Pasca Kemerdekaan (1945-1950)'''
Seiring dengan berakhirnya [[Revolusi Nasional Indonesia|perjuangan untuk mengamankan kemerdekaan Indonesia]], perpecahan di kalangan masyarakat Indonesia mulai muncul. Perbedaan antardaerah dalam hal adat istiadat, moral, tradisi, agama, pengaruh [[Marxisme]], serta ketakutan akan dominasi politik Jawa, semuanya berkontribusi pada perpecahan. Sebagai [[negara]] baru, Indonesia memiliki masalah kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan tradisi otoriter.<ref>Ricklefs (1991), page 237</ref> Berbagai gerakan separatis juga muncul untuk menentang Republik Indonesia: militan [[Negara Islam Indonesia|Darul Islam]] memproklamasikan "Negara Islam Indonesia" dan bergerilya melawan Republik Indonesia di Jawa Barat dari tahun 1948 hingga 1962; di Maluku, orang-orang Ambon yang dulunya adalah [[Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger|Tentara Kerajaan Hindia Belanda]] (KNIL) memproklamasikan kemerdekaan [[Republik Maluku Selatan]]; ditambah dengan pemberontakan di Sumatra dan Sulawesi antara tahun 1955 dan 1961.
 
Perekonomian Indonesia terpuruk setelah [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|tiga tahun pendudukan Jepang]], kemudian empat tahun perang melawan Belanda. Di tangan pemerintahan yang masih muda dan belum berpengalaman, perekonomian tidak mampu mendorong produksi pangan dan kebutuhan lain untuk mengimbangi pertambahan penduduk. Sebagian besar penduduk buta huruf, tidak terampil, dan tidak memiliki kemampuan manajerial. Inflasi meningkat, banyak penyelundupan yang merugikan pemerintah pusat yang sangat membutuhkan devisa, dan banyak perkebunan hancur selama pendudukan penjajah dan perang.<ref name="LONELYPLANET">{{cite book|last=Witton|first=Patrick|year=2003|title=Indonesia|url=https://archive.org/details/indonesia0000unse_i2g4|location=Melbourne|publisher=Lonely Planet|isbn=1-74059-154-2|pages=[https://archive.org/details/indonesia0000unse_i2g4/page/26 26]–28}}</ref>
Pada tahun [[1945]]-[[1950]], terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer. Dimana dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.
 
== Gambaran umum ==
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno ini juga terjadi penyimpangan UUD 1945. Berikut Penyimpangan UUD 1945 yang terjadi pada masa orde lama:
Pada masa Soekarno, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa peralihan. Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan [[Sistem presidensial|presidensial]], [[Sistem parlementer|parlementer]] (demokrasi liberal), hingga demokrasi terpimpin. Pada masa pemerintahan Soekarno juga terjadi penyimpangan UUD 1945, di antaranya perubahan fungsi [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP), dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang [[MPR]].
 
Salah satu hasil dari [[Konferensi Meja Bundar]] tahun 1949 adalah terbentuknya Negara [[Republik Indonesia Serikat]] (RIS). Pembentukan [[Federasi|negara federal]] yang diprakasai oleh Belanda untuk melemahkan integrasi Indonesia sebagai negara kesatuan ternyata tidak didukung masyarakat Indonesia. Banyak negara bagian yang menyatakan ingin kembali ke negara kesatuan dan pada 15 Agustus 1950, Perdana Menteri Kabinet RIS [[Mohammad Hatta]] menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
Fungsi [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP) berubah, dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang [[MPR]].
 
=== Mulainya Demokrasi Parlementer ===
Salah satu hasil dari KMB adalah terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat. Pembentukan negara federal yang diprakasai oleh Belanda untuk melemahkan integrasi Indonesia sebagai negara kesatuan ternyata tidak mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Banyak negara bagian yang menyatakan ingin kembali ke negara kesatuan.
Pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan. Pemerintahan Republik Indonesia masih melanjutkan model demokrasi parlementer yang liberal. Kabinet dipimpin oleh seorang perdana menteri sebagai [[kepala pemerintahan]] dan bertanggung jawab kepada [[parlemen]]. Presiden hanya berkedudukan sebagai [[kepala negara]]. Sementara itu, [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia]] (UUDS) 1950 digunakan sebagai konstitusi berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru.
 
UUDS 1950 sangat berbeda dengan UUD 1945 dalam banyak hal; ia mengamanatkan sistem pemerintahan parlementer dan menetapkan secara panjang lebar jaminan konstitusional untuk hak asasi manusia, yang sangat mengacu pada [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia]] oleh PBB tahun 1948.<ref>{{cite book|last=Schwarz|first=A.|year=1994|url=https://archive.org/details/nationinwaitingi00schw|title=A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s|publisher=Westview Press|isbn=1-86373-635-2|url-access=registration}}</ref>
Pada 15 Agustus 1950, Perdana Menteri Kabinet RIS Mohammad Hatta, kemudia menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Selanjutnya, pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.
 
=== Konstituante ===
Maka, dimulailah usaha-usaha untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang telah susah payah diperjuangkan. Masa revolusi fisik atau masa perjuangan harus segera ditinggalkan. Gangguan keamanan yang selama ini banyak menyita perhatian, waktu, dan dana negara harus segera digantikan dengan langkah-langkah konkret. Hal ini agar perbaikan berbagai bidang, seperti sistem poltik dan pemerintahan, perekonomian, pertahanan, dan keamanan negara.
{{main|Konstituante|Daftar anggota Konstituante}}
Pada tahun 1955, Indonesia melaksanakan [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955|pemilihan umum nasional yang pertama]]. Pada bulan September, rakyat memilih wakil untuk DPR, dan pada bulan Desember pemilih kembali memilih wakil-wakil yang lebih banyak lagi sebagai anggota Konstituante.
 
Konstituante, setelah dipilih pada tahun 1955, mulai bersidang pada bulan November 1956 di Bandung, ibu kota Jawa Barat, untuk membuat UUD yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Perdebatan, permusyawaratan, dan penulisan draf-draf UD berlangsung selama dua setengah tahun. Perdebatan isu dasar negara (terutama antara golongan yang mendukung Islam sebagai dasar negara dan golongan yang mendukung Pancasila) terjadi sangat sengit. Walaupun para pimpinan Konstituante merasa sudah lebih dari 90% materi undang-undang dasar telah disepakati, dan walaupun ada beberapa tokoh partai politik Islam yang merasa siap berkompromi, Konstituante tidak sempat menyelesaikan tugasnya.
Setelah berakhirnya pemerintahan RIS pada 1950, pemerintahan Republik Indonesia masih melanjutkan model demokrasi parlementer yang liberal. Kabinet dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen. Presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara.
 
