Cermin Terus: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
||
(60 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox book <!-- See Wikipedia:WikiProject Novels or Wikipedia:WikiProject Books -->
| name = Cermin Terus
| title_orig = Cermin Terus: Berguna untuk Pengurus, Penglihat Jalan yang Lurus
| translator =
| image =
| caption =
| author = [[Abdul Karim Amrullah]]
| cover_artist =
| country = [[Hindia Belanda]]
| language = [[Bahasa Melayu|Melayu]]
| series =
| genre = Non-fiksi
| publisher = [[Drukkerij Baroe]]
| release_date = 1930
| media_type =
| pages = 238 halaman
| isbn =
| dedicated_to = [[Muhammadiyah]]
| dewey =
| congress =
| oclc =
| preceded_by =
| followed_by = Pelita Jilid 1<br/>Pelita Jilid 2
}}
'''''Cermin Terus'''''
Buku ini terutama berisi pandangan Abdul Karim Amrullah terhadap perempuan. Secara khusus, penulis menujukan buku ini kepada organisator [[Muhammadiyah]] di Minangkabau.<ref name=":0">{{Cite book|url=http://worldcat.org/oclc/610593110|title=Muhammadiyah di Minangkabau|last=Hamka|first=|date=1974|publisher=Yayasan Nurul Islam|isbn=|location=|pages=47-53|oclc=610593110|url-status=live}}</ref><ref name=":2" />
== Latar belakang ==
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh [[Ahmad Dahlan]] di Yogyakarta pada 18 November 1912. Pada 1917, Abdul Karim Amrullah berkunjung ke Jawa dan bertemu Ahmad Dahlan.<ref>Historia.id (13 Juni 2019)''. Kisah Persahabatan Haji Rasul dengan Kyai Ahmad Dahlan''. https://historia.id/politik/articles/kisah-persahabatan-haji-rasul-dengan-kyai-ahmad-dahlan-vZ5VB</ref> Tertarik dengan ide-ide Muhammadiyah, Abdul Karim Amrullah membawanya ke Minangkabau dengan membuka cabang di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang]] pada 29 Mei 1925. Dalam tempo yang relatif singkat, ide-ide Muhammadiyah menyebar ke seluruh Minangkabau dan sejumlah cabang dibuka.<ref>Historia.id (3 Agustus 2015). ''Buya Hamka di Bawah Panji Muhammadiyah''. https://historia.id/agama/articles/buya-hamka-di-bawah-panji-muhammadiyah-PRgn9</ref> Perkembangan Muhammadiyah di Minangkabau diikuti pula dengan aktifnya bidang perempuan bernama [['Aisyiyah]]. Muhammadiyah mendorong perempuan untuk aktif berorganisasi sehingga dalam praktiknya, perempuan turut menghadiri kongres Muhammadiyah dan berpidato di depan umum.<ref name=":0" /><ref name=":2">Hamka. ''Ayahku: Riwayat Hidup Dr H Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatra.'' Jakarta: Ummind. 1982. hlm. 192-193.</ref>
Walaupun memiliki andil menyebarkan [[Muhammadiyah di Sumatera Barat|Muhammadiyah di Minangkabau]], Abdul Karim Amrullah tidak pernah menyatakan dirinya sebagai anggota atau pengurus. Ia malah tidak segan mengkritik beberapa praktik Muhammadiyah di Minangkabau yang dilihatnya tanpa didasari ilmu dan hanya [[Taklid|''taqlid'']] terhadap Muhammadiyah di Yogyakarta. Kritikan-kritikannya ia sampaikan dalam berbagai ''[[khutbah]]'' sejak tahun 1928.<ref name=":1">{{Cite book|url=http://worldcat.org/oclc/971526815|title=Sengketa Tiada Putus: Matriarkat, Reformisme Agama, dan Kolonialisme di Minangkabau|last=Jeffrey Hadler|first=|date=2010|publisher=Freedom Institute|isbn=978-979-19466-5-0|location=|pages=283-284|oclc=971526815|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|last=Daya|first=Burhanuddin|date=1990|url=https://books.google.co.id/books?id=CPQeAAAAMAAJ&q=Masjid+%22MANINJAU%22&dq=Masjid+%22MANINJAU%22&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiG6ML83872AhXMzjgGHUAsAc04ChDoAXoECAUQAg|title=Gerakan pembaharuan pemikiran Islam|publisher=Tiara Wacana Yogya|isbn=978-979-8120-13-8|language=id}}</ref> Di antara praktik Muhammadiyah yang ditentang oleh Abdul Karim Amrullah adalah tampilnya perempuan berpidato di depan laki-laki dan menghadiri kegiatan tanpa ditemani ''[[mahram]]''.<ref name=":0" />
