Sinema Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
menampilkan keadaan perfilman indonesia tahun 2019
Dwianto08 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(34 revisi perantara oleh 26 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox cinema market
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Menteng Bioscoop in Djakarta TMnr 60054768.jpg|jmpl|275px|Bioskop Menteng, Jakarta (sekitar 1950-1960)]]
| name = Sinema Indonesia
'''Perfilman Indonesia''' memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai [[bioskop|bioskop-bioskop]] lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, ''[[Catatan si Boy]]'', ''[[Blok M (film)|Blok M]]'' dan masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain [[Onky Alexander]], [[Meriam Bellina]], [[Lydia Kandou]], [[Nike Ardilla]], [[Paramitha Rusady]], [[Desy Ratnasari]].
| image = Indonesia film clapperboard.svg
| image_size =
| alt =
| caption =
| screens = 2088 (2022)<ref name=JG1>{{cite news|url=https://industri.kontan.co.id/news/penonton-di-bioskop-membludak-gpbsi-yakin-industri-perfilman-indonesia-akan-membaik|title=Penonton di Bioskop Membludak, GPBSI Yakin Industri Perfilman Indonesia Akan Membaik|newspaper=Kontan|access-date=9 March 2023}}</ref>
| screens_per_capita =
| distributors = <!-- {{br separated entries|entry1|entry2|entry3}} <ref name=distributors_uis>{{cite web|title=Table 6: Share of Top 3 distributors (Excel)|url=http://stats.uis.unesco.org/unesco/ReportFolders/reportFolders.aspx|publisher=UNESCO Institute for Statistics|access-date=5 November 2013}}</ref> -->
| produced_year = 2022
| produced_ref = <ref name=prod_avg_uis>{{cite web|title=Daftar film berdasarkan tahun "2022"|url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/list/year/2022}}</ref>
| produced_total = 126 {{increase}}
| produced_fictional =
| produced_animated =
| produced_documentary =
| admissions_year = 2018
| admissions_ref = <ref name=adm_gross_uis>{{cite web|title=Table 11: Exhibition – Admissions & Gross Box Office (GBO)|url=http://stats.uis.unesco.org/unesco/TableViewer/tableView.aspx?ReportId=5538|publisher=UNESCO Institute for Statistics|access-date=5 November 2013|archive-date=3 November 2013|archive-url=https://web.archive.org/web/20131103112139/http://stats.uis.unesco.org/unesco/TableViewer/tableView.aspx?ReportId=5538|url-status=dead}}</ref>
| admissions_total = 51,100,000
| admissions_national =
| box_office_year = 2017
| box_office_ref = <ref>{{cite web|title=Indonesia the next biggest box office market|publisher=Film Journal|url=http://www.filmjournal.com/features/nation-rise-indonesia-emerges-one-watch-asia-pacific-growth-markets|access-date=11 December 2017|archive-url=https://web.archive.org/web/20181127191947/http://www.filmjournal.com/features/nation-rise-indonesia-emerges-one-watch-asia-pacific-growth-markets|archive-date=27 November 2018|url-status=dead}}</ref>
| box_office_total = $345 million [[USD]]
| box_office_national = <!-- ${{Format price| }} -->
}}{{Budaya Indonesia}}
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Menteng Bioscoop in Djakarta TMnr 60054768.jpg|jmpl|275px|[[Bioskop Metropole, Jakarta]] (sekitar 1950-1960)|al=]]
'''Perfilman Indonesia''' memiliki sejarah yang panjang. Proyeksi film indonesia pertama muncul pada masa kolonial, yang mana film-film tersebut terbatas hanya dapat ditonton oleh orang-orang Eropa dan Amerika. Film ini pun kebanyakan adalah film dokumenter mengenai kehidupan warga lokal indonesia dan keindahan alam, selain itu film-film panjang banyak diimpor dari Prancis dan Amerika Serikat. Salah satu contoh film dokumenter yang tayang pada 1919 adalah ''Onze Oost'' atau ''Timur Milik Kita''. Sempat menjadi raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, dekade tersebut merupakan puncak pencapaian dalam popularitas industri setelah periode Kemerdekaan, terutama ketika film Indonesia merajai [[Bioskop|bioskop-bioskop]] lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, ''[[Catatan si Boy]]'', ''[[Blok M (film)|Blok M]]'' dan masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain [[Onky Alexander]], [[Meriam Bellina]], [[Lydia Kandou]], [[Nike Ardilla]], [[Paramitha Rusady]], [[Desy Ratnasari]].
 
