Serayo (Kerinci): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Rahmatdenas memindahkan halaman Serayo ke Serayo (Kerinci)
 
(40 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{judul miring}}
'''''Serayo''''' atau '''''nyanyo''''' adalah sistem [[gotong royong]] padadalam masyarakat [[suku Kerinci]] yang berada di [[Kabupaten Kerinci]], [[Jambi|Provinsi Jambi]]. Sistem ini juga sering disebut '''''baselang''''' atau '''''berselang'''''. Pada prinsipnya, ''serayo'' merupakan gotong royong yang menguntungkan individu atau memenuhi kepentingan seseorang yang meminta bantuan untuk mengerjakan sesuatu. Adapun permintaan tersebut dilakukan oleh salah satu pihak kepada kaum kerabat terdekatnya, para tetangga yang berada di dekat rumahnya, maupun warga sekampung (kelurahan ataupun dusun). Orang yang dimintai pertolongan akan memberikan bantuan sesuai dengan permintaan pihak yang memerlukan bantuan. Dalam sistem ''serayo'' terlihat adanya unsur kerja sama dalam mengerjakan sesuatu yang dipimpin oleh orang yang meminta pertolongan. Orang yang diminta biasanya tidak menolak dan dapat diperkirakan warga akan "membalas" kebaikan sebelumnya.
 
== Etimologi ==
Istilah ''serayo'' atau ''nyanyo'' lebih dekat padakepada pengucapan yang dipengaruhi oleh [[Bahasa Minangkabau|bahasa Minang]],{{sfnp|Rusmali, dkk|1985|p=259|ps=: "Tolong: - ''urang mangarajoannyo'', tolongan orang mengerjakannya".}}{{sfnp|Ardi|2018|p=105|ps=: "At TL1 the translators choose to use the Minangkabaunese in its original form to introduce and remind the social culture of ''sarayo'' or ''manyarayo'' in Minangkabau culture (...)"}} sedangkan istilah ''baselang'' atau ''berselang'' lebih dekat pengucapannya padakepada [[bahasa Melayu]].<ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/bahas-goro-di-kerinci-dan-sejarah-bendungan-pice/|title=Bahas Goro di Kerinci dan Sejarah Bendungan Pice|last=Arman|first=Dedi|date=18 Juli 2017|website=Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepulauan Riau, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia|access-date=5 April 2020}}</ref> ''Serayo'' atau ''nyanyo'' berarti "menyampaikan maksud yang akan dikerjakan", sedangkan ''baselang'' atau ''berselang'' berarti "[[kerja sama]] dalam bidang mata pencaharian hidup".{{sfnp|Subiyantoro, dkk|2017|p=122|ps=: "Aktivitas gotong royong tolong-menolong di daerah penelitian ini disebut dengan ''serayo'' atau ''nyanyo''. Ada juga yang menyebut dengan sebutan ''baselang'' atau ''berselang''. ''Serayo''/''nyanyo'' (Minang): menyampaikan maksud yang akan dikerjakan. ''Baselang''/''berselang'' (Melayu): kerja bersama dalam bidang mata pencaharian hidup".}} Menurut Novendra, ''serayo'' berwujud pengerahan tenaga kerja tanpa adanya unsur pamrih seperti halnya kegiatan gotong royong.{{efn|Gotong royong merupakan salah satu ciri khas aktivitas masyarakat Indonesia, khususnya pada masyarakat desa. Banyak kegiatan dalam masyarakat desa yang sering diidentifikasi sebagai kegiatan gotong royong. Kegiatan ini dapat terwujud dalam bentuk yang spontan, dilandasi pamrih, atau dikarenakan memenuhi kebutuhan sosial. Bentuk tersebut beraneka ragam sesuai dengan bidang dan kegiatan sosial yang sedang dilakukan ({{harvnb|Novendra|2010|pp=1-31–3}}).}} Kegiatan ini lebih menjurus kepada kerja sama yang menguntungkan individu atau memenuhi kepentingan seseorang yang meminta bantuan untuk mengerjakan sesuatu.{{sfnp|Novendra|2010|p=75|ps=: "(...) Kegiatan gotong royong ''serayo'' merupakan aktivitas atau kegiatan kerja bersama antara warga masyarakat untuk tujuan menyelesaikan suatu proyek tertentu yang berguna bagi kepentingan individu yang meminta bantuan".}} Lawan dari kegiatan ''serayo'' adalah ''gawe karepat'', yaitu gotong royong untuk menyelesaikan kepentingan umum (seperti membuat jalan desa, memperbaiki jembatan, membersihkan saluran irigasi, dan sebagainya). Untuk membedakannya dengan ''serayo'', masyarakat suku Kerinci cukup menyebutnya dengan istilah gotong royong atau kerja bakti saja.{{sfnp|Novendra|2010|p=75-7675–76|ps=: "(...) Kegiatan gotong royong pada masyarakat di daerah penelitian disebut dengan istilah ''gawe karepat''. Kegiatan gotong royong kerja bakti merupakan aktivitas atau kegiatan kerja bersama antara warga masyarakat untuk tujuan menyelesaikan suatu proyek tertentu yang berguna bagi kepentingan umum atau masyarakat".}}
 
