Upuh Ulen-ulen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k replaced: mas kawin → maskawin
Faleztino (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(12 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Upuh Ulen-Ulen.jpg|jmpl|316x316px|Kerawang Gayo]]
[[Berkas:Baju Kerawang Gayo.jpg|jmpl|Modifikasi Baju Koko dengan Kerawang Gayo]]
'''Kerawang''' atau "'''Kerawang Gayo'''" (Penuturan dalam [[Bahasa Gayo]]) atau '''Upuh Ulen-ulen''' adalah [[Busana Adat Gayo|busana Adat Suku Gayo]] yang Biasanya dipakai saat melangsungkan acara Resepsi Pernikahan, acara tarian adat dan budaya secara turun-temurun. Kerawang Itu Sendiri Merupakan hasil cipta karsa dari manusia yang menjadi nilai estetika dalam prilaku kehidupan yang kemudian menjadi budaya. Sedangkan budaya itu sendiri adalah hasil refleksi manusia dengan alam.
 
'''Kerawang''' atau "'''Kerawang Gayo'''" (Penuturan dalam [[Bahasa Gayo]]) atau '''Upuh Ulen-ulen''' adalah [[Busana Adat Gayo|busana Adat Sukutradisional Gayo]] yang Biasanya dipakai saat melangsungkan acara Resepsi Pernikahan, acara tarian adat dan budaya secara turun-temurun. Kerawang Itu Sendiri Merupakan hasil cipta karsa dari manusia yang menjadi nilai estetika dalam prilaku kehidupan yang kemudian menjadi budaya. Sedangkan budaya itu sendiri adalah hasil refleksi manusia dengan alam.<ref>{{Cite web|url=https://www.kompasiana.com/permatastore/5d1caa9d097f36495447ce22/pesona-kain-kerawang-gayo|title=Pesona Kain Kerawang Gayo|last=Kompasiana.com|website=KOMPASIANA|language=id|access-date=2020-06-17}}</ref>
== Sejarah Kerawang Gayo ==
 
== '''Sejarah Kerawang Gayo''' ==
Umat manusia pernah memlalui dua zaman ''Paleolitikum'' dan ''Neoletikum''. Pada zaman ''Paleotikum'' dan awal ''Neoletikum'' manusia mulai mengenal dan membuat benda-benda atau peralatan dari tanah liat atau tembikar. Pada masa itu kelompok-kelompok manusianya telah menetap dan melakukan kegiatan pertanian atau hortikultura. Di luar Indonesia tembikar tertua ditemukan berusia sekitar 6500 SM (Haryono, T dan Priyanti Pakan, 1991: 216-217). Di Gayo sendiri telah berkembang kepandaian membuat tembikar yang berbentuk bermacam-macam wadah seperti keni (Keni) labu (sejenis kendi dengan ukuran yang lebih kecil), wadah menyerupai baskom (buke), tempat mengabil air dan menyimpan air (buyung), periuk, belanga dan lain-lain. Tembikar pada masa bercocok tanam di Indonesia ada yang polos yang berhias. Seperti tembikar di Indonesia lainnya, teknik hiasan tembikar Gayo ada yang menunjukan Teknik Gores (incided), teknik tekan (impressed) dan teknik dengan cairan berwarna. Motif hiasannya umumnya motif geometrik, plora dan pauna. Wadah-wadah itu masih dibuat orang Gayo semapai sekarang tahun 40-an. Pembuatan tembikar berangsur-angsur terhenti karena masuknya wadah-wadah teknologi baru dengan fungsi yang sama. Adapun yang belum jelas, kapan orang gayo mulai mengembangkan kepandaian membuat tembikar itu; yang keseluruhannya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Mereka juga memakainya dalam rangka upacara perkawinan sebagai salah satu unsur tempah, yang mirip dengan maskawin.
 
