Angulimala: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20240109)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
(53 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{About|tokoh BuddhaBuddhis||Angulimala (disambiguasi)}}
{{short description|Tokoh penting dalam Buddhisme awal}}
{{Infobox religious biography
Baris 56:
| bo-Latn = Sor mo phreng ba
| vi =
| id = [[arti harfiah]]: "KalungUntaian Jari"
}}
'''Angulimala''' ([[Bahasa Pāli]]; <small>artinya</small> 'kalunguntaian jari'){{sfn|Buswell|Lopez|2013}}{{sfn|Gombrich|2006|p=135 n.1}} adalah salah satu tokoh penting dalam [[agama Buddha]], terutama dalam tradisi [[Theravada|Theravāda]]. Ia digambarkan sebagai perampok bengis yang sepenuhnya bertobat setelah mengikuti ajaran [[Buddha Gautama|Sang Buddha]],. danKisahnya menjadi contoh terkemuka dalam hal pertobatan dan menunjukkancontoh kecakapan Sang Buddha sebagai guru. Angulimala dipandang oleh umat Buddha sebagai pelindung bagi wanita yang sedang melahirkan, dan diasosiasikandikaitkan dengan kesuburan di [[Asia Selatan]] dan [[Asia Tenggara|Tenggara]].
 
Cerita Angulimala dapat ditemukan pada sejumlah pustaka berbahasa [[Pāli]], [[Sanskerta]], [[bahasa Tibet|Tibet]], dan [[bahasa Tionghoa|Tionghoa]]. Angulimala lahir dengan nama Ahiṃsaka. Ia tumbuh sebagai pemuda cerdas di [[Sawati]], dan saat bersekolah, ia menjadi murid kesayangan guru. Karena teman-temannya iri, ia dijebak agar diusir gurunya. Dalam upaya menyingkirkan Angulimala, sang guru memberinya misi berbahaya, yaitu mengumpulkan seribu jari manusia sebagai syarat menamatkan pendidikan. Dalam upaya menuntaskan misi tersebut, Angulimala akhirnya menjadi perampok keji, membunuh banyak orang, dan menyebabkan seluruh warga desa mengungsi. Peristiwa tersebut menyebabkan [[Pasenadi|Raja Pasenadi]] dari [[Kosala]] mengirim tentara untuk menangkapnya. Sementara itu, ibu Angulimala berniat turun tangan, yang membuatnya nyaris dibunuh oleh Angulimala. Sang Buddha mencegah hal itu terjadi dengan memakai kesaktian dan ajarannya untuk membawa Angulimala ke jalan yang benar. Angulimala kemudian menjadi pengikut Buddha, dan menjadi seorang [[biksu|bhikkhu]] di bawah bimbingan Sang Buddha, sehingga mengejutkan raja dan masyarakat. Meskipun telah bertobat, para penduduk desa masih marah dengan apa yang telah dilakukan oleh Angulimala, tetapi keadaan membaik saat Angulimala menolong seorang ibu yang sedang melahirkan dengan sebuah [[sacca-kiriya|tindak kebajikan]].
Baris 65:
 
== Sumber pustaka dan epigrafi ==
[[Berkas:Buddhaghosa with three copies of Visuddhimagga.jpg|jmpl|[[Buddhaghoṣa]], (komentatorsalah satu pengulas kisah Angulimala dari abad ke-5 M; ia digambarkan di bagian kanan)]]
 
Cerita Angulimala sangat dikenal dalam tradisi Buddhis, terutama [[Theravada|Theravāda]].{{sfn|Thompson|2015|p=161}} Dua naskah dalam [[kanon Pali|pustaka Buddhis]] ber[[bahasa Pali]] mencatat kisah Angulimala dengan Sang Buddha dari pertemuan pertama mereka hingga pertobatan Angulimala, dan diyakini merupakan versi tertua dari cerita tersebut.{{sfn|Gombrich|2006|p=137}}{{sfn|Thompson|2015|p=162}}{{refn|group=note|Sebagai perbandingan, {{As of|1994|post=, |lc=yes}} para cendekiawan memperkirakan Sang Buddha hidup antara abad ke-5 dan ke-4 SM.{{sfn|Norman|1994|p=39}}}} Naskah pertama adalah [[Theragatha|Theragathā]] (kemungkinan merupakan karya yang tertua),{{sfn|Thompson|2015|p=161}} dan yang kedua adalah [[Sutta Angulimala|Sutta Aṅgulimāla]] dalam [[Majjhima Nikaya|Majjhima Nikāya]].{{sfn|Wilson|2016|p=285}} Kedua naskah tersebut memberikan uraian singkat tentang pertemuan Angulimala dengan Sang Buddha, dan tak mencatat berbagai kisah latar belakang yang kemudian digabungkan ke dalam cerita tersebut (seperti Angulimala menyatakan sumpah kepada gurunya).{{sfn|Wilson|2016|p=288}}{{sfn|Thompson|2015|p=161}} Selain naskah-naskah Pāli, kehidupan Angulimala juga disebutkan dalam naskah ber[[bahasa Tibet]] dan [[bahasa Tionghoa|Tionghoa]], yang bermula dari [[Sanskerta]].{{sfn|Wilson|2016|p=288}}{{sfn|Thompson|2015|p=162}} Kumpulan cerita Sanskerta berjudul [[Āgama (Buddhisme)#Saṃyukta Āgama|Saṃyuktāgama]] dari mazhab [[Mulasarwastiwada|Mūlasārwastiwāda]] kuno telah [[Taishō Shinshū Daizōkyō|diterjemahkan ke dalam dua naskah Tionghoa]] (pada abad ke-4 sampai ke-5 Masehi) oleh mazhab [[Sarwāstiwāda]] dan [[Kāśyapīya]] kuno, dan juga memuat berbagai versi dari cerita tersebut.{{sfn|Zin|2005|page=707}}{{sfn|Thompson|2015|p=162}}{{sfn|Analayo|2008|p=135}} Sebuah naskah yang diterjemahkan ke bahasa Tionghoa dari naskah Sanskerta [[Ekottara Agama|Ekottara Agāma]] oleh mazhab [[Mahasamghika|Mahāsaṃghika]] juga diketahui. Selain itu, tiga naskah Tionghoa lainnya yang berkisah tentang Angulimala juga ditemukan, yang tak diketahui asal usulnya tapitetapi berbeda dengan tiga naskah Tionghoa pertama.{{sfn |Bareau |1986 |page=655 }}
 
Selain naskah-naskah kuno tersebut, ada juga kisah tambahan berikutnya, yang muncul dalam komentarulasan tentang [[Majjhima Nikāya]] yang diatributkandiatribusikan kepada [[Buddhaghosa]] (abad ke-5 M), dan komentarulasan tentang Theragathā yang diatributkandiatribusikan kepada [[Dhammapala|Dhammapāla]] (abad ke-6 M).{{sfn|Wilson|2016|p=288}} Dua komentarulasan tersebut tampaknya tidak dibuat sendiri-sendiri: Dhammapāla tampaknya telah menyalin atau hampir menafsirkan tulisan Buddhaghosa, meskipun menambahkan penjelasan tentang sejumlah inkonsistensi.{{sfn|Gombrich|2006|p=137}}{{sfn|Thompson|2015|p=162}} Kisah terawal tentang kehidupan Angulimala menekankan sifat kejamnya dan menyandingkannya dengan sifat damai Sang Buddha. Kisah-kisah berikutnya dimaksudkan untuk menambahkan detail dan mengklarifikasi hal-hal yang tak sesuai dengan ajaran Buddha.{{sfn|Thompson|2017|page=176}}
 
Sebagai contoh, suatu masalah yang mungkin menimbulkan pertanyaan adalah perubahan mendadak dari seorang pembunuh menjadi murid tercerahkan; kisah-kisah berikutnya mencoba untuk menjelaskan hal tersebut.{{sfn |Bareau |1986 |page=654 }} Namun, kisah-kisah berikutnya juga mencantumkan berbagai mukjizat dengan sejumlah detail peristiwa yang cenderung mengalihkan maksud utama cerita.{{sfn|Analayo|2008|p=147}} Pustaka-pustaka [[Pāli]] kuno ({{lang-pi|sutta|italic=yes}}) tak menjelaskan alasan atas tindakan Angulimala, selain kekejaman belaka.{{sfn|Gombrich|2006|p=136}} Sejumlah naskah pada masa berikutnya menunjukkan usaha para cendekiawan untuk "memperbaiki" karakter Angulimala, menjadikannya tampak sebagai manusia yang pada dasarnya baik tapitetapi terjebak oleh keadaan, daripada sekadar pembunuh keji semata.{{sfn|Gombrich|2006|p=141}}{{sfn|Kosuta|2017|p=36}} Selain ''sutta'' dan ''paritta'', ada pula kisah-kisah [[Jātaka]], [[Milindapanha|Milindapañhā]], dan sebagian [[vinaya Pitaka|peraturan bagi biksu dan biksuni]] yang berkaitan dengan Angulimala, serta kronik [[Mahawamsa|Mahāwaṃsa]] pada masa berikutnya.{{sfn|Thompson|2015|pp=161–2}}
 