== Latar belakang ==
[[Berkas:Mount Kerinci from Kayuaro.jpg|200px|ka|jmpl|Gunung Kerinci.]]
Suku Kerinci adalah suku asli yang mendiami wilayah Dataran Tinggi Kerinci yang berada di [[Jambi]].{{sfnp|Harsono|1994|p=2-32–3|ps=: "(...) Suku Kerinci umumnya mendiami wilayah Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, dan sebagian wilayah Merangin di Dataran Tinggi Jambi saat ini".}}{{sfn|Ramadani|Qommaneeci|2018|p=74|ps=: "Suku Kerinci adalah suku asli di Provinsi
Jambi (...)"}} Sebagai salah satu suku yang dikenal dekat dengan alam, suku Kerinci banyak melahirkan beragam peninggalan kebudayaan dan kearifan lokal yang kaya akan nilai budaya.<ref name=":1">{{Cite web|url=http://www.wacana.co/2014/04/suku-kerinci/|title=Suku Kerinci, Jambi|last=Wacana.co|first=|date=23 April 2014|website=|publisher=Wacana.co|access-date=28 Maret 2019}}</ref><ref>{{Cite web|url=http://www.indonesia-heritage.net/2013/09/upacara-adat-dan-kesenian-tradisional-suku-kerinci/|title=Upacara Adat dan Kesenian Tradisional Suku Kerinci|last=Jaringan Kota Pusaka Indonesia|first=|date=12 September 2013|website=|publisher=Jaringan Kota Pusaka Indonesia|access-date=29 Maret 2019|archive-date=2019-03-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20190329023105/http://www.indonesia-heritage.net/2013/09/upacara-adat-dan-kesenian-tradisional-suku-kerinci/|dead-url=yes}}</ref> Beragam benda budaya yang dapat ditemukan di berbagai pelosok alam Kerinci antara lain batu [[megalit]], [[punden berundak]], [[menhir]], dan berbagai [[artefak]] lainnya, termasuk prasasti Kerinci (lebih dikenal dengan nama Tambo Kerinci){{efn|Menurut Tambo Kerinci, orang Kerinci berasal dari Sultan Zulkarnain yang mempunyai tiga orang putra, yaitu Sultan Maharajo Alip, Sultan Maharajo Ipon, dan Sultan Maharajo Bungsu. Adapun Sultan Maharajo Bungsu mempunyai tujuh orang putra, yang salah seorang di antaranya bernama Sultan Bagindo Tuo yang berkuasa di daerah Jambi dengan wilayah kekuasaan meliputi daerah Batanghari, Kerinci Tinggi, dan Kerinci Rendah ({{harvnb|Novendra|2010|pp=22}}).}}<ref>{{Cite web|url=http://www.pustaka-bpnbkalbar.org/pustaka/tambo-sakti-alam-kerinci-buku-pertama|title=Tambo Sakti Alam Kerinci|last=Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat|first=|date=26 Februari 2017|website=|publisher=Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat|access-date=29 Maret 2019}}</ref> yang ditulis padadi daun [[lontar]], [[tanduk]], dan ruas bambu yang berumur ribuan tahun.<ref>{{Cite web|url=https://www.indonesia-heritage.net/2014/05/sekilas-tentang-peninggalan-budaya-suku-kerinci-2/|title=Peninggalan Budaya Suku Kerinci|last=Jaringan Kota Pusaka Indonesia|first=|date=7 Mei 2014|website=|publisher=Jaringan Kota Pusaka Indonesia|access-date=29 Maret 2019|archive-date=2019-03-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20190329003015/https://www.indonesia-heritage.net/2014/05/sekilas-tentang-peninggalan-budaya-suku-kerinci-2/|dead-url=yes}}</ref> Adapun "Kerinci" adalah nama awal sebuah gunung serta danau dan wilayah yang berada di sekitarnya disebut dengan nama yang sama. Dengan demikian, daerahnya disebut dengan Kerinci (''Kurinchai'', ''Kunchai'', atau ''Kinchai'' dalam logat asli), sedangkan penduduknya disebut dengan orang Kerinci atau suku Kerinci. Pada masa lalu, lembah Kerinci telah dihuni oleh penduduk pribumi yang disebut sebagai ''kecik wok gedang wok''.{{sfnp|Novendra|2010|p=20-2120–21|ps=: "Sementara itu sumber lain menyatakan nama ''Kerinci'' mungkin berasal dari bahasa Tamil ''Kurinci'' yang berarti: "tanah berbukit-bukit". Di daerah Kerinci banyak ditemukan batu-batuan megalitik dari zaman perunggu dengan pengaruh Budha termasuk keramik China. Hal ini menunjukkan wilayah ini telah banyak berhubungan dengan dunia luar. Awalnya ''Kerinci'' adalah nama sebuah gunung dan danau (tasik), tetapi kemudian wilayah yang berada di sekitarnya disebut dengan nama yang sama. Dengan begitu daerahnya disebut sebagai Kerinci (''Kurinchai'' atau ''Kunchai'' atau ''Kinchai'' dalam logat asli), dan penduduknya disebut orang Kerinci. Lembah Kerinci telah dihuni manusia setidaknya sejak 6000 tahun yang lalu bernama ''Kecik Wok Gedang Wok''".}}
 
