Ki Ageng Sela: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Re. suhendar (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(19 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox person
{{rapikan}}
| pre-nominals = Ki Ageng
{{Infobox Royalty
| name = Ki Ageng Selo = Sela
| post-nominals = {{jav|ꦯꦺꦭ}}
| title = [[Perintis Kesultanan Mataram]]
| image = Ki Ageng SeloSela's grave in Grobogan Regency.jpg
| caption = Makam Ki Ageng Sela di [[Grobogan]]
| imgw = 220
| predecessor = [[Ki Getas Pandawa]]
| caption = Makam Ki Ageng Selo di desa [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Selo]].
| spousesuccessor = [[NyaiKi Ageng NgenisEnis]]
| birth_name = Bagus Songgom
| issue = 7 Orang, Penerus : [[Ki Ageng Enis]]
| death_date =
| full name = Ki Ageng Selo<br />Bagus Sunggam<br />Abdurrahman II
| resting_place =
| house = [[Brawijaya|Majapahit Rajasa]]
| residence = [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]]
| father = [[Ki Ageng Getas Pandawa]]
| other_names = Kyai Abdurrahman
| mother = [[-]]
| dateoccupation of birth =
| era = [[Kerajaan Demak|Demak]]
| place of birth = {{flagicon|Kesultanan Mataram}} [[Kotagede]]
| spouse = Nyai Bicak (Nyai Ageng Sela)
| religion = Islam
| father = [[Ki Getas Pandawa]]
| signature =
| mother = Nyai Getas Pandawa
}}
 
'''Ki Ageng Sela''' atau '''Kiyai Ngabdurahman''' adalah tokoh spiritual dari [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]] yang hidup di masa [[Kerajaan Demak|Kesultanan Demak]]. Ia dikenal dengan kesaktiannya sebagai tokoh yang mampu menaklukkan petir.
 
== Awal kehidupan ==
'''Kyai Ageng Sela''' atau '''Ki Ageng Ngabdurahman''' adalah tokoh spiritual sekaligus leluhur raja-raja [[Kesultanan Mataram]]. Ia adalah guru [[Sultan Adiwijaya]] pendiri [[Kesultanan Pajang]], dan adalah kakek dari [[Panembahan Senapati]] pendiri Kesultanan Mataram. Kisah hidupnya pada umumnya bersifat legenda, menurut naskah-naskah babad.
Ki Ageng Sela memiliki nama kecil Bagus Songgom, keturunan [[Ki Getas Pandawa]]. Ia hidup di masa Kesultanan Demak. Tepatnya pada masa kekuasaan Sultan Trenggana, awal abad ke-16. Dia lahir sekitar akhir abad-15 atau awal abad ke-16.
 
Ki Ageng Sela pernah ditolak menjadi anggota prajurit tamtama Kesultanan Demak. Karena dalam ujian mengalahkan banteng, dia memalingkan kepalanya, ketika akibat pukulannya, darah yang menyembur dari kepala banteng, mengenai matanya. Karena memalingkan kepalanya itu, dia dipandang tidak tahan melihat darah, dan karena itu tidak memenuhi syarat. Penolakan itu membuat Ki Ageng Sela kecewa. Bila cita-cita ini tidak dapat tercapai olehnya sendiri, maka dia mengharapkan keturunannya nanti menjadi seorang pemimpin yang pemberani.
== Daftar isi ==
 
Ki Ageng Sela bertempat tinggal di sebuah desa di sebelah timur Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. Ia hidup berprofesi sebagai petani yang gemar memperdalam ilmu agama dan tumbuh sebagai seorang yang religius. Di kemudian hari ia benar-benar menjadi orang yang berpengaruh. Desa tempatnya tinggal bernama desa Sela. Nama Sela berkaitan dengan keberadaan bukit/gunung berapi, dan merupakan sumber banyak garam dan api abadi yang terdapat dari wilayah Grobogan. Di desa tersebut juga Ki Ageng Sela meninggal dan dimakamkan.
* 1Silsilah
* 2Ki Ageng Sela Sebagai Perintis Kesultanan Mataram
* 3Legenda
* 4Bacaan lanjutan
* 5Pranala luar
 