Naskah-naskah pada masa berikutnya dalam berbagai bahasa yang berkaitan dengan kehidupan Angulimala meliputi naskah [[Awadāna]] berjudul Sataka,{{sfn|Malalasekera|1960}} serta kumpulan cerita berikutnya yang berjudul ''Kisah tentang Orang Bijaksana dan Orang Dungu'', yang tersedia dalam [[bahasa Tibet]] dan [[bahasa Tionghoa|Tionghoa]].{{sfn|Analayo|2008|p=140}} Ada pula catatan perjalanan para peziarah Tionghoa yang menyebut Angulimala secara singkat.{{sfn|Brancaccio|1999|page=105}} Selain uraian kehidupan Angulimala, terdapat pustaka [[Mahāyāna]] berjudul [[Sūtra Aṅgulimālīya]], yang berisi ceramah Buddha Gautama kepada Angulimala. Ini adalah salah satu [[Sūtra Tathāgatagarbha]], sekelompok pustaka yang menjelaskan tentang [[sifat kebuddhaan]].{{sfn|Buswell|Lopez|2013}}{{sfn|Thompson|2015|p=164}} Terdapat ''[[sūtra]]'' lain dengan judul yang sama, merujukyang kepadadisebut-sebut dalam berbagai naskah Tionghoa, yang dipakai untuk mendukung pantangan umat Buddha dalam mengkonsumsi minuman beralkohol. Namun, naskah tersebut tak ditemukan.{{sfn|Wang-Toutain|1999|p=101{{en dash}}2, 105, 112{{en dash}}5}} Selain bukti tekstual, bukti [[epigrafi]] kuno juga ditemukan. Salah satu relief kuno yang menggambarkan Angulimala dibuat sekitar abad ke-3 SM.{{sfn|Zin|2005|p=709}}
 
== Cerita ==
=== Kelahiran sebelumnya ===
Berbagai pustaka mengisahkan kehidupan masa lampau sebelum Angulimala lahir dan bertemu Buddha Gautama. Pada [[Kelahiran kembali (Buddha)|kehidupan sebelumnya]], ia lahir sebagai raja pemakan manusia yang berubah menjadi ''[[yaksa]]'' (sejenis siluman; {{lang-pi|yakkha|italic=yes}}, sejenis siluman; {{lang-sa|yakṣa|italic=yes}}),{{sfn|Wilson|2016|p=286}}{{sfn|Barrett|2004|page=180}} yang tercatat dalam sejumlah pustaka dengan nama [[Saudasa|Saudāsa]].{{sfn|Zin |2005|page=706}} Saudāsa mulai gemar menyantap daging manusia setelah dihidangkan daging jenazah bayi. Setelah ketagihan, rakyatnya mulai mengkhawatirkan keselamatan anak-anak mereka sehingga ia diusir dari kerajaannya sendiri.{{sfn|Barrett|2004|page=181}}{{refn|group=note|Kisah tentang penyantapan jenazah bayi hanya ditemukan dalam satu kisah versi Tionghoa, dan ditulis untuk mengkritik praktik semacam itu yang terjadi di Tiongkok pada abad ke-5.{{sfn|Barrett|2004|page=181}}}} Setelah berubah menjadi siluman, Saudāsa bertemu seorang dewa yang berjanji dapat memulihkan status Saudāsa sebagai raja jika ia berhasil mengurbankan seratus raja.{{sfn|Barrett|2004|page=180}} Ketika 99 raja telah dikurbankan, raja ke-100 yang bernama Sutasoma berhasil mengubah pikiran Saudāsa, menjadikannya orang yang religius dan membuatnya berhenti melakukan tindak kekerasan. Dalam pustaka, Sutasoma diidentifikasikan sebagai [[bodhisatwa|bakal Buddha Gautama]],{{sfn|Barrett|2004|page=180}}{{sfn|Zin |2005|page=706}} dan Saudāsa sebagai bakal dari Angulimala.{{sfn|Wilkens|2004|p=169}}
 
Namun, menurut Ekottara Agāma, pada kehidupan sebelumnya, Angulimala adalah seorang putra mahkota yang bersifat baik sehingga membuat iri para musuhnya. Sebelum menghembuskan nafas terakhir di tangan musuh-musuhnya, ia bersumpah akan membalas dendam, dan mencapai [[Nirwana (Buddha)|Nirwana]] di bawah bimbingan seorang guru, pada kehidupan berikutnya. Versi tersebut kesannya memberikan pembenaran atas tindak pembunuhan yang dilakukan Angulimala.{{sfn |Bareau |1986 |pp=656{{en dash}}7}}
 
=== Masa muda ===
[[Berkas:Taxila2.jpg|Reruntuhan [[Taxila]], sekarang di Pakistan. Taxila adalah tempat Angulimala berguru.|jmpl]]
Menurut sebagian besar pustaka, Angulimala lahir di [[Sawati|Sāwatī]] (sekarang di [[Uttar Pradesh]], [[India]]),{{sfn|Zin |2005|page=706}}{{refn|group=note|Menurut dua teks Tionghoa kuno, Angulimala lahir di [[Magadha]] atau [[Anga|Aṅga]], dan Raja Pasenadi sama sekali tak disebutkan.{{sfn|Zin|2005|page=707}}{{sfn |Bareau |1986 |page=655 }}}} dalam keluarga [[brahmin|brahmana]] (agamawan) dari klan [[Garga|Gagga]]. Ayahnya bernama Bhaggava, seorang pendeta yang mengabdi pada [[Pasenadi|Raja Pasenadi]], [[penguasa monarki|penguasa]] [[Kosala]] sedangkan ibunya bernama Mantānī.{{sfn|Malalasekera|1960}} Menurut [[atthakatha|kitab-kitab ulasan]], sejumlah pertanda yang mengiringi kelahiran anak tersebut (senjata-senjata mengeluarkan cahaya dan kemunculan "rasi bintang maling" di langit){{sfn|Malalasekera|1960}} memberi isyarat bahwa ia akan menjadi penjahat.{{sfn|Wilson|2016|p=286}}{{sfn|Gombrich|2006|p=138}} Saat ayahnya menafsirkan pertanda-pertanda tersebut, sang raja bertanya apakah anak tersebut akan menjadi perampok tunggal atau memimpin kelompok penjahat. Setelah Bhaggava menjawab bahwa ia akan menjadi perampok tunggal, raja memutuskan untuk membiarkannya hidup.{{sfn|Gombrich|2006|p=138}}
 
[[Buddhaghosa]] menyatakan bahwa sang ayah menamai anaknya Ahiṃsaka, yang artinya 'orang tak berbahaya'.{{sfn|Malalasekera|1960}} Ini berasal dari kata ''[[Ahimsa|ahiṃsa]]'' (tanpa kekerasan), karena tak ada orang yang tersakiti pada masa kelahirannya, meskipun ada pertanda-pertanda buruk.{{sfn|Buswell|Lopez|2013}} Menurut ulasan dari [[Dhammapāla]], awalnya ia dinamai Hiṃsaka ('orang berbahaya') oleh sang raja yang khawatir, tapitetapi nama tersebut kemudian diganti.{{sfn|Malalasekera|1960}}
 
Saat dewasa, Ahiṃsaka menjadi orang yang tampan, cerdas, dan berperilaku baik.{{sfn|Wilson|2016|p=286}}{{sfn|Zin |2005|page=707}} Sebagai pengakuan atas prestasi akademiknya yang luar biasa dan latar belakang keluarganya dari [[Brahmana]] yang terhormat, ia terpilih masuk ke [[Universitas Taxila kuno|Universitas Taxila]] yang tersohor. Selain itu, ia diberi hak istimewa untuk belajar di bawah bimbingan guru terkemuka, Acariya Disapamuk.{{sfn|Kumarasiri|2004|p=8}} Di sana, ia unggul dalam pelajaran dan menjadi murid kesayangan gurunya, serta mendapatkan hak-hak khusus di rumah gurunya. Namun, murid-murid yang lain menjadi iri dengan kemampuan Ahiṃsaka dan berusaha agar ia dimusuhi guru.{{sfn|Malalasekera|1960}} Akhirnya, mereka menuduh Ahiṃsaka menggoda istri gurunya.{{sfn|Wilson|2016|p=286}} Karena tak berniat atau tak dapat menyerang Ahiṃsaka secara langsung,{{refn|group=note|[[Dhammapala|Dhammapāla]] menyatakan bahwa Ahiṃsaka "sekuat tujuh gajah", sementara pustaka lain menyatakan bahwa sang guru khawatir reputasinya akan jatuh jika diketahui bahwa ia membunuh murid.{{sfn|Zin |2005|page=708}}{{sfn|Gombrich|2006|pp=138–9}}}} sang guru berkata bahwa pendidikan Ahiṃsaka sebenarnya hampir selesai, tapitetapi ia harus memberikan tanda terima kasih kepada gurunya, sebelum sang guru menyatakan kelulusannya. Sebagai pembayaran, sang guru meminta seribu jari manusia, masing-masing diambil dari orang yang berbeda, karena berpikir bahwa Angulimala pasti terbunuh dalam upaya memenuhi permintaan yang mengerikan itu.{{sfn|Malalasekera|1960}}{{sfn|Zin |2005|page=707}}{{refn|group=note|Beberapa versi cerita menyebut ratusan jari, sementara sumber lain menyebut ribuan.{{sfn|Zin |2005|page=708}}{{sfn|Analayo|2008|p=141}} Dhammapāla menyatakan bahwa Angulimala diwajibkan untuk mengambil seribu jari dari tangan kanan saja,{{sfn|Gombrich|2006|p=139}} tampaknya tak menyadari bahwa itu dapat dicapai dengan membunuh 200 orang,{{sfn|Gombrich|2006|p=139}} atau dengan mengambil jari-jari dari jenazah.{{sfn|Thompson|2017|p=176}} Di sisi lain, [[Buddhaghosa]] menyatakan bahwa Angulimala dikisahkan "membunuh seribu kaki," dan hanya mengumpulkan jari-jari sebagai alat bantu agar hitungannya akurat.{{sfn|Gombrich|2006|p=142}}}} Menurut Buddhaghosa, Ahiṃsaka menentangnya, dengan berkata bahwa ia berasal dari keluarga baik-baik, tapitetapi sang guru membujuknya.{{sfn|Gombrich|2006|p=139}} Namun, menurut sumber-sumber lain, Ahiṃsaka tak menentang perintah gurunya.{{sfn|Wilson|2016|p=286}}
 