== Asal-usul ==
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Vrouwen_en_kinderen_uit_een_Kerintisch_dorp_West-Sumatra_TMnr_10002859.jpg|262x262px|jmpl|Wanita dan anak-anak desa suku Kerinci pada masa [[Hindia Belanda|Hindia-Belanda]].|al=]]
Tidak diketahui secara pasti mengenai awal-mula dilakukannya kegiatan ''serayo'' oleh masyarakat suku Kerinci. Faktor yang membuat munculnya sistem ''serayo'' (terutama dalam bidang pertanian) adalah adanya kepemilikan tanah pertanian, baik milik sendiri maupun milik kerabat (tanah pusaka) atau milik adat (tanah adat).{{sfnp|Subiyantoro, dkk|2017|p=123-124123–124|ps=: "Faktor permintaan ''serayo'' pada masa lalu di daerah penelitian (Jambi) dapat dilihat dari adanya kepemilikan tanah pertanian pusaka dan adat, khususnya pengolahan padi di tanah tersebut. Namun yang pasti bahwa kegiatan gotong royong tolong-menolong mengerjakan sawah ini sampai saat ini masih dilakukan mengingat besarnya manfaat yang diperoleh".}} Mereka yang memiliki lahan pertanian luas akan membutuhkan bantuan dari orang lain untuk mengolah dan merawat lahannya, sedangkan mereka yang tidak memiliki lahan pertanian biasanya akan menumpang tanam atau mengerjakan lahan pertanian dari pemilik lahan dengan sistem bagi hasil. Selain itu, kegiatan ''serayo'' juga tumbuh karena adanya kesadaran dalam kelompok masyarakat kecil, seperti halnya kegiatan gotong royong lain di daerah pedesaanperdesaan.{{sfnp|Novendra|2010|p=44|ps=: "Sejak dahulu, masyarakat di Desa Simpang Tiga Rawang mengerjakan sawah secara gotong royong tanpa memberikan upah kepada orang yang telah membantu. Bagi warga masyarakat yang kurang aktif bahkan tidak pernah aktif dalam kegiatan gotong royong, maka orang tersebut apabila mempunyai hajat maupun maksud dan tujuan mengerjakan sesuatu, tidak akan ditolong karena yang bersangkutan tidak pernah memberikan jasanya dalam kegiatan gotong royong yang dilaksanakan secara bersama-sama. (...) Warga yang mempunyai lahan sawah luas pastinya perlu bantuan mengolahnya. Dan bagi yang tidak memiliki tanah pertanian, biasanya akan numpang tanam".}}
 