Definisi film Indonesia pun menjadi pertimbangan penting bagaimana sebuah film dapat disebut beridentitas lokal atau Indonesia, Badan Perfilman Indonesia atau BPI merangkum definisi film indonesia sebagai film-film yang dibuat dengan sumberdaya Indonesia, dan keseluruhan atau sebagian Kekayaan Intelektualnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau Badan hukum Indonesia.
 
Pada tahun-tahun itu acara [[Festival Film Indonesia]] masih diadakan tiap tahun untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia pada saat itu. Tetapi karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin jeblok pada tahun [[1990-an|90-an]] yang membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri. Film-film dari [[Hollywood]] dan [[Hong Kong]] telah merebut posisi tersebut.
 
Hal tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film ''[[Petualangan Sherina]]'' yang diperankan oleh [[Sherina Munaf]], [[penyanyi]] cilik penuh bakat Indonesia. Film ini sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan kepada anak-anak. [[Riri Riza]] dan [[Mira Lesmana]] yang berada di belakang layar berhasil membuat film ini menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Antrian panjang di bioskop selama sebulan lebih menandakan kesuksesan film secara komersilkomersial.
 
Setelah itu muncul film film lain yang lain dengan segmen yang berbeda-beda yang juga sukses secara komersial, misalnya film ''[[Jelangkung (film)|Jelangkung]]'' yang merupakan tonggak tren film horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk waktu yang cukup lama. Selain itu masih ada film ''[[Ada Apa dengan Cinta?]]'' yang mengorbitkan sosok [[Dian Sastrowardoyo]] dan [[Nicholas Saputra]] ke kancah perfilman yang merupakan film ''romance'' remaja. Sejak saat itu berbagai film dengan tema serupa yang dengan film ''[[Petualangan Sherina]]'' (diperankan oleh [[Derby Romero|Derbi Romero]], [[Sherina Munaf]]), yang mirip dengan ''[[Jelangkung (film)|Jelangkung]]'' (''[[Di Sini Ada Setan the Movie]]'', ''[[Tusuk Jelangkung]]''), dan juga ''romance'' remaja seperti ''[[Biarkan Bintang Menari]]'', ''[[Eiffel I'm in Love]]''. Ada juga beberapa film dengan tema yang agak berbeda seperti ''[[Arisan!]]'' oleh [[Nia Dinata]].
 
Selain film-film komersial itu juga ada banyak film film nonkomersil yang berhasil memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul ''[[Pasir Berbisik]]'' yang menampilkan [[Dian Sastrowardoyo]] dengan [[Christine Hakim]] dan [[Didi Petet]]. Selain dari itu ada juga film yang dimainkan oleh [[Christine Hakim]] seperti ''[[Daun di Atas Bantal]]'' yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga film-film [[Garin Nugroho]] yang lainnya, seperti ''[[Aku Ingin Menciummu Sekali Saja]]'', juga ada film ''[[Marsinah (film)|Marsinah]]'' yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain itu juga ada film film seperti ''[[Beth (film)|Beth]]'', ''[[Novel tanpa huruf R]]'', ''[[Kwaliteit 2]]'' yang turut serta meramaikan kembali kebangkitan film Indonesia. [[Festival Film Indonesia]] juga kembali diadakan pada tahun [[2004]] setelah vakum selama 12 tahun.
Setelah itu muncul film film lain yang lain dengan segmen yang berbeda-beda yang juga sukses secara komersil, misalnya film ''[[Jelangkung (film)|Jelangkung]]'' yang merupakan tonggak tren film horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk waktu yang cukup lama. Selain itu masih ada film ''[[Ada Apa dengan Cinta?]]'' yang mengorbitkan sosok [[Dian Sastrowardoyo]] dan [[Nicholas Saputra]] ke kancah perfilman yang merupakan film ''romance'' remaja. Sejak saat itu berbagai film dengan tema serupa yang dengan film ''[[Petualangan Sherina]]'' (diperankan oleh [[Derby Romero|Derbi Romero]], [[Sherina Munaf]]), yang mirip dengan ''[[Jelangkung (film)|Jelangkung]]'' (''[[Di Sini Ada Setan]]'', ''[[Tusuk Jelangkung]]''), dan juga ''romance'' remaja seperti ''[[Biarkan Bintang Menari]]'', ''[[Eiffel I'm in Love]]''. Ada juga beberapa film dengan tema yang agak berbeda seperti ''[[Arisan!]]'' oleh [[Nia Dinata]].
 
