Pramodawardhani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Epìdosis (bicara | kontrib)
k ~
 
(17 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Pramodawardhani''' (juga dikenal sebagai '''Çrī Sanjiwana''') adalah putri mahkota [[Wangsa Sailendra]] yang menjadi permaisuri [[Rakai Pikatan]], raja ke-7 [[Medang|Kerajaan Medang]].<ref>{{Cite book|last=Hudiono|first=Esthi Susanti|last2=Bodjawati|first2=Seruni|date=2019|title=Perempuan-Perempuan Menggugat (Literasi Rupa Sejarah Perempuan Indonésia)|location=Yogyakarta|publisher=Media Pressindo bekerjasama dengan Komunitas Inklusi Sosial dan Perdamaian Indonésia|isbn=978-623-7254-10-2|pages=1-3|url-status=live}}</ref>
{{infobox royalty
| title = Çrī Sanjiwana
| father = [[Samaratungga]]
| royal house = [[Wangsa Syailendra|Syailendra]]
| issue = *[[Rakai Kayuwangi|Sri Maharaja Rakai Kayuwangi]]<br>( Menurut Prasasti Wantil )
*[[Rakai Gurunwangi Dyah Saladu]]<br>( Menurut Prasasti Plaosan & Naskah Wangsakerta )
| spouse = [[Rakai Pikatan|Rakai Pikatan Dyah Saladu]]
| reign = ? – 856<br>(''Bersama Rakai Pikatan'')
| death_date =
| succession = Permaisuri [[Rakai Pikatan]]
| religion = [[Buddha]]
}}
 
== Peresmian Borobudur ==
Nama Pramodawardhani ditemukan dalam prasasti Kayumwungan tanggal [[26 Maret]] [[824]] sebagai putri [[Maharaja]] [[Samaratungga]]. Menurut prasasti itu, ia meresmikan sebuah bangunan ''Jinalaya'' bertingkat-tingkat yang sangat indah. Bangunan ini umumnya ditafsirkan sebagai [[Candi Borobudur]].
 
== PerkawinanPernikahan dengan Rakai Pikatan ==
Sementara itu, prasasti Tri Tepusan tanggal [[11 November]] [[842]] menyebutkan adanya tokoh bergelar '''Sri Kahulunan''' yang membebaskan pajak beberapa desa agar penduduknya ikut serta merawat ''Kamulan Bhumisambhara'' (nama asli [[Candi Borobudur]]). Sejarawan Dr. De Casparis menafsirkan istilah ''Sri Kahulunan'' dengan “[[permaisuri]]”, yaitu Pramodawardhani, karena pada saat itu [[Rakai Pikatan]] diperkirakan sudah menjadi raja.
Berdasarkan Prasasti Wantil, diketahui bahwa Sang Jatiningrat alias Rakai Pikatan menikah dengan seorang putri beragama lain.
 
Para sejarawan sepakat bahwa putri itu ialah [[Pramodawardhani]] dari [[Wangsa Sailendra]] yang beragama [[Buddha]] [[Mahayana]], sementara Rakai Pikatan sendiri memeluk agama [[Hindu]] [[Siwa]].
Pendapat lain dikemukakan oleh Drs. Boechari yang menafsirkan ''Sri Kahulunan'' sebagai [[ibu suri]]. Misalnya, dalam ''[[Mahabharata]]'' tokoh [[Yudhisthira]] memanggil ibunya, yaitu [[Kunti]], dengan sebutan ''Sri Kahulunan''. Jadi, menurut versi ini, tokoh ''Sri Kahulunan'' bukan Pramodawardhani, melainkan ibunya, yaitu istri [[Samaratungga]].
 
[[Pramodawardhani]] adalah putri [[Samaratungga]] yang namanya tercatat dalam prasasti Kayumwungan tahun [[824]].
== Perkawinan dengan Rakai Pikatan ==
[[Rakai Pikatan]] [[Mpu Manuku]] adalah raja keenam [[Kerajaan Medang]] menurut [[prasasti Mantyasih]]. Dari prasasti Wantil diketahui bahwa Rakai Pikatan menganut agama [[Hindu]] [[Siwa]] dan menikah dengan seorang putri beragama [[Buddha]]. Mayoritas sejarawan sepakat bahwa putri tersebut adalah Pramodawardhani.
 