=== Berakhirnya Demokrasi Parlementer ===
Pada kurun waktu 1950 sampai 1959, kembali terjadi silih berganti kabinet. Kabinet jatuh bangun karena munculnya mosi tidak percaya dari partai relawan. DIsamping itu, terjadi perdebatan dalam konstituante yang sering menimbulkan konflik berkepanjangan.
Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru sampai berlarut-larut. Presiden Soekarno lalu menyampaikan konsep Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945. Pada tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]], yang antara lain berisi pembubaran Konstituante serta penggantian konstitusi dari UUDS 1950 menjadi UUD 1945 kembali. Peristiwa ini menandai berakhirnya Demokrasi Parlementer dan mulainya [[Sejarah Indonesia (1959–1965)|Era Demokrasi Terpimpin]]. Pemerintah kemudian membentuk lembaga-lembaga MPRS dalam demokrasi terpimpin yang menerapkan sistem politik keseimbangan. Pada masa ini Soekarno merencanakan konsep pentingnya persatuan antara kaum nasionalis, agama, dan komunis.
 
== Kabinet-kabinet pada masa Demokrasi Parlementer ==
Pada tahun 1950, Perdana Menteri Kabinet RIS, Mohammad Hatta, kemudian menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Selanjutnya, pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.
 
Demokrasi Parlementer dengan banyak partai justru menimbulkan ketidakstabilan politik. Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet. Tercatat ada tujuh kabinet pada masa ini. Kabinet jatuh bangun karena munculnya mosi tidak percaya dari partai lawan. Di samping itu, terjadi perdebatan dalam Konstituante yang sering menimbulkan konflik berkepanjangan.
Salah satunya adalah Presiden Soekarno membubarkan parlemen sekaligus menyatakan kembali UUD 1945. Pemerintah kemudian membentuk lembaga-lembaga MPRS dalam demokrasi terpimpin yang menerapkan sistem politik keseimbangan. Pada masa ini Soekarno merencanakan konsep pentingnya persatuan antara kaum nasionalis, agama dan komunis.
 
== Konstituante ==
 
Pada tahun 1955, Indonesia baru melaksanakan pemilihan umum nasional yang pertama. Pada bulan September, rakyat memilih wakil untuk DPR, dan pada bulan Desember pemilih kembali memilih wakil-wakil yang lebih banyak lagi yang akan bekerja di sebuah institusi yang dikenal dengan Konstituante.
 
Konstituante, setelah dipilih pada tahun 1955, mulai bersidang pada bulan November 1956 di Bandung, ibukota Jawa Barat. Perdebatan, permusyawaratan, dan penulisan draf-draf undang-undang dasar berlangsung selama dua setengah tahun. Perdebatan isu dasar negara (terutama antara golongan yang mendukung Islam sebagai dasar negara dan golongan yang mendukung Pancasila) terjadi sangat sengit. Walaupun para pimpinan Konstituante merasa sudah lebih dari 90% materi undang-undang dasar telah disepakati, dan walaupun ada beberapa tokoh partai politik Islam yang merasa siap berkompromi, Konstituante tidak sempat menyelesaikan tugasnya.
 
Konstituante diberikan tugas untuk membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Pada 1950, UUDS (Undang-Undang Sementara) diberlakukan di bawah pemerintahan Soekarno. ini berdampak pada penerapan model demokrasi parlementer murni (Demokrasi Liberal). Tetapi, Demokrasi Liberal yang didukung oleh banyak partai seperti, MASYUMI dan PNI) justru mengarah kepada munculnya ketidakstabilan politik. Pada 1959, munculnya Demokrasi Terpimpin dengan kabinet yang semuanya dipimpin oleh Ir. Soekarno.
 
sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru sampai berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD 1945.
 
== Kabinet-kabinet di Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal==
 
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini. Kabinet jatuh bangun karena munculnya mosi tidak percaya dari partai lawan. Di samping itu, terjadi perdebatan dalam Konstituante yang sering menimbulkan konflik berkepanjangan.
 
=== Kabinet Natsir (Masyumi) (6 September 1950 - 21 Maret 1951) ===
Program kerja kabinet Natsir:
# Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan Konstituante
# Menyempurnakan susunan pemerintahan dan membentuk kelengkapan negara
# Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketenteraman
# Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat
# Menyempurnakan organisasi angkatan perang
# Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat
 
Hasil:
# Berlangsungnya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat
 
Kendala atau masalah yang dihadapi:
# Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan)
# Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS
 
Berakhirnya kekuasaan kabinet:
 
Belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam usia 6.5 bulan.
 
Jatuhnya kabinet ini karena adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 tahun 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
 
Susunan Kabinet Natsir:
# Perdana Menteri : Mohammad Natsir (Partai Masyumi)
# Wakil Perdana Menteri : Hamengkubuwono IX (Non Partai)
# Menteri Luar negeri : Mohammad Roem (Partai masyumi)
# Menteri Dalam Negeri : Assaat (Non Partai)
# Menteri Kehakiman : Wongsonegoro (Partai PIR)
# Menteri Keamanan Rakyat : Abdul Halim (Non Partai)
# Menteri Keuangan : Syafruddin Prawiranegara (Partai Masyumi)
# Menteri Penerangan : M.A. Pellaupessy (Faksi Demokratik)
# Menteri Pertanian : Tandiono Manu (Partai Sosialis Indonesia)
# Menteri Perdagangan : Sumitro Joyohadikusumo (Partai Sosialis Indonesia)
# Menteri Sosial : F.S. Haryadi (Partai Katolik)
# Menteri Pekerjaan Umum : Herman Johannes (PIR)
# Menteri Kesehatan : Johannes Leimena (Partai Kristen Indonesia)
# Menteri Perhubungan : Djuanda Kartawidjaja (Non Partai)
# Menteri Pendidikan dan Kebudayaan : Bahder Djohan (Non Partai)
# Menteri Agama : Wahid Hasyim (Partai Masyumi)
# Menteri Negara : Harsono Tjokroaminoto (PSII)
# Menteri Tenaga Kerja : Panji Suroso (Partai Parindra)
 
Dalam program Kabinet Natsir, kemudian diterapkan [[Program Benteng]] yang didasari oleh gagasan pentingnya mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Program Benteng resmi berjalan selama tiga tahun (1950-1953) dengan tiga kabinet berbeda (Natsir, Sukiman, dan Wilopo).
 
=== Kabinet Sukiman-Suwirjo (Masyumi) (26 April 1951 - 3 April 1952) ===
[[Berkas:Kabinet sukiman suwirjo.jpg|jmpl|Kabinet Sukiman Suwirjo]]
Kabinet ini merupakan kabinet kedua setelah penghapusan RIS (Republik Indonesia Serikat). Kabinet ini bertugas pada masa bakti [[27 April]] [[1951]] hingga [[3 April]] [[1952]] Kabinet ini telah didemosioner sejak 23 Februari 1952.
 
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
 
Masyumi adalah organisasi yang dibentuk Jepang dalam upaya mereka untuk mengendalikan umat islam di Indonesia. Tujuan partai ini adalah untuk menegakkan kedaulatan negara dan agama islam.
 