Jumlah penonton bioskop pun meningkat dengan lebih dari 42 juta penonton pada tahun 2017. Dengan jumlah layar berkitar pada 1700 layar di tahúr 2018, dan di perkirakan akan bertambah sampai dengan 3000 layar pada tahun 2020, sektor ini pun di dominasi oleh sejumlah grup besar, terutama 21 Cineplex, CGV Cinemas dan Cinemaxx.
Selain film-film komersil itu juga ada banyak film film nonkomersil yang berhasil memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul ''[[Pasir Berbisik]]'' yang menampilkan [[Dian Sastrowardoyo]] dengan [[Christine Hakim]] dan [[Didi Petet]]. Selain dari itu ada juga film yang dimainkan oleh [[Christine Hakim]] seperti ''[[Daun di Atas Bantal]]'' yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga film-film [[Garin Nugroho]] yang lainnya, seperti ''[[Aku Ingin Menciummu Sekali Saja]]'', juga ada film ''[[Marsinah (film)|Marsinah]]'' yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain itu juga ada film film seperti ''[[Beth (film)|Beth]]'', ''[[Novel tanpa huruf R]]'', ''[[Kwaliteit 2]]'' yang turut serta meramaikan kembali kebangkitan film Indonesia. [[Festival Film Indonesia]] juga kembali diadakan pada tahun [[2004]] setelah vakum selama 12 tahun.
 
Saat ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah menggeliat bangun. Masyarakat Indonesia mulai mengganggap film Indonesia sebagai sebuah pilihan di samping film-film [[Hollywood]]. Walaupun variasi genre filmnya masih sangat terbatas, tetapi arah menuju ke sana telah terlihat.
Baris 14 ⟶ 43:
== Sejarah ==
=== Periode 1900 - 1942 ===
[[Berkas:Loetoeng kasaroengKasaroeng p67.jpg|jmpl|200px|Poster film ''[[Loetoeng Kasaroeng]]'' tahun 1926.]]
Era awal perfilman Indonesia ini diawali dengan berdirinya [[bioskop]] pertama di Indonesia pada [[5 Desember]] [[1900]] di daerah [[Tanah Abang]], [[Batavia]] dengan nama ''[[Gambar Idoep]]'' yang menayangkan berbagai film bisu.
 
Film pertama yang dibuat pertama kalinya di [[Indonesia]] adalah [[film bisu]] tahun [[1926]] yang berjudul ''[[Loetoeng Kasaroeng]]'' dan dibuat oleh sutradara [[Belanda]] [[G. Kruger]] dan [[L. Heuveldorp]]. Saat film ini dibuat dan dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan [[Hindia Belanda]], wilayah [[jajahan]] [[Kerajaan Belanda]]. Film ini dibuat dengan didukung oleh [[aktor]] lokal oleh [[Perusahaan Film]] [[Jawa NV]] di [[Bandung]] dan muncul pertama kalinya pada tanggal [[31 Desember]], [[1926]] di [[teater]] ''[[Elite and Majestic]]'', [[Bandung]].
 
Setelah sutradara Belanda memproduksi film lokal, berikutnya datang Wong bersaudara yang hijrah dari industri film [[Shanghai]]. Awalnya hanya Nelson Wong yang datang dan menyutradarai ''[[Lily van Java]]'' ([[1928]]) pada perusahaan South Sea Film Co. Kemudian kedua adiknya Joshua dan Otniel Wong menyusul dan mendirikan perusahaan Halimoen Film.
Baris 27 ⟶ 56:
 
=== Periode 1942 - 1949 ===
[[Berkas:Bekerdja.webm|jmpl|"Bekerdja", salah satu film propaganda yang diproduksi oleh Jepang.]]
Pada masa ini, produksi [[film]] di Indonesia dijadikan sebagai alat propaganda politik [[Jepang]]. Pemutaran film di bioskop hanya dibatasi untuk penampilan film -film propaganda Jepang dan film-film Indonesia yang sudah ada sebelumnya, sehingga bisa dikatakan bahwa era ini bisa disebut sebagai era surutnya produksi film nasional.
 
Baris 34 ⟶ 64:
 
=== Periode 1950 - 1962 ===
[[Hari Film Nasional]] diperingati oleh insan perfilman Indonesia setiap tanggal [[30 Maret]] karena pada tepatnya tanggal [[30 Maret]] [[1950]] adalah hari pertama pengambilan gambar film [[Darah & Doa]] atau ''Long March of Siliwangi'' yang disutradarai oleh [[Usmar Ismail]]. Hal ini disebabkana karena film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan [[Indonesia]]. Selain itu film ini juga merupakan film pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia asli dan juga diproduksi oleh perusahaan film milik orang Indonesia asli yang bernama [[Perfini]] (Perusahaan Film Nasional Indonesia) dimana Usmar Ismail tercatat juga sebagai pendirinya.
 