Umat manusia pernah memlalui dua zaman ''[[Paleolitikum]]'' dan ''[[Neolitikum|Neoletikum]]''. Pada zaman ''Paleotikum'' dan awal ''Neoletikum'' manusia mulai mengenal dan membuat benda-benda atau peralatan dari tanah liat atau [[tembikar]]. Pada masa itu kelompok-kelompok manusianya telah menetap dan melakukan kegiatan pertanian atau [[hortikultura]]. Di luar Indonesia tembikar tertua ditemukan berusia sekitar 6500 SM (Haryono, T dan Priyanti Pakan, 1991: 216-217). Di Gayo sendiri telah berkembang kepandaian membuat tembikar yang berbentuk bermacam-macam wadah seperti keni (Keni) labu (sejenis kendi dengan ukuran yang lebih kecil), wadah menyerupai baskom (buke), tempat mengabil air dan menyimpan air (buyung), periuk, belanga dan lain-lain. Tembikar pada masa bercocok tanam di Indonesia ada yang polos yang berhias<ref>[https://journal. Seperti tembikar di Indonesia lainnya, teknik hiasan tembikar Gayo ada yang menunjukan Teknik Gores (incided), teknik tekan (impressed) dan teknik dengan cairan berwarna. Motif hiasannya umumnya motif geometrik, plora dan pauna. Wadahisi-wadah itu masih dibuat orang Gayo semapai sekarang tahun 40-anpadangpanjang. Pembuatan tembikar berangsur-angsur terhenti karena masuknya wadah-wadah teknologi baru dengan fungsi yang samaac. Adapun yang belum jelas, kapan orang gayo mulai mengembangkan kepandaian membuat tembikar itu; yang keseluruhannya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hariid/index.php/Ekspresi/article/view/167 MerekaMotif jugaKerawang memakainyaGayo dalamPada rangkaBusana upacaraAdat perkawinanPengantin sebagaiDi salahAceh satuTengah]<br unsur tempah, yang mirip dengan maskawin./></ref>
Sehubungan dengan masa lalu orang gayo, ada yang mencoba menganalis hasil ragam hias kerawang. Meskipun pendekatan ini tidak dipelajari secara mendalam, raga hias kerawang di Gayo ini terpahat pada bagian-bahagian tertentu dari rumah; berupa dari lambang-lambang bahagian tubuh dari binatang, yang mengingatkan pada pada zaman batu muda (neolitik). Lambang-lambang itu sebagai selain hiasan, juga terkait pada sistem kepercayaan mereka, seni hias yang semakin berkembang, terlihat pada ukiran-ukiran geometris yang ada pada dinding atau tangga rumah. Selanjutnya pengaruh islam membendung mereka untuk membuat patung-patung, yang diangap bertentang dengan norma agama yang mereka anut (Harun, 1962: 8 – 11). Sehubungan dengan ragam hias ini, sebenarnya ada ragam corak hias yang dikenal dan hidup dalam kehidupan masyarakat Gayo. Ragam hias ini terwujud pada barang anyaman seperti tikar, bermacam-macam wadah yang dianyam minsalnya apa yang disebut <span lang="gay" dir="ltr">tape</span>, sentong, <span lang="gay" dir="ltr">[[bebalun]]</span>. Semua ini merupakan benda upacara. Ada pula ragam hias pada tembikar dengan berbagai motif dan nama-nama hiasan seperti: kekukut, memayang, kekuyang, gegenit, tapak tikus, dan lain-lain. Ragam hias itu juga terdapat pada pakaian dengan motif dan nama sendiri pula. Nama-nama hiasan itu pada umumnya diambil dari nama unsur tubuh binatang, seperti telapak kaki tikus, kaki lipan disamping gejala alam minsalnya awan berarak (emun berangkat) semua itu tentu mengandung pesan budaya sehubungan dengan kehidupan mereka dimasa lalu.
 