'''Properti kabinet:'''
 
* Perdana Menteri : Sukiman Wirjosandjojo
* Wakil Perdana Menteri : Suwirjo
* Menteri Luar Negeri : Achmad Subardjo
* Menteri Dalam Negeri : Iskak Tjokroadisurjo
* Menteri Pertahanan : Sewaka
* Menteri Kehakiman : Mohammad Yamin
* Menteri Penerangan : Arnold Mononutu
* Menteri Keuangan : Jusuf Wibisono
* Menteri Pertanian : Suwarto
* Menteri Perindustrian dan Perdagangan : Sujono Hadinoto
* Menteri Perhubungan : Djuanda Kartawidjaja
* Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga : Ukar Bratakusumah
* Menteri Perburuhan : Iskandar Tedjasukmana
* Menteri Sosial : Sjamsuddin
* Menteri Pendidikan dan Kebudayaan : Wongsonegoro
* Menteri Kepercayaan kepada Tuhan : Wahid Hasjim
* Menteri Kesehatan : J.Leimena
* Menteri Negara : A. Pellaupessy (urusan umum), Pandji Suroso (urusan pegawai), dan Gondokuspmp (urusan agraria)
 
'''Catatan:'''
 
* Sewaka ditunjuk pada 9 Mei 1951 setelah Sumitro Kolopaking tidak menerima penunjukan.
* Yamin mengundurkan diri 14 Juni 1951 dan A. Pellaupessy bagi sementara merangkap Menteri Kehakiman. Pada 20 November 1951, posisi Menteri Kehakiman diserahkan kepada Mohammad Nasrun.
* Sujono Hadinoto ditukarkan Wilopo pada Juli 1951.
* Ukar Bratakusumah merangkap Menteri Perhubungan sementara sewaktu Djuanda tidak kekurangan di luar negeri.
* Diangkatkan pada 20 November 1951, Gondokusomo meninggal pada tanggal 6 Maret 1952.<ref>{{Cite book|url=http://www.souvenir.web.id/id3/497-394/Kabinet-Sukiman-Suwirjo_41524_souvenir.html|title=Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi|last=Simanjuntak|first=P. N. H.|date=2003|publisher=Djambatan|isbn=9789794284995|location=Jakarta}}</ref>
 
 
'''<u>Program kerja kabinet Sukiman:</u>'''
 
# Menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketenteraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara
# Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk meningkatkan kehidupan sosial dan perekonomian rakyat serta memperbaharui hukum agraria sesuai dengan kepentingan petani
# Mempercepat usaha penempatan mantan pejuang dalam lapangan pembangunan
# Mempercepat dan menyelesaikan persiapan pemilihan umum untuk membentuk dewan konstituante dan menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu yang singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi daerah
# Menyiapkan undang-undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama (''collective arbeidsovereenkomst''), penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian perburuhan
# Menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktif serta menuju perdamaian dunia, menyelenggarakan hubungan antara Indonesia dengan Belanda yang sebelumnya berdasarkan asas ''unie-statuut'' menjadi hubungan berdasarkan perjanjian internasional biasa, mempercepat peninjauan kembali persetujuan hasil [[Konferensi Meja Bundar]], serta meniadakan perjanjian-perjanjian yang pada kenyataannya merugikan rakyat dan negara
# Memasukkan wilayah [[Irian Barat]] ke dalam wilayah Republik Indonesia dalam waktu sesingkat-singkatnya
 
Hasil dari program kerja ini tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir, hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketenteraman namun selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
 
<u>Adapun beberapa kendala atau masalah yang dihadapi, diantaranya:</u>
 
# adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Soebadjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cockran mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika Serikat kepada Indonesia berdasarkan ikatan '' Mutual Security Act (MSA) ''. Dimana di dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan untuk memperhatikan kepentingan Amerika.
# adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
# masalah Irian Barat belum juga teratasi
# hubungan Sukirman dengan militer kurang baik, ditunjukkan dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi.
 
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini disebabkan oleh adanya kegagalan dalam pertukaran nota keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Achmad Soebardjo dan Duta Besar AS Merle Cochran. Kesepakatan bantuan ekonomi dan militer dari AS kepada Indonesia didasarkan pada ikatan Mutual Security Act (MSA). DI dalam MSA, terdapat pembatasan terhadap kebebasan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia diwajibkan lebih memperhatikan Amerika sehingga tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negeri yang bebas aktif dan dianggap lebih condong ke blok Barat. Di samping itu, penyebab lainnya adalah semakin merebaknya korupsi di kalangan birokrat dan gagalnya Kabinet Sukiman dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
 
=== Kabinet Wilopo (PNI) (3 April 1952 - 3 Juni 1953) ===
Program kerja kabinet Wilopo:
# Mempersiapkan dan melaksanakan pemilihan umum
# Berupaya untuk mengembalikan Irian Barat agar kembali menjadi wilayah Republik Indonesia
# Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
# Memperbarui bidang pendidikan dan pengajaran
# Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif
'''Susunan Kabinet:
 
* Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri: ''Mr. Wilopo (PNI)''
 
* Wakil Perdana Menteri: ''Prawoto Mangkusasmito (Masyumi)''
 
* Menteri Dalam Negeri: ''Mr. Moh. Roem (Masyumi)''
* Menteri Pertahanan: ''Sri Sultan Hamengku Bowono IX''
* Menteri Kehakiman: ''Mr. Lukman Wiriadinata (PSI)''
* Menteri Penerangan: ''Mr. Arnold Mononutu (PNI)''
* Menteri Keuangan: ''Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo (PSI)''
* Menteri Petanian: ''Moh. Sardjan (Masyumi)''
* Menteri Perekonomian: ''Mr. Sumanang (PNI)''
* Menteri Perhubungan: ''Ir. Djuanda''
* Menteri Pekerjaan Umum: ''Ir. Suwarta (partai Katolik)''
* Menteri Perburuhan: ''Ir. Iskandar Tedjasukmana (partai Buruh)''
* Menteri Sosial: ''Anwar Tjokroaminoto (PSII)''
* Menteri Pendidikan & Kebudayaan: ''Prof. Dr. Bader Djohan''
* Menteri Agama: ''K.H Faqih Usman (Masyumi)''
* Menteri Kesehatan: ''Dr. Johanes Leimena (Parkindo)''
* Menteri Urusan Pegawai Negeri: ''R.P. Suroso (Parindra)''
* Menteri Urusan Umum: ''M.A. Pallaupessy (Demokrat)''
 
'''Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan, yaitu sebagai berikut:'''
 
# Mengatasi gerakan separatisme yang terjadi di berbagai daerah
# Penekanan Presiden Soekarno yang dilakukan oleh sejumlah perwira Angkatan Darat pada tanggal 17 Oktober 1952 agar parlemen dibubarkan
# Kejadian Tangjung Morawa yang terjadi di Sumatra Utara. Peristiwa Tanjung Morawa terjadi akibat persetujuan pemerintah sesuai dengan KMB agar memberikan izin kepada pengusaha asing agar dapat mengusahakan tanah perkebunan di Indonesia lagi. Tanah ini sebelumnya digarap oleh para pertani karena bertahun tahun telah ditinggalkan oleh pemiliknya pada saat Kabinet Sukiman. Saat itu juga Mr. Iskaq Cokroadisuryo selaku menteri dalam negeri memberikan persetujuan agar tanah Deli dikembalikan. Tanah tersebut berhasil dikembalikan saat masa Kebinet Wilopo. Kemudian pada tanggal 16 Maret 1953, pihak polisi mengusir penggarap sawah yang tidak mempunyai izin. Akibat pengusiran tersebut, banyak terjadi bentrokan bersenjata yang menewaskan 5 orang petani. Peristiwa bentrokan itu mendapatkan sorotan yang tajam dari pihak parlemen maupun pers. Hal inilah yang tentunya menjadi penyebab jatuhnya kabinet wilopo. Akibatnya Kabinet Wilopo memperoleh mosi tidak percaya dari Sidik Kertapati dari Serikat Tani Indonesia atau Sakti. Lalu Wilopo mengembalikan mandatnya kepada Presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
 