Selain itu pada tahun [[1951]] diresmikan pula [[Bioskop Metropole, Jakarta|Metropole]], bioskop termegah dan terbesar pada saat itu. Pada masa ini jumlah bioskop meningkat pesat dan sebagian besar dimiliki oleh kalangan non pribumi. Pada tahun [[1955]] terbentuklah Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GAPEBI) yang akhirnya melebur menjadi Gabungan Bioskop Seluruh Indonesia (GABSI).
 
Pada masa itu selain [[PFN]] yang dimiliki oleh negara, terdapat dua perusahaan perfilman terbesar di Indonesia, yaitu [[Perfini]] (dipimpin [[Usmar Ismail]]) dan [[Persari Film|Persari]] (dipimpin oleh [[Djamaluddin Malik]]).
 
=== Periode 1962 - 1965 ===
Baris 47 ⟶ 77:
 
=== Periode 1970 - 1991 ===
Pada masa ini [[teknologi]] pembuatan film dan era perbioskopan mengalami kemajuan, meski di satu sisi juga mengalami persaingan dengan televisi ([[TVRI]]). Pada tahun [[19781971]] didirikan [[Sinepleks Jakarta Theater]] oleh pengusaha Indonesia, [[Sudwikatmono]] menyusul dibangunnya [[Studio 21]] pada tahun [[1987]]. Akibat munculnya raksasa bioskop bermodal besar itu mengakibatkan terjadinya monopoli dan berimplikasi terhadap timbulnya krisis bagi bioskop - bioskop kecil dikarenakan jumlah penonton diserap secara besar-besaran oleh bioskop besar. Pada masa ini juga muncul fenomena pembajakan video tape.
 
=== Periode 1991 - 1998 ===
Baris 56 ⟶ 86:
Pada era ini muncul juga buku mengenai perfilman Indonesia yaitu '''Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia'' yang terbit pada tahun [[1992]] dan mengupas tahapan perfilman Indonesia hanya sampai periode [[1991]].
 
Pada masa inipun sinetron mulai mengisi jam-jam hiburan masyarakat. Dengan tajamnya tingkat penurunan produksi film nusantara, pembajakan karya audiovisual, dan kehadiran sinetron di stasiun Tv nasional memperburuk suasana industri perfilman dalam negeri. Meskipun begitu, tidak banyak pilihan yang dapat ditemukan oleh penonton tanah air saat itu. Dikarenakan juga oleh produksi film yang secara mayoritas adalah film-film dewasa yang bernuansa vulgar dan dinilai kurang mendidik secara moral, dan tidak sesuai dengan definisi film nasional Indonesia tayang secara bebas di bioskop kecil daerah, melalui media video, televisi dan/atau proyeksi publik.
=== Periode 1998 - sekarang ===
Era ini dianggap sebagai era kebangkitan perfilman nasional. Kebangkitan ini ditunjukkan dari kondisi perfilman Indonesia yang mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang menggembirakan. Film pertama yang muncul di era ini adalah [[Cinta dalam Sepotong Roti]] karya [[Garin Nugroho]]. Setelah itu muncul [[Mira Lesmana]] dengan [[Petualangan Sherina]] dan [[Rudi Soedjarwo]] dengan [[Ada Apa dengan Cinta?]] (AADC) yang sukses di pasaran. Hingga saat ini jumlah produksi film Indonesia terus meningkat pesat meski masih didominasi oleh tema-tema film [[horor]] dan film [[remaja]]. Pada tahun [[2005]], hadir [[Blitzmegaplex]] di dua kota besar di Indonesia, [[Jakarta]] dan [[Bandung]]. Kehadiran bioskop dengan konsep baru ini mengakhiri dominasi Cineplex yang dimiliki oleh kelompok 21 yang selama bertahun-tahun mendominasi penayangan film.
 