Dalam versi lain diceritakan bahwa istri gurunya berniat untuk menggoda Ahiṃsaka. Karena Ahiṃsaka menolak, ia menjadi tak senang dan berkata kepada suaminya bahwa Ahiṃsaka telah berusaha untuk menggodanya. Kemudian kisah tersebut berlanjut ke jalan cerita yang sama.{{sfn|Buswell|Lopez|2013}}{{sfn|Zin |2005|page=707}}
Baris 93:
=== Hidup sebagai perampok ===
[[Berkas:015 Angulimala (9140566999).jpg|jmpl|ka|200px|Relief Angulimala sedang mengejar sang Buddha, dari kuil [[Wat Maisuwankiri]] di [[Distrik Tumpat|Tumpat]], [[Malaysia]].]]
Setelah diperintahkan oleh gurunya, akhirnya Angulimala menjadi seorang penyamun, berdiam di ngarai di tengah hutan bernama Jālinī, untuk mengintai orang-orang berlalu lalang, lalu membunuh atau melukai mereka.{{sfn|Lamotte|1988|p=22}}{{sfn|Malalasekera|1960}}{{sfn|Wilson|2016|p=286}} Ia masyhur akan kecakapannya dalam membegal para korbannya.{{sfn|Wiltshire |1984|page=91}} Setelah orang-orang menghindari jalur tersebut, ia memasuki pemukiman dan menyeret warga dari rumah mereka untuk dibunuh. Akhirnya seluruh warga mengungsi.{{sfn|Malalasekera|1960}}{{sfn|Gombrich|2006|p=139}} Ia tak pernah merampas baju atau perhiasan dari para korbannya, melainkan hanya jari-jari mereka saja.{{sfn|Gombrich|2006|p=139}} Sebagai pengingat berapa jumlah korban yang didapatkan, ia menguntai jari-jari tersebut lalu menggantungnya di pohon. Namun, karena sisa daging pada jari-jari tersebut menjadi incaran burung-burung, ia mengenakannya seperti sebuah [[upawita|"kalung"]]. Akhirnya ia dikenal sebagai ''Angulimala'', yang artinya 'kalung jari' atau 'untaian jari'.{{sfn|Buswell|Lopez|2013}}{{sfn|Gombrich|2006|p=139}} Dalam beberapa relief, ia digambarkan mengenakan hiasan kepala dari jari, bukan kalung.{{sfn|Brancaccio|1999|pp=108–12}}
 
=== Bertemu Sang Buddha ===
[[Berkas:Angulimala.jpg|kiri|jmpl|Lukisan di sebuah wihara di [[Sravasti]], [[India]], yang menggambarkan Angulimala sedang mencoba mengejar Buddha Gautama.]]
Para penduduk desa yang masih hidup akhirnya mengungsi dari wilayah tersebut, dan mengeluh kepada [[Pasenadi]], raja [[Kosala]].{{sfn|Wilson|2016|pp=293–4}}{{sfn|Gombrich|2006|p=140}} Pasenadi menanggapinya dengan mengirim 500 prajurit untuk memburu Angulimala.{{sfn|Loy|2009|p=1246}} Sementara itu, orang tua Angulimala mendengar kabar bahwa Pasenadi memburu seorang penjahat. Karena Angulimala lahir dengan pertanda-pertanda buruk, mereka berpikir bahwa yang diburu pasti dia. Kendati ayahnya tidak mau ikut campur,{{refn|group=note|Buddhaghosa berkata bahwa ia tak peduli, sementara Dhammapāla berkata bahwa ia meyakini bahwa ia "tak berguna untuk putra semacam itu".{{sfn|Gombrich|2006|p=140}}}} ibunya tetap cemas.{{sfn|Wilson|2016|pp=293–4}}{{sfn|Gombrich|2006|p=140}}{{refn|group=note|Ahli agama Buddha [[André Bareau]] dan teolog John Thompson berpendapat bahwa kisah ibunya yang berniat untuk ikut campur merupakan tambahan pada cerita aslinya, tapitetapi cendekiawan kajian Asia Monika Zin menyatakan bahwa ibunya telah muncul dalam [[seni rupa Buddhis]] awal.{{sfn|Zin |2005|page=708}}{{sfn|Thompson|2015|p=163}}}} Karena mengkhawatirkan keselamatan putranya, ia memutuskan untuk menemukan Angulimala, agar dapat memberi tahu niat sang raja, serta mengajak putranya pulang.{{sfn|Thompson|2015|p=163}}{{sfn|Wilson|2016|p=286}} MelaluiMenurut Buddhaghosa, dengan menggunakan mata batin ({{lang-pi|abhiñña|italic=yes}}), Sang Buddha mengetahui bahwa Angulimala telah menjagal 999 orang, dan bersusah payah mendapatkan yang ke-1000.{{sfn|Wilson|2016|p=298 n.30}}{{refn|Namun, menurut beberapa versi, Sang Buddha mendengar tentang Angulimala dari para biarawan, yang datang untuk mengumpulkan [[amal]] dan melihat para penduduk desa yang berkeluh kesah di istana [[Pasenadi]].{{sfn |Bareau |1986 |p=656 }}|group=note}} Jika Sang Buddha mendatangi Angulimala pada hari itu, Angulimala akan menjadi [[biksu]], lalu meraih ''abhiñña''.{{sfn|Wilson|2016|p=298 n.30}} Namun, jika Angulimala malah membunuh ibunya, sang ibu akan menjadi korban ke-1000, sementara Angulimala tak akan terselamatkan,{{sfn|Buswell|Lopez|2013}}{{sfn|Gombrich|2006|p=140}} karena menurut ajaran Buddha, pembunuhan terhadap ibu sendiri diyakini sebagai salah satu dari [[anantarika-karma|lima macam karma terburuk]] yang dapat dilakukan seseorang.{{sfn|Kosuta|2017|pp=40–1}}{{sfn|Analayo|2008|p=146}}
 
Sang Buddha memutuskan untuk mendatangi Angulimala,{{sfn|Malalasekera|1960}} meskipun diperingati oleh para warga desa agar mengurungkan niatnya.{{sfn|Gombrich|2006|p=136}}{{sfn|van Oosten |2008 |page=251 }} Di tengah jalan yang menembus hutan Kosala, mula-mula Angulimala melihat ibunya.{{sfn|Buswell|Lopez|2013}} Menurut beberapa versi cerita, ia jadi teringat kembali akan ibunya yang dulu senantiasa menyediakan makanan untuknya.{{sfn|Thompson|2017|p=183}} Namun, setelah melakukan pertimbangan, ia memutuskan untuk menjadikan ibunya sebagai korban ke-1000. Namun saat Sang Buddha juga datang, ia memilih Sang Buddha sebagai pengganti ibunya. Setelah menghunus pedang, ia berlari ke arah Sang Buddha. MeskipunBerdasarkan kepercayaan Buddhisme, meskipun Angulimala berlari secepat mungkin, ia tak kunjung berhasil menggapai Sang Buddha yang berjalan tenang.{{sfn|Buswell|Lopez|2013}} PenyebabnyaDiyakini penyebabnya adalah sejumlah kesaktian ({{lang-pi|iddhi|italic=yes}}; {{lang-sa|ṛddhi|italic=yes}}) yang dipakai Buddha untuk menghadapi Angulimala:{{sfn|Wiltshire |1984|page=91}}{{sfn|Thompson|2015|p=162}} dalam suatu pustaka dinyatakan bahwa Sang Buddha memakai kekuatan tersebut untuk mengendalikan dan meregangkan ruang di antara mereka, sehingga dapat menjaga jarak dengan Angulimala.{{sfn|Analayo|2008|p=142}} Akhirnya Angulimala putus asa sehingga ia meminta Sang Buddha untuk berhenti. Sang Buddha kemudian berkata bahwa ia sendiri telah berhenti, dan seharusnya Angulimala-lah yang berhenti:{{sfn|Buswell|Lopez|2013}}{{sfn|Mathers|2013|page=127}}
{{blockquote|Angulimala, aku telah berhenti selamanya ({{lang-pi|ṭhita|italic=yes}}), aku bebas dari kekerasan terhadap makhluk hidup ({{lang-pi|daṇḍa|italic=yes}}); tetapi engkau tidak punya pengendalian diri ({{lang-pi|asaññato|italic=yes}}) terhadap makhluk-makhluk hidup; itulah sebabnya aku telah berhenti dan engkau belum.{{sfn|Wiltshire |1984|page=91}}{{sfn|Cintiawati|Anggawati|2008}}
}}
Baris 116:
{{blockquote|Saudari, sejak saya terlahir ''dengan kelahiran mulia'', saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!.{{sfn|Cintiawati|Anggawati|2008}}{{sfn|Buswell|Lopez|2013}}}}
 
