Padamu Jua: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Atmajagizlinov (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Fitur saranan suntingan: 2 pranala ditambahkan.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala
 
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 24:
|followed_by = "Barangkali"
}}
"'''Padamoe Djoea'''" adalah [[puisi]] 28 baris karya [[Amir Hamzah]] yang disertakan dalam koleksinya tahun 1927, ''[[Nyanyi Sunyi]]''. Ini adalah karya Hamzah yang paling banyak dipuji. Pembacaannya lebih difokuskan pada tema-tema keagamaan, terutama dari sudut pandang Islam dan ada pula pengaruh-pengaruh Kristen.
 
== Isi Puisi ==
Baris 39:
Kaulah kendi kemerlap
 
Pelita jendela dimalamdi malam gelap
 
Melambai pulang perlahan
Baris 56:
Rupa tiada
 
Su
 
Suaraara sayup
 
Hanya kata merangkai hati
Baris 83:
Lalu waktu—bukan giliranku
 
Mat
 
Matii hari—bukan kawanku
 
~ Amir Hamzah
Baris 95:
 
== Analisis ==
[[Kritik sastra|Kritikus sastra]] Indonesia [[Zuber Usman]] menulis bahwa puisi ini menceritakan pertemuan antara Amir Hamzah dan Tuhan dan digambarkan sebagai pertemuan antara sepasang kekasih atau antara pelayan dan Tuhannya.{{sfn|Usman|1959|pp=232–233}} Ia berpendapat bahwa dua baris pertama mewakili perasaan Hamzah setelah ia diberitahu akan dinikahkan, bagaimana semua harapannya untuk masa depannya pupus akibat pengumuman tersebut. Kuplet selanjutnya menunjukkan kembalinya Tuhan dan Islam, agama yang dianut Hamzah sejak kecil. Usman menafsirkan empat baris selanjutnya sebagai kemunculan cahaya Tuhan, jawaban bagi kekosongan yang dihadapi Hamzah.{{sfn|Usman|1959|p=234}} Hamzah mengalihkan fokusnya dari cinta fisik dan kekecewaannya ke kegiatan duniawi, tetapi langsung merasa kecewa seolah Tuhan sedang mempermainkannya, seolah akibat cemburu Tuhan tidak mengizinkannya mendapatkan cinta sejati. Pada akhirnya ia tidak mampu meninggalkan Tuhan dan kembali, memasrahkan dirinya kepada Tuhan yang berada di "antara terang dan samar-samar".{{sfn|Usman|1959|pp=235–237}} Sayangnya, ia mesti menunggu sendiri sampai Tuhan kembali.{{sfn|Usman|1959|p=237}} Kritikus sastra Indonesia dari Australia Keith Foulcher memberi penafsiran yang sama,{{sfn|Foulcher|1991|p=109}} sedangkan Jassin membaca puisi ini sebagai pernyataan bahwa Hamzah ingin sekali bertemu Tuhan.{{sfn|Jassin|1962|pp=33–34}}
 
Pendokumentasi [[HB Jassin]] menulis bahwa kritikus seperti [[Bakri Siregar]] melihat adanya pengaruh [[Tuhan dalam Kristen|Tuhan Kristen]] sebagaimana yang digambarkan dalam [[Alkitab]]. Ia menunjukkan beberapa aspek puisi yang tampaknya mendukung pandangan tersebut, termasuk penggambaran Tuhan yang antropomorfik (tidak dibolehkan dalam Islam ortodoks) dan ide Tuhan yang cemburu. Ia menulis bahwa konsep Tuhan cemburu tidak ditemukan dalam Islam, tetapi ada di Alkitab, tepatnya {{Bibleverse||Exodus|20:5|KJV}} dan {{Bibleverse||Exodus|34:14|KJV}}.{{sfn|Jassin|1962|pp=33–34}} Jassin menyebutnya sebagai [[lisensi artistik]],{{sfn|Jassin|1962|pp=33–34}} sementara Foulcher menyebutnya Tuhan yang dinamis dan tidak stabil.{{sfn|Foulcher|1991|p=107}}
Baris 190:
}}
{{refend}}
 
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Puisi Indonesia]]