Sinetron juga secara mayoritas di awal kehadirannya diproduksi oleh Multivision Plus yang didirikan oleh Raam Punjabi. Perusahaan film yang pada masa itu lebih banyak memproduksi sinetron untuk televisi.
=== Keadaan dunia perfilman indonesia tahun 2019 ===
*Film Indonesia semakin merajai bioskop
Ketika industri perfilman Indonesia semakin menanjak naik untuk menuju ke puncak kegemilangan, ini artinya respon dari masyarakat Indonesia sangatlah baik. Hal itu terbukti dari film-film Indonesia yang mampu merajai bioskop yang ada di setiap kota di Indonesia.
Semakin hari, film Indonesia semakin menunjukkan tajinya. Terlihat dari film seperti Pengabdi Setan, Dilan 1990, hingga sekuelnya Dilan 1991 yang sukses menguasai bioskop, bahkan bisa menggusur film-film luar negeri yang rilis dalam waktu yang bersamaan. Jangan lupakan juga rekor penonton yang terus dipecahkan.
Ketika rekor positif ini terus dipertahankan, maka ini menjadi pertanda baik. Industri perfilman Indonesia terus tumbuh, sineas muda mulai bermunculan, dan para penonton terpuaskan dengan karya yang mereka tonton.
*Tidak lagi hanya bermain di genre horror
Indonesia memang memiliki riwayat yang cukup panjang dalam dunia mistis, dan itu juga terbawa ke dalam dunia film. Indonesia punya barisan film bergenre horror yang terus bertambah setiap tahunnya. Tidak ada yang salah dengan hal itu, tapi sempat ada fase di mana film horror terlalu banyak diproduksi, tapi tidak dengan kualitas yang bagus.
Untungnya, banyak sineas yang mulai membuat film di luar genre horror. Dan terbukti film-film mereka sukses juga. The Raid, The Raid 2, dan Laskar Pelangi adalah bukti nyata dari kehebatan film-film Indonesia di luar genre horror.
*Muncul banyak aktris dan aktor berbakat
Setiap bulannya, film Indonesia terbaru selalu muncul di bioskop. Dan hal itu membawa satu efek positif lagi, yaitu munculnya banyak aktris dan aktor berbakat. Mereka pun tidak hanya “numpang lewat” di satu film lalu hilang bak ditelan bumi.
Mereka berhasil terus memperhatikan performa mereka di setiap film yang mereka bintangi, bahkan menjadi lebih hebat lagi. Sebut saja Tara Basro dan Chelsea Islan. Kedua aktris ini tidak pernah berhenti memberikan persembahan terbaik kepada para penonton.
https://www.investindonesia.go.id/id/artikel-investasi/detail/bagaimana-perkembangan-industri-perfilman-indonesia-saat-ini
 
=== Periode 1998 - 2009 ===
Akhir tahun 1999 hanya ada sekitar tujuh film produksi dalam negeri yang tayang secara luas, keterpurukan ini dimulai sejak mundurnya produksi pada tahun 1996 dengan hasil tiga puluh tiga film yang dapat diproduksi dan terdata dalam sistem. Krisis ekonomi, kerusuhan berbau SARA (Suku, Ras, Agama, dan Antar Golongan) dan berakhirnya Orde Baru di penghujung tahun 1998 hampir mematikan industri perfilman indonesia secara keseluruhan.
 
Memasuki tahun 1999, era ini dianggap sebagai era kebangkitan perfilman nasional atau kelahiran baru setelah mati suri. Kebangkitan ini ditunjukkan dari kondisi perfilman Indonesia yang mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang menggembirakan. Film pertama yang muncul pada era ini adalah [[Cinta dalam Sepotong Roti]] karya [[Garin Nugroho]]. Setelah itu muncul [[Mira Lesmana]] dengan [[Petualangan Sherina]] dan [[Rudi Soedjarwo]] dengan [[Ada Apa dengan Cinta?]] (AADC) yang sukses di pasaran. Hingga saat ini jumlah produksi film Indonesia terus meningkat pesat meski masih didominasi oleh tema-tema film [[horor]] dan film [[remaja]]. Pada tahun [[2005]], hadir [[Blitzmegaplex]] di dua kota besar di Indonesia, [[Jakarta]] dan [[Bandung]]. Kehadiran bioskop dengan konsep baru ini mengakhiri dominasi Cineplex yang dimiliki oleh Group 21 yang selama bertahun-tahun mendominasi penayangan film.
 
=== Periode 2010 - 2019 ===
Dalam kurun periode satu dekade terakhir perfilman Indonesia mengalami berbagai peningkatan sangat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tidak hanya dengan pembangunan ruangan bioskop baru di wilayah luar jawa, tetapi dalam industri dibalik layarpun kehadiran berbagai asosiasi yang mendukung produksi menjadi salah satu faktor penting. Di dalam negeri upaya pemerintah dalam mempromosikan film lokal dengan peraturan Undang-Undang Nomor 33 Perfilman pada tahun 2009 berimbas positif dalam perkembangan industri ini, dalam pasal 10 dijelaskan bahwa kegiatan perfilman dan pelaku usaha pertunjukan film wajib mengutamakan film Indonesia dalam bagian 1, dan menjelaskan mengutamakan penggunaan sumber daya dalam negeri secara optimal dalam bagian 2. Sedangkan di perjelas dalam pasal 12 bahwa pelaku usaha pertunjukan film dilarang mempertunjukan film hanya dari satu rumah produksi dan dalam pengedarannya dilarang impor film melebihi 50% (lima puluh persen) dari jam pertunjukannya selama enam bulan berturut-turut demi menghindari praktek monopoli dan/atau persaingan tidak sehat.
 