Tembikar pada masa bercocok tanam di Indonesia ada yang polos yang berhias. Seperti tembikar di Indonesia lainnya, teknik hiasan tembikar Gayo ada yang menunjukan Teknik Gores (incided), teknik tekan (impressed) dan teknik dengan cairan berwarna. Motif hiasannya umumnya motif geometrik, [[Flora Indonesia|flora]] dan [[Fauna Indonesia|fauna]]. Wadah-wadah itu masih dibuat orang Gayo sampai sekarang tahun 40-an. Pembuatan tembikar berangsur-angsur terhenti karena masuknya wadah-wadah teknologi baru dengan fungsi yang sama. Adapun yang belum jelas, kapan orang gayo mulai mengembangkan kepandaian membuat tembikar itu, yang keseluruhannya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Mereka juga memakainya dalam rangka upacara perkawinan sebagai salah satu unsur tempah, yang mirip dengan [[Mahar|maskawin]].<ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/nurlaila-maestro-seni-sulam-kain-kerawang-gayo/|title=Nurlaila, Maestro Seni Sulam Kain Kerawang Gayo|last=mohammadwildan|date=2016-10-06|website=Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya|language=id-ID|access-date=2020-06-17}}</ref>
Pertama sekali ukiran kerawang ditemukan pada ornamen [[umah pitu ruang]] ( rumah adat suku Gayo sehingga memperindah nilai bentuk umah pitu ruang itu sendiri ).
 
[[Berkas:Umah-Pitu-Ruang-Gayo.jpg|jmpl|200px|Rumah Adat Gayo Pitu Ruang]]
Sehubungan dengan masa lalu orang gayo, ada yang mencoba menganalis hasil ragam hias kerawang. Meskipun pendekatan ini tidak dipelajari secara mendalam, ragam hias kerawang di Gayo ini terpahat pada bagian-bagian tertentu dari rumah; berupa dari lambang-lambang bahagian tubuh dari binatang, yang mengingatkan pada pada zaman batu muda (neolitik). Lambang-lambang itu sebagai selain hiasan, juga terkait pada sistem kepercayaan mereka, seni hias yang semakin berkembang, terlihat pada ukiran-ukiran geometris yang ada pada dinding atau tangga rumah. Selanjutnya pengaruh islam membendung mereka untuk membuat patung-patung, yang diangap bertentang dengan norma agama yang mereka anut (Harun, 1962: 8 – 11).<ref>{{Cite web|url=https://digtara.com/galeri/pakaian-adat-kerawang-gayo-rambah-pasar-internasional/|title=Pakaian Adat Kerawang Gayo Rambah Pasar Internasional|last=Winsyah|date=2019-04-10|website=Digtara|language=id-ID|access-date=2020-06-17}}</ref>
Sedangkan umah pitu ruang itu sendiri adalah mahar atau permintaan dari seorang putri dari [[kerajaan Johor]] yang dipinang oleh [[Adi Genali]] [[Kerajaan Linge|raja Linge]] Pertama pada abad ke 10. bangunan umah pitu ruang sangat erat kaitannya dengan ukiran kerawang sehingga mengandung nilai-nilai filsafat dalam kehidupan masyarakat. Angka <span lang="gay" dir="ltr">pitu</span> ruang (tujuh ruang) merupakan pondasi iman dalam kehidupan yang memhubungkan manusia dengan Allah SWT. Ruang pertama diidentik dengan Alqur’an, ruang kedua merupakan hadist, ruang ketika adalah ijma', ruang keempat adalah kias, ruang kelima adalah <span lang="gay" dir="ltr">edet</span>, ruang ke enam adalah <span lang="gay" dir="ltr">resam</span> dan ruang ketujuh adalah atur. Dengan arti lain pitu ruang merupakan konsep pertikal antara manusia dengan Allah. Sedangkan kerawang merupakan Konsep horizontal antara sesama manusia edet, resam dan atur merupakan konsep horizontal antara sesama manusia. Sedangkan hasil refleksi manusia dengan alam melahirkan sebuah budaya yang terangkum dalam kehidupan kebudayaan manusia. Salah satunya adalah kerawang. Nama atau bentuk ukiran kerawang adalah ornamen alam yang menjadi simbul dan identitas dari mansyarakat yang lahir dari karsa dan cipta manusia itu sendiri.
 