Kabinet Wilopo harus mengakhiri masa tugas karena tidak berhasil menyelesaikan masalah peristiwa 17 oktober 1952. Peristiwa itu dipicu oleh adanya gerakan yang diprakarsai oleh sejumlah perwira angkatan darat yang tidak puas terhadap kebijakan pemerintah. Mereka menghendaki agar Presiden Sukarno membubarkan parlemen.
 
=== Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Koalisi PNI dan NU) (31 Juli 1953 - 12 Agustus 1955) ===
Program kerja Kabinet Ali Sastroamidjojo I yang disebut juga Ali-Wongsonegoro:
# Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
# Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta melaksanakan pemilihan umum
# Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
# Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika
# Pelaksanaan politik bebas - aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB
# Penyelesaian pertikaian politik
 
Pada masa kabinet Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet Ali-Wongsonegoro berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena itu, kabinet Ali-Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Selain berhasil menyelenggarakan Konfereni Asia Afrika, pada masa ini juga terjadi persiapan pemilu untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955. Kabinet Ali-Wongsonegoro akhirnya jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang). Penyebab jatuhnya kabinet Ali-Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat antara TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD.
 
Pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I, diselenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 18-25 April 1955. Konferensi ini dihadiri 29 negara Asia dan Afrika yang kemudian membawa pengaruh penting bagi terbentuknya solidaritas dan perjuangan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia-Afrika. Pemilihan umum pertama yang diselenggarakan pada 1955 juga merupakan rancangan kabinet ini, tetapi pelaksanaannya kemudian dilanjutkan oleh kabinet berikutnya.
 
Menteri pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo :
 
# K.H Zaenul Arifin, sebagai wakil perdana menteri
# Iwa Kusuma Sumantri, sebagai Menteri Pertahanan
# K.H Masjkur, sebagai Menteri Agama
 
=== Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) (12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956) ===
Program kerja Kabinet Burhanuddin:
# Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat
# Akan dilaksanakan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan korupsi
# Perjuangan mengembalikan Irian Barat
 
'''Susunan Kabinet'''
{| class="wikitable"
|'''!No'''.
!Nama kabinet
|'''Jabatan'''
|'''Nama!Perdana Menteri'''
!Jumlah<br>personel
|'''Partai Politik'''
!Awal masa kerja
!Akhir masa kerja
!Masa kerja
|-
|<center>1.
| rowspan="3" |1
|[[PerdanaKabinet MenteriNatsir|Natsir]]
|[[BurhanuddinMohammad HarahapNatsir]]
|<center>18
|Masjumi
|6 September 1950
|21 Maret 1951
|6 bulan 15 hari
|-
|<center>2.
| rowspan="2" |[[Wakil Perdana Menteri]]
|[[Kabinet Sukiman-Suwirjo|Sukiman-Suwirjo]]
|R. Djanu Ismadi
|[[Sukiman Wirjosandjojo]]
|PIR-Hazairin
|<center>20
|27 April 1951
|23 Februari 1952
|9 bulan 27 hari
|-
|<center>3.
|[[Harsono Tjokroaminoto]]
|[[Kabinet Wilopo|Wilopo]]
 
|[[Wilopo]]
(sampai dengan [[18 Januari]] [[1956]])
|<center>18
|PSII
|3 April 1952
|3 Juni 1953
|1 tahun 2 bulan
|-
|<center>4.
|2
|[[Kabinet Ali Sastroamidjojo I|Ali Sastroamidjojo I]]
|[[Menteri Luar Negeri]]
|[[IdeAli Anak Agung Gde AgungSastroamidjojo]]
|<center>20
|Demokrat
|1 Agustus 1953
|24 Juli 1955
|1 tahun 11 bulan 23 hari
|-
|<center>5.
| rowspan="2" |3
|[[Kabinet Burhanuddin Harahap|Burhanuddin Harahap]]
| rowspan="2" |[[Menteri Dalam Negeri]]
|[[Burhanuddin Harahap]]
|R. Sunarjo
|<center>23
 
|12 Agustus 1955
(sampai dengan [[19 Januari]] [[1956]])
|3 Maret 1956
|NU
|6 bulan 19 hari
|-
|[[Pandji Suroso]]
 
(''ad-interim'', sejak [[19 Januari]] [[1956]])
|Parindra
|-
|4
|[[Menteri Pertahanan]]
|Burhanuddin Harahap
|Masjumi
|-
|5
|[[Daftar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia|Menteri Kehakiman]]
|[[Lukman Wiriadinata]]
|PSI
|-
|6
|[[Menteri Penerangan]]
|[[Sjamsuddin Sutan Makmur]]
|Independen
|-
|7
|[[Menteri Keuangan]]
|[[Sumitro Djojohadikusumo|Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo]]
|PSI
|-
|8
|[[Daftar Menteri Perdagangan Republik Indonesia|Menteri Perdagangan]]
|[[IJ Kasimo]]
|PKRI
|-
|9
|[[Menteri Pertanian]]
|Mohammad Sardjan
|Masjumi
|-
| rowspan="2" |10
|[[Menteri Perhubungan]]
|[[Frits Laoh]]
|PRN
|-
|Menteri Muda Perhubungan
|Asraruddin
|Buruh
|-
|11
|[[Menteri Pekerjaan Umum]]
|[[Pandji Suroso]]
 
(sejak [[26 Agustus]] [[1955]])
|Parindra
|-
|12
|[[Daftar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia|Menteri Perburuhan]]
|Iskandar Tedjasukmana
|Buruh
|-
| rowspan="2" |13
| rowspan="2" |[[Daftar Menteri Sosial Republik Indonesia|Menteri Sosial]]
|[[Sudibjo]]
 
(sampai dengan [[18 Januari]] [[1956]])
|PSII
|-
|[[Sutomo]]
 
(''ad-interim'', sejak [[18 Januari]] [[1956]])
|PRI
|-
|14
|[[Daftar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia|Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan]]
|[[R.M. Suwandi|Prof. Ir. R.M. Suwandi]]
 
(sejak [[26 Agustus]] [[1955]])
|Parindra
|-
| rowspan="2" |15
| rowspan="2" |[[Daftar Menteri Agama Republik Indonesia|Menteri Agama]]
|[[Muhammad Ilyas|K.H. Muhammad Ilyas]]
 