[[Berkas:Poster_Kongres_Muhammadiyah_di_Bukittinggi_1930.jpg|jmpl|Poster Kongres Muhammadiyah di Bukittinggi, 14–21 Maret 1930]]
Pada 24–26 Maret 1930, berlangsung Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi, yang merupakan kongres pertama organisasi itu di luar Jawa, Dalam kongres, pengurus 'Aisyiyah bernama Siti Rasyidah dijadwalkan akan berpidato. Namun, rencana ini memicu pertentangan dari Abdul Karim Amrullah yang menganggap hukum perempuan berpidato di hadapan majelis laki-laki adalah haram. Pertentangan akhirnya diselesaikan oleh [[Ahmad Rasyid Sutan Mansur]] sebelum kongres; demi kemaslahatan panitia meniadakan pidato pengurus 'Aisyiyah dalam rangkaian acara.<ref name=":0" />
Melihat Muhammadiyah tidak menunjukkan perubahan, Abdul Karim Amrullah kembali menegaskan pendiriannya.<ref name=":0" /> Pada tahun 1930, ia menerbitkan buku berjudul ''Cermin Terus: Berguna Untuk Pengurus, Penglihat Jalan yang Lurus''. Buku ini berawal dari ''khutbah-khutbah'' yang ia sampaikan sejak tahun 1928''.''<ref name=":1" /> Penulisannya selesai pada 16 Mei 1929. Buku ini dicetak oleh [[Drukkerij Baroe]] di Bukittinggi dengan sumber biaya dari Yusuf Amrullah.<ref name=":3" />
== Isi ==
Isi ''Cermin Terus'' dibagi ke dalam topik-topik dalam 238 halaman. Ada 12 topik dalam buku yang membahas pandangan Abdul Karim Amrullah terhadap perempuan, kewajiban suami memberi nafkah, dan zakat fitrah.
Salah satu topik tentang perempuan membahas batas [[aurat]] perempuan. Di sini, Abdul Karim Amrullah mengharamkan perempuan untuk berpakaian ketat lantaran dianggap tidak sesuai dengan syariat. Adapun topik terkait Muhammadiyah berisi kritikannya terhadap pengumpulan zakat serta fenomena utusan 'Aisyiah berpidato di hadapan majelis laki-laki dan bepergian sendirian tanpa mahram.<ref name=":4" /><ref name=":0" /><ref name=":2" />
== Polemik ==
[[Berkas:Abdul_Karim_Amrullah.jpg|jmpl|214x214px|Abdul Karim Amrullah]]
Setelah diterbitkan pada tahun 1930, beberapa pernyataan Abdul Karim Amrullah dalam ''Cermin Terus'' menuai polemik. Dalam buku ini, Abdul Karim Amrullah mengkritik penggunaan kebaya pendek yang menonjolkan bentuk dan lekuk tubuh serta tak jarang memperlihatkan bagian dada. Ia menyebutnya sebagai "pakaian wanita lacur" yang segera menjadi bahan perdebatan. Kecaman atas pernyataan Abdul Karim Amrullah soal kebaya di antaranya datang dari [[Rasuna Said]] dan [[Nur Sutan Iskandar]].<ref name=":4" /><ref name=":2" />
Melihat ''Cermin Terus'' mendapat banyak kritik, Abdul Karim Amrullah pada tahun yang sama menulis ''Pelita Jilid 1''. Di sini, ia kembali menegaskan haramnya kebaya pendek bagi kaum wanita Islam. Pada tahun 1934, ia menulis ''Pelita Jilid 2'' untuk membantah sanggahan lain atas buku ''Cermin Terus'' dari seseorang bernama Kamaluddin Datuk Rajo Pahlawan, seorang guru di Kota Padang.<ref name=":2" />
== Referensi ==
{{Reflist}}
[[Kategori:Buku Islam]]
[[Kategori:Muhammadiyah]]
|