Filosopi kehidupan orang gayo direpleksikan kepada ukiran kerawang yang menjadi adat dan budaya bagi orang gayo itu sendiri. Kerawang adalah hasil cipta karsa dari manusia yang menjadi nilai estetika dalam prilaku kehidupan yang kemudian menjadi budaya. Sedangkan budaya itu sendiri adalah hasil refleksi manusia dengan alam. Bahkan motif kerawang tercermin pada resam peraturan [[Kerajaan Linge|negeri Linge]] yaitu ''sarak opat''. Filosofi kehidupan yang tercermin dalam motif kerawang yaitu:
Sehubungan dengan masa lalu orang gayo, ada yang mencoba menganalis hasil ragam hias kerawang. Meskipun pendekatan ini tidak dipelajari secara mendalam, raga hias kerawang di Gayo ini terpahat pada bagian-bahagian tertentu dari rumah; berupa dari lambang-lambang bahagian tubuh dari binatang, yang mengingatkan pada pada zaman batu muda (neolitik). Lambang-lambang itu sebagai selain hiasan, juga terkait pada sistem kepercayaan mereka, seni hias yang semakin berkembang, terlihat pada ukiran-ukiran geometris yang ada pada dinding atau tangga rumah. Selanjutnya pengaruh islam membendung mereka untuk membuat patung-patung, yang diangap bertentang dengan norma agama yang mereka anut (Harun, 1962: 8 – 11). Sehubungan dengan ragam hias ini, sebenarnya ada ragam corak hias yang dikenal dan hidup dalam kehidupan masyarakat Gayo. Ragam hias ini terwujud pada barang anyaman seperti [[tikar]], bermacam-macam wadah yang dianyam minsalnyamisalnya apa yang disebut <span lang="gay" dir="ltr">tape</span>, sentong, <span lang="gay" dir="ltr">[[bebalun]]</span>. Semua ini merupakan benda upacara. Ada pula ragam hias pada tembikar dengan berbagai motif dan nama-nama hiasan seperti: kekukut, memayang, kekuyang, gegenit, tapak tikus, dan lain-lain. Ragam hias itu juga terdapat pada pakaian dengan motif dan nama sendiri pula. Nama-nama hiasan itu pada umumnya diambil dari nama unsur tubuh binatang, seperti telapak kaki tikus, kaki lipan disamping gejala alam minsalnya awan berarak (emun berangkat) semua itu tentu mengandung pesan budaya sehubungan dengan kehidupan mereka dimasa lalu.
Sarak opat ; ''reje musuket sipet'' (raja yang adil) ''petue musidik sasat'' (cendikiawan yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas) ''imem muperlu sunet'' (iman memahami betul antara yang haram dan halal, yang wajib dan sunat ) ''rakyat genap mupakat'' (segala persoalan masyarakat diselesaikan dengan musyawarah)
 