(sampai dengan [[19 Januari]] [[1956]])
|NU
|-
|Mohammad Sardjan
 
(''ad-interim'', sejak [[19 Januari]] [[1956]])
|Masjumi
|-
|16
|[[Daftar Menteri Kesehatan Republik Indonesia|Menteri Kesehatan]]
|[[J. Leimena|dr. J. Leimena]]
|Parkindo
|-
|17
|[[Daftar Menteri Agraria Indonesia|Menteri Agraria]]
|Gunawan
|PRN
|-
| rowspan="3" |18
| rowspan="3" |[[Menteri Negara]]
|[[Abdul Halim]]
|Masjumi
|-
|<center>6.
|[[Sutomo]] (Urusan Bekas Pejuang)
|[[Kabinet Ali Sastroamidjojo II|Ali Sastroamidjojo II / Ali Wongso]]
|PRI
|[[Ali Sastroamidjojo]]
|<center>25
|24 Maret 1956
|14 Maret 1957
|11 bulan 19 hari
|-
|<center>7.
|Drs. Gumala Adjaib Nur
|[[Kabinet Djuanda|Djuanda]]
|PIR
|[[Djuanda Kartawidjaja]]
|<center>24
|9 April 1957
|5 Juli 1959
|2 tahun 2 bulan 26 hari
|}
'''Alasan Keruntuhan Kabinet :'''
 
=== Kabinet Natsir ===
Presiden Soekarno sebenarnya kurang merestui kabinet ini karena yang menunjuk Burhanuddin Harahap sebagai kepala pemerintahan kabinet ini adalah Wakil Presiden Moh. Hatta, jadi setelah hasil pemungutan suara dan pembagian kursi di DPR diumumkan maka pada tanggal 2 Maret 1956 pukul 10.00 siang, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, sekaligus menyerahkan mandatnya kepada Presiden untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan hasil pemilihan umum.
{{Main|Kabinet Natsir}}
Kabinet Natsir merupakan kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri [[Mohammad Natsir]] dari [[Partai Masyumi]]. Kabinet ini dibentuk pada 6 September 1950 dan didemisionerkan pada tanggal 21 Maret 1951. Program kerja kabinet Natsir:
* Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan Konstituante
* Menyempurnakan susunan pemerintahan dan membentuk kelengkapan negara
* Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketenteraman
* Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat
* Menyempurnakan organisasi angkatan perang
* Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat
 
Hasil kerja kabinet ini yaitu berlangsungnya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat. Sementara kendala atau masalah yang dihadapi yaitu upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan) dan timbul masalah keamanan dalam negeri berupa pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti gerakan DI/TII, gerakan Andi Azis, gerakan APRA, dan gerakan RMS.
Kabinet ini jatuh tidak dikarenakan keretakan di dalam tubuh kabinet, juga bukan karena dijatuhkan oleh kelompok oposisi yang mencetuskan mosi tidak percaya dari parlemen, tetapi merasa tugasnya sudah selesai. Kabinet terus bekerja sebagai Kabinet Domissioner selama 20 hari yaitu sampai terbentuknya kabinet baru yakni Kabinet Ali – Rum – Idham yang dilantik tanggal 24 Maret 1956 dan serah terima dengan Kabinet Burhanuddin Harahap tanggal 26 Maret 1956. Setelah itu Eks Perdana Menteri ataupun Menteri lagi sampai kini dalam kabinet mana pun juga dan dimana pun juga.
 
Kabinet Natsir jatuh pada 21 Maret 1951 dalam periode 6,5 bulan dan belum sempat melaksanakan program-programnya. Jatuhnya kabinet ini karena adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
'''Prestasi dan Keberhasilan :'''
 
Dalam program Kabinet Natsir, kemudian diterapkan [[Program Benteng]] yang didasari oleh gagasan pentingnya mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Program Benteng resmi berjalan selama tiga tahun (1950–1953) dengan tiga kabinet berbeda (Natsir, Sukiman, dan Wilopo).
* Mengadakan perbaikan ekonomi, termasuk di dalamnya keberhasilan pengendalian harga dengan menjaga agar tidak terjadi inflasi dan sebagainya. Dalam masalah ekonomi, kabinet ini telah berhasil cukup baik. Dapat dikatakan bahwa kehidupan rakyat semasa kabinet ini cukup makmur karena harga-harga barang kebutuhan pokok tidak melonjak naik akibat inflasi.
* Berhasil menyelenggarakan pemilihan umum untuk anggota-anggota DPR.
* Berhasil mengembalikan wibawa pemerintah Republik Indonesia di mata pihak Angkatan Darat.
 
=== Kabinet Sukiman-Suwirjo ===
'''Kelemahan Kabinet:'''
{{Main|Kabinet Sukiman-Suwirjo}}
Kabinet ini merupakan kabinet kedua pada Era Demokrasi Parlementer. Kabinet ini bertugas pada masa bakti [[27 April]] [[1951]] hingga [[3 April]] [[1952]], tetapi telah didemosioner sejak 23 Februari 1952. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI. Program kerja kabinet Sukiman:
 
* Menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketenteraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi. Sebenarnya kabinet ini masih berjalan baik, hanya presiden kurang merestui kabinet ini, karena yang menunjuk Burhanuddin Harahap sebagai formatir kabinet adalah drs. Muh. Hatta.
* Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk meningkatkan kehidupan sosial dan perekonomian rakyat serta memperbaharui hukum agraria sesuai dengan kepentingan petani
* Mempercepat usaha penempatan mantan pejuang dalam lapangan pembangunan
* Mempercepat dan menyelesaikan persiapan pemilihan umum untuk membentuk dewan konstituante dan menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu yang singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi daerah
* Menyiapkan undang-undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama (''collective arbeidsovereenkomst''), penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian perburuhan
* Menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktif serta menuju perdamaian dunia, menyelenggarakan hubungan antara Indonesia dengan Belanda yang sebelumnya berdasarkan asas ''unie-statuut'' menjadi hubungan berdasarkan perjanjian internasional biasa, mempercepat peninjauan kembali persetujuan hasil [[Konferensi Meja Bundar]], serta meniadakan perjanjian-perjanjian yang pada kenyataannya merugikan rakyat dan negara
* Memasukkan wilayah [[Irian Barat]] ke dalam wilayah Republik Indonesia dalam waktu sesingkat-singkatnya
 
Hasil dari program kerja ini tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir, hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketenteraman namun selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketenteraman. Beberapa kendala atau masalah yang dihadapi, di antaranya:
'''Kekuatan Kabinet :'''
 
* adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Soebadjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cockran mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika Serikat kepada Indonesia berdasarkan ikatan '' Mutual Security Act (MSA) ''. Dimana di dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan untuk memperhatikan kepentingan Amerika.
Perbaikan ekonomi, termasuk di dalamnya keberhasilan pengendalian harga, menjaga agar jangan terjadi inflasi dan sebagainya. Dapat dikatakan kehidupan rakyat semasa kabinet cukup makmur, harga barang tidak melonjak naik akibat inflasi. Berhasil menyelenggarakan pemilihan umum pertama tahun 1955.
* adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
* masalah Irian Barat belum juga teratasi
* hubungan Sukirman dengan militer kurang baik, ditunjukkan dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi.
 