Sejak zaman dahulu, masyarakat suku Kerinci mengerjakan sawah maupun terlibat dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dilakukan secara gotong royong tanpa memberikan upah kepada orang yang telah membantunya. Imbalan yang diterima hanya berupa makanan dan minuman yang disantap bersama dan disediakan oleh pihak yang meminta bantuan.{{sfnp|Wahyuningsih|Abu|p=164–165|ps=: "(...) Upah ''serayo'' masih ada, tetapi terbatas di kalangan suku atau keluarga dekat saja, yaitu makanan dan minuman yang disantap bersama".|1986/1987}} Pada waktu yang lain, ketika pihak yang memberikan bantuan memerlukan pertolongan, pihak yang telah menerima bantuan memiliki kewajiban untuk membalas jasa pihak yang telah membantunya.{{sfnp|Novendra|2010|p=44-4544–45|ps=: "(...) Tidak ada imbalan yang diterima dalam kegiatan ini, yang ada hanyalah ''minum kwo'' yang dimakan bersama-sama. Kesadaran yang timbul dalam ''serayo'' membuat pihak yang diberikan bantuan akan melakukan timbal-balik padakepada orang-orang yang membantunya".}}
 
Kegiatan ''serayo'' dalam bidang mata pencaharian hidup hanya dilakukan untuk mengolah lahan pertanian dan perkebunan, seperti menanam padi di sawah dan membersihkan ladang atau kebun. Dalam bidang peternakan hanya dikenal sistem penggembalaan ternak yang dilakukan dengan bagi hasil antara pemilik ternak dengan orang yang memeliharanya.{{sfnp|Novendra|2010|p=45|ps=: "DiDalam bidang mata pencahariaan hidup, gotong royong ''serayo'' dilakukan untuk mengolah lahan sawah pertanian dan perkebunan bilamana seseorang memiliki sawah atau kebun. Para tetangga maupun kerabat dimintai bantuan untuk membersihkan ladang atau kebun secara bersama-sama".}} Adapun kegiatan ''serayo'' dalam bidang mata pencaharian hidup lain adalah membuka hutan untuk dijadikan sebagai kebun atau ladang. Upaya tersebut dapat memupuk sifat gotong royong karena dalam kegiatan ini para pelakunya akan saling membantu dan secara bergiliran mengerjakan bagian masing-masing.{{sfnp|Subiyantoro, dkk|2017|p=132|ps=: "Bentuk ''serayo'' lain didalam bidang mata pencaharian hidup nampaktampak jelas ketika membuka rimba atau hutan sebagai kebun atau ladang bercocok tanam. Membuka lahan pertanian untuk usaha kebun atau lahan dilakukan bersama-sama tetangga maupun kaum kerabat, karena padadalam kegiatan membuka hutan biasanya saling bantu-membantu dan secara bergiliran mengerjakan bagian masing-masing".}}
 