Embun berangkat ; beluh sara loloten mewen sara tamunen (sebuah kebersamaan dan kerja sama dalam persatuan dalam membangun negeri)
Pertama sekali ukiran kerawang ditemukan pada ornamen [[Ornamen (arsitektur)|ornamen]] umah pitu ruang]] ( rumah adat suku Gayo) sehingga memperindah nilai bentuk umah pitu ruang itu sendiri ).
Pucuk rebung: Kuatas mupucuk lemi kutuyuh mujantan tegep ( peningkatan kualitas manusia ddengan pondasi iman )
[[Berkas:Umah-Pitu-Ruang-Gayo.jpg|jmpl|200px326x326px|Rumah Adat Gayo [[Uma (rumah Gayo)|Pitu Ruang]]]]
Puter tali ; ratif musara nanguk nyawa musara peluk ( sebuah ikatan kekeluargaan dan kebersamaan dalam menyelesaikan masalah harus bersama-sama)
Sedangkan umah pitu ruang itu sendiri adalah mahar atau permintaan dari seorang putri dari [[Kesultanan Johor|kerajaan Johor]] yang dipinang oleh [[Adi Genali]] [[Kerajaan Linge|raja Linge]] Pertama pada abad ke 10. bangunanBangunan umah pitu ruang sangat erat kaitannya dengan ukiran kerawang sehingga mengandung nilai-nilai filsafat dalam kehidupan masyarakat. Angka <span lang="gay" dir="ltr">pitu</span> ruang (tujuh ruang) merupakan pondasi iman dalam kehidupan yang memhubungkan manusia dengan [[Allah (Islam)|Allah SWT]]. Ruang pertama diidentik dengan [[Al-Qur'an|Alqur’an]], ruang kedua merupakan hadist[[hadis]]t, ruang ketika adalah ijma', ruang keempat adalah [[Kias (fikih)|kias,]] ruang kelima adalah <span lang="gay" dir="ltr">edet</span>, ruang ke enam adalah <span lang="gay" dir="ltr">resam</span> dan ruang ketujuh adalah atur. Dengan arti lain pitu ruang merupakan konsep pertikal antara manusia dengan Allah. Sedangkan kerawang merupakan Konsep horizontal antara sesama manusia edet, resam dan atur merupakan konsep horizontal antara sesama manusia. Sedangkan hasil refleksi manusia dengan alam melahirkan sebuah budaya yang terangkum dalam kehidupan kebudayaan manusia. Salah satunya adalah kerawang. Nama atau bentuk ukiran kerawang adalah ornamen alam yang menjadi simbul dan identitas dari mansyarakat yang lahir dari karsa dan cipta manusia itu sendiri.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=bvi-DwAAQBAJ&pg=PR7&lpg=PR7&dq=Kerawang+Gayo&source=bl&ots=DyoY5V_40M&sig=ACfU3U0lR14jthPeUB-KiYvE22nQ_b7Qpw&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiPm8LNyYjqAhVJbSsKHVjXBJI4HhDoATAEegQIChAB#v=onepage&q=Kerawang%20Gayo&f=false|title=Bordiran Kerawang Gayo Edisi Revisi|last=Fadhilah|date=2018-09-02|publisher=Syiah Kuala University Press|isbn=978-602-5679-49-0|language=id}}</ref>
Ukiran kerawang yang ada pada [[umah pitu ruang]] adalah pase pertama keberadaan kerawang selanjutnya ukiran kerawang berkebang kepada gerabah dan kendi, kemudian berkembang pada tembikar. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi menjadikan kerawang sebagai industri rumah tangga. Berbasis ekonomi rakyat. Namun perkembangan kerawang sebagai usaha kerajinan banyak mengalami kendala dari dalam dan dari luar. Untuk membangkitkan potensi ekonomi berbasiskan budaya sangat diperlukan pengkajian yang lebih mendalam salah satunya adalah menciptakan alternatif-alternatif dengan pendekatan teknologi agar kerawang sesuai dengan kehendak pasar dan kebutuhan masyarakat Gayo sendiri. Serta sangat diperlukan perhatian pemerintah dengan komitmen yang terarah dan terprogram dalam membina kerajinan kerawang sebagai potensi daerah.
 