Di sini Sang Buddha menekankan tekad Angulimala yang memilih untuk menjadi seorang biksu,{{sfn|Buswell|Lopez|2013}} menyatakannya sebagai kelahiran kedua yang bertolak belakang dengan kehidupan sebelumnya sebagai perampok.<!--Gombrich-->{{sfn|Wilson|2016|p=293}}{{sfn|Gombrich|2006|p=136}} ''Jāti'' artinya kelahiran, tapitetapi kata tersebut juga diberi keterangan dalam ulasan pustaka berbahasa Pāli sebagai [[gotra|klan atau garis keturunan]] ({{lang-pi|gotta|italic=yes}}). Oleh sebab itu, kata ''jāti'' disini juga merujuk kepada garis perguruan [[Daftar Buddha|para Buddha]], yaitu komunitas Sangha.{{sfn|Wilson|2016|pp=297–8 n.24}}
 
Setelah Angulimala melakukan [[sacca-kiriya|"tindak kebajikan"]] tersebut, sang wanita melahirkan anaknya dengan selamat. ''Paritta'' tersebut kemudian menjadi salah satu [[paritta|''paritta'' perlindungan]], yang umumnya disebut ''paritta Aṅgulimāla''.{{sfn|Swearer|2010|p=253}}{{sfn|Buswell|Lopez|2013}} Sejumlah anggota Sangha senantiasa membacakan ''paritta'' tersebut saat memberkati wanita hamil di negara-negara berpenganut [[Theravāda]],{{sfn|Appleton|2013|p=141}}{{sfn|Eckel|2001|pp=67–8}} dan kerap menghafalkannya sebagai bagian dari pelatihan Sangha.{{sfn|Thompson|2017|p=183}} Maka, Angulimala sering dipandang sebagai "pelindung" persalinan oleh para pengikut Buddha. Perubahan dari seorang pembunuh menjadi orang yang memberikan perlindungan atas kelahiran merupakan transformasi besar.{{sfn|Wilson|2016|p=285}}
 
Peristiwa tersebut membantu Angulimala menemukan kedamaian.{{sfn|Langenberg|2013|p=351}} Setelah menunjukkan tindak kebajikan, ia dianggap "memberikan kehidupan daripada kematian bagi penduduk"{{sfn|Langenberg|2013|p=351}} dan masyarakat mulai menerimanya serta berderma makanan.{{sfn|Parkum|Stultz|2012}} Namun, beberapa orang masih tak dapat melupakan bahwa ia bertanggung jawab atas kematian orang-orang yang mereka cintai. Dengan tongkat dan batu, mereka menyerangnya saat ia meminta-minta sumbangan. Dalam kondisi kepala berdarah, jubah luar robek, dan ''pata'' (mangkuk amal) pecah, Angulimala berhasil kembali ke wihara. Sang Buddha menasihati Angulimala agar menerima siksaan tersebut dengan ikhlas hati; ia menyatakan bahwa Angulimala sudah merasakan akibat dari [[karma dalam agama Buddha|karma]] yang seharusnya dapat membuatnya terlahir di [[Neraka (Buddha)|neraka]].{{sfn|Malalasekera|1960}}{{sfn|Buswell|Lopez|2013}}{{sfn|Harvey|2010}} Sebagai [[arahant|murid tercerahkan]], batin Angulimala tetap tenang dan tak tergoyahkan.{{sfn|Buswell|Lopez|2013}} Menurut ajaran Buddha, murid-murid tercerahkan tidak dapat membuat karma baru, tapitetapi masih dapat merasakan akibat dari karma lama yang pernah mereka lakukan.{{sfn|Loy|2008|p=230}}{{sfn|van Oosten |2008 |page=252 }} Hasil karma tak terhindarkan, bahkan Sang Buddha pun tak dapat menghentikannya.{{sfn|Attwood|2014|p=522}}
 
Setelah memperbolehkan Angulimala bergabung dengan Sangha, Sang Buddha mengeluarkan aturan yang berlaku sejak saat itu, yaitu melarang diterimanya penjahat sebagai biksu dalam Sangha. Hal ini dikarenakan protes masyarakat terhadap penahbisan perampok "berkalungberuntai jari" tersebut.{{sfn|Malalasekera|1960}}{{sfn|Kosuta|2017|p=42}} [[Buddhaghosa]] menyatakan bahwa Angulimala meninggal tak lama setelah menjadi biksu.{{sfn|Malalasekera|1960}}{{sfn|Kosuta|2017|p=42}} Setelah kematiannya, sebuah diskusi timbul di kalangan biksu tentang [[kosmologi Buddha|alam kehidupan]] apakah yang dicapai oleh Angulimala. Saat Sang Buddha menyatakan bahwa Angulimala telah mencapai Nirwana, hal tersebut mengejutkan beberapa biksu. Mereka terkejut dan bertanya bagaimana mungkin seseorang yang membunuh banyak orang masih bisa mencapai [[pencerahan (Buddha)|pencerahan]]. Sang Buddha menjawab bahwa bahkan setelah melakukan banyak kejahatan, seeorangseseorang masih memiliki kemungkinan untuk berubah menjadi lebih baik dan meraih pencerahan.{{sfn|van Oosten |2008 |pages=252{{en dash}}3 }}
 
== Analisis ==
Baris 128:
 
=== Sejarah ===
Pemberian kenang-kenangan kepada seorang guru merupakan hal yang lazim pada [[sejarah India|zaman India Kuno]]. Terdapat contoh dalam "PauṣyaparwaPauśyaparwa"{{refn|Pausyaparwa, ''[[Mahabharata|MahābharathaMahābhārata]]'' jilid 1 (''[[Adiparwa]]''), bagian ke-3.|group=note}} dari [[wiracarita]] ''[[Mahabharata|MahābharathaMahābhārata]]''. Diceritakan bahwa seorang guru menugaskan muridnya yang bernama [[Utangka]] untuk pergi setelah Utangka menyatakan bahwa dirinya layak untuk dipercaya, serta menguasai ajaran [[Weda]] dan [[DharmashastraDharmasastra]]. Utangka berkata kepada gurunya:
{{blockquote|"Apakah yang dapat saya lakukan untuk menyenangkan hatimu ({{lang-sa|kiṃ te priyaṃ karavāni|italic=yes}}), karena pernah dikatakan: Barang siapa menjawab tanpa [selaras dengan] [[darma]], dan barang siapa yang bertanya tanpa [selaras dengan] darma, maka yang terjadi: seseorang mati atau seseorang memicu permusuhan."}}
[[Indologi|Indolog]] Friedrich Wilhelm menyatakan bahwa kalimat yang sama tercantum dalam ''[[Manusmerti]]'' (II:111) dan dalam ''[[Wisnusmerti]]''. Menurut ajaran berbasis ''[[Weda]]'', dengan berpamitan kepada guru serta berjanji untuk melakukan apapun yang guru mau, dapat memberikan [[pencerahan]] atau pencapaian semacam itu. Maka dari itu, tidak mengherankan apabila Angulimala diceritakan mau melaksanakan perintah kejam dari gurunya meskipun sebenarnya ia orang baik dan murah hati, karena pada akhirnya ia akan meraih pencapaian tertinggi.{{sfn|Wilhelm|1965|p=11}}
 
[[Berkas:Xuanzang w.jpg|jmpl|150px|Ilustrasi [[Xuan Zang]], peziarah dari [[Tiongkok]] (602–64 M). Gagasan bahwa Angulimala adalah bagian dari kultus kekerasan dikemukakan olehnya.]]
Indolog [[Richard Gombrich]] menyatakan bahwa kisah Angulimala adalahbisa pertemuanjadi historissesungguhnya merupakan pertemuan antara Sang Buddha dan seorang pengikut ajaran [[tantra]] aliran [[Saiwa]] atau [[Sakta]].{{sfn|Gombrich|2006|p=151}} Gombrich menarik kesimpulan tersebut atas dasar sejumlah inkonsistensi dalam manuskrip yang mengindikasikan adanya pengubahan,{{sfn|Gombrich|2006|pp=144–51}} serta penjelasan kurang memuaskan tentang perilaku Angulimala yang diuraikan oleh para penafsir.{{sfn|Gombrich|2006|pp=136, 141}}{{sfn|Mudagamuwa|Von Rospatt|1998|p=170}} Ia menyatakan bahwa terdapat beberapa rujukan lain dalam kanon Pāli yang tampaknya mengindikasikan keberadaan para pengikut [[Siwa]], [[Kāli]], dan dewa-dewi lainnya yang berkaitan dengan [[kekerasan|ritual berdarah-darah]] ajaran tantra.{{sfn|Gombrich|2006|pp=155–62}} Inkonsistensi tekstual yang ditemukan dapat dijelaskan melalui teori tersebut.{{sfn|Gombrich|2006|pp=152–4}}
 
