Anak Agung Gde Rai: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Harditaher (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Tag: Pengembalian manual VisualEditor |
||
(4 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Anak Agung Gde Rai (Agung Rai).jpg|jmpl]]
'''Anak Agung Gde Rai''' atau biasa dipanggil '''Agung Rai''' (lahir di Peliatan, [[Ubud, Ubud, Gianyar|Ubud]]—[[Bali]], 17 Juli 1955; umur
== Kehidupan Awal ==
Agung Rai lahir sebagai anak kedua bagi pasangan Anak Agung Ajia Punia dan Anak Agung Biang Ngurah. Dari segi silsilah, keluarga Agung Rai sebenarnya masih tergolong keturunan bangsawan. Namun keluarga Agung Rai tak mendapat hak istimewa apapun berkat garis keturunan tersebut. Bahkan keluarganya hidup miskin dan tinggal di tebe dauhne, suatu tempat di pinggiran desa yang diperuntukkan bagi masyarakat dengan kelas sosial ekonomi yang rendah. Fakta kemiskinan inilah di kemudian hari yang mendorong Agung Rai untuk terus bekerja keras demi mengubah nasib.<ref>Bdk. Couteau Jean & Wisatsana Warih, GUNG RAI: Kisah Sebuah Museum. Jakarta: Gramedia, 2013. Hlm. 19-26</ref>
Agung Rai menghabiskan masa kecilnya di desa Peliatan dengan bekerja keras. Sejak kecil dia telah diserahi tugas mengurus bebek, bekerja di sawah dan di ladang. Tak jarang dia harus pulang ke rumah ketika hari sudah gelap. Ritme kehidupan seperti itu berlangsung terus bahkan ketika dia menjalani hari-hari sebagai murid Sekolah Rakyat (SR).<ref>Couteau Jean & Wisatsana Warih, GUNG RAI: Kisah Sebuah Museum. Jakarta: Gramedia, 2013. Hlm. 89-93</ref>
Kendati miskin dan serba kekurangan, keluarga Agung Rai sedari awal sudah sadar akan pentingnya pendidikan. Mereka mendorong Agung Rai untuk terus bersekolah. Karena itu, Agung Rai harus meninggalkan kampung halamannya dalam usia yang masih sangat belia untuk melanjutkan sekolah di [[Kabupaten Tabanan|Tabanan]]. Dia dititipkan oleh ayahnya kepada seorang kenalan di Tabanan. Jauh dari kampung halaman, tidak berarti dia bisa sepenuhnya menggunakan waktu untuk belajar saja. Dia tetap harus bekerja keras untuk membantu biaya sekolah dan kehidupannya sendiri di kampung orang.
Baris 49:
Museum ARMA diresmikan pada tanggal 9 Juni 1996 oleh Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam perjalanannya, museum ARMA telah dikunjungi oleh banyak pejabat negara antara lain Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat sebagai Presiden RI.
ARMA merupakan salah satu museum dengan koleksi terlengkap di Indonesia. Mulai dari lukisan-lukisan klasik hingga kontemporer, baik karya seniman lokal maupun manca negara. Untuk lukisan klasik misalnya, ARMA mengoleksi lukisan Kamasan dengan medium kulit kayu, karya-karya masterpieces para seniman Batuan dari tahun 1930-an dan 1940, karya mestro lukis abad ke-19 Raden Saleh dan Syarif Bustaman. Karya seniman asing antara lain Willem Gerard Hofker, Rudolf Bonnet, dan Willem Dooijewaard. Karya-karya Walter Spies, pelukis kondang asal Jerman, diberi ruangan khusus.<ref>Museum Harus Masuk Kurikulum, bisa diakses di http://news.okezone.com/read/2015/12/23/65/1273289/museum-harus-masuk-kurikulum</ref>
Selain koleksi lukisan yang kaya dan lengkap, popularitas ARMA melejit cepat karena juga sering menghelat berbagai kegiatan seni budaya seperti pertunjukan musik, teater, menyediakan ruang baca dengan koleksi aneka buku bagi para pengunjung, menyelenggarakan seminar tentang budaya dan seni. Kegiatan-kegiatan di ARMA sebagian besar berskala internasional dan tak jarang diselenggarakan dengan berbagai pekerja seni dan budaya dari berbagai negara seperi konser Konser dua malam Bhakti Nights di antaranya diisi oleh Ajeet Kaur, Devotional Chant dari AS, Maneesh de Moor dari Belanda, Kevin James dari AS, Peia dari AS, dan Ali Ghamsari dari Iran. Konser tersebut adalah bagian dari kegiatan BaliSpirit Festival yang diselenggarakan di ARMA dan dihadiri para pemerhati hidup sehat dari seluruh dunia. Dengan berbagai rangkaian kegiatan berskla internasional tersebut, ''' '''ARMA mendapat predikat sebagai museum terpopuler dan terbaik di Indonesia menurut para wisatawan sebagaimana dihimpun oleh situs traveling dunia, TripAdvisor.<ref>Sepuluh Museum Terbaik di Indonesia, http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160919140036-269-159389/sepuluh-museum-terbaik-di-indonesia-pilihan-wisatawan/ </ref>
ARMA semakin mengukuhkan dirinya sebagai museum hidup berkat konsistensi memamerkan karya seni dengan sentuhan alam yang terlihat seolah hidup dan terlihat nyata. Energi kreatif tidak pernah berhenti di museum ini.Bahkan di masa pandemi, museum ini tetap buka kendati membatasi jumlah pengunjung dan para seniman tetap dapat berkarya di dalamnya. ARMA juga tetap dapat melaksanakan pagelaran seni di masa pandemi yakni MEGARUPA 2020 dan MENGARUPA 2021.
== Kehidupan Keluarga dan Aktivitas Sehari-hari<ref>Diringkas dari Couteau Jean & Wisatsana Warih, GUNG RAI: Kisah Sebuah Museum. Jakarta: Gramedia, 2013. Hlm. 173-190</ref> ==
|