== Bentuk ==
''Serayo'' merupakan ajakan dari seseorang untuk bergotong royong menyelesaikan pekerjaan tanpa upah. Kegiatan ''serayo'' mencakup berbagai bidang, seperti pertanian, peternakan, pembangunan rumah, dan upacara adat.  Sistem dalam ''serayo'' tidak mengenal adanya pembagian tingkatan kerja berdasarkan keahlian. Hal ini disebabkan karena ''serayo'' sudah berulang kali dilaksanakan dalam masyarakat. Keahlian akan dipilah-pilah ketika dilaksanakan gotong royong dalam mendirikan rumah dan upacara adat.{{sfnp|Subiyantoro, dkk|2017|p=130|ps=: "Dalam sistem ''serayo'' tidak mengenal adanya pembagian tingkat kerja berdasarkan keahlian dan keterampilan. Pembagian tersebut baru ada ketika dilaksanakan ''serayo'' dalam mendirikan rumah atau upacara keagamaan (...)"}} Pembagian kerja dalam aktivitas membuat rumah memang diperlukan mengingat rumah dibuat sebagai tempat berlindung dalam jangka waktu yang lama, sedangkan pembagian kerja dalam gotong royong upacara keagamaan sangat diperlukan karena tidak semua masyarakat suku Kerinci benar-benar paham dengan [[Hukum adat|adat]]. ''Serayo'' dalam upacara adat biasanya dipimpin oleh ''sko depati'' (pemimpin adat tertinggi){{efn|Proses pengangkatan ''sko depati'' dilakukan berdasarkan musyawarah dari anggota masyarakat. Pengangkatan ketua adat ini disebut dengan ''kenduri sko''. ''Sko depati'' memiliki pusaka ''depati'', misalnya memerintahkan gotong royong kepada seluruh ''ninik mamak'' maupun ''anak jantan'' dan ''anak betino'' ({{harvnb|Subiyantoro, dkk|2017|pp=134}}).}} dan ''sko ninik mamak'' (pemimpin dalam kekerabatan).{{efn|''Sko ninik mamak'' juga disebut dengan ''sengajo tuo kinantan lidah''. ''Sko ninik mamak'' mempunyai pusaka gelar ''rio sri'', ''singajo'', dan ''ria gemang'' ({{harvnb|Subiyantoro, dkk|2017|pp=134}}).}}{{sfnp|Subiyantoro, dkk|2017|p=133-134133–134|ps=: "Seperti sudah disinggung sebelumnya, gotong royong pada masyarakat di daerah penelitian diketuai oleh salah seorang dari kaum kerabat yang dituakan, umpamanya ''depati'' (pimpinan adat tertinggi) atau ''ninik mamak'' (ketua pemimpin kekerabatan). Penghormatan terhadap kaum kerabat yang dituakan dalam masyarakat Kerinci sampai saat ini masih kuat, di samping sikap hormat mereka terhadap pemimpin pemerintahan".}} Adapun upacara adat tersebut antara lain upacara lingkaran hidup (kehamilan, kelahiran, pernikahan, dan kematian), upacara membuka tanah, dan upacara mendirikan rumah.{{sfnp|Novendra|2010|p=68-6968–69|ps=: "Kegiatan gotong royong tolong-menolong dalam bidang religi dan kepercayaan yang dilakukan oleh anggota masyarakat di daerah penelitian antara lain; upacara dalam lingkaran hidup atau daur hidup (''life cycle''), seperti: kehamilan, kelahiran, perkawinan, dan pernikahan (...)"}}
 
Pemberitahuan ''serayo'' pada masa lampau dilakukan dengan cara memukul ''canang'' (gong kecil) mengelilingi kampung, tetapi ada juga yang mengunjungi rumah orang-orang yang hendak dimintai pertolongan sambil membawa ''sirih [[pinang]]'' untuk dicicipi kaum kerabat atau tetangga dekat yang didatangi. Apabila dirasa sudah cukup banyak orang yang didatangi, si pembawa ''sirih pinang'' akan kembali ke rumahnya karena dia menginginkan bantuan tenaga dari orang yang dikunjungi saja.{{sfnp|Novendra|2010|p=41-4241–42|ps=: "DiPada masa lalu, masyarakat Kerinci melakukan pemberitahuan ''serayo'' dengan cara memukul ''canang'' (gong kecil) keliling kampung. Ada juga pemberitahuan dengan mengunjungi tiap rumah orang-orang terdekatnya sambil membawa ''sirih pinang'' (...)"}}<ref>{{Cite web|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=1825|title=''Gawe Karepat''|last=Warisan Budaya Takbenda Indonesia|first=|date=1 Januari 2011|website=Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya|access-date=5 April 2020}}</ref>
 
Kegiatan ''serayo'' dibagi menjadi dua berdasarkan jumlah orang yang berpartisipasi di dalamnya. Kegiatan gotong royong ''serayo'' berskala kecil atau kelompok kecil disebut dengan ''mbobo'', yaitu hanya diikuti oleh 5-105–10 orang. Adapun kegiatan gotong royong ''serayo'' berskala besar disebut dengan ''andin'', yaitu diikuti oleh lebih dari 10 orang. ''Serayo'' berskala besar biasanya ditujukan untuk membuka ladang. Gotong royong ''serayo'' dalam kelompok kecil atau ''mbobo'' biasanya diikuti oleh ''sko tigo takah'' (tiga perangkat pemimpin informal)''.'' Kelompok kecil dari ''sko tigo takah'' ini antara lain ''sko depati'' (pemimpin adat tertinggi)'', sko ninik mamak'' (pemimpin dalam kekerabatan)'','' serta ''sko anak jantan'' atau ''tengganai'' dan ''sko anak betino'' atau ''semenda'' (laki-laki dan perempuan dewasa)''. Serayo'' dalam ruang lingkup ini hanya diikuti oleh orang-orang yang mempunyai hubungan kekerabatan satu sama lain. Biasanya, ''serayo'' ini dilakukan erat kaitannya dengan pengolahan tanah pusaka.{{sfnp|Novendra|2010|p=42-4342–43|ps=: "''Serayo'' berskala kecil disebut dengan ''mbobo'', sedangkan ''serayo'' berskala besar disebut dengan ''andin''. ''Serayo mbabo'' biasanya diikuti oleh ''sko tigo takah''. Kelompok kecil dari ''sko tigo takah'' ini antara lain: ''sko depati'', ''sko ninik mamak'', dan ''sko anak jantan'' atau ''sko anak betino'' (...)"}}
 