FilosopiFilosofi kehidupan orang gayo direpleksikandirefleksikan kepada ukiran kerawang yang menjadi adat dan budaya bagi orang gayo itu sendiri. Kerawang adalah hasil cipta karsa dari manusia yang menjadi nilai [[estetika]] dalam prilaku kehidupan yang kemudian menjadi budaya. Sedangkan budaya itu sendiri adalah hasil refleksi manusia dengan alam. Bahkan motif kerawang tercermin pada resam peraturan [[Kerajaan Linge|negeri Linge]] yaitu ''sarak opat''. Filosofi kehidupan yang tercermin dalam motif kerawang yaitu: Sarak opat ; ''reje musuket sipet'' (raja yang adil) ''petue musidik sasat'' (cendikiawan yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas) ''imem muperlu sunet'' (iman memahami betul antara yang haram dan halal, yang wajib dan sunat ) ''rakyat genap mupakat'' (segala persoalan masyarakat diselesaikan dengan musyawarah)<ref>{{Cite web|url=http://travelinkmagz.com/2018/09/budaya-kerawang-gayo/|title=Budaya Kerawang Gayo|last=traveladmin|date=2018-09-27|website=Travelink Magazine|language=id-ID|access-date=2020-06-17}}</ref>
Embun berangkat ; beluh sara loloten mewen sara tamunen (sebuah kebersamaan dan kerja sama dalam persatuan dalam membangun negeri)
Pucuk rebung: Kuatas mupucuk lemi kutuyuh mujantan tegep ( peningkatan kualitas manusia ddengan pondasi iman )
Puter tali ; ratif musara nanguk nyawa musara peluk ( sebuah ikatan kekeluargaan dan kebersamaan dalam menyelesaikan masalah harus bersama-sama)
Ukiran kerawang yang ada pada [[Uma (rumah Gayo)|umah pitu ruang]] adalah pase pertama keberadaan kerawang selanjutnya ukiran kerawang berkebang kepada gerabah dan kendi, kemudian berkembang pada tembikar. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi menjadikan kerawang sebagai industri rumah tangga. Berbasis ekonomi rakyat. Namun perkembangan kerawang sebagai usaha kerajinan banyak mengalami kendala dari dalam dan dari luar. Untuk membangkitkan potensi ekonomi berbasiskan budaya sangat diperlukan pengkajian yang lebih mendalam salah satunya adalah menciptakan alternatif-alternatif dengan pendekatan teknologi agar kerawang sesuai dengan kehendak pasar dan kebutuhan masyarakat Gayo sendiri. Serta sangat diperlukan perhatian pemerintah dengan komitmen yang terarah dan terprogram dalam membina kerajinan kerawang sebagai potensi daerah.<ref>{{Cite web|url=https://fitinline.com/article/read/keistimewaan-kain-kerawang-gayo-khas-aceh-tengah-dan-filosofi-yang-tersimpan-di-dalamnya/|title=Fitinline.com: Keistimewaan Kain Kerawang Gayo Khas Aceh Tengah dan Filosofi Yang Tersimpan di Dalamnya|website=fitinline.com|language=en|access-date=2020-06-17}}</ref>
 
=== Motif Kerawang Gayo ===
[[Berkas:Kerawang Gayo.png|alt=Salah Satu Contoh Kerajinan Tangan Kerawang Gayo|jmpl|Kerawang Gayo]]Seiring Perkembangan Kehidupan Budaya yang turun-temurun dalam hal melestarikan budaya kini ''Kerawang Gayo'' Telah Menjadi Salah satu '''[[Seni Ukir]]''' bagi kalangan orang Gayo itu sendiri. Ukiran Kerawang saat ini menjadi salah satu ukiran yang paling diminati oleh masyarakat lokal bahkan luar daerah Gayo. Ukiran yang terdapat di kerawang Gayo kerap di desain menjadi pakaian yang sedang ngetren saat ini, khususnya pakaian wanita baik anak-anak, remaja dan dewasa.
 
Motif Kerawang Gayo yang khas setiap warna dan ukiran memiliki makna dan arti tersendiri, juga yang membedakan baju adat satu daerah dengan daerah lain adalah warna dan motif yang terdapat pada baju adat.<ref>{{Cite web|url=https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1069550|title=Kerawang Gayo / Dr. Joni MN, M.Pd.B.I. {{!}} OPAC Perpustakaan Nasional RI.|website=opac.perpusnas.go.id|access-date=2020-06-17}}</ref>
 