== SilsilahMenaklukkan petir ==
Ki Ageng Sela dikenal sebagai sang penakluk petir. Kisah tersebut bermula saat Ki Ageng Sela membuka ladang. Kemudian tiba-tiba langit menjadi mendung dan mulai turun hujan, seketika itu datang petir dan kilat yang menyambar-nyambar, sehingga mengganggu kegiatan pertaniannya. Terganggu dengan hal tersebut, Ki Ageng Sela menantang petir yang berusaha mengganggunya untuk menampakkan wujudnya.<ref name="Abdul Rakhim, dkk 2019">Abdul Rakhim, dkk (2019)</ref>
Nama asli Ki Ageng Ngabdurahman Sela menurut sebagian masyarakat adalah '''Bagus Sogom'''. Menurut naskah-naskah ''babad'' ia dipercaya sebagai keturunan langsung [[Brawijaya]] raja terakhir [[Majapahit]].
 
Tak lama kemudian petir tersebut berubah menjadi naga dan berubah wujud berkali-kali menjadi makhluk mengerikan. Ki Ageng Sela yang merasa kesal karena dirinya diganggu oleh makhluk tersebut maka terjadi perkelahian antara keduanya diiringi petir yang menggelegar. Pada akhirnya, Ki Ageng Sela berhasil mengalahkan makhluk tersebut dan mengikatnya di sebuah pohon Gandri dan makhluk tersebut berubah menjadi kakek tua.<ref name="Abdul Rakhim, dkk 2019"/>
Dikisahkan, [[Brawijaya]] memiliki anak bernama Bondan Kejawan, yang tidak diakuinya. Bondan Kejawan berputra Ki Getas Pandawa. Kemudian Ki Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela memiliki beberapa orang putri dan seorang putra bergelar Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis berputra [[Ki Ageng Pemanahan]], penguasa pertama [[Mataram]].
 
Ki Ageng Sela pun membawa kakek tua yang terus berubah-ubah wujud tersebut ke Demak untuk dilaporkan kepada sultan. Di Demak, datanglah seorang nenek yang menyiramkan air ke tubuh kakek tersebut. Lalu, suara petir menggelegar, mendadak kakek dan nenek tersebut menghilang.<ref name="Abdul Rakhim, dkk 2019"/>
Silsilah Keturunan Lengkap:
 