Gagasan bahwa Angulimala adalah bagian dari kultus kekerasan dikemukakan oleh peziarah Tionghoa [[Xuan Zang]] (602–64 M). Dalam [[Catatan Tang Besar tentang Wilayah Barat|catatan perjalanannya]], Xuan Zang menyatakan bahwa Angulimala diajari oleh gurunya bahwa ia akan lahir di [[Brahma (agama Buddha)|alam Brahma]] jika berhasil membunuh seorang [[Buddha]]. Sebuah manuskrip Tionghoa kuno memberikan penjelasan serupa, menyatakan bahwa guru dari gurunya Angulimala memberikan ajaran kejam tersebut untuk mencapai keabadian.{{sfn|Brancaccio|1999|pp=105–6}} Pernyataan Xuan Zang kemudian dikembangkan oleh [[Dunia Barat|orang-orang Barat]] yang menerjemahkan catatan perjalanan Xuan Zang pada awal abad ke-20, tapitetapi sebagian berdasarkan pada kesalahan terjemahan.{{sfn|Mudagamuwa|Von Rospatt|1998|p=177 n.25}}{{sfn|Analayo|2008|pp=143–4 n.42}} BagaimanapunTerlepas dari itu, Gombrich merupakan cendekiawan modern yang pertama kali mengemukakan gagasan tersebut. Namun, pernyataannya bahwa praktik tantra telah ada sebelum selesainya penyusunan [[Suttapitaka|kitab-kitab Buddhis]] (dua sampai tiga abad [[Sebelum Masehi]]) bertolak belakang dengan pengetahuan umum. [[Konsensus ilmiah]] menetapkan kebangkitan kultus tantra perdana pada masa sekitar seribu tahun kemudian, dan tak ada bukti kuat yang ditemukan (baik bukti tertulis atau lainnya) tentang praktik tantra berdarah pada masa sebelumnya.{{sfn|Mudagamuwa|Von Rospatt|1998|p=170}}{{sfn|Gombrich|2006|pp=152 n.7, 155}} <!--Meskipun Gombrich berpendapat bahwa ada praktik [[antinomianisme|antinomianis]] lain yang serupa (bertentangan dengan norma moral) lain yang serupa yang hanya disebutkan sekali saja dalam [[Tipitaka|kitab suci Buddha]] dan tak dapat ditemukan di luar kitab tersebut,{{sfn|Gombrich|2006|p=152, 156}} cendekiawan kajian agama Buddha Mudagamuwa dan Von Rospatt menyatakannya sebagai contoh yang keliru. Mereka juga mempermasalahkan argumen metrikal Gomrich, sehingga tidak sependapat dengan hipotesis Gomrich terkait Angulimala. Meskipun demikian, mereka menganggap ada kemungkinan bahwa praktik kekerasan yang dilakukan Angulimala merupakan salah satu jenis kultus bersejarah.{{sfn|Mudagamuwa|Von Rospatt|1998|pp=172–3}}-->
 
Dalam terjemahan [[bahasa Tionghoa|Tionghoa]] dari Damamūkāwadāna oleh [[Hui-chiao]],{{sfn|Malalasekera|2003|p=628}} demikian pula dalam temuan-temuan arkeologis,{{sfn|Zin |2005|page=706}} Angulimala diidentifikasikan dengan Raja [[Kalmasapada]] atau Saudāsa dalam [[mitologi Hindu]], yang dikenal sejak [[zaman Weda]]. Manuskrip kuno seringkalisering kali menceritakan kehidupan Saudāsa sebagai kehidupan Angulimala sebelumnya, dan kedua tokoh tersebut menghadapi masalah untuk menjadi seorang [[brahmana]] yang baik.{{sfn|Zin |2005|page=706}}
 
Dalam kajiannya tentang seni rupa di wilayah [[Gandhāra]], arkeolog Maurizio Taddei berteori bahwa cerita Angulimala mungkin mengacu pada sebuah mitologi India tentang seorang [[yaksa]] yang hidup di alam liar. Dalam banyakberbagai penggambaran, Angulimala mengenakan hiasan kepala, yang dikatakan oleh Taddei sebagai contoh ikonografi [[Dionisos|Dionisian]]. Namun, sejarawanSejarawan seni rupa Pia Brancaccio berpendapat bahwa hiasan kepala adalah penanda khas India untuk figur yang berkaitan dengan alam liar atau perburuan.{{sfn|Brancaccio|1999|pp=108–12}} Ia sependapat dengan Taddei bahwa penggambaran Angulimala (khususnya di Gandhāra) dalam banyak hal mengingatkan pada tema Dionisian dalam [[mitologi Yunani|mitologi]] dan [[seni Yunani|seni rupa Yunani]], dan tampaknya memang sangat dipengaruhi.{{sfn|Brancaccio|1999|pp=112–4}} Namun,juga Brancaccio berpendapatmeyakini bahwa hiasan kepala adalah penanda khas India, yangtersebut dipakai oleh para seniman untuk memberi ciri bahwa Angulimala berasal dari suku pedalaman, dan ditakuti oleh umat Buddha awal yang sebagian besar merupakan masyarakat perkotaan.{{sfn|Brancaccio|1999|pp=115–6}}
 
=== Ajaran ===
Baris 145:
Dengan nama ‘Untaian-Jari,’
Orang yang disapu banjir deras,
Aku telah pergi untuk perlidunganperlindungan kepada Buddha.
[…] Jadi silakan datang pada pilihanku itu
Dan biarlah hal itu bertahan, karena ia tidak salah dibuat;
Baris 158:
=== Perilaku ===
[[Berkas:Nava Jetavana Temple - Shravasti - 004 King Pasenadi Planting the Ananda Bodhi Tree in Jetavana (9241772739).jpg|jmpl|Raja [[Pasenadi]] menanam sebuah [[Pohon Bodhi]] untuk menghormati Sang Buddha.]]
Cerita Angulimala menggambarkan bagaimana para penjahat dapat terpengaruh oleh lingkungan psikososial dan lingkungan fisik mereka.{{sfn|Kangkanagme|Keerthirathne|2016|p=36}} [[Psikologi analitis|Psikolog analitis]] Dale Mathers berteori bahwa Ahiṃsaka mulai membunuh karena [[pengartian (psikologi)|harga dirinya]] telah runtuh. Ia tak lagi diapresiasi sebagai orang yang bertalenta dalam hal akademik. Sikapnya dapat disimpulkan bahwa "Aku tak memiliki harga diri; maka dari itu aku bisa membunuh. Jika aku membunuh, itu membuktikan bahwa aku tak memiliki harga diri".{{sfn|Mathers|2013|page=127}} Dalam menyimpulkan kehidupan Angulimala, Mathers menulis, {{nowrap|"ia adalah ... seorang figur}} yang menjembatani pemberian dan pencabutan nyawa."{{sfn|Mathers|2013|page=129}} Senada dengan hal tersebut, dengan merujuk kepada konsep psikologi tentang [[luka moral]], teolog John Thompson mendeskripsikan Angulimala sebagai seseorang yang dikhianati oleh seorang sosok berpengaruh, tapi memutuskantetapi untukberhasil memulihkan prinsip moralnya yang terkikis besertamaupun masyarakat yang menjadi korbannya.{{sfn|McDonald|2017|p=29}} Para korban luka moral memerlukan seorang penyembuh dan komunitas yang berjuang bersama-sama tapitetapi melakukannya dengan cara yang aman; dalamdemikian hal serupa,pula Angulimala dapat pulih dari luka moralnya karena Sang Buddha menjadi pemandu spiritualnya, serta komunitas [[biksu]] ([[Sangha]]) yang menuntun hidup dalam kedisiplinan, sabar menghadapi kesukaran.{{sfn|Thompson|2017|p=182}} Thompson kemudian berpendapat bahwa cerita Angulimala dapat dipakai sebagai [[terapi naratif]]{{sfn|McDonald|2017|p=29}} dan mendeskripsikanmenyebut etika yang terdapat dalam cerita ini sebagai pertanggungjawaban yang menginspirasi. Cerita tersebut bukan tentang diselamatkan, tetapi lebih kepada menyelamatkan seseorang dengan bantuan dari orang lain.{{sfn|Thompson|2017|p=189}}
 