[[Naskah Wangsakerta]] juga menjelaskan bahwa Dari pernikahan Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani dikaruniai Putra bernama Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala ([[Prasasti Wantil]]) dan Putri bernama Rakai Gurunwangi Dyah Saladu ([[Prasasti Plaosan]]).
Prasasti Kayumwungan tahun [[824]] hanya menyebut nama Pramodawardhani dan Samaratungga tanpa menyebut nama Mpu Manuku. Dapat diperkirakan bahwa pada tahun itu Pramodawardhani dan Mpu Manuku belum menikah.
 
Dari perkawinan Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani diperkirakan lahir Rakai Gurunwangi Dyah Saladu (prasasti Plaosan) dan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala (prasasti Wantil). Berkat jasanya dalam menumpas musuh negara bernama Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni, [[Rakai Kayuwangi]] pun bisa menjadi raja sesudah Rakai Pikatan.
Sementara itu pada prasasti Munduan tahun [[807]] Mpu Manuku sudah menjabat sebagai Rakai Patapan, padahal pada tahun 824 Pramodawardhani masih menjadi gadis. Ini berarti di antara keduanya terdapat perbedaan usia yang cukup jauh. Mungkin usia Rakai Pikatan Mpu Manuku sebaya dengan mertuanya, yaitu [[Samaratungga]].
 
Dari perkawinan Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani diperkirakan lahir Rakai Gurunwangi Dyah Saladu (prasasti Plaosan) dan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala (prasasti Wantil). Berkat jasanya dalam menumpas musuh negara bernama Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni, [[Rakai Kayuwangi]] pun bisa menjadi raja sesudah Rakai Pikatan.
 
Pengangkatan Rakai Kayuwangi, seorang putra bungsu, menjadi raja tersebut kelak menimbulkan kecemburuan di hati Rakai Gurunwangi, yaitu dengan ditemukannya [[prasasti Munggu Antan]] tahun [[887]].
 
== Hubungan dengan Balaputradewa ==
=== Menurut Krom ===
[[Balaputradewa]] adalah raja [[Kerajaan Sriwijaya]] putra Samaragrawira. Prof. N.J. Krom menganggap [[Samaragrawira]] identik dengan [[Samaratungga]], sehingga Balaputradewa secara otomatis dianggap sebagai saudara Pramodawardhani.
 
=== Menurut Casparis ===
Dr. De Casparis kemudian menyusun teori bahwa telah terjadi perang saudara memperebutkan takhta sepeninggal [[Samaratungga]], antara Balaputradewa melawan Pramodawardhani. Akhirnya Balaputradewa dikalahkan [[Rakai Pikatan]] suami Pramodawardhani. Ia kemudian menyingkir ke Pulau Sumatra dan menjadi raja Kerajaan Sriwijaya.
 
Teori De Casparis tersebut berpedoman pada prasasti Wantil tahun [[856]] yang menyebutkan adanya peperangan antara Rakai Pikatan melawan seorang musuh yang bersembunyi dalam benteng timbunan batu. Pada prasasti Wantil ditemukan istilah ''Walaputra'' yang ditafsirkan sebagai nama lain Balaputradewa.
 
(Pendapat Casparis telah terbantahkan dengan penemuan prasasti Wukiran dan Tafsir ulang prasasti Wantil Menurut Prof. Boechari)
 
=== Menurut Slamet Muljana ===
Sementara itu [[Prof. Slamet Muljana]] berpendapat bahwa Balaputradewa bukan saudara Pramodawardhani. Pendapat ini berpedoman pada prasasti Kayumwungan yang menyebut Samaratungga hanya memiliki seorang anak perempuan (yaitu Pramodawardhani). Menurut Slamet Muljana, Balaputradewa lebih tepat sebagai adik Samaratungga, dan keduanya merupakan putra dari Samaragrawira. Dengan kata lain, Pramodawardhani merupakan keponakan Balaputradewa.
 