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini disebabkan oleh adanya kegagalan dalam pertukaran nota keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Achmad Soebardjo dan Duta Besar AS Merle Cochran. Kesepakatan bantuan ekonomi dan militer dari AS kepada Indonesia didasarkan pada ikatan Mutual Security Act (MSA). DI dalam MSA, terdapat pembatasan terhadap kebebasan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia diwajibkan lebih memperhatikan Amerika sehingga tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negeri yang bebas aktif dan dianggap lebih condong ke blok Barat. Di samping itu, penyebab lainnya adalah semakin merebaknya korupsi di kalangan birokrat dan gagalnya Kabinet Sukiman dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum pertama di Indonesia. Kabinet ini menyerahkan mandatnya setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan Maret 1956.
 
=== Kabinet Wilopo ===
=== Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Koalisi PNI, Masyumi, dan NU) (20 Maret 1956 - 4 Maret 1957) ===
{{Main|Kabinet Wilopo}}
Program kerja Kabinet Ali Sastroamidjojo II ini disebut rencana pembangunan 5 tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut :
Program kerja kabinet Wilopo:
# Menyelesaikan pembatasan hasil KMB
* Mempersiapkan dan melaksanakan pemilihan umum
# Menyelesaikan masalah Irian Barat
* Berupaya untuk mengembalikan Irian Barat agar kembali menjadi wilayah Republik Indonesia
# Pembentukan provinsi Irian Barat
* Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
# Menjalankan politik luar negeri bebas aktif
* Memperbarui bidang pendidikan dan pengajaran
# Pembentukan daerah - daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota- anggota DPRD
* Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif
# Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai
Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan, yaitu:
# Menyehatkan keseimbangan keuangan negara
# Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
 
* Mengatasi gerakan separatisme yang terjadi di berbagai daerah
Program pokoknya adalah :
* Penekanan Presiden Soekarno yang dilakukan oleh sejumlah perwira Angkatan Darat pada tanggal 17 Oktober 1952 agar parlemen dibubarkan
# Pembatalan KMB
* Kejadian Tangjung Morawa yang terjadi di Sumatera Utara. Peristiwa Tanjung Morawa terjadi akibat persetujuan pemerintah sesuai dengan KMB agar memberikan izin kepada pengusaha asing agar dapat mengusahakan tanah perkebunan di Indonesia lagi. Tanah ini sebelumnya digarap oleh para pertani karena bertahun tahun telah ditinggalkan oleh pemiliknya pada saat Kabinet Sukiman. Saat itu juga Mr. Iskaq Cokroadisuryo selaku menteri dalam negeri memberikan persetujuan agar tanah Deli dikembalikan. Tanah tersebut berhasil dikembalikan saat masa Kebinet Wilopo. Kemudian pada tanggal 16 Maret 1953, pihak polisi mengusir penggarap sawah yang tidak mempunyai izin. Akibat pengusiran tersebut, banyak terjadi bentrokan bersenjata yang menewaskan 5 orang petani. Peristiwa bentrokan itu mendapatkan sorotan yang tajam dari pihak parlemen maupun pers. Hal inilah yang tentunya menjadi penyebab jatuhnya kabinet wilopo. Akibatnya Kabinet Wilopo memperoleh mosi tidak percaya dari Sidik Kertapati dari Serikat Tani Indonesia atau Sakti. Lalu Wilopo mengembalikan mandatnya kepada Presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
# Pemulihan keamanan dan ketertiban
# Melaksanakan keputusan KAA
 
Kabinet Wilopo harus mengakhiri masa tugas karena tidak berhasil menyelesaikan masalah peristiwa 17 oktober 1952. Peristiwa itu dipicu oleh adanya gerakan yang diprakarsai oleh sejumlah perwira angkatan darat yang tidak puas terhadap kebijakan pemerintah. Mereka menghendaki agar Presiden Sukarno membubarkan parlemen.
Hasil Kerja Kabinet Ali Sastroamidjojo II :
# Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode ''planning'' and ''investment'', hasilnya adalah pembatalan seluruh perjanjian KMB.
 
=== Kabinet Ali Sastroamidjojo I ===
Kabinet Ali Sastroamidjojo II ini pun tidak berumur lebih dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh Kabinet Juanda karena mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden. Kabinet ini jatuh karena Badan Konstituante tidak bisa membuat UUD yang baru pengganti UUDS sehingga presiden mengeluarkan dekritnya tanggal 5 Juli 1959 dan mengumumkan berlakunya Demokrasi Terpimpin.
{{Main|Kabinet Ali Sastroamidjojo I}}
Program kerja Kabinet [[Ali Sastroamidjojo]] I yang disebut juga Ali-Wongsonegoro:
* Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
* Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta melaksanakan pemilihan umum
* Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
* Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika
* Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB
* Penyelesaian pertikaian politik
 
Pada masa kabinet Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain munculnya [[Negara Islam Indonesia|pemberontakan DI/TII]] di Jawa Barat, [[Daud Beureu'eh|Daud Beureuh]] Aceh, dan [[Abdul Kahar Muzakkar|Kahar Muzakar]] di Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet Ali-Wongsonegoro berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena itu, kabinet Ali-Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Selain berhasil menyelenggarakan Konfereni Asia Afrika, pada masa ini juga terjadi persiapan pemilu untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955. Kabinet Ali-Wongsonegoro akhirnya jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang). Penyebab jatuhnya kabinet Ali-Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat antara TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD.
=== Kabinet Djuanda (9 April 1957 - 5 Juli 1959) ===
'''Susunan Kabinet'''
{| class="wikitable"
|'''No'''
|'''Jabatan'''
|'''Nama Menteri'''
|-
| rowspan="4" |'''1'''
|[[Perdana Menteri Indonesia|'''Perdana Menteri''']]
|[[Djuanda Kartawidjaja|'''Djuanda Kartawidjaja''']]
|-
| rowspan="3" |[[Wakil Perdana Menteri Indonesia|'''Wakil Perdana Menteri''']]
|'''Hardi'''
|-
|[[Idham Chalid|'''Idham Chalid''']]
|-
|[[J. Leimena|'''J. Leimena''']]
 
Pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I, diselenggarakan [[Konferensi Asia–Afrika|Konferensi Asia-Afrika]] di Bandung pada 18-25 April 1955. Konferensi ini dihadiri 29 negara Asia dan Afrika yang kemudian membawa pengaruh penting bagi terbentuknya solidaritas dan perjuangan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia-Afrika. [[Pertama di Indonesia|Pemilihan umum pertama]] yang diselenggarakan pada 1955 juga merupakan rancangan kabinet ini, tetapi pelaksanaannya kemudian dilanjutkan oleh kabinet berikutnya.
'''(sejak [[29 April]] [[1957]])'''
|-
|'''2'''
|[[Menteri Luar Negeri|'''Menteri Luar Negeri''']]
|'''[[Subandrio]]'''
|-
|'''3'''
|[[Menteri Dalam Negeri|'''Menteri Dalam Negeri''']]
|[[Sanusi Hardjadinata|'''Sanusi Hardjadinata''']]
|-
|'''4'''
|[[Menteri Pertahanan|'''Menteri Pertahanan''']]
|'''Djuanda'''
|-
|'''5'''
|[[Daftar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia|'''Menteri Kehakiman''']]
|[[Gustaaf Adolf Maengkom|'''G.A. Maengkom''']]
|-
|'''6'''
|[[Menteri Penerangan|'''Menteri Penerangan''']]
|'''[[Soedibjo]]'''
|-
|'''7'''
|[[Menteri Keuangan|'''Menteri Keuangan''']]
|[[Sutikno Slamet|'''Sutikno Slamet''']]
|-
|'''8'''
|[[Menteri Pertanian|'''Menteri Pertanian''']]
|'''Sadjarwo'''
|-
|'''9'''
|[[Daftar Menteri Perdagangan Republik Indonesia|'''Menteri Perdagangan''']]
|[[Soenardjo|'''Prof. Drs. Soenardjo''']]
 
=== Kabinet Burhanuddin Harahap ===
'''(sampai dengan [[25 Juni]] [[1958]])'''
{{Main|Kabinet Burhanuddin Harahap}}
Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri [[Burhanuddin Harahap]] dari Masyumi serta Wakil Perdana Menteri yaitu [[R. Djanu Ismadi]] dari PIR-Hazairin dan [[Harsono Tjokroaminoto]] dari PSII. Presiden Soekarno sebenarnya kurang merestui kabinet ini karena yang menunjuk Burhanuddin Harahap sebagai kepala pemerintahan kabinet ini adalah Wakil Presiden Mohammad Hatta. Program kerja Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu
* mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah;
* melaksanakan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan korupsi; serta
* memperjuangkan pengembalian Irian Barat.
Keberhasilan kabinet ini di antaranya mengadakan perbaikan ekonomi, termasuk mengendalikan harga dengan menjaga agar tidak terjadi inflasi dan sebagainya. Dalam masalah ekonomi, kabinet ini telah berhasil cukup baik. Dapat dikatakan bahwa kehidupan rakyat semasa kabinet ini cukup makmur karena harga-harga barang kebutuhan pokok tidak melonjak naik akibat inflasi. Dalam periode kabinet ini, pemilihan umum pertama tahun 1955 dilaksanakan untuk memilih anggota-anggota DPR. Selain itu, kabinet ini juga mengembalikan wibawa pemerintah Republik Indonesia di mata pihak Angkatan Darat.
 
Kabinet ini jatuh tidak diakibatkan oleh keretakan di dalam tubuh kabinet, juga bukan karena dijatuhkan oleh kelompok oposisi yang mencetuskan mosi tidak percaya dari parlemen, tetapi karena merasa tugasnya sudah selesai. Pada tanggal 2 Maret 1956 pukul 10.00 siang, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, sekaligus menyerahkan mandatnya kepada Presiden untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan hasil pemilihan umum. Kabinet ini terus bekerja sebagai kabinet demisioner selama 20 hari sampai terbentuknya kabinet baru yakni Kabinet Ali–Roem–Idham yang dilantik tanggal 24 Maret 1956 dan serah terima dengan Kabinet Burhanuddin Harahap dilakukan tanggal 26 Maret 1956.
'''Rachmat Muljomiseno'''
 
=== Kabinet Ali Sastroamidjojo II ===
'''(sejak [[25 Juni]] [[1958]])'''
{{Main|Kabinet Ali Sastroamidjojo II}}
|-
Kabinet Ali Sastroamidjojo II disebut pula Kabinet Ali–Roem–Idham karena dipimpin oleh Perdana Menteri [[Ali Sastroamidjojo]] dari PNI beserta dua Wakil Perdana Menteri yakni [[Mohamad Roem]] dari Masyumi dan [[Idham Chalid]] dari NU. Program pokok kabinet ini adalah pembatalan Konferensi Meja Bundar, pemulihan keamanan dan ketertiban, dan melaksanakan keputusan Konferensi Asia–Afrika. Program kerjanya disebut rencana pembangunan lima tahun yang memuat program jangka panjang, yaitu
|'''10'''
* menyelesaikan pembatalan hasil Konferensi Meja Bundar;
|[[Daftar Menteri Perindustrian Republik Indonesia|'''Menteri Perindustrian''']]
* menyelesaikan masalah Irian Barat;
|[[Freddy Jaques Inkiriwang|'''F.J. Inkiriwang''']]
* membentuk Provinsi Irian Barat;
|-
* menjalankan politik luar negeri bebas aktif;
|'''11'''
* membentuk daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD;
|[[Menteri Perhubungan|'''Menteri Perhubungan''']]
* mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai;
|'''Sukardan'''
* menyehatkan keseimbangan keuangan negara; dan
|-
* mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
|'''12'''
|[[Daftar Menteri Perhubungan Republik Indonesia|'''Menteri Pelayaran''']]
|[[Mohammad Nazir|'''Mohammad Nazir''']]
|-
|'''13'''
|[[Daftar Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia|'''Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga''']]
|[[Pangeran Mohammad Nur|'''Pangeran Mohammad Nur''']]
|-
|'''14'''
|[[Daftar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia|'''Menteri Perburuhan''']]
|'''Samjono'''
|-
|'''15'''
|[[Daftar Menteri Sosial Republik Indonesia|'''Menteri Sosial''']]
|[[J. Leimena|'''J. Leimena''']]
 
Kerja Kabinet Ali Sastroamidjojo II mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode ''planning and investment'', yang hasilnya adalah pembatalan seluruh perjanjian KMB. Kabinet ini pun berumur tidak lebih dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh Kabinet Djuanda karena mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi yang membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden.
'''(sampai dengan [[24 Mei]] [[1957]])'''
 
[[Muljadi Djojomartono|'''Muljadi Djojomartono''']]
 
'''(sejak [[25 Mei]] [[1957]])'''
|-
|'''16'''
|[[Menteri Pendidikan dan Kebudayaan|'''Menteri Pendidikan dan Kebudayaan''']]
|'''[[Prijono]]'''
|-
|'''17'''
|[[Daftar Menteri Agama Republik Indonesia|'''Menteri Agama''']]
|[[Muhammad Ilyas (menteri)|'''Muhammad Ilyas''']]
|-
|'''18'''
|[[Daftar Menteri Kesehatan Republik Indonesia|'''Menteri Kesehatan''']]
|[[Azis Saleh|'''Azis Saleh''']]
|-
|'''19'''
|[[Daftar Menteri Agraria Republik Indonesia|'''Menteri Agraria''']]
|'''R. Sunarjo'''
|-
|'''20'''
|'''Menteri Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat untuk Pembangunan'''
|[[A.M. Hanafi|'''A.M. Hanafi''']]
 