Ahli etika [[David Loy]] menulis secara ekstensif tentang cerita Angulimala dan implikasinya terhadap sistem keadilan. Ia meyakini bahwa dalam [[etika Buddhis]], satu-satunya alasan mengapa seorang pelanggar/penjahat dihukum adalah untuk memperbaiki tingkah laku mereka. Jika seorang penjahat seperti Angulimala telah sadar untuk mengubah perilakunya sendiri, maka tak ada alasan untuk menghukumnya, bahkan sebagai pengelakantindakan pencegahan. Selain itu, Loy berpendapat bahwa cerita Angulimala tak mengandung bentuk [[keadilan restoratif]] maupun [[keadilan transformatif|transformatif]], sehingga cerita tersebut dianggap sebagai contoh keadilan yang "cacat".{{sfn|Loy|2009|p=1247}} Di sisi lain, mantan politikus dan ahli kesehatan masyarakat [[Mathura Shrestha]] mendeskripsikanmenyebut cerita Angulimala "mungkin merupakan konsep pertama dari keadilan transformatif", merujuk kepada pertobatan Angulimala dari kehidupan lamanya sebagai perampok, dan pemaafan yang ia terima dari para kerabat korban.{{sfn|Shrestha|2007}} SebagaiDalam penulistulisannya soaltentang [[hukuman mati]], cendekiawan Damien Horigan menyatakan bahwa [[rehabilitasi (penologi)|rehabilitasi]] adalah tema utama dari cerita Angulimala, dan rehabilitasi yang telah disaksikan merupakan alasan Raja Pasenadi tidak menghukum Angulimala.{{sfn|Horigan|1996|p=282}}
 
Dalam ritual pra-kelahiran di [[Sri Lanka]], saat Sutta Aṅgulimāla dibacakan untuk wanita hamil, merupakan suatu adat istiadat di sana untuk menaruh benda-benda sebagai lambang kesuburan dan reproduksi di sekeliling wanita tersebut, yangseperti berbahan baku daripotongan pohon kelapa besertadan periuk tanah liat.{{sfn|Van Daele|2013|pp=100, 102–3}} Para cendekiawan menekankan bahwa dalam mitologi di Asia Tenggara, terdapat kaitan antara sosok haus darah dengan tema [[kesuburan]].{{sfn|Langenberg|2013|p=351}}{{sfn|Wilson|2016|p=289}} Penumpahan darah dapat ditemukan dalam tindak kekerasan dan juga kelahiran anak, yang menjelaskan mengapa Angulimala digambarkan sebagai pembunuh sekaligus penyembuh yang berkenaan dengan kelahiran.{{sfn|Wilson|2016|p=289}}
 
Terkait cerita saatpertemuan Sang Buddha bertemudengan Angulimala, tokoh [[feminisme|feminis]] Liz Wilson menyimpulkan bahwa cerita tersebut adalah contoh kerja sama dan saling ketergantungan antara lawan jenis: Sang Buddha dan ibu Angulimala sama-sama mencoba untuk menghentikannya.{{sfn|Wilson|2016|pp=295–6}} Hal senada diungkapkan Thompson, bahwa kaum ibu memainkan peran penting dalam cerita tersebut, merujuk pada bagian saat sang ibu berusaha untuk menghentikan Angulimala, serta pertolongan Angulimala terhadap seorang ibu yang akan melahirkan. Selain itu, baik Sang Buddha maupun Angulimala mengambil peran keibuan dalam cerita tersebut.{{sfn|Thompson|2017|p=184}} Meskipun banyak cerita India kuno yang menghubungkan kaum wanita dengan sifat-sifat bebal dan lemah, cerita Angulimala mengakui sifat-sifat kewanitaan, dan Sang Buddha bertindak sebagai penasihat bijak untuk menerapkan sifat-sifat tersebut dengan cara yang konstruktif.{{sfn|Thompson|2017|pp=185–6}} Meskipun demikian, Thompson tak menganggap cerita tersebut menganjurkan [[feminisme]], tetapi lebih berpendapat bahwa cerita tersebut mengandung [[etika kepedulian]] yang feminis, yang berakar kepada agama Buddha.{{sfn|Thompson|2017|p=188}}
 
== Dalam budaya modern ==
[[Berkas:Satish Kumar, 2009 (cropped).jpg|jmpl|[[Satish Kumar]], seorang aktivis yang mengadaptasi cerita Angulimala dalam buku pendeknya ''The Buddha and the Terrorist''.|upright=0.8]]
Sepanjang [[sejarah agama Buddha]], cerita Angulimala telah digambarkan ke dalam berbagai bentuk kesenian,{{sfn|Analayo|2008|p=135}} beberapa di antaranya dapat ditemukan di [[museum]] dan [[Situs bersejarah|situs cagar budaya]] Buddha. Dalam budaya modern, Angulimala masih memainkan peran penting.{{sfn|Thompson|2015|p=164}} Pada tahun 1985, biksu Theravāda kelahiran [[Inggris]] [[Ajahn Khemadhammo]] mendirikan "Aṅgulimāla", sebuah organisasi pelayanan [[kapelan]] Buddhis di penjara di Inggris.{{sfn|Fernquest|2011}}{{sfn|Harvey|2013|p=450}} Organisasi tersebut diakui oleh pemerintah Inggris sebagai perwakilan resmi dari agama Buddha dalam segala urusan terkait [[lembaga pemasyarakatan]] di Inggris, dan menyediakan kapelan, layanan konseling, ajaran agama Buddha, dan meditasi kepada para tahanan di seluruh Inggris, [[Wales]], dan [[Skotlandia]].{{sfn|Fernquest|2011}} Nama organisasi tersebut merujuk kepada kekuatan transformasi yang dicontohkan dalam cerita Angulimala.{{sfn|Wilson|2016|p=286}}{{sfn|Thompson|2015|p=164}} Menurut situs web organisasi tersebut, "Cerita Angulimala mengajarkan kita bahwa peluang meraih pencerahan dapat terjadi dalam keadaan yang sangat ekstrem, bahwa orang-orang mampu dan melakukan perubahan, serta bahwa orang-orang sangat dipengaruhi oleh persuasi dan yang lebih penting ialah percontohan."{{sfn|Khemadhammo|2018}}
 
Dalam budaya populer, legenda Angulimala telah meraih perhatian luas. Cerita tersebut telah menjadi subjek utama dari sekurang-kurangnya tiga film.{{sfn|Thompson|2015|p=164}} Pada tahun 2003, sutradara asal [[Thailand]], [[Suthep Tannirat]] berupaya merilis film berjudul ''[[Angulimala (film 2003)|Angulimala]]''. Namun, lebih dari 20 organisasi Buddha [[Konservatisme|konservatif]] di Thailand melayangkan protes karena film tersebut dianggap menyimpang dari ajaran dan sejarah agama Buddha, serta menampilkan pengaruh [[Agama Hindu|Hindu]] dan [[teisme]] yang tak ditemukan dalam kitab-kitab Buddhis.{{sfn|Ngamkham 1|2003}} [[Penyensoran di Thailand#Film|Badan penyensoran film Thai]] menolak permintaan untuk mencekal film tersebut, dengan alasan bahwa film tersebut tak menyimpang dari ajaran Buddha. Mereka menyatakan bahwa sutradara telah memotong dua adegan berunsur kekerasan.{{sfn|Ngamkham 2|2003}} Kelompok-kelompok konservatif merasa tak senang dengan penggambaran Angulimala sebagai pembunuh brutal, tanpa menampilkan cerita yang menjelaskan mengapa ia menjadi penjahat semacam itu. Namun, Tannirat membela dirinya sendiri dengan berpendapat bahwa meskipun ia mengabaikan penafsiran dari ulasan para cendekiawan, ia mengikuti sumber-sumber Buddhis terdahulu secaradengan pastiteliti.{{sfn|Ngamkham 1|2003}} Pilihan Tannirat untuk memakai sumber sejarah awal saja, alih-alih cerita populer dari ulasan para cendekiawan, merupakan hal yang menimbulkan protes tersebut.{{sfn|Thompson|2015|p=164}}{{sfn|Thompson|2017|page=175 n.15}}
 
Angulimala juga menjadi subjek karya sastra.{{sfn|Thompson|2015|p=168}} Pada tahun 2006, aktivis perdamaian [[Satish Kumar]] menulis kembali cerita Angulimala dalam buku pendeknya ''The Buddha and the Terrorist''. Buku tersebut membahas tentang [[perang melawan terorisme]], dengan mereka ulang dan memadukan berbagai cerita tentang Angulimala, yang dideskripsikan sebagai ''teroris''.{{sfn|Thompson|2015|p=168}} Buku tersebut mempertegas cerita saat Sang Buddha menerima Angulimala dalam [[sangha]], yang secaraberakibat efektif menghindarkanterhindarnya hukuman dari Raja Pasenadi. Dalam buku Kumar, tindakan tersebut berujung pada kemarahan masyarakat, yang menuntut penahanan Angulimala dan Sang Buddha. Pasenadi mengadakan pengadilan terbuka di hadapan warga desa dan dewan kerajaan, agar majelis dapat memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan terhadap kedua terdakwa. Namun pada akhirnya, majelis memutuskan untuk membebaskan keduanya, setelah Angulimala mengakui kejahatannya dan Pasenadi memberi pidato yang menegaskan pengampunan alih-alih hukuman.{{sfn|Thompson|2015|p=168}} Pelintiran cerita tersebut memberikan pemahaman berbeda terhadap Angulimala, yang tindak kekerasannya berujung pada pengadilan, serta masyarakat yang lebih adil dan tanpa kekerasan.{{sfn|Thompson|2015|p=169}} SebagaiDalam penulistulisan tentang pustaka Buddhis dan ulasan buku Kumar, Thompson membayangkan bahwa ''ahiṃsa'' dalam agama Buddha mungkin memiliki pemahaman yang berbeda menurut konteks yang berbeda, dan seringkalisering kali tak berarti diam secara pasif, atau ''tanpa kekerasan'' sebagaimana pemahaman pada umumnya.{{sfn|Thompson|2015|pp=172–3}}{{sfn|Thompson|2017|p=188}}
 