Kisah tersebutlah yang membuat Ki Ageng Sela dikenal luas sebagai sang penakluk petir. Kisah Ki Ageng Sela menaklukkan petir diabadikan dalam ukiran pada ''lawang bledheg'' atau pintu Masjid Agung Demak. Sampai sekarang, pintu tersebut masih dapat disaksikan. Ukiran pada daun pintu tersebut memperhatikan motif tumbuh-tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota mirip stupa, tumpal, camara dan dua kepala naga yang menyemburkan api.<ref name="Abdul Rakhim, dkk 2019"/>
# '''[[Ki Ageng Sela‎|Ki]] Ageng Selo''' menikah dengan Nyai Ageng Selo / Nyai Bicak putri KI Ageng Ngerang, mempunyai 7 orang putra-putri:
## Nyai Ageng Lurung Tengah
## Nyai Ageng Saba
## Nyai Ageng Basri
## Nyai Ageng Jati
## Nyai Ageng Patanen
## Nyai Ageng Pakis Dadu
## '''[[Ki Ageng Enis]] (? - 1503)''' memiliki 2 orang putra:
### '''[[Ki Ageng Pamanahan|Ki Ageng Pemanahan / Kyai Gede Mataram]]''' (Membuka Kota Gede Mataram pada tahun 1558 sebagai hadiah dari Raja Pajang), wafat pada tahun 1584, menikah dengan Nyai Sabinah (putri Ki Ageng Saba) mempunyai putra-putri 26 orang:
#### Adipati Manduranegara
#### '''[[Sutawijaya|Kanjeng Panembahan Senopati]]''' / Raden Sutawijaya (Sultan Mataram ke 1, pendiri, 1587-1601) menikah dengan 3 istri melahirkan putra-putri 14 orang:
##### Gusti Kanjeng Ratu Pambayun / Retna Pembayun
##### Pangeran Ronggo Samudra (Adipati Pati)
##### Pangeran Puger / Raden Mas Kentol Kejuro (Adipati Demak)
##### Pangeran Teposono
##### Pangeran Purbaya / Raden Mas Damar
##### Pangeran Rio Manggala
##### Pangeran Adipati Jayaraga / (Raden Mas Barthotot)
##### '''[[Panembahan Hanyakrawati|Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati/Panembahan Seda ing Krapyak]]''' (Sultan Mataram ke 2, 1601-1613) menikah dengan Ratu Tulung Ayu dan Dyah Banowati / Ratu Mas Hadi (Cicit dari Raden Joko Tingkir & Ratu Mas Cempaka), menurunkan putra-putri 12 orang:
###### '''[[Sultan Agung|Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (1593-1645)]]''', Sultan Mataram ke 3 (1613-1645) menikah dengan Permaisuri ke 1 Kanjeng Ratu Kulon / Ratu Mas Tinumpak (putri Panembahan Ratu Cirebon ke 4 setelah Sunan Gunung Jati), permaisuri ke 2 Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan / Kanjeng Ratu Kulon mempunyai 9 orang putra-putri:
####### Raden Mas Sahwawrat / Pangeran Temenggong Pajang
####### Raden Mas Kasim / Pangeran Demang Tanpa Nangkil
####### Pangeran Ronggo Kajiwan
####### Gusti Ratu Ayu Winongan
####### Pangeran Ngabehi Loring Pasar
####### Pangeran Ngabehi Loring Pasar
####### '''[[Amangkurat I|Sunan Prabu Amangkurat Agung / Amangkurat I / Raden Mas Sayidin]]''' (Sultan Mataram ke 4, 1646-1677) wafat 13 Juli 1677 di Banyumas.
######## '''[[Amangkurat II|Sunan Prabu Mangkurat II / Sunan Amral / Raden Mas Rahmat]]''' (Sunan Kartasura ke 1, 1677-1703)
######### '''[[Amangkurat III|Sunan Prabu Amangkurat III]]''' (Sunan Kartasura ke 2, 1703-1705)
######## '''[[Pakubuwana I|Susuhunan Pakubuwono I / Pangeran Puger / Raden Mas Drajat]]''' (Sunan Kartasura ke 3, 1704-1719)
######### Raden Mas Sengkuk
######### '''[[Amangkurat IV|Prabu Amangkurat IV (Mangkurat Jawi)]] wafat 20 April 1726'''
########## '''[[Mangkunegara I|Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara]]''' (Mangkunegara I, 1757-1795)
########## Gusti Raden Ayu Suroloyo, di Brebes
########## Gusti Raden Ayu Wiradigda
########## Gusti Pangeran Hario Hangabehi
########## Gusti Pangeran Hario Pamot
########## Gusti Pangeran Hario Diponegoro
########## Gusti Pangeran Hario Danupaya
########## '''[[Pakubuwana II|Sri Susuhunan Pakubuwono II / Raden Mas Prabasuyasa]]''' (Sunan Surakarta ke 1, 1726-1742)
########## Gusti Pangeran Hario Hadinagoro
########## Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, Garwa Pangeran Hindranata
########## Gusti Raden Ajeng Kacihing, Dewasa Sedho
########## Gusti Pangeran Hario Hadiwijoyo
########## Gusti Raden Mas Subronto, Wafat Dalam Usia Dewasa
########## Gusti Pangeran Hario Buminoto
########## '''[[Hamengkubuwana I|Pangeran Hario Mangkubumi Hamengku Buwono I]]''' (Sultan Yogyakarta Ke 1, 1717-1792)
########## Sultan Dandunmatengsari
########## Gusti Raden Ayu Megatsari
########## Gusti Raden Ayu Purubaya
########## Gusti Raden Ayu Pakuningrat di Sampang
########## Gusti Pangeran Hario Cokronegoro
########## Gusti Pangeran Hario Silarong
########## Gusti Pangeran Hario Prangwadono
########## Gusti Raden Ayu Suryawinata di Demak