Sistem ''serayo'' telah melembaga di dalam kehidupan masyarakat Kerinci dan mereka memiliki kewajiban untuk memenuhinya sebagai kewajiban sosial. Kerabat dekat maupun tetangga yang menerima permintaan ''serayo'' biasanya tidak mungkin menolak.<ref>{{Cite web|last=Warisan Budaya Takbenda Indonesia|date=tanpa tanggal|title=Baselang|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=1824|website=Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Warisan Budaya Takbenda Indonesia|access-date=22 Oktober 2021}}</ref> Hal ini disebabkan karena seseorang yang mau memberikan bantuannya berharap apa yang dilakukannya nanti akan mendapatkan balasan dari orang yang telah dibantunya. Mereka harus membalas budi bantuan yang telah diberikan suatu saat nanti.{{sfnp|Marbakri, dkk|1983|p=26|ps=: “Kegiatan ''serayo'' ataupun gotong royong lain menimbulkan sifat kewajiban timbal balik di antara orang yang hidup di dalam masyarakat. Adanya sistem tolong-menolong menimbulkan rasa yang dimiliki mereka bahwa dalam kenyataan hidup sehari-hari saling membutuhkan satu sama lain sebagai keseluruhan hidup dalam masyarakat (...)"}} Masalah dalam kegiatan ''serayo'' muncul ketika masyarakat yang tidak pernah aktif dalam kegiatan ini tidak akan ditolong apabila mempunyai maksud mengerjakan sesuatu. Hal ini disebabkan karena yang bersangkutan tidak pernah memberikan jasanya.{{sfnp|Novendra|2010|p=44|ps=: "Sejak dahulu, masyarakat di Desa Simpang Tiga Rawang mengerjakan sawah secara gotong royong tanpa memberikan upah kepada orang yang telah membantu. Bagi warga masyarakat yang kurang aktif bahkan tidak pernah aktif dalam kegiatan gotong royong, maka orang tersebut apabila mempunyai hajat maupun maksud dan tujuan mengerjakan sesuatu, tidak akan ditolong karena yang bersangkutan tidak pernah memberikan jasanya dalam kegiatan gotong royong yang dilaksanakan secara bersama-sama. (...) Warga yang mempunyai lahan sawah luas pastinya perlu bantuan mengolahnya. Dan bagi yang tidak memiliki tanah pertanian, biasanya akan numpang tanam".}}<ref>{{Cite web|url=https://budaya-indonesia.org/serayo|title=Serayo|last=Rohman|first=Fandy Aprianto|date=16 Mei 2020|website=Perpustakaan Digital Budaya Indonesia|access-date=31 Mei 2020}}</ref>
 
== Ketentuan ==
Ketentuan yang selama ini berlaku dalam sistem ''serayo'' bukanlah berdasarkan perjanjian [[Hukum perdata|perdata]]. Tidak ada ketentuan formal dalam ''serayo'' karena sistem ini telah menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan pada masa lampau oleh nenek moyang suku Kerinci, seperti layaknya sistem gotong royong di daerah lain yang berada di Indonesia. ''Serayo'' dilaksanakan dari awal sampai selesai, biasanya dimulai sejak pagi hari sampai dengan sore hari. Apabila pada siang hari aktivitas ''serayo'' belum selesai, mereka akan kembali ke rumah untuk melaksanakan ibadah [[Salat Zuhur|salat zuhur]] atau makan siang bersama di sekitar tempat gotong royong tersebut dilaksanakan.{{sfnp|Subiyantoro, dkk|2017|p=128|ps=: "Ketentuan dalam ''serayo'' tidak berdasarkan hitam di atas putih, asalkan pekerjaan yang dilaksanakan dapat segera terselesaikan. Ketentuan ini sudah ada sejak dahulu, karena kebiasaan yang dilakukan pada masa laliu oleh nenek moyang mereka bersama-sama, maka ketentuan yang telah melembaga ini sampai saat ini masih diikuti, bahkan dilestarikan. Jadi ketentuan gotong royong tolong-menolong dalam bidang mata pencaharian hidup diikuti oleh kaum kerabat atau tetangga terdekat. Ketentuan yang berlaku selama ini adalah pekerjaan gotong royong tolong-menolong dilaksanakan dari awal sampai selesai (...)"}}
 