Film Indonesia pun semakin marak hadir di festival-festival Internasional dan mulai menggandeng negara lain sebagai pendukung dalam distribusi dan produksi.
 
=== Periode 2020 - Sekarang ===
Pandemi COVID-19 di awal tahun 2020 melumpuhkan industri perfilman dalam dan luar negeri. Indonesia yang tidak luput dari pandemi sempat menjadi salah satu negara dengan tingkat infeksi tertinggi di dunia pada Juli 2021 dengan sekitar 44.721 kasus aktif, hal ini juga memaksa pemerintah untuk membuat keputusan Penegakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, yaitu pembatasan berbagai kegiatan berkelompok salah satu imbasnya menyentuh pengusaha bioskop dan kegiatan pembuatan film untuk tutup atau tertunda untuk sementara secara nasional sejak pertengahan maret 2020.
 
Penutupan bioskop secara nasional menyentuh sekitar 68 bioskop, 387 layar yang tersebar di 33 kota dan 15 provinsi di Indonesia di periode awal pandemi demi keamanan staff dan penonton. Meskipun terbatas dengan kewajiban menjaga jarak dan kerja daring, pandemi tidak melumpuhkan kreativitas anak bangsa untuk menulis dan membuat film, dan pengusaha rumah produksi untuk tetap melanjutkan kegiatan profesional mereka melalui platform daring. Hal ini pun mengadaptasi mulai berkembangnya tren penonton daring dari platform Netflix dan mendorong industri lokal untuk meningkatkan mutu platform mereka, dan/atau bekerja sama dengan pihak channel televisi nasional untuk menghindari krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi.
 
Berbagai rumah produksi independen pun mulai ramai memproduksi film mereka dengan platform independen yang juga dapat diakses secara legal dan daring seperti Viddsee dan Vidio.com sebuah platform film dan series berbayar yang menayangkan tidak hanya film Indonesia tetapi juga film-film luar negeri.
 
==Pasar Film Nasional==
 
=== Bioskop ===
Tercatat [[bioskop]] pertama kali dioperasikan di Indonesia pada tahun 1926, berlokasi di Bandung dengan nama Bioskop Oriental dan Elita.<ref name = loetoeng>{{cite web
|title=Loetoeng Kasaroeng
|language=id
|url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-l017-26-052414_loetoeng-kasaroeng#.UAolFaDE_Mw
|work=filmindonesia.or.id
|publisher=Konfidan Foundation
|location=Jakarta
|access-date=21 July 2012
|archive-url=https://www.webcitation.org/69JUOJMkn?url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-l017-26-052414_loetoeng-kasaroeng
|archive-date=21 July 2012
|ref={{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Loetoeng Kasaroeng}}
|url-status=dead
}}</ref>{{sfn|Biran|2009|pp=66–68}}
Di Jakarta, bioskop mulai diperkenalkan sejak tahun 1931 dengan pembukaan Bioskop Alhambra yang berlokasi di Sawah Besar. Beberapa bioskop tua lainnya yang beroperasi di Jakarta seperti Astoria, Grand, [[Bioskop Metropole, Jakarta|Metropole]], Rex, Capitol, Rivoli, Central, Orion, dan lain sebagainya.<ref>{{cite news|url=https://m.liputan6.com/lifestyle/read/2472281/potret-bioskop-di-jakarta-dari-masa-ke-masa|title=Potret Bioskop di Jakarta dari Masa ke Masa|newspaper=Liputan 6|access-date=14 October 2019}}</ref>
Hingga tahun 2019, sebanyak 2.000 cabang bioskop di Indonesia telah beroperasi dan akan terus bertambah seiring pembukaan cabang bioskop di daerah-daerah yang belum ada bioskop sama sekali. Beberapa pemain besar mendominasi jumlah cabang bioskop yang beroperasi, seperti Cineplex 21 Group, CJ CGV, dan Cinépolis.<ref name=JG1>{{cite news|url=https://jakartaglobe.id/business/number-of-cinema-screens-in-indonesia-expected-to-double-over-next-3-years/|title=Number of Cinema Screens in Indonesia Expected to Double Over Next 3 Years|newspaper=Jakarta Globe|access-date=15 November 2018}}</ref>
 
[[Cineplex 21 Group]] adalah pelopor jaringan bioskop tertua dan memiliki cabang bioskop dan jumlah layar terbanyak di Indonesia. Jaringan ini memiliki tiga merek bioskop terpisah, yakni Cinema 21, Cinema XXI, dan The Premiere. Perusahaan ini juga mengoperasikan teater [[IMAX]] sejak tahun 2012 di beberapa cabang bioskop mereka. Sejak tahun 2012, beberapa cabang bioskop Cinema 21 direnovasi dan dilebur ke dalam merek Cinema XXI.
 