########## Gusti Pangeran Hario Panular
########## Gusti Pangeran Hario Mangkukusumo
########## Gusti Raden Mas Jaka
########## Gusti Raden Ayu Sujonopuro
########## Gusti Pangeran Hario Dipawinoto
########## Gusti Raden Ayu Adipati Danureja I
######### Pangeran Diposonto / Ki Ageng Notokusumo
######### Raden Ayu Lembah
######### Raden Ayu Himpun
######### Raden Suryokusumo
######### Pangeran Blitar
######### Pangeran Dipanegara Madiun
######### Pangeran Purbaya
######### Kyai Adipati Nitiadiningrat I Raden Garudo (groedo)
######### Raden Suryokusumo
######### Tumenggung Honggowongso / Joko Sangrib (Kentol Surawijaya)
######## Gusti Raden Ayu Pamot
######## Pangeran Martosana
######## Pangeran Singasari
######## Pangeran Silarong
######## Pangeran Notoprojo
######## Pangeran Satoto
######## Pangeran Hario Panular
######## Gusti Raden Ayu Adip Sindurejo
######## Raden Ayu Bendara Kaleting Kuning
######## Gusti Raden Ayu Mangkuyudo
######## Gusti Raden Ayu Adipati Mangkupraja
######## Pangeran Hario Mataram
######## Bandara Raden Ayu Danureja / Bra. Bendara
######## Gusti Raden Ayu Wiromenggolo / R.Aj. Pusuh
####### Gusti Raden Ayu Wiromantri
####### Pangeran Danupoyo/Raden Mas Alit
###### Pangeran Mangkubumi
###### Pangeran Bumidirja
###### Pangeran Arya Martapura / Raden Mas Wuryah (1605-1688)
###### Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari
###### Kanjeng Ratu Mas Sekar
###### Pangeran Bhuminata
###### Pangeran Notopuro
###### Pangeran Pamenang
###### Pangeran Sularong / Raden Mas Chakra (wafat Desember 1669)
###### Gusti Ratu Wirokusumo
####### Raden Ayu Jaya Winata (Raden Ayu Gajah Gede)
######## Raden Tumenggung Jaya Winata (Raden Tumenggung Gajah Cilik)
######### Raden Ayu Jayaningrat (Raden Ayu Gajah Teleno)
########## Raden Nganten Rangga Wanengpati
########### Raden Nganten Jagaresa
############ Raden Ngaten Prawirayuda
############# Raden Martasentana
############## Raden Marta Prawira
############### Raden Prawita (R.Prasetyodiatmono)
################ Prastuti Ari Murwani
################ Prastjarjani Sutjiati
################ Pramudyati Tri Kaeksi
################ Pracoyo Anggarjitono
################ Prastiwi Nur Rochani
################ Pratiknyo Andaryinto
################ Pranyoto Ruhoro
################ Pranowo Anjarwanto
################ Pramintarti Tyas Ening
################ Pramono Angudasmoro
################# Pratondho Bagus Hagnyo Asmoro
################# Prabowo Wisnu Dwiyono Asmoro
################# Pramudyo Aryo Pamungkas Asmoro
################# Prabaningtyas Raras Rinukti Asmoro
################ Pranastiti Andayani
################ Pramulatingsih Rumanti
############### Raden Nganten Sumilah
############### KRT. Sumardi Wedya Dipuro
############### Raden Sal Sulardi
####### Raden Ayu Ketib Grobogan
######## Raden Tumenggung Sonto Yudho I
######### Raden Tumenggung Sonto Yudho II
########## Kangjeng Kyai Wiro Yudho
########### Kangjeng Kyai Dipo Yudho
############ Nyai Mas MertoMenggolo
############# Nyai Mas Mangundipuro
###### Pangeran Pringoloyo
##### Gusti Raden Ayu Demang Tanpa Nangkil
##### Gusti Raden Ayu Wiramantri
##### Pangeran Adipati Pringgoloyo I (Bupati Madiun, 1595-1601)
##### Ki Ageng Panembahan Djuminah/Pangeran Djuminah/Pangeran Blitar I (Bupati Madiun, 1601-1613)
##### Pangeran Adipati Martoloyo / Raden Mas Kanitren (Bupati Madiun 1613-1645)
##### Pangeran Tanpa Nangkil
#### Pangeran Ronggo
#### Nyai Ageng Tumenggung Mayang menikah dengan Kyai Ageng Tumenggung Mayang berputra 1 orang:
##### Raden Pabelan (wafat 1587)
#### Pangeran Hario Tanduran
#### Nyai Ageng Tumenggung Jayaprana
#### Pangeran Teposono
#### Pangeran Mangkubumi
##### Adipati Sukawati
##### Bagus Petak Madiun
#### Pangeran Singasari/Raden Santri
##### Pangeran Blitar
#### Raden Ayu Kajoran
#### Pangeran Gagak Baning (Adipati Pajang, 1588-1591)
#### Pangeran Pronggoloyo
#### Nyai Ageng Haji Panusa, ing Tanduran
#### Nyai Ageng Panjangjiwa
#### Nyai Ageng Banyak Potro, ing Waning
#### Nyai Ageng Kusumoyudo ing Marisi
#### Nyai Ageng Wirobodro, ing Pujang
#### Nyai Ageng Suwakul
#### Nyai Ageng Mohamat Pekik ing Sumawana
#### Nyai Ageng Wiraprana ing Ngasem
#### Nyai Ageng Hadiguno ing Pelem
#### Nyai Ageng Suroyuda ing Kajama
#### Nyai Ageng Mursodo ing Silarong
#### Nyai Ageng Ronggo ing Kranggan
#### Nyai Ageng Kawangsih ing Kawangsen
#### Nyai Ageng Sitabaya ing Gambiro
### Ki Ageng Karatongan
 