'''(sampai dengan [[25 Juni]] [[1958]])'''
|-
|'''21'''
|'''Menteri Negara Urusan Veteran'''
|[[Chaerul Saleh|'''Chaerul Saleh''']]
|-
|'''22'''
|'''Menteri Negara Urusan Hubungan Antar Daerah'''
|[[Ferdinand Lumbantobing|'''F.L. Tobing''']]
 
'''(sampai dengan [[25 Juni]] [[1958]])'''
|-
| rowspan="6" |'''23'''
| rowspan="6" |[[Menteri Negara|'''Menteri Negara''']]
|'''Suprajogi'''
 
'''(Urusan Stabilitasi Ekonomi)'''
 
'''(sejak [[25 Juni]] [[1958]])'''
|-
|[[Muhammad Wahib Wahab|'''Muhammad Wahib Wahab''']]
 
'''(Urusan Kerjasama Sipil-Militer)'''
 
'''(sejak [[25 Juni]] [[1958]])'''
|-
|[[Ferdinand Lumbantobing|'''Dr. F.L. Tobing''']]
 
'''(Urusan Transmigrasi)'''
 
'''(sejak [[25 Juni]] [[1958]])'''
|-
|[[A.M. Hanafi|'''A.M. Hanafi''']]
 
'''(sejak [[25 Juni]] [[1958]])'''
|-
|[[Mohammad Yamin|'''Prof. Mr. H. Moh. Yamin''']]
 
'''(sejak [[25 Juni]] [[1958]])'''
|}
Program kerja Kabinet Djuanda atau juga disebut Kabinet Karya memiliki 5 program yang disebut Pancakarya yaitu:
 
=== Kabinet Djuanda ===
# Membentuk Dewan Nasional
{{Main|Kabinet Djuanda}}
# Normalisasi keadaan RI
Kabinet Djuanda atau juga disebut Kabinet Karya dipimpin oleh Perdana Menteri [[Djoeanda Kartawidjaja]] dari PNI, beserta tiga orang Wakil Perdana Menteri yaitu [[Hardi (menteri)|Hardi]] dari PNI, [[Idham Chalid]] dari NU, serta [[Johannes Leimena]] dari Parkindo. Kabinet ini memiliki 5 program yang disebut Pancakarya yaitu
# Melanjutkan pembatalan KMB
* membentuk Dewan Nasional,
# Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
* menormalisasi keadaan Republik Indonesia,
# Mempercepat pembangunan
* melanjutkan pembatalan Konferensi Meja Bundar,
* memperjuangkan Irian Barat, dan
* mempercepat pembangunan.
 
== Kebijakan Ekonomiekonomi ==
Pemerintah Indonesia harus menghadapi banyak masalah terkait dengan masalah keamanan dan pertahanan negara. Masalah tersebut di antaranya adalah kemelut yang terjadi di tubuh Angkatan Darat seperti upaya-upaya memecah integrasi bangsa dan sejumlah permasalahan ekonomi negara. Permasalahan yang muncul ini tidak lepas dari beberapa hal berikut.
 
# Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda yang diumumkan pada 27 Desember 1949, bangsa Indonesia dinyatakan menanggung beban ekonomi dan keuangan yang cukup besar seperti yang diputuskan dalam Konferensi Meja Bundar.
Baris 567 ⟶ 252:
Program Benteng gagal karena salah sasaran. Banyak perusahaan bumiputera yang menjual lisensi impor yang diberikan oleh pemerintah kepada para pengusaha non bumiputera. Hal ini menimbulkan istilah perusahaan "Alibaba". Sebutan "Ali" merepresentasikan bumiputera sedangkan "Baba" merepresentasikan non bumiputera. Bantuan kredit dan pemberian kemudahan dalam menerima lisensi impor kemudian dinilai tidak efektif. Padahal pemerintah telah menambah beban keuangannya sehingga menjadi salah satu sumber defisit. Selain itu, Program Benteng diterapkan ketika industri Indonesia masih lemah dan tingginya persaingan politik program ini dimanfaatkan oleh sebagian partai politik untuk memperoleh dukungan.
 
Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951) berintikan Masyumi dan PSI dengan Mohammad Natsir sebagai perdana menteri. Kebijakan-kebijakan Natsir yang mengutamakan pembangunan perekonomian negara dianggap telah mengabaikan masalah kedaulatan Papua oleh partai oposisi. Soekarno pun menyetujui bahwa masalah kedaulatan Papua (yang melalui perundingan tidak mengalami kemajuan) tidak boleh disepelekan. Kondisi ini membuat Natsir bersikeras agar Soekarno membatasi dirinya dalam peran presiden yang hanya sebagai lambang saja. Puncaknya, Natsir menyerahkan jabatannya yang kemudian digantikan oleh Sukiman pada April 1951.
 
Jatuhnya Kabinet Sukiman disebabkan oleh adanya kegagalan dalam pertukaran nota keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Achmad Soebardjo dan Duta Besar AS Merle Cochran. Kesepakatan bantuan ekonomi dan militer dari AS kepada Indonesia didasarkan pada ikatan ''Mutual Security Act'' (MSA) yang di dalamnya terdapat pembatasan terhadap kebebasan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia diwajibkan lebih memperhatikan AS sehingga tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negeri yang bebas aktif dan dianggap lebih condong ke blok Barat. Selain itu, penyebab lainnya adalah semakin meluasnya korupsi di kalangan birokrat dan gagalnya Kabinet Sukiman dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
Baris 573 ⟶ 258:
Lain halnya dengan Kabinet Ali I (kabinet koalisi antara PNI dan NU), kabinet ini jatuh karena tidak dapat menyelesaikan kemelut yang ada di tubuh Angkatan Darat dan pemberontakan DI/TII yang berkobar di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Selain itu, ada pula konflik antara PNI dan NU yang mengakibatkan NU menarik semua menterinya yang duduk di kabinet.
 
Jatuh bangunnya kabinet dalam waktu yang singkat menimbulkan ketidakstabilan politik yang mengakibatkan program-program kabinet tidak berjalan dengan baik. Kondisi ini yang kemudian membuat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.    
 
== Dekret Presiden 5 Juli 1959 ==
Baris 581 ⟶ 266:
# Pembubaran Konstituante hasil Pemilu 1955;
# Pemberlakuan kembali UUD 1945 menggantikan UUDS 1950;
# Pembentukan MPRS yang terdiri dari para anggota DPR  ditambah dengan para utusan daerah dan golongan.
 
Beberapa alasan mengapa Presiden Soekarno harus mengeluarkan dekrit adalah sebagai berikut.
Baris 589 ⟶ 274:
# Konflik antarpartai yang terus-menerus terjadi sangat mengganggu stabilitas nasional.
# Para politisi partai yang saling berbeda pendapat sering bersikap membenarkan segala cara agar tujuan kelompok/partai tercapai.
# UUDS 1950 yang menerapkan Demokrasi Liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.
# Sejumlah pemberontakan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia semakin mengarah kepada gerakan separatis.
 
Baris 600 ⟶ 284:
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden Soekarno ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin.
 
#
 
== Referensi ==
{{reflist}}
{{Notelist}}
 
{{Topik Indonesia}}
{{Sejarah Indonesia navbox}}