== Catatan penjelas ==
Baris 185:
* {{citation |title=Etude du bouddhisme: Aspects du bouddhisme indien décrits par les pèlerins chinois (suite) II. La legende d'Angulimala dans les ancients textes canoniques |trans-title=Study of Buddhism: Aspects of Indian Buddhism as Described by the Chinese Pilgrims (continued), 2. The Legend of Angulimala in the Ancient Canonical Texts |first=André | last=Bareau |author-link=André Bareau |language=fr |journal=Annuaire du Collège de France 1985{{en dash}}86 |year=1986 |issue= 86 |pages=647{{en dash}}58 |issn=0069-5580}}
* {{cite book|last1=Appleton|first1=Naomi|title=Jataka Stories in Theravada Buddhism: Narrating the Bodhisatta Path|date=2013|publisher=[[Ashgate Publishing]]|isbn=978-1-4094-8131-7|url=https://books.google.com/?id=5f-SW_JUAZMC|ref={{sfnref|Appleton|2013}}}}
* {{cite journal|last1=Attwood|first1=Jayarava|title=Escaping the Inescapable: Changes in Buddhist Karma|journal=Journal of Buddhist Ethics|date=2014|volume=21|url=https://www.researchgate.net/profile/Jayarava_Attwood/publication/280568215_Escaping_the_Inescapable_Changes_in_Buddhist_Karma/links/55ba4a8908aed621de0acc62/Escaping-the-Inescapable-Changes-in-Buddhist-Karma.pdf|archive-url=https://permaweb.ccarchive.org/4PHNweb/20180725153445/https://www.researchgate.net/profile/Jayarava_Attwood/publication/280568215_Escaping_the_Inescapable_Changes_in_Buddhist_Karma/links/55ba4a8908aed621de0acc62/Escaping-EYJRthe-Inescapable-Changes-in-Buddhist-Karma.pdf|archive-date=7 May 2018-07-25|dead-url=noyes|issn=1076-9005|ref={{sfnref|Attwood|2014}}|access-date=2018-09-12}}
* {{Citation|last1=Barrett|first1=Timothy H.|title=The Madness of Emperor Wuzong|journal=[[Cahiers d'Extrême-Asie]]|date=2004|volume=14|issue=1|pages=173–86|doi=10.3406/asie.2004.1206|url=https://www.persee.fr/doc/asie_0766-1177_2004_num_14_1_1206}}
* {{Citation|last1=Brancaccio|first1=Pia|title=Aṅgulimāla or the Taming of the Forest|journal=East and West|date=1999|volume=49|issue=1/4|pages=105–18|jstor=29757423}}
Baris 191:
* {{cite web|url=https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/angulimala-sutta/|title=ANGULIMALA SUTTA|last1=Cintiawati|first1=Wena|last2=Anggawati|first2=Lanny|author=|publisher=Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna|year=2008|ref={{sfnref|Cintiawati|Anggawati|2008}}}}
* {{cite encyclopedia|last1=Eckel|first1=Malcolm David|authorlink1=Malcolm David Eckel|editor1-last=Neville|editor1-first=Robert Cummings|editor1-link=Robert Cummings Neville|encyclopedia=Religious Truth: A Volume in the Comparative Religious Ideas|title=Epistemological Truth|date=2001|publisher=[[SUNY Press]]|location=Albany|isbn=0-7914-4777-4|url=https://books.google.com/?id=LO3ajMpEa5YC|ref={{sfnref|Eckel|2001}}}}
* {{cite news|last1=Fernquest|first1=Jon|title=Buddhism in UK prisons|url=https://www.bangkokpost.com/learning/learning-news/230872/buddhism-in-uk-prisons|via=Bangkok Post Learning|archive-url=https://archive.istoday/ZQtwQ20180507183017/https://www.bangkokpost.com/learning/learning-news/230872/buddhism-in-uk-prisons|archive-date=8 May 2018-05-07|dead-url=no|accessdate=2 May 2018|work=[[Bangkok Post]]|date=13 April 2011|ref={{sfnref|Fernquest|2011}}}}
* {{cite encyclopedia|editor-last1=Juergensmeyer|editor-first1=Mark|editor-last2=Kitts|editor-first2=Margo|editor-last3=Jerryson|editor-first3=Michael|encyclopedia=The Oxford Handbook of Religion and Violence|date=2013|publisher=[[Oxford University Press]]|isbn=978-0-19-975999-6|page=58|title=Buddhist Traditions and Violence|last=Jerryson|first=Michael|ref={{sfnref|Juergensmeyer|Kitts|Jerryson|2013}}}}
* {{Citation|url=https://discourse.suttacentral.net/uploads/default/original/2X/a/a0c37f5cdb8e3e2f9857cbe98b96eec29dcde361.pdf|last=Gombrich|first=Richard|author-link=Richard Gombrich|title=How Buddhism Began: The Conditioned Genesis of the Early Teachings|publisher=[[Routledge]]|orig-year=1996|year=2006|isbn=0-415-37123-6|edition=2nd|lay-url=https://tricycle.org/trikedaily/angulimala-and-tantric-buddhism/|lay-date=22 April 2011|lay-source=Angulimala and Tantric Buddhism|accessdate=2018-09-10|archive-date=2018-05-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20180501093506/https://discourse.suttacentral.net/uploads/default/original/2X/a/a0c37f5cdb8e3e2f9857cbe98b96eec29dcde361.pdf|dead-url=yes}}
* {{cite encyclopedia|last1=Harvey|first1=Peter|editor1-last=Powers|editor1-first=John|editor2-last=Prebish|editor2-first=Charles S.|editor1-link=John Powers (akademisi)|encyclopedia=Destroying Mara Forever: Buddhist Ethics Essays in Honor of Damien Keown|date=2010|publisher=[[Snow Lion Publications]]|title=Buddhist Perspectives on Crime and Punishment|isbn=978-1-55939-788-9|ref={{sfnref|Harvey|2010}}}}
* {{Citation|last1=Harvey|first1=Peter|title=An introduction to Buddhism: teachings, history and practices|date=2013|publisher=[[Cambridge University Press]]|location=New York|isbn=978-0-521-85942-4|edition=2nd|url=https://toleratedindividuality.files.wordpress.com/2015/10/an-introduction-to-buddhism-teachings-history-and-practices.pdf|ref={{sfnref|Harvey|2013}}}}
Baris 201:
* {{Citation|last=Kosuta|first=M.|year=2017|title=The Aṅgulimāla-Sutta: The Power of the Fourth Kamma|journal=Journal of International Buddhist Studies|volume=8|issue=2|pp=35–47 |url=http://www.ojs.mcu.ac.th/index.php/JIBS/article/download/2305/1682}}
* {{citation|url=http://www.buddhanet.net/pdf_file/angulimala6.pdf|title= Angulimāla|last=Kumarasiri|first=G.K. Ananda |publisher=Ambassador Dato' Dr. G. K. Ananda Kumarasiri (Buddha Dharma Education Association Inc.)|year=2004|ISBN=983-40966-1-5}}
* {{cite book|last1=Lamotte|first1=Etienne|authorlink1=Etienne Lamotte|title=History of Indian Buddhism: From the Origins to the Saka Era|url=https://archive.org/details/historyofindianb0000lamo|date=1988|publisher=[[Université catholique de Louvain]], Institut orientaliste|isbn=906831100X|ref={{sfnref|Lamotte|1988}}}}
* {{cite journal|last1=Langenberg|first1=Amy Paris|title=Pregnant Words: South Asian Buddhist Tales of Fertility and Child Protection|url=https://archive.org/details/sim_history-of-religions_2013-05_52_4/page/351|journal=History of Religions|date=2013|volume=52|issue=4|page=351|doi=10.1086/669645|jstor=10.1086/669645|ref={{sfnref|Langenberg|2013}}}}
* {{cite journal|last1=Loy|first1=David R.|authorlink1=David Loy|title=Awareness Bound and Unbound: Realizing the Nature of Attention|url=https://archive.org/details/sim_philosophy-east-and-west_2008-04_58_2/page/230|journal=Philosophy East and West|date=2008|volume=58|issue=2|page=230|jstor=20109462|ref={{sfnref|Loy|2008}}}}
* {{Citation|url=http://law.slu.edu/sites/default/files/Journals/david_loy_article.pdf|archive-url=https://web.archive.org/web/20180507175759/http://law.slu.edu/sites/default/files/Journals/david_loy_article.pdf|archive-date=7 May 2018|dead-url=no|last=Loy|first=D.R.|author-link=David Loy|year=2009|title=A Different Enlightened Jurisprudence?|journal=Saint Louis University Law Journal|pages=1239–56|volume=54|lay-url=http://buddhism.lib.ntu.edu.tw/FULLTEXT/JR-MISC/101786.htm|lay-source=Healing Justice: A Buddhist Perspective, in: The Spiritual Roots of Restorative Justice, pp.81–97|lay-date=2001}}