== Papali Ki Ageng Sela Sebagai Perintis Kesultanan Mataram ==
Ki Ageng Sela merupakan tokoh yang memiliki pengaruh besar pada masyarakat. Ia memiliki suatu ajaran yang diikuti oleh masyarakat secara luas pada masanya. Ajaran itu adalah ajaran tentang filsafat hidup dan keagamaan. Sebagaimana tradisi pengajaran di tanah Jawa para santri Ki Ageng Sela mencatat dan menuliskan ajaran-ajaran yang disampaikan olehnya. Tulisan-tulisan selanjutnya menjadi pemikiran utama Ki Ageng Sela yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan ''Papali Ki Ageng Sela''.
 
Papali adalah larangan atau nasihat seorang guru kepada muridnya terkait dengan hal-hal yang dianjurkan untuk dijauhi. Nasihat lisan tersebut ditulis dan dikumpulkan oleh murid-muridnya menggunakan bahasa Jawa dalam bentuk tembang macapat. Papali Ki Ageng Sela tersebut mengajarkan tentang kesusilaan, kebatinan, dan keagamaan. Dalam merumuskan ajarannya Ki Ageng Sela menggunakan pendekatan filsafat Jawa seperti yang pernah diterapkan oleh para wali sebelumnya.
Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan [[Bondan Kejawan|Raden Bondan Kejawan]] putra [[Bhre Kertabhumi]]. Tokoh utama Perintis Kesultanan Mataram adalah '''[[Ki Ageng Pamanahan]], [[Ki Juru Martani]]''' dan '''[[Ki Panjawi]]''' mereka bertiga dikenal dengan '''"Tiga Serangkai Mataram"''' atau istilah lainnya adalah '''"Three Musketeers from Mataram"'''. Disamping itu banyak perintis lainnya yang dianggap berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram seperti: [[Bondan Kejawan]], [[Ki Ageng Wonosobo]], [[Ki Ageng Getas Pandawa]], [[Nyai Ageng Ngerang]] dan [[Ki Ageng Ngerang]], [[Ki Ageng Made Pandan]], [[Ki Ageng Saba]], [[Ki Ageng Pakringan]], Ki Ageng Sela, [[Ki Ageng Enis]] dan tokoh lainnya dari keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram yang mewarisi nama besar keluarga keturunan [[Brawijaya]] majapahit yang keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama '''Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai Gede, Nyai Ageng''' yang memiliki arti: ''tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat''.
 