Berikut beberapa keterangan tentang motif pakaian kebanggaan masyarakat Negeri Diatas Awan tersebut yang ditulis oleh DRS. Isma Tantawi, M.A dan DRS. Buniyamin S dalam bukunya berjudul Pilar-Pilar Kebudayaan Gayo. Motif-motif yg terdapat pada adat Gayo adalah: mata itik, [[pucuk rebung]], sesirung, leladu, mun berangkat, tulen iken, puter tali, bunge kipes, gegaping, panah dan motif selalu. Untuk warna dasar kerawang Gayo memakai kain warna item (hitam, Gayo: Red) sedangkan untuk motifnya menggunakan campuran warna ilang (merah), putih (putih), ijo (hijau) dan using (kuning).<ref>{{Cite web|url=https://acehprov.go.id/news/read/2018/05/07/5567/kerawang-gayo-curi-perhatian-pengunjung-vietnam-cafe-show.html|title=Pemerintah Aceh {{!}} Kerawang Gayo Curi Perhatian Pengunjung Vietnam Cafe Show|website=acehprov.go.id|access-date=2020-06-17|archive-date=2020-06-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20200617100949/https://acehprov.go.id/news/read/2018/05/07/5567/kerawang-gayo-curi-perhatian-pengunjung-vietnam-cafe-show.html|dead-url=yes}}</ref>
Berikut keterangan atau makna dari warna-warna yang digunakan dalam motif Kerawang Gayo:
 
Berikut keterangan atau makna dari warna-warna yang digunakan dalam motif Kerawang Gayo:
# Hitam: merupakan hasil keputusan adat,
# Merah: sebagai tanda berani (mersik) bertindak dalam kebenaran,
# Putih: sebagai tanda suci dalam tindakan lahir dan batin,
# Hijau: sebagai tanda kejayaan dan kerajinan (lisik) di dalam kehidupan sehari-hari,
# Kuning: sebagai tanda hati-hati (urik) dalam bertindak.<ref>{{Cite journal|last=Ningsih|first=Juliawati|last2=Selian|first2=Rida Safuan|last3=Palawi|first3=Ari|date=2018|title=PERBEDAAN MOTIF KERAWANG GAYO LUES DAN ACEH TENGAH|url=http://www.jim.unsyiah.ac.id/sendratasik/article/view/13120|journal=Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Seni, Drama, Tari & Musik|volume=3|issue=4}}</ref>
# Kuning: sebagai tanda hati-hati (urik) dalam bertindak.
 