Blitzmegaplex menjadi pemain bioskop terbesar kedua di Indonesia. Dibuka pertama kali pada tahun 2006 di Bandung, Blitzmegaplex menawarkan konsep konsep baru untuk memberikan pengalaman yang berbeda saat menonton film. Pada tahun 2017, perusahaan bioskop Korea Selatan mengakuisisi perusahaan ini dan mengganti nama jaringan bioskopnya menjadi [[CJ CGV|CGV Cinemas Indonesia]].<ref>{{cite news|url=http://jakartaglobe.id/features/cgv-blitz-rebrands-changes-name-cgv-cinemas/|title=CGV Blitz Rebrands, Changes Name to CGV Cinemas|newspaper=The Jakarta Globe|access-date=2017-06-09}}</ref><ref>{{cite news|url=https://properti.kompas.com/read/2019/01/16/130837021/kontrak-habis-cgv-moi-ditutup|title=Kontrak Habis, CGV MoI Ditutup|newspaper=Kompas|access-date=2019-01-15}}</ref> CGV Cinemas telah meraih penghargaan dari [[MURI]] sebagai bioskop dengan layar terbesar di tanah air yaitu di auditorium 1 di CGV Cinemas [[Grand Indonesia]].<ref>{{en}} http://www.blitzmegaplex.com/en/about_blitz.php {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131216011604/http://www.blitzmegaplex.com/en/about_blitz.php|date=2013-12-16}}</ref>
 
Pada tahun 2014, [[Lippo Group]] ikut bermain dalam bisnis bioskop melalui jaringan bioskop merek Cinemaxx. Awalnya bioskop ini beroperasi eksklusif di jaringan pusat perbelanjaan [[Lippo Malls]], namun pada perkembangannya jaringan ini dapat meluas ke pusat perbelanjaan lainnya di Indonesia, termasuk di daerah yang belum terdapat bioskop sama sekali. Pada tahun 2019, perusahaan bioskop multinasional Meksiko mengakuisisi operasional bioskop Cinemaxx di Indonesia dan mengganti namanya menjadi [[Cinépolis]]<ref>{{Cite web|last=AS|first=Anastasia|date=20 September 2019|title=Cinemaxx Ganti Nama Menjadi Cinépolis|url=https://swa.co.id/swa/trends/cinemaxx-ganti-nama-menjadi-cinepolis|website=SWA|access-date=24September 2019}}</ref><ref>{{Cite web|title=News - Cinemaxx Theater|url=http://www.cinemaxxtheater.com/NewsDetails.aspx?id=59|website=www.cinemaxxtheater.com|access-date=2019-10-28|archive-date=2019-10-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20191003043740/http://www.cinemaxxtheater.com/NewsDetails.aspx?id=59|dead-url=yes}}</ref>
 
Pada tahun 2017, Grup Agung Sedayu membuka cabang bioskop [[FLIX Cinema]]. Jaringan bioskop ini beroperasi secara premium di pusat perbelanjaan yang dibangun oleh Agung Sedayu, sehingga saat ini jaringan bioskop tersebut hanya tersedia di wilayah Jabodetabek.
 
Beberapa jaringan bioskop lainnya beroperasi secara independen dan terbatas di wilayah tertentu, namun tidak menutup kemungkinan dapat berekspansi di luar wilayahnya seperti [[Platinum Cineplex]], [[New Star Cineplex]], [[KOTA Cinema Mall]], [[Dakota Cinema]], [[Movimax]], [[Golden Theater]], dan lain sebagainya.
 
=== Jumlah Penonton Nasional ===
Pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 34 tahun 2019 tentang Tata Edar, Pertunjukan, Ekspor dan Impor Film, pasal 17 menjelaskan perlunya pemberitahuan jumlah penonton suatu film secara berkala yang dibuat setiap akhir bulan melalui sistem pendataan Jumlah Penonton demi menyelenggarakan fungsi di bidang pengembangan perfilman. Pendataan dilakukan dengan sarana teknologi informasi dan komunikasi data perfilman yang memuat jumlah perolehan penonton di setiap film yang masuk di bioskop nasional berdasarkan jam pertunjukan dan lokasi mendetail, inipun mencakup film lokal maupun film impor.
{| class="wikitable"
|Tahun
|Jumlah Penonton Nasional
|-
|2022
|54,07 juta<ref name=":0">{{Cite web|last=NABABAN|first=WILLY MEDI CHRISTIAN|date=2023-01-04|title=Tahun 2023, Penonton Film Indonesia Ditargetkan Pecahkan Rekor Baru|url=https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/01/04/tahun-2023-penonton-film-indonesia-ditargetkan-pecahkan-rekor-baru|website=kompas.id|language=id|access-date=2024-01-09}}</ref>
|-
|2019
|51,9 juta<ref name=":0" />
|-
|2017
|39 135 910
|-
|2016
|34 088 298
|-
|2014
|15 657 406
|-
|2013
|12 716 790
|-
|2012
|18 887 258
|-
|2011
|15 565 132
|}
 