=== Isi papali ===
Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dianggap sebagai perintis Kesultanan Mataram yaitu:
Papali Ki Ageng Sela ini dituturkan oleh sesepuh di desa Sela yaitu Ki Pariwara mengatakan; hendaknya pesan ini dihargai karena akan membawa berkah bagi yang melaksanakan. Dan juga akan membuat selamat serta segar bugar. Kalau istilah zaman sekarang, sehat sejahtera, jauh dari segala kesulitan.
 
{{cquote|''Eh ta kulup dèn kaparèng ngarsi, kawruhanmu nora endah-endah, ngèlmu kang sun imanakên, amung piwulangipun, eyang Ki Agêng Sela linuwih. Nyatane wus anyata, cihnane linuhung, kang mangkoni tanah Jawa, datan liya têdhake Jêng Kiyai Sela, lah iki piyarsakna.''
* '''Fakta 1''': Tokoh-tokoh perintis tersebut adalah keturunan ke 1 sampai dengan ke 6 raja Majapahit terakhir '''[[Bhre Kertabhumi]] yang bergelar [[Brawijaya]] V''', yang sudah dapat dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap Kerajaan yang memerintah maupun terhadap masyarakat luas;
* '''Fakta 2''': Tokoh-tokoh tersebut adalah keturunan Silang/Campuran dari Walisongo beserta leluhurnya yang terhubung langsung kepada Imam '''[[Husain bin Ali]]''' bin '''[[Abu Thalib]]''', yang sudah dapat dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam) berikut ilmu pemerintahan ala [[khilafah]] / kekhalifahan islam jajirah Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka juga sering berdakwah dari daerah satu ke daerah lainnya dengan mendirikan banyak Masjid, Surau dan Pesantren;
* '''Fakta 3''': Para perintis tersebut pada dasarnya adalah '''"Misi"''' yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk '''para Al-Maghrobi''' yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.
* '''Fakta 4''': Suksesi [[Kesultanan Demak]] ke [[Kesultanan Pajang]] kemudian menjadi [[Kesultanan Mataram]] pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten, di luar adanya perebutan kekuasaan.
<br />
Dengan demikian dari keempat fakta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.
 
''Papali iki ajinên ambêrkahi, tur salamêt sêgêr kawarasan, papali iki mangkene; aja agawe angkuh, aja ladak, aja ajail, aja manah surakah, lan aja calimut, lan aja guru-alêman. aja jail wong jail pan gêlis mati, aja amanah ngiwa, aja saèn dèn wêdi ing isin. Ya wong urip ywa ngagungkên awak, wong urip pinèt baguse, aja lali abagus. Bagus iku dudu mas picis, pan dudu sasandhangan, dudu rupa iku. wong bagus pan ewuh pisan, sapapadha wong urip pan padha asih, pêrak ati warnanya.''}}
== Legenda ==
[[Berkas:Ki-Selo.jpg|jmpl|ka|200px|Ki Ageng Selo]]
Kisah hidup Ki Ageng Sela pada umumnya bersifat legenda menurut naskah-naskah babad, yang dipercaya sebagian masyarakat [[Jawa]] benar-benar terjadi.
 
Terjemahan:
Ki Ageng Sela disebutkan pernah mendaftar sebagai perwira di [[Kesultanan Demak]]. Ia berhasil membunuh seekor banteng sebagai persyaratan seleksi, namun ngeri melihat darah si banteng. Akibatnya, Sultan menolaknya masuk ketentaraan [[Demak]]. Ki Ageng Sela kemudian menyepi di desa Sela sebagai petani sekaligus guru spiritual. Ia pernah menjadi guru [[Jaka Tingkir]], pendiri [[Kesultanan Pajang]]. Ia kemudian mempersaudarakan [[Jaka Tingkir]] dengan cucu-cucunya, yaitu [[Ki Juru Martani]], [[Ki Ageng Pemanahan]], dan Ki Panjawi.
 