Jadi, berdasarkan keterangan dari warna-warna kerawang, Masyarakat Gayo dilambangkan sebagai masyarakat yang Mersik (berani), Lisik (rajin) dan Urik (teliti). Makna Motif yang terdapat pada pakaian adat Gayo sendiri adalah sebagai berikut:<ref>{{Cite news|url=https://www.suara.com/partner/content/portalsatu/2019/12/10/161630/pemkab-gayo-lues-akan-patenkan-kerawang-gayo|title=Pemkab Gayo Lues akan Patenkan Kerawang Gayo|work=Suara.com|language=id|access-date=2020-06-17}}</ref>
* ''SesirungMata Itik'', mempunyai makna bahwa yg ikut menentukan dalam kehidupan masyarakat Gayo Lues, adalah penghulu, ulama dan selalugolongan salaingcerdik membantupandai.
Makna Motif yang terdapat pada pakaian adat Gayo sendiri adalah sebagai berikut:
* ''Pucuk Rebung'', mempunyai makna masyarakat Gayo Lues mencintai keadilan dan kedamaian.
* MATA ITIK
* ''Mata ItikSesirung'', mempunyai makna bahwa yg ikut menentukan dalam kehidupan masyarakat Gayo Lues, adalah penghulu, ulama dan golonganselalu cerdiksalaing pandaimembantu.
* ''Puter taliLeladu'', bermakna dalam kehidupanbahwa masyarakat Gayo Lues terdapatmemiliki harkat dan kesatuanmartabat dan persatuanberwibawa.
* PUCUK REBUNG
* ''PucukMun RebungBerangkat'', mempunyaibermakna maknabahwa masyarakatmasyarakata Gayo Lues mencintaimempunyai keadilancita-cita dan kedamaiantata cara dalam kehidupan bermasyarakat.
* ''Tulenni Iken'', bermakna masyarakat Gayo Lues memiliki sifat untuk membela diri dalam kebenaran. Takut karena salah dan berani karena benar.
* SESIRUNG
* ''Puter tali'', bermakna dalam kehidupan masyarakat Gayo Lues terdapat kesatuan dan persatuan.<ref>{{Cite web|url=https://rri.co.id/takengon/daerah/790449/mag-aceh-tengah-ajak-publik-gemar-pakai-kerawang|title=MAG Aceh Tengah Ajak Publik Gemar Pakai Kerawang|last=RRI 2020|first=LPP|website=rri.co.id|language=en|access-date=2020-06-17|archive-date=2020-06-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20200617130038/https://rri.co.id/takengon/daerah/790449/mag-aceh-tengah-ajak-publik-gemar-pakai-kerawang|dead-url=yes}}</ref>
''Sesirung'' mempunyai makna bahwa dalam kehidupan masyarakat Gayo Lues selalu salaing membantu.
* ''Bunge kipes'', mempunyai makna bahwa Masyarakat Gayo Lues mempunyai harmonis antara manusia dengan Tuhan ( Hablumminallah), manusia dengan manusia ( Hablumminannas) dan manusia dengan lingkungannya.
* LELADU
* ''leladuGegaping'', bermaknamempunyai makan bahwa masyarakat Gayo Lues memiliki harkatketaatan danterhadap martabatpemerintahan, agama, dan berwibawaadat istiadat. Murip Ikanung edet mate ikanung ukum (agama).
* ''Bunge panah'', memilki makna bahwa masyarakat Gayo Lues memiliki sifat keterbukaan dalam menerima dan menjalankan ketentuan tang tidka bertentanagan dengan agama dan adat.
* MUN BERANGKAT
* ''Motif selalu'', bermakna bahwa masyarakat Gayo memiliki sifat kejujuran dan ketulusan hati dalam menjalani kehidupan sehari-hari.<ref>[https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/gorga/article/viewFile/12797/10951 Motif Ukiran Kerawang Gayo Pada Rumah Adat Gayo Di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh]</ref>
''Mun Berangkat'' bermakna bahwa masyarakata Gayo Lues mempunyai cita-cita dan tata cara dalam kehidupan bermasyarakat.
* TULENNI IKEN
''Tulenni Iken'' bermakna masyarakat Gayo Lues memiliki sifat untuk membela diri dalam kebenaran. Takut karena salah dan berani karena benar.
* PUTER TALI
''Puter tali'' bermakna dalam kehidupan masyarakat Gayo Lues terdapat kesatuan dan persatuan.
* BUNGE KIPES
''Bunge kipes'' mempunyai makna bahwa Masyarakat Gayo Lues mempunyai harmonis antara manusia dengan Tuhan ( Hablumminallah), manusia dengan manusia ( Hablumminannas) dan manusia dengan lingkungannya.
* GEGAPING
''Gegaping'' mempunyai makan bahwa masyarakat Gayo Lues memiliki ketaatan terhadap pemerintahan, agama, dan adat istiadat. Murip Ikanung edet mate ikanung ukum (agama).
* BUNGE PANAH
''Bunge panah'' memilki makna bahwa masyarakat Gayo Lues memiliki sifat keterbukaan dalam menerima dan menjalankan ketentuan tang tidka bertentanagan dengan agama dan adat.
* MOTIF SELALU
''Motif selalu'' bermakna bahwa masyarakat Gayo memiliki sifat kejujuran dan ketulusan hati dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
 
== Lihat pula ==
Baris 61 ⟶ 55:
* [[Busana Adat Gayo]]
* [[Suku Gayo]]
 
== Referensi ==
<references responsive="" />
{{Suku Gayo}}
 
[[Kategori:Budaya Indonesia]]
[[Kategori:Gayo]]
[[Kategori:Adat Gayo]]
[[Kategori:GayoBudaya Aceh]]