== Film Indonesia Terbaik ==
Sudah sejak lama ada beberapa pihak baik itu institusi, media ataupun perorangan yang berusaha menggolongkan film-film Indonesia sepanjang masa yang layak menjadi film yang terbaik berdasarkan kategori-kategori tertentu. Salah satunya adalah tabloid [[Bintang Indonesia]] yang pada akhir tahun 2007 berusaha memilah film-film apa saja yang dapat dikategorikan sebagai film Indonesia terbaik. Dari 160 film yang masuk dipilihlah 2527 film yang dapat dikategorikan sebagai film-film Indonesia terbaik sepanjang masa.
 
{{col|2}}
Baris 102 ⟶ 196:
# ''[[Eliana, Eliana]]'' (2002)
# ''[[Inem Pelayan Sexy]]'' (1977)
# ''[[Putri Solo]]'' (1953)
# ''[[Lenggang Djakarta]]'' (1953)
{{end-col}}
 
Film-film tersebut dipilih oleh 20 pengamat dan wartawan film yaitu:<ref>[http://www.bintang-indonesia.com/contentd.php?pcid=1115 25 film indonesia terbaik dan terlaris sepanjang masa] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080602230519/http://www.bintang-indonesia.com/contentd.php?pcid=1115 |date=2008-06-02 }}, [[Bintang Indonesia]], diakses [[31 Desember]] [[2007]]</ref>:
{{col|2}}
* [[Yan Widjaya]] (wartawan film senior)
Baris 144 ⟶ 240:
Jumlah penonton ini tidak bisa diketahui dengan pasti mengingat produser film dan pihak eksebitor (bioskop) tidak mau mengungkapkan jumlah penonton sesungguhnya.{{fact}} Pihak bioskop melakukan pencatatan dan melaporkannya kepada produser film, tetapi mereka tak mau memberitahukannya kepada publik dengan alasan bahwa pengungkapan angka tersebut sepenuhnya adalah hak produser.{{fact}} Sedangkan produser cenderung untuk membesar-besarkan jumlah penonton mereka jika ditanya oleh media.{{fact}} Dicurigai, mereka menyembunyikan jumlah sesungguhnya dalam laporan mereka ke Dinas Pajak.{{fact}} Dengan demikian, pencatatan jumlah penonton film menjadi sesuatu yang sulit untuk dilakukan dengan sempurna.{{fact}}
-->
 
Berbagai faktor juga dapat mempengaruhi bagaimana film dapat dikategorikan sebagai film Indonesia yang terkenal tidak hanya didalam tetapi juga diluar negeri, entah melalui kebangsaan sang sutradara, atau apresiasi yang didapatkannya melalui ajang festival film internasional. Berikut merupakan daftar film indonesia yang tidak hanya diputar di luar negeri tetapi juga mendapat apresiasi tinggi dimata kritik film secara internasional.
 
# ''Arisan !'' (2003) oleh Nia Dinata
# ''Merantau'' (2009) oleh Gareth Evans
# ''The Raid'' (2012) oleh Gareth Evans
# ''The Raid 2'' (2014) oleh Gareth Evans
# ''Ruma Maida'' (2009) oleh Teddy Soeriaatmadja
# ''Marlina : Pembunuh Dalam Empat Babak'' (2017) oleh Mouly Surya
 
== Referensi ==
Baris 149 ⟶ 254:
 
== Lihat pula ==
{{portal|Indonesia|Film}}
* [[Daftar film Indonesia]]
* [[Festival Film Indonesia]]
* [[Daftar film Indonesia yang dicekal]]
* [[Daftar film asing terlaris sepanjang masa di Indonesia]]
* [[Sinema Asia]]
* [[Sinema dunia]]
 
== Pranala luar ==
Baris 158 ⟶ 267:
 
{{sinema Indonesia}}
{{Jaringan bioskop di Indonesia}}
 
[[Kategori:Sinema di Indonesia|*]]