Makanan dan minuman yang disediakan dalam ''serayo'' dalam bahasa setempat dinamakan dengan ''minum kwo. Minum kwo'' sudah menjadi kelaziman untuk disediakan mengingat yang melakukan ''serayo'' tentu akan haus dan lapar. Apabila ''minum kwo'' ini tidak disediakan, orang yang meminta tolong dianggap sebagai orang yang pelit. Keluarga yang pelit biasanya tidak banyak yang mau membantu, meskipun itu kaum kerabatnya sendiri. Bagi orang-orang yang jarang atau tidak pernah mengikuti ''serayo,'' konsekuensinya mereka tidak akan ditolong ketika meminta bantuan. Seseorang baru mau membantu jika diberi imbalan berupa uang atau padi sebanyak yang telah disepakati.{{sfnp|Subiyantoro, dkk|2017|p=128-129128–129|ps=: "Makanan dan minuman yang disediakan untuk gotong royong ''serayo'' bidang pertanian adalah makanan dan minuman ringan. Makanan dan minuman yang disajikan ketika bekerja di sawah ini dalam bahasa setempat dinamakan dengan ''minum kwo''. Hal ini perlu disediakan dan lazim. Kalau tak disediakan, dianggap kikir atau pelit (...)"}}
 
== Hasil ==
Kegiatan ''serayo'' dapat mengurangi beban kerja individu dalam masyarakat Kerinci. Kegiatan mengolah sawah, mendirikan rumah, menggembalakan ternak, ataupun melaksanakan upacara keagamaan sulit untuk dilakukan sendiri. Untuk memudahkan pekerjaan tersebut, diperlukan bantuan tenaga orang lain. Cara termudah dan murah adalah dengan melakukan kegiatan ''serayo'' bersama-sama keluarga dekat maupun tetangga.{{sfnp|Novendra|2010|p=55-5655–56|ps=: "Kegiatan ''serayo'' begitu bermanfaat karena meringankan beban kerja karena tidak mungkin rasanya semua pekerjaan dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan dari orang lain (...)"}} DariBerdasarkan segi non-material, kegiatan ''serayo'' mempererat hubungan kekeluargaan antar warga sebuah desa. Menurut Marbakri, sistem ''serayo'' pada akhirnya melahirkan suatu kesadaran sebagai hasil dari pergaulan sosial mereka di lingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan karena unsur utama dari ''serayo'' adalah gotong royong atau kerja sama guna mewujudkan keteraturan sosial dalam masyarakat karena mereka akan merasa bahwa pekerjaan tersebut adalah tanggung jawab bersama.{{sfnp|Marbakri, dkk|1983|p=62|ps=: “''Serayo'' atau gotong royong adalah bentuk kerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan asas timbal balik (resiprositas) guna mewujudkan keteraturan sosial dalam masyarakat....."}} Melalui ''serayo'', aktivitas ini menjadi salah satu unsur persatuan dan kesatuan di antara sesama masyarakat suku Kerinci.{{sfnp|Novendra|2010|p=56|ps=: "''Serayo'' bermanfaat untuk mempererat tali silaturahmi maupun hubungan kekeluargaan di antara sesama peserta. Aktivitas ini menjadi salah satu unsur dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan (...)"}}
 
== Lihat pula ==
Baris 42:
* [[Suku Kerinci]]
 
== KeteranganCatatan ==
{{notes|21}}
 
== Rujukan ==
Baris 53:
 
