Harae: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
Rescuing 3 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5 |
||
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''''Harae''''' atau '''''harai''''' ([[wikiwikiweb:祓|祓]] or [[wikiwikiweb:祓い|祓い]]) adalah istilah bahasa Jepang yang umum digunakan untuk [[ritual]] [[Pemurnian ritual|penyucian]] di dalam agama [[Shinto]]. Harae adalah satu dari empat bagian dasar yang ada dalam upacara agama Shinto. Tujuan dari upacara penyucian ini adalah untuk menyucikan dosa (tsumi) and najis (kegare). Konsep-konsep ini (dosa dan najis) termasuk juga nasib buruk dan penyakit dan juga [[Rasa bersalah (emosi)|rasa bersalah]] dalam bahasa Indonesia.
''Harae'' sering dideskripsikan sebagai ritual penyucian, tetapi sering juga dikenal sebagai ritual [[Eksorsisme|pengusiran setan]] sebelum melakukan pemujaan.
== Sejarah ==
[[Berkas:Shinto_Onusa.jpeg|kiri|jmpl|354x354px| Sebuah [[ōnusa]], yang digunakan dalam jenis harae tertentu. ]]
Ritual ''Harae'' berawal dari mitos mengenai [[Susanoo|Susano-o]], yang merupakan saudara lelaki dewi Matahari, [[Amaterasu]]. Menurut mitos tersebut, ketika Amaterasu sedang mengawasi proses penenunan pakaian [[Kami (mitologi)|para dewa]] di aula tenun murni, Susano-o menerobos atap dan menjatuhkan seekor kuda surgawi yang telah dikuliti. Hal ini membuat salah seorang pelayan Amaterasu terkejut. Pelayan tersebut dalam kegelisahannya, secara tidak sengaja membunuh dirinya sendiri dengan puntalan penenun. Setelah itu Amaterasu mengasingkan diri ke gua surgawi [[Amano-Iwato]]. Susano-o kemudian diusir dari surga dan kepemimpinan Amaterasu dilanjutkan. Ritual penyucian Shinto tradisional ''Harae'' direpresentasikan ketika Susano-o diusir dari surga.
== Pelaksanaan ==
Ada berbagai cara dalam pelaksanaan ritual ''harae''. Di [[Kuil Besar Ise]], "kuil yang paling suci dari semua kuil Shinto",
Dalam semua upacara-upacara keagamaan Shinto, ''harae'' dilakukan pada awal rangkaian ritual untuk menyucikan segala kejahatan atau dosa sebelum orang-orang memberikan persembahan kepada ''[[Kami (mitologi)|kami]]''. Seringkali, air dan garam digunakan dalam upacara-upacara untuk membilas tangan dan wajah, serta disebarkan di kuil sebelum kuil tersebut menyediakan persembahan berupa barang-barang dan makanan-makanan.
Metode lain yang digunakan untuk melakukan harae adalah ''[[misogi]]'', ritual di mana pesertanya berdiri di bawah air terjun yang dingin sambil melantunkan liturgi. ''Misogi'' ( [[wikiwikiweb:禊|禊]] ) dilaksanakan pada hari ke-11 di suatu bulan, termasuk bulan-bulan musim dingin yang dilaksanakan di [[Kuil Agung Tsubaki|Kuil Besar Tsubaki]] .
''Ōharae'' adalah sebuah metode lain yang dilakukan sebagai ritual penyucian untuk menyucikan sekelompok besar orang. Ritual ini sebagian besar dilaksanakan pada bulan Juni dan Desember. Ritual ini dilaksanakan untuk menyucikan negeri, khususnya setelah sebuah bencana terjadi. ''Ōharae'' juga dilakukan di festival akhir tahun dan juga sebelum pelaksanaan festival-festival besar nasional.
''Shubatsu'' (修 祓), sebuah ritual penyucian yang dilakukan dengan menaburkan garam, adalah ritual penyucian lain dari agama Shinto. Garam digunakan sebagai media penyucian dengan menempatkan setumpuk kecil di depan restoran, yang dikenal sebagai {{Nihongo||盛り塩|morijio|tumpukan garam}} atau {{Nihongo||塩花|shiobana|bunga garam}}, yang dimanfaatkan untuk tujuan ganda, yaitu menangkal kejahatan dan menarik pelanggan.
== Lihat juga ==
Baris 26:
{{Reflist}}
* BBC. (n.d.). Harae - purification rites. BBC - Homepage. Retrieved May 15, 2011, from http://www.bbc.co.uk/religion/religions/shinto/ritesrituals/harae.shtml {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230323023044/https://www.bbc.co.uk/religion/religions/shinto/ritesrituals/harae.shtml |date=2023-03-23 }}
* Basic terms of shinto. (n.d.). Kokugakuin University. Retrieved May 16, 2011, from www2.kokugakuin.ac.jp/ijcc/wp/bts/index.html
* Ben-Ari, E. (1991). Transformation in ritual, transformation of ritual: audiences and rites in a Japanese commuter village. Ethnology, 30(2), 135-147. Retrieved May 15, 2011, from the JSTOR database.
|