(Pendapat Slamet Muljana telah terbantahkan oleh Naskah Wangsakerta karya Pangeran Wangsakerta)
Benteng timbunan batu yang menjadi markas Balaputradewa identik dengan Situs Ratu Boko. Drs. Boechari menemukan beberapa prasasti di sekitar situs tersebut, namun bukan atas nama Balaputradewa, melainkan atas nama Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni yang mengaku sebagai keturunan pendiri kerajaan (yaitu [[Sanjaya]]).
 
=== Menurut Boechari ===
Boechari berpendapat bahwa, musuh Rakai Pikatan bukan Balaputradewa, melainkan Rakai Walaing. Istilah ''Walaputra'' dalam prasasti Wantil menurutnya bukan bermakna Balaputradewa, melainkan bermakna “anak bungsu”, yaitu julukan untuk [[Rakai Kayuwangi]] selaku pahlawan penumpas Rakai Walaing.
Benteng timbunan batu yang menjadi markas Balaputradewa identik dengan Situs Ratu Boko. Drs. Boechari menemukan beberapa prasasti di sekitar situs tersebut, namun bukan atas nama Balaputradewa, melainkan atas nama Rakai Walaing [[Mpu Kumbhayoni]] yang mengaku sebagai keturunan pendiri kerajaan (yaitu [[Sanjaya]]).
 
Boechari berpendapat bahwa, musuh Rakai Pikatan bukan Balaputradewa, melainkan Rakai Walaing. Istilah ''Walaputra'' dalam prasasti Wantil menurutnya bukan bermakna Balaputradewa, melainkan bermakna “anak bungsu”, yaitu julukan untuk [[Rakai Kayuwangi]] selaku pahlawan penumpas Rakai Walaing [[Mpu Kumbhayoni]].
 
Bukti lain menunjukkan adanya kerusakan pada sebagian prasasti yang mencatat urutan silsilah Rakai Walaing. Kerusakan ini seolah sengaja dilakukan oleh Rakai Pikatan sebagai sesama keturunan Sanjaya yang bersaing memperebutkan takhta Medang.
 
Dengan demikian, teori yang menyatakan terjadi perang saudara antara Rakai Pikatan melawan iparnya, yaitu [[Balaputradewa]] mungkin keliru. Karena [[Balaputradewa]] mewarisi tahta Sriwijaya dari Ibunya, sedangkan alasan ia memindahkan ibukota Sriwijaya ke Sumatera kemungkinan besar untuk menjaga stabilitas politik agar tetap kondusif.
Apabila pendapat Slamet Muljana dan Boechari dipadukan maka dapat diajukan sebuah teori bahwa perang antara Rakai Pikatan dan Balaputradewa mungkin tidak pernah terjadi. Menurut prasasti Po Ngar pada tahun [[802]] negeri [[Kamboja]] berhasil melepaskan diri dari penjajahan Jawa. Mungkin hal ini menjadi alasan Samaragrawira pada akhir pemerintahannya membagi kekuasaan [[Wangsa Sailendra]] untuk kedua putranya. Samaratungga berkuasa di [[Jawa]], sedangkan Balaputradewa berkuasa di [[Sumatra]].
 
== Kutipan ==
Teori kedua ini menjadi alternatif selain teori pertama yang menyebut Balaputradewa menyingkir ke Sumatra akibat kalah perang melawan Pramodawardhani yang dibantu Rakai Pikatan.
<references />
 
== KepustakaanReferensi ==
* Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka
* Purwadi. 2007. ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
* [[Slamet Muljana]]. 2006. ''Sriwijaya'' (terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS
 
{{s-start}}
{{Succession box|jabatan=Permaisuri Rakai Pikatan{{br}}'''<small>{{nowrap|Menurut [[Prasasti Wantil]]}}</small><br>([[Sailendra]])|tahun= ?- 856|pendahulu=[[Belum Diketahui]]|pengganti=[[Rakyan Manak]]}}
{{End}}
 
[[Kategori:Wangsa Sailendra]]
[[Kategori:TokohRatu JawaMedang]]
[[Kategori:Kerajaan Medang]]