* {{cite book|title=Pola Permukiman Masyarakat Kubu|last=Harsono|first=Dibyo|publisher=Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang|year=1994|isbn=|location=Tanjungpinang|pages=|ref={{sfnref|Harsono|1994}}|url-status=live}}
* {{cite book|title=Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat PedesaanPerdesaan Daerah Riau|last=Marbakri|first=dkk|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|year=1983|isbn=|location=Pekanbaru|pages=|ref={{sfnref|Marbakri, dkk|1983}}|url-status=live}}
* {{cite book|title=Sistem Gotong Royong Pada Suku Bangsa Kerinci (Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi)|last=Novendra|first=|publisher=Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang|year=2010|isbn=|location=Tanjungpinang|pages=|ref={{sfnref|Novendra|2010}}|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Kamus Minangkabau-IndonesiaMinangkabau–Indonesia|last=Rusmali|first=Marah, dkk|publisher=Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|year=1985|isbn=|location=Jakarta|page=|pages=|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/2947/1/Kamus%20Minangkabau%20-%20Indonesia%20-%20335h.pdf|ref={{sfnref|Rusmali, dkk|1985}}|url-status=live}}
* {{Cite journal|last=Subiyantoro|first=dkk|year=2017|title=Sistem Gotong Royong dalam Mengerjakan Sawah Pada Suku Bangsa Kerinci di Provinsi Jambi|url=|journal=Makalah Seminar Nasional Hasil Penelitian BPNB Sese-Indonesia|volume=|issue=|pages=|doi=|Lokasi=|Penerbit=|ref={{sfnref|Subiyantoro, dkk|2017}}}} Yogyakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta.
* {{Cite book|title=Arsitektur Tradisional Daerah Riau|last=Wahyuningsih|first=|last2=Abu|first2=Rivai|date=1986/1987|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah|isbn=|location=Jakarta|pages=|ref={{sfnref|Wahyuningsih|Abu|1986/1987}}|url-status=live}}
 
'''Jurnal ilmiah'''
 
* {{Cite journal|last=Ardi|first=Havid|year=Januari 2018|title=Pemertahanan Bahasa Daerah dalam Penerjemahan Teks Bahasa Inggris|url=http://ejournal.stkipjb.ac.id/index.php/jeel/article/download/980/709|journal=Journal of English Education, Linguistics, and Literature|publisher=|volume=5|issue=1|pages=|doi=|issn=2598-3059|ref={{sfnref|Ardi|2018}}|access-date=2019-04-14|archive-date=2019-04-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20190414032440/http://ejournal.stkipjb.ac.id/index.php/jeel/article/download/980/709|dead-url=yes}}
* {{Cite journal|last=Ramadani|first=Yolla|last2=Qommaneeci|first2=Astrid|date=Juni 2018|year=|title=Pengaruh Pelaksanaan ''Kenduri Sko'' (Pesta Panen) Terhadapterhadap Perekonomian dan Kepercayaan Masyarakat Kerinci, Provinsi Jambi|url=http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/article/view/95|journal=Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial-Budaya|volume=20|issue=1|pages=|doi=|issn=1410-8356|pmid=|access-date=|ref={{sfnref|Ramadani|Qommaneeci|2018}}}}
{{refend}}
 
== Pranala luar ==
 
* [http://www.indonesia-heritage.net/2014/05/bupati-perintahkan-dinas-porabudpar-dan-dinas-pendidikan-untuk-gali-prasasti-kerinci-2/ Bupati Perintahkan Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata dan Dinas Pendidikan Untuk Gali Prasasti Kerinci].
* [https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=1884 ''Baselang Nuai'']
* [http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/5690/09E01338.pdf?sequence=1&isAllowed=y Jati Diri Masyarakat Kerinci dalam Sastra Lisan Kerinci].
* [https://web.archive.org/web/20190329072640/http://www.indonesia-heritage.net/2014/05/bupati-perintahkan-dinas-porabudpar-dan-dinas-pendidikan-untuk-gali-prasasti-kerinci-2/ Bupati Perintahkan Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata dan Dinas Pendidikan Untukuntuk Gali Prasasti Kerinci].
* [https://properti.kompas.com/read/2011/04/12/1647567/kerinci.sekepal.tanah.surga Kerinci, Sekepal Tanah Surga].
* [https://web.archive.org/web/20190329025220/http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/5690/09E01338.pdf?sequence=1&isAllowed=y Jati Diri Masyarakat Kerinci dalam Sastra Lisan Kerinci].
* [http://ipll.manoa.hawaii.edu/indonesian/research/tambo-kerinci/ Tambo Kerinci].
* [https://properti.kompas.com/read/2011/04/12/1647567/kerinci.sekepal.tanah.surga Kerinci, Sekepal Tanah Surga].
* [http://ipll.manoa.hawaii.edu/indonesian/research/tambo-kerinci/ Tambo Kerinci].
 
{{artikel pilihan}}
 
[[Kategori:Budaya Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Jambi]]