{{cquote|''Ketahuilah engkau, bukan hal yang muluk-muluk, ilmu yang aku percayakan, hanya ajarannya Eyang Ki Ageng Sela yang terpuji. Nyatanya sudah terbukti, tanda luhurnya, yang membimbing tanah Jawa, tidak lain anak turunannya Jeng Kyai Sela, nah ini dengarkanlah.
Ki Ageng Sela juga pernah dikisahkan menangkap petir ketika sedang bertani. Petir itu kemudian berubah menjadi seorang kakek tua yang dipersembahkan sebagai tawanan pada [[Kesultanan Demak]]. Namun, kakek tua itu kemudian berhasil kabur dari penjara. Untuk mengenang kesaktian Ki Ageng Sela, pintu masuk [[Masjid Agung Demak]] kemudian disebut Lawang Bledheg (pintu petir), dengan dihiasi ukiran berupa ornamen tanaman berkepala binatang bergigi runcing, sebagai simbol petir yang pernah ditangkap Ki Ageng. Bahkan, sebagian masyarakat [[Jawa]] sampai saat ini apabila dikejutkan bunyi petir akan segera mengatakan bahwa dirinya adalah cucu Ki Ageng Sela, dengan harapan petir tidak akan menyambarnya.
 
''Papali ini hargailah karena memberkati dan juga membuat selamat segar bugar, papali ini seperti ini; jangan berbuat angkuh, jangan ladak, jangan jahil, jangan berhati serakah, dan jangan celimutan, dan jangan memburu pujian, jangan jahil karena orang jahil cepat mati, juga jangan berhati kepada keburukan, jangan tak tahu malu yang takut akan rasa malu, juga orang hidup jangan menganggap besar diri, orang hidup carilah bagusnya, jangan lupa memperbagus (diri), yang disebut bagus bukan karena banyak emas dan uang, sungguh bukan karena pakaian, bukan dalam rupa (penampilan), orang bagus di sini sungguh sulit sekali, sesama orang hidup semua mengasihi, maksudnya semua dekat hatinya.''}}
Ki Ageng Sela meninggalkan warisan berupa ajaran moral yang dianut keturunannya di [[Mataram]]. Ajaran tersebut berisi larangan-larangan yang harus dipatuhi apabila ingin mendapatkan keselamatan, yang kemudian ditulis para pujangga dalam bentuk syair [[macapat]] berjudul ''Pepali Ki Ageng Sela''.
 
== Bacaan lanjutanReferensi ==
=== Kutipan ===
* [[Penyebaran Islam di Nusantara]]
{{reflist|2}}
* [[Ahmad al-Muhajir|Imam Leluhur Seikh dan Wali Nusantara]]
=== Bacaan lanjutan ===
* [[Husain bin Ali|Jalur Keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Husain bin Ali]]
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. 2007. (terjemahanterj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
* Abdul Rakhim, dkk. 2019. ''Ki Ageng Selo Sang Penakluk Petir''. Grobogan: Hanum Publisher
* Moedjianto. 1987. ''Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram''. Yogyakarta: Kanisius
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
* Purwadi. 2007. ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [https://www.airbnb.es/rooms/1172338|Makam Makam Ki Ageng Selo]
* {{id}} [http://www.babadbali.com/babad/silsilah.php?id=550931&pr=babadpage|Silsilah Silsilah Ki Ageng Selo / Bagus Sunggam dalam Babad Jawa versi Mangkunegaran]
* {{id}} [http://kanzunqalam.com/2010/08/31/maulana-husain-pelopor-dakwah-nusantara/ Maulana Pelopor Dakwah Nusantara]
* {{id}} [http://www.karatonsurakarta.com/sejarah.html Sejarah Singkat Keraton-Keraton Lama Jawa]
* {{en}} [http://www.royalark.net/Indonesia/solo2.htm The Kartasura Dinasty - Genealogy, Christopher Buyers, October 2001 - September 2008]
 
{{start box}}
{{s-ach}}
{{succession box |
before=[[Ki Ageng Getas Pandawa]] |
title=[[Perintis Kesultanan Mataram]] |
years=1478-1587 |
after=[[Ki Ageng Enis]]
}}
{{end box}}
 
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:KesultananTokoh Mataramdari Grobogan]]
[[Kategori:Tokoh Kesultanandari MataramSurakarta]]