* {{Citation|last1=Malalasekera|author-link= G P Malalasekera|first1=G.P.|title=Dictionary of Pāli Proper Names|volume=1|year=1960|publisher=[[Pali Text Society]]|location=Delhi|url=http://palikanon.de/english/pali_names/ay/angulimaala.htm|oclc=793535195}}
Baris 216:
* {{cite encyclopedia|last1=Parkum|first1=Virginia Cohn|last2=Stultz|first2=J. Anthony|editor1-last=Queen|editor1-first=Christopher S.|encyclopedia=Engaged Buddhism in the West|date=2012|publisher=[[Wisdom Publications]]|title=The Aṅgulimāla Lineage: Buddhist Prison Ministries|isbn=978-0-86171-841-2|url=https://books.google.com/?id=NzY6AwAAQBAJ|ref={{sfnref|Parkum|Stultz|2012}}}}
* {{cite web|last1=Shrestha|first1=Mathura P.|author-link=Mathura P. Shrestha|title=Human Rights including Economic, Social and Cultural Rights: Theoretical and Philosophical Basis|url=http://cffn.ca/2007/01/human-rights-including-economic-social-and-cultural-rights-theoretical-and-philosophical-basis/|archive-url=https://web.archive.org/web/20180507182406/http://cffn.ca/2007/01/human-rights-including-economic-social-and-cultural-rights-theoretical-and-philosophical-basis/|archive-date=8 May 2018|dead-url=no|website=Canada Foundation for Nepal|accessdate=4 May 2018|date=9 January 2007|ref={{sfnref|Shrestha|2007}}}}
* {{cite book|last=Swearer|first=D.K.|year=2010|title=The Buddhist World of Southeast Asia|publisher=[[SUNY Press]]|url=http://www.ahandfulofleaves.org/documents/The%20Buddhist%20World%20of%20Southeast%20Asia_Swearer.pdf|isbn=978-1-4384-3251-9|ref={{sfnref|Swearer|2010}}|access-date=2018-09-12|archive-date=2018-06-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20180612144423/http://www.ahandfulofleaves.org/documents/The%20Buddhist%20World%20of%20Southeast%20Asia_Swearer.pdf|dead-url=yes}}
* {{Citation|last1=Thompson|first1=John|title=Ahimsā and its Ambiguities: Reading the Story of Buddha and Aṅgulimāla|journal=[[Open Theology]]|date=3 January 2015|volume=1|issue=1|pages=160–74|doi=10.1515/opth-2015-0005}}
* {{Citation|last1=Thompson|first1=John|editor1-last=McDonald|editor1-first=Joseph|encyclopedia=Exploring Moral Injury in Sacred Texts|date=2017|publisher=[[Jessica Kingsley Publishers]]|title=Buddhist Scripture and Moral Injury|isbn=978-1-78450-591-2|url=https://books.google.com/?id=2-YpDgAAQBAJ|pages=169–90}}
* {{cite journal|last=Van Daele|first=W.|year=2013|title=Fusing Worlds of Coconuts: The Regenerative Practice in Precarious Life-Sustenance and Fragile Relationality in Sri Lanka|journal=The South Asianist|issn=2050-487X|url=http://www.southasianist.ed.ac.uk/article/view/85/123|archive-url=https://perma-archives.ccorg/P5FB-BUR3warc/20180507180509/http://www.southasianist.ed.ac.uk/article/view/85/123|archive-date=7 May 2018-05-07|dead-url=no|volume=2|issue=2|ref={{sfnref|Van Daele|2013}}|access-date=2018-09-19}}
* {{Citation |last1=van Oosten |first1=Karel |title=Kamma and Forgiveness with some Thoughts on Cambodia |journal=Exchange |date=1 June 2008 |volume=37 |issue=3 |pages=237{{en dash}}62 |doi=10.1163/157254308X311974}}
* {{cite journal|last1=Wilkens|first1=Jens|title=Studien Zur Alttürkischen Daśakarmapathāvadānamālā (2): Die Legende Vom Menschenfresser Kalmāṣapāda|trans-title=Studies of the Old Turkish Daśakarmapathāvadānamālā (2): The Legend of the Man-eater Kalmāṣapāda|language=de|journal=[[Acta Orientalia Academiae Scientiarum Hungaricae]]|date=2004|volume=57|issue=2|jstor=23658630|ref={{sfnref|Wilkens|2004}}}}
* {{Citation|last1=Wilson|first1=Liz|title=Murderer, Saint and Midwife|editor1-last=Holdrege|editor1-first=Barbara A.|editor2-last=Pechilis|editor2-first=Karen|encyclopedia=Refiguring the Body: Embodiment in South Asian Religions|date=2016|publisher=[[SUNY Press]]|isbn=978-1-4384-6315-5|pages=285–300|url=https://books.google.com/?id=--nMDQAAQBAJ}}
* {{cite book|title=Prüfung und Initiation im Buche Pausya und in der Biographie des Nāropa|language=de|trans-title=Test and Initiation in the Book Pauṣya and in the Biography of Nāropa|last=Wilhelm|first=Cf. F.|location=Wiesbaden|year=1965|ref={{sfnref|Wilhelm|1965}}}}
* {{Citation |url=http://www.ahandfulofleaves.org/documents/Ascetic%20Figures%20Before%20and%20in%20Early%20Buddhism_Wiltshire.pdf |archive-url=https://perma-archives.ccorg/7VJ6-CFYHwarc/20180507180551/http://www.ahandfulofleaves.org/documents/Ascetic%20Figures%20Before%20and%20in%20Early%20Buddhism_Wiltshire.pdf|archive-date=7 May 2018-05-07|dead-url=no|last1=Wiltshire |first1=M. G. |title=Ascetic Figures before and in Early Buddhism|date=1984|publisher=[[Mouton de Gruyter]]|isbn=3-11-009896-2|accessdate=2018-09-10}}
* {{Citation|last1=Zin|first1=Monika|editor1-last=Jarrige|editor1-first=Catherine|editor2-last=Levèfre|editor2-first=Vincent|title=The Unknown Ajanta Painting of the Aṅgulimāla Story|date=2005|publisher=Éditions Recherche sur les Civilisations|isbn=2865383016|pages=705–13|series=Proceedings of the sixteenth international conference of the European Association of South Asian Archaeologists: held in the Collège de France, Paris, 2–6 July 2001|volume=2|url=https://www.academia.edu/6115591/The_Unknown_Ajanta_Painting_of_the_A%E1%B9%85gulim%C4%81la_Story_in_South_Asian_Archaeology_2001._Proceedings_of_the_Sixteenth_International_Conference_of_the_European_Association_of_South_Asian_Archaeologists_held_in_Coll%C3%A8ge_de_France_Paris_2-6_July_2001_1-2_ed._C._Jarrige_V._Lef%C3%A8vre._Paris_2005_pp..|archive-url=https://perma-archives.ccorg/DD6Bwarc/20180507180529/https://www.academia.edu/6115591/The_Unknown_Ajanta_Painting_of_the_A%E1%B9%85gulim%C4%81la_Story_in_South_Asian_Archaeology_2001._Proceedings_of_the_Sixteenth_International_Conference_of_the_European_Association_of_South_Asian_Archaeologists_held_in_Coll%C3%A8ge_de_France_Paris_2-KZTN6_July_2001_1-2_ed._C._Jarrige_V._Lef%C3%A8vre._Paris_2005_pp..|archive-date=30 April 2018-05-07|dead-url=no|accessdate=2018-09-10}}
{{refend}}
 
== Pranala luar ==
{{commonscat|Angulimala}}
* [http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/thag/thag.16.08.than.html Theragāthā], canonicalditerjemahkan dari bahasa [[Pāli]] verses about Aṅgulimāla, translated byoleh [[Thanissaro Bhikkhu]]
* [http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.086.than.html Aṅgulimāla Sutta: About Aṅgulimāla], translatedditerjemahkan fromdari thebahasa Pāli [[sutra|discourses]] byoleh [[Thanissaro Bhikkhu]]
* [https://dharma-documentaries.net/angulimala 2003Film filmtahun 2003 abouttentang Aṅgulimāla]
* [http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/hecker/wheel312.html Angulimala: A Murderer's Road to Sainthood], writtenditulis byoleh Hellmuth Hecker, basedberdasarkan onsumber-sumber Pāli sources
* [http://www.buddhanet.net/pdf_file/angulimala6.pdf Angulimala], writtenditulis byoleh G.K. Ananda Kumarasiri
 
{{budaya-stub}}
{{Topik Buddhisme}}
{{artikel pilihan}}